20
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Sampel sotong diambil di Muara Angke, Jakarta. Identifikasi sotong dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen dan analisis fitokimia dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku. Analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat), analisis protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG) dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam amino dilakukan di Laboratorium Terpadu, Baranangsiang, Bogor. Analisis taurin dilakukan di Balai Besar Peneliitian dan Pengembangan Pertanian Pasca Panen, Cimanggu, Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sotong. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat, protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG) yaitu aluminium foil, kapas bebas lemak, pelarut heksana, H2SO4, HCl, NaOH, asam borat, akuades, selenium, NaCl 5%, kertas Whatman. Bahan yang digunakan untuk analisis asam amino dan taurin yaitu HCl 6 N, HCl 0,01 N, pereaksi ortoftalaldehida (OPA), 2-merkoptoetenol, larutan standar asam amino 0,5 µmol/ml, metanol, tetrahidrofuran (THF) 1%, Na-asetat 0,025 M, kertas milipore, akuades, pereaksi carrez, kertas Whatman, buffer natrium karbonat, larutan dansil klorida, metil amin hidroklorida. Bahan yang digunakan untuk analisis fitokimia yaitu asam sulfat 2 N, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff (uji alkaloid), kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji steroid), serbuk magnesium, amil alkohol, alkohol (uji flavonoid), air panas, larutan HCl 2 N (uji saponin), etanol 70%, larutan FeCl3 5% (uji fenol hidrokuinon), pereaksi Molisch, asam sulfat pekat (uji Molisch), pereaksi Benedict (uji Benedict), pereaksi Biuret (uji Biuret), dan larutan Ninhidrin 0,1% (uji Ninhidrin).
21
Alat yang digunakan untuk preparasi bahan baku yaitu pisau, nampan, timbangan digital, talenan, dan styrofoam. Alat yang digunakan untuk analisis proksimat, PLA dan PLG antara lain cawan porselen, timbangan analitik, desikator, oven, kompor listrik, tanur, labu lemak, alat ekstraksi Soxhlet, labu kjeldahl, erlenmeyer, buret, gelas beaker, alat sentrifuse dan homogenizer. Alat yang digunakan untuk analisis asam amino dan taurin yaitu oven, syringe, pipet mikro, timbangan analitik dan High Performance Liquid Chromatrografi (HPLC). Alat yang digunakan untuk analisis fitokimia adalah oven, shaker, evaporator, tabung reaksi, pipet ukur dan penangas air. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu pengambilan sampel, pengidentifikasian jenis sotong, perhitungan morfometrik, perhitungan rendeman, analisis proksimat, PLA, PLG, asam amino dan taurin, serta fitokimia. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Sotong
Pengidentifikasian jenis sotong Penentuan ukuran (panjang,lebar dan tebal) serta berat rata-rata 30 sampel
Preparasi sotong Perhitungan rendemen (kepala, mantel, jeroan dan cangkang)
Jeroan Kepala
Mantel
Cangkang Tinta
Analisis proksimat, PLA, PLG, asam amino dan taurin
Fitokimia
Gambar 7 Diagram alir metode penelitian
22
Sampel sotong diambil dari Muara Angke, Jakarta dengan menerapkan sistem rantai dingin selama prosesnya dan sampel yang digunakan masih dalam keadaan segar ditandai dengan keadaan kantong tinta masih utuh (belum pecah), kulit belum mengelupas dan bercak-bercak hitam pada bagian punggungnya terlihat mengkilat serta tekstur daging masih kenyal. Sampel kemudian diidentifikasi untuk mengetahui jenis sotong yang digunakan pada penelitian ini dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang ada pada sampel dengan buku identifikasi dari Jereb dan Roper (2005). Sampel selanjutnya diukur morfometriknya (panjang, lebar, tebal dan bobot utuh) sebelum dilakukan preparasi. Preparasi sotong dilakukan dengan cara membagi sampel kedalam empat bagian yaitu kepala, badan, jeroan atau organ dalam dan cangkang. Keempat bagian tersebut ditimbang untuk dilakukan perhitungan rendemen setiap bagian. Rendemen dihitung sebagai persentase bobot bagian tubuh sotong dari bobot utuh sotong. Adapun perumusan matematiknya sebagai berikut: Rendemen (%) =
x 100%
