3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Nutrisi
Ikan,
Departemen
Budidaya
Perairan,
Laboratorium
Industri,
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan nila merah antara lain meja preparasi, pisau, panci, timbangan digital, kompor, food processor, grinder, penggorengan, pan dan sendok. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator, tanur, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung Kjeldahl, labu lemak, labu pemisah, pemanas, destikator, spektrofotometer, buret, pipet volumetrik, bulb, pipet tetes, cawan petri, cawan Conway, bunsen, beaker glass dan peralatan gelas lainnya serta peralatan uji organoleptik. Peralatan untuk pengemasan yang digunakan adalah mesin pengemasan vakum, Continuous Gas Analyzer (mengukur komposisi gas CO2 dan N2), dan Flowmeter (mengukur debit CO2 dan N2). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso ikan nila merah adalah daging ikan nila merah, tepung tapioka, garam, gula, bawang merah, bawang putih, lada. karagenan, dan air es. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi akuades, HCl, NaOH, campuran selen, H2SO4 dan pelarut heksana, analisis TPC meliputi larutan garam 0,85 % steril, nutrient agar, analisis TVB meliputi H3BO3, K2CO3, trichloroacetic acid (TCA) 7 %, HCl 0,01 N serta analisis TBA yang meliputi pereaksi TBA (Tiobarbithuric acid). Bahan yang digunakan dalam pengemasan adalah yaitu flim kemasan plastik polipropilen (PP), dan gas yang digunakan adalah gas CO2 dan N2.
13
3.3 Metode Penelitian Bakso ikannila merah yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Industri Teknologi Hasil Perairan. Bakso ikan nila merah dikemas dalam kemasan atmosfir termodifikasi dengan komposisi gas yang berbeda-beda dan disimpan pada suhu ruang. Komposisi gas yang digunakan mengacu pada Smoluk dan Sneiler (1985) yang menganjurkan komposisi gas minimal untuk produk olahan perikanan adalah 30% CO2 dan 70% N2. Kemudian pada penelitian ini dilakukan pengujian pada konsentrasi gas CO2 rendah, sedang dan tinggi. Perlakuan komposisi gas atmosfir yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perlakuan komposisi gas atmosfir pada bakso ikan Produk Bakso ikan
P1 (Vakum)
Perlakuan (komposisi gas) P2 P3 P4 (30% CO2 (50% CO2 (80%CO2 +70% N2) +50% N2) +20% N2)
Kontrol Udara biasa
Bakso ikan dikemas dengan kemasan plastik polipropilen (PP) dengan ketebalan 0,8 mm. Selanjutnya bakso ikan dikemas secara vakum atau dimasukkan komposisi gas yang telah ditentukan dan selanjutkan di sealing. Setelah itu disimpan pada suhu ruang dan selanjutnya dilakukan pengamatan secara organoleptik serta pengujian. Pengamatan dilakukan pada jam ke-0, jam ke-12, jam ke-24, jam-36 dan jam ke-48. Diagram alir proses pengemasan bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 2. P1 : vakum P2 : 30% CO2 + 70% N2 P3 : 50% CO2 + 50% N2 P4: 80% CO2 + 20% N2
Bakso ikan
Pengemasan dalam plastik (PP) Pemasukan komposisi gas CO2 dan N2
sealing Penyimpanan (suhu ruang )
14
Pengamatan dan analisis (jam ke-0, 12,24, 36 dan 48)
Gambar 2. Diagram alir proses pengemasan bakso ikan nila merah dengan perlakuan komposisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang. 3.4 Prosedur Analisis Sampel bakso ikan setelah dikemas akan dianalisis dengan uji organoleptik, analisis kimia yang meliputi uji nilai pH, analisis TVB, analisis TBA dan analisis proksimat, dan analisis mikrobiologi dengan metode Total Plate Count (TPC). 3.4.1 Uji organoleptik (Rahayu 1998) Uji organoleptik dengan menggunakan metode scoring atau skor mutu berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik. Pada uji ini diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ini adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap karakteristik mutu yang meliputi penilaian terhadap penampakan, bau/aroma, rasa, dan tekstur bakso ikan. Skala angka dan spesifikasi dari setiap karakteristik mutu produk sudah dicantumkan dalam score sheet organoleptik. Lembar penilaian (score sheet) bakso ikan yang digunakan berasal dari BSN 2006 dan dapat dilihat pada Lampiran 27. Metode analisis dengan uji organoleptik menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk ini adalah 5 (lima) artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh nilai yang sama atau lebih kecil dari lima maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus standard dan tidak bisa memperoleh Sertifikat Mutu Ekspor. Skala angka ini ditujukan dengan spesifikasi masing-masing produk yang dapat memberikan pengertian pada panelis. Panelis pada uji organoleptik ini berjumlah 10 orang terlatih dan tidak berganti-ganti selama uji organoleptik
