26 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lima Daerah Aliran Sungai (DAS) di Propinsi Aceh yaitu : DAS Aih Tripe hulu (kabupaten Gayo Lues), DAS Krueng Aceh (Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh). DAS Lawe Alas (Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Gayo Lues), DAS Krueng Pase (Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah) dan DAS Pesangan (Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Bireuen) Penelitian lapangan dilakukan bulan Oktober 2005 sampai dengan September 2006. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari
Global Position
System (GPS), alat pengukur tinggi muka air otomatis (AWLR), alat pengukur iklim otomatis (AWS), alat pengukur kecepatan air (Current Metter), personal komputer, dan alat tulis kantor. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari : data digital citra Landsat 7 ETM+, DEM dari SRTM (Shuttle Radar Tophography Mission), peta jenis tanah skala 1:50.000, dan peta penggunaan lahan skala 1:50.000. Kebutuhan Data Data
produksi
air
sungai
diperoleh
dari
pengukuran
langsung
menggunakan pengukur tinggi muka air otomatis (AWLR) dan dari data sekunder. Pengumpulan data yang dilakukan meliputi : 1. Peta dasar, yaitu peta topografi dengan skala 1 : 50.000. 2. Peta jenis tanah, yaitu peta yang memberikan informasi tentang jenis tanah berdasarkan klasifikasinya. 3. Data Digital Elevation Model (DEM) skala 1:100.000, diperoleh dari radar SRTM. 4. Peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000. 5. Data produksi air diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan AWLR (Automatic Water Level Recorder) dan dari data sekunder. 6. Data biofisk dan geomorfologi DAS.
27 7. Informasi hidrologi dan iklim, diperoleh dari Dinas Sumberdaya Air Propinsi Aceh, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Propinsi Aceh, Dinas Kehutanan Propinsi Aceh, Badan Meteorologi dan Geofisika Propinsi Aceh serta Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode diskriptif (survey) yang dilaksanakan dalam bentuk identifikasi dan karakterisasi melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan, namun untuk data produksi air dan curah hujan yang dilakukan pengukuran langsung di lapangan adalah pada DAS Aih Tripe hulu, sedangkan DAS lainnya digunakan data sekunder. Setelah pengamatan dan pengukuran dilakukan selama 1 (satu) tahun dan data-data berhasil dikumpulkan, maka dilakukan analisis data untuk mendapatkan hasil penelitian. Gambar 10 menunjukkan diagram alir penelitian yang dilakukan. Kapasitas Produksi Air DAS Model H2U (Hydrogramme Unitaire Universal) Model H2U menghitung kurva pdf (probability density function) butir hujan berdasarkan dua parameter yang dapat dihitung pada peta jaringan sungai yaitu n, orde sungai maksimum menurut Strahler (Strahler, 1952) dan L rataan, yaitu panjang rata-rata jalur aliran air. Versi awal model H2U tidak memperhitungkan aspek hidrologis lereng (Kartiwa, 2005).
28
Analisis Karakteristik Biofisik dan Geomorfometrik DAS Tanah, topografi, penggunaan lahan Luas, keliling DAS, panjang sungai, bentuk DAS, tipe jaringan sungai, orde sungai, kerapatan jaringan drainase Curah Hujan
Model H2U, NRCS, Mock Validasi
Hidrograf Banjir, Produksi Air, Neraca Air DAS
Hasil Pengukuran
1. Karakterisasi biofisik dan geomorfologi . 2. Produksi air DAS menggunakan tiga model berbeda. 3. Pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap produksi air DAS Gambar 10 Diagram alir penelitian n 2
n .L
− −1 dN L n 1 . L2 . e 2.L ρ (L ) = = . N .dL 2.L n Γ 2 n
.......... (13)
dimana : ρ(L)
: pdf panjang alur hidraulik
L n
: panjang alur hidraulik : orde sungai : panjang rata-rata alur hidraulik : fungsi gamma
L
Γ
Berdasarkan asumsi bahwa orde sungai maksimum (n) pada lereng adalah sama dengan 2, maka persamaan di atas dapat digunakan untuk menghitung pdf lereng dengan bentuk persamaan sebagai berikut : lo
