Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016
TINJAUAN YURIDIS ATAS PERTAMBANGAN ILLEGAL DI DESA JENDI, SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Ilham Aji Pangestu Email :
[email protected] Mahasiswa Program Pascasarjana Hukum Kebijakan Publik Universitas Sebelas Maret Surakarta I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Djoko Wahju Winarno Email :
[email protected] Dosen Fakultas Hukum UNS Abstract This article aims to identify and analyze the occurrence of illegal mining in Jendi village, Selogiri, Wonogiri, mining regulation, minerals, and coal in Wonogiri. This research is non doctrinal research conducted (Department PESDM) Wonogiri. This article in descriptive is using primary and secondary data types. Data collection techniques consisting of data collection techniques of primary and secondary data, the technique of primary data collection conducted by the author with interviews with the authorities in the and techniques of secondary data collection is done with the study literature. Data analysis technique conducted through qualitative data analysis techniques with an interactive approach. Based on the results of research and discussion concluded that illegal mining occurred in the village of Jendi Wonogiri caused by the culture of law (legal culture) Jendi rural communities, especially the miners, and has not set the Local Regulations related to artisanal mining and the decree relating to the implementation of the mining activities. Keywords: Judicial Review, Illegal Mining, Law Number 4 Year Of 2009 Concerning in Mineral And Coal Mining Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis terjadinya penambangan illegal di Desa Jendi, Selogiri, Kabupaten Wonogiri dan pengaturan pertambangan, mineral, dan batubara di Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini merupakan penelitian non doctrinal. Penulisan artikel ini bersifat deskriptif dengan menggunakan jenis data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data terdiri dari teknik pengumpulan data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data primer dilakukan oleh penulis dengan wawancara dengan pihak yang berwenang di Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Wonogiri dan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri serta teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan. Teknik analisis data dilakukan melaui teknik analisis data kualitatif dengan pendekatan interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa Terjadi penambangan illegal di Desa Jendi, Selogiri, Kabupaten Wonogiri disebabkan oleh budaya hukum (legal culture) masyarakat Desa Jendi khususnya para penambang illegal, serta belum diatur mengenai Peraturan Daerah terkait pertambangan rakyat dan Peraturan Bupati terkait dengan pelaksanaan kegiatan pertambangan. Kata Kunci: Tinjauan Yuridis, Pertambangan Illegal, Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
A. Pendahuluan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada Pasal 33 ayat (3) menyebutkan Bumi d an ai r dan ke kayaan ala m ya ng terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
120
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal tersebut memiliki makna bahwa Negara memiliki kedaulatan mutlak atas kekayaan sumber daya alam dan hak kepemilikan yang sah atas kekayaan alam adalah rakyat Indonesia. Hak penguasaan negara merupakan instrumen
Tinjauan Yuridis atas Pertambangan Illegal di Desa Jendi, Selogiri, Kebupaten Wonogiri ....