15
dilaksanankan. Panelis terlebih dahulu dilatih sebelum uji organoleptik dilaksanakan untuk mengetahui mutu bakso ikan yang terbaik. 3.4.2 Analisis kimia Analisis yang dilakukan pada penelitian adalah uji terhadap nilai pH, analisis TVB, analisis TBA (Tiobarbithuric acid), dan analisis proksimat bakso ikan. 3.4.2.1 Uji nilai pH (Apriyantono et al. 1989) Analisis derajat keasaman (pH) ditentukan dengan menggunakan alat pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu.
Alat pH meter
dinyalakan dan dibiarkan stabil, kemudian elektroda dibilas dengan larutan buffer atau akuades. Jika menggunakan akuades, elektroda dikeringkan dengan kertas tisu. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan buffer dan didiamkan beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil. Angka pH meter disesuaikan dengan pH buffer, yaitu buffer pH 4 dan buffer pH 7. Sampel sebanyak 10 gram (bakso ikan) dihancurkan dan dihomogenkan dengan 90 ml air destilata, lalu dibiarkan ±15 menit untuk diukur pH-nya. 3.4.2.2 Uji total volatile base (TVB) (Apriyantono et al. 1989) Uji TVB bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawasenyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip dari analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin, mono-, di-, dan trimetilamin). Senyawa tersebut kemudian diikat oleh asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menimbang 15 g sampel (bakso ikan), kemudian ditambahkan 45 ml TCA 7 % dan dihomogenkan selama 1 menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel maka dilakukan uji TVB dengan cara memasukkan 1 ml H3BO3 ke dalam inner chamber cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber disebelah kiri. Kemudian 1 ml larutan K2CO3 jenuh ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur. Sebelum cawan ditutup pinggir cawan diolesi vaselin agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer
16
chamber tercampur. Disamping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan TCA 7 %. Kedua cawan Conway tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Setelah diinkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N dan cawan digoyang-goyang sampai larutan asam borat berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway yang berisi sampel juga dititrasi dengan larutan yang sama dengan blanko. Kadar TVB dapat dihitung dengan menggunakan rumus: %N (mg n/100g) = (j – i) x N HCl x
x
x 14 mg N/100 g
Keterangan : j i
: titrasi sampel (ml) : titrasi blanko (ml)
fp N
: faktor pengenceran : normalitas HCl
3.4.2.3 Analisis TBA (Tiobarbithuric acid) (Apriyantono et al. 1989) Penentuan bilangan TBA menggunakan metode Tarladgis. Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wearing blender dan ditambahkan 50 ml akuades lalu dihancurkan. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci 47,5 ml akuades. Selanjutnya, ditambahkan ± 2,5 ml HCl 4 M (atau hingga pH menjadi 1,5)kemudian didestilasi selama 10 menit hingga diperoleh cairan destilat yang bening. Destilat yang diperoleh diaduk hingga homogen dan dipipet ke dalam tabung reaksi tertutup sebanyak 5 ml, kemudian 5 ml pereaksi TBA ditambahkan ke dalam tabung dan divorteks hingga homogen. Selanjutnya larutan sampel dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit, kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dengan cara yang sama seperti penetapan sampel. Larutan blanko digunakan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan TBA didefinisikan sebagai mg malonaldehid per kg.
