53
III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Perancangan proses dalam penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan proses rinci (detailed design) produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung mengacu pada Seider et al. (1999) yang terdiri atas tiga tahap yaitu 1) analisis peluang dan permasalahan, 2) kreasi proses (sintesis proses) dan 3) pengembangan proses. Analisis peluang dan permasalahan dilakukan dengan cara menganalisis peluang produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung di Indonesia dilanjutkan dengan perumusan permasalahannya. Kreasi proses dilakukan melalui pengumpulan data dasar melalui percobaan laboratorium. Pengembangan proses dilakukan melalui integrasi proses, simulasi model, optimasi kapasitas dan analisis teknis dan finansial terhadap rancangan yang dikembangkan. Sintesis proses dilakukan untuk mendapakan rangkaian proses (Flowsheet) yang sesuai sehingga dihasilkan biodiesel yang memenuhi persyaratan. Optimasi kondisi proses dilakukan untuk mendapatkan kondisi operasi terbaik sehingga dihasilkan konversi optimum. Analisis pemodelan kinetika dilakukan untuk mendapatkan data dasar dalam perancangan reaktor dan simulasi proses. Analisis produk dilakukan dengan melakukan pengujian sifat fisiko-kimia biodiesel, kinerja biodiesel dan pengaruh biodiesel terhadap mesin untuk mengetahui kelayakan teknis penggunaan produk yang dihasilkan dan untuk penilaian teknis terhadap rancangan
proses
yang
dihasilkan.
Integrasi
proses
bertujuan
untuk
mengintegrasikan seluruh tahapan proses produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung sehingga dihasilkan flowsheet yang utuh. Simulasi proses produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung dilakukan dengan membuat flowsheet yang utuh menggunakan program komputer sehingga dihasilkan Process Engineering Flow Diagram (PEFD) yang merupakan gambaran lengkap proses produksi biodiesel yang melibatkan rangkaian peralatan. PEFD
54
dibuat dengan paket program HYSYS yang dilengkapi dengan kondisi operasi setiap aliran proses. Optimasi rancangan dilakukan untuk mengetahui kapasitas optimum yang dapat menghasilkan biaya minimum. Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan rancangan proses produksi biodiesel pada skala optimum untuk menilai rancangan yang dihasilkan. Kerangka pemikiran produksi biodiesiel dari minyak biji nyamplung ditampilkan pada Gambar 9. KEGIATAN 1. Analisis peluang dan permasalahan 2. Kreasi proses (sintesis proses): karakterisasi bahan baku, penentuan jalur proses, penentuan kondisi pra proses, optimasi proses esterifikasi dan transesterifikasi, kinetika proses esterifikasi dan transesterifikasi dan pengujian produk. 3. Pengembangan proses meliputi integrasi proses, simulasi model dan optimasi kapasitas produksi.
4. Penilaian aspek teknis dan finansial terhadap rancangan proses yang dihasilkan.
HASIL 1. Informasi peluang pengembangan biodiesel dan rumusan permasalahan. 2. Informasi sifat fisiko-kimia bahan baku, jalur proses, kondisi proses terbaik, parameter kinetika dan hasil pengujian sifat fisiko-kimia, kinerja biodiesel dan pengaruh biodiesel terhadap mesin 3. Diagram alir kualitatif, hasil perhitungan neraca massa dan energi, diagram alir kuantitatif, simulasi model proses dalam bentuk PEFD dan kapasitas produksi optimum 4. Kelayakan proses secara teknis dan finansial
Rancangan proses produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung
Gambar 9
Kerangka pemikiran perancangan proses produksi biodiesel dari minyak nyamplung.
Penelitian perancangan proses produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung merupakan hal baru dilihat dari bahan baku dan jalur proses. Jalur proses esterifikasi dan transesterifikasi dikembangkan oleh Sudradjat et al. (2005) pada produksi biodiesel jarak pagar sedangkan esterifikasi ganda dan transesterifikasi belum dikembangkan. Optimasi kondisi proses menggunakan RSM belum dilakukan,
penentuan kondisi terbaik biasa dilakukan dengan
percobaan satu faktor dan faktorial 2n. Kinetika reaksi proses transesterifikasi dilakukan Nourdinni dan Zhu (1997) ; Darnoko dan Cheryan (2000) tetapi untuk
55
kinetika esterifikasi pada pada produksi biodiesel belum dilakukan. Simulasi HYSYS produksi biodiesel dari minyak murni dan minyak jelantah dilakukan oleh Zhang et al. (2003)
tetapi simulasi HYSYS
melalui jalur esterifikasi ganda
dilanjutkan transesterifikasi untuk biodiesel nyamplung belum dilakukan. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2006 sampai dengan Februari 2008 di Laboratorium Pengolahan Kimia dan Energi Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor, Laboratorium Pengawasan Mutu Teknologi Industri Pertanian IPB, Laboratorium Pengujian Mutu VEDCA Cianjur dan Lembaga Penelitian dan Pengujian Minyak dan Gas (Lemigas-Jakarta). 3.3 Bahan dan Peralatan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak dan biji nyamplung
berasal dari Kebumen Jawa Tengah. Bahan kimia yang digunakan:
metanol pa,
asam sulfat pa, asam klorida pa, natrium hidroksida pa, kalium
hidroksida pa, asam fosfat, natrium sulfat anhidrat, natrium karbonat dan bahan kimia lain untuk analisis. Peralatan yang digunakan: satu rangkaian reaktor esterifikasi-transesterifikasi (terdiri atas: labu mulut dua, pendingin balik, termometer, pengaduk, statif, klem penjepit dan hot plate stirrer), mesin pengepres biji nyamplung
bekerja secara hidrolik, pompa vakum, alat distilasi, kompor
listrik, pengaduk, erlenmeyer, tabung reaksi, desikator, penangas air, labu ukur, pH meter, neraca sartorius, oven, pendingin balik, pipet, corong pemisah, buret, viskosimeter, GC dan alat analisis lain. 3.4 Metode Penelitian Metode perancangan proses bertujuan untuk menghasilkan rancangan rinci (detailed design) produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung mengacu pada Seider et al. (1999) yang terdiri atas tahapan analisis peluang dan permasalahan, kreasi proses dan pengembangan proses seperti disajikan pada Gambar 10.
