5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Strategi Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya (David, 2006). Menurut Siagian (2008), manajemen stratejik adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Istilah strategi semula bersumber dari kalangan militer dan secara populer sering dinyatakan sebagai „kiat yang digunakan oleh para jenderal untuk memenangkan suatu peperangan‟. Manajemen strategik menurut Wheelen dan Hunger (2004) adalah penekanan pada pengambilan keputusan strategis. Keputusan strategis berhubungan dengan masa yang akan datang dalam jangka panjang organisasi secara keseluruhan. 2.2. Keunggulan Kompetitif Menurut Mulyadi dan Setiawan (2001), dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, daya saing perusahaan dapat dibangun jika perusahaan memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan pesaing. Keunggulan bersaing (competitive advantage) merupakan proses dinamis, karenanya harus dilakukan berkesinambungan. Untuk itu perlu barrier agar sulit ditiru. Competitive advantage menggambarkan bahwa suatu perusahaan dapat bertindak lebih baik dibandingkan perusahaan lain walaupun mereka bergerak di lingkungan industri yang sama (Hasan, 2009). David (2006) mengatakan bahwa keunggulan kompetitif dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh sebuah perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya. Ketika sebuah
6
perusahaan dapat melakukan sesuatu dan perusahaan lainnya tidak dapat, atau memiliki sesuatu yang diinginkan pesaingnya, hal tersebut menggambarkan
keunggulan
kompetitif.
Memiliki
dan
menjaga
keunggulan kompetitif sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang dari suatu organisasi. Keunggulan kompetitif merupakan posisi yang terus berlaku untuk lebih superior dari para pesaing, yaitu dalam konteks lebih disukai oleh konsumen. Keunggulan kompetitif tidak dapat dipahami hanya dengan melihat perusahaan sebagai suatu bagian, tetapi juga harus dilihat dari segala aktivitas perusahaan, yaitu dalam perancangan, proses produksi, pemasaran, dan kegiatan lain yang berperan sebagai pendukung produknya. Aktivitas tersebutlah yang memberikan peran bagi perusahaan dalam memperoleh efisiensi dan diferensiasi dengan pesaingnya (Porter, 1994). Sumber dari keunggulan kompetitif tersebut berasal dari dua hal. Pertama, kemampuan perusahaan untuk membedakan produknya dengan produk pesaing dan mampu memberikan layanan yang lebih baik dibandingkan pesaing, sehingga nilai tersebut disebut sebagai keunggulan nilai (value advantage). Kedua, cara bekerja perusahaan yang dapat menekan biaya sehingga menjadi seminimal mungkin dengan memperoleh laba yang tinggi, sehingga melahirkan keunggulan dalam produktivitas (productivity advantage). Vollman, et al. (2005) memaparkan beberapa bentuk kebijakan perusahaan yang dapat mempengaruhi keunggulan kompetitif, yaitu: 1. Outsourcing. Pengambilan sumber daya dari luar perusahaan, yang merupakan bentuk kebijakan dari perusahaan untuk menetapkan aktivitas apa yang perlu dilakukan sendiri oleh perusahaan dan mana yang lebih baik dilakukan oleh pihak lain. Kebijakan ini biasanya dimulai dengan mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang dianggap tidak terlalu kritis dan lebih berkonsentrasi pada bisnis inti perusahaan. Pertanyaan yang paling utama muncul dalam hal outsourcing adalah „partner manakah yang lebih baik?‟. Implementasi outsourcing dalam
7
suatu perusahaan juga memerlukan strategi, kompetensi baru, cara kerja yang baru, serta infrastruktur pendukung yang baru. 2. Regionalisasi/globalisasi, yaitu bila rantai pasok sudah keluar dari wilayah lokal ataupun wilayah global. Regionalisasi memerlukan beberapa perubahan dalam rantai pasokan, mencakup aktivitas, proses, dan sistem yang baru. Selain itu, regionalisasi akan membutuhkan standarisasi baru. Peluang dapat terbuka lebar jika beroperasi secara global. Dalam hal ini, pilihan pemasok menjadi terbatas, untuk pemasok yang dapat mendukung operasi global. Mereka mungkin perlu untuk menempatkan unit-unit perusahaan dalam lokasi yang sama, namun mereka juga perlu untuk sama-sama meningkatkan cara kerja, proses, dan sistem informasi. 3. Konsentrasi pada pelanggan tertentu, yaitu bila produsen mampu bekerja sama dan berkonsentrasi dengan perusahaan pengecer yang telah memiliki citra dan jaringan distribusi yang luas. Kerjasama tersebut akan menghadirkan keuntungan dari volume permintaan yang banyak dan produk dapat dipasarkan ke berbagai pasar atau segmen dan pengguna akhir (end user). Di sisi lain, perusahaan pengecer tersebut memiliki posisi tawar yang kuat dan akan selektif dalam memilih pemasok, sehingga akan memaksa pemasok untuk berkonsentrasi untuk memenuhi kriteria konsumen yang harus dipenuhi. 