Sampel berupa kepala dan mantel yang telah dihitung rendemennya kemudian dihaluskan dan selanjutnya dilakukan analisis proksimat, PLA, PLG, asam amino dan taurin. Sampel berupa tinta, cangkang dan mantel selanjutnya dilakukan analisis fitokimia. 3.3.1 Analisis proksimat (AOAC 2005) Analisis proksimat merupakan analisis untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan secara kasar. Analisis proksimat sotong meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat secara by difference. 1) Analisis kadar air Analisis kadar air dilakukan dengan penguapan menggunakan oven. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen pada suhu 102-105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut dimasukkan dalam desikator kurang lebih 15 menit untuk menyerap uap air dari lingkungan yang terkandung dalam cawan hingga mencapai berat konstan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dengan oven pada suhu
23
102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator hingga mencapai berat konstan kemudian ditimbang bobotnya. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus: % Kadar air
=
x 100%
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan yang diisi sampel (gram) sebelum dioven C = Berat cawan dengan sampel (gram) setelah dioven 2) Analisis kadar abu Analisis kadar abu dilakukan dengan mengabukan sampel di dalam tanur. Tahap pertama cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 102-105 oC, lalu dimasukkan dalam desikator untuk menyerap uap air dari lingkungan yang terkandung dalam cawan hingga mencapai berat konstan kemudian ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Cawan lalu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 2-3 jam (abu berwarna putih). Cawan kemudian dimasukkan lagi dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobotnya. Perhitungan kadar abu ditentukan dengan rumus: % Kadar abu =
x 100%
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan yang diisi sampel (gram) sebelum ditanur C = Berat cawan dengansampel (gram) setelah ditanur 3) Analisis kadar lemak Sampel seberat 5 gram (W1) dibungkus dalam kertas saring kemudian kedua ujungnya ditutup dengan kapas bebas lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet dan disambungkan dengan labu lemak yang sudah ditimbang beratnya (W2) kemudian disiram dengan pelarut lemak (n-heksana) dan dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam
24
labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pelarut akan tertampung
di ruang ekstraktor untuk kemudian dikeluarkan sehingga tidak
kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven suhu 105 oC, setelah itu labu dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus: % Kadar lemak =
x 100%
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 4) Analisis kadar protein Prinsip analisis protein ialah untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410 oC selama 1 jam atau sampai larutan menjadi bening lalu didinginkan. Akuades sebanyak 50 ml dan 20 ml NaOH 40% ditambahkan ke dalam alat destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red yang berwarna merah muda. Proses destilasi dihentikan setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan. Destilat lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut: %N= *) Faktor koreksi alat = 10 % Kadar protein = % N x faktor konversi * *) Faktor Konversi = 6,25
x 100%
25
5) Kadar karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu: Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + abu + lemak + protein)
3.3.2
Analisis protein larut air dan (Zhou et al. 2011 dengan modifikasi)
protein
larut
garam
Prosedur analisis protein larut air dan protein larut garam hampir sama, perbedaannya hanya pada bahan pengekstraknya. Protein larut air diekstrak dengan akudes, sedangkan protein larut garam diekstrak dengan NaCl 5%. Tahap analisisnya yaitu sampel sebanyak 5 gram ditambahkan 50 ml bahan pengekstrak, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer selama 2-3 menit. Sampel lalu disentrifugasi pada kecepatan 5.000 rpm selama 30 menit dengan suhu 4 ˚C dan selanjutnya sampel disaring dengan kertas Whatman. Filtrat ditampung dalam erlenmeyer. Sebanyak 1 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan metode Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG) sebagai berikut: % Kadar PLA dan PLG = Keterangan: A = Volume titrasi HCl sampel (ml) B = Volume titrasi HCl blanko (ml) Fp = faktor pengenceran 3.3.3 Analisis asam amino (AOAC 2005) Analisis asam amino dilakukan untuk mengetahui jenis dan kadar asam amino sotong. Alat analisis yang digunakan ialah High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Perangkat HPLC harus dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Syringe yang akan digunakan juga dibilas dengan akuades sampai syiringe bersih. Analisis asam amino dengan HPLC terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi dan injeksi.