sedangkan sebesar - besarnya kemakmuran rakyat adalah tujuan akhir pengelolaan kekayaan alam (Adrian Sutedi, 2012:24). Ketentuan ini mengandung pesan bahwa terhadap Negara diberikan hak menguasai oleh Konstitusi untuk memanfaatkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dialamnya untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat, Dari ketentuan ini lahir konsepsi khas bangsa dan sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu konsepsi hak menguasai Negara(Otong Rosadi, 2012:7). Sebagaimana dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana telah diatur dalam Konstitusi dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, maka perlu diusahakan pelestarian lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan dilaksanakan dengan kebijaksanaan terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang dan mendatang ( Sutrisno, 2011:.445). Untuk mewujudkan kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, serta dalam menyelenggarakan pembangunan ekonomi nasional yang berdasarkan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, Pemerintah membentuk Undang – Undang melalui Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Sumberdaya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup sekitarnya. Sumber daya alam di Indonesia cukup banyak dan melimpah sehingga terkadang sebagian dieksploitasi secara besar - besaran untuk kebutuhan pembangunan ( Agus Candra, Sri Budiastuti, Sunarto, 2014:.2). Sumber daya alam terdiri dari jenis sumber daya alam yang berada dipermukaan dan perut bumi. Sumber daya alam meliputi sumber daya alam yang dapat diperbarui dan tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam yang dapat diperbarui merupakan segala hasil alam yang berasal dari permukaan bumi yang dapat dimanfaatkan terus menerus. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui merupakan segala hasil alam yang yang didapat diluar atau dari dalam perut bumi yang jumlahnya terbatas dan
akan habis apabila dimanfaatkan secara terus – menerus, seperti pemanfaatan bahan galian atau pertambangan emas, minyak mentah lepas pantai dan sebagainya (Diyas Jaya Kesuma Wardana, Haris Retno Susmiyati dan Rini Apriani, 2014: 2). Pertambangan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan sumberdaya alam dengan melakukan suatu kegiatan mulai dari tahap pencarian, penggalian, pengolahan hingga tahap pemasaran hasil tambang(Agus Candra, Sri Budiastuti, Sunarto, 2014:2). Sebagai contoh pertambangan emas, dengan rata – rata produksi tambang emas 13.720,4423 kg per tahun serta total produksi sebesar 2.501.849,73 kg dari tahun 1990 sampai 2011, potensi produksi pertambangan emas di Indonesia tergolong dalam kategori cukup besar (Arif Sumantri, Ela Laelasari, Nita Ratna Junita, Nasrudin, 2014:.398-399). Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2013, ekspor kelompok hasil industri penghasil emas (khususnya emas dalam batang, tuangan dan keranjang dari data tahun 2007 sampai tahun 2011) memiliki nilai tertinggi di antara industri perhiasaan dan kerajinan dari logam lainnya, yaitu puncaknya pada tahun 2011 sebesar dalam US$ 2.224 juta dan nilainya selalu meningkat setiap tahunnya. Selain itu, diketahui juga bahwa presentase peran ekspor dari kelompok industri penghasil emas terhadap total ekspor hasil industri pada tahun 2011 berada di posisi tertinggi sebesar 1,82% ( Arif Sumantri, Ela Laelasari, Nita Ratna Junita, Nasrudin, 2014:.398-399). Sektor pertambangan di Indonesia merupakan sektor yang berfungsi mendapatkan devisa yang paling besar, namun keberadaan dan/ atau usaha tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai kalangan karena dalam implementasinya Negara sering dihadapkan pada kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungan dan social (Meggi Okka Hadi Miharja, Andreas Dwi Setyo, Herbowo Prasetyo Adi, 2015:1). Permasalahan lain dari kegiatan usaha pertambangan adalah bahwa kegiatan pertambangan tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pertambangan illegal. Salah satu kegiatan usaha pertambangan illegal terdapat di Desa Jendi, Selogiri, Kabupaten Wonogiri yang selanjutnya disebut Desa Jendi. Kegiatan usaha pertambangan illegal di Desa Jendi telah menimbulkan dampak negatif terhadap segala aspek, baik terhadap kesehatan, lingkungan, dan aspek lainnya yang ditimbulkan akibat pertambangan illegal tersebut. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2005 tim survei dari Universitas Sebelas Maret
121
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016