4. Penguncian, yaitu penguasaan terhadap posisi yang menguntungkan dengan pihak lain. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan pelayanan dan nilai tambah yang sulit untuk ditiru oleh pesaing. Penguncian juga dilakukan terhadap pemasok supaya terkonsentrasi dalam memenuhi kriteria yang diinginkan oleh perusahaan tersebut. Penguncian ini dapat terjadi hanya dengan melalui perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement). Terdapat empat faktor utama yang menentukan dayasaing suatu industri yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, kondisi industri pendukung dan industri terkait serta kondisi struktur, persaingan dan strategi perusahaan. Keempat faktor utama tersebut didukung oleh
8
faktor pemerintah dan faktor kesempatan dalam meningkatkan dayasaing industri. Faktor-faktor tersebut menghasilkan suatu lingkungan dimana suatu perusahaan lahir dan belajar bagaimana bersaing. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu sistem, yaitu The Diamond of National Advantage. Setiap poin dalam berlian tersebut mempengaruhi keberhasilan suatu negara dalam
mendapatkan keunggulan bersaing di
pasar
internasional (Porter, 1990). 2.3. Analisis Porter’s Diamond Model Porter’s Diamond Model terdiri dari empat determinan (faktor-faktor yang menentukan) daya saing. Empat atribut ini adalah faktor kondisi, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, dan ketatnya persaingan. Peranan pemerintah dan peluang juga berperan penting dalam menentukan daya saing. Secara lengkap, model Porter’s Diamond disajikan dalam Gambar 3. Peran Kesempatan
Persaingan Struktur, Strategi Perusahaan
Kondisi Permintaan Domestik
Kondisi Faktor Sumberdaya
Industri Terkait dan Industri Pendukung
Smart promotion
Keterangan: Garis ( ) menunjukkan keterkaitan antara komponen utama yang saling mendukung Garis ( ) menunjukkan keterkaitan antara komponen penunjang yang mendukung komponen utama
Gambar 3. Sistem Lengkap dari Keunggulan Kompetitif Nasional (Porter, 1990) Lebih lanjut Porter (1990) menjelaskan bahwa faktor kondisi mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal, dan infrastruktur. Variabel-variabel ini adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu industri.
9
Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas. Kondisi permintaan mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing. Pasar seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk yang diproduksi. Hal ini didorong dengan adanya permintaan produk serta adanya kedekatan hubungan antara perusahaan dengan pelanggan. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Namun, dengan adanya globalisasi, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri. Industri terkait dan industri pendukung mengacu pada tersedianya serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan. Manfaat industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam suatu industri. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, technology sharing, informasi, maupun skills (keahlian dan keterampilan) tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang akan menyebabkan meningkatnya produktivitas dan berujung pada peningkatan daya saing perusahaan. Pesaing mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pada industri sayuran. Strategi perusahaan dan pesaing akan memotivasi perusahaan atau industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensinya. Pada akhirnya persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mencari pasar internasional. Faktor peran pemerintah dan peluang juga ditambahkan dalam Porter’s Diamond. Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap upaya peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh
10
pada faktor-faktor penentu daya saing global. Peran pemerintah melalui kewenangan yang dimiliki, memberikan fasilitas, katalis, dan tantangan bagi industri. Pemerintah mengajukan dan mendorong industri agar mencapai level daya saing tertentu. Hal-hal tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui kebijakan insentif berupa subsidi, perpajakan, pendidikan, fokus pada penciptaan, dan menegakkan standar industri. Pemerintah juga dapat memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga dapat berdaya guna secara efisien dan aktif. Peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan dan pemerintah. Beberapa kesempatan yang mampu meningkatkan naiknya daya saing global industri nasional adalah penemuan baru murni, biaya perusahaan yang konstan akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang. Selain itu, dapat juga terjadi karena peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari pasokannya atau kondisi politik yang menguntungkan daya saing. 2.4. Analisis SWOT Wheelen dan Hunger (2004) berpendapat, analisis SWOT tidak hanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi langka (distinctive competence) perusahaan, yaitu kapabilitas berupa keahlian tertentu dan sumber-sumber yang dimiliki yang secara strategis membuat sebuah
