III. METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengamatan dilaksanakan selama 20 hari, yang dimulai sejak tangggal 28 Desember 2006 sampai dengan 16 Januari 2007, dengan jumlah hari cerah sebanyak 17 hari. Lokasi penelitian di tepi hutan primer di pinggir Kawasan Taman Nasional Halimun Salak, di Dusun Panggunyangan, Desa Sirnarasa, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 1).
LOKASI PENELITIAN
Gambar 1. Lokasi penelitian peta administratif Provinsi Jawa Barat
3. 2 Alat dan Bahan 3. 2. 1 Alat a. Pengamatan Serangga Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan serangga di lapangan adalah sebagai berikut; Jaring serangga, tabung spesimen kecil (tube), pengukur waktu (timer-set), pengukur suhu dan kelembaban (thermometer dry-wet), GPS, kamera foto. b. Identifikasi Serangga Alat-alat yang digunakan dalam proses pemisahan (sorting) dan identifikasi dalam laboratorium adalah sebagai berikut; mikroskop stereo, kaca pembesar (lup), kapsul spesimen, jarum, papan setting, pinset, cawan gelas, kotak
spesimen, buku identifikasi. Berikut adalah buku-buku yang digunakan sebagai panduan identifikasi: 1. Hymenoptera of The World: an Identification Guide To Familis (Gaulet & Huber 1993) 2. Introduction of Insects Spesies (Borror et al. 1996) c. Analisis Data Alat-alat yang digunakan selama proses analisis data ialah berupa perangkat lunak (software) pada komputer yang berfungsi dalam kalkulasi data dan visualisasi grafis. Perangkat lunak yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Statistica versi.7 (StatSoft 2004) 2. EstimateS (Colwell 2000) 3. Arcview 4. Biodiversity Microsoft Excel Add-in (Messner Tanpa tahun) 3. 2. 2 Bahan a. Penempatan Titik Pengamatan Bahan yang digunakan dalam persiapan titik pengamatan adalah: 1. Benih caisin; ditanam dan dirawat agar menghasilkan tanaman berbunga untuk menarik serangga penyerbuk 2. Tanah; media tanam 3. Pupuk organik; penambah unsur hara organik agar tanaman tumbuh subur alami 4. Polibag; wadah tanaman agar memudahkan dalam pemindahan tanaman dari persemaian ke titik pengamatan. b. Pengamatan Serangga Bahan-bahan yang digunakan selama pengamatan adalah Alkohol 70% dan kantong plastik. Obyek yang diamati adalah semua serangga yang ditemukan hinggap pada bunga caisin di titik pengamatan. c. Identifikasi Serangga Bahan-bahan yang digunakan selama proses identifikasi adalah alkohol 70% dan aqua. Obyek yang diamati adalah spesimen basah serangga yang ditangkap dari pangamatan lapangan.
3. 3 Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jenis dan kelimpahan serangga yang ditemukan pada bunga Caisin tiap titik pengamatan, jumlah pemekaran bunga, temperatur, kelembaban udara, waktu pengamatan, dan karakteristik umum habitat-habitat yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi literatur tentang pengaruh jarak hutan alam terhadap keragaman dan kelimpahan serangga, serta data pembanding dari hasil penelitian-penelitian serupa.
3. 4 Tahapan Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 3. 4. 1 Studi Pendahuluan Penempatan Titik Pengamatan Studi pendahuluan dilakukan dengan menjajaki dan mengenali kondisi lapangan serta meminta perizinan penggunaan lahan kepada warga pemilik lahan untuk dijadikan tempat penelitian sementara. Dari hasil studi pendahuluan didapatkan empat karakter habitat yang terlewati oleh jalur pengamatan yaitu permukiman penduduk, sawah basah, ladang (sawah kering), dan pinggiran hutan. Prosedur penempatan titik pengamatan adalah sebagai berikut: 1. Jarak antar titik pengamatan yang ideal adalah kurang lebih 100 meter, dari tepi permukiman penduduk hingga ke tepi hutan terdekat 2. Jumlah tanaman Caisin yang ditempatkan di tiap titik pengamatan adalah sebanyak 20 tanaman (polibag) 3. Jarak tanam Caisin di tiap titik pengamatan berkisar antara 10 cm sampai 15 cm.
Prosedur tata letak tanaman Caisin dalam titik pengamatan disesuaikan seperti pada umumnya susunan tanaman Caisin pada ladang di desa tersebut, terutama tanaman yang sengaja tidak dipanen (dibiarkan sampai berbunga) sebagai produksi benih.