56
Analisis peluang dan permasalahan Analisis peluang Analisis permasalahan Kreasi Proses Sintesis Proses
Biji nyamplung
Pengepresan, degumming dan karakterisasi
Pemilihan Proses Optimasi kondisi esterifikasi Analisis pemodelan kinetika esterifikasi Optimasi proses transesterifikasi Analisis pemodelan kinetika transesterifikasi Analisis produk : sifat fisiko-kimia, kinerja dan pengaruh terhadap mesin
Apakah ada keuntungan kasar
Tdk, Tolak
Ya
Pengembangan Proses Integrasi Proses Simulasi model dan Optimasi biaya produksi Tdk Kelayakan teknis dan finansial Ya
Rancangan proses rinci (detailed design) produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung rinci
Gambar 10 Metode perancangan proses. 3.4.1. Analisis Peluang dan Permasalahan 3.4.1.1 Analisis Peluang Analisis peluang usaha produksi biodiesel dilihat dari permintaan pasar, kebijakan pemerintah terhadap penggunaan biodiesel, target produksi nasional dan
57
penggunaan minyak biji nyamplung sebagai bahan baku biodiesel alternatif. Analisis peluang menggunakan metode studi literatur. 3.4.1.2 Analisis Permasalahan Analisis permasalahan penggunaan minyak biji nyamplung sebagai bahan baku biodiesel dilihat dari karakteristik tanaman nyamplung khususnya musim panen dan pasca panen serta komposisi minyak biji nyamplung itu sendiri. Analisis permasalahan menggunakan metode studi literatur. 3.4.2 Kreasi Proses Kreasi proses pada dasarnya adalah sintesis proses yang dilakukan melalui pengumpulan data sifat-sifat termofisika bahan kimia dan percobaan laboratorium. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan eksperimen. Kreasi proses diakhiri dengan analisis keuntungan kasar. 3.4.2.1 Pengepresan dan Degumming Analisis inti Nyamplung. Tujuan utama analisis inti nyamplung adalah untuk mengetahui kandungan minyak dalam ini biji tersebut. Analisis dilakukan dengan metode ekstraksi langsung dengan alat soxhlet (SNI 01-2891-1992). Prosedur analisis lemak biji nyamplung dapat dilihat pada Lampiran 1.1. Analisis minyak biji nyamplung dengan menggunakan pelarut dilakukan untuk mengetahui potensi minyak dalam biji nyamplung sehingga dapat ditentukan efektivitas proses pengepresan. Analisis biji nyamplung juga dilakukan terhadap kadar air dengan metode oven (SNI 01-3555-1998), protein dengan metode semimikro Kjeldahl (SNI 01-2891-1992) dan arbohidrat dengan metode titrasi iodometri (SNI 01-28911992) yang dapat dilihat pada Lampiran 1.2, 1.3 dan 1.4. Pengepresan. Proses ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengepresan dibandingkan dengan ekstraksi dengan pelarut. Proses pengepresan menggunakan alat pengepres tradisional yang terbuat dari kayu melalui tahapan: (1) pengumpulan biji nyamplung
tua yang sudah rontok dari pohon; (2) pengupasan kulit
58
(cangkang); (3) perajangan inti nyamplung ; (4) penjemuran dengan sinar matahari 2-3 hari sampai kelihatan berminyak (Oilness); (5) penumbukan inti sampai agak halus; dan (6) pengepresan dengan alat pengepres tradisional dari kayu sehingga diperoleh minyak. Proses pengepresan dengan alat kempa hidrolik dilakukan terhadap inti nyamplung yang telah kering. Biji nyamplung yang telah kering kulitnya dikupas, dikeluarkan intinya, dirajang dan kemudian dikeringkan dengan oven pengering pada suhu 50 0C selama 8 jam sampai kelihatan berminyak. Selanjutnya inti digiling sampai halus. Pengepresan minyak nyamplung dilakukan dengan alat kempa hidrolik berkekuatan maksimum 20 ton (200 kilo Newton). Kondisi operasi pengepresan dilakukan pada
suhu 60oC dan rentang massa beban berkisar antara
10 – 15 ton. Setiap kali pengepresan digunakan 150 gr biji nyamplung terkupas yang telah dihaluskan. Biji tersebut dimasukkan dalam alat kempa hidrolik manual berkekuatan 20 ton yang memiliki alat pemanas pada landasan tekan. Alat kempa dipanaskan pada suhu 60 OC kemudian tuas hidrolik ditekan berulang-ulang sampai dicapai tekanan piston maksimum. Bersamaan dengan penekanan, minyak akan keluar melalui lubang-lubang pinggir blok piston. Selanjutnya ditampung dengan menggunakan gelas piala. Bungkil yang dikeluarkan digiling kembali selanjutnya dilakukan pengempaan tahap dua (II) dan tiga dengan cara yang sama. Hasil minyak pada pengepresan 1, 2 dan 3 dicampur ditimbang untuk mengetahui rendemennya. Efektivitas ditentukan dengan membandingkan rendemen minyak dari metode pengepresan dibandingkan dengan ekstraksi dengan pelarut. Proses Degumming. Proses degumming bertujuan untuk menghilangkan gum berupa fosfolipid, glikolipid, liprotein dan resin. Minyak kasar ditimbang 400 gram kemudian dipanaskan hingga suhu mencapai 80 oC sambil diaduk dengan menggunakan magnetik stirrer. Ditambahkan larutan asam fosfat konsentrasi 20 % sebanyak 0.2-0.3% (v/w) dan diaduk selama 15 menit. Minyak dimasukkan dalam