26
a. Tahap pembuatan hidrolisat protein Sampel ditimbang sebanyak 3 mg dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur ditambahkan HCl 6 N sebanyak 2 ml yang kemudian dipanaskan dalam oven suhu 100 oC selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan dan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. b. Tahap pengeringan Sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar dipindahkan isinya ke dalam labu evaporator 50 ml, dibilas dengan 2 ml HCl 0,01 N dan cairan bilasan dimasukkan ke dalam labu evaporator. Proses ini diulangi hingga 2-3 kali. Sampel kemudian dikeringkan. c. Tahap derivatisasi Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan, larutan derivatisasi dibuat dari larutan buffer kalium borat dengan sampel 1:1 kemudian
dicampurkan
dengan
larutan
Ortoftalaldehida
(OPA)
dengan
perbandingan 5:1 dengan sampel, selanjutnya campuran tersebut disaring menggunakan kertas saring Whatman. d. Injeksi ke HPLC Hasil saringan diambil sebanyak 5 µl untuk diinjeksikan ke HPLC. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:
% Asam amino = Keterangan: C = Konsentrasi standar asam amino (µmol/ml) FP = faktor pengenceran BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol) Kondisi HPLC pada saat berlangsungnya hidrolisis asam amino adalah sebagai berikut: Temperatur
: 27 0C (suhu ruang)
27
Jenis kolom HPLC
: Ultra techspere (Coloum C-18)
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit Tekanan
: 3000 psi
Fase gerak
: Buffer Na-Asetat dan methanol 95%
Detektor
: Fluoresensi
Panjang gelombang
: 350-450 nm
3.3.4 Analisis taurin (AOAC 2005) Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan HPLC. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 80 ml akuades dan 1 ml pereaksi carrez (kalium hexasiano ferat), lalu dikocok hingga homogen. Larutan lalu disaring dengan kertas Whatman. Filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan di tempat yang gelap. Tahap selanjutnya dilakukan derivatisasi dengan mengambil 1 ml ekstrak sampel yang dimasukkan ke labu takar 10 ml dan ditambahkan 1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Sampel didiamkan selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml laturan metil amin hidroklorida kemudian dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 40 µl kemudian diinjeksikan ke dalam HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel. Kandungan taurin dalam bahan dapat dihitung dengan rumus: % Taurin =
xCx
Keterangan : C = konsentrasi standar taurin 3.3.5 Analisis fitokimia (Harborne 1984) Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar tinta, cangkang dan badan sotong. Ekstrak kasar dapat diperoleh melalui tahapan proses pengeringan sampel, penghalusan sampel, maserasi, penyaringan dan evaporasi. Ekstrak kasar yang diperoleh ini kemudian diuji komponen bioaktifnya dengan metode fitokimia. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin.
28
a. Alkaloid Sampel sebanyak 0,05 gram dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff. b. Steroid Sampel sebanyak 0,05 gram dilarutkan dengan 2 ml kloroform dalam tabung reaksi, kemudian 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam tabung reaksi tersebut. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif. c. Flavonoid Sampel sebanyak 0,05 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95%) dan 4 ml alkohol, selanjutnya campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. d. Saponin Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin. e. Fenol hidrokuinon Sampel sebanyak 0,05 gram diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan. f. Molisch Sampel sebanyak 0,05 gram diberi 2 tetes pereaksi Molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.
29
g. Benedict Sampel sebanyak 0,05 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi. h. Biuret Sampel sebanyak 0,05 gram ditambahkan dengan 4 ml pereaksi Biuret dalam tabung reaksi. Campuran selanjutnya dikocok. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya peptida. i. Ninhidrin Sampel sebanyak 0,05 gram ditambahkan dengan 2 tetes larutan Ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino.