III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari 2010 sampai April 2010, bertempat Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen ITP dan SEAFAST CENTER IPB, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta IPB, dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Alat dan Bahan
a. b. c. d. e. f.
a. b. c. d.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Alat untuk pemeliharaan tikus, yaitu: kandang plastik dengan tutup yang terbuat dari kawat, botol minum, wadah pakan, dan timbangan. Alat untuk pembuatan ekstrak biji bligo, yaitu: blender kering, blender basah, kain kasa, botol, gelas piala, dan tabung reaksi. Alat untuk pemberian ekstrak biji bligo pada tikus, yaitu: alat sonde (syringe yang dilengkapi dengan jarum berujung bundar). Alat untuk anastesi tikus, yaitu: toples kaca besar. Alat untuk pengambilan sampel limfa, yaitu: alat bedah, alumunium foil, dan cawan petri steril. Alat untuk analisis proliferasi limfosit, yaitu: laminar flow hood steril, pipet mikro, tabung sentrifuse steril, syringe steril, pipet pasteur steril, sentrifuse, hemasitometer, microplate 96 sumur, ELISA reader, mikroskop, mikroskop inverted, inkubator, timer, dan counter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Bahan untuk pemeliharaan tikus, yaitu: air minum dalam kemasan dan ransum yang mengikuti standar AIN 1976. Bahan untuk pembuatan ekstrak biji bligo, yaitu: biji bligo kering dan air akuades. Bahan untuk euthanasia tikus, yaitu: eter atau kloroform, dan alkohol 70%. Bahan untuk analisis proliferasi limfosit, yaitu: limfa tikus, RPMI-1640, Phosphat Buffer Saline (PBS), Fetal Bovine Serum (FBS), NH4Cl 0.85% steril, biru trifan, 3-[4,5-dimetilthiazol2yl]-2,5-diphenyl tetrazolium bromide; thiazolyl blue (MTT), Lipopolisakarida (LPS) Salmonella thyphimurium, Tartrazin 0.3 mg/ml, 0.6 mg/ml, 0.9 mg/ml, Rhodamin 20 µg/ml, 40 µg/ml, 60 µg/ml, dan HCl-isopropanol 0.04 N.
Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)
a. b.
Pembuatan ekstrak bligo dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: Biji bligo kering yang didapat dari Fytagoras BV Plant Science Belanda digiling dengan menggunakan disk mill, kemudian diayak dengan ayakan 70 mesh. Tepung biji bligo ditambahkan dengan aquades. Untuk pembuatan ekstrak dengan dosis 0.1 g/kg bb, tiap 1 g bubuk biji bligo ditambahkan 50 ml akuades kemudian didiamkan selama 10
14
c.
menit sambil diaduk. Untuk dosis 1 g/kg bb, tiap 1 g bubuk biji bligo ditambahkan 5 ml akuades kemudian didiamkan selama 10 menit sambil diaduk. Selanjutnya, agar homogen ekstrak disaring dengan menggunakan saringan 70 mesh.