(UNS) Surakarta melakukan pengambilan dan pemeriksaan salah satu air sumur yang berada di sekitar pengolahan bijih emas dan hasilnya dinyatakan positif telah tercemar mercury (Hg) (Sugeng Rianto, Onny Setiani, Budiyono, April 2012:55). Kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan keracunan mercury yang dilakukan oleh tim dari Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta, pada survei terdahulu bulan Mei 2009 terhadap 10 penambang emas di Desa Jendi di peroleh hasil bahwa 5 orang (50 %) penambang ditemukan adanya kandungan mercury didalam darahnya dengan kadar antara 50 – 200 ìg/lt (Sugeng Rianto, Onny Setiani, Budiyono, 2012:55). Pada tahun 2014, berdasarkan hasil penelitian pemerhati lingkungan hidup dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang yang disosialisasikan di Balai Desa Jendi pada 19 Agustus 2014, disimpulkan terdapat 60 bayi dideteksi menderita gangguan akibat mercury. Di sisi lain, dampak Mercury ini juga bisa masuk ke lahan-lahan pertanian, sumber air, sungai, sehingga sayur mayur atau tanaman hingga binatang ternak-pun akan tercemar Mercury. Kondisi ini harus segera dibenahi agar tak berdampak luas terhadap warga setempat. Efek mercury yang dihirup manusia dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf terutama bagi ibu hamil dan anak-anak (Solopos, Mercury Meracuni Sekitar Tambang Emas Illegal Di Wonogiri, terdapat dalam http://simlingkungan. minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=792, diakses pada 27 Januari 2016 pada pukul 01:34 wib). Melihat semakin luas dan merajalelanya kasuskasus pertambangan illegal di seluruh wilayah Indonesia, tentunya diperlukan suatu penegakan hukum berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku untuk memberantas dan memberikan efek jera terhadap pelaku - pelaku kegiatan penambanagan illegal berkaitan dengan upaya untuk melindungi lingkungan hidup dari pencemaran dan perusakan akibat pertambangan illegal ( Zendy Johan Wantania, 2015:86). Pa da da sar nya reg u la si me ng en ai pertambangan telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara. Pada Undang – Undang tersebut telah diatur meliputi, kewenangan pengelolaan, wilayah dalam usaha kegiatan pertambangan, kegiatan pertambangan rakyat, aturan mengenai perijinan dan sebagainya. Namun dalam implementasinya, kegiatan penambangan tanpa izin masih dilakukan khsusnya dalam hal ini terjadi di Desa Jendi.
122
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka artikel ini bermaksud untuk melakukan suatu kajian tentang: terjadinya penambangan illegal di Desa Jendi dan pengaturan mengenai pertambangan, mineral, dan batubara di Kabupaten Wonogiri. B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris atau non doctrinal. Pada penelitian hukum empiris, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjukan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Sukanto, 2010:51). Lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri dan Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (Dinas PESDM) Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan jenis data primer dan sekunder.Teknik pengumpulan data terdiri dari teknik pengumpulan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan oleh penulis dengan wawancara dengan pihak yang berwenang di Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Wonogiri dan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri serta teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan. Teknik analisis data dilakukan melaui teknik analisis data kualitatif dengan pendekatan interaktif. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian hukum empiris merupakan salah satu jenis penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya hukum didalam masyarakat. Bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat dikaji dari tingkat efektivitasnya hukum, kepatuhan terhadap hukum, peranan lembaga atau institusi hukum didalam penegak hukum, implementasi aturan hukum, pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau sebaliknya, pengaruh masalah sosial terhadap aturan hukum (Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2014:20). Pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, teori yang dikemukakan oleh para ahli sering dijadikan acuan dalam memecahkan masalah – masalah yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, bangsa dan Negara(H Salim HS, 2010:1). Adapun teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan teori system hukum menururut Lawarence Meir Friedman. Lawrence Meir Friedman menyatakan bahwa ada 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan dalam
Tinjauan Yuridis atas Pertambangan Illegal di Desa Jendi, Selogiri, Kebupaten Wonogiri ....