1 − ρ v (l o ) = .e lo lo dimana : ρ(lo) lo lo
: pdf panjang alur hidraulik pada lereng : panjang alur hidraulik pada lereng : panjang alur hidraulik rata-rata pada lereng
.......... (14)
29 Selanjutnya, dengan menetapkan kecepatan aliran pada lereng, pdf waktu tempuh butir hujan pada lereng dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
ρ v (t ) =
Vv lo
−
.e
Vv . t lo
.......... (15)
dimana : ρv(t) Vv
: pdf lereng sebagai fungsi waktu t : kecepatan aliran rata-rata pada lereng
lo t
: panjang rata-rata jalur hidraulik pada lereng : interval waktu
Sedangkan untuk menghitung pdf waktu tempuh butir hujan pada jaringan sungai, digunakan persamaan sebagai berikut :
n.V ρ RH (t ) = RH 2.L
n 2
n .VRH . t n − −1 1 2 . .t . e 2.L n Γ 2
.......... (16)
dimana : ρRH(t) : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t n : orde sungai maksimum : kecepatan aliran rata-rata pada jaringan sungai V : panjang rata-rata jalur hidraulik pada jaringan sungai L Γ : fungsi gamma t : interval waktu RH
Untuk mendapatkan pdf DAS, dihitung berdasarkan hasil konvolusi antara pdf lereng dengan pdf jaringan sungai :
ρ DAS (t ) = ρ v (t ) ⊗ ρ RH (t )
.......... (17)
dimana : ρDAS(t) : pdf DAS sebagai fungsi waktu ρv(t) : pdf lereng sebagai fungsi waktu t ρRH(t) : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t Untuk menghitung produksi air aliran permukaan, digunakan rumus sebagai berikut :
Q (t ) = S [PN (t ) ⊗ ρ (t )] (18) dimana :
..........
30 Q(t) S PN(t) ρ(t)
: produksi air aliran permukaan pada waktu t : luas DAS : intensitas hujan netto pada waktu t : pdf waktu tempuh butir hujan pada waktu t (dihitung dari pdf panjang alur hidraulik berdasarkan penetapan kecepatan aliran)
Waktu tempuh setiap butir hujan dari titik jatuhnya di permukaan DAS sampai titik pelapasan (pdf), ditampilkan pada Gambar 11. Perhitungan Debit PDF menurut Model H2U Modifikasi
Hujan Netto (PN) Menurut Metode Koefisien Aliran Permukaan
pdf
Waktu Pn1
Pn2
Pn3
Pn4
Pn5
Pn6
mm
pdf1
Q2
pdf3
pdf4
pdf5
Rumus Konvolusi Q1=pdf1.Pn1 Q2=pdf1.Pn2 +pdf2.Pn1 Q3=pdf1.Pn3+pdf2.Pn2+pdf3.Pn1 Q4=pdf1.Pn4+pdf2.Pn3+pdf3.Pn2+ pdf4.Pn1 ..... >>> Qn
Q (l/s)
Q1
pdf2
Waktu
Hidrograf Produksi Air
Q3
Q4
Q5
Q6
Q7
Q8
Q9
Q10
Q11
Waktu
Gambar 11 pdf menurut model H2U
Model NRCS (Natural Resources Conservation Service) Pendugaan produksi air model NRCS menggunakan runoff curve number (CN). Nilai CN tergantung kepada kondisi tanah dan penutup lahan suatu DAS, nilai CN mempresentasikan kondisi kelompok hidrologi tanah, tutupan lahan, pengelolaan lahan dan kondisi hidrologi. Dalam model NRCS, penghitungan aliran permukaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
( P − Ia) 2 Q= ( P − Ia) + S
………. (19)
Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh United States Departement of Agriculture (USDA), nilai Ia dapat diperoleh dari persamaan empiris berikut : Ia = 0,2 S
………. (20)
Initial abstraction (la) adalah semua kehilangan sebelum aliran permukaan dimulai, yang
mencakup air yang tersimpan pada surface depression
(cekungan), air diintersepsi oleh vegetasi, evaporasi dan infiltrasi. (la) sering
31
berubah-ubah, namun secara umum (Ia) berhubungan dengan tanah dan jenis tutupan lahan. Apabila persamaan (20) disubstitusi ke persamaan (19), maka diperoleh persamaan: Q = (P – 0,2S)2 / (P + 0,8S)
.......... (21)
Nilai S berkaitan dengan nilai CN yang dipengaruhi oleh tanah dan tutupan lahan dari suatu DAS, nilai CN berkisar antara 0 sampai dengan 100, menggunakan persamaan : S = 25.4 ((1000/CN) – 10)
.......... (22)
dimana : Q : Direct runoff (mm); P : curah hujan (mm); Ia : abstraksi awal (mm); S : maksimum penyimpanan (retensi) potesial setelah direct runoff terjadi (mm); CN : Curve Number. Direct runoff dengan nilai Ia = 0,2S dapat ditentukan dengan menggunakan prosedur seperti pada Gambar 12.
