perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PENGARUH PELATIHAN INTERVAL ANAEROB RASIO WAKTU KERJA-ISTIRAHAT 1:3, 1:5 DAN 1:7 TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN RENANG 50 METER GAYA BEBAS DITINJAU DARI POWER OTOT LENGAN (Studi Eksperimen Pada Mahasiswa Putra Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derejat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan
Oleh : Andarias Ginting A120809103
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2 0 1to 1user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PENGARUH PELATIHAN INTERVAL ANAEROB RASIO WAKTU KERJA-ISTIRAHAT 1:3, 1:5 DAN 1:7 TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN RENANG 50 METER GAYA BEBAS DITINJAU DARI POWER OTOT LENGAN (Studi Eksperimen Pada Mahasiswa Putra Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan)
Disusun oleh : Andarias Ginting A120809103
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Pembimbing I. Prof. Dr. Sugiyanto
…………….…
Pembimbing II. Prof.Dr.H.M. Furqon H, M.Pd ………………
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan
Prof. Dr. Sugiyanto NIP. 19491108 197609 1 001 commit to user ii
Tanggal
….………….
.……………
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PENGARUH PELATIHAN INTERVAL ANAEROB RASIO WAKTU KERJA-ISTIRAHAT 1:3, 1:5 DAN 1:7 TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN RENANG 50 METER GAYA BEBAS DITINJAU DARI POWER OTOT LENGAN
(Studi Eksperimen Pada Mahasiswa Putra Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan)
Disusun oleh : Andarias Ginting A120809103
Telah disetujui dan disyahkan oleh Tim Penguji
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. M. Doewes, dr., AIFO
..………….…
….………….
Sekretaris
Dr. Kiyatno, dr., M.Or., AIFO
………………
.…………….
1. Prof. Dr. Sugiyanto
………………
…………..…
2. Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd
……………… ………………
Anggota Penguji :
Surakarta,
Agustus 2011
Mengetahui, Direktur PPs UNS
Ketua Prodi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana UNS
Prof. Drs. Suranto., M.Sc., Ph.D Prof. Dr. Sugiyanto commit to user NIP. 195708201985031004 NIP. 19491108 197609 1 001 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Andarias Ginting
NIM
: A120809103
Program Studi
: Ilmu Keolahragaan
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul ” Perbedaan Pengaruh Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja-Istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 Terhadap Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Ditinjau Dari Power Otot Lengan” adalah benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 25 Juli 2011 Yang membuat pernyataan,
Andarias Ginting
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
DENGAN ILMU PENGETAHUAN SEJAHTERAKAN KELUARGA dan BAHAGIAKAN ORANG LAIN KELIHATAN BUAHNYA KENALI POHONNYA
Dengan Ketulusan Hati Tesis Ini Penulis Persembahkan Kepada ; v Ayahanda Amir Ginting dan Ibunda Alhm. Asaria Br Sitepu Beserta Seluruh Keluarga yang Saya Mulyakan v Istri Tercinta Diana Novita Br Sitepu dan Anak-Anakku ; Irsyad El Hamdi Ginting dan Firnannisa Masthura Br Ginting. v Seluruh Pembaca
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas berkat, rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan bejudul ”Perbedaan Pengaruh Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja-Istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 Terhadap Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Ditinjau Dari Power Otot Lengan” Dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, terutama kepada Dosen Pembimbing yaitu yang terhormat Prof. Dr. Sugiyanto dan Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd yang telah dengan sabar membimbing dan senantiasa memberikan semangat, ilmu, arahan, masukan, koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Serta kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, yang dengan tulus telah memberikan ilmu dan pengetahuan, serta berbagai pengalaman kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1.
Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memeberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
2.
Rektor Universitas Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis untuk melanjutkan Pendidikan di Program Studi Ilmu Keolahragaan PPs Universitas Sebelas Maret.
3.
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka memenuhi tugas akhir.
4.
Prof. Dr. Sugiyanto., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan PPs Universitas Sebelas Maret yang senantiasa memberikan motivasi, bimbingan, serta dorongan untuk segera menyelesaikan tesis ini. commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr., PFark., MARS., AIFO., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keolahragaan PPs Universitas Sebelas Maret yang senantiasa memeberikan motivasi, bimbingan, serta dorongan untuk segera menyelesaikan tesis ini.
6.
Drs. Basyaruddin Daulay, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan yang memberikan ijin penelitian kepada penulis serta bimbingan dan motivasinya untuk menyelesaikan tesis ini.
7.
Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fik Unimed yang
telah
memberikan
dorongan,
semangat
dan
motivasi
untuk
menyelesaikan tesis ini. 8.
Ketua, Koordinator dan seluruh anggota I–MHERE Unimed, yang telah memberikan kesempatan, bantuan moril, materil dan motivasi untuk melanjudkan studi sampai akhir penyelesaian tesis ini
9.
Pimpinan kolam renang Sejahtera Club Chain Unimed yang telah memberikan izin pemakaian tempat dan fasilitas kolam renang dalam pelaksanaan penelitian tesis ini.
10. Seluruh rekan-rekan Dosen Fakutas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan serta Abangnda Sabar Surbakti dan Sumanto yang telah memberikan dorongan, semangat dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. Terakhir harapan penulis, semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal oleh Allah Yang Maha Kuasa serta memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Surakarta, Peneliti,
Juli 2011
Andarias Ginting commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL TESIS............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vi
DAFTAR ISI....................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xiv
ABSTRAK .......................................................................................................
xvi
ABSTRACT....................................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................
8
C. Pembatasan Masalah .......................................................................
9
D. Rumusan Masalah ...........................................................................
10
E. Tujuan Penelitian.............................................................................
10
F. Manfaat Penelitian..........................................................................
11
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS .................................................
12
A. Kajian Teori.....................................................................................
12
1. Renang .......................................................................................
12
a. Renang Gaya Bebas (Front Crawl) .......................................
14
b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan..................
23
c. Prinsip Pelatihan Kecepatan...................................................
26
d. Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas.............................. commit to user
27
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Sumber Energi ...........................................................................
30
a. Defenisi Energi...................................................................................
30
b. Siklus Energi Biologis .......................................................................
31
c. Adenosin Triphosphat –ATP ............................................................
32
3. Sumber ATP ...........................................................................................
35
a. Sistem ATP-PC (Adenosine Triphosphate –Phospho Creatine) .................................................................................
35
b. Sistem Glikolisis Anaerobik (Lactic Acid System).................
37
c. Sistem Aerobik atau Sistem Oksigen................................................
39
1). Glikolisis Aerob (Aerobic Glycolysis)...............................
41
2). Siklus Krebs (The Krebs Cycle) ........................................
42
3). Sistem Transport Elektron (The Electron Transport System)...............................................................................
45
4. Pelatihan Interval Anaerob .........................................................
47
a. Kebutuhan Waktu Pemulihan ................................................
58
1). Pemulihan Oksigen...........................................................
59
2). Pemulihan Energi..............................................................
61
b. Jenis Relief Interval ...............................................................
64
1). Istirahat Diantara Repetisi (Take a Rest Among Repetition.)........................................................................
65
2). Istirahat Diantara Set ........................................................
65
c. Rasio Waktu Kerja-Istirahat...................................................
65
1). Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:3....................................
66
2). Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:5....................................
67
3). Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:7...................................
69
5. Power Otot..................................................................................
70
a. Power Otot Lengan ................................................................. commit to user Power Otot Lengan ....... b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
72
ix
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Peranan Power Otot Lengan Terhadap Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas...............................
77
B. Penelitian Yang Relevan....................................................................
79
C. Kerangka Berfikir ..............................................................................
81
D. Pengajuan Hipotesis...........................................................................
85
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................
86
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .........................................................
86
B. Metode Penelitian............................................................................
86
C. Variabel Penelitian ...........................................................................
88
D. Definisi Operasional Variabel .........................................................
88
E. Populasi dan Sampel ........................................................................
90
F. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
91
G. Teknik Analisa Data .........................................................................
95
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................
103
A. Deskripsi Data...................................................................................
103
B. Pengujian Prasyarat Analisis Variansi ..............................................
109
1. Uji Normalitas Populasi ...............................................................
109
2. Uji Homogenitas Variansi Populasi .............................................
110
C. Pengujian Hipotesis ..........................................................................
111
1. Hipotesis Pertama.........................................................................
111
2. Hipotesis Kedua ...........................................................................
112
3. Hipotesis Ketiga ...........................................................................
112
D. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................
113
E. Keterbatasan Penelitian ......................................................................
117
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ....................................
118
A. Kesimpulan .......................................................................................
118
B. Implikasi............................................................................................
119
C. Saran..................................................................................................
122
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
123
LAMPIRAN..................................................................................................... commit to user
126
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Istilah-istilah yang Biasa Digunakan dalam Pelatihan Interval dan Definisinya ................................................................................... 53 Tabel 2. Resep Pelatihan Interval Berdasarkan Jarak Pelatihan ........................ 53 Tabel 3. Pembentukan Phosphagen Selama Istirahat Setelah Pelatihan ............ 63 Tabel 4. Rekomendasi Waktu Pemulihan yang Dianjurkan Setelah Pelatihan .. 63 Tabel 5. Rancangan Penelilian (factorial design) 3x2........................................ 87 Tabel 6. Standard untuk Menginterpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas........ 95 Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data .................................................. 95 Tabel 8. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan.............................................. 99 Tabel 9. Deskripsi Gain Skor Tes Awal dan Tes Akhir Keseluruhan Kelompok Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja-Istirahat ... 109 Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Populasi ........................................ 110 Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Populasi ...................... 110 Tabel 12. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan .................................. 111
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Illustrasi Grafik Prestasi Olahraga Sumatera Utara pada PON I – XV .......................................................................
1
Gambar 2. Posisi Badan (body position) Meliuk Saat Berenang...................
17
Gambar 3. Gerakan Kaki (floating kick) .......................................................
18
Gambar 4. Gerakan Mengambil Nafas/pernafasan (breathing) ....................
19
Gambar 5. Pola Gerak Tangan S Pattern.......................................................
22
Gambar 6. Pola Gerak Tanda Tanya Terbalik Lengan pada Renang Gaya Crawl Dilihat dari Bawah ..................................................
22
Gambar 7. Gerakan Renang Gaya Bebas ......................................................
23
Gambar 8. Skematik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan ...........
24
Gambar 9. Selisih Besarnya Hambatan dan Dorongan dalam Renang Gaya Bebas..................................................................................
26
Gambar 10. Siklus Energi Biologi ..................................................................
32
Gambar 11. Struktur ATP ...............................................................................
33
Gambar 12. ATP dan PC Merupakan Sumber Energi Tinggi yang Bersifat Anaerob ......................................................................................
34
Gambar 13. Siklus Krebs ...............................................................................
43
Gambar 14. Sistem Transport Elektron...........................................................
45
Gambar 15. Kurva Peningkatan Beban Pelatihan Secara Bertahap...............
54
Gambar 16. Pengosongan dan Pengisian Kembal Energi ATP dan PC pada Kerja intermeittent ............................................................
62
Gambar 17. Illustrasi Interdependensi Antara Kemampuan Gerak ...............
75
Gambar 18. Gerakan Tangan Menyisir...........................................................
77
Gambar 19. Gerakan Tangan Menyisir Dianalogikan Dengan Gerakan Baling-baling..............................................................................
78
Gambar 20. Illustrasi Pembagian Kelompok Sampel Penelitian ....................
91
Gambar 21. Vertical Arm Pull Test................................................................. commit to user
94
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 22. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a1b1 .............................................................................
103
Gambar 23. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a1b2 ...........................................................................
104
Gambar 24. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a2b1 ...........................................................................
105
Gambar 25. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a2b2 ...........................................................................
106
Gambar 26. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a3b1..........................................................................
107
Gambar 27. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a3b2..........................................................................
108
Gambar 28. Sampel Melakukan Penimbangan Berat Badan ..........................
164
Gambar 29. Sampel Saat Melakukan Awalan Vertical Arm Pull Test ...........
164
Gambar 30. Sampel Saat Pelaksanaan Vertical Arm Pull Test .......................
165
Gambar 31. Pengukuran Hasil Vertical Arm Pull Test ...................................
165
Gambar 32. Sampel Saat Diatas Balok Start ..................................................
166
Gambar 33. Sampel Saat Pelaksanaan Renang 50 Meter Gaya Bebas ...........
166
Gambar 34. Sampel Saat Finish Renang 50 Meter Gaya Bebas.....................
167
Gambar 35. Sampel Bersama Peneliti Dan Panitia Tes ..................................
167
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Rancangan Perencanaan Penelitian...........................................
126
Lampiran 2. Program Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:3 ..................................................................
127
Lampiran 3. Program Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:5 ..................................................................
128
Lampiran 4. Program Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:7 ..................................................................
129
Lampiran 5. Prosedur Pelaksanaan Tes dan Pengukuran Power Otot Lengan...............................................................................
130
Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Tes Power Otot Lengan ..............................
132
Lampiran 7. Uji Reliabilitas Power Otot Lengan Dengan Anava .................
133
Lampiran 8. Prosedur Pelaksana Tes dan Pengukuran Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas...................................................
136
Lampiran 9. Hasil Tes Awal Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas .......
137
Lampiran 10. Uji Reliabilitas Hasil Tes Awal Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Dengan Anava.......................................................
138
Lampiran 11. Klasifikasi Hasil Tes Power Otot Lengan .................................
141
Lampiran 12. Kelompok Pelatihan Interval Anaerob Ratio Waktu Kerja- Istirahat Berdasarkan Klasifikasi Power Otot Lengan Baik dan Kurang yang di Random ............................................
142
Lampiran 13. Hasil Tes Akhir Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas.......
144
Lampiran 14. Uji Reliabilitas Hasil Tes Akhir Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Dengan Anava.......................................................
145
Lampiran 15. Rekapitulasi Hasil Tes Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas, Klasifikasi Power Otot Lengan dan Pembagian Kelompok Pelatihan .................................................................. commit to user xiv
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 16. Gain Skor Data Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas...................................................
149
Lampiran 17. Uji Normalitas dengan Metode Lilliefors..................................
151
Lampiran 18. Uji Homogenitas Variansi Populasi ..........................................
154
Lampiran 19. Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Sama .........................
155
Lampiran 20. Uji Lanjut Pasca Anava .............................................................
158
Lampiran 21. Profil Interaksi ...........................................................................
163
Lampiran 22. Dokumentasi dan Surat-Surat Penelitian...................................
164
Lampiran 23. Distribusi Normal Baku.............................................................
168
Lampiran 24. Nilai Kritik untuk Uji Lilliefors.................................................
169
Lampiran 25. Nilai χ2α;ν....................................................................................
170
Lampiran 26. Nilai F 0,05;v1,v2 .............................................................................
171
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK ANDARIAS GINTING. NIM. A.120809103. 2011 PERBEDAAN PENGARUH PELATIHAN INTERVAL ANAEROB RASIO WAKTU KERJAISTIRAHAT 1:3, 1:5 DAN 1:7 TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN RENANG 50 METER GAYA BEBAS DITINJAU DARI POWER OTOT LENGAN. (Studi Eksperimen Pada Mahasiswa Putra Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan). Komisi Pembimbing I : Prof. Dr. Sugiyanto., Pembimbing II : Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd. Tesis. Program Studi Ilmu Keolahrgaan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Surakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1). Perbedaan pengaruh antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja - istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. (2). Perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. (3). Pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja–istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Penelitian dilaksanakan di Kolam Renang SCC Universitas Negeri Medan selama dua bulan. Penelitian dilaksanakan dengan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 3x2. Populasi penelitian adalah mahasiswa putra Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Medan yang berjumlah 64 orang. Sampel penelitian berjumlah 36 orang yang diambil dengan teknik purposif sampling. Variabel penelitian terdiri dari variabel independen manipulatip yaitu ; pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7. Variabel independen atributip yaitu ; power otot lengan baik dan kurang serta variabel dependen yaitu ; peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Teknik pengumpulan data power otot lengan diperoleh melalui vertical arm full test, data kecepatan renang dengan tes renang jarak 50 meter. Teknik analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan taraf signifikansi α = 0,05. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1). Tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerjaistirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Terbukti berdasarkan analisis variansi dengan hasil Fobs= 1,18 < Fα = 3.32. 2). Tidak ada perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas yang signifikan antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. Terbukti berdasarkan analisis variansi dengan hasil Fobs= 1,40 < Fα= 4.17. 3). Tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan antara pelatihan interval anerob rasio waktu kerja-istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Terbukti berdasarkan analisis variansi dengan hasil Fobs=1,19 < Fα=3.32. Kata kunci : Power Otot Lengan, Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu KerjaIstirahat 1:3, 1:5 dan 1:7, Renang commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT ANDARIAS GINTING. NIM. A.120809103. 2011 EFFECT OF DIFFERENT TRAINING TIME WORK INTERVAL ANAEROBIC-REST RATIO 1:3, 1:5 AND 1:7 ON INCREASING THE SPEED POOL 50 METRES FREE STYLE FROM REVISED POWER ARM MUSCLES. (Experimental Study On Student Son Sport Science Faculty, State University of Medan). The First Commission of Supervision: Prof. Dr. Sugiyanto., The Secont Supervision is: Prof. Dr. H. M Furqon H, M.Pd. Thesis. Sport Science Program, Graduate Program, Sebelas Maret University. Surakarta This study aims to determine: (1). The difference between the effect of anaerobic interval training ratio of working time - a break 1:3, 1:5 and 1:7 to increase the speed of 50 meters freestyle swimming. (2). The difference increased speed of 50 meters freestyle swimming between swimmers who have a good power arm muscles and less. (3). Interaction effect between anaerobic interval training time work-rest ratio and arm muscle power to increase the speed of 50 meters freestyle swimming. Research conducted at the SCC Swimming Pool, State University of Medan for two months. Research carried out by the experimental method with 3x2 factorial design. The study population is a student son coaching Sport Department of Education, Faculty of Sport Sciences, State University of Medan, amounting to 64 people. The samples numbered 36 people taken with the purposive sampling technique. Study variables consisted of the independent variable manipulation, namely: anaerobic interval training work-break time ratio 1:3, 1:5 and 1:7. Attributive independent variables, namely: good arm muscle power and less and dependent variables, namely: an increase in swimming speed of 50 meters freestyle. Engineering data collection arm muscle power obtained through the vertical arm full test, the data speed of swimming pool with a test distance of 50 meters. Data analysis techniques using two-way analysis of variance with significance level α = 0.05. Based on the results of research can be concluded: 1). There was no significant difference in effect between anaerobic interval training time work-rest ratio of 1:3, 1:5 and 1:7 to increase the speed of 50 meters freestyle swimming. Proven by analysis of variance with the results of Fobs = 1.18 < F α = 3.32. 2). There was no difference in speed increase of 50 meters freestyle swimming significantly between the swimmer who has a good arm muscle power and less. Proven by analysis of variance with the results of F obs = 1.40 < F α = 4.17. 3). There was no significant interaction effect between training intervals anerob time work-rest ratio and arm muscle power to increase the speed of 50 meters freestyle swimming. Proven by analysis of variance with the results of Fobs = 1.19 < F α = 3.32. Key words: Arm Muscle Power, Anaerobic Interval Training Time Work-Rest commit Ratio 1:3, 1:5 and 1:7, Pool to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. Peringkat Nasional Provinsi Sumatera Utara pada umumnya semakin meningkat setelah pernah terpuruk pada PON ke XIV tahun 1996 di Jakarta, Sumatera Utara berada pada peringkat 12 Nasional namun pada PON berikutnya tahun 2000, 2004 dan 2008 menunjukkan perubahan peringkat yang signifikan. Grafik peningkatan peringkat olahraga Provinsi Sumatera Utara dalam PON II (tahun 1951) sampai dengan PON XV (tahun 2000) dapat di ilustrasikan seperti gambar berikut ini : PEKAN OLAHRAGA NASIONAL (PON)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