penegakkan hukum, ketiga unsur tersebut meliputi unsur struktur, substansi, dan kultur (Lawrence M Friedman, 2015: 16). Pertama, berkaitan dengan struktur hukum. Struktur hukum berkaitan dengan lembaga yang diberikan wewenang untuk menerapkan dan/ atau menegakkan hukum (Faisal Santiago, 2014:59). Apabila dilihat dari pendapat Lawrence Meir Friedman tersebut, struktur yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan illegal di Desa Jendi adalah instansi pemerintahan dalam hal ini adalah Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (Dinas PESDM) dan Kantor Lingkungan Hidup. Kedua, berkaitan substansi hukum (legal substance). Substansi hukum berkaitan dengan peraturan – peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusi – insitusi itu harus berperilaku (Lawrence M Friedman, 2015: 16). Adapun peraturan – peraturan yang dimaksud terkait kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri disini adalah aturan – aturan yang mendasari sehingga kegiaan pertambangan di Wonogiri berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga kegiatan pertambangan tersebut menjadi legal. Adapun peraturan – peraturan yang menjadi dasar terlaksananya kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri diantaranya adalah Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta aturan – aturan pelaksananya yang meliputi Peraturan Pemerintah serta Peraturan Daerah. Ketiga, berkaitan dengan budaya hukum (legal culture). Budaya hukum berkaitan dengan sikap atau nilai yang dianut masyarakat yang hukum yang bersangkutan. Budaya hukum sebagai perwujudan dari pemikiran masyarakat yang menentukan bagaimana hukum tersebut digunakan, dihindari atau dilecehkan. Sehingga sikap dan nilai inilah yang akan memberikan pengaruh baik yang positif maupun yang negatif terhadap system hukum itu sendiri (Faisal Santiago, 2014:58). Adapun budaya hukum yang terkait dengan kegiatan pertambangan illegal di Desa Jendi disini adalah sikap, nilai serta pola pikir, masyarakat Desa Jendi Kabupaten Wonogiri terhadap adanya kandungan potensi emas di wilayahnya. 1.
Terjadi Penambangan Illegal Di Desa Jendi Adapun terjadinya pertambangan illegal di Desa Jendi, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan pertambangan illegal di Desa Jendi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, adanya kandungan emas di wilayah Desa Jendi, wilayah Desa Jendi telah
masuk dalam koordinat wilayah yang telah memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dan lokasi wilayah Desa Jendi yang strategis. Berkaitan dengan kegiatan pertambangan illegal tersebut, peran instansi terkait khususnya Pemerintah dalam hal ini Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (Dinas PESDM) Kabupaten Wonogiri serta Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri sangat diperlukan. Upaya untuk mencegah serta menggulangi kegiatan pertambangan di Desa Jendi telah dilakukan oleh Dinas PESDM dan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh Dinas PESDM berdasarkan hasil wawancara dengan Wawancara dengan Puguh Dwi Hartanto, Kepala Seksi Pembinaan dan Pengusahaan Dinas Pengairan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut: a. Memberikan alternatif lain berupa alih profesi diluar melakukan penambangan illegal dengan cara mengajak studi banding para penambang rakyat ke wilayah Kabupat en Sleman yang dulunya para warga berprofesi sebagai penambang, sekarang berprofesi sebagai peternak dan petani ikan; b. Melakukan penyuluhan secara periodik ke lokasi pertambangan. Upaya yang dilakukan oleh Dinas PESDM tersebut dalam praktiknya tidak berjalan secaa efektif, hal ini disebabkan karena : a. Alih profesi yang ditawarkan untuk beralih ke profesi lain berupa berwirausaha pada praktiknya memerlukan modal yang besar, dimana dengan keadaan tersebut sangat membebankan para penambang illegal di Desa Jendi, sehingga program tersebut tidak dilaksanakan oleh masyarakat yang melakukan penambangan illegal di Desa Jendi; b. Penyuluhan yang yang dilakukan ke lokasi pertambanagan belum bisa mengubah pola pikir masyarakat sekitar khususnya para penambang, hal ini dikarenakan fenomena emas di Desa Jendi diibaratkan fenomena “dimana ada gula dimana akan ada semut”. Emas memiliki nilai jual yang tinggi, dengan mencari dan menjual emas sebanyak – banyaknya mereka akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula. Hal tersebut