3. 4. 2 Pengamatan Lapangan Pengamatan pada tiap titik pengamatan dilakukan secara simultan dengan metode fixed sampling (Dafni 1992). Pengamatan di seluruh 15 titik pengamatan dilakukan pada pukul 07:00 – 12:00 WIB yang merupakan jam-jam disaat bunga sedang bermekaran dan sekaligus menjadi waktu aktif serangga penyerbuk pada pukul 07:00 – 14:30 (Kremen et al. 2002), dengan prosedur pengamatan pada tiap lokasi adalah sebagai berikut; 1. Tiap titik lokasi dilakukan pengamatan selama 30 menit 2. Semua serangga yang ditemukan hinggap atau berkunjung pada bunga di seluruh 20 tanaman caisin di tiap titik pengamatan ditangkap dengan tehnik menjaring (sweeping) 3. Serangga yang telah tertangkap langsung dimasukkan ke dalam botol spesimen (tube) yang telah terisi alkohol dan yang telah diberi label 4. Label pada botol spesimen berisi informasi tentang; nomor titik, jam, dan tanggal pengamatan. Data sekunder yang meliputi, jumlah seluruh mekar bunga, dan temperature di lokasi titik pengamatan, serta cuaca dicatat setelah 30 menit pengamatan serangga berakhir. 3. 4. 3 Identifikasi Serangga Spesimen-spesimen
serangga
pengunjung
bunga
yang
telah
ditangkap dan diawetkan selama pengamatan di lapangan, kemudian dilakukan proses identifikasi dengan prosedur sebagai berikut:
1. Proses penyortiran dengan cara memisahkan spesimen berdasarkan morphospecies yang kemudian dihitung dan dicatat ke dalam tallysheet berdasarkan titik pengamatan dan tanggal pengamatan 2. Pemisahan spesimen berdasarkan tingkat ordo 3. Identifikasi spesimen dilakukan hingga ke tingkat taksonomi spesies atau ke tingkat genus dengan diberi keterangan penomoran spesies 4. Spesimen yang sulit diidentifikasi, diberi nama famili dengan disertai kode nomor morfospesies 5. Spesimen dikoleksi dan disimpan dalam kotak spesimen setelah melalui proses setting spesimen.
Morphospecies merupakan istilah untuk taksa yang dapat dibedakan berdasarkan morfologi yang memberikan solusi praktis dalam hal dimana organisme yang tidak teridentifikasi ditemukan dalam pengamatan (Hammond 1994 dalam Magurran 2004).
Identifikasi dan verifikasi spesimen serangga
dilakukan selama bulan Februari sampai dengan bulan Desember 2007 di beberapa tempat pada lembaga / institusi sebagai berikut; 1. Yayasan PEKA Indonesia, 2. Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman IPB, 3. Laboratorium Zoologi Departemen Biologi IPB.
3. 5 Analisis Data Serangga Penyerbuk 3. 5. 1 Keanekaragaman, kekayaan, dan Kemerataan Jenis Keanekaragaman
serangga
penyerbuk
dinilai
berdasarkan
indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dengan menganalisa jumlah jenis dan jumlah individu serangga penyerbuk (Pielou 1975 dalam Magurran 2004), dihitung dengan rumus: H’ = -∑ pi ln pi Nilai pi merupakan proporsi jumlah individu pada jenis ke-i dengan jumlah total individu serangga yang ditemukan. Penggunaan logaritma natural (Ln) atau yang juga dikenal sebagai loge pada indeks Shannon-Wiener memberikan nilai satuan berupa natural bels atau nats per individu (Pielou 1969 dalam Magurran 2004). Nilai indeks Shannon-Wiener yang didapat biasanya terdapat diantara rentang nilai 1,5 sampai 3,5 dan sangat jarang melewati 4 (Margalef 1972 dalam Magurran 2004). Hill (1973) dalam Krebs (1978) merekomendasikan menggunakan bentuk lain dari indeks Shannon-Wiener dengan satuan unit jumlah spesies agar lebih mudah dimengerti bagi para pakar ekologi. Rumus indeks tersebut adalah sebagai berikut:
N1 = eH’ Keterangan: e : 2,71828 H’ : Indeks Shannon-Wiener N1 : Indeks Shannon-Wiener Total jumlah individu semua jenis yang ditemukan
Nilai indeks kemerataan digunakan untuk mengetahui kemerataan jumlah individu spesies-spesies dalam komunitas pada lokasi pengamatan. Magurran (2004) menyarankan untuk menggunakan indeks kemeratan modifikasi Heip (1974) karena memberi hasil yang lebih sensitif. EHeip =
(N1 − 1) (S − 1)
Keterangan: N1 : Indeks Shannon-Wiener Total jumlah individu semua jenis yang ditemukan S : Total spesies yang ditemukan