17
Perhitungan bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan: Bilangan TBA = Keterangan: TBA = Thiobarbiturid Acid (mg manoladehid per kg sampel) A528 = nilai absorbansi pada 528 nm
3.4.2.4 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi: analisis kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference). (a). Analisis kadar air (Takeuchi 1988) Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 100 0C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang (A). Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan bakso ikan seberat 2 gram ditimbang (B) setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105-110 0C selama 4 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang (C). Perhitungan kadar air pada bakso ikan adalah: % Kadar air =
x 100 %
Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan bakso ikan (gram) C = Berat cawan dengan bakso ikan setelah dikeringkan (gram)
(b). Analisis kadar abu (Takeuchi 1988) Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu porselen dipanaskan dalam oven pada suhu 105-110 0C selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit dan ditimbang (A). Bakso ikan sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan abu porselen (B). Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur
18
pada suhu 600 0C sampai menjadi abu yang berwarna putih. Setelah itu, cawan abu porselin didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya (C). Perhitungan kadar abu pada bakso ikan: % Kadar abu =
x 100 %
Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan bakso ikan (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan bakso ikan setelah dikeringkan (gram).
(c). Analisis kadar protein (Takeuchi 1988) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar ( crude protein ) pada suatu bahan. Analisis yang dilakukan menggunakan analisis protein semi mikro Kjedahl. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein semi mikro Kjedahl terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1). Tahap destruksi Bakso ikan ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Kemudian dimasukkan 1 g katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dipanaskan selama 3-4 jam sampai larutan dalam labu berwarna hijau bening. Kemudian larutan diencerkan hingga volume menjadi 100 ml. (2). Tahap destilasi Destilasi dilakukan untuk membebaskan kembali NH3 yang berasal dari proses destruksi. Sebanyak 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian ditambahkan 10 ml NaOH 30% melalui corong dan ditutup. Selanjutnya dipanaskan dengan uap labu destilasi selama10 menit setelah tetesan pertama. Hasil destilasi akan ditampung di dalam Erlenmeyer yang berisi 10 ml H2SO4 0,05 N yang ditambahkan methyl red. (3). Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH 0,05 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi hijau bening (warna awal).
19
Perhitungan kadar protein pada bakso ikan: %Kadar Protein = Keterangan: Vb = volume hasil titrasi blanko (ml) Vs = volume hasil titrasi sampel (ml) S = bobot sampel (gram) FN = faktor Nitrogen (faktor koreksi) FP = faktor pengenceran * = setiap ml 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 gram Nitrogen
(d). Analisis kadar lemak (Takeuchi 1988) Analisis kadar lemak yang dilakukan menggunakan metode Folch. Labu lemak dioven terlebih dahulu pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (W2). Bakso ikan seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam mortar dan ditambahkan larutan kloroform/methanol sebanyak 10 ml, selanjutnya dihaluskan hingga halus. Setelah halus, ditambahkan 30 ml kloroform/methanol kemudian diaduk selama 5 menit hingga homogen. Sampel kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCl 0,03 M 10 ml, kemudian dikocok selama 1 menit. Selanjutnya labu pemisah ditutup dan didiamkan selama semalam. Setelah itu, lapisan bawah yang terbentuk pada labu pemisah dimasukkan ke dalam lemak kemudian dievaporasi sampai kering. Selanjutnya labu lemak ditimbang (W3). Perhitungan kadar lemak pada bakso ikan % Kadar Lemak =
x 100 %
Keterangan : W1 = Berat sampel bakso ikan (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
(e). Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat (by difference) ditentukan dari hasil pengurangan 100% dengan kadar air, abu, lemak dan protein, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100% - (%air+%abu+%protein+%lemak).