123
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016
yang menjadi pola pikir para penambang illegal tanpa memperhatikan aspek keamanan, keselamatan serta dampak yang ditimbulkan. Selain itu berkaitan dengan kegiatan pertambangan illegal di Desa Jendi, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri juga telah melakukan upaya untuk mencegah terkait kegiatan pertambangan illegal. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri adalah sebagai beri kut berdasarkan wawancara dengan Wiwik Pujihastuti yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pengendalian Dampak Lingkungan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri : a. Membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pembuatan IPAL pernah dilakukan pada tahun 2011, dimana berdasarkan analisis laboratorium menunjukkan bak IPAL yang terdeteksi mercury terutama pada bak penangkap lumpur pada tahun 2011 terdeteksi sebesar 5,6 ,mg/liter termasuk juga di bagian bak penampung awal sebesar 203 mg/liter. Kemudian setelah melewati proses IPAL, dan memasuki bak terakhir hasilnya menunjukkan sudah tidak ada lagi Mercury yang terdeteksi, sehingga solusi IPAL tersebut sangat efektif dalam mencegah terjadinya pencemaran akibat pertambangan illegal, asalkan (sludge) pada IPAL tersebut selanjutnya dikelola sebagai limbah B3. b. Memberikan bantuan alat pelindung di ri. Ba nt ua n t ers ebu t dib eri kan sebagai upaya untuk meberikan safety procedure terhadap para penambang, mengingat para penambang tersebut dalam melaksanakan kegiatannya tidak menggunakan standar keselamatan yang telah ditentukan. Alat pelindung diri yang diberikan diantaranya helm, dan sepatu boot. Adapun pemberian bantuan tersebut masih menemukan kendala, yaitu penambnag tidak nyaman menggunakan alat pelinfung diri tersebut sehingga setelah diberikan, alat tersebut tidak digunakan; c. Sosialisasi. Adapun sosialisasi yang diberikan dilakukan secara berkala kepada warga masyarakat khususnya para penambang di Desa Jendi, hal yang disampaikan meliputi dampak mercury,
124
d.
teknik dalam melakukan pertambangan yang berwawasan lingkungan, wacana alih profesi, perizinan, serta hal – hal lain yang berkaitan dengan pertambangan illegal serta dampak yang ditimbulkan atas kegiatan pertambangan illegal di Desa Jendi Kabupten Wonogiri. Sosialisasi yang disampaikan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri dalam praktiknya tidak dilaksanakan oleh masyarakat khususnya para penambang, hal ini terkait dengan pola pikir masyarakat dan kebiasaan masyarakat khususnya para penambang illegal di Wilayah Desa Jendi yang telah menggantungkan hidupnya serta mencari penghasilan dari kegiatan pertambangan illegal tersebut; Melakukan kerjasama dengan pihak ke3(Institusi, LSM, dan Akademisi) Institusi yang telah melakukan kerjasama dengan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri terkait pertambangan illegal di Desa Jendi diantaranya Balai Teknik Kesehatan L i n gk u n ga n Yo g y ak a rt a , ES D M, BAPPEDA Provinsi, Dinas Kesehatan Kota, dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi. Sedangkan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diantarnya Bali Focus, dan Yayasan Tumbuh Hak Sinta (YTS). Kemudian kerjasama dengan akademisi diantaranya dengan Universitas Diponegoro dan Universitas Gadjah Mada, dll.
Secara keseluruhan, instansi yang terkait dengan kegiatan pertambangan illegal di Kabupaten Wonogiri dalam hal ini adalah Dinas PSDM Kabupaten Wonogiri serta Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri sudah melakukan upaya untuk mencegah serta menanggulangi pertambangan illegal di wilayah tersebut. Apabila ditinjau dari teori system hukum menurut Lawrence Meir Friedman, Dinas PESDM Kabupaten Wonogiri dan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri disebut sebagai struktur hukum (legal structure). Upaya yang telah dilakukan dalam rangka mencegah dan menanggulangi pertambangan illegal di wilayah tersebut diantaranya memberikan pekerjaan lain melalui alih profesi, memberikan sosialisasi secara berkala, memberikan bantuan alat pelindung diri, serta bekerjasama dengan
Tinjauan Yuridis atas Pertambangan Illegal di Desa Jendi, Selogiri, Kebupaten Wonogiri ....