Ada beberapa pengukuran indeks kekayaan jenis secara sederhana, diantaranya ialah yang paling disarankan oleh Magurran (2004) yaitu indeks kekayaan jenis Margalef:
DMg =
(S − 1) ln N
Keterangan: N : jumlah keseluruhan individu dari seluruh spesies S : Total spesies yang ditemukan
3. 5. 2 Dominasi dan Penyebaran Jenis Menentukan jenis serangga penyerbuk yang dominan di tiap titik pengamatan ditentukan dengan menggunakan rumus menurut van Helvoort (1981): Di = Keterangan:
Kriteria:
Di ni N Di Di Di
ni × 100% N
= indeks dominansi suatu jenis serangga penyerbuk = jumlah suatu jenis serangga penyerbuk = jumlah individu dari seluruh jenis serangga penyerbuk = 0 - 2% jenis tidak dominan = 2,01 - 5% jenis subdominan = 5,01 - 100% jenis dominan
Analisi penyebaran spesies digunakan untuk melihat penyebaran spesies serangga penyerbuk secara quantitatif pada masing-masing titik pengamatan. Rumus yang digunakan adalah: Frekuensi Jenis (Fj) =
Jumlah plot ditemukan suatu spesies serangga Jumlah seluruh plot contoh
Frekuensi Relatif (FR) =
Frekuensi suatu jenis × 100% Jumlah frekuensi seluruh jenis
3. 5. 3 Kesamaan Jenis dan Ketidaksamaan Jenis Indeks kesamaan jenis (Similarity index) salah satu pengukuran variasi dalam komposisi jenis antar komunitas atau area (β diversity) yang digunakan untuk mengetahui kesamaan jenis serangga penyerbuk yang ditemukan pada titik pengamatan yang berbeda, karena jarak dari tepi hutan maupun tipe habitat disekitar titik pengamatan dapat mempengaruhi komposisi spesies serangga penyerbuk dalam suatu komunitas. Penghitungan indeks kesamaan (similarity) dihitung dengan rumus yang ditemukan oleh Sørensen (1948) dalam Magurran (2004): Cs =
2a 2a + b + c
Keterangan: a = jumlah jenis yang umum ditemukan di komunitas A dan B b = jumlah jenis yang hanya ditemukan di komunitas A c = jumlah jenis yang hanya ditemukan di komunitas B
Penghitungan Sørensen dianggap sebagai satu dari pengukuran kesamaan (similarity) yang paling efektif (Southwood & Handerson 2000 dalam Magurran 2004). Hasil indeks kesamaan dirubah urutannya / transposisi menjadi nilai indeks
ketidaksamaan
(dissimilarity)
agar
dapat
dikombinasikan
secara
berkesinambungan kedalam rangkaian (cluster) dalam bentuk dendrogram dengan titik yang bercabang mewakili ukuran kesamaannya, melalui tehnik multivariasi statistikal dengan analisis rangkaian (Cluster anaysis) yang dibuat dengan alat bantu perangkat lunak (software) program STATISTICA versi 7 (StatSoft 2004).
3. 5. 4 Analisis Pengaruh Jarak Hutan Pengaruh jarak dari tepi hutan beserta faktor-faktor lainnya terhadap kekayaan, kelimpahan, dan keanekaragaman spesies serangga penyerbuk ditunjukan oleh gambar sebaran titik (Scatter plot) yang menghubungkan jarak dari tepi hutan dan atau faktor-faktor lainnya (pada sumbu x) dan jumlah kuantitatif spesies, kelimpahan, serta indeks keanekaragaman spesies serangga penyerbuk (pada sumbu y). Garis regresi digunakan untuk melihat kecenderungan ada atau tidaknya korelasi antar variabel-variabel tersebut. Krebs (1978) mengungkapkan bahwa teori garis regresi dipakai pada situasi dimana satu variabel bebas (sumbu x) digunakan untuk memprediksi nilai dari sebuah variabel tak bebas (sumbu y). Pembuatan garis regresi standar dengan persamaan “ y = a + bx ” dengan penghitungan rumus (Krebs 1978) dimana; a = y intercept = y − b x
b = slope =
∑ xy − ∑x
2
(∑ x )(∑ y ) −
n (∑ x ) 2 n
Korelasi koefisien yang disimbolkan dengan r2 (R square) digunakan untuk melihat besarnya kecenderungan (kemiringan garis) penurunan dan atau peningkatan pengaruh jarak dari tepi hutan, dihitung dengan rumus (Krebs 1978):
r = correlation coefficient =
∑ xy − (∑ x )
x2 − ∑
(∑ x )(∑ y )
2
n
n
2 y 2 − (∑ y ) ∑ n
Penilaian besar atau kecilnya korelasi antara variabe-variabel penentu juga dibuktikan dengan uji ANOVA dengan selang kepercayaan 95%. Dalam penelitian ini korelasi antara variabel bebas dan variabel tak bebas dinyatakan berbeda nyata atau signifikan bila memiliki nilai P-value di bawah 0,05 (p≤ 0,05)