Pemeliharaan Tikus (mengacu Sugito 2010) Tahap-tahap pemilihan dan pemeliharaan tikus, sebagai berikut: 1. Tikus Sprague Dawley jantan dan betina berumur sekitar 2 bulan dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 8 tikus jantan dan 2 betina. Selisih berat rata-rata kelompok tidak lebih dari 5 g. 2. Kelompok 1 merupakan kontrol negatif, kelompok kedua diberikan ekstrak biji bligo sebanyak 0.1 g/kg bb, sedangkan kelompok 3 diberikan ekstrak biji bligo sebanyak 1 g/kg bb. Ransum yang digunakan sesuai dengan standar AIN (1976), ransum dan air diberikan secara ad libitum. 3. Tikus diadaptasi selama 10 hari. Setelah masa adaptasi selesai, tiap harinya tikus kelompok 1 disonde dengan air; tikus kelompok 2 disonde dengan ekstrak biji bligo 0.1 g/kg bb; sementara tikus kelompok 3 disonde dengan ekstrak bligo 1 g/kg bb. 4. Tikus dipelihara selama 90 hari (3 bulan). 5. Pengamatan kondisi tikus mencakup observasi tanda-tanda klinis, berat badan dan konsumsi pakan. Tabel 2. Komposisi Bahan dalam 100 g Pakan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bahan Kasein Minyak jagung Serat (CMC) Campuran mineral Vitamin Air Karbohidrat (Maizena)
Berat (g) 23.06 4.79 5.00 3.25 1.00 8.77 54.13
Komposisi vitamin: vitamin A (1000 IU), vitamin B1 (1,4 mg), vitamin B2 (1,6 mg), vitamin B6 (2 mg), Vitamin B12 (3 mg), vitamin C (60 mg), vitamin D (100 IU), vitamin E (5 mg), nikotinamida (9 mg), kalsium pantotenal (5 mg). Campuran mineral : NaCl (139,3 mg), KI (0,790 mg), KH2PO4 (389 mg), MgSO4.7H2) (57,3 mg), CaCO3 (381,4 mg), FeSO4.7H2O (27 mg), MnSO4.7H2O (4,01 mg), ZnSO4.7H2O (0,548 mg), CuSO4.5H2O (0,477 mg) dan CoCl2.6H2O (0,023 mg).
Pengukuran Proliferasi Sel Limfosit Limfa A. Isolasi limfosit limfa (Prangdimurti 1999) Tikus yang sudah diterminasi dengan cara pembiusan diambil organ limfanya secara steril, kemudian dicuci dengan 5 ml PBS dalam botol steril selanjutnya pekerjaan dilakukan di bawah laminar flow hood steril. Limfa dipindahkan ke dalam cawan petri steril yang berisi 5 ml RPMI-1640. Limfa tersebut digerus sampai homogen dengan syringe steril, selanjutnya dimasukkan dengan pipet
15
pasteur ke dalam tabung sentrifuse 15 ml steril. Suspensi kemudian disetrifuse dengan kecepatan 2500 rpm (559.5 g) selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet (bagian bawah) dijentik-jentikkan, ditambah 2 ml NH4Cl 0.85% steril, didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan 3 ml RPMI1640, selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm (559.5 g) selama 5 menit. Supernatan yang berisi sel darah merah yang lisis dibuang. Pelet dijentik-jentikkan, ditambahkan 5 ml RPMI-1640, lalu disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm (559.5 g) selama 5 menit. Endapan sel limfosit disuspensikan dengan 5 ml RPMI-1640 lengkap yang sudah ditambah antibiotik.
B. Penghitungan sel limfosit limfa Sebelum dilakukan pengkulturan suspensi sel limfosit, dilakukan penghitungan sel limfosit dengan biru trifan. Suspensi sel limfosit sebanyak 50 µl ditempatkan dalam sumur microplate, ditambah 50 µl biru trifan (perbandingan 1:1). Perhitungan sel limfosit dilakukan dengan hemasitometer di bawah mikroskop pada pembesaran 400 kali, perhitungan dilakukan pada sel yang hidup (sel yang akan dikultur 95% hidup). Sel hidup tampak terang, jernih, dan berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati akan berwarna biru mengkerut. Berdasarkan hasil perhitungan pada area 2 kotak besar (@ 16 kotak kecil) kemudian ditentukan jumlah sel yang hidup setiap mililiter suspensi dengan rumus: N = V/2 x FP x 104 sel/ml Keterangan: N = jumlah sel/ml V/2 = rata-rata jumlah sel terhitung dari 2 bidang pandang berlawanan FP = Faktor Pengenceran 104 = jumlah sel per luas bidang pandang (1.0 mm x 1.0 mm x 0.1 mm)