berbagi pihak merupakan wujud telah berjalannya fungsi struktur sebagaimana pandangan menurut Lawrence Meir Friedman. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam rangka mencegah dan menanggulangi kegiatan pertambangan illegal di Desa Jendi adalah terkait dengan pola pikir dan kebiasaan masyarakat khususnya para penambang illegal di Wilayah Desa Jendi yang telah menggantungkan hidupnya serta mencari penghasilan dari kegiatan pertambangan illegal tersebut. Apabila ditinjau berdasarkan teori system hukum menurut Lawrence Meir Friedman pola pikir serta kebiasaan masyarakat di Desa Jendi yang menggantungkan diri pada pertambangan illegal dimana dengan melakukan kegiatan tersebut mereka dapat menghidupi keluarga mereka, mendapatkan penghasilan serta memperoleh keuntungan, tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan baik kesehatan ataupun lingkungan, disebut sebagai budaya hukum (legal culture). Dengan pola pikir dan kebiasaan sebagaimana yang dimaksud, segala upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya pertambangan llegal di Desa Jendi bisa dikatakan kurang berhasil. Sehingga berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pola pikir dan kebiasaan masyarakat Desa Jendi khususnya para penambang illegal merupakan suatu budaya hukum (legal culture), dimana budaya hukum tersebut merupakan sebagai suatu permasalahan yang saat ini tejadi terhadap adanya pertambangan illegal serta upaya untuk mencegah dan menanggulangi pertambangan illegal di Desa Jendi. 2.
Pengaturan Pertambangan Mineral dan Batubara di Kabupaten Wonogiri P er t a m a k a li N e g a ra I n d o n es i a menggunakan peraturan pertambangan sejak merdeka adalah peraturan yang berasal dari warisan zaman penjajahan Belanda yaitu Indische Mijnvet yang diberlakukan berdasarkan Pasal II aturan peralihan UUD 1945, sebelum dibentuk peraturan baru berlaku peraturan – peraturan yang lama. Pada tahun 1960 Indonesia membentuk PERPU Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan yang kemudian menjadi Undang – Undang Nomor 37 PRP Tahun
1960 yang berlaku. Berselang sekitar 7 (tujuh) tahun, Undang - Undang No. Prp Tahun 1960 diganti dengan Undang - Undang Nomor 1967 tentang Pertambangan dengan alasan Undang – Undang Nomor 37 Prp Tahun 1960 tersebut tidak lagi dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang ingin berusaha dalam bidang Pertambangan (Gatot Supramono, 2012:4) Kemudian setelah berjalan lebih kurang 42 Tahun, Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1967 diganti dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penggantian undang – undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan memiliki pertimbangan, diantaranya materi muatannya bersifat sentralistik yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan masa depan, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan lingkungan strategis, baik nasional dan internasional serta tantangan utama dalam pengaruh glbalisasi (Gatot Supramono, 2012:4). Landasan sosiologis dari pembentukan peraturan perundang – undangan dibidnag pertambangan mineral dan batubara adalah karena adanya kebutuhan masyarakat akan perlindungan hak – hak mereka didalam pengelolaan mineral dan batubara. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009, masyarakat khususnya penduduk setempat diberikan ruang yang cukup untuk mengelola pertambanagn mineral dna batubara, dimana masyarakat diberikan hak diantaranya mengajukan Izin Petamabangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha Pertamabangan (IUP) (Salim HS, 2014:47). P ad a d a sa r ny a se t i a p ke g i a t a n pertambangan harus berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Secara umum pengertian izin adalah suatu keputusan dari badan/ pejabat adsministrasi Negara yang berwenang, memperbolehkan (persetujuan) untuk melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang – undangan, setelah dipenuhi syarat – syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang – undangan sehingga timbul hubungan hukum ( S. F Marbun, 2012: 241). Izin hanya bisa dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge, Keputusan yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait adalah organ
125
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016
– organ pemerintahan atau administrasi Negara, dalam hal ini adalah organ – organ pada tingkat Penguasa Nasional (Menteri) atau tingkat penguasa – penguasa daerah ( N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge dalam Ridwan HR, 2011:205). Selain izin dalam kegiatan pertambangan se ba ga i man a yn g di ma ksu d, se t ia p kegiatan pertambangan harus dilaksanakan berdasarkan aturan – aturan atau regulasi yang telah diatur dalam ketentuan undang – undang atau peratran pelaksananya, khususnya dalam hal ini adalah ketentauan undang – undang yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri. Adapun Perat uran Perundang – Undangan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diantaranya: a. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambanagn Mineral Dan Batubara ; b. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah; c. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan; d. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; 1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pe rt a mba n ag an Mi ne ra l d an Batubara; 3) Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; e. Perat uran Pemerint ah Nomor 55 Tahun 2 010 Tent ang Pembi naan
126
f.