perusahaan
berbeda,
tetapi
juga
dapat
mengidentifikasi
ketidakmampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang yang ada karena keterbatasan sumber-sumber tertentu. Menurut Rangkuti (2011), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, barulah dapat ditentukan keuntungan dari peluang-peluang yang ada, sekaligus untuk memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya untuk menghindari ancaman yang ada. Analisis SWOT ini terbagi atas empat komponen dasar, yaitu:
11
1. Kekuatan atau Strengths (S), merupakan suatu kelebihan khusus yang memberikan keunggulan kompetitif di dalam suatu industri yang berasal dari perusahaan. Kekuatan perusahaan akan mendukung perkembangan usaha dengan cara memperlihatkan sumber dana, citra, kepemimpinan pasar, hubungan dengan konsumen ataupun pemasok, serta faktor-faktor lainnya. 2. Kelemahan atau Weaknesses (W), merupakan keterbatasan dan kekurangan dalam hal sumberdaya, keahlian, dan kemampuan yang secara nyata menghambat aktivitas keragaan perusahaan. Fasilitas, sumberdaya keuangan, kemampuan manajerial, keahlian pemasaran, dan pandangan orang terhadap merek dapat menjadi kelemahan. 3. Peluang atau Opportunities (O), merupakan situasi yang diinginkan perusahaan. Segmen pasar, perubahan dalam persaingan, perubahan teknologi, peraturan dalam persaingan, peraturan baru atau yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber peluang bagi perusahaan. 4. Ancaman atau Threats (T), merupakan situasi yang paling tidak disukai dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan penghalang bagi posisi yang diharapkan oleh perusahaan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, meningkatnya posisi penawaran pembeli dan pemasok, perubahan teknologi, peraturan baru yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber ancaman bagi perusahaan. Selain empat komponen dasar ini, analisis SWOT dalam proses analisisnya akan berkembang menjadi beberapa sub komponen yang jumlahnya tergantung pada kondisi organisasi, dimana masing-masing sub komponen adalah penjabaran dari masing-masing komponen. 2.5. Analytic Network Process Metode Analytic Network Process (ANP) merupakan pendekatan kualitatif non parametrik non bayesian untuk proses pengambilan keputusan dengan kerangka kerja umum tanpa membuat asumsi-asumsi (Ascarya, 2006). ANP merupakan suatu metode yang mampu memperbaiki kelemahan dari metode Analytical Hierarchy Process (AHP) berupa kemampuan
12
mengakomodasi keterkaitan antar kriteria atau alternatif (Saaty dalam Suswono dkk, 2010). Dengan kata lain, metode ini adalah pengembangan metode dari AHP itu sendiri. Pada metode ANP memiliki dua jenis keterkaitan, yaitu keterkaitan dalam satu set elemen (inner dependence) dan keterkaitan antar elemen yang berbeda (outer dependence) sehingga metode ANP ini menjadi lebih kompleks dibanding metode AHP. ANP merupakan pendekatan baru dalam proses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalam memperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsiasumsi tentang independensi elemen-elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemen dalam suatu level. Bahkan ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hierarki yang digunakan dalam AHP, yang merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah pengaruh (influence), sementara konsep utama dalam AHP adalah preferensi (preference). AHP dengan asumsi dependensinya tentang klaster dan elemen merupakan kasus khusus dari ANP (Suswono dkk, 2010). Perbedaan antara hierarki dan jaringan (network) dapat dilihat pada Gambar 4. Hierarki memiliki tujuan (goal) atau titik sumber (source node) serta kriteria dan sub kriteria atau titik tumpahan (sink node). Bentuknya berupa struktur linear dari atas ke bawah tanpa adanya timbal balik (feedback) dari level terendah ke level diatasnya. Selain itu, loop hanya terjadi pada level terendah. Jaringan (network) menyebar dalam segala arah dan memungkinkan terjadinya pengaruh (influence) dari suatu cluster terhadap cluster lainnya maupun cluster itu sendiri dan timbal balik (feedback) yang membentuk siklus (Saaty dalam Nugroho, 2008).