PON I SOLO SUMUT TIDAK IKUT
II III 1951 1953 Jakarta Medan
IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV 1957 1961 1965 1969 1973 1977 1981 1985 1989 1993 1996 2000 Makasar Bandung Jakarta Surabaya Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Surabaya
PON VI JAKARTA TIDAK JADI DI ADAKAN
Rang king
I 1948 Solo
Gambar 1. Illustrasi Grafik Prestasi commitOlahraga to user Sumatera Utara Pada PON I – XV. (Muhammad TWH, 2003 : 222) 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Peringkat Provinsi Sumatera Utara secara umum memang meningkat, seperti pada PON XVII 2008 Kalimantan Timur yang mampu mencapai peringkat 7 Nasional, sedangkan sebelumnya pada PON XVI 2004 Sumatera Selatan hanya mampu pada peringkat 12 nasional. Setiap cabang olahraga yang mampu menyumbang medali tentunya akan meningkatkan peringkat nasional suatu Provinsi pesera PON, namun dalam perolehan medali per cabang olahraga ada yang menunjukkan prestasi maksimal dan ada yang tidak. Cabang olahraga akuatik pada PON XIV, atlet PRSI Provinsi Sumatera Utara, hanya mampu memperoleh 2 medali, pada nomor 200 m gaya kupu-kupu memperoleh medali perak dan 100 m gaya kupu-kupu memperoleh medali perunggu, sementara renang gaya bebas tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan. Atlet PRSI Provinsi Sumatera Utara Pada PON XV Surabaya cabang olahraga akuatik sama sekali tidak dapat menyumbang medali, namun pada PON XVI Palembang terjadi peningkatan, atlet cabang olahraga akuatik mampu menyumbang dua medali perunggu pada nomor 200 m renang gaya bebas dan 400 m renang gaya ganti perorangan. Renang gaya bebas juga tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan. Pada PON XVII Kalimantan Timur yang baru saja berlangsung atlet cabang olahraga akuatik, nomor renang mampu menyumbang 2 medali emas yaitu 100 meter dan 200 meter gaya dada, namun pada nomor renang gaya bebas, gaya punggung dan gaya kupu-kupu tidak menunjukkan prestasi. Khususnya renang gaya bebas yang merupakan nomor perlombaan yang bergengsi karena merupakan teknik renang yang menuntut kecepatan tinggi, sama sekali nihil medali. Apa yang menjadi penyebabnya ?. Sedangkan pada PON commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
XVIII mendatang Gubernur Sumatera Utara menantang para pengurus PRSI, bisa merebut 7 hingga 8 medali emas di PON XVIII tahun 2012 di Pekanbaru. “Jika di PON 2008 meraih 3 emas dan 2 perunggu, maka di PON Pekanbaru nanti hendaknya bisa meraih 7 atau 8 emas,” tantang Gubernur Sumatera Utara. Karenanya, para pengurus harus menjalankan organisasi dengan baik. Jadi pengurus olahraga harus ikhlas dan siap meladeni atlet, bukan malah minta diladeni,” ujar Gubernur Sumatera Utara. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=PRSI+SUMUT&aq=o&aqi=&aql=&oq =&gs_rfai = http://www.pempropsu.go.id/lengkap.php?id=2112 (diunduh 14 Juni 2010) Tantangan sekaligus amanah dari Gubernur Sumatera Utara ini menjadi suatu motivasi untuk meningkatkan prestasi, namun untuk meningkatkan prestasi olahraga bukan hal yang mudah, karena diperlukan persiapan, perencanan, waktu yang lama, pelatihan yang terus menerus dan pengetahuan yang luas dengan memaksimalkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. Prestasi renang yang memuaskan tidak akan tercapai dengan spekulatif, tetapi harus melalui pelatihan yang intensif dengan program pelatihan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip pelatihan yang benar. Pembinaan cabang olahraga renang harus mampu menciptakan inovasi metode pelatihan baru yang dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, dengan : 1). Menerapkan penemuan-penemuan metode baru dari hasil penelitian ilmiah, 2). menerapkan metode pelatihan yang relevan, selaras dengan perkembangan pemanfaatan bidang ilmu dan teknologi, dan 3). Mengkolaborasi antara penemuan baru, metode pelatihan yang relevan serta pengalaman yang telah dimiliki. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Kendala yang menyebabkan prestasi olahraga renang Sumatera Utara tidak menunjukkan peningkatan prestasi yang signifikan adalah kuranganya pelatih menerapkan ilmu keolahragaan yang semakin komplek. Pada umumya pelatihan renang yang diterapkan disetiap perkumpulan (klub) renang yang ada di Sumatera Utara khususnya di kota Medan, belum memaksimalkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan, diantaranya pendekatan pelatihan belum berlandaskan pada kajian ilmiah secara obtimal, penyusunan program pelatihan yang belum mencapai tingkat kecermatan dan keakurasian, belum menyentuh pada pengkajian sistem energi dominan yang dibutuhkan terhadap nomor pertandingan
olahraga
tersebut. Program
pelatihan
disusun
berdasarkan
pengalaman yang diperoleh oleh pelatih terdahulu sewaktu menjadi atlet dan kemudian diterapkan kepada atlet-atlet berikutnya dan program ini tidak di dukung oleh kajian ilmiah secara mendalam. Mereka pada umumnya percaya bahwa lebih banyak melakukan pelatihan fisik berarti lebih baik. Sebenarnya yang menentukan keberhasilan seorang atlet bukannya seberapa berat atau seberapa banyak atlet itu berlatih, tetapi yang terpenting adalah keakuratan intensitas pelatihan. (Janssen, Peter G.J.M, 1987:155) Pelatih-pelatih renang di berbagai club renang, diberbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara, khususya kota Medan adalah alumni dari Fik Unimed yang telah memperoleh ilmu kepelatihan saat perkuliahan dan ditambah dengan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh top organisasi PRSI Sumatera Utara. Namun metode pelatihan yang diberikan tetap tidak mengalami perubahan, hal ini disebabkan karena pelatih renang yang memiliki disiplin ilmu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
kependidikan bukan ilmu keolahragaan seperti sekarang ini, sehingga tetap mengalami kesulitan dalam memahami apalagi menerima dan menerapkan program pelatihan yang berdasarkan kajian ilmiah keolahragaan, seperti yang telah diterapkan di daerah-daerah Provinsi lain di Indonesia. Dalam merancang program pelatihan, kesulitan yang selalu dihadapi pelatih adalah cara menentukan intensitas pelatihan, menyelaraskan antara kerja dan istirahat untuk pemulihan serta menyusun program pelatihan fisik yang efisien dan memiliki relevansi dengan tujuan latihan serta evaluasi program pelatihan. Penyebab pokoknya dikarenakan pelatih belum memanfaatkan kemajuan ilmu keolahragaan dan teknologi yang ada sekarang ini. Perkembangan dewasa ini pelatihan renang telah menekankan pada program pelatihan interval dengan mengacu pada cacatan waktu yang berhasil ditempuh
perenang
dalam
setiap
ulangannya
(work
interval),
tanpa
memperhatikan interval istirahatnya (relief interval). Harus diingat bahwa waktu kerja, sama pentingnya dengan waktu istirahat. Seperti yang dikemukakan oleh (Russhall, Brent S., and Pyke, Frank S, 1990:63) yang mengatakan bahwa: pemulihan harus menjadi bagian integral dari suatu sesi pelatihan. Kebiasaan bahwa untuk masa istirahat tidak dilakukan kontrol dan waktu istirahatnya tergantung dari perenang sendiri. Pelatih bertanya apakah perenang sudah siap untuk melakukan ulangan renang (repetisi berikutnya). Jawaban atlet berbedabeda, ada yang sudah siap dan ada yang belum, bahkan ada yang berhenti karena kelelahan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
(Fox, Edward L, 1984:207) menyatakan bahwa hampir semua cabang olahraga merupakan aktivitas fisik yang “intermittent”. Selanjutnya (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993:300) menyebutkan berbagai metode pelatihan dan salah satu diantaranya adalah pelatihan interval. Metode pelatihan interval adalah metode pelatihan yang mengharuskan atlet bergantian melakukan aktivitas antara interval kerja dan interval istirahat. Kontribusi sistem energi utama pada saat interval kerja yang dipergunakan adalah sistem anaerob, sedangkan sistem energi utama saat interval istirahat adalah sistem energi aerob. Dalam metode pelatihan renang belum dijalankan bentuk-bentuk pelatihan fisik secara akurat dengan penggunaan sistem energi utama. Program pelatihan yang efektif akan tampak baik bila cara pelatihannya sesuai dengan sistem energi yang digunaknnya. (Fox, Edward L., and Mathews, Donald K, 1981:280) menyatakan, sumber energi yang tepat tergantung terutama pada waktu dan intensitasnya, tanpa perlu merinci sifat-sifat dari cabang olahraganya, waktu merupakan hal terpenting untuk diperhatikan. Memahami hubungan antara sistem energi utama dengan waktu pelaksanaan kerja merupakan dasar untuk menyusun dan menentukan rasio interval kerja dan interval istirahat, termasuk dalam program pelatihan interval anaerob. Pada program pelatihan interval anaerob untuk renang 50 meter gaya bebas menggunakan jarak tempuh renangan yang disesuaikan dengan penggunaan sistem energi. Jarak tempuh pelatihan interval anaerob meliputi jarak 25 meter. Sistem energi utama yang dipakai dalam pelatihan interval anaerob jarak 25 meter adalah sistem energi ATP-PC (sistem fosfhagen).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Berdasarkan sistem energi utama, waktu pelaksanaan kerja (performance time) merupakan dasar untuk menyusun interval kerja dan interval istirahat, termasuk dalam program pelatihan renang 50 meter gaya bebas. Interval pemulihan menurut (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., dan Foss, Merle L, 1993:302) dinyatakan dalam hubungan rasio pemulihan dengan kerja dan dapat dinyatakan sebagai berikut ; 1:½, 1:1, 1:2 atau 1:3. Rasio 1:½ menyatakan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan setengah waktu interval kerja, rasio 1:1 menyatakan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan waktu interval kerja. Pada interval kerja yang memakan waktu lebih pendek, rasionya 1:3 karena intensitasnya yang tinggi, sedangkan interval kerja yang memakai waktu lebih lama, rasio kerja-pemulihan 1:½ atau 1:1. Energi (ATP) yang telah tersedia didalam otot akan dipergunakan dengan seketika ketika otot berkontraksi dengan kuat dan cepat, seperti halnya gerakan kayuhan lengan (menarik dan mendorong) air dengan kuat dan cepat. Untuk dapat melakukan gerakan kayuhan lengan dengan kuat dan cepat dibutuhkan komponen kondisi fisik power otot lengan yang baik. Gerakan kayuhan lengan ini merupakan teknik yang harus dikuasai perenang, karena dengan gerakan ini disertai dengan power otot yang baik, perenang mendapat tenaga penggerak yang kuat dan cepat untuk membawa badan meluncur jauh kedepan saat berenang dan juga berfungsi untuk pengaturan keseimbangan tubuh saat berenang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Perenang setingkat mahasiswa telah memiliki power otot lengan, walaupun diantara mereka ada yang memiliki power otot yang lebih baik dari yang lain, demikian juga dengan kecepatan berenangnya dalam menempuh jarak 50 meter, juga kemampuan pulih asal dalam mengganti energi (ATP) yang telah dipakai saat berenang (kebutuhan waktu istirahat yang berbeda). Dari beberapa pendapat mengenai pelatihan interval, nampak jelas betapa luas variasi yang ditunjukkan pada berbagai rasio waktu kerja-istirahat. Variasi rasio waktu kerjaistirahat ini menjadi penting dalam menentukan keberhasilan program pelatihan interval anaerob yang bertujuan untuk meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas, oleh sabab itu ketepatan pengaturan rasio waktu kerja dan waktu istirahat merupakan masalah pokok yang akan dikaji. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan dasar ilmiah dengan tinjauan teoritis tentang program pelatihan interval anaerob yang berkaitan dengan power otot lengan dengan menekankan pada rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 pada mahasiswa putra Fik Unimed.
B. Identifikasi Masalah Identifikasi beberapa masalah sebagai berikut : Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kecepatan renang 50 meter gaya bebas ? Dari berbagai faktor yang mempengaruhi, komponen mana yang paling dominan memberi pengaruh terhadap kecepatan renang 50 meter gaya bebas ?. Apakah program pelatihan yang diberikan kepada perenang sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya ? Apakah waktu istirahat yang singkat antara interval pelatihan commit to user memberi pengaruh terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas ?.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Apakah waktu istirahat yang lama antara interval pelatihan memberi pengaruh terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas? Berapakah waktu kerja - istirahat yang ideal bagi perenang untuk meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas? Apakah pelatihan interval anaerob rasio waktu kerjaistirahat 1:3 memberikan pengaruh terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas? Apakah pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:5 memberikan pengaruh terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas?. Apakah pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:7 memberikan pengaruh terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas?. Sejauhmanakah pengaruh yang diberikan oleh pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas ?. Apakah ada perbedaan pengaruh antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas ?. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang ? Apakah ada pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas ditinjau dari power otot lengan ?
C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, masalah dibatasi tentang : 1. Pengaruh pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
2. Perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. 3. Pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas.
D. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, maka perlu adanya rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Adakah perbedaan pengaruh antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja - istirahat 1:3, 1:5 dan 1;7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas? 2. Adakah perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang ? 3. Adakah pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerjaistirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja - istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
2. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. 3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Secara teoritis mendukung dan memperkaya ilmu pengetahuan tentang metode pelatihan interval yang sudah ada, khususnya pada teori metode pelatihan interval dengan menekankan pada pemakaian sistem energi anaerob dengan perbandingan rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5, 1:7 dan keterkaitannya dengan power otot lengan dalam meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. 2. Sebagai rekomendasi, acuan dan masukan bagi para pelatih dalam perubahan program/metode pelatihan interval anaerob dengan memperhatikan rasio waktu kerja-istirahat (ratio work-relief ) 3. Bagi peneliti yang lain secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembanding dan perimbang bila akan mengadakan penelitian tentang pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori Kajian teori adalah penjabaran tentang ha-hal yang akan dibicarakan dalam penelitian. Kajian teori diperoleh dari penelaahan buku-buku serta sumber bacaan lain yang relevan dengan permasalahan. Kajian teori yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah tentang program pelatihan interval anaerob dengan menekankan pada rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 yang berkaitan dengan power otot lengan pada mahasiswa putra Fik Unimed. Untuk lebih jelas dalam bab ini dikemukakan penjelasan tentang masalah yang menjadi sumber bahasan. 1. Renang Olahraga renang adalah olahraga yang dilakukan di air, dan tempat olahraga tersebut tidak sama dengan kehidupan kita sehari-hari. Renang tidak menentukan suatu pola gerak tangan atau kaki yang harus dilakukan artinya dapat menggunakan tangan dan kaki sekehendak hati, sehingga dapat bergerak dan berpindah dari suatu tempat ketempat lain. Namun suatu kombinasi tertentu dari beberapa jenis gerakan dapat lebih efisien dari pada kombinasi yang lain sehingga para perenang mengelompokkan kombinasi gerakan tersebut ke dalam gaya-gaya renang. Gaya-gaya renang tersebut terdiri dari gaya bebas, gaya dada, gaya punggung dan gaya kupu-kupu. Dalam olahraga renang ada empat jenis gaya yang lazim diperlombakan ditingkat nasional maupun internasional yaitu : commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
- Gaya Dada ( the breast stroke ). Gaya dada adalah gaya yang dimulai dengan dayungan lengan yang pertama sesudah start dan sesudah pembalikan badan harus tetap menelungkup dan kedua bahu segaris dengan permukaan air. (Dumadi dan Kasiyo DW, 1992:71). - Gaya Bebas ( the crawl stroke ). Gaya bebas adalah renang yang benar-benar bebas menggunakan salah satu gaya renang dalam nomor gaya bebas, tapi tidak boleh menggunakan tiga gaya renang yang mendahuluinya (gaya dada, gaya punggung dan gaya kupu-kupu). Istilah lain renang gaya bebas adalah gaya crawl, the front crawl stroke, dan the crawl stroke. (Dumadi dan Kasiyo DW, 1992:2). - Gaya Punggung ( the back stroke ). Gaya punggung adalah suatu gaya yang dilaksanakan dengan cara perenang selalu berada di bagian bawah dari sikap badan di air. (Dumadi dan Kasiyo DW, 1992:113). - Gaya Kupu-kupu ( the butterfly stroke ). Gaya kupu-kupu adalah gaya yang meniru lecutan ekor ikan dolphin sehingga dinamakan The Butterfly Dophin Kick. (Dumadi dan Kasiyo DW, (1992:154). Dari ke empat gaya renang tersebut, gaya renang yang paling populer adalah gaya bebas. Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji mengenai renang gaya bebas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
a. Renang Gaya Bebas. (Front Crawl) Gaya renang ini (gaya bebas) menyerupai cara berenang seekor binatang, oleh sebab itu disebut “crawl” yang artinya merangkak. Gerakan asli dari gaya ini adalah menirukan gerakan dari anjing yang berenang atau dikenal dengan renang gaya anjing (dog style). Gaya bebas ini juga disebut dengan gaya rimau, yang berasal dari kata “harimau”, hingga saat ini gaya ini dikenal dengan nama front crawl. Dengan adanya perlombaanperlombaan dalam olahraga renang, dan untuk mencapai kemenangan itu perlu diusahakan agar dapat berenang dengan kecepatan tinggi, maka tumbullah perubahan dan variasi gerakan dalam gaya renang tersebut. Dalam buku-buku peraturan renang menyatakan bahwa renang gaya bebas berarti bahwa segala macam gaya renang diperbolehkan sesuai dengan keinginan para perenang yang berlomba. Tanpa kecuali, gaya yang menjadi pilihan dalam perlombaan renang gaya bebas adalah gaya yang menggunakan gerakan mengayunkan tangan lewat atas permukaan air atau gaya crawl. Gaya bebas itu sama juga artinya dengan gaya crawl. (Thomas, David G, 1998:111). Selanjutnya (Bachtiar Burhan, dkk., 2000:31) menyatakan bahwa yang dimaksut dengan free style dalam suatu nomor perlombaan dimana seseorang perenang dapat melakukan gaya apa saja, kecuali dalam renang gaya ganti perorangan, yang dimaksut dengan free style, gaya apa saja bukan gaya punggung, gaya dada, gaya kupu-kupu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Kemudian (Sukintaka, 1987:86) menyatakan bahwa renang gaya crawl adalah renang yang diperlombakan ditingkat nasional maupun internasional dan termasuk dalam nomor gaya bebas. Berdasarkan uraian, pengertian renang gaya bebas yang telah diutarakan diatas dapat disimpulkan bahwa renang gaya bebas merupakan suatu gaya renang apa saja yang dapat digunakan untuk mencapai jarak renangan dengan secepat-cepatnya dan gaya yang digunakan pada umumnya adalah gaya renang yang menirukan gerakan seekor binatang (anjing/harimau) yang berenang, kemudian berkembang sesuai dengan penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahun dan kebutuhan perlombaan baik nasional maupun internasional agar dapat berenang dengan lebih cepat sehingga pada akhirnya gaya ini dikenal dengan gaya free style. Penguasaan keterampilan yang baik dapat diperoleh melalui usaha belajar dan pelatihan serta pengkajian terhadap teknik-teknik dan faktorfaktor yang menunjang pada cabang olahraga yang bersangkutan. Menurut (Pyke, Frank S, 1991:61) bahwa tanpa belajar atau pelatihan suatu keterampilan tidak akan tercapai. Pembentukan keterampilan olahraga pada umumnya banyak berhubungan dengan gerakan-gerakan koordinasi dari komponen-komponen/organ-organ
tubuh.
Koordinasi
gerakan
tubuh
dipengaruhi oleh fungsi syaraf dan diperoleh dari hasil belajar dan pelatihan, oleh sebab itu untuk memperoleh tingkat keterampilan gerak yang tinggi diperlukan pelatihan dalam jangka waktu yang lama agar fungsi sistem commitsempurna to user yang menuju pada otomatisasi syaraf dapat terkoordinasi dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
gerak. Teknik renang gaya bebas merupakan kombinasi dari posisi badan, gerakan lengan, gerakan kaki dan pernafasan yang harus dikoordinasikan menjadi suatu rangkaian gerakan yang utuh, tidak terputus-putus. Teknik-teknik renang gaya bebas yang harus dikuasai adalah sebagai berikut : 1. Posisi Badan (Body Position) - Posisi badan yang baik menurut (Hay, James G, 1993: 430) adalah posisi yang dapat memberikan gaya dorong maksimal dan mengurangi gaya hambatan sampai minimal. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, posisi badan terlungkup, kepala sedikit dibawah permukaan air, tungkai lemas lurus kebelakang. - Pada prinsipnya dalam berenang ini diusahakan supaya letak tubuh itu hampir sejajar dengan permukaan air (streamline atau hidrodinamis) kemudia dahi, letak bahu, dan pinggul berada di tengah-tengah permukaan air disertai dengan letak tumit sedikit di atas permukaan air. - Tubuh harus berputar pada garis pusat atau pada rotasinya. - Hindarkan kemungkinan terjadinya gerakan-gerakan tangan dan kaki yang berakibat tubuh menjadi naik turun atau meliuk-liuk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Gambar 2. Posisi Badan (body Position) Meliuk Saat Berenang. (Bachtiar Burhan, dkk., 2000:67)
- Pada sikap kepala yang normal · Untuk perenang jarak pendek/sprinters, sikap kepala cenderung agak naik (arah pandangan agak lurus kedepan) · Untuk perenang jarak menengah dan jarak jauh, sikap kepala agak rendah (arah pandangan sedikit membentuk sudut dengan dasar kolam) 2. Gerakan Kaki (Floating Kick) - Fungsi kaki yang utama adalah sebagai stabilitator (pengatur keseimbangan tubuh) dan sebagai alat pendorong/penggerak untuk menjadikan tubuh tetap dalam keadaan streamline, sehingga tahanan menjadi kecil. - Irama gerakan kaki terdiri dari beberapa macam yaitu ; · Naik turun mengarah lurus (Flutter Kick) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
· Naik turun dengan 6 pukulan kaki (the six baet kick), dengan kedalaman kaki di bawah permukaan air ketika naik turun dari atas permukaan air berkisar 25-30 cm. · Naik turun dengan 4 pukulan kaki (the four beat kick) · Naik turun dengan 2 pukulan kaki (the two baet kick)
Gambar 3. Gerakan Kaki (floating kick). (Thomas, David G. 1998:114)
3. Pernafasan (Breathing) - Pengambilan nafas sebaiknya dilakukan se efektif mungkin, agar hambatan yang terjadi dalam gerak maju lebih kecil. Pengambilan nafas dilakukan dengan beberapa cara : · Memutar kepala ke arah kanan saja, · Memutar kapala ke arah kiri saja · Memutar kepala ke kanan atau ke kiri pada jarak tertentu. - Pengambilan nafas dilakukan pada saat berakhirnya gerakan tangan mendorong ke belakang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Gambar 4. Gerakan Mengambil Nafas/pernafasan (Breathing). (Thomas, David G. 1998:114) 4. Gerakan Lengan/ Rotasi Tangan (Hand Rotation) Gerakan lengan ditekankan pada gerakan menarik dan mendorong air dengan cepat agar tubuh meluncur ke depan disamping sebagai pengaturan keseimbangan tubuh. a. Fase-fase rotasi tangan gaya bebas terdiri dari : - Fase masuk permukaan air (entry phase) · Masuk permukaan air dengan menggunakan ujung-ujung jari, dengan posisi telapak tangan menghadap ke bawah (telungkup) dan ibu jari masuk terlebih dahulu. · Usahakan masuknya tangan ke permukaan air, sejauh mungkin dapat dijangkau lurus ke depan. - Fase menangkap (catch Phase) · Fase ini dilakukan setelah fase masuk tangan ke permukaan air berakhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
· Fase ini terbagi dua yaitu fase membuka (outward atau outsweep) dan fase menekan (downward) - Fase menarik (pull phase) Untuk memahami fase menarik ini, perlu digambarkan bahwa tubuh pada dasarnya mempunyai garis tengah atau garis sumbu yang sifatnya khayal yang sering disebut dengan nama garis pusat (centre line). Fase menarik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : · Menarik hingga jari tangan berada pada posisi agak jauh dari garis pusat. · Menarik hingga jari tangan berada pada posisi mendekati garis pusat · Menarik hingga jari tangan berada pada posisi menyilang tubuh dan memotong garis pusat. · Versi Maglischo, fase menarik diberi istilah dengan nama fase sapuan ke dalam (insweep atau inward). - Fase mendorong (push phase) Fase ini dilakukan setelah fase menarik ke dalam telah berakhir. Akhir dari fase mendorong adalah bagian bawah dari paha, dengan patokan ibu jari menyentuh bagian samping paha. - Fase istirahat (recovery phase) Sesuai dengan tingkat kelentukan tubuh, khusus pada bahu maka commit to user fase ini mempunyai beberapa posisi, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
·
Siku diangkat tinggi, mereka yang memiliki kelentukan tinggi
·
Siku diangakat sedang, kelentukan sedang
·
Siku rendah dan kadang-kadang mengarah lurus, tingkat kelentukan sangat rendah
·
Fase ini dilakukan setelah berakhirnya fase mendorong, perhatikan agar saat dimulainya fase ini posisi telapak tangan menghadap ke dalam.