20
3.4.3 Analisis mikrobiologi (Total Plate Count )(Fardiaz 1987) Prinsip kerja analisis Total Plate Count (TPC) adalah perhitungan jumlah bakteri yang ada di bakso ikan dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pada penelitian ini dilakukan analisis TPC bakteri aerob dan bakteri anaerob. 3.4.3.1 Analisis Total Plate Count (TPC) bakteri aerob Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 g bakso ikan yang telah dihancurkan, dimasukkan ke dalam botol yang berisi 90 ml larutan garam 0,85 % steril, kemudian dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar (Nutrient Agar) dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 30 0C selama 48 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri 30-300 koloni. 3.4.3.2 Analisis Total Plate Count (TPC) bakteri anaerob Pada prinsipnya, metode kerja TPC bakteri anaerob sama seperti metode kerja TPC aerob. Penghitungan jumlah bakteri anaerob pada penelitian ini menggunakan metode overlay yaitu dengan cara melapisi cawan petri dengan media NA (Nutrient Agar) sebanyak 2 lapis sehingga didapatkan asumsi bahwa kondisi pertumbuhan pada sampel adalah anaerob karena bagian atas dan bagian bawah cawan petri tertutup oleh media NA. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 g bakso ikan yang telah dihancurkan, dimasukkan ke dalam botol yang berisi 90 ml larutan
21
garam 0,85 % steril, kemudian dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar (NA) dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Setelah media agar (NA) lapisan pertama mengeras, ditambahkan kembali 10 ml media agar (NA) sebagai lapisan kedua dan dibiarkan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 30 0C selama 48 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri 30-300 koloni. 3.5 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan percobaan dua faktor dengan dua kali ulangan. Faktor yang pertama (A) adalah komposisi gas yang dimasukkan ke dalam kemasan plastik bakso ikan, terdiri dari 5 taraf, yaitu udara biasa (sebagai kontrol), udara biasa, vakum, 30% CO2 + 70% N2; 50% CO2+ 50% N2; 80% CO2 + 20%N2. Faktor yang kedua (B) adalah masa simpan yang terdiri dari jam ke-0 (M0), ke-12 (M1), ke-24 (M2), ke-36 (M3), dan ke-48 (M4). Model rancangan acak lengkap atau RAL dengan percobaan dua faktor adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991) : Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Eijk
22 Keterangan : Yijk µ Ai Bj ABij Eijk
= faktor pengamatan pada faktor ke-A taraf ke-i, faktor ke- B taraf ke-j dan ulangan ke-k. = rataan umum populasi = pengaruh dari faktor A taraf ke-i = pengaruh dari faktor B taraf ke-j = pengaruh interaksi dari faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2).
Apabila hasil analisis ragam yang diperoleh menunjukkan adanya interaksi berbeda nyata maka dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui perlakuan mana yang paling berpengaruh pada percobaan. Jika interaksi tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata tetapi ada pengaruh yang nyata pada faktor pertama (A) maupun faktor kedua (B), selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus dari uji lanjut Duncan adalah: Rp = q (∑p;dbs;α) Keterangan : Rp q dbs Kts r
= Nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan = Perlakuan = Derajat bebas = Jumlah kuadrat tengah = Ulangan
Analisis data nonparametrik yang dilakukan untuk pengujian organoleptik dengan skala mutu menggunakan uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji lanjut Multiple Comparison untuk melihat perbedaan dan hubungan antar perlakuan. Panelis yang digunakan tergolong dalam panelis terlatih untuk memberikan penilaian mengenai tingkat kesukaan dan ketidaksukaan terhadap produk yaitu 10 orang. Uji Kruskal Wallis
23
Keterangan : n Ni Ri t H’
= jumlah data = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i = jumlah rangking dalam perlakuan ke-i = banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok = H terkoreksi
Uji Multiple Comparison
Keterangan : Ri Rj n k
= rata-rata rangking perlakuan ke-i = rata-rata perlakuan ke-j = jumlah total data = banyaknya ulangan