13
Gambar 4. Perbedaan Hierarki dan Jaringan (Aziz dalam Ascarya, 2006) Menurut Ascarya dalam Susilo (2008), terdapat dua jenis keterkaitan pada metode ANP, yaitu: (1) keterkaitan dalam satu set elemen (inner dependence), artinya elemen dalam suatu komponen/cluster dapat mempengaruhi elemen lain dalam komponen/cluster yang sama, dan (2) keterkaitan antar elemen yang berbeda (outer dependence), artinya elemen dalam suatu komponen/cluster dapat mempengaruhi elemen lain dalam komponen/cluster yang berbeda dengan memperhatikan setiap kriteria. Seperti
halnya
Analytical
Hierarchy
Process
(AHP),
ANP
juga
menggunakan skala rasio. Prioritas-prioritas dalam skala rasio merupakan angka fundamental yang memungkinkan untuk dilakukannya perhitungan operasi aritmetika dasar, seperti penambahan dan pengurangan dalam skala yang sama, perkalian dan pembagian dari skala yang berbeda, dan mengkombinasikan keduanya dengan pembobotan yang sesuai dan menambahkan skala yang berbeda untuk memperoleh skala satu dimensi. Perlu diingat bahwa skala rasio juga merupakan skala absolut. Kedua skala tersebut diperoleh dari pairwise comparison „pembandingan sepasangsepasang‟ dengan menggunakan judgements atau rasio dominasi pasangan dengan
menggunakan
pengukuran
aktual.
Dalam
hal
penggunaan
judgements, dalam AHP seseorang bertanya: ”Mana yang lebih disukai atau lebih penting?”, sementara dalam ANP seseorang bertanya: “Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar?”. Pertanyaan terakhir jelas memerlukan observasi faktual dan pengetahuan untuk menghasilkan jawaban-jawaban yang valid, yang membuat pertanyaan kedua lebih obyektif daripada pertanyaan pertama.
14
2.6. Penelitian Terdahulu Meidina Trijadi Lamadlauw (2006) meneliti mengenai Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri di Kabupaten Bogor. Berdasarkan analisis internal eksternal, posisi UKM agroindusti di Kabupaten Bogor berkaitan dengan strategi pengembangan terletak pada koordinat (0,21; 0,13) dan menempati kuadran I cross impact matrix. Posisi tersebut mengindikasikan bahwa dalam pengembangan kebijakan UKM agroindustri dapat menggunakan strategi yang bersifat agresif. Berdasarkan hasil penilaian skor dengan menggunakan konsep AHP, strategi yang tepat untuk pengembangan UKM agroindustri di Kabupaten Bogor adalah memberikan perhatian yang lebih besar pada proses formulasi kebijakan. Strategi ini dimaksudkan agar berbagai kebijakan pemerintah Kabupaten Bogor yang dihasilkan, baik yang ditujukan khusus kepada usaha kecil, baik langsung dan atau tidak langsung berpengaruh terhadap usaha kecil, kiranya dapat lebih memihak kepada kepentingan usaha kecil atau minimal tidak menghambat pengembangan usaha kecil di wilayah ini, serta harus mampu menjawab kebutuhan atau mengakomodir kebutuhan stakeholder lain yang berhubungan dengan pengembangan UKM agroindustri di Kabupaten Bogor. Joko Susilo (2008) meneliti Rumusan Strategi Pengembangan PT BPRS Amanah Ummah dengan Pendekatan Analytic Network Process. Hasil yang diperoleh yaitu faktor internal (kelebihan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang mempengaruhi pengembangan PT BPRS Amanah Ummah. Didapat bahwa kekuatan utamanya adalah memiliki lokasi strategis yang dekat dengan konsumen (nasabah dan debitur), yaitu di areal pasar Leuwiliang Bogor. Sedangkan kelemahan utama adalah masih terbatasnya kualitas sumberdaya manusia. Peluang utamanya adalah potensi pangsa pasar umat Islam yang besar karena basis masyarakat di sekitar pesantren. Sedangkan yang menjadi ancaman adalah banyaknya jumlah pesaing yang membidik segmen UMK. Rumusan strategi pengembangan berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan lima alternatif strategi pengembangan, yaitu strategi peningkatan Kualitas
15
Aktiva Produktif (KAP), strategi penghimpunan dana, strategi penyaluran dana, strategi efisiensi biaya (cost cutting), dan strategi hubungan antarlembaga keuangan. Prioritas strategi bagi pengembangan PT BPRS Amanah Ummah dengan menggunakan Analytic Network Process (ANP) didapat bahwa strategi utamanya adalah strategi peningkatan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dengan bobot normal sebesar 0,31352. Komadin (2008) meneliti mengenai Strategi Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Indramayu mengalami penurunan investasi. Investor lebih fokus pada industri pengolahan minyak dan gas serta pertanian dan belum pada sektorsektor lainnya. Hasil analisis tentang daya saing investasi menunjukan bahwa prioritas elemen faktor kekuatan yang paling mempengaruhi daya saing yaitu potensi ekonomi (0,351), faktor kelemahan yang paling mempengaruhi yaitu kualitas infrastruktur rendah (0,378), faktor peluang yang paling mempengaruhi yaitu pengembangan transportasi darat Jakarta– Cirebon (0,498), faktor ancaman yang paling mempengaruhi yaitu adanya persaingan dengan daerah lain (0,443). Dari analisis daya saing tersebut, prioritas alternatif strategi dalam peningkatan investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu mengembangkan zona dan kluster industri (0,551),
mengembangkan
agroindustri
hulu
sampai
hilir
(0,237),
mengembangkan kelembagaan pelayanan perizinan dan investasi (0,138), dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (0,074). Suswono, Arief Daryanto, Mohamad Husein Sawit, dan Bustanul Arifin (2010) melakukan penelitian mengenai Strategi Peningkatan Daya Saing Perum BULOG. Penelitian ini menganalisis bagaimana meningkatkan daya saing Perum BULOG setelah terjadi perubahan status dari LPND menjadi Perum. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa peran dan fungsi yang harus diprioritaskan oleh Perum BULOG setidaknya dalam lima tahun mendatang lebih bertumpu pada fungsi bisnis PSO dengan ditunjang aspek penguatan komitmen pemerintah. Di lain pihak, faktor internal yang harus diprioritaskan untuk meningkatkan kinerja dan daya saing BULOG adalah aspek pembelajaran dan pertumbuhan (learning & growth) dan aspek
16
proses internal (internal process). Adapun strategi alternatif yang harus diprioritaskan adalah strategi value creation. Surip Prayugo (2010) melakukan penelitian mengenai Analisis Rantai Nilai Ayam Ras Pedaging Untuk Meningkatkan Daya Saing (Studi Kasus di PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk). Dari hasil penelitian didapat bahwa atribut yang pengaruhnya paling tinggi terhadap daya saing adalah SDM dan Sumberdaya Modal dengan bobot (4,00). Sedangkan atribut yang pengaruhnya paling rendah terhadap daya saing adalah preferensi konsumen dengan bobot (2,57). Analisis ini dilakukan dengan Porter’s Diamond Model. Faktor kekuatan yang memiliki nilai bobot tertinggi pada analisis IFE yaitu layanan after sales (0,083), sedangkan nilai bobot paling rendah adalah keuntungan pabrik pengolah ayam tinggi (0,064). Faktor kelemahan yang paling rendah adalah sebagian besar peternak masih menggunakan kandang terbuka serta vaksin dan obat yang didistribusikan PT SHS International masih impor (nilainya sama, 0,041). Pada analisis EFE, faktor peluang yang memiliki nilai bobot paling tinggi adalah pertumbuhan industri perunggasan naik (0,152) sedangkan faktor peluang yang memiliki nilai bobot paling rendah adalah konsumsi ayam per kapita masih rendah (0,098). Faktor ancaman yang memiliki bobot paling tinggi adalah serangan wabah penyakit (0,112) dan yang bobotnya paling rendah adalah adanya produk substitusi ayam (0,083). Nilai matriks IFE adalah 2,739 dan nilai matriks EFE adalah 3,194 sehingga posisi rantai nilai berada pada kuadran II, yaitu tumbuh dan kembangkan. Strategi yang disarankan adalah product upgrading, process upgrading, functional upgrading, dan channel upgrading. Venty Fitriany Nurunisa (2011) melakukan penelitian mengenai Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia. Dari hasil penelitian didapat bahwa komponen faktor sumberdaya dan komponen komposisi permintaan domestik, serta komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri telah saling mendukung, sementara komponen lainnya belum saling mendukung. Selain itu, apabila dilihat dari komponen pendukungnya, komponen peranan
17
pemerintah baru memiliki keterkaitan yang mendukung dengan komponen faktor sumberdaya saja, sementara komponen peranan kesempatan telah mampu mendukung semua komponen utama. Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh rakyat, yaitu dengan meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelompok tani dan dukungan dari adanya asosiasi dan Dewan Teh Indonesia. Sementara untuk perkebunan besar negara dan swasta, strategi lebih mengarah kepada peningkatan produksi dan diversifikasi produk, khususnya untuk produk teh tujuan ekspor. Permasalahan lain yang menjadi fokus strategi adalah permasalahan yang terkait dengan konsumsi teh, strategi yang digunakan lebih diutamakan kepada peningkatan upaya promosi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai teh dan manfaatnya. Kemudian, strategi yang telah dihasilkan dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategik, sehingga dihasilkan rancangan arsitektur strategik agribisnis teh Indonesia.