Gambar 12 Kurva penentuan direct runoff Penentuan nilai CN ditentukan melalui klasifikasi kelompok hidrologi tanah dan klasifikasi kelompok tutupan lahan.
32 Klasifikasi Kelompok hidrologi tanah. NRCS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi tanah yang mengelompokkan tanah ke dalam empat kelompok yang ditandai dengan huruf A, B, C dan D. Penentuan Kelompok hidrologi tanah tersebut didasarkan peta hasil detail, sifat-sifat tanah dan laju infiltrasi minimum tanah, seperti tertera pada Tabel 1. Klasifikasi Kelompok Tutupan Lahan. Menurut NRCS (tahun 1986 dalam Arsyad (1989), klasifikasi kelompok penutup tanah terdiri atas tiga faktor, yaitu penggunaan tanah, perlakuan atau tindakan konservasi yang diberikan dan keadaan hidrologi. Penentuan nilai kurva kelompok penutup tanah dilakukan berdasarkan Tabel 2. Setelah didapat nilai CN dari Gambar 12, maka dihitung tampungan maksimum potensial (potensial maxsimum retention) dengan menggunakan rumus: S = (1000/CN)-10 (inchi) atau S = (25400/CN)-254(mm)
………. (23)
Nilai tersebut berguna untuk mendapatkan nilai abstraksi atau kehilangan dari curah hujan yang jatuh kepermukaan bumi. Tabel 1 Klasifikasi Kelompok hidrologi tanah Kelompok Tanah
Sifat Tanah
Laju infiltrasi minimum (mm/jam)
A
Potensi aliran permukaan kecil, termasuk tanah pasir dalam dengan unsur debu dan liat, laju infiltrasi tinggi
8 – 12
B
Potensi aliran permukaan kecil, tanah berpasir lebih dangkal dari A, tekstur tanah halus sampai sedang, laju infiltrasi sedang
4–8
Potensi aliran permukaan sedang, tanah dangkal C dan mengandung cukup liat, tekstur sedang sampai halus, laju infiltrasi rendah. Potensi aliran permukaan tinggi, kebanyakan D tanah liat dangkal dengan lapisan kedap air dekat permukaan tanah, infiltrasi paling rendah Sumber : NRCS (tahun 1986 dalam Arsyad (1989))
1–4
0–1
33 Tabel 2 Nilai kurva kelompok tutupan lahan. Cara Keadaan Tata Guna Lahan Bercocok Hidrologi Tanam Bera Larikan lurus Larikan lurus Buruk Kontur Baik Padi, gandum Teras Buruk Teras Baik Buruk Hutan Cukup Baik Pemukiman Desa Sumber : NRCS (tahun 1986 dalam Arsyad (1989)
Kolompok Tanah A
B
C
D
77 63 61 61 59 45 36 25 59
86 74 73 72 70 66 60 55 74
91 82 81 79 78 77 73 70 82
94 85 84 82 81 83 79 77 86
Tabel 2 digunakan untuk kondisi curah hujan normal (kondisi II), bila kondisi curah hujan dibawah normal, maka digunakan faktor konversi untuk kondisi I dan jika kondisi curah hujan diatas normal, maka digunakan faktor konversi III, sebagaimana ditampilkan pada Tabel Lampiran 5 sampai Tabel Lampiran 9. Integrasi model NRCS dan Baseflow Selanjutnya dilakukan integrasi model NRCS dan baseflow sehingga diperoleh nilai produksi air DAS, menggunakan persamaan : Infil-i
= Pi - [(P –0,2S)2 / (P + 0,8S)]i
..……. (24)
Cad
= (Infiltrasi)i + Cadi –Qbfi
........... (25)
Jika Infil = 0, maka : Qbfi
= Qbfi-1 exp –kt
Jika Infil ≠
.......... (26)
0, maka :
Qbfi
= Cadi x k2
Qdas
= Qnrcs + Qbfi
.......... (27) .......... (28)
dimana : Infil Cad P S k
: Infiltrasi; : Cadangan air tanah (mm); : curah hujan (mm); : maksimum penyimpanan (retensi) potesial setelah direct runoff terjadi (mm); : Konstanta resesi baseflow;
34 T k2
: Waktu; dan
: Konstanta cadangan air tanah. Qbfi : Baseflow Qdas : Produksi air DAS
Perhitungan produksi air DAS menggunakan integrasi model NRCS dan baseflow di tampilkan pada Gambar 13.