b. Pola Gerak Lengan di Dalam Air Gerakan lengan di dalam air, harus diperhitungkan berdasarkan pola gerak disamping teknik gerak. Pola gerak modern yang dipakai oleh para perenang gaya crawl pada saat ini adalah pola gerak S dan pola gerak tanda tanya terbalik, kedua pola gerak tersebut mempunyai pengaruh terhadap kecepatan. Gerakan lengan renang gaya crawl yang sesuai dengan biomekanika dan tuntutan agar bergerak cepat untuk mengejar waktu yang sependek mungkin (secepat-cepatnya), maka pada waktu di udara lengan tidak lurus, tetapi ditekuk pada siku. - Pola Gerak S Pola gerak S merupakan merupakan pendekatan teori berdasarkan prinsip Bernouille yang penerapannya digunakan pada baling-baling kapal laut. Pola gerak S dapat dilihat pada gambar berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Keterangan : ----------- = Arah gerak S = Gerakan yang dibayangkan melalui mental imajinasi
Gambar 5. Pola Gerak Tangan S. Pattern. (Dumadi dan Kasiyo DW, 1992:42) - Pola gerak tanda tanya terbalik Pola gerak tanda tanya terbalik juga merupakan perwujudan dari teori baling-baling (teori Propeller) yang berlandaskan hukum Bernouille. Pola gerak lengan tanda tanya terbalik dalam renang gaya crawl dapat dilihat gambar dibawah ini :
Keterangan : --------- = Arah gerakan tanda tanya terbalik
Gambar 6. Pola Gerak Tanda Tanya Terbalik Lengan pada Renang Gaya Crawl commitDilihat to userdari Bawah. (Dumadi dan Kasiyo DW, 1992:41)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
5. Renang lengkap (koordinasi gerak saat berenang) Setelah menguasai bagian demi bagian dalam teknik renang gaya bebas, maka langkah selanjutnya adalah mengkoordinasikan
dari gerakan-
gerakan yang telah di uraikan tersebut untuk membentuk suatu kesatuan gerak yang utuh yang disebut dengan renang gaya bebas, seperti gambar berikut ini :
Gambar 7. Gerakan Renang Gaya Bebas. (Hay, James G, 1993:359)
b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Renang Kecepatan mencakup tiga jenis yaitu waktu reaksi, frekuensi gerakan setiap satuan waktu dan kecepatan untuk menempuh jarak tertentu. Unsur kecepatan meliputi kecepatan reaksi atau kecepatan menjawab suatu rangsangan, kecepatan bergerak (speed of movement), kecepatan (sprint) atau kemampuan organisme untuk bergerak ke depan dengan sangat cepat. Menurut (Pate, Russell R., Mc. Clenaghan, Bruce., and Rotella, Robert, 1984:96) bahwa kecepatan ditentukan oleh tipe otot atau banyaknya otot commit tosyaraf user dengan otot, biomekanika atau cepat dan otot lambat, koordinasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
teknik gerakan serta kekuatan otot. Olahragawan yang memiliki serabut otot cepat (fast twitch fiber) lebih banyak, kecepatannya lebih tinggi. Hal ini dikarenakan otot cepat mampu berkontraksi lebih cepat dibandingkan dengan otot lambat (slow twitch fiber). (Nossek, J. 1982:56) mengemukakan secara skematik faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan gerak suatu otot adalah sebagai berikut : Mobility proses syaraf
Perangsangan penghentian
Kekuatan, kecepatan, dan daya tahan kecepatan
KECEPATAN
Elastisitas otot (kelenturan) Kontraksi relaksasi
Teknik olahraga
Daya kehendak (kemauan)
Peregangan dan kapasitas kontraksi otot-otot
Koordinasi otot sinergis dan antagonis
Gambar 8. Skematik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan. (Nossek, J. 1982:35)
Selanjudnya (Suharno H.P, 1993:79). Menyatakan bahwa “ kecepatan dipengaruhi oleh macam myofibril otot yang dibawa sejak lahir (pembawaan), pengaturan sistem persarafan, kekuatan otot, kemampuan elastisitas otot, relaksasi otot, kemauan dan disiplin individu atlet”. Berikutnya oleh (Bompa, Tudor O, 1999:368) menyebutkan bahwa commit to user kecepatan dipengaruhi oleh keturunan (heredity), waktu reaksi, kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
untuk mengatasi tahanan (resistance) eksternal, teknik, konsentrasi dan semangat serta elastisitas otot. Gerakan yang cepat dan kuat tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama, hal ini hanya mampu dipertahankan beberapa detik saja, oleh karena itu kecepatan juga ditentukan oleh faktor kapasitas anaerobic. Adapun kapasitas anaerobic seseorang ditentukan oleh : a). Persediaan ATP-PC dan glikogen otot, b). Prosentase serabut otot cepat, c). Kemampuan menanggung beban asam laktat, d). Aktivitas enzim yang berperan pada metabolisme anaerobic dan sistem glikogen. Kecepatan dalam menempuh suatu jarak tertentu, seperti dalam renang gaya bebas juga dipengaruhi oleh “hambatan dan dorongan”. Menurut (Sukintaka. 1987:73) dalam renang ada tiga jenis hambatan air, yaitu : 1. Hambatan dari depan adalah hambatan terhadap gerakan maju (meluncur) yang ditimbulkan oleh air yang ada di depan perenang atau didepan badan. 2. Hambatan berupa gesekan kulit yaitu hambatan yang disebabkan oleh adanya gesekan kulit dengan air sehingga menimbulkan hambatan pada sisi badan perenang. 3. Hambatan yang berupa pusaran air dibelakang perenang yaitu hambatan yang disebabkan oleh air yang dapat menghisap bagian belakang badan yang tidak mendatar, sehingga badan harus menarik sejumlah molekulmolekul air.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Dorongan merupakan daya atau force yang menyebabkan perenang dapat bergerak maju dimana hal ini disebabkan oleh gerakan lengan dan tungkai yang berhasil menarik dan mendorong air kebelakang. (Soejoko Hendromartono, 1992:8) mengatakan bahwa dorongan ini diperoleh dari
gerakan tangan atau gerakan kaki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cepat atau lambatnya gerakan maju (meluncur) dalam renang gaya bebas adalah selisih antara besarnya daya dorong dengan hambatannya.
D
D = dorongan H = hambatan D
Gambar 9. Selisih Besarnya Hambatan dan Dorongan dalam Renang Gaya Bebas. (Soejoko Hendromartono, 1992 : 2) c. Prinsip Pelatihan Kecepatan. Kemampuan maksimal merupakan prestasi yang diperoleh melalui pelatihan fisik yang sesuai dengan tujuan pelatihan. Namun harus disadari bahwa konsep dasar dari pelatihan fisik adalah untuk meningkatkan kemampuan fisik itu sendiri, setelah tercapai, baru dapat mempengaruhi/ meningkatkan prestasi yang dimaksud. Karena tujuan pelatihan adalah untuk mempengaruhi kecepatan maksimal dalam berenang maka tidak cukup hanya pelatihan fisik saja yang diperhatikan, namun pelatihan teknik berenang juga. Pelatihan kecepatan pada perinsipnya bahwa otot lengan harus berkontraksi berulang-ulang dengan secepat-cepatnya. Di samping itu commit to user untuk meningkatkan kecepatan kontraksi otot, hal yang paling penting
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
adalah prinsip beban bertambah yang diberikan dalam suatu periode pelatihan guna mencapai beberapa gerakan tubuh yang cepat dalam waktu yang singkat. Dengan demikian, pelatihan kecepatan berlangsung dalam waktu yang cepat dan ditentukan oleh kapasitas anaerobic. Disamping itu dalam pelatihan kecepatan otot harus berkontraksi berulang-ulang dengan cepat. Kecepatan akan semakin tinggi oleh peningkatan kekuatan dan kelentukan otot dengan memperbaiki efisiensi mekanika gerak. d. Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Dalam banyak cabang olahraga kecepatan merupakan komponen yang sangat penting dimana kecepatan menjadi faktor penentu didalam menentukan tingginya prestasi seseorang seperti lari jarak pendek, renang jarak pendek dan beberapa cabang olahraga permainan seperti sepak bola, bola basket dan sebagainya. (Harsono, 1988 : 216) mengatakan kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. (Bompa, Tudor O, 1994:309) juga menyatakan bahwa salah satu kemampuan biomotorik yang sangat penting dilakukan dalam olahraga adalah kecepatan, atau kapasitas untuk berpindah, bergerak secepat mungkin. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai prestasi maksimal dalam olahraga, dimana penyelesaiannya harus menempuh suatu jarak tertentu dan dilakukan dalam waktu yang singkat to kecepatan. user harus memiliki kemampuancommit biomotor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Menurut (Kirkendall, Don R., Gruber, Joseph J., and Johnson, Robert E, 1980), kecepatan didefinisikan sebagai jarak per satuan waktu, yakni kecepatan di ukur dengan satuan jarak dibagi dengan satuan waktu. Secara fisik, kecepatan didefinisikan sebagai jarak per-satuan waktu. Sedangkan secara fisiologis, kecepatan diartikan sebagai kemampuan berdasarkan kemampuan gerak yang dipengaruhi sistem syaraf atau perangkat otot untuk melakukan gerakan dalam satuan waktu tertentu. Secara ilmu fisika kecepatan diformulasikan dengan rumus : V=
d , dimana : t
V = Kecepatan (speed). d = Jarak (distance). t = Waktu (time). Berdasarkan uraian diatas
maka dapat didefinisikan bahwa kecapatan
renang 50 meter gaya bebas adalah kemampuan tubuh untuk bergerak maju menempuh jarak renangan 50 meter dengan kecepatan penuh dalam waktu yang secepat-cepatnya. Menurut (Bompa, Tudor O, 1994:310), bahwa kecepatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kecepatan umum dan kecepatan khusus. Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan beberapa macam gerak reaksi (reaksi motorik) dengan cara cepat. Persipan fisik secara umum maupun khusus dapat memperbaiki kecepatan umum tersebut. Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu pelatihan atau keterampilan pada kecepatan tertentu, yang biasanya sangat tinggi sesuai dengan cabang olahraganya. Kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
cabang olahraga dan sebagian tidak dapat ditransferkan. Kecepatan khusus hanya mungkin dikembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu dicari bentuk pelatihan alternatifnya. Seseorang tidak akan memperolah transfer yang positif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola keterampilannya. Dalam renang 50 meter kecepatan ini tidak dapat dipisahkan, dimana kecepatan kayuhan kedua lengan secara bergantian demikian juga kecepatan pukulan kedua kaki merupakan kecepatan khusus yang harus dilatih hingga menjadi suatu keterampilan yang mutlak dalam renang gaya bebas. Inti dari olahraga renang jarak 50 meter gaya bebas adalah terletak pada kecepatannya, oleh karena itu faktor kecepatan merupakan unsur utama yang harus di perhatikan. (Imam hidayat 1999:147) menyatakan bahwa kecepatan renang ditentukan oleh frekuensi kayuhan dan panjang kayuhan. Untuk memperbesar frekuensi kayuhan dalam renang gaya bebas membutuhkan komponen kecepatan dan daya ledak yang disebut dengan power otot lengan, juga tidak terlepas dari sistem energi predominan yang dipergunakan dalam pelatihan. Untuk mengembangkan sistem energi dilakukan dengan pelatihan interval (interval training) yang bersifat anaerob.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
2. Sumber Energi a. Definisi Energi Sebelum banyak makna yang dapat diberikan kepada sebuah pembahasan tentang sumber energi, kita perlu mendefinisikan energi. Mungkin kita semua memiliki beberapa ide tentang sifat energi. Kata-kata yang umum seperti gaya, daya, kekuatan, tenaga, gerakan, hidup, dan bahkan semangat kurang lebih mengemukakan ide tentang energi. Akan tetapi, istilah ini tidak memberi kita deskripsi yang memuaskan tentang makna yang sesungguhnya dari energi. Selanjutnya, mereka tidak meminjamkan dirinya kepada penghitungan ilmiah. Maka dari itu, para ilmuwan mendefinisikan energi sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Kerja kita definisikan sebagai penerapan sebuah gaya melalui suatu jarak. Akibatnya, energi dan kerja tidak dapat dipisahkan. Ada enam bentuk energi yaitu: (1) kimia, (2) mekanik, (3) panas (kalor), (4) cahaya, (5) listrik, dan (6) nuklir. Masing-masing dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. ‘Transformasi energi’ ini merupakan kisah yang mengagumkan dan menarik, terutama jika diterapkan pada dunia biologis. Khususnya, kita tertarik dengan transformasi energi kimia menjadi energi mekanik. Energi mekanik dimanifestasikan dalam gerakan manusia, yang sumbernya berasal dari mengubah makanan menjadi energi kimia didalam tubuh kita.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
b. Siklus Energi Biologis Semua energi dalam sistem tata surya kita berasal dari matahari. Darimanakah energi yang disebut energi matahari ini berasal ? Energi matahari sesungguhnya timbul dari energi nuklir. Beberapa energi nuklir ini mencapai bumi sebagai sinar matahari atau energi cahaya. Jutaan tanaman hijau yang mendiami bumi kita menyimpan sebagian dari energi ini dari sinar matahari masih dalam bentuk lain – energi kimia. Nantinya, energi kimia ini digunakan oleh tanaman hijau untuk membentuk molekul-molekul makanan seperti glukosa, selulosa, protein, dan lipid dari karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Proses ini, dimana tanaman hijau membuat makanannya sendiri, disebut fotosintesis. Di lain pihak, kita tidak mampu melakukan hal ini; kita harus memakan tumbuhan dan binatang lain untuk pasokan makanan kita. Maka dari itu, kita secara langsung tergantung kepada kehidupan tanaman dan pada akhirnya, kepada sinar matahari untuk energi kita. Makanan dengan keberadaan O2 dipecah menjadi CO2 dan H2O dengan pembebasan energi kimia dengan sebuah proses metabolisme yang disebut pernapasan. Satu-satunya tujuan dari pernapasan metabolisme adalah untuk memasok energi yang kita perlukan untuk menjalankan proses biologis seperti kerja kimia pertumbuhan dan kerja mekanik kontraksi otot. Seluruh proses tersebut disebut siklus energi biologis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Gambar 10. Siklus Energi Biologi. (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., dan Foss, Merle L, 1993 :14) c. Adenosin Triphosphat -ATP Kita sekarang tahu apa yang dimaksud dengan energi, darimana ia berasal, dan bahwa hal itu dipasok kepada kita oleh makanan yang kita makan. Masalah kita berikutnya adalah untuk memahamai bagaimana energi ini digunakan untuk melakukan kerja fisiologis, terutama kerja mekanik kontraksi otot. Energi yang dilepaskan pada saat pemecahan makanan tidak secara langsung digunakan untuk melakukan kerja. Melainkan hal ini dipergunakan untuk membuat senyawa kimia lain yang disebut adenosine trifosfat, atau lebih mudahnya ATP, yang disimpan didalam semua otot. Hanya dari energi yang dilepaskan oleh pemecahan ATP sel dapat melakukan usaha khususnya. Struktur ATP terdiri dari suatu rangkaian komponen adenosine dan tiga kelompok posfat. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998 : 19) menjelaskan struktur ATP terdiri dari satu komponen yang sangat komplek commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
yaitu adenosine dan tiga bagian lainnya yaitu kelompok-kelompok fospat. Ikatan antara dua penghubung kelompok posfat ini dinamakan ikatan berenergi tinggi. High-energy Phosphate bonds
Useful
energy
Adenosin
ATP A
Adenosin
Pi
+
ADP
B
Gambar 11. Struktur ATP. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998 : 19) Keterangan : A. Struktur ATP yang disederhanakan, menunjukkan ikatan fosfat berenergi tinggi. B. Pemecahan ATP menjadi ADP dan Pi dengan mengeluarkan energi yang berguna. Pemecahan satu mole ATP mengeluarkan energi sebesar 7-12 kcal. Adenosin Triphosphat (ATP), merupakan energi yang diperlukan untuk kontraksi otot dan daur cross bridge selama proses kontraksi, tetapi persediaan ATP di dalam otot hanya sedikit sekali, sehingga akan habis terpakai dalam kontraksi maksimal otot dalam satu detik. Untungnya tubuh mampu mengisi/melengkapi ATP hampir secepat waktu yang dibutuhkan untuk pemecahannya (ATP). (Junusul Hairy, 1989:71) Karena ATP yang disimpan di dalam sel otot sedikit sekali jumlahnya, maka keadaan ini sangat sensitif untuk pengaturan metabolisme energi didalam sel. Untuk mempertahankan sejumlah kecil ATP, konsentrasi relatif ini segera diganti dengan meningkatkan metabolisme energi didalam sel, commit to user simpanan zat-zat gizi untuk dengan segera merangsang pemecahan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
menyediakan energi untuk resintesa ATP. Dalam keadaan demikian metabolisme energi meningkat dengan cepat pada awal pelatihan. Jumlah total ATP didalam tubuh pada setiap saat sekitar 3 ons. Jumlah ini hanya dapat menyediakan energi untuk aktivitas maksimal beberapa detik saja. Karena ATP tidak dapat disuplai melalu darah atau dari jaringan lain, maka ATP harus secara kontinyu ada didalam setiap sel. Di dalam sel-sel otot, energi untuk resintesis ATP disuplai dengan cepat tanpa oksigen dengan mengubah tenaga kimiawi dari ikatan posfat yang berenergi tinggi, yang disebut posfat cratin (PC). Konsentrasi PC dalam sel 3 – 5 kali jumlah ATP. Berdasarkan alasan ini, maka posfat keratin dianggap sebagai cadangan posfat berenergi tinggi. (Junusul Hairy, 1989:72). Karena PC memiliki energi hidrolisis lebih besar dari ATP, maka energi hidrolisis posfat disumbangkan secara langsung ke ADP untuk membentuk kembali ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim kinase keratin. Apabila energi cukup tersedia, keratin dan posfat dapat besenyawa untuk membentuk kembali keratin posfat (PC). Demikian juga dengan ATP ; rangkaian ADP dan P untuk membentuk kembali ATP. Kerja Bologis
ATP
ADP + P +
CP
C + P +
Energi
Energi
Gambar 12. ATP dan PC Merupakan Sumber Energi Tinggi yang Bersifat Anaerob. (Junusul 1989:73) commitHairy, to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
3. Sumber ATP Adenosine Triphosphate (ATP) merupakan energi untuk kontraksi otot, namun jumlah ATP dalam otot sangat terbatas dan habis terpakai, olehsebab itu ATP harus selalu tersedia. Sedangkan untuk menyediakan ATP saja diperlukan energi, sehingga harus ada mekanisme untuk dapat memenuhi kebutuhan energi, mekanisme ini dikenal sebagai resintesa ATP dari ADP dan Pi. Ada tiga proses untuk memproduksi ATP menurut (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:14) yaitu : (1) Sistem ATP-PC (Phosphagen system). Dalam sistem ini resintesa ATP hanya berasal dari suatu persenyawaan phosphocreatine (PC); (2) Glikolisis Anaerobik atau sistem asam laktat. Sistem ini menyediakan ATP berasal dari pemecahan glukosa atau glikogen; (3). Sistem Aerobik atau Sistem Oksigen. Sistem ini terdiri dari dua bagian. Bagian A merupakan penyelesaian dari oksidasi karbohidrat. Bagian B merupakan penyelesaian dari oksidasi lemak. Kedua sistem ini perjalanan oksidasinya berakhir melalui siklus kreb's. a. Sistem ATP-PC (Adenosine Triphosphate – Phospho Creatine) Sistem ATP-PC disebut juga sistem phosphagen, karena ATP dan PC terdiri dari kelompok posfat. Posfokreatin dan ATP sama-sama disimpan dalam sel otot. Kesamaan antara ATP dan PC adalah ; apabila kelompok posfat ini pecah, maka sejumlah energi dikeluarkan. Hasil akhir dari pemecahan PC ini adalah keratin (C = creatin) dan posfat inorganic (Pi). Energi ini dipergunakan untuk resintesis ATP. ATP dipecah pada saat kontraksi otot berlangsung, kemudian dibentuk kembali dari ADP + Pi oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
adanya energi yang berasal dari pemecahan simpanan PC. Rangkaian reaksi sistem ATP-PC (phosphagen) tersebut, yaitu: PC Energi +ADP + Pi
Pi + C + Energi. ATP.
(Fox, Edward L., Bowers, Richard W., dan Foss, Merle L, 1988:16) Sistem energi ini (ATP-PC) sangat penting bagi olahraga yang membutuhkan kecepatan dan power, seperti renang jarak 50 meter, dimana atlet harus mampu menyelesaikan jarak renangannya dengan secepatcepatnya, demikian juga dengan olahraga lain yang membutuhkan waktu yang sangat singkat dalam pelaksanaannya. Tanpa sistem posfagen, kecepatan dan daya ledak (power) tidak dapat dilaksanakan, karena kegiatan semacam itu memerlukan suplai ATP yang cepat dan bukan jumlahnya yang besar. Sistem posfagen menggambarkan penyediaan ATP yang paling cepat untuk dipergunakan oleh otot (Junusul Hairy, 1989:76). Beberapa alasan tentang kecepatan penyediaan sumber energi dari sistem posfagen ini, seperti yang di utarakan oleh, (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1988:17) sebagai berikut : - Sistem posfagen tidak tergantung pada rangkaian reaksi kimia yang panjang - Sistem posfagen tidak tergantung kapada transport oksigen ke otot yang sedang bekerja, dan - ATP dan PC kedua-duanya disimpan langsung didalam mekanisme kontraksi otot. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Untuk meningkatkan penyediaan ATP dan PC dalam otot yang dipakai pada kegiatan jangka pendek seperti kebutuhan energi pada renang jarak pendek 50 meter diperlukan suatu pelatihan yang intensif seperti pelatihan interval anaerob dengan sifat-sifat sistem phosphagen . Namun kerugian dari sistem energi ATP-PC ini adalah terlalu sedikitnya simpanan bahan tersebut didalam otot. (Smith, NJ, 1983:184). b. Sistem Glikolisis Anaerobik (Lactic Acid System) Sistem anaerobic selain dari resintesa ATP didalam otot, adalah glikolisis anaerobik yang melibatkan pemecahan tidak sempurna dari karbohidrat (gula), menjadi asam laktat. Didalam tubuh, semua karbohidrat dikonversi menjadi gula sederhana yaitu glukosa, yang disimpan dalam hati dan otot sebagai glikogen untuk dipergunakan kemudian. Asam laktat adalah hasil dari glikolisis anaerobik. Kaitan langsung asam laktat dengan aktivitas fisik, dimana terjadi penumpukan asam laktat sebelum atlet menghentikan kegiatannya yang disebabkan oleh kelelahan yang berat. Jadi atlet menghentikan kegiatan yang sedang dilakukan karena menderita kelelahan berat yang disebabkan oleh menumpuknya asam laktat. Pada pelatihan yang berat energi yang diperlukan melebihi kecepatan suplai oksigen, hydrogen bersama nikotinamida adenindinukleotida (NAD+) tidak dapat diproses melalui rantai pernafasan. Pengeluaran energi anaerobic secara terus-menerus didalam glikolisis tergantung pada
adanya NAD+
untuk oksidasi. Sistem ini lebih rumit daripada sistem posfagen. Apabila commit user laktat dengan cepat berdifusi ke asam laktat terbentuk didalam otot,toasam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
dalam darah dan meninggalkan tempat metabolisme energi. Bagaimanapun juga karena asam laktat di dalam darah dan otot meningkat, maka kecepatan regenerasi ATP tidak dapat mengimbangi kecepatan pemakaiannya, hal ini menyebabkan
terjadinya
kelelahan.