C. Pengujian proliferasi sel limfosit limfa menggunakan MTT (mengacu Puspaningrum 2003; Keller et al. 2005) Tujuannya melihat kemampuan proliferasi sel limfosit melalui teknik kultur. Suspensi sel limfosit ditepatkan menjadi 2 x 106 sel/ml melalui pengenceran dengan RPMI-1640. Selanjutnya dikultur dalam microplate 96 sumur, ke dalam tiap sumur dimasukkan 60 µl suspensi sel limfosit, kemudian setiap kultur ditambah 30 µl RPMI-1640 lengkap untuk kultur kontrol, atau 30 µl mitogen LPS S. thyphimurium (0.417 mg dalam 10 ml PBS) sehingga konsentrasinya 12.5 µg/ml kultur, atau 30 µl tartrazin 0.3 mg/ml sehingga konsentrasinya menjadi 90 µg/ml kultur, tartrazin 0.6 mg/ml sehingga konsentrasinya menjadi 180 µg/ml kultur, atau tartrazin 0.9 mg/ml sehingga konsentrasinya menjadi 270 µg/ml kultur, atau 30 µl rhodamin 20 µg/ml sehingga konsentrasinya menjadi 6 µg/ml kultur, rhodamin 40 µg/ml sehingga konsentrasinya menjadi 12 µg/ml kultur, atau rhodamin 60 µg/ml sehingga konsentrasinya menjadi 18 µg/ml kultur. Tiap suspensi sel limfosit limfa tikus dikultur dalam 3 sumur atau dibuat triplo. Selanjutnya ke dalam tiap sumur ditambah 10 µl FBS sehingga volume tiap sumur berisi 100 µl. Kultur sel diinkubasi pada suhu 37ºC dengan atmosfer 5% CO2, 95% udara, dan RH 96% selama 72 jam. Empat jam sebelum masa inkubasi berakhir ke dalam masingmasing sumur ditambahkan 10 µl larutan MTT 0.5%. Setelah masa inkubasi berakhir 80 µl HClisopropanol 0.04 N ditambahkan pada setiap sumur. Sebelum pengukuran absorbansi dilakukan, setiap sumur diperiksa apakah kultur terkontaminasi atau tidak menggunakan mikroskop inverted.
16
Kemudian absorbansi masing-masing sumur diukur dengan microplate reader (ELISA reader) pada λ 570 nm. Nilai OD (Optical Density) hasil pembacaan dengan ELISA reader bersifat proposional terhadap jumlah sel hidup dengan menentukan IS (indeks stimulus) sebagai penentuan aktivitas proliferasi. IS dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: IS = OD sel perlakuan (dengan mitogen, LPS, Tartrazin, Rhodamin) OD sel kontrol (tanpa mitogen, LPS, Tartrazin, Rhodamin) Besar peningkatan atau penurunan aktivitas proliferasi limfosit akibat penambahan LPS, tartrazin, atau rhodamin dalam % dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: % Aktivitas = (IS perlakuan (LPS, Tartrazin, Rhodamin) – IS spontan) X 100% IS spontan Besar % Aktivitas kultur dengan perlakuan LPS atau tartrazin atau rhodamin kemudian dibandingkan dengan kultur kontrol dan dianalisis dengan uji statistik yaitu dengan uji T.
17
Berikut ini adalah diagram alir penelitian:
Biji Bligo
Penggilingan dan pengayakan 70 mesh
Pembuatan ekstrak 1 gram dalam 5 mL, dan 1 gram dalam 50 mL aquades Aquades
Penyondean 1 mL aquades
0,1 g/kg bb
1 g/kg bb
Kontrol (10 ekor tikus)
Perlakuan 1 (10 ekor tikus)
Perlakuan 2 (10 ekor tikus)
Pemeliharaan selama 90 hari dan disonde 1 kali/hari Terminasi LPS atau Tartrazin atau Rhodamin
Pengambilan Limfa
1. 2. 3.
Analisis Proliferasi Limfosit: Hasil Dan Pembahasan Isolasi Limfosit Perhitungan Sel Limfosit Pengujian Proliferasi Dengan Metode MTT
Analisis ANOVA dan Uji T
Gambar 2. Diagram alir penelitian (Modifikasi metode Sugito 2010)
18