P Q nrcs
ETP P-Qnrcs
P = Presipitasi Qnrcs = Direct runoff model NRCS TR-55 ETP = Evapot. Potensial Cad = Cadangan Air Bawah Tanah Qbf = Q baseflow
Infiltrasi
Baseflow Cadangan Air Tanah
Qbf
Q das
Gambar 13 Diagram alir Integrasi model NRCS dan baseflow.
Model Mock Perhitungan dengan model Mock meliputi langkah-langkah sebagai berikut : Hubungan antara aliran masuk (inflow) dan aliran keluar (out flow) yang dinyatakan dengan keseimbangan air (Water Balance) memakai persamaan : TRO = P - Ea + GS
.......... (29)
dimana : P Ea GS TRO
= presipitasi (curah hujan) = evapotranspirasi aktual = perubahan Groundwater storage = total run off
Proporsi permukaan luar yang tidak ditumbuhi tumbuhan hijau (exposed surface not covered by green vegetation) oleh Mock diklasifikasikan menjadi tiga daerah untuk nilai exposed surface (m), yaitu m = 0 (untuk daerah primer dan skunder), m = 10-40% (untuk daerah tererosi) dan m = 30-50% untuk daerah
35 ladang pertanian). Proporsi permukaan luar yang tidak ditumbuhi tumbuhan hijau dan jumlah
hari hujan, mempengaruhi selisih evapotranspirasi potensial dan
evapotranpirasi terbatas, seperti ditunjukan pada persamaan 29 dan 30. E
= Ep (m/20)(18-n)
.......... (30)
Ea
= Ep – E
.......... (31)
dimana : E Ep Ea n m
= Evapotranspirasi terbatas = Evapotranspirasi potensial = Evapotranspirasi aktual = Jumlah hari hujan = Exposed surface
Water Surplus (WS) merupakan air hujan yang telah mngalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan kelembaban tanah (Soil Moisture Capacity) atau SMC memenuhi persamaan: WS
= (P-Ea) + SMC
.......... (32)
Sedangkan tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut: SMC = ISMS + (P-Ea)
.......... (33)
dimana : SMC = Tampungan kelembaban tanah ISMS = Initial Soil Moisture Stroge (tampungan kelembaban tanah awal) ( P-Ea ) = Presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi Selanjutnya menurut Mock besarnya infiltrasi adalah Water Surplus (WS) dikalikan dengan koefesian infiltrasi (if) (ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran). Infiltasi dihitung dengan formula: Infiltrasi (i) = WS x if
.......... (34)
Penghitungan perubahan Groundwater Storage memakai formula: GS = (0,5 x (1 + K) x i + (K x GSom) dimana : K = Konstanta resesi aliran bulanan GSom = Grounwater Storage bulan sebelumnya
.......... (35)
36 Nilai Groundwater Storage sebelumnya diasumsikan sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama setahun. Sehingga asumsi nilai awal ini harus dibuat dengan nilai akhir tahun.
Uji Akurasi Model Model pendugaan produksi air di uji akurasinya dengan menggunakan model Nash dan Sutcliffe, 1970 sebagai berikut : N
F = 1−
∑ (Q
s
− Qp )2
∑ (Q
s
− Q pr )
1 N
.......... (36) 2
1
dimana : Qs Qp Qpr
= Debit Pendugaan (m3/menit); = Debit pengukuran (m3/menit); dan = Debit rata-rata pengukuran (m3/menit)
Nilai F antara -∞ hingga 1, dan jika nilai F = 1, maka hasil simulasinya sempurna Pendugaan Produksi Air Melalui Simulasi Rehabilitasi Hutan Menggunakan Integrasi Model NRCS dan Baseflow Berdasarkan parameter model hasil kalibrasi serta masukan data, dilakukan pendugaan produksi air DAS berdasarkan skenario bila dilakukan rehabilitasi, melalui penghutanan semak belukar dan tanah terbuka pada lima DAS di Propinsi Aceh. Tujuan dari skenario ini adalah untuk pelihat pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap karakteristik produksi air DAS.