Kelelahan
diperantarai
oleh
meningkatnya keasaman, agar enzim-enzim yang terlibat dalam transfer energi tidak aktif. Kerugian dari sistem ini adalah dalam proses ini akan menghasilkan asam laktat yang akan tertimbun dalam otot dan darah, sehingga dapat menimbulkan gejala kelelahan. (Smith, NJ, 1983:184). Asam laktat tidak boleh dianggap sebagai limbah metabolisme, karena asam laktat merupakan sumber energi kimia yang sangat bermanfaat dan tetap disimpan dalam tubuh selama pelatihan berat. Apabila persediaan oksigen telah mencikupi kembali, seperti pada saat pulih asal (recovery) atau pada saat intensitas latiihan dikurangi, hydrogen terikat ke asam laktat dan diangkut oleh NAD+ dan akhirnya dioksidasi. Akibatnya asam laktat telah siap untuk di konversi kembali menjadi asam piruvat dan dipergunakan sebagai sumber energi, selanjutnya energi potensial dalam asam laktat dan asam piruvat yang dibentuk dalam otot selama pelatihan dapat dilestarikan/disimpan dan kerangka karbon dari molekul-molekul ini digunakan untuk sintesis glukosa dan proses ini dinamakan proses glukoneogenesis yang terjadi di dalam daur corl. Daur ini tidak hanya sebagai alat untuk mengangkut asam laktat, tetapi juga memperbesar glukosa darah dan glukosa otot.
Selama glikolisis anaerobik, hanya
commit to user dari glikogen, jika dibandingkan beberapa mol ATP yang dapat diresintesa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
dengan adanya oksigen. Melalui glikolisis anaerobic hanya 2 atao 3 mol ATP yang dapat diresintesis dari pemecahan dari 1 mol, atau 180 gram glikogen otot sedangkan kalau dengan bantuan adanya oksigen akan menghasilkan 39 mol ATP. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:18). Proses glikolisis anaerobic lactic acid memiliki ciri-ciri sebagai berikut : - Proses glikolisis menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan kelelahan otot. - Proses glikolisis tidak memerlukan oksigen - Proses glikolisis hanya menggunakan karbohidrat (glikogen dan glukosa) - Proses glikolisis melepaskan energi yang hanya cukup untuk resintesa ATP dalam jumlah sedikit. Proses resintesis ATP melalui glikolisis anaerobic sebagai berikut : (C6H12O6)n 2C3H6O3 + Energi (glycogen) (lactic acid) Energi + 3ADP + 3 Pi 3 ATP Glikolisis anaerobic, seperti halnya sistem posphagen benar-benar sangat penting bagi atlet selama melakukan pelatihan inti atau pada waktu pertandingan, karena glikolisis anaerobic relatif cepat mensuplai ATP. c. Sistem Aerobik atau Sistem Oksigen. Suatu sistem yang dapat membentuk ATP yang secara terus-menerus dihasilkan dari zat gizi terutama karbohidrat dan lemak dengan bantuan adanya oksigen adalah sistem aerob. Proses yang teratur ini memungkinkan commit userlelah dan ini merupakan dasar dari seseorang melakukan aktivitas tanpatorasa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
kebutuhan energi yang meningkat dalam event-event cabang olahraga jangka waktu yang lama. Program pelatihan yang tepat akan dapat meningkatkan kapasitas dari produksi energi aerob ini. Aktivitas dengan intensitas rendah yang dilakukan lebih dari satu menit, memungkinkan oksigen digunakan untuk membantu memproduksi ATP untuk kontraksi otot. Efektifitas penggunaan oksigen tergantung pada sumber bahan karbohirat, lemak dan glikogen dalam otot. Makin lama aktivitas dilakukan suplai oksigen makin penting dan sumber bahan bakar karbohirat dan lemak menjadi sangat penting. Olahraga ketahanan yang tidak memerlukan gerakan yang cepat, pembentukan ATP terjadi dengan metabolism aerob. Apabila cukup oksigen, maka 1 mol glikogen dipecah secara sempurna menjadi CO2 dan H2O, serta akan menghasilkan energi yang cukub untuk resintesa 39 mol ATP. Reaksi tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia serta pertolongan berates-ratus enzim, dengan demikian sistem aerobik ini lebih rumit dari sistem anaerobic. Glikolisis aerob ini meski terjadi di dalam sel, tetapi tidak dapat digunakan dengan cepat karena membutuhkan proses yang panjang. Reaksi kimia aerob ini terjadi di dalam “mitochondria”. Secara umum, pembentukan ATP didalam mitokondria merupakan hasil dari pemecahan glukosa atau asam lemak (glyserol) secara aerobic menjadi asam piruvat hingga proses akhir berupa transport electron. Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan perlu diketahui tentang beberapa istilah kimia berikut: Acetyl, Acetyl-CoA, user merupakan kumpulan dari dua NAD+, NADH, FAD+, dancommit FADH2to . Acetyl
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
molekul karbon. Contoh dalam pemecahan karbohidrat, asam piruvat kehilangan CO2 menjadi Asetyl yang berkombinasi dengan ko enzim A membentu acetyl-CoA sebelum memasuki siklus krebs. Begitu juga, dalam metabolisme asam lemak, dua kelompok asetyl dibutuhkan dalam proses beta-oksidasi
dan
kemudian
memasuki
siklus
krebs.
Sedangkan,
metabolisme asam amino lebih kompleks lagi karena hanya beberapa dari asam pemecahan asam amino yang dapat memasuki siklus krebs. NAD+ ,(nicotinamide
adenine
dinucleotide)
dan
FAD+
(flavin
adenine
dinucleotide) merupakan reseptor hydrogen dan mengangkutnya. Sedangkan NADH dan FADH diturunkan dari NAD+ dan FAD+ yang berfungsi membawa electron ke sistem transport electron, (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993 :21). Pada dasarnya terdapat beberapa reaksi sistem aerobik yang terjadi di dalam mitokondria, yaitu: (a) Aerobic glycolysis, (b) The Krebs Cycle, dan (c) Electron Transport Sistem (ETS). (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:20). 1). Glikolisis Aerob (Aerobic Glycolysis) Reaksi pertama adalah pemecahan glikogen menjadi CO2 dan H2O disebut glikolisis. Pada dasarnya, hanya terdapat satu perbedaan antara proses glikolisis anaerob dengan aerob, yaitu pada glikolisis aerob tidak terjadi akumulasi asam laktat. Dengan kata lain, terdapatnya oksigen menghambat terbentuknya asam laktat, tetapi tidak terjadi proses to userglikolisis aerob, 1 mol glikogen pembentukan kembali commit ATP. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
dipecah menjadi 2 mole asam piruvat, yang melepakan cukup energi untuk menghasilkan 3 mol ATP. Secara singkat dapat dituliskan dalam rumus kimia berikut: C6H12O6)n (glycogen)
2C3H4O3 + Energi (pyruvic acid) Energi + 3 ADP + 3 Pi
3ATP
Selanjudnya, 2 NAD+ diubah menjadi 2 NADH, yang dialihkan kepada sistem taransport electron dalam mitokondria di mana 6 ATP lagi dihasilkan (3 untuk setiap NADH). (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:20). 2). Siklus Krebs (The Krebs Cycle) Tahap selanjutnya, asam pyruvat yang terbentuk selama glikolisis aerob mengalir kedalam mitokondria dan terus dipecahkan dalam serangkaian reaksi yang disebut siklus krebs (siklus ini juga disebut sebagai tricarboxylic acid (TCA) cycles). (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:20). Reaksi ini terjadi di dalam matrik mitokondria. Siklus Krebs adalah tahapan selanjutnya dari respirasi seluler. Siklus Krebs adalah reaksi antara asetil ko-A dengan asam oksaloasetat, yang kemudian membentuk asam sitrat. Siklus Krebs disebut juga dengan siklus asam sitrat, karena menggambarkan langkah pertama dari siklus tersebut, yaitu penyatuan asetil ko-A dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Gambar 13. Siklus Krebs http://metabolismelink.freehostia.com/sikluskrebs_te.htm#krebs, (diunduh 10 Oktober 2010) Pertama-tama, asetil ko-A hasil dari reaksi antara (dekarboksilasi oksidatif) masuk ke dalam siklus dan bergabung dengan asam oksaloasetat membentuk asam sitrat. Setelah "mengantar" asetil masuk ke dalam siklus Krebs, ko-A memisahkan diri dari asetil dan keluar dari siklus. Kemudian, asam sitrat mengalami pengurangan dan penambahan satu molekul air sehingga terbentuk asam isositrat. Lalu, asam isositrat mengalami oksidasi dengan melepas ion H+, yang kemudian mereduksi NAD+ menjadi NADH, dan melepaskan satu molekul CO2 dan membentuk asam a-ketoglutarat (asam alpha ketoglutarat). Setelah itu, asam a-ketoglutarat kembali satu molekul CO2, dan commit tomelepaskan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
teroksidasi dengan melepaskan satu ion H+ yang kembali mereduksi NAD+ menjadi NADH. Selain itu, asam a-ketoglutarat mendapatkan tambahan satu ko-A dan membentuk suksinil ko-A. Setelah terbentuk suksinil ko-A, molekul ko-A kembali meninggalkan siklus, sehingga terbentuk asam suksinat. Pelepasan ko-A dan perubahan suksinil ko-A menjadi
asam
suksinat
menghasilkan
cukup
energi
untuk
menggabungkan satu molekul ADP dan satu gugus fosfat anorganik menjadi satu molekul ATP. Kemudian, asam suksinat mengalami oksidasi dan melepaskan dua ion H+, yang kemudian diterima oleh FAD dan membentuk FADH2, dan terbentuklah asam fumarat. Satu molekul air kemudian ditambahkan ke asam fumarat dan menyebabkan perubahan susunan (ikatan) substrat pada asam fumarat, karena itu asam fumarat berubah menjadi asam malat. Terakhir, asam malat mengalami oksidasi dan kembali melepaskan satu ion H+, yang kemudian diterima oleh NAD+ dan membentuk NADH, dan asam oksaloasetat kembali terbentuk. Asam oksaloasetat ini kemudian akan kembali mengikat asetil ko-A dan kembali menjalani siklus Krebs. Dari siklus Krebs ini, dari setiap molekul glukosa akan dihasilkan 2 ATP, 6NADH, 2 FADH2, dan 4 CO2. Selanjutnya, molekul NADH dan FADH2 yang terbentuk akan menjalani rangkaian terakhir respirasi aerob, yaitu rantai transpor elektron.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
3). Sistem Transport Elektron (The Electron Transport System) Setelah siklus asam sitrat selesai maka proses selanjutnya adalah sistem transpor electron (ETS).
Rantai transpor elektron adalah tahapan
terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.
Gambar 14. Sistem Transport Elektron http://metabolismelink.freehostia.com/sikluskrebs_te.htm#krebs, commit to user (diunduh 10 Oktober 2010)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim
Q.
Energi
yang
dihasilkan
ketika
NADH
dan
FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP. Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2 sebanyak 10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul commit to usersesuai reaksi berikut. : FADH2 tersebut mengalami oksidasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
10 NADH + 5 O2 2 FADH2 + O2
10 NAD+ + 10 H2O 2 FAD + 2H2O
Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, dan kira-kira 2 ATP untuk setiap oksidasi FADH2. Jadi, dalam transpor elektron dihasilkan kira-kira 34 ATP. Ditambah dari hasil glikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP. 4. Pelatihan Interval Anaerob Istilah
pelatihan
atau
“training”
dalam
keolahragaan
dapat
dipersepsikan kedalam beberapa pengertian, walaupun sebenarnya inti dari pengertian-pengertian itu adalah sama. “Training” dalam keolahragaan dapat diartikan sebagai upaya penyiapan atlet agar memiliki keterampilan dan kemampuan (performance) yang lebih tinggi. Training juga dapat diartikan sebagai persiapan fisik, mental intelektual, teknik, psikologis dan moral atlet dengan cara pelatihan fisik (physical exercise). (Harre, Dietrich, 1982:8). Selanjudnya (Harsono, 1988:101) mengatakan, Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban pelatihan atau pekerjaannya. (Bompa, Tudor O, 1994:93), mengungkapkan bahwa,
pelatihan
merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang diorganisir dan direncanakan dalam berbagai macam tahapan serta dilaksanakan secara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
berkelanjutan. Akibat perencanaan yang matang pada program pelatihan, kualitas pelatihan akan naik sehingga akan meningkatkan pula kapasitas kerja atlet serta keterampilan. Kalau program pelatihan disusun secara subjektif, dan pelatih hanya mengandalkan pada “ instinct” atau feeling saja maka hasilnya atau puncak prestasi yang dicapai hanya kebetulan saja, sedangkan puncak prestasi itu semestinya diraih dari adaptasi atlet dari berbagai sistem, metode dan bentuk pelatihan. Dalam upaya pencapain prestasi olahraga kita mengenal (2) dua bentuk pelatihan yaitu : 1. Pelatihan Teknik merupakan ketrampilan gerak yang dituntut cabang olahraganya. 2. Pelatihan Kondisi Fisik merupakan perubahan faal tubuh (kemampuan beradaptasi). (Smith, N.J, 1983:184) juga menyatakan bahwa training (pelatihan) adalah proses pelatihan yang menyangkut, baik pengembangan potensi energi maupun penampilan dari keterampilan. Pelatihan interval merupakan pelatihan yang mengembangkan potensi sistem energi dalam aktivitas pelatihan olahraga. Menurut (Fox, Edward L, 1984:208) metode pelatihan berdasarkan pengembangan sistem energi ada sepuluh jenis program, yaitu 1). Acceleration sprint. 2). Continuous fast running. 3). Continuous slow running. 4). Hollow sprint. 5). Interval sprint. 6). Interval training. 7). Jogging. 8). Repetition running. 9). Speed play. 10). Sprint training. Dari kesepuluh program pelatihan tersebut, pelatihan interval atau interval training
dapat bervariasi dan dapat diatur untuk
meningkatkan sistem energi anaerob dan atau sistem aerob.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Metode pelatihan interval training yang berkaitan dengan sistem energi anaerob dan aerob pada akhirnya dapat dikatakan sebagai pelatihan interval anaerob. Pelatihan interval anarob ini terdiri dari interval kerja dan interval istirahat, pada saat interval kerja terjadi pemakaian energi yang besar secara anaerob, sedangkan saat interval istirahat terjadi pemulihan energi dengan proses aerob, maka hal ini dapat terjadi adaftasi fungsi fisiologis terhadap sistem energi sehingga dapat meningkatkan kecepatan. Pelatihan interval merupakan program pelatihan yang terdiri dari periode pengulangan kerja yang diselingi oleh periode istirahat atau merupakan serangkaian pelatihan yang diulang-ulang dan diselingi dengan periode istirahat. (Fox, Edward L, 1984:59). Program pelatihan yang baik akan terlihat pada cara pelatihan yang sesuai dengan sistem energinya. Sistem energi yang tepat tergantung pada waktu dan intensitasnya, tanpa harus merinci sifat-sifat dari olahraganya, waktu merupakan hal yang penting untuk diperhatihan. (Smith, N.J, 1983:148). Pelatihan interval anaerob terdiri dari interval kerja dan interval istirahat. Disaat interval istirahat terjadi pemulihan dengan proses aerob, maka (Rushall, Brent S. and Pyke, Frank S, 1990:63) menyatakan proses pemulihan merupakan bagian integral dari suatu sesi pelatihan. “Rest is as important as work” (istirahat/pemulihan sama pentingnya dengan kerja), (Fox, Edward L, 1984:59). Selanjudnya ia juga menyatakan bahwa pelatihan interval merupakan program pelatihan yang terdiri dari periode pengulangan kerja yang diselingi commit to usertersebut dapat disimpulkan bahwa oleh periode istirahat. Berdasarkan pendapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
pelatihan interval anaerob adalah serangkaian sistem pelatihan fisik dengan mengunakan sistem energi anaerob yang diulang-ulang dan diselingi dengan periode-periode istirahat (pemulihan) dengan menggunakan sistem energi aerob. Dalam pelatihan interval terdapat istilah-istilah khusus dan merupakan komponen utama yang harus dimengerti dengan baik, yaitu : a) Interval Kerja (Work Interval). (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:280) menyatakan, Interval kerja merupakan bagian pelatihan interval yang menyatakan ketinggian intensitas pelatihan. Interval kerja merupakan pelatihan yang dilakukan dengan intensitas tinggi. Selanjudnya (Davis D., Kimmet T., and Auty M, 1992:79) mengatakan, selama periode interval kerja pada pelatihan interval anaerobic terjadi pengurasan energi ATP dan PC untuk kerja otot. Dalam hal ini terjadi hutang oksigen (oksigen debt) dan hutang alactacid (alactacid debt). Oleh karana adanya hutang tersebut maka untuk memenuhinya dibutuhkan periode istirahat (interval istirahat). b) Interval Istirahat (Relief interval). Interval istirahat merupakan waktu di antara interval kerja atau set. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:280). Pada periode istirahat maka kekurangan oksigen dan pengurasan energi di otot harus segera di isi kembali. Selama relief interval pada kerja intermitten, satu bagian dari cadangan ATP dan PC otot yang dihabiskan selama interval kerja, sebelumnya akan diisi lagi melalui sistem aerobic. Tujuan interval istirahat adalah untuk pemulihan setelah melakukan kerja. Selama pemulihan keperluan akan energi sangat menurun, tetapi konsumsi commit to user oksigen tetap berlanjut pada kadar yang cukup tinggi selama beberapa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
waktu. Konsumsi oksigen selama proses pulih asal ini terutama dipergunakan untuk menyediakan energi guna memulihkan badan ke kondisi sebelum pelatihan, termasuk mengisi kembali simpanan energi yang telah dikosongkan. (Fox, Edward L, 1984 :193). Dengan pulih asal yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk melaksanakan aktivitas kerja (pelatihan) selanjutnya. Interval pemulihan dapat terdiri dari : - Rest relief, yaitu kegiatan ringan atau pemulihan istirahat Rest relief interval harus digunakan pada program pelatihan interval anaerob yang dirancang untuk sistem energi ATP-PC, karena selama rest relief interval ATP-PC dibangun pada otot dan dapat digunakan berulang-ulang selama hal tersebut merupakan sumber energi utama interval kerja. - Work relief, yaitu pelatihan fisik ringan sampai sedang atau pemulihan dengan kegiatan. Work relief interval dirancang untuk penekanan sistem energi yang akan dikembangkan oleh sistem LA, karena kerja ringan akan menghambat pembangunan kembali sistem energi ATP-PC, sehingga sistem lebih diutamakan pada interval kerja berikutnya, dengan cara ini akan meningkatkan pula perbaikan sistem LA. Adapaun kunci untuk sistem aerob
adalah
mencegah
maka work relief
membangun
kembali
sistem
ATP-PC,
interval harus digunakan untuk mengembangkan
sistem oksigen atau aerob. (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and to user Foss, Merle L, 1993:305 commit ).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
- Gabungan antara rest relief dan work relief (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993:302) menyatakan bahwa interval pemulihan biasanya dinyatakan dalam hubungannya dengan rasio pemulihan dengan kerja sebagai rasio kerja – istirahat (work relief ratio) dan dapat dinyatakan sebagai berikut : 1:½ , 1:1, 1:2, atau 1:3.