g.
h.
i.
Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara; Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang; Perat uran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Dan Batubara Di Provinsi Jawa Tengah; Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri N o m o r 1 6 Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g Pengelolaan Pertambangan Mineral Di Kabupaten Wonogiri; Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri
Setelah berlakunya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, segala kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota khususnya Bupati/ Walikota dalam hal penetapan suatu wilayah pertambangan dan pemberian izin pertambangan sudah tidak lagi berlaku sehingga kewenangan penetapan suatu wilayah pertamabangan dan pemberian izin pertambangan menjadi milik kewenangan Pemerintah Pusat dan Provinsi. Implikasi dari keluarnya Undang – Undang tersebut adalah Peraturan serta Peraturan Pelaksana yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri dalam hal pemberian kewenangan dinyatakan sudah tidak berlaku untuk kemudian mengikuti ketent uan sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahn Daerah, selain itu Peraturan Daerah yang mengatur mengenai Pengelolaan Pertambangan Mineral di Kabupaten Wonogiri yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2011 dinyatakan tidak berlaku dan kemudian mengacu kepada ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Di Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan yang terjadi terkait pengaturan kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri adalah baik sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah atau sesudah berlakunya Undang – Undang
Tinjauan Yuridis atas Pertambangan Illegal di Desa Jendi, Selogiri, Kebupaten Wonogiri ....
tersebut adalah belum adanya Peraturan Bupati yang mengatur secara spesifik mengenai kegiatan usaha pertambangan ataupun kegiatan pertambangan rakyat. Hal tersebut diperlukan karena Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pelaksana dari ketentuan tersebut mengatur secara umum dan tidak dapat disesuaikan dengan kondisi dan keadaan pertambangan di Kabupaten Wonogiri. Selain itu didalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Di Provinsi Jawa Tengah tidak diatur mengenai kegiatan yang berkaitan dengan pertambangan rakyat. Pengaturan mengenai pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Wonogiri inilah yang disebut oleh Lawrence Meir Friedman dalam teorinya sistem hukum disebut sebagai substansi hukum(legal substance). Substansi hukum berkaitan dengan aturan – aturan yang didalamnya mencakup peraturan perundang – undangan, keputusan ataupun doktrin – doktrin. Apabila dilihat dari pendapat Lawrence Meir Friedman tersebut, substansi yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan illegal di Desa Jendi adalah Peraturan perundang – undangan yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri beserta Peraturan Pelaksananya. D. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Atas Pertambangan Illegal Di Desa Jendi Kabupaten Wonogiri Berdasarkan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, maka penulis dapat menyimpulkan halhal sebagai berikut, pertama, terjadi penambangan illegal di Desa Jendi disebabkan oleh budaya hukum (legal culture) masyarakat Desa Jendi khususnya para penambang illegal yang melakukan kegiatan pertambangan illegal yang hanya memperhatikan keuntungan saja tanpa memperhatikan dampak negative yang ditimbulkan. Kedua, Pengaturan pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Wonogiri, baik sebelum dan sesudah berlakunya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, belum diatur mengenai Peraturan Daerah terkait pertambangan rakyat dan Peraturan Bupati terkait dengan pelaksanaan kegiatan pertambangan. E. Saran Pertama, Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri seharusnya membentuk Peraturan Daerah Pemerintah yang mengatur tentang ketentuan yang lebih spesifik mengenai pertambangan rakyat di Kabupaten Wonogiri serta peraturan pelaksana kegiatan pertambangan di Kabupaten Wonogiri dalam Peraturan Bupati, kedua, Pemerintah seharusnya mengalokasikan anggaran pada instansi terkait untuk terealisasinya program alih profesi kepada para penambang illegal, ketiga, penetapan wilayah pertambangan serta penerbitan izin terkait pertambangan di daerah kabupaten/ kota seharusnya dikembalikan kembali kepada daerah karena yang lebih memahami keadaan serta kondisi pertambangan di suatu Kabupaten/ kota adalah pemerintah daerah setempat, keempat, adanya penggantian bahan kimia mercury dalam proses pengolahan emas dengan bahan yang lebih ramah lingkngan atau alternatif teknologi yang tidak menggunakan Mercury dan kelima, pembuatan serta pengaktifan kembali Instalasi Pengoalahan Air Limbah (IPAL) secara terpadu serta pembagaian alat bantu pelindung diri secara menyeluruh.