59
corong pemisah 500 ml dan ditambahkan air hangat dengan disemprotkan. Corong pemisah digoyang sebentar agar air menyebar mengikat gum lalu didiamkan agar air dengan gum yang terikat turun dan terpisah dari minyak. Penyemprotan air dilakukan hingga air buangan yang diukur dengan kertas pH pada kisaran pH 6.5-7. Air yang tersisa dihilangkan dengan pengeringan dengan pemanasan hot plate pada suhu 105 oC selama 20 menit kemudian dilanjutkan dengan pengeringan vakum pada suhu 80 oC sampai tidak terdapat gelembung uap air (±10 menit). 3.4.2.2 Karakterisasi Minyak Biji Nyamplung . Karakterisasi Minyak Biji Nyamplung Kasar (crude oil). Karakterisasi ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat khas dari minyak biji nyamplung. Minyak nyamplung yang digunakan dalam penelitian dilakukan analisis kadar air (SNI 01-3555-1998), bilangan asam (SNI 01-3555-1998), kadar asam lemak bebas (SNI 01-3555-1998), bilangan penyabunan (SNI 01-3555-1998), bilangan iod (SNI 01-3555-1998), densitas (SNI- 06-4085-1996) dan viskositas ( Codex, 1992). Prosedur analisis bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan penyabunan, bilangan iod, densitas, dan viskositas berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 1.5, 1.6, 1.7, 1.8, 1,9 dan 1.10. Karakterisasi Minyak Biji Nyamplung
Hasil Proses Degumming.
Minyak biji nyamplung hasil proses degumming dilakukan pengujian kadar air, densitas, bilangan asam, kadar asam lemak bebas, indek refraksi dan viskositas. Berdasarkan penelitian pendahuluan minyak nyamplung hasil proses degumming mempunyai kadar asam lemak bebas sangat tinggi (± 30%). Minyak hasil degumming dilakukan analisis komposisi asam lemak bebas dengan menggunakan Gas khromatografi (GC). Sebelum diinjeksikan pada GC, sampel dimetilasi terlebih dahulu. Analisis komposisi asam lemak bebas bertujuan untuk membandingkan komposisi asam lemak bebas minyak biji nyamplung dengan komposisi asam lemak bebas sumber lainnya yang sudah terbukti dapat digunakan
60
sebagai bahan baku biodiesel. Prosedur analisis asam lemak bebas dapat dilihat pada Lampiran 1.11. 3.4.2.3 Pemilihan Proses Pemilihan jalur proses didasarkan pada karakteristik bahan baku. Untuk menentukan jalur proses yang sesuai dilakukan survei literatur mengacu pada Seider et al. (1999) yang menyatakan bahwa sebelum kreasi proses dilakukan survai literatur. 3.4.2.4 Optimasi Proses Esterifikasi Esterifikasi
bertujuan
untuk
mengurangi
ALB
minyak
sekaligus
mengkonversi ALB tersebut menjadi metil ester. Esterifikasi juga berfungsi untuk membersihkan minyak dari pengotor bersifat polar yang masih tertinggal dari proses degumming seperti resin turunan koumarin. Penetapan Jenis Kondisi Proses. Tahapan ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses esterifikasi yang akan digunakan untuk proses optimasi. Kondisi proses yang optimum diperlukan untuk menentukan kinetika reaksi yang diperlukan dalam perancangan proses. Faktor-faktor yang dimaksud meliputi suhu, kecepatan pengadukan, nisbah molar metanol dan konsentrasi katalis. Percobaan mempelajari pengaruh perlakuan suhu esterifikasi, kecepatan pengadukan, nisbah molar metanol dan konsentrasi katalis dilakukan secara terpisah menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Parameter pengukuran untuk empat perlakuan tersebut adalah sama yaitu kadar asam lemak bebas akhir esterifikasi yang diambil dari bagian lapisan bawah hasil esterifikasi setelah didiamkan selama 2 jam. Model matematika untuk rancangan acak satu faktor menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut : a.
Penetapan suhu Yij = µ + Ti + Єij Yij = Kadar asam lemak bebas pada perlakuan suhu esterifikasi kei dan ulangan ke-j = Nilai rata-rata sebenarnya µ
61
Ti Єij
= Pengaruh perlakuan suhu esterfikasi ke-i = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
b.
Penetapan kecepatan pengadukan Yij = µ + Ri + Єij Yij = Kadar asam lemak bebas pada perlakuan kecepatan pengadukan ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rata-rata sebenarnya µ = Pengaruh kecepatan pengadukan ke-i Ri = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Єij
c.
Penetapan nisbah molar metanol Yij = µ + Mi + Єij Yij = Kadar asam lemak bebas pada perlakuan nisbah molar metanol terhadap ALB ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rata-rata sebenarnya µ Mi = Pengaruh perlakuan nisbah molar metanol terhadap ALB ke-i = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Єij R x M1 x A Gram metanol = --------------M2 ml metanol = gram metanol / 0,7918 R M1 A M2
d.