Rasio 1:½ berarti bahwa waktu interval pemulihannya
setengah (separuh) dari waktu interval kerja. Rasio 1:2 menunjukkan bahwa interval pemulihan dua kali waktu interval kerja dan seterusnya. Dengan interval-interval kerja yang lebih lama, suatu rasio kerja-istirahat 1:½ atau 1:1 biasanya yang disarankan, pada interval-interval kerja dengan jangka waktu menengah atau sedang rasionya adalah 1:2 dan pada kerja yang memakan waktu lebih pendek, rasionya 1:3 karena intensitasnya tinggi. c) Set. Set adalah serangkaian interval kerja dan interval pemulihan d) Repetition. Repetisi adalah banyaknya interval kerja dalam satu set. e) Training time (waktu pelatihan). Waktu pelatihan adalah kecepatan pelaksanaan kegiatan selama interval kerja. f) Training distance (jarak pelatihan). Jarak pelatihan adalah jarak yang ditempuh pada pelaksanaan interval kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Tabel 1. Istilah-istilah yang Biasa Digunakan dalam Pelatihan Interval dan Definsinya. Istilah Interval training Work interval Relief interval Rest relief Work relief Work-relief ratio Set Repetisi Training time Training distance
Definisi Serangkaian exercise atau kerja pada pelatihan yang diulang-ulang yang diselingi dengan periode relief. Bagian dari interval training yang terdiri dari exercise intensitas tinggi Waktu antara work interval atau serangkaian work relief interval Suatu relief interval yang mencakup exercise ringan atau tanpa exercise. Suatu relief interval yang meliputi exercise ringan sampai sedang Hubungan antara work interval dengan relief interval. Contoh; rasio 1:1½ lebih lama dari pada work interval Serangkaian work interval dan relief interval Jumlah work interval dalam satu set Waktu yang diperoleh untuk satu work interval Jarak yang harus dicapai selama work interval
Sumber. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:281)
g) Frekuensi. Frekuensi adalah banyaknya waktu pelatihan per-minggu untuk melakukan pelatihan h) Resep pelatihan interval. Resep pelatihan interval berisi tentang informasi terkait mengenai suatu pelaksanaan pelatihan interval yang biasanya meliputi banyaknya set, banyaknya pengulangan, waktu pelaksanaan atau jarak interval kegiatan, waktu pelatihan dan waktu interval istirahat (pemuliihan)
Tabel 2. Resep Pelatihan Interval Berdasarkan Jarak Pelatihan. Training distance (yard) Major energi system ATP-PC ATP-PC, LA LA, O2 O2
Run
55 110 220 440 660 880 1100 1320
Swim
25 50 100 150 225 250 400
Repetitions Sets per Repetition per workout workout per set
50 24 16 8 5 4 3 3
5 3 4 2 1 2 1 1
commit to user
10 8 4 4 5 2 3 3
Work -relief ratio
Type of relief interval
1:3
Rest - relief (e.g., walking, flexing)
1:3 1:2 1:2 1:1 1: ½ 1: ½
Work – relief (e.g., light to mild exercise, jogging) Work – relief Rest – or work – relief Rest – or work – relief
Sumber. (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993:307)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Contoh resep pelatihan interval 1 set = 8 x 25 pada 0 :25 (1 : 3) Dimana : 8 25
; banyaknya pengulangan ; jarak tempuh pelatihan dalam meter
0:25 ; waktu pelatihan/kerja (kecepatan) dalam menit : detik 1:3
; rasio waktu kerja-istirahat ( 25 : 75) dalam detik
i) Desain pelatihan. Dalam mendesain pelatihan interval anaerob, berdasarkan pada prinsip overload (beban lebih). (Bompa, Tudor O, 1994:46) menyarankan sistem apa yang disebutnya the step type approach atau sistem tangga. Berikut
BEBAN LATIHAN
adalah ilustrasi grafis tentang penambahan beban pelatihan.
6
Peningkatan beban latihan
3 2
5
7
4 Prestasi
1
Gambar 15. Kurva Peningkatan Beban Pelatihan Secara Bertahap. (Bompa, Tudor O, 1994:46) Setiap garis vertical menunjukkan perubahan (penambahan) beban pelatihan, sedangkan setiap garis horizontal adalah fase adaptasi terhadap beban yang baru. Beban pelatihan pada 3 tangga (cycle) pertama ditingkatkan secara bertahap. Pada to cycle commit userke 4 beban diturunkan (unloading
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
phase) dengan maksud adalah untuk memberi kesempatan kepada organisme tubuh untuk melakukan regenerasi. Maksud regenerasi adalah agar atlet dapat mengumpulkan tenaga atau mengakumulasi cadangancadangan fisiologis dan psikologis untuk persiapan beban pelatihan yang lebih berat lagi di tangga-tangga berikutnya. j) Variabel-variabel Dalam program pelatihan interval terdapat prinsip beban berlebih (overload) yang diterapkan dan dilaksanakan melalui manipulasi terhadap lima variabel, yaitu : 1. Kecepatan dan jarak interval kerja 2. Banyaknya pengulangan pada masing-masing acara (set) 3. Interval pemulihan atau rasio kerja-istirahat 4. Jenis kegiatan selama interval pemulihan 5. Frekuensi pelatihan per minggu. Cara pelatihan interval dalam melakukan interval kerja harus disesuaikan dengan cabang olahraganya, misalnya pelatihan olahraga renang sesuai dengan kegiatan renang. Tipe kegiatan yang dipilih untuk pelatihan fisik sesuai berdasarkan atas pilihannya. (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1988:280) mengemukakan suatu ringkasan sistem pelatihan interval sebagai berikut : 1. Tentukan terlebih dahulu sistem energi utama mana yang perlu di kembangkan. commit to digunakan user 2. Pilih bentuk aktivitas (exercise) yang selama interval kerja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
3. Tentukan pelatihan sesuai dengan keterangan yang ada dalam daftar dari sistem energi utama yang ingin dikembangkan, jumlah ulangan dan set, rasio kerja-istirahat, dan tipe dari interval istirahat. 4. Berikan peningkatan intensitas (progressive overload) selama program pelatihan. Walaupun pelatihan interval merupakan sistem yang sangat baik untuk atlet maupun non atlet yang tertarik pada “general fitness”, namun metode ini bukan satu-satunya metode pelatihan yang ada. Keuntungan – keuntungan yang dapat di peroleh dari metode pelatihan interval antara lain : 1. Kontrol yang setepat-tepatnya 2. Pendekatan dari hari ke hari yang sistematis sehingga memungkinkan kita mengobservasi kemajuan yang dicapai dengan mudah 3. Kemajuan yang lebih cepat dari potensi energi dibandingkan dengan metode-metode pelatihan yang lain. Program pelatihan interval harus memuat dan mencantumkan unsurunsur di atas secara terperinci. Penentuan unsur-unsur tersebut secara jelas dan terperinci akan memudahkan dalam pelaksanaan pelatihan, karena hal ini dapat memberikan petunjuk yang lebih jelas baik bagi perenang maupun pelatih. Keberhasilan program pelatihan interval diantaranya tergantung pada kecermatan dalam menentukan work interval, relief interval, work-relief ratio, penentuan jumlah set dan jumlah repetisi. Ciri khas utama dalam pelatihan interval adalah adanya
periode waktu tertentu untuk beristirahat setelah
commit to userpelatihan interval terdapat dua menjalankan kerja (pelatihan). Dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
komponen utama yang harus diperhitungkan dengan cermat yaitu ”Work interval (interval kerja) dan relief interval (interval istirahat). (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993:31) mengatakan bahwa pada dasarnya tipe dari work interval dari pelatihan terdiri dari dua kategori yaitu ; 1). Pelatihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang singkat namun memerlukan kerja atau usaha maksimal dan 2). Pelatihan yang relative dilakukan dengan jangka waktu yang lama tetapi memerlukan usaha yang submaksimal. Tipe kerja/pelatihan yang dilakukan dengan jangka waktu singkat dan memerlukan kerja yang maksimal dapat disebut pelatihan anaerobik. Pelatihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang lama tetapi memerlukan usaha yang submaksimal dapat disebut pelatihan aerobik. Tipe kerja pelatihan interval anaerob adalah pelatihan yang dilakukan dengan intensitas tinggi (maksimal) dalam waktu yang pendek/singkat. Tujuan pelatihan
interval
anaerobic
adalah
meningkatkan
kecepatan
dengan
penggunaan energi ATP-PC (anaerob). Prinsip pelatihan anaerob adalah dengan memberikan beban maksimal yang dikerjakan dalam waktu yang pendek dan di ulang-ulang beberapa kali. Menurut (Bompa, Tudor O., and Haff, G. Gregory, 2009:82) bahwa, zona intensitas tinggi juga sangat mengandalkan pasokan energi anaerob dan melibatkan kegiatan-kegiatan yang berlangsung antara 6-30 detik. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa interval kerja untuk pelatihan anaerob dilakukan dengan intensitas maksimal dalam waktu yang singkat berkisar antara 6-30 detik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
a. Kebutuhan Waktu Pemulihan Interval istirahat (relief interval) merupakan waktu di antara interval kerja atau set. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:281). Interval istirahat diperuntukkan sebagai pemulihan setelah melakukan interval kerja. Selama periode interval kerja pada pelatihan interval anaerob terjadi pengurasan energi ATP-PC untuk kerja otot. Selama periode istirahat atau pemulihan, maka kekurangan oksigen dan pengurasan energi di otot harus segera di kembalikan (diisi kembali). Lebih lanjut (Foss, Merle L., and Keteyian Steven J, 1998:51) mengemukakan bahwa oksigen yang di konsumsi selama pemulihan terutama digunakan untuk pemulihan tubuh ke kondisi sebelum pelatihan, termasuk pengisian kembali simpanan energi yang dikosongkan dan pengubahan asam laktat yang terakumulasi selama pelatihan. Pengisian simpanan energi yang dikuras selama kerja dan penguraian asam laktat diperlukan kerja secara aerob, sehingga diperlukan oksigen. Besar jumlah oksigen yang diperlukan selama pemulihan tergantung pada besarnya jumlah asam laktat yang berakumulasi dalam darah selama pelatihan. Pemulihan energi merupakan pengisian kembali simpanan energi yang telah dikuras atau dikosongkan selama periode interval kerja. Menurut (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993:46) ada dua sumber energi yang dihabiskan dengan tingkatan yang bervariasi selama interval kerja, yaitu :1). Phosphagen atau ATP dan PC yang disimpan dalam commit to user sel-sel otot, dan 2). Glikogen yang disimpan dalam jumlah besar baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
didalam otot maupun liver, yang berfungsi sebagai dua sumber bahan bakar yang penting pada sebagian besar aktivitas pelatihan. Selama interval kerja anaerob, cadangan energi yang dikuras adalah ATP dan PC sehingga pada pelatihan renang cepat cadangan ATP dan PC habis terkuras setelah berenang beberapa detik sejauh 25 meter dengan kecepatan maksimal. Pemulihan energi merupakan pengisian kembali ATP dan PC didalam sel otot yang telah terkuras selama interval kerja/pelatihan. Pengisian kembali energi dalam otot akan terisi melalui sistem aerob. Waktu pemulihan
yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk
melaksanakan aktivitas atau pelatihan berikutnya. Proses pemulihan ada dua macam yaitu pemulihan oksigen dan pemulihan energi. 1). Pemulihan Oksigen Pemulihan oksigen dapat diartikan sebagai jumlah bersih oksigen yang dikonsumsi selama pemulihan (rekoveri) dari olahraga, atau sebagai jumlah oksigen yang dikonsumsi selama rekoveri dengan kelebihan yang biasanya akan dikonsumsi pada saat istirahat dengan jumlah waktu yang sama. Pemulihan oksigen merupakan besarnya oksigen yang dikonsumsi saat istirahat pada kurun waktu yang sama. Selama pemulihan kebutuhan energi sangat sedikit karena exercise telah terhenti, namun demikian konsumsi oksigen terus berlanjut ke tahap yang relative tinggi dalam kurun waktu yang lamanya tergantung pada intensitas dan untuk tingkat yang lebih rendah, durasi dari pelatihan. (Fox, Edward L., Bowers, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Richard W., and Foss, Merle L, 1993:45). Pemulihan oksigen diperlukan karena selama periode pelatihan terjadi oksigen dept (hutang oksigen). Konsep tentang utang oksigen, bahwa oksigen yang dikonsumsi selama pemulihan digunakan terutama dalam mengembalikan tubuh ke kondisi sebelum pelatihan, termasuk mengisi kembali cadangan energi yang habis dan membersihkan asam laktat yang menumpuk selama pelatihan. Banyak orang yang keliru menafsirkan istilah utang oksigen tersebut dimana diartikan sebagai oksigen ekstra yang dikonsumsi selama pemulihan yang digunakan untuk menganti oksigen yang dipinjam dari suatu tempat dalam tubuh selama melakukan pelatihan. Sebenarnya, selama
pelatihan
dengan
kerja
maksimal
terjadi
pengosongan
simpanan/cadangan oksigen di dalam otot dan dalam darah vena. (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993:45) Pada hakikatnya inilah yang menyebabkan terjadinya hutang oksigen. Pada periode awal sesaat setelah pelatihan berhenti, kebutuhan oksigen sangat tinggi, kemudian menurun seiring dengan berjalanya waktu pemulihan. Kebutuhan oksigen yang tinggi selama pemulihan, bukan hanya sekedar untuk membayar atau mengganti hutang oksigen yang dilakukan selama kerja/pelatihan. Pengisisan simpanan energi yang dikuras selama kerja dan pengubahan asam laktat menjadi energi diperlukan kerja secara aerobik, sehingga membutuhkan oksigen. Besarnya jumlah oksigen yang diperlukan selama pemulihan tergantung pada besarnya jumlah asam to user laktat yang terakumulasi commit dalam darah dan otot selama pelatihan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
2). Pemulihan Energi Pemulihan energi merupakan pengisian kembali simpanan energi dalam otot yang telah dikuras dan dikosongkan selama periode pelatihan. Sumber energi yang dihabiskan itu adalah phosphagen atau ATP-PC dan glikogen. Selama periode pelatihan anaerobic, cadangan energi yang dikuras adalah ATP dan PC. Pada pelatihan renang cepat (sprint) cadangan ATP dan PC akan habis setelah beberapa detik berenang dengan kecepatan maksimal. Pemulihan energi pada pelatihan interval anaerobic merupakan pengisian kembali ATP dan PC di dalam otot yang telah habis selama periode pelatihan. Pada periode istirahat (relief interval) cadangan ATP dan PC yang telah habis akan di isi kembali melalui sistem aerobik. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:281) menyatakan selama relief interval pada kerja intermitten, satu bagian dari cadangan ATP dan PC otot yang dihabiskan selama interval kerja sebelumnya akan di isi lagi melalui sistem aerobik. Illustrasi pengisian kembali ATP dan PC pada periode relief interval adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ATP – PC Stores
62
Work
Relief
Work
Relief
Work
Time
Gambar 16. Pengosongan dan Pengisian Kembali Energi ATP dan PC pada Kerja intermitten. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:281) Menurut Robert dalam (Pyke, Frank S, 1991:45) mengemukakan bahwa substansi ATP-PC segera terbentuk kembali setelah 30 detik yaitu sebesar 50%, untuk mencapai 100% diperlukan waktu 2-3 menit. Pendapat lain oleh (Fox, Edward L, 1984:33) menyatakan bahwa ATPPC terbentuk kembali 70% setelah istirahat 30 detik, dan 100% setelah 3 menit. Secara lebih rinci (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:54) menyatakan bahwa ATP-PC terbentuk kembali setelah istirahat 30 detik sebesar ½ , selama 1 menit sebesar ¾ , selama 1 ½ menit sebesar 7/8, dan selama 3 menit sebesar 63/64. Hal senada juga dikemukakan oleh (Davis D., Kimmet T., and Auty M, 1992:79) bahwa, phosphagen terbentuk kembali setelahcommit istirahat to dengan user rincian sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Tabel 3. Pembentukan Phosphagen Selama Istirahat Setelah Pelatihan Waktu Pemulihan Kurang dari 10 detik 30 detik 60 detik 90 detik 120 detik 150 detik 180 detik
Besarnya Pembentukan Phosphagen Sangat kecil 50 % 75 % 87 % 93 % 97 % 98 %
Sumber. (Davis D., Kimmet T., and Auty M, 1992:79) Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa interval pemulihan (istirahat) dibutuhkan selama 10 detik sampai 3 menit untuk membentuk kembali energi ATP-PC dalam tubuh yang terkuras setelah melakukan interval pelatihan agar dapat beraktivitas kembali. Lamanya waktu yang dibutuhkan pada periode istirahat dalam pelatihan interval anaerob tergantung pada waktu tempuh tiap repetisi pelatihan. Lamanya waktu yang diperlukan pada periode istirahat dalam pelatihan interval anaerob renang 25 meter juga tergantung pada jenis kegiatan dan sistem energi yang digunakan selama pelatihan. Untuk lebih jelasnya berikut di uraikan mengenai waktu pemulihan yang dianjurkan, yaitu : Tabel 4. Rekomendasi Waktu Pemulihan yang Dianjurkan Setelah Pelatihan Rekomendasi Waktu pemulihan Min Max Pengisian kembali phosphagen otot (ATP-PC) 2 menit 5 menit Pengembalian hutang alactacid O2 3 menit 6 menit Pengisian myoglobin-O2 1 menit 2 menit 46 jam (setelah pelatihan 10 jam yang panjang Pengisian glikogen otot 24 jam (setelah pelatihan 5 jam terus menerus 30 menit 1 jam (exercise-pemulihan Pemindahan LA dari otot dan darah 1 jam 2 jam (rest-pemulihan Pengembalian hutang LA – O2 30 menit 1 jam Proses Pemulihan
Sumber. (Fox, Edward commit L., Bowers, to userRichard W., and Foss, Merle L, 1993:59)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa lamanya waktu pemulihan setelah kerja anaerobic alactacid dengan penggunaan sistem energi ATP-PC adalah 2 – 3 menit. Setelah istirahat 2 -3 menit, cadangan ATP-PC di dalam otot telah terisi hampir 100%, sehingga perenang siap untuk melakukan pelatihan/kerja yang berat dengan intensitas maksimal. b. Jenis Relief Interval Jenis kegiatan yang dilakukan saat interval istirahat perlu ditetapkan dan diperhatikan. Apa yang dilakukan saat istirahat berhubungan juga dengan sistem energi yang diharapkan dapat dikembangkan. (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:284) mengemukakan bahwa “jenis kegiatan saat relief interval bisa berbentuk rest relief (misal ; berjalan atau melenturkan lengan dan kaki), work relief (misal ; exercise yang ringan atau mudah seperti jalan cepat dan jogging) atau kombinasi dari rest relief dan work relief)”. Interval rest relief pelatihan interval anaerob
harus digunakan dalam program
yang dirancang untuk memodifikasi sistem
energi ATP-PC selama kerja dalam jangka pendek karena membantu mempercapat pengisian kembali ATP-PC yang disupali ke dalam otot sehingga pelatihan yang maksimal dapat diulangi lagi. Saat pelatihan untuk memperbaiki glikolisis anaerobic, interval work relief
harus digunakan
diantara interval kerja, sebab dapat mempercepat penggusuran LA di dalam otot dan darah. Jenis aktivitas kerja pada pemulihan harus bersifat aerobic, oleh karena itu aktivitasnya harus ringan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
1). Istirahat Diantara Repetisi (Take a Rest Among Repetition.) Istirahat antar repetisi merupakan waktu yang diberikan untuk pemulihan energi yang telah digunakan saat exercise (kerja), untuk dapat melakukan ulangan pelatihan (repetisi) berikutnya, namun pemulihan energi pada setiap repetisi belum sempurna, seperti pada pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 sehingga terjadi akumulasi asam laktat (LA) dalam otot dan darah. Untuk mengurai asam laktat yang terakumulasi dibutuhkan waktu istirahat yang sempurna selama 3-5 menit. Istirahat/waktu pemulihan ini diperolah saat istirahat antar set. 2). Istirahat Diantara Set Istirahat antar set merupakan waktu pemulihan atara set I (pertama) dan set ke II (dua) dan seterusnya, dimana dengan waktu pemulihan tersebut (3-5 menit) energi telah pulih mencapai 100% dan akumulasi asam lakat selama pelatihan (repetisi) telah terurai dengan sempurna melalui glikolisis aerob. c. Rasio Waktu Kerja-Istirahat Rasio antara waktu kerja dan waktu istirahat dalam pelatihan interval anaerobic ikut menentukan hasil pelatihan. Untuk meningkatkan kecepatan harus di pertimbangkan dengan cermat besarnya rasio antara waktu kerja dan waktu istirahatnya. Rasio yang keliru dapat mengubah tujuan pelatihan yang diharapkan. Pelatihan yang tujuannya untuk mengembangkan kecepatan dapat berubah menjadi daya tahan yang terbentuk jika rasio yang commit to useryang telah di uraikan sebelumnya, dirancang keliru. Dari berbagai pendapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
diperoleh kesimpulan bahwa, para ahli mengemukakan mengenai besarnya rasio antara waktu kerja dan waktu istirahat yang bervariasi. Oleh sebab itu rasio yang dapat meningkatkan kecepatan dalam kaitannya dengan sistem energi dipilih, yaitu rasio 1:3, 1:5 dan 1:7. Pemilihan rasio ini berdasarkan pada waktu kerja yang singkat dengan waktu istirahat kelipatan dari waktu kerja, hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu pemulihan energi yang cukup terhadap tubuh. Pelatihan interval anaerob untuk mengembangkan kecepatan
murni
harus
dilakukan
dengan
intensitas
maksimal.