Daftar Pustaka
Buku dan Jurnal Adrian Sutedi. 2012. Hukum Pertambangan. Agus Candra, Sri Budiastuti, Sunarto, 2014,“Strategi Pengelolaan Lingkungan Akibat Dampak Pertambangan Breksi Batuapung di Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY”, Jurnal Ekosains, edisi No.2 Vol. VI, Juli 2014
127
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol IV No. 2 Juli-Desember 2016
Arif Sumantri, Ela Laelasari, Nita Ratna Junita, Nasrudin, 2014, “Logam Mercury Pada Pekerja Pertambangan Emas Tanpa Izin”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, edisi No.8 Vol.8, Mei 2014 Diyas Jaya Kesuma Wardana, Haris Retno Susmiyati dan Rini Apriani. 2014. “Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Pasir Tanpa Izin Di Desa Teluk Dalam Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegara”, Jurnal Beraja Inti, edisi No. 7 Vol.3, ISSN: 2337-4608, 2014 Faisal Santiago. 2014. “Strategi Pemberantasan Kejahatan Korupsi :Kajian Legal Sosiologis”. Jurnal Lex Publica, edisi No. 1 Vol. 1, Januari 2014 Gatot Supramono. 2012. Hukum Pertamabanagan Mineral dan Batu bara di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Meggi Okka Hadi Miharja, Andreas Dwi Setyo, Herbowo Prasetyo Adi.2015. “Impikasi Hukum Terkait Pertambangan Rakyat Dalam Bidang Minerba di Indonesia”. Private Law, Edisi 7 Januari – Juni 2015 Lawrence M Friedman. 2015. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System Social Science Perspektive). Bandung: Nusa Media Otong Rosadi. 2012. Pertambangan dan Kehutanan Dalam Perspektif Cita Hukum Pancasila Dialektika Hukum dan Keadilan Nasional. Yogyakarta: Thafa Media. Ridwan HR. 2011. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi Salim HS. 2010. Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali Pers Salim HS. 2014. Hukum Pertambangan Mineral &Batubara. Erlies Septiana Nurbani. 2014. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, S. F Marbun. 2012. Hukum Administrasi Negara I. Jakarta: FH UII Press Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press Sugeng Rianto, Onny Setiani, Budiyono.2015. “Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Mercury Pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi”. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, edisi No.1 Vol.11, April 2012 Sutrisno. 2011. “Politik Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Jurnal Hukum,edisi No.3 Vol. 18, Juli 2011 Zendy Johan Wantania.2015. “Penegakkan Hukum Terhadap Pelaku Illegal Mining Dalam Perlindungan Lingkungan Hidup”. Jurnal Lex Administratum, edisi No.1 Vol.III, Jan – Mar 2015.
Perundang-Undangan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang – Undnag Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Di Provinsi Jawa Tengah Data Elektronik Solopos. Mercury Meracuni Sekitar Tambang Emas Illegal Di Wonogiri, terdapat dalam ,diakses pada 27 Januari 2016 pada pukul 01:34 WIB.
128