= = = =
Nisbah molar metanol terhadap ALB BM metanol = 32 Bobot ALB dalam minyak (gram) BM asam lemak bebas yang dinyatakan dari BM asam lemak bebas dominan yaitu asam oleat = 282
Penetapan konsentrasi katalis Yij = µ + Ki + Єij Yij = Kadar asam lemak bebas pada perlakuan konsentrasi katalis ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rata-rata sebenarnya µ Ki = Pengaruh perlakuan konsentrasi katalis ke-i Єij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j gram HCl pekat = % Katalis x Bobot ALB dalam minyak (gram) ml HCl pekat = gram HCl / 1,19 Masing-masing percobaan di atas diulang tiga kali dengan analisis keragaman satu arah dan untuk mengetahui taraf perlakuan yang berbeda digunakan uji Duncan. Suhu esterifikasi yang digunakan ada empat taraf yaitu 50, 60, 70 dan 80 0C. Kecepatan pengadukan yang digunakan ada lima taraf yaitu 100
62
rpm, 200 rpm, 300 rpm, 400 rpm dan 500 rpm. Nisbah molar metanol terhadap ALB yang digunakan ada 11 taraf yaitu 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50. Konsentrasi katalis HCl terhadap berat ALB yang digunakan ada tujuh taraf yaitu 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15% dan 18%.
Optimasi Kondisi Proses. Optimasi proses esterifikasi bertujuan untuk menentukan kondisi proses optimum yang dapat menghasilkan respon optimum. Optimasi dilakukan untuk mendapatkan rancangan yang paling menguntungkan. Kondisi proses yang paling optimum (respon permukaan optimum) digunakan untuk menentukan kinetika reaksi pada tahapan berikutnya. Optimasi respon esterifikasi dilakukan
berdasarkan pengaturan kondisi proses dengan cara
menentukan titik-titik optimum pada setiap variabel (perlakuan) proses dengan menggunakan metode permukaan respon (Surface Respon Methode) (Box et al. 1978, Montgomery 1991 dan Gaspers 1996). Parameter respon hasil esterifikasi yang dioptimasi adalah penurunan kadar asam lemak bebas (ALB). Pengolahan data optimasi respon hasil esterifikasi menggunakan program Minitab 14 dan SAS V6.12. Taraf percobaan yang diambil didasarkan pada hasil penelitian kajian pengaruh dan dikaitkan dengan hasil studi pustaka. Rentang nisbah molar mempertimbangkan hasil penelitian Canacki dan Van Gerpen (2003); Van Gerpen et al. (2004); Zhang et al. (2004) yaitu antara 20:1– 40:1 berdasarkan bobot ALB. Rentang katalis mempertimbangkan hasil penelitian Canacki dan Gerpen (2003) yaitu 5-10% dari ALB yang diberikan 2 kali, Canacki dan Gerpen (2001) yaitu 15 % dari ALB, Sudradjat et al. (2005) yaitu 1% dari jumlah minyak. Rentang suhu mempertimbangkan hasil penelitian Van Gerpen et al. (2004) ; Canacki dan Van Gerpen (2003); dan Sudradjat et al. (2005) yaitu sekitar 60 oC. Waktu esterifikasi dan kecepatan pengadukan ditetapkan sama untuk seluruh perlakuan.
63
Optimasi respon hasil esterifikasi terdiri dari
3 variabel bebas yang
dicobakan pada proses esterifikasi yaitu: nisbah molar metanol terhadap asam lemak bebas (ALB) sebagai X1, konsentrasi katalis terhadap ALB sebagai X2 dan suhu esterifikasi sebagai X3. Langkah-langkah dalam percobaan optimasi respon ini adalah sebagai berikut: a. Menentukan taraf-taraf faktor percobaan. Faktor, kode dan taraf kode yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19. Tabel 18 Faktor, kode dan taraf kode pada percobaan proses esterifikasi No. Faktor 1 2 3
Nisbah molar metanol terhadap ALB Konsentrasi katalis terhadap ALB Suhu esterifikasi
Kode X1
α
(-1.682) 3
Taraf kode Rendah Tengah Tinggi (-1) (0) (+1) 10 20 30
α
(+1.682) 37
X2 .
1
3
6
9
11
X3 .
35
45
60
75
85
Nilai faktor yang dikodekan dihitung dengan cara sebagai berikut: W – W tengah X = --------------atau W = 0.5 r X + W tengah 0.5 r r = adalah selisih taraf kode aktual tertinggi dan terendah X = nilai taraf kode = -1,682, -1, 0, +1, dan +1,682. W = taraf kode aktual yang dicari W tengah = Taraf kode aktual tengah b. Melakukan pengumpulan data percobaan berdasarkan matrik pengamatan c. Melakukan pengujian orde satu jika hasil pengujian menunjukan berbeda nyata secara statistik maka dilanjutkan dengan membuat model permukaan respon orde dua dengan k=3 yaitu : Y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β11X1 2+ β22X22 + β33X32 + β12X1 X2 + β13X1X3+ β23X2 X3 + ε
64
Pengujian model orde satu dan dua menggunakan analysis of variance (ANOVA) d. Melakukan pengujian model
persamaan orde kedua untuk menentukan
ketepatan model melalui pengujian lack of fit. Tabel 19 Nilai taraf kode dan nilai taraf aktual pada percobaan esterifikasi Matrik rancangan
No
Faktorial 23
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tambahan faktorial α=2k/4
Pengulangan titik pusat
Nilai taraf kode Nisbah Konsen- Suhu molar trasi metanol katalis terhadap ALB -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1 1 1 -1 -1 -1 1 1 -1 1 -1 1 1 1 1 1 -1,682 0 0 1,682 0 0 0 -1,682 0 0 1,682 0 0 0 -1,682 0 0 1,682 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nilai taraf aktual Nisbah Konsentrasi Suhu molar katalis metanol terhadap ALB 10 3 45 30 3 45 10 9 45 30 9 45 10 3 75 30 3 75 10 9 75 30 9 75 3 6 60 37 6 60 20 1 60 20 11 60 20 6 35 20 6 85 20 6 60 20 6 60 20 6 60 20 6 60 20 6 60 20 6 60
e. Menentukan pendugaaan hasil berdasarkan data yang dimiliki dan perhitungan nilai R2. f. Melakukan analisis kanonik untuk menentukan peubah pada titik stasioner. g. Melakukan validasi model dengan percobaan dengan data laboratorium. 3.4.2.5 Analisis Pemodelan Kinetika Reaksi Esterifikasi Kinetika reaksi berguna untuk menetapkan kondisi operasi, metode pengendalian, kebutuhan peralatan dan teknologi proses (Petrucci 1992). Penentuan kinetika reaksi esterifikasi dengan menggunakan metode isolasi juga dilakukan
65
oleh Guner et.al. (1996) dan Breitenlechner dan Bach (2006). Data yang diperoleh dari pemodelan kinetika yang akan digunakan dalam proses perancangan adalah nilai tetapan laju reaksi, model laju reaksi berdasarkan suhu, konversi, waktu tinggal dan energi aktivasi. Pengukuran kinetika dilakukan pada kondisi proses optimum khususnya untuk faktor nisbah molar metanol terhadap kadar ALB dan konsentrasi katalis yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. Sebanyak 300 ml minyak nyamplung dimasukkan dalam reaktor berupa labu mulut ganda 500 ml yang sudah dilengkapi dengan kondesor yaitu untuk mengkondensasi uap metanol agar masuk kembali ke dalam reaktor kemudian ditambahkan larutan metanol dan HCl. Campuran tersebut direaksikan pada suhu dan kecepatan pengadukan tertentu dengan pengadukan kecepatan 400 rpm. Setiap 5 menit sampel diambil untuk dilakukan pemeriksaan kadar asam lemak bebas. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan penentuan orde reaksi, tetapan laju reaksi dan energi aktivasi. Penentuan tetapan laju reaksi esterifikasi menggunakan metode isolasi (Atkins
1999) yang dikombinasikan dengan metode integral (Laidler
Metode isolasi dilakukan dengan membuat
1979).
konsentrasi suatu reaktan berlebihan
sehingga dianggap konstan selama reaksi. Pemilihan orde reaksi yang paling tepat dilakukan dengan metode integral. Metode ini merupakan metode empiris yakni perubahan konsentrasi diukur secara periodik selang waktu tertentu dan harga k dihitung dengan menggunakan persamaan terintegrasi berbeda untuk orde reaksi yang berbeda. Orde reaksi dapat diperoleh secara grafik dari persamaan yang memberikan nilai k yang konsisten. •
Penentuan tetapan laju reaksi (k). Jika reaksi menunjukkan orde pertama dilakukan dengan membuat persamaan linier ln C = - kt + ln Co . Kurva hubungan antara t dan ln C:
66
ln C ln Co Slope = _ k t Jika reaksi menunjukkan orde dua dilakukan dengan membuat persamaan linier:1/C = kt + 1/Co Kurva hubungan antara t dan ln 1/C: 1/C
Slope = k
1/Co
T •
Penentuan energi aktivasi (Ea). Berdasarkan nilai k dari beberapa suhu reaksi maka dengan menggunakan persamaan Arrhenius ditentukan energi aktivasinya yang merupakan gradien (slope) grafik antara k dengan (1/T). k = A exp(-Ea/RT) k Ea R T A
= tetapan laju reaksi = Energi aktivasi = tetapan gas = suhu mutlak = frekuensi faktor atau tetapan proporsionalitas besarnya tergantung dari frekuensi tumbukan dan orientasi molekol selama tumbukan.
ln k = ln A –
Ea RT
ln k = ln A – (Ea/R)
1 T
67
ln k ln A Slope = _ Ea/R 1/T • Penentuan waktu batch ideal untuk proses esterifikasi berdasarkan neraca massa dalam reaktor batch isotermal (endotermis/ eksotermis) Perry (1988); Richardson and Peacock (1994) : Rate of input – rate of output – Rate of Reaction
= Rate of accumulation
0
= d [ME] / dt
-
0
-
V. r ME
d [ME] V . (- r ME ) = ----------dt Volume (V) konstan, sehingga : d [ME] ----------- = (- r ME ) dt d [ALB] / dt = d [ME]/dt d [ALB] ----------- = (- r ALB ) dt d [ALB] ----------- = dt - r ALB Waktu untuk mencapai [ALB] pada kondisi isothermal adalah : CALB d [ALB] t= ---------- rALB CALBo t = (1/k ) x ln ([ALB] o/ [ALB]t)
68
3.4.2.6 Optimasi Proses Transesterifikasi Penetapan Jenis Kondisi Proses. Tahapan ini bertujuan untuk menentukan kondisi proses transesterifikasi yang akan digunakan untuk proses optimasi. Kondisi proses yang dimaksud meliputi suhu, kecepatan pengadukan, nisbah molar metanol dan konsentrasi katalis. Percobaan dilakukan secara terpisah menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Parameter empat perlakuan tersebut adalah viskositas mengacu De Filippis et al. (1995) yang menyatakan bahwa peningkatan metil ester selama transesterifikasi berkorelasi positif dengan penurunan viskositas dan densitas. Pengukuran viskositas dilakukan terhadap metil ester setelah dipisahkan dari gliserol. Dengan menggunakan corong pemisah metil ester dipisahkan dari gliserol. Metil ester yang diperoleh dicuci dengan air panas bersuhu 60-70 oC yang telah ditambahkan asam asetat sebanyak 0,03% dari volume minyak. Pencucian dilakukan sampai air cucian jernih dan mempunyai pH netral. Selanjutnya metil ester dikeringkan dengan menggunakan pemanasan suhu 105 oC selama 20 menit dilanjutkan dengan pengeringan vakum suhu 80 oC selama sampai tidak terbentuk gelembung uap air lagi (± 10 menit). Model matematika untuk rancangan acak kelompok (Mattjik dan Sumertajaya 2002) adalah sebagai berikut : a. Penetapan nisbah molar metanol terhadap minyak Yij = µ + Mi + Єij Yij = Viskositas pada perlakuan nisbah molar metanol transesterifikasi ke-i, dan ulangan ke j = Nilai rata-rata sebenarnya µ Mi = Pengaruh nisbah molar metanol terhadap minyak sebagai triolein ke-i Єij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Perhitungan gram metanol pada setiap percobaan mengikuti rumus berikut: R x M1 x A Gram metanol = --------------M2 ml metanol = gram metanol / 0,7918
69
R M1 A M2
= Nisbah molar metanol terhadap minyak yang dihitung sebagai triolein = BM metanol = 32 = Bobot trigliserida dalam minyak (gram) = BM trigliserida minyak dinyatakan sebagai triolein = 885,46
b. Penetapan kecepatan pengadukan Yij = µ + Ri + Єij Yij = Viskositas pada perlakuan kecepatan pengadukan ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rata-rata sebenarnya µ = Pengaruh kecepatan pengadukan ke-i Ri = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Єij c. Penetapan katalis Yij = µ + Ki + Єij Yij = Viskositas pada perlakuan konsentrasi katalis ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rata-rata sebenarnya µ Ki = Pengaruh perlakuan konsentrasi katalis ke-i Єij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Perhitungan NaOH pada setiap percobaan mengikuti rumus berikut: gram NaOH = % Katalis x Bobot minyak (gram) d. Penetapan suhu transesterifikasi Yij = µ + Ti + Єij Yij = Viskositas pada perlakuan suhu transesterifikasi ke-i, ulangan ke k = Nilai rata-rata sebenarnya µ Ti = Pengaruh perlakuan suhu tranesterfikasi ke-i = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Єij Masing-masing percobaan di atas diulang tiga
dan
kali dengan analisis
keragaman satu arah dan untuk mengetahui taraf perlakuan yang berbeda digunakan uji Duncan. Nisbah molar metanol yang digunakan ada 3 taraf yaitu 3, 6, dan 9. Kecepatan pengadukan yang dicobakan ada lima taraf yaitu 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm, 400 rpm dan 500 rpm. Suhu transesterifikasi yang dicobakan ada tiga taraf yaitu 45, 60, 75 0C. Konsentrasi katalis terhadap minyak sebagai triolein yang dicobakan ada 4 taraf yaitu 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%.
70
Optimasi Kondisi Proses. Optimasi proses transesterifikasi (optimasi respon proses transesterifikasi) dilakukan berdasarkan pengaturan kondisi proses dengan cara menentukan titik-titik optimum pada setiap variabel (perlakuan) proses dengan menggunakan metode permukaan respon (Surface Respon Methode) (Box et al. 1978, Montgomery
1991 dan Gaspers
1996). Optimasi dilakukan untuk
mendapatkan rancangan yang paling menguntungkan. Kondisi proses yang paling optimum digunakan untuk menentukan kinetika reaksi pada tahapan berikutnya. Respon hasil transesterifikasi yang dioptimasi meliputi : kadar asam lemak bebas, rendemen biodiesel dan viskositas. Pengolahan data optimasi respon menggunakan program Minitab 14. Faktor, kode dan taraf kode yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21. Taraf percobaan yang diambil didasarkan pada hasil penelitian kajian pengaruh dan dikaitkan dengan hasil studi pustaka. Rentang nisbah molar metanol terhadap minyak mempertimbangkan hasil penelitian Freedman et al. (1984); Darnoko dan Cheryan (2000); Lele (2005); Van Gerpen et al. (2004) yaitu sekitar 6:1. Rentang katalis mempertimbangkan hasil penelitian Darnoko dan Cheryan (2000); Lele (2005); Canacki dan Van Gerpen (2003); Van Gerpen et al. (2004) yaitu sekitar yaitu 1% dari jumlah minyak. Suhu esterifikasi, waktu esterifikasi dan kecepatan pengadukan ditetapkan sama untuk seluruh perlakuan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Tabel 20 Faktor dan taraf kode pada percobaan proses transesterifikasi No. Faktor 1
2
Nisbah molar metanol terhadap minyak sebagai triolein. Konsentrasi katalis terhadap minyak sebagai triolein
Kode X1
α (-1.414) 1,8
Rendah (-1) 3
X 2.
0,3
0,5
Taraf kode Tengah Tinggi (0) (+1) 6 9
1
1,5
α (+1.414) 10,4
1,7
71
Optimasi respon hasil transesterifikasi terdiri dari 2 variabel bebas yang dicobakan yaitu: nisbah molar metanol terhadap minyak sebagai X1 dan konsentrasi katalis terhadap minyak X2 . Model permukaan respon orde dua dengan k = 2 adalah Y = βo + β1X1 + β2X2 + β11X1 2+ β22X22 + β12X1 X2 + ε. Tabel 21 Nilai taraf kode dan nilai taraf aktual optimasi proses transesterifikasi Matrik rancangan
Faktorial 23
Tambahan faktorial α=2k/4 Pengulangan titik pusat
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nilai taraf kode X1 X2
-1 -1 1 1 1,414 -1,414 0 0 0 0 0 0 0
1 -1 1 -1 0 0 -1,414 1,414 0 0 0 0 0
Nilai taraf aktual Nisbah molar Kosentrasi katalis metanol terhadap terhadap minyak minyak
3,0 3,0 9,0 9,0 10,4 1,8 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
1,5 0,5 1,5 0,5 1,0 1,0 0,3 1,7 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
3.4.2.6 Analisis Pemodelan Kinetika Reaksi Transesterifikasi Penentuan tetapan laju reaksi esterifikasi menggunakan metode integral (Laidler 1979). Metode tersebut juga digunakan untuk penentuan kinetika reaksi transesterifikasi oleh Freedman et al. 1986; Noureddini & Zhu (1997); Darnoko dan Cheryan (2001). Data yang diperoleh dari pemodelan kinetika yang akan digunakan dalam proses perancangan adalah nilai tetapan laju reaksi, model laju reaksi berdasarkan suhu, konversi, waktu tinggal dan energi aktivasi. Sebanyak 300 ml minyak nyamplung hasil proses esterifikasi dimasukkan dalam reaktor 500 ml kemudian ditambahkan larutan metanol dan NaOH. Campuran tersebut direaksikan pada suhu tertentu dengan pengadukan kecepatan tinggi. Setiap lima
72
menit diambil sampelnya untuk pemeriksaan kadar metil ester dan viskositas. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan penentuan tetapan laju reaksi seperti yang dilakukan pada proses esterifikasi. Penentuan energi aktivasi dilakukan dengan mengukur tetapan laju reaksi pada beberapa suhu reaksi, kemudian dibuat grafik hubungan antara k dengan 1/T dan energi aktivasi ditentukan dari slope grafik tersebut.
Cara penentuan energi aktivasi reaksi transesterifikasi sama
dengan yang dilakukan pada esterifikasi. Berdasarkan kinetika reaksi, dilakukan perancangan kondisi operasi reaktor
yaitu menentukan waktu operasi (waktu
tinggal) optimum yang berkaitan dengan volume reaktor. Rate of input – rate of output – Rate of Reaction
= Rate of accumulation
0
= d [ME] / dt
-
0
-
V. r T
d [ME] ----------dt
V . (-r T) =
Volume (V) konstan, sehingga : d[ME] −−−−− = - rT, karena d[ME]/dt = dx/dt dt dx ----------- = dt - rT Waktu untuk mencapai [ME] pada kondisi isothermal adalah : x dx t= ---------0 - rT - rT =k ( [TG]o - x ) ( [M]o-3x ) t = 1/k
-1 3 [TG]o -1 [M]o
ln
1 ( [TG]o - x )
ln
1 ( [M]o - 3x )
73
3.4.2.7 Analisis Produk Pengujian Sifat Fisiko-Kimia Biodiesel. Biodiesel dilakukan pengujian komposisi metil ester dengan Gas Chromatography Mass Spectrophotometer (GCMS) (prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran
1.12) dan dilakukan
pengujian sifat fisiko-kimia sesuai standar SNI 04-7182:2006 meliputi analisis: 1. Massa jenis pada suhu 40 oC dalam satuan kg/m3 (ASTM D 1298), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.13. 2. Viskosistas kinematik pada 40 oC dalam satuan mm2/s atau cSt (ASTM D 445), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.14. 3. Bilangan setana minimum 51, (ASTM D 613), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.15. 4. Titik nyala (mangkok tertutup) dalam satuan OC (ASTM D93), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.16. 5. Titik kabut dalam satuan OC (ASTM D 2500), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.17. 6. Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 oC) (ASTM D 130), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.18. 7. Residu karbon dalam contoh asli dalam satuan % b/b (ASTM D 4530), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.19. 8. Air dan Sedimen dalam satuan % v/v (ASTM D 2709 atau (ASTM D-1796), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.20. 9. Suhu distilasi 90% dalam satuan OC (ASTM D 1160), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.21. 10. Abu tersulfatkan dalam satuan % b/b (ASTM D 874), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.22. 11. Belerang dalam satuan ppm-b atau mg/kg (ASTM D 5453) atau (ASTM D 1296), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.23.
74
12. Fosfor dalam satuan ppm atau mg/kg (AOCS Ca 12-55), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.24. 13. Bilangan asam dalam satuan mgKOH/g minyak (SNI 01-3555-1998), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.5. 14. Gliserol total dan gliserol bebas dalam satuan % b/b (AOCS Ca 14-56 atau ASTM D 6584), ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.25 15. Kadar ester alkil dalam satuan % b/b penentuan sesuai dengan SNI 04-71822006, ringkasan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.26. 16. Bilangan Iod dalam satuan % b/b atau gram I2 /100 gram (SNI 01-3555-1998). Pengujian Kinerja Biodiesel. Pengujian kinerja biodiesel dilakukan dengan mencobakan biodiesel tersebut pada motor diesel statis untuk menentukan konsumsi biodiesel. Pengujian kinerja biodiesel dilakukan terhadap campuran biodiesel dan solar: 0 %, 10 %, 20%, 30%, 40%, 50% dan 60 %. Pengujian kinerja biodiesel menggunakan mesin diesel putaran tinggi dengan karakteristik sebagai berikut: Jenis Jumlah selinder Diameter x langkah (displacement) Putaran Perbandingan kompresi Tekanan injeksi Daya nominal
: Mesin diesel 4 langkah :1 : 443 cm 3 (443 CC) : 700 rpm : 20 :1 : 230 kg/ cm 2 : 7,5 pK
Pengujian Pengaruh Bahan Bakar Terhadap Mesin. Pengujian pengaruh bahan bakar terhadap mesin dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan campuran biodiesel dari minyak biji nyamplung terhadap mesin diesel khususnya pada bagian kepala selinder dan piston. Pengujian performansi mengacu pada Reksowardojo et al. (2005) yang dilakukan dalam waktu 17 jam. Campuran biodiesel yang digunakan adalah solar 0 %, 10 %, 30% dan 50 % masing-masing sebanyak 4 liter. Mesin diesel yang digunakan mempunyai spesifikasi yang sama dengan mesin diesel yang digunakan dalam pengujian kinerja.
75
3.4.2.8 Analisis Keuntungan kasar Pada tahapan ini dilakukan analisis keuntungan secara kasar dengan cara menghitung laba yang akan didapat apabila minyak nyamplung diproses menjadi biodiesel. 3.4.3 Pengembangan Proses 3.4.3.1 Integrasi Proses Integrasi proses yang dilakukan mengacu pada Rudd dan Watson (1973); Seider et al. (1999) dengan cara menggabungkan dan mengintegrasikan semua tahapan proses yang telah dihasilkan pada tahap sintesis proses sebelumnya sehingga dihasilkan flowsheet yang utuh. Seider et al. (1999) menjelaskan bahwa flowsheet berisikan semua tipe proses yang dibutuhkan, aliran bahan, kondisi dan neraca massa dan energi semua tahap proses. Dengan demikian hasil dari integrasi proses ini adalah diagram alir kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperlukan untuk melakukan integrasi proses produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung terdiri atas: jenis tahapan proses, kondisi
proses (suhu dan tekanan), waktu proses,
komposisi masukan (nisbah molar metanol terhadap kadar ALB dan konsentrasi katalis terhadap berat ALB untuk proses esterifikasi dan nisbah molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap berat minyak
untuk
proses transesterifikasi), komposisi keluaran, laju reaksi atau konversi pada setiap tahapan proses (neraca massa) dan neraca energi. 3.4.3.2 Simulasi dan Optimasi Biaya Produksi Simulasi Proses. Setelah tahap sintesis proses dilakukan pengembangan proses untuk menghasilkan flowsheet yang lebih rinci Seider (1999) dalam bentuk . Process Engineering Flow Diagram (PEFD) (Peters dan Timmerhaus, 1980). Flowsheet disertai neraca massa dan energi dan daftar peralatan. Neraca massa ditunjukkan pada setiap aliran, dilengkapi dengan suhu, tekanan dan komposisi aliran dan properties lain yang cocok.
Simulasi proses dalam penelitian ini
76
dilakukan dengan menggunakan program Hysys. Data yang diperlukan untuk membuat simulasi proses produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung terdiri atas: jenis tahapan proses, kondisi
proses (suhu dan tekanan), waktu proses,
komposisi masukan (nisbah molar metanol terhadap kadar ALB dan konsentrasi katalis terhadap berat ALB untuk proses esterifikasi dan nisbah molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap berat minyak
untuk
proses transesterifikasi), komposisi keluaran, laju reaksi dan konversi pada setiap tahapan proses (neraca massa). Optimasi Biaya Biaya Produksi. Optimasi dilakukan untuk menentukan kapasitas produksi optimum yang dapat menghasilkan biaya minimum (Petters dan Timmerhaus 1980). Biaya produksi dihitung berdasarkan konversi biaya bahan baku, biaya bahan kimia untuk proses, biaya air dan listrik yang digunakan, biaya tenaga kerja dan biaya tetap proses tersebut. Tahapan optimasi biaya produksi dilakukan menurut Sinnot (1999) dengan meliputi menentukan tujuan, menentukan persamaan fungsi dan menentukan variabel yang dapat menghasilkan nilai optimum. Optimasi yang dimaksudkan dalam peneltian ini adalah melakukan optimasi kapasitas produksi (Po) sehingga dihasilkan biaya satuan produksi total per waktu (CT.) minimum
(Peters dan
Timmerhaus 1981). n
Qc n cT = (h + mP )+ ───
P
n
Qc CT= cT P = (h+ mPn + ───) P P h + mPn
= biaya operasi per satuan produk ( Variable Cost) dengan h = biaya operasi variabel tetap per satuan produk, mPn = biaya operasi superproduksi per satuan produk,
Qc cT
= biaya organisasi per satuan waktu (Fixed Cost) = biaya produksi total per satuan produk (Rp/satuan produk)
Optimasi Proses Esterifikasi
77
= biaya produksi total / waktu (Rp /waktu) = laju produksi (satuan produk / waktu). = tetapan.
CT P m dan n
Karena biaya produksi total per satuan produk per satuan waktu (Ct) adalah : CT = cT P maka Qcn CT = (h+ mP +───) P P n
Biaya produksi total satuan perwaktu minimum diperoleh apabila turunannya sama dengan 0.
d CT ────
dP
Po =
n-1
= 0 = nmPo Qc
Qc ─ ─── 2
Po
1/ (n+1)
───
nm
Po = Produksi optimum yang memberikan biaya minimum per satuan produk. 3.4.3.3 Analsis Kelayakan Teknis dan Finansial. Aspek penting yang diperhitungkan dalam menentukan kalayakan rancangan proses adalah penilaian aspek teknis dan aspek ekonomi khususnya finansial (Zhang et al. 2003). Analsis kelayakan teknis rancanngan produksi biodiesel dari minyak biji nyamplung yang dihasilkan meliputi sifat fisiko-kimia biodiesel sesuai standar SNI 04-7182:2006, kinerja biodiesel dan
pengaruh
biodiesel terhadap mesin. Analisis Kelayakan finansial meliputi Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP), Net Benefit / Cost (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV) dan Return on Investment (ROI).