Pelaksanaannya harus menghindari adanya pengembangan asam laktat. Keletihan harus dihindari agar intensitas maksimal dalam pelaksanaan pelatihan dapat dipertahankan, dalam hal ini diperlukan waktu pemulihan yang sempurna (Foss, Merle L., and Keteyian, Steven J, 1998:285). Berdasarkan hal tersebut, maka pelatihan interval anaerob masih dianggap cocok untuk meningkatkan kecepatan renang 50 meter dengan rasio waktu kerja – istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7. 1). Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:3. Pelatihan interval anaerob rasio 1:3 merupakan perbandingan antara 1 untuk waktu kerja dan 3 untuk waktu istirahat. Maksudnya adalah waktu kerja/pelatihan dalam menempuh jarak renangan 25 meter selama 20 detik, maka waktu istirahatnya adalah 3x20 detik = 60 detik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Pelatihan yang akan diterapkan dalam pelatihan interval anaerob ini adalah renang cepat jarak pendek 25 meter, dengan waktu kerja antara 16-20 detik. Dengan demikian waktu istirahatnya berkisar antara 48 – 60 detik. Dengan waktu istirahat/pemulihan selama 48-60 detik, energi ATP-PC perenang baru pulih sebesar ± 50–75 %. Untuk melaksanakan pelatihan pada repetisi berikutnya, maka energi yang digunakan tidak 100% ATP-PC (phosphagen), karena ATP-PC nya belum pulih seperti semula. a. Kelebihan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3 - Energi telah pulih sebesar 50 – 75 % - Waktu istirahat antar repetisi 48-60 detik - Terjadi adaptasi dalam sistem energi ATP-PC, adaptasi terhadap sistem glikolisis, dan meningkatnya kapasitas toleransi asam laktat. - Meningkatkan jumlah mitokondria pada otot skelet b. Kekurangan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3 - Energi belum pulih seperti semula (100%). - Timbulnya akumulasi LA dalam otot dan darah - Terjadi kelelahan pada otot - Waktu pemulihan belum sempurna 2). Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:5. Pelatihan interval anaerob rasio 1:5 merupakan perbandingan antara 1 to user untuk waktu kerja dancommit 5 untuk waktu istirahat. Maksudnya adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
waktu kerja/pelatihan dalam menempuh jarak renangan 25 meter selama 20 detik, maka waktu istirahatnya adalah 5x20 detik = 100 detik (1.40 menit). Pelatihan yang akan diterapkan dalam pelatihan interval anaerobic ini adalah renang cepat jarak pendek 25 meter, dengan waktu kerja antara 16-20 detik. Dengan demikian waktu istirahatnya berkisar antara 80 – 100 detik. Dengan waktu istirahat/pemulihan selama 80100 detik, energi ATP-PC perenang telah pulih sebesar ±75–87%, dengan demikian pemulihan energi sudah hampir penuh. Untuk melaksanakan kerja/pelatihan pada repetisi berikutnya, maka energi yang digunakan hampir 100% ATP-PC (phosphagen). a. Kelebihan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat 1:5 - Energi telah pulih sebesar 75-87 % - Waktu istirahat antar repetisi, 80-100 detik - Terjadi adaptasi dalam sistem energi ATP-PC, adaptasi terhadap sistem glikolisis, dan meningkatnya kapasitas toleransi asam laktat - Waktu istirahat antar repetisi, lebih lama dari rasio 1:3 b. Kekurangan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:5 - Energi belum pulih sempurna. - Timbulnya akumulasi LA dalam otot dan darah - Terjadi kelelahan pada otot - Waktu pemulihan belum sempurna
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
3). Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja – Istirahat 1:7. Pelatihan interval anaerob rasio 1:7 merupakan perbandingan antara 1 untuk waktu kerja dan 7 untuk waktu istirahat. Maksudnya adalah waktu kerja/pelatihan dalam menempuh jarak renangan 25 meter selama 20 detik, maka waktu istirahatnya adalah 7x20 detik = 140 detik. Pelatihan yang akan diterapkan dalam pelatihan interval anaerob ini adalah renang cepat jarak pendek 25 meter, dengan waktu kerja antara 16-20 detik. Dengan demikian waktu istirahatnya berkisar antara 112 – 140 detik. Dengan waktu istirahat/pemulihan selama 112-140 detik, energi ATP-PC perenang baru pulih sebesar ± 87-97 %. Untuk melaksanakan pelatihan pada repetisi berikutnya, maka energi yang digunakan belum 100% pulih, karena ATP-PC nya belum pulih seperti semula (100%). a. Kelebihan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat 1:7 - Energi telah pulih sebesar ± 87-97 %. - Waktu istirahat antar repetisi, 112-140 detik - Pelatihan yang intensitas tinggi membutuhkan pemenuhan ATP yang cukup banyak akan menyebabkan terjadinya adaptasi otot untuk memenuhi kebutuhan ATP dengan cara memperbanyak jumlah mitokondria - Terjadi adaptasi dalam sistem energi ATP-PC, adaptasi terhadap commit to user kapasitas toleransi asam laktat. sistem glikolisis, dan meningkatnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
b. Kekurangan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:7 - Energi belum pulih seperti semula (100%). - Timbulnya akumulasi LA dalam otot dan darah - Terjadi kelelahan pada otot - Waktu pemulihan belum sempurna 5. Power Otot Dinyatakan bahwa tubuh manusia berkaitan dengan aktivitas gerak berupa olahraga yang secara langsung akan menyoroti komponen kondisi fisik yang ada pada pelaku aktivitas olahraga tersebut. (Sajoto M, 1995:8) menyatakan bahwa kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponenkomponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Power otot adalah salah satu komponen fisik disamping kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelentukan, keseimbangan, koordinasi, kelincahan, ketepatan, dan kecepatan reaksi. Dari sekian banyak komponen kondisi fisik tersebut, salah satu yang menjadi pembahasaan dalam penelitian ini adalah power. (Imam Hidayat, 1999:204) menyebutkan bahwa kerja dengan waktu yang pendek atau mengerahkan kekuatan dengan kecepatan disebut power. Power (=daya) disebut juga efek usaha, dan ada yang menyebut dengan istilah daya ledak otot. Secara umum definisi power otot oleh para ahli, berdasarkan pernyataan-pernyataan yang mereka kemukakan tentang power, seperti (Bompa, Tudor O, 1983:57) mengemukakan bahwa daya ledak merupakan to user atau kemampuan menggunakan kombinasi antara kecepatan commit dan kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
kekuatan pada aktifitas yang berkecepatan tinggi. Lebih lanjud Bucher dalam (Harsono, 1988 : 199) menandaskan bahwa power seorang individu terdiri dari kecepatan dan kekuatan yang efisien, koordinasi dan keterampilan. Selanjutnya dikatakannya bahwa seorang individu yang mempunyai power adalah orang yang mempunyai; 1) Kekuatan tingkat tinggi, 2) Kecepatan yang tinggi, 3) Tingkat keterampilan yang tinggi dalam gabungan kecepatan dan kekuatan otot. Dari pernyataan tersebut kita ketahui bahwa dalam mendapatkan power yang baik harus menampilkan kekuatan dan kecepatan maksimal sehingga dalam setiap berolahraga akan menunjukkan performance yang baik pula. Lebih lanjut lagi, (Sajoto M, 1995 : 8) berpendapat bahwa : “daya ledak otot (muscular power) merupakan kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependekpendeknya”. (Harsono, 1988:176) mengatakan power adalah hasil dari kekuatan dan kecepatan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa daya ledak otot = kekuatan (force) x kecepatan (velocity). Selanjudnya definisi power yang lebih baku dikemukakan oleh (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., and Foss, Merle L, 1993:68 ) yaitu gaya (force) kali jarak (distance) dibagi unit waktu (time). Jadi power merupakan penampilan fungsi kerja otot maksimal dengan cepat persatuan waktu, yang dapat dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut : Power =
Force x Distance Time
Selanjudnya
dapat
kita
perhatikan
bahwa
pendapat-pendapat
diatas
menyebutkan dua unsur penting dalam power yaitu ; kekuatan otot dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
kecepatan otot dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan, dengan demikian (Harsono, 1988:200) menyimpulkan batasan power sebagai berikut : Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Sesuai dengan sifat dan bentuk gerak dalam olahraga, (Bompa, Tudor O, 1994:280) mengelompokkan power tersebut kedalam dua bentuk yaitu daya ledak asiklis (acyclic power )dan siklis (cyclic power). Daya ledak asiklis adalah gerakan yang kuat dan cepat yang pelaksanaannya tidak secara berulang-ulang, seperti gerakan melempar, melompat, menolak, memukul dan menendang, sedangkan daya ledak siklis merupakan gerak yang cepat dan kuat dan dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama seperti berlari, berenang, bersepeda. Dari pendapat diatas maka unsur-unsur gerakan pada penguasaan kecepatan lengan menarik dan mendorong air secepat mungkin yang memerlukan jenis daya ledak (power) siklis yang dominan, seperti dalam gerakan kayuhan lengan saat berenang, harus cepat dan kuat seperti halnya baling-baling kapal. a. Power Otot Lengan Power dalam kaitannya dengan olahraga renang gaya bebas, sangat dibutuhkan, terutama power otot lengan untuk melakukan kayuhan lengan yang cepat dan kuat membawa tubuh meluncur kedepan untuk, dengan cepat menyelesaikan renangan dalam jarak tertentu. Secara nyata, bahwa terdapat dua komponen fisik didalam power otot lengan tersebut yaitu otot lengan yang kuat dan cepat. (Harsono, 1988:199) mengatakan bahwa power commit to user lebih diperlukan dalam boleh dikatakan semua cabang olahraga, oleh karena
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
didalam power, kecuali ada strength terdapat pula kecepatan. Power terutama penting untuk cabang-cabang olahraga dimana seseorang harus mengerahkan tenaga yang eksplosif dan yang ada unsur akselerasi (percepatan) seperti dalam olahraga renang. Dari kutipan-kutipan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa daya ledak otot lengan adalah rangkaian antara kekuatan dan kecepatan maksimal dari otot lengan untuk melakukan suatu gerakan cepat yang disebut gerakan yang eksplosif. Demikian halnya dengan gerakan kayuhan lengan saat berenang, gerakan eksplosif sangat dibutuhkan dalam menambah suatu gaya untuk menarik dan mendorong tubuh meluncur kedepan di dalam air untuk menempuh jarak renangan dengan kecepatan maksimal. Untuk meningkatkan daya ledak dapat dilakukan dengan meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan dan sebaliknya meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan, meningkatkan kemampuan kekuatan dan kecepatan dilakukan simultan. (Russhal, Brent S., and Pyke, Frank S. 1990:252) Pelaksanaan pengembangan power, perlu diperhatikan adalah titik berat pelatihan yang ingin ditingkatkan. Pelatihan yang dilakukan tidak boleh hanya menekankan pada beban, akan tetapi harus pada kecepatan mengangkat, mendorong, atau menarik beban. Oleh karena harus mengangkat dengan cepat, maka dengan sendirinya berat bebannya tidak seberat untuk pelatihan kekuatan. Akan tetapi tidak boleh juga terlalu ringan sehingga otot tidak merasakan rangsangan beban. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Dasar untuk mengembangkan daya ledak (power) secara sederhana ada tiga rancangan, yaitu: 1. Menambah kekuatan dengan menjaga jarak dan waktu konstan. 2. Menambah jarak tindakan kekuatan dengan menjaga kekuatan dan waktu konstan. 3. Mengurangi waktu (kecepatan gerak), dengan menjaga kekuatan dan jarak konstan. (Russhal, Brent S., and Pyke, Frank S. 1990:255), mengatakan bahwa daya ledak otot yang paling besar pada angkatan kecepatan dengan daya gerak kira-kira 30%-40% dari daya gerak maksimal. Untuk lebih jelasnya hubungan antara daya ledak otot, kekuatan dan kecepatan adalah jika pelatihan dititik beratkan pada kekuatan dan kecepatan maka pelatihan kekuatan harus dilakukan secara berulang melawan tahanan, sedangkan pelatihan kecepatan harus dilakukan secara cepat dan berulang. Harus kita sadari juga bahwa jarang sekali suatu aktivitas atau gerakan didominasi oleh satu komponen atau unsur fisik saja. Suatu aktivitas sering merupakan hasil dari kombinasi dari beberapa unsur fisik, untuk menghasilkan unsur fisik yang lebih baik untuk mendukung penampilan yang lebih sempurna dalam aktivitas fisik/olahraga yang dilakukan. Oleh karena power merupakan hasil kali antara kekuatan dan kecepatan, karena itu untuk memperoleh power, kekuatan harus ditingkatkan menjadi kekuatan maksimal demikian juga kecepatan harus ditingkatkan menjadi kecepatan maksimal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Kekuatan
Kecepatan
Daya tahan
Daya tahan otot
D. tahan kecepatan
Kelentukan
Koordinasi
Kelincahan n
Mobilitas
Power
Kekuatan maksimal
D. tahan anaerob
D. tahan aerob
Kecepatan maksimal
Koordinasi sempurna
Ruang gerak seluasluasnya
Gambar 17. Illustrasi Interdependensi Antara Kemampuan Gerak (Bompa, Tudor O, 1994:260)
Berdasarkan
illustrasi
tersebut
dapat
dikemukakan
bahwa
dalam
meningkatkan kecepatan renang dalam menenpuh jarak tertentu maka, komponen-komponen kemampuan biomotor harus ditingkatkan seperti kekuatan, akan tetapi apakah dengan kekuatan saja sudah cukup untuk meningkatkan kecepatan renang gaya bebas, jawabanya tentu saja tidak, oleh karena orang yang mempunyai kekuatan saja atau yang kuat ototnya, belum dengan sendirinya akan bisa berprestasi tinggi apabila tidak pula memiliki otot-otot yang cepat. Untuk meningkatkan kecepatan rengan gaya bebas perenang tidak cukup sekedar hanya mengembangkan kekuatan ototnya saja, akan tetapi kekuatan harus ditingkatkan menjadi kekuatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
maksimal, demikian juga dengan kecepatan otot tidak dapat dengan sendirinya dapat meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas, namun harus didukung oleh kekuatan. Oleh karena adanya pegembangan kekuatan dan kecepatan maka diperoleh kemampuan biomotor lain yang disebut power otot lengan b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Power Otot Lengan Power adalah kualitas yang memungkinkan otot atau sekelompok otot yang menghasilkan kerja fisik secara eksplosif. Penentu power adalah intensitas kontraksi otot. Intensitas kontraksi yang tinggi merupakan kecepatan pengerutan otot setelah mendapat rangsang dari syaraf. Intensitas kontraksi ini bergantung kepada rekruitmen sebanyak mungkin ”motor unit” serta volume otot. Kecuali itu, produksi kerja otot secara eksplosif menambah suatu unsur yang baru, yakni terciptanya hubungan antara otot dengan sistem saraf. Ada dua unsur penting power yaitu 1) Kekuatan otot untuk menggerakkan tenaga maksimal. 2) Kecepatan otot dalam menggerakkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan. Power (tenaga ledak otot) dipengaruhi oleh kekuatan otot dan kecepatan, baik kecepatan rangsang syaraf maupun kontraksi otot. Atas dasar tersebut tampaknya komponen kekuatan dan kecepatan tetap merupakan dasar untuk pembentukan power. Unsur-unsur lain yang mempengaruhi power lengan adalah, kecepatan rangsang saraf, kecepatan kontraksi otot, waktu, produksi energi secara user biokimia dan pertimbangan commit mekaniktogerak.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
c. Peranan Power Otot Lengan Terhadap Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas. Dari waktu kewaktu terjadi eksplorasi dalam usaha meningkatkan efisiensi dan efektifitas pada teknik renang untuk menghasilkan kecepatan renang yang maksimal, dengan jalan ; 1) Menghasilkan gaya profulsif (profulsive force = gaya yang menghasilkan gerak laju kedepan) yang sebesar-besarnya, 2) Mengurangi gaya resistan (suatu hambatan gerak atau drag) menjadi seminimal mungkin. Untuk menghasilkan gaya profulsif yang sebesar-besarnya pada renang gaya bebas pendekatan teorinya berdasarkan prinsip Bernouille yang penerapannya digunakan pada sayap pesawat terbang dan pada baling-baling pesawat dan kapal laut (Imam Hidayat, 1999:145). Kayuhan lengan seperti pada mekanisme baling-baling kapal, telapak tangan tidak lagi bergerak seperti mendayung atau menepis, tetapi gerakannya menyisir (sweeping)
Gambar 18. Gerakan Tangan Menyisir (Imam Hidayat, 1999:148) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Dengan menyisir, mekanisme gerak disini memanfaatkan daya angkat seperti pada sayap pesawat terbang atau baling-baling pada kapal laut. Agar dapat menyisir air keberbagai arah, maka tangan bergerak melengkung. Untuk memanfaatkan daya angkat sebesar-besarnya, gerakannya dapat dianalogikan dengan gerakan baling-baling.
Gambar 19. Gerakan Tangan Menyisir Dianalogikan Dengan Gerakan Balingbaling. (Imam Hidayat, 1999:148)
Seperti kita ketahui bahwa pada kapal laut ada mesin (engine) yang mengasilkan energi untuk menggerakkan baling-baling. Semakin besar energi yang dihasilkan prekuensi gerak baling-baling semakin tinggi sehingga kapal bergerak maju, semakin tinggi frekuensinya semakin cepat lajunya. Berbicara mengenai peranan power otot lengan terhadap kecepatan renang 50 meter gaya bebas, tidak jauh berbeda dengan fungsi mesin pada kapal laut. Power otot lengan dengan sumber energi phospagen (ATP-PC) berperan utama dalam menentukan tinggi rendahnya prekuensi kayuhan lengan. Untuk memperbesar kecepatan renangan, lebih baik memperbesar frekuensi kayuhan dari pada memperbesar panjang kayuhan. Pada olahraga commit user aquatik, gaya propulsive (gaya yangtomenghasilkan gerak laju kedepan) lebih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
dominan diperoleh dari gerakan kayuhan lengan daripada tungkai, oleh karena itu proporsi tubuh dengan brachial-index (berkenaan dengan lengan) yang besar lebih dianjurkan, (Imam Hidayat, 1999:149). Berdasarkan uraian dan pendapat diatas, dapat dikemukakan bahwa peranan power otot lengan adalah untuk memperbesar prekwensi kayuhan lengan untuk membawa tubuh melaju kedepan dengan cepat.
B. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Suratmin tahun 2001 dengan judul : Pengaruh Pelatihan Interval Anaerob terhadap kecepatan renang 100 meter Gaya Front crawl pada perenang intermediate. Jenis penelitian ini adalah ekperimen lapangan, dengan rancangan teknik randomized groups pretest – posttest design. Sampel penelitian sebanyak 18 perenang laki-laki berumur 11-15 tahun yang dibagi dalam 3 kelompok eksperimen (a = 6 perenang), yaitu ; Kelompok 1. Dengan metode pelatihan renang jarak 25 meter meliputi interval kerja (sistem energi ATP-PC) diselingi interval istirahat (rest relief interval). Kelompok 2. Dengan metode pelatihan renang 50 meter meliputi interval kerja (sistem energi ATP-PC-LA) diselingi interval istirahat (work relief interval) dan Kelompok 3. Dengan metode pelatihan renang kombinasi jarak 25-50 meter meliputi interval kerja (kombinasi sistem energi ATP-PC dan ATP-PC-LA) diselingi interval istirahat (kombinasi rest relief interval dan work relief interval). Pelatihan dilakukan tiga kali perminggu selama dua bulan. Data kecepatan renang sebelum dan sesudah eksperimen dianalisa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
dengan menggunakan analisis varians satu jalur pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa : 1). Ada perbedaan pengaruh pelatihan interval anaerob terhadap kecepatan renang 100 meter gaya front crawl pada perenang intermediate. 2). Pelatihan interval anaerob kombinasi jarak 25-50 meter lebih baik dibanding pelatihan interval anaerob jarak 25 meter dan jarak 50 meter terhadap kecepatan renang 100 meter gaya front crawl pada perenang intermediate. Penelitian eksperimen lain yang dilakukan oleh Heri Pendianto tahun 2009, juga menunjukkan tentang pengaruh pelatihan interval anaerob dan power otot lengan terhadap kecepatan renang 100 meter gaya front crawl. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 1). Pengaruh pelatihan interval anaerob jarak tempuh 25 meter lebih baik dari pada pelatihan interval anaerob jarak tempuh 50 meter. 2). Pengaruh pelatihan interval anaerob jarak tempuh 25 meter lebih baik dari pada pelatihan interval anaerob kombinasi jarak tempuh 25-50 meter. 3) Pengaruh pelatihan interval anaerob jarak tempuh 50 meter lebih baik dari pada pelatihan interval anaerob kombinasi jarak tempuh 25-50 meter. 4). Hasil kecepatan renang 100 meter gaya front crawl pada perenang yang memiliki power lengan tinggi lebih baik dari pada perenang yang power lengan rendah. 5). Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara pelatihan interval anaerob dan power lengan terhadap kecepatan renang 100 meter gaya front crawl. Hasil penelitian oleh Teguh Wiyono tahun 2004 yang meneliti tentang kebutuhan waktu pemulihan pelatihan interval anaerob pada kecepatan lari 100 commit user : istirahat, yaitu 1:5, 1:7, 1:10 dan meter yang didasarkan atas berbagai rastiotokerja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
1:12. Jenis penelitiannya adalah eksperimen dengan rancangan randomized group pretest-posttest design, dengan sampel sebanyak 48 orang yang dibagi dalam 4 kelompok eksperimen. Pelatihan dilakukan tiga kali seminggu selama dua bulan. Waktu kecepatan lari 100 meter sebelum dan sesudah perlakuan dianalisa dengan anava satu jalur pada taraf signifikansi 5 % dan diperoleh hasil bahwa : 1). Ada perbedaan pengaruh pelatihan interval anaerob atas dasar kebutuhan waktu pemulihan dengan rasio kerja:istirahat 1:5, 1:7, 1:10 dan 1:12 terhadap kecepatan lari 100 meter. 2). Pelatihan interval anaerob atas dasar kebutuhan waktu pemulihan dengan rasio kerja:istirahat 1:10 lebih baik dibandingkan dengan rasio 1:5, 1:7, dan 1:12 terhadap kecepatan lari 100 meter.
C. Kerangka Berpikir. Berdasarkan kajian teoritis yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan kerangka berpikir sebagai berikut : 1. Perbedaan pengaruh pelatihan interval anaerob antara rasio waktu kerja istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Pelatihan interval jarak 25 meter gaya bebas merupakan aktivitas yang intermittent yang terbagi atas waktu kerja dan waktu istirahat, dengan waktu kerja antara 16-20 detik, dengan berdasarkan pada rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 waktu istirahatnya berkisar antara 48 – 140 detik, dengan waktu istirahat yang begitu singkat sehingga pemulihan energi ATP mencapai +- 50-97 %, dan harus melakukan commit ulangan to user kerja dengan intensitas tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Dalam hal ini awalnya tubuh akan mengalami shock, fatique, atau penurunan kemampuan kondisi fisik, tetapi setelah diberikan treatment yang sesuai dengan beban pelatihan yang diberikan, tubuh akan mengalami adaptasi yang lebih baik secara fisik maupun fisiologis. Dengan adanya tekanan (stressor) ini, tubuh akan dipacu untuk menghasilkan energi (ATP) lebih cepat melalui sistem glokolisis anaerob ATP-PC. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara memperbanyak jumlah mitokondria dalam otot. Dengan demikian kebutuhan energi akan aktivitas pelatihan interval anaerob akan cepat terpenuhi dan hal ini akan memberi pengaruh terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Perbedaan rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7, dengan waktu istirahat berbeda, tentunya adaptasi fisik maupun fisiologisnya akan berbeda, hal ini dapat diperhatikan berkenaan dengan kesiapan perenang dalam melakukan aktivitas serta kecepatan renangnya pada setiap hari-hari pelatihan. Karena sistem energi yang dikembangkan sama (ATP-PC), jarak tempuh renangan dalam pelatihan sama, namun lamanya waktu istirahat guna pemulihan energi ATP serta adaptasi secara fisik maupun fisiologis yang berbeda, maka dapat diduga bahwa antara rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. 2. Perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. Salah satu komponen kondisi fisik yang sangat dibutuhkan dalam commit to user berbagai aktivitas olahraga adalah power. Power ini merupakan gabungan dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
kekuatan dan kecepatan, jadi olahraga yang membutuhkan kekuatan dan kecepatan maksimal harus memiliki power yang baik. Demikian halnya dengan cabang olahraga renang, dimana perenang harus memiliki komponen kondisi fisik power, terutama power otot lengan pada saat melakukan kayuhan dengan kuat dan cepat, untuk membawa tubuh melucur kedepan. Power otot lengan tentunya sudah dimiliki oleh perenang setingkat mahasiswa, namun power otot lengan yang dimiliki oleh perenang tersebut tidak semuanya sama, ada yang baik dan ada pula yang kurang. Baik-kurangnya power otot lengan yang dimiliki perenang dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor-faktor itu dapat berupa jenis kegiatan atau aktivitas fisik yang mereka lakukan sehari-hari. Keterkaitan power otot lengan dengan kecepatan renang 50 meter, tentu dapat diduga bahwa terdapat perbedaan antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan power otot lengan kurang. Namun bila dikaitkan kembali dengan pelatihan interval yang bersifat “intermittent”, akan terlihat dengan jelas letak perbedaannya. Perenang yang memiliki power otot baik membutuhkan waktu kerja yang relatif pendek tentu waktu pemulihannya juga pendek (kelipatan dari waktu kerja), misalnya : rasio waktu kerja-istirahat 1:3, bagi perenang yang memiliki power otot tinggi, waktu kerja 15 detik, maka waktu istirahatnya 45 detik. Sedangkan bagi perenang yang memiliki power otot lengan kurang, waktu kerja 20 detik, maka waktu istirahatnya 60 detik, jadi bila dikaitkan kembali dengan sistem energi dalam pembentukan kembali ATP, maka yang waktu pemulihannya lebih lama (60 detik) lebih banyak ATP commit to user yang telah tergantikan, tentu akan lebih siap melakukan pelatihan (repetition)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
yang berikutnya. Maka dapat diduga bahwa antara power otot baik dan kurang akan memberikan perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. 3. Pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Kecepatan renang 50 meter gaya bebas merupakan kemampuan seorang perenang melakukan gerakan menarik dan mendorong air dengan kuat dan cepat, membawa tubuh meluncur kedepan untuk menyelesaikan jarak renangan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Hasil perhitungan kecepatan renang dimulai dari start (bunyi aba-aba/pluit) sampai finish (menyentuh dinding). Untuk mengembangkan dan meningkatkan kecepatan dalam menyelesaikan jarak renangan harus dilakukan pelatihan yang terencana berupa bentuk pelatihan interval anaerob dengan mengembangkan sistem energi predominan ATP-PC yang menekankan pada rasio waktu kerja-istirahat. Kecermatan dan ketepatan dalam menentukan rasio waktu kerja – istirahat pada pelatihan interval anaerob merupakan faktor yang sangat penting dalam mengembangkan dan meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Ditinjau dari peranan power otot lengan yang merupakan perpaduan antara kekuatan dan kecepatan, maka otot lengan memiliki ciri yang mampu melakukan gerakan yang eksplosif. Gerakan eksplosif lengan juga menggunakan sistem energi ATP-PC yang sangat mendukung kecepatan lengan melakukan kayuhan seperti baling-baling kapal untuk commit to kedepan. user membawa tubuh meluncur dengan cepat Hal ini melahirkan pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
bahwa dalam meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas, selain daripada penerapan bentuk pelatihan interval anaerob yang intermittent juga harus didukung oleh power otot lengan yang baik. Dengan demikian antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 dengan power otot lengan terdapat interaksi dan memiliki peran meningkatkan kecepatan renang, namun seberapa besar pengaruh interaksi tersebut belum dapat ditentukan, oleh sebab itu hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan jawaban.
D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, dapat di kemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. 2. Ada perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. 3. Ada pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kolam Renang SCC Unimed Medan. Penetapan lokasi sebagai tempat penelitian karena sampel penelitian adalah mahasiswa Fik Unimed, sarana dan prasarana cukup memadai, serta aktivitas dan kegiatan mahasiswa rutin berada di area kampus Unimed. 2. Waktu penelitian : - Pengambilan data awal (pre test) dilaksanakan tanggal 10 Februari 2011 - Pelaksanaan eksperimen (treatment) dilaksanakan mulai tanggal 14 Februari sampai dengan 8 April 2011. Eksperimen (treatment) dilakukan selama 8 minggu. (Fox, Edward L., Bowers, Richard W., dan
Foss, Merle L,
1993:346) mengatakan, pelatihan interval yang frekwensinya antara 2 - 5 hari per minggu, dengan jangka waktu antara 7 – 13 minggu. - Pengambilan data akhir (post test) dilasanakan pada tanggal 11 April 2011.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Metode ini bersifat validation (menguji) yaitu menguji pengaruh satu atau lebih variabel terhadap variabel lain. Variabel yang memberi pengaruh dikelompokkan sebagai variabel bebas (independent variables) dan variabel yang dipengaruhi commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
dikelompokkan sebagai variabel terikat (dependent variables). (Nana Syaodih S, 2006:57). Tujuan eksperimen, membandingkan dua atau tiga perlakuan yang berbeda kepada subjek penelitian, dengan menggunakan rancangan penelitian. (Isaac, Stephen., and Michael, William B, 1984:78) mengungkapkan, desain 2x3 – dua variabel independen : satu variabel dalam dua level : variabel yang lain dalam tiga level. Dalam penelitian ini di susun suatu rancangan penelitian 3x2, dimana satu periabel dalam tiga level sedangkan variabel yang lain dalam dua level. Tabel 5. Rancangan Penelitian (factorial design) 3x2 Indevenden Atributif Manipulatif
Power Otot Lengan (B)
Rasio Waktu Kerja- Istirahat (A)
Baik (b1)
Kurang (b2)
Rasio 1:3 (a1)
a1.b1
a1b2.
Rasio 1:5 (a2)
a2.b1
a2.b2
Rasio 1:7 (a3)
a3.b1
a3.b2
Uraian/keterangan a1b1 Kelompok perenang pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat 1 : 3 yang memiliki power otot lengan baik. a2b1. Kelompok perenang pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat 1 : 5 yang memiliki power otot lengan baik. a3b1. Kelompok perenang pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat 1 : 7 yang memiliki power otot lengan baik. a1b2. Kelompok perenang pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat 1 : 3 yang memiliki power otot lengan kurang. a2b2. Kelompok perenang pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja–istirahat 1 : 5 yang memiliki power otot lengan kurang. a3b2. Kelompok perenang pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat to user 1 : 7 yang memiliki powercommit otot lengan kurang.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
C. Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas (independent) dan satu variabel terikat (dependent), dengan rincian sebagai berikut : 1 Variabel bebas (independent) a. Variabel independent manipulatif terdiri dari pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3,1:5 dan 1:7 b. Variabel independent atributif terdiri dari power otot lengan baik dan kurang 2. Variabel terikat (dependent) : Variabel dependent dalam penelitian ini adalah peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas
D. Definisi Operasional Varibel Definisi operasional masing-masiag variabel bertujuan untuk memberikan penafsiran yang sama, agar tidak menimbulkan perbedaan, maka perlu di jelaskan definisi dari variabel-variabel penelitian tersebut, yaitu : 1. Pelatihan interval anaerob. Pelatihan interval anaerob adalah pelatihan yang dilakuakn dengan aktivitas kerja maksimal dengan jarak tempuh 25 meter dengan sistem energi anaerob yang diselingi dengan waktu istirahat. 2. Rasio waktu kerja–istirahat adalah perbandingan antara waktu kerja dan waktu istirahat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
3. Power otot lengan. Power otot lengan adalah gerakan eksplosif otot lengan yang berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot lengan dengan durasi waktu yang pendek. Dalam penelitian ini power otot lengan juga merupakan variabel yang melekat pada sampel dan menjadi sifat dari sampel tersebut yang dibedakan atas power otot lengan baik dan power otot lengan kurang. 4. Kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Kecepatan
renang
dalam
penelitian
ini
adalah
kemampuan
dalam
menyelesaikan jarak tempuh 50 meter renang gaya bebas dengan waktu yang singkat. Kecepatan renang ditentukan dari start, saat aba-aba “ya” atau bunyi peluit sampai menyentuh finish (dinding kolam). Alat untuk mengukur kecepatan renang adalah stop watch dengan satuan detik dengan tingkat ketelitian 0,01 detik. Pengambilan waktu yang dicatat sebagai hasil kemampuan renang 50 meter gaya bebas adalah kecepatan maksimal dari masing-masing perenang, yang selanjutnya disebut sebagai data penelitian yang kemudian dapat diolah dengan menggunakan rumus-rumus statistik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
E. Populasi Dan Sampel
1. Populasi Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifatsifatnya. (Sudjana, 2002:6). Berdasarkan pendapat tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa putra Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fik Unimed berjumlah 64 orang. 2. Sampel Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposif sampling. Menurut (Sudjana, 2002:168), sampling purposive dikenal juga dengan sampling pertimbangan, terjadi apabila pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti. Lebih lanjut (Nana Syaodih S, 2006:254) mengatakan bahwa purposif sampling merupakan pengambilan sampel berdasarkan tujuan atau disesuaikan dengan tujuan penelitian. Berdasarkan teknik penentuan sampel tersebut, maka sampel harus memenuhi kriteria yang ditentukan sebagai berikut : a. Sehat jasmani dan rohani b. Jenis kelamin laki-laki c. Menguasai teknik renang gaya bebas dan mampu berenang jarak 50 m d. Bersedia
menjadi
sampel
dan
mengikuti
disusun/ditentukan. commit to user
pelatihan
yang
akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 36 orang. Dari sejumlah sampel yang telah ditentukan, dilakukan tes dan pengukuran menarik lengan keatas (Vertical Arm Pull Test) untuk merangking kemampuan power otot lengan. Hasil dari rangking kemudian di bagi dua, sehingga urutan 1–18 menjadi sampel yang memiliki power otot lengan tinggi (18 orang), urutan 19 – 36 menjadi sampel yang memiliki power otot lengan rendah (18 orang). Dari setiap 18 atlet yang terpilih dalam setiap taraf, kemudian dibelah tiga dengan teknik random untuk menetapkan kedalam tiga (3) kelompok, yaitu rasio waktu kerja-istirahat pelatihan interval anaerob 1:3, rasio waktu kerja – istirahat pelatihan interval anaerob 1:5 dan rasio waktu kerja – istirahat pelatihan interval anaerob 1:7, sehingga terbentuk enam (6) kelompok yang jumlahnya sama, dengan ilustrasi sebagai berikut :
18 orang sampel dengan power otot lengan baik
Pelatihan interval anaerob rasio 1:3 6 orang sampel
Pelatihan interval anaerob rasio 1:3. 6 orang sampel
Pelatihan interval anaerob rasio 1:5 6 orang sampel
Pelatihan interval anaerob rasio 1:5 6 orang sampel
Pelatihan interval anaerob rasio 1:7 6 orang sampel
Pelatihan interval anaerob rasio 1:7 6 orang sampel
18 orang sampel dengan power otot lengan kurang
Gambar 20. Illustrasi Pembagian Kelompok Sampel Penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, dengan tes dan pengukuran variabel-variabel penelitian yang meliputi : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
1. Data power otot lengan Power otot lengan diperoleh melalui tes dan pengukuran dengan menggunakan tes menarik lengan keatas (Vertical Arm Pull Test). (Johnson, Barry L., and Nelson, Jack K, 1970 :87), dengan uraian sebagai berikut: Tes Menarik Lengan Ke Atas (Vertical arm pull test (work) Tujuan : Untuk mengukur power lengan dan bahu dalam menarik tali keatas Umur
: 14 tahun sampai tingkat mahasiswa.
Jenis kelamin : Hanya untuk anak laki-laki. Reliabilitas
: 0,94
Validitas
: 0,76
Objectivitas : 0,99 Peralatan
:
Sebuah tali yang tidak licin untuk memanjat, penanda batas pada tali, sebuah alat pengukur (meteran), bangku dan timbangan. Testee menggunakan celana pendek, baju kaos dan tidak pakai sepatu. Pelaksanaan : a. Timbang dan catat berat badan, kemudian testee duduk di kursi atau bangku setinggi minimal 15 inc (38 cm) dari lantai dan tali digenggam tanpa mengangkat pantat dari kursi. b. Kedua tangan menggenggam tali setinggi mungkin, satu tangan bebas berada sedikit di atas tangan yang lain. c. Tester memberikan tanda pada tali, sedikit di atas tangan teratas. Kemudin Testee menarik (kaki tidak boleh menyentuh lantai) dan menjangkau tali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
keatas sejauh mungkin sampai tidak sanggup lagi dan tester memberikan tanda pada tali di atas tangan yang teratas. d. Testee diberikan kesempatan masing-masing melakukan 3 (tiga) kali percobaan, jika kaki menyentuh lantai (menolak) saat menarik, maka tes diulang. e. Dalam percobaan ke tiga katakan“ ini adalah tarikan terakhir. Coba untuk menarik lebih baik” Penilaian : Jarak raihan antara tanda pertama dan kedua diukur,dicatat sampai dengan 0,5 cm terdekat. Menggunakan nilai tarikan yang terbaik (jarak antara dua tanda), diantara ketiga percobaan. Mengkalkulasi/menghitungnya sebagai berikut :
Jarak tarikan x Berat badan = m/kgbb 12
Petunjuk tambahan : 1. Tester segera memberi tanda ketika tangan testee menggenggam tali sebelum dan sesudah melakukan tarikan. 2. Testee diberi tahu agar merpegangan pada tali sekuat mungkin saat menarik. 3. Testee boleh mengaitkan kakinya pada tali hanya setelah mencapai raihan teratas. 4. Tali manggantung secara langsung mengarah ke bawah menyentuh tepi kursi di antara kaki testee. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Gambar 21. Vertical Arm Pull Test
2. Data kecepatan renang 50 meter gaya bebas (swimming skill test). Pengumpulan data kecepatan renang 50 meter gaya bebas, merujuk pada petunjuk tes renang (Verducci, Frank M, 1980 :347). 3. Uji reliabilitas tes power otot lengan dan kecepatan renang Uji reliabilitas pada tes bertujuan untuk mengetahui tingkat keajengan hasil tes yang dilakukan. Hasil tes yang akan di uji reliabilitasnya adalah data hasil tes power otot lengan dan data hasil tes awal (pre test) dan tes akhir (post test) kecepatan renang 50 meter.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Hasil uji reliabilitas data kemudian dikategorikan, dengan menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Strand & Wilson dalam (Mulyono B, 2010 : 49), yaitu : Tabel 6. Standard untuk Menginterpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Koefisien
Reliabilita
.95 - .99 .90 - .94 .80 - .89 .70 - .79 .60 - .69
Excellent Very good Acceptable Poor Questionable Sumber. (Mulyono B, 2010 : 49)
Hasil uji reliabilitas data tes power otot lengan dan kecepatan renang 50 meter gaya bebas yang telah dilakukan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut ; Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Variabel Power otot lengan Kecepatan renang 50 meter gaya bebas
Tes awal Tes akhir
Reliabilita 0,86 0,93 0,97
Ketegori Acceptable Very good Excellent
G. Teknik Analisis Data Analisis normalitas distribusi populasi yang digunakan adalah Analisis Varian (ANAVA) dengan design factorial 3 x 2. Prosedur uji hipotesis itu disebut analisis variansi, disingkat Anava (Analisis Variansi) atau Anova (Analysis of Variance). Disebut analisis variansi, karena prosedur ini dilihat variasi-variasi yang muncul karena adanya beberapa perlakuan (treatment) untuk menyimpulkan ada atau tidaknya perbedaan rerata pada k populasi tersebut. (Budiyono, 2009:183).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Jika dikaitkan dengan rancangan eksperimen, prosedur uji ini bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan efek beberapa perlakuan terhadap variabel terikat. 1. Uji Prasyarat Analisis Variansi Untuk memenuhi persyaratan dalam anava, terlebih dulu diadakan uji prasyarat analisis variansi dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas variansi populasi. a. Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah sampel dalam penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dilakukan dengan uji normalitas. Uji normalirtas yang digunakan dikenal dengan nama uji Lilliefors, (Sudjana, 2002 : 466) dengan langkah-langkab sebagai berikut : - mencari rara-rata hitung dengan rumus, X =
åx n
(
å xi - x - mencari simpangan baku dengan rumus, s = n -1 2
)
2
- mencari harga bilangan baku sampel dengan rumus, z i =
xi - x s
- mencari harga F(zi) dengan berdasarkan tabel daftar distribusi normal baku. - mencari harga S(zi) dengan densitas secara kumulatif pada Fi/n yaitu menjumlahkan baris yang ke- i dengan baris sebelumnya. - mencari selisih F(zi) dengan S(zi) dengan mengurangkannya, kemudian tentukan harga mutlaknya.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
- ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak, selisih tersebut yang kemudian disebut harga Lo. - menentukan kesimpulan dengan membandingkan harga Lo dan L dari tabel Lilliefors pada taraf nyata a = 0,05. Tolak Ho bahwa populasi berdistribusi normal, jika Lo dari data pengamatan melebihi L dari daftar. b. Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi pada tiap-tiap kelompok homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan
Uji
Bartlett, (Sudjana. 2002 : 261) dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom–kolom kelompok sampel : dk (n-1), 1/dk, Si2, log Si2 dan (dk) log Si2. 2) Menghitung varians gabungan dari semua sampel. Dengan rumus : S2 =
( S (n
- 1) S i2 S (ni - 1) i
)
3) Menentukan harga satuan B dengan rumus : B = ( Log S i2 ). S ( n i - 1)
4) Ternyata untuk uji Bartlett digunakan statistik chi-kuadrat , dengan rumusnya : χ2 = (ln 10) {B - ∑( dk) log Si2 } dengan (Ln 10) = 2,3026 Hasilnya (χ 2
hitung
) kemudian dibandingkan dengan (χ 2 tabel ), pada taraf
signifikansi a = 0,05 dan dk (k-1). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
5) Dengan taraf nyata a, kita tolak Ho jika χ 2 hitung ≥ χ 2
tabel.
Artinya
varians sampel bersifat tidak homogen. Sebaliknya apabila χ 2 hitung < χ 2 tabel,
maka Ho diterima. Artinya varians sampel bersifat homogen.
2. Uji Hipotesis Secara Statistik Tiga pasang hipotesis yang diuji dengan analisis variansi dua jalan, yaitu ; 1. HoA : αi = 0 untuk setiap i = 1,2,3........,p HiA : paling sedikit ada satu αi yang tidak nol 2. HoB : βi = 0 untuk setiap i = 1,2,........,q HiB : paling sedikit ada satu βi yang tidak nol 3. HoAB : (αβ)ij = 0 untuk setiap i = 1,2,3.....,p dan j = 1,2,.......,q HiAB : paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak nol Ketiga pasang hipotesis tersebut ekuivalen dengan tiga pasang hipotesis berikut 1. HoA : tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat; HiA : ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat 2. HoB : tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat; HiB : ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat 3. HoAB : tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat; HiAB : ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat 3. Statistik Uji Hipotesis a. Statistik uji analisis variansi dua jalan dengan sel sama ialah : 1. Untuk H0A adalah Fa =
RKA yang merupakan nilai dari variabel random RKG
yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p – 1 dan N-pq; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
2. Untuk H0B adalah Fb =
RKB yang merupakan nilai dari variabel random RKG
yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q – 1 dan N-pq; 3. Untuk H0AB adalah Fab=
RKAB yang merupakan nilai dari variabel RKG
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p-1)(q-1) dan Npq. b. Daerah Kritis Untuk masing-masing nilai F di atas, daerah kritisnya adalah: 1. Daerah keritis untuk Fa adalah DK = {F | F > Fα;p-1,N-pq} 2. Daerah keritis untuk Fb adalah DK = {F | F > Fα;q-1,N-pq} 3. Daerah keritis untuk Fab adalah DK = {F | F > Fα;(p-1)(q-1),N-pq} 4. Rangkuman Analisis Hasil-hasil kumputasi disajikan dalam tabel rangkuman analisis variansi dengan format sebagai berikut : Tabel 8. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sumber variasi Baris (A) Kolom (B) Interaksi (AB) Galat Total
JK JKA JKB JKAB JKG JKT
dk p-1 q-1 (p-1)(q-1) N – pq N–1
RK RKA RKB RKAB RKG -
Fobs Fa Fb Fab -
Fα F* F* F* -
p < α atau > α < α atau > α < α atau > α -
Keterangan : p adalah probabilitas amatan; F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel. Sumber. (Budiyono, 2009:215).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
5. Uji Schefee’ Pasca Anava Dua Jalan Dari kesimpulan penelitian dilanjutkan dengan uji lanjut pasca anava berdasarkan rumus-rumus scheffe’. (Budiyono, 2009 : 215-217) Anava dua jalan terdapat empat macam komparasi ganda, yaitu ; a. Komparasi rerata antar baris, yaitu : Uji scheffe untuk komparasi rerata antar baris adalah ;
(X - X )
2
Fi - j =
i
j
æ1 1ö RKG ç + ÷ çn n ÷ j ø è i
Dengan : Fi.-j. = Nilai Fobs pada pembandingan baris ke- i dan baris ke- j
X i = Rerata bada baris ke- i X j = Rerata bada baris ke- j
RKG = Rerata kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan anava. ni = ukuran sampel ke- i nj = ukuran sampel ke- j Daerah kritis untuk uji ini adalah ; DK = {F | F > (p – 1) Fα; p-1,N-pq} b. Komparasi rerata antar kolom, yaitu : Komparasi ganda ini perlu dilakukan untuk melihat manakah yang secara signifikan mempunyai rerata yang berbeda. Uji scheffe untuk komparasi rerata antar kolom adalah ;
(X - X )
2
F.i-.j =
i
j
æ1 1ö RKG ç + ÷ çn n ÷ j ø è i
commit to user Dengan daerah kritis untuk uji ini adalah ; DK = {F | F > (q – 1) Fα; q-1,N-pq}
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Makna dari lambang-lambang komparasi ganda rerata antar kolom mirip dengan makna lambang-lambang komparasi ganda rerata antar baris; hanya dengan mengganti baris menjadi kolom. c. Komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama Uji scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama adalah ; Fij - kj
( X ij - X kj ) 2 = æ 1 1 RKG ç + çn è ij n kj
ö ÷ ÷ ø
Dengan; Fij-kj = nilai Fobs pada pembandingan rerata pada sel ij dan rerata pada sel kj X ij = rerata pada sel ij X kj = rerata pada sel kj
RKG = Rerata kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan anava. nij = ukuran sampel ke- ij nkj = ukuran sampel ke- kj Daerah kritis untuk uji ini adalah ; DK = {F | F > (pq – 1) Fα; pq–1 ,N-pq} d. Komparasi rerata antar sel pada baris yang sama Uji scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada baris yang sama adalah ; Fij - ik =
( X ij - X ik ) 2 æ 1 1 RKG ç + çn è ij n ik
ö ÷ ÷ ø
Dengan daerah kritis untuk uji ini adalah; DK = {F | F > (pq–1) Fα; pq–1 ,N-pq}
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
6. Profil Interaksi Ada atau tidaknya interaksi dapat diduga dari grafik profil variabel-variabel bebasnya (independen). Jika profil variabel bebas pertama dan profil variabel bebas kedua tidak berpotongan, maka kecenderungannya tidak ada interakasi di antara mereka. Sebaliknya, jika profil variabel bebas pertama berpotongan dengan profil variabel bebas kedua, maka kecenderungannya ada interaksi diantara keduanya. Namun, ada atau tidaknya interaksi (yang signifikan) tetap saja harus dilihat dari signifikansi interaksi pada analisis variansinya. (Budiyono, 2009 : 222)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian disajikan berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada tes kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Berturut-turut disajikan mengenai deskripsi data penelitian. A. Deskripsi Data Tes dan pengukuran yang telah dilakukan dilapangan merupakan temuan penelitian dengan deskripsi data sebagai berikut : 1. Deskripsi data tes awal dan tes akhir peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. a. Deskripsi data hasil penelitian, peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok a1b1
Gambar 22. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a1b1. commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
Pada gambar 22 diatas menunjukkan bahwa, nilai rata-rata (mean) tes awal sebesar 49,23 detik dan nilai rata-rata (mean) tes akhir sebesar 48,16 detik sehingga tampak bahwa nilai rata-rata peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok perenang kategori power otot lengan baik yang diberi perlakuan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, sebesar 1,07 detik b. Deskripsi data hasil penelitian, peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok a1b2
Gambar 23. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a1b2. Pada gambar 23 diatas menunjukkan bahwa, nilai rata-rata (mean) tes awal sebesar 47,99 detik dan nilai rata-rata (mean) tes akhir sebesar 47,45 detik sehingga tampak bahwa nilai rata-rata peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok perenang kategori power otot lengan kurang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
yang diberi perlakuan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, sebesar 0,54 detik c. Deskripsi data hasil penelitian, peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok a2b1
Gambar 24. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a2b1. Pada gambar 24 diatas menunjukkan bahwa, nilai rata-rata (mean) tes awal sebesar 46,44 detik dan nilai rata-rata (mean) tes akhir sebesar 44,20 detik sehingga tampak bahwa nilai rata-rata peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok perenang kategori power otot lengan baik yang diberi perlakuan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:5, sebesar 2,24 detik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
d. Deskripsi data hasil penelitian, peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok a2b2
Gambar 25. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a2b2. Pada gambar 25 diatas menunjukkan bahwa, nilai rata-rata (mean) tes awal sebesar 48,85 detik dan nilai rata-rata (mean) tes akhir sebesar 47,50 detik sehingga tampak bahwa nilai rata-rata peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok perenang kategori power otot lengan kurang yang diberi perlakuan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:5, sebesar 1,35 detik e. Deskripsi data hasil penelitian, peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok a3b1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
Gambar 26. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a3b1. Pada gambar 26 diatas menunjukkan bahwa, nilai rata-rata (mean) tes awal sebesar 46,17 detik dan nilai rata-rata (mean) tes akhir sebesar 44,56 detik sehingga tampak bahwa nilai rata-rata peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok perenang kategori power otot lengan baik yang diberi perlakuan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:7, sebesar 1,61 detik f. Deskripsi data hasil penelitian, peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok a3b2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
Gambar 27. Diagram Peningkatan Kecepatan Renang 50 Meter Gaya Bebas Kelompok a3b2. Pada gambar 27 diatas menunjukkan bahwa, nilai rata-rata (mean) tes awal sebesar 55,28 detik dan nilai rata-rata (mean) tes akhir sebesar 54,49 detik sehingga tampak bahwa nilai rata-rata peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas kelompok perenang kategori power otot lengan kurang yang diberi perlakuan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:7, sebesar 0,79 detik 2. Deskripsi data hasil gain skor tes awal dan tes akhir kecepatan renang 50 meter gaya bebas berdasarkan power otot lengan. Untuk mendapatkan gambaran umum dari gain skor kecepatan renang 50 meter gaya bebas dari setiap kelompok pelatihan (sel penelitian), maka dibawah ini akan ditampilkan deskripsi data statistik barupa tabel sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Tabel 9. Deskripsi Gain Skor Tes Awal dan Tes Akhir Keseluruhan Kelompok Pelatihan Interval Anaerob Rasio Waktu Kerja-Istirahat. Pelatihan interval anaerob Rasio 1:3 (a1) Rasio 1:5 (a2) Rasio 1:7 (a3) Statistik
Power otot lengan Baik (b1)
Total (marginal)
Kurang (b2)
6
6.41
8.41
1.07
6
8.22
18.55
1.37
12
14.63
26.96
2.44
6
13.43
38.62
2.24
6
8.11
13.65
1.35
12
21.54
52.27
3.59
6
9.65
21.85
1.61
6
6.16
9.09
1.03
12
15.81
30.94
2.64
N
∑X
∑X2
X
N
∑X
∑X2
X
N
∑X
∑X2
X
29.49
68.88
4.92
18
22.49
41.29
3.75
36
51.98
110.17
8.67
Total 18 (marginal)
B. Pengujian Prasyarat Analisis Variansi Analisis variansi pada dasarnya adalah uji beda rerata, sehingga mensyaratkan normalitas populasi dipenuhi, demikian juga dengan homogenitas variansi populasi yang merupakan persyaratan terakhir yang harus dipenuhi, sebab di dalam analisis variansi dihitung variansi gabungan (pooled variance) dari variansi-variansi kelompok. 1. Uji Normalitas Populasi Uji normalitas menggunakan metode Lilliefors. dimana hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Populasi Mean
Sel penelitian
N
∑
a1b1 a1b2 a2b1 a2b2 a3b1 a3b2
6 6 6 6 6 6
6.41 8.22 13.43 8.11 9.65 6.16
Standart deviasi (sd)
Lo
Lt(α=0.05)
Kesimpulan
0.56 1.21 1.31 0.73 1.12 0.74
0.1151 0.2538 0.1998 0.1844 0.2065 0.1736
0.319 0.319 0.319 0.319 0.319 0.319
Berdisribusi normal Berdisribusi normal Berdisribusi normal Berdisribusi normal Berdisribusi normal Berdisribusi normal
1.07 1.37 2.24 1.35 1.61 1.03
Berdasarkan tabel tersebut diatas. dapat dilihat bahwa hasil perhitungan uji normalitas dengan metode Lilliefors untuk setiap sel dengan ukuran sampel (n) 6 orang. dengan tingkat signifikansi (α) = 0.05 diperoleh Lt sebesar 0.319 ; ternyata seluruh Lo lebih kecil dari Lt. Dengan demikian semua kelompok sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji homogenitas yang digunakan dikenal dengan uji Bartlett. dimana hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Populasi Sampel
dk
1/(dk)
1 2 3 4 5 6 Jumlah
5 5 5 5 5 5 30
0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1.2
si 2 0.31 1.46 1.71 0.54 1.26 0.55
log si2 -0.51 0.16 0.23 -0.27 0.10 -0.26
commit to user
(dk) log si2 -2.55 0.80 1.15 -1.35 0.50 -1.30 -2.75
2
5.64
2
0.95(5)
11.1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Berdasarkan tabel tersebut diatas. dapat dilihat bahwa hasil perhitungan uji Bartlett, menunjukkan bahwa variansi-variansi dari ke 6 populasi tersebut sama (homogen).
C. Pengujian Hipotesis Pembuktikan kebenaran dari hipotesis yang telah di kemukakan pada Bab II. dilakukan dengan Analisis variansi dua jalan dengan semua persyaratan analisis variansi telah terpenuhi. Hasil analisis variansi dapat dilihat pada tabel berikut ; Tabel 12. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan Sumber Rasio waktu kerja-istiahat (a) Power otot lengan (b) Interaksi (ab) Galat (G) Total
JK 2,28 1,36 2,29 29,19 35,12
dk 2 1 2 30 35
RK 1,14 1,36 1,15 0,97 -
Fobs 1,18 1,40 1,19 -
Fα 3.32 4.17 3.32 -
P > 0.05 > 0.05 > 0.05 -
Berdasarkan tabel analisis variansi diatas dapat dibuktikan bahwa : 1. Hipotesis Pertama Ada perbedaan pengaruh antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja istirahat 1:3. 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas, ditolak. Pembuktian ini berdasarkan analisis variansi yang telah dilakukan dimana Fhitung lebih kecil dari Ftabel (Fobs = 1.18 < Fα = 3.32), ini berarti hipotesia nol (HoA) diterima dan hipotesis alternatif (HiA) ditolak. Dengan demikian, tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan atara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
2. Hipotesis kedua Ada perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas antara perenang yang memiliki power otot
lengan baik dan kurang, ditolak.
Pembuktian ini berdasarkan analisis variansi yang telah dilakukan dimana Fhitung lebih kecil dari Ftabel (Fobs = 1.40 < Fα = 4.17), ini berarti hipotesia nol (HoB) diterima dan hipotesis alternatif (HiB) ditolak. Dengan demikian, tidak ada perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas yang signifikan antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. 3. Hipotesis ketiga Ada pengaruh interaksi antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja – istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas, ditolak. Pembuktian ini berdasarkan analisis variansi yang telah dilakukan dimana Fhitung lebih kecil dari Ftabel (Fobs = 1.19 < Fα = 3.32), ini berarti hipotesia nol (HoAB) diterima dan hipotesis alternatif (HiAB) ditolak. Dengan demikian, tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan antara pelatihan interval anerob rasio waktu kerja-istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis variansi telah teruji bahwa : 1. Hipotesis pertama yang diajukan tidak dapat diterima, ini berarti bahwa tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan atara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Perlakuan (treatment) dalam kasus ini ada 3 buah, maka masingmasing kelompok sampel diberi perlakuan yang berbeda dengan program pelatihan yang sama, dengan harapan akan adanya perbedaan pengaruh yang signifikan diantara perlakuan yang diberikan, ternyata hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan atara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat, hal ini disebabkan oleh proses adaptasi yang tidak sempurna. Pelatihan merupakan sebuah proses yang terorganisir dimana tubuh dan pikiran terpapar secara terus menerus dengan stressor (penyebab stress) dengan volume (kuantitas) dan intensitas pelatihan yang bevariasi. Kemampuan untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan beban kerja yang dibebankan oleh pelatihan dan persaingan sama pentingnya dengan kemampuan suatu spesies untuk beradaptasi dengan lingkungan dimana ia tinggal- tidak ada adaptasi, tidak ada kelangsungan hidup. (Bompa, Tudor O., and Haff, G Gregory, 2009 : 8). Perlakuan pelatihan yang diberikan berupa rasio waktu kerja istirahat pelatihan interval anaerob 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap masing-masing kelompok ternyata memberikan beban yang commit toketidak user mampuan untuk beradaptasi. berlebihan, sehingga mengakibatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
Ketidakmampuan untuk beradaptasi terus-menerus dengan beban latihan yang bervariasi
dan
stressor
yang
berterkaitan
dengan
pelatihan
akan
mengakibatkan tingkat kelelahan kritis, overreach, atau bahkan overtraining. Dalam situasi seperti ini, perenang tidak akan mampu mencapai sasaran pelatihan. Rasio waktu kerja-istirahat pelatihan interval anaerob yang diterapkan mengindikasikan bahwa beban pelatihan itu terlalu berat bagi perenang, hal ini teridentifikasi dengan adanya beberapa perenang mengalami penurunan performa dalam setiap repetisi dan set pelatihan. Jika rangsangan (pelatihan) berlebihan, atlet tidak akan mampu beradaptasi dan maladaptasi akan terjadi. Beban pelatihan yang berlebihan ini diakibatkan oleh rasio waktu kerjaistirahat yang diterapkan tidak sesuai dengan keadaan sampel dimana mereka adalah mahasiswa Fik Unimed yang memiliki banyak aktivitas lain diluar, sehingga sangat mempengaruhi kegiatan pelatihan dan hal ini juga berpengaruh negatif terhadap hasil akhir penelitian. Faktor-faktor lain yang sama sekali tidak terkontrol, juga mempengaruhi pelatihan separti tingkat asupan gizi para perenang (makanan), waktu istirahat, kedisiplinan, motivasi yang berbeda-beda dalam keseriusan melaksanakan pelatihan dan kurangnya rasa tanggungjawab terhadap beban pelatihan yang diberikan. 2. Hipotesis kedua ditolak, ini berarti bahwa tidak ada perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas yang signifikan antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
Hasil penelitian ini mengindikasikan, ternyata dalam memperoleh kecepatan renang 50 meter gaya bebas, kontribusi komponen kondisi fisik power otot lengan tidak mutlak, sebab masih ada komponen kondisi fisik lain yang mendukung seperti daya tahan otot, koordinasi dan kelentukan serta harus di ingat bahwa gerakan yang cepat dan kuat tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama, hal ini hanya mampu dilakukan dalam beberapa detik saja, oleh karena itu kecepatan juga ditentukan oleh faktor kapasitas anaerob. Dalam penelitian ini sampel mampu mempertahankan power otot lengan dalam berenang cepat hanya mencapai 15-30 meter, selebihnya telah menggunakan daya tahan otot untuk menyelesaikan renangannya. Dalam olahraga renang kecepatan merupakan hal yang sangat esensial, namun dalam memperoleh kecepatan maksimal banyak faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga kecepatan itu sangat sulit diperoleh. Ada 6 faktor yang mempengaruhi kecepatan, yaitu ; keturunan (heredity), waktu reaksi, kemampuan untuk mengatasi tahanan (resistance) eksternal, teknik, konsentrasi dan semangat serta elastisitas otot. (Bompa, Tudor O, 1999 : 368). Ternyata faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut terdapat pada sempel penelitian seperti faktor keturunan, sampel berasal dari daerah tempat tinggal yang berbeda (dataran tinggi dan daerah pantai), kemampuan bereaksi saat start, kemampuan penguasaan teknik berenang, konsentrasi dan semangat dalam melakukan pelatihan, elastisitas otot yang kurang sehingga teknik pernafasan dan jangakaun tangan kedepan tidak maksimal saat melakukan renangan sehingga mempengaruhi hasil renangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
3. Hipotesis ketiga ditolak, ini berarti tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan antara pelatihan interval anerob rasio waktu kerja-istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Dalam pembahasan pada bab-bab sebelumnya telah disepakati bahwa pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat akan memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas dan itu sangat meyakinkan apabila dalam penelitian ini dilakukan dengan waktu pelatihan (perlakukan) yang lebih lama. Tingkat performa yang tinggi merupakan hasil dari beberapa tahun pelatihan yang terencana dengan baik, metodis dan menantang. Pada saat itu atlet (perenang) mencoba untuk mengadaptasikan fisiologinya dengan kebutuhan khusus olahraganya. (Bompa, Tudor O., and G. Gregory Haff, 2009 : 8). Namun dalam penelitian ini digunakan waktu pelatihan selama 2 bulan (8 minggu) dengan jumlah pertemuan 3 kali dalam seminggu sehingga total pertemuan 24 kali saja sehingga belum mencapai tingkat adaptasi yang sempurna. Perlakuan juga diberikan kepada mahasiswa, dimana mereka telah memiliki komponen kondisi fisik power otot lengan dan sistem energi predominan yang telah terbentuk secara alami bukan sentuhan dari penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan yang murni, sehingga ketika mereka dihadapkan pada program pelatihan dengan menekankan pada pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
E. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, baik dalam menyusun program pelatihan, pelaksanaan program pelatihan maupun dalam pengambilan data telah dilakukan dengan berbagai upaya agar hasil penelitian benar-benar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, namun dengan adanya bebarapa faktor sebagai variabel intervening yang tidak dapat terkendalikan sehingga hasil penelitian memiliki beberapa kelemahan. diantaranya ; 1. Penelitian hanya dilakukan di FIK Unimed dengan sampel terbatas pada mahasiswa jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, sehingga penelitian ini belum cukup digeneralisasikan secara nasioal. 2. Keterbatasan dalam melakukan kontrol yang diharapkan hanya dalam perlakuan penelitian ini. Sampel masih melakukan kegiatan diluar ekperimen, karena sampel masih harus melakukan belajar-belajar lain dalam beberapa pelatihannya, sehingga kegiatan diluar perlakuan eksperimen mempengaruhi kesahihan hasil penelitian. 3. Selama pelaksanaan penelitian (eksperimen) perenang tidak diasramakan. sehingga terdapat faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian, seperti, faktor gizi, istirahat, datang terlambat dan pengalaman lainnya, maka hal ini akan mempengaruhi hasil penelitian. 4. Kontrol terhadap unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi kecepatan renang 50 meter gaya bebas, seperti unsur kondisi fisik selain power otot, psikis, suhu air dan juga kemampuan motorik yang lain tidak diperhitungkan sehingga faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis variansi data diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas, ini berarti rasio waktu kerja-istirahat latihan interval anaerob memberi efek yang sama terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. 2. Tidak ada perbedaan peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas yang signifikan antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. Kecepatan renang 50 meter gaya bebas perenang yang memiliki power otot lengan baik sama saja peningkatan kecepatannya dengan perenang yang memiliki power otot kurang. 3. Tidak ada pengaruh interaksi yang signifikan antara pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat dan power otot lengan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. Karekteristik perbedaan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat akan sama peningkatannya pada setiap kelompok perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang. Demikian juga karakteristik perbedaan antara perenang yang memiliki power otot lengan baik dan kurang, untuk setiap kelompok pelatihan interval anaerob commit to user rasio waktu kerja – istirahat akan sama juga peningkatannya. 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
B. Implikasi
Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide yang lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar kesimpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut: 1. Pelatihan interval anaerob 1:3, 1:5 dan 1:7 yang diterapkan bila ditinjau dari lamanya waktu istirahat antar repetisi (ulangan) latihan akan berpengaruh tehadap pemulihan ATP-PC untuk melakukan repetisi berikutnya. Pemulihan ATP-PC dari setiap repetisi dari ketiga rasio tersebut belum mencapai 100%. Waktu istirahat antar set (3-5 menit) yang diberikan pada masing-masing pelatihan interval anaerob, berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan diyakini bahwa ATP-PC telah pulih 100%. Sehingga perenang siap kembali untuk melakukan latihan pada set-set berikutnya. Karena pemulihan ATP-PC pada setiap repetisi dan set sama, maka akan meningkatkan kemampuan power otot lengan yang sama pula, sehingga peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas juga sama-sama meningkat, sebab itulah maka tidak ada perbadaan pengaruh yang signifikan (berarti) antara pelatihan interval anaerob terhadap peningkatan kecepatan renang. Tidak ada perbedaan peningkatan kecapatan renang dan tidak ada pengaruh interaksi antara varibel-variabel penelitian. Seluruh perlakuan yang diberikan berada pada wilayah yang sama 2. Secara umum dapat dikatakan bahwa pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat dan power otot lengan merupakan variable-variabel yang tidak berpengaruh secara segnifikan terhadap peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
3. Pada perenang yang berlatih dengan pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat 1:3, 1:5 dan 1:7 secara umum dapat dikatakan bahwa ketiga rasio ini tidak menunjukkan peran secara signifikan dalam meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas, karena ketiga rasio waktu kerjaistirahat pelatihan interval anaerob merupakan pelatihan intensitas tinggi sehingga tidak sesuai untuk diterapkan pada perenang di Fik Unimed. Rasio waktu kerja-istirahat pelatihan interval anaerob ini membutuhkan waktu kerja dan waktu istirahat yang singkat sehingga terjadinya akumulasi asam laktat (LA) yang berlebihan dan mengakibatkan stres terhadap otot tinggi. Adaptasi tubuh terhadap beban pelatihan yang diberikan rendah sehingga dengan adanya tekanan yang terus-menerus, akibat beban pelatihan yang tinggi cidera atau overtraining akan dapat terjadi. 4. Dapat dikemukakan bahwa rasio waktu kerja-istirahat pelatihan interval anaerob 1:3, 1:5 dan 1:7 tidak direkomendasikan untuk diterapkan dalam pelatihan interval anaerob dan kenyataan ini mengisyaratkan kepada setiap peneliti/pelatih agar dapat menjadi bahan pertimbangan didalam pengambilan keputusan dan kebijakan pengembangan pelatihan untuk peningkatan kecepatan renang 50 meter gaya bebas. 5. Berkenaan dengan penerapan ketiga rasio waktu kerja-istirahat pelatihan interval anaerob, masih ada faktor lain yang mempengaruhi kecepatan renang 50 meter gaya bebas yaitu power otot lengan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kecepatan berenang antara kelompok pelatihan dengan power otot lengan baik dan kurang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
Kenyataan berdasarkan penelitian bahwa perenang yang memiliki power otot lengan baik tidak lebih baik peningkatan kecepatan berenangnya dibandingkan dengan power otot lengan yang kurang, sehingga hal ini mengisyaratkan kepada pelatih, agar berupaya dalam melatih cabang olah raga renang gaya bebas jarak pendek hendaknya memperhatikan faktor lain selain power otot lengan seperti kekuatan, daya tahan kekuatan, koordinasi, fleksibilitas otot, panjang lengan dan lain sebagainya. 6. Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa program latihan yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi dan keadaan sampel yang diambil dari populasi yang digunakan menjadi sumber data, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan uraian diatas dapat memberikan implikasi yang berguna bagi pelatih renang dalam penyusunan program pelatihan yang tepat guna menjadikan program pelatihan sebagai alat untuk meningkatkan kecepatan renang 50 meter gaya bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan analisis data diatas maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Kepada pelatih renang 50 meter gaya bebas/jarak pendek, agar lebih memperhatikan sistem energi predominan yang dipergunakan, serta ketepatan rasio waktu kerja dan waktu istirahat dalam setiap repetisi dan set-set pelatihan. 2. Untuk menjadi suatu pertimbangan, bahwa dalam olahraga renang jarak pendek faktor kondisi fisik power otot lengan belum tentu menjadi suatu faktor utama pendukung namun masih ada faktor kondisi fisik yang lain, seperti kekuatan, daya tahan kekuatan, koordinasi, fleksibilitas otot dan panjang lengan juga akan mempengaruhi. 3. Disarankan kepada peneliti selanjudnya untuk meneliti pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam, mengenai pelatihan interval anaerob rasio waktu kerja-istirahat, serta keterkaitannya dengan komponen kondisi fisik lain yang diterapkan pada waktu atau lokasi yang berbeda dengan masa pelatihan yang lebih lama.
commit to user