II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Restoran
2.1.1. Definisi Restoran Restoran berasal dari kata dalam bahasa Perancis yaitu restaurer yang memiliki arti tempat yang menyediakan makanan. Makna aslinya restoran berarti menyajikan ragam makanan lengkap mulai pembuka, makanan utama, sampai pencuci mulut. Restoran adalah suatu tempat atau bagian yang diorganisasikan secara komersial untuk menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya dan produknya berupa makanan dan minuman. Restoran ada yang berada dalam suatu hotel, kantor, pabrik dan banyak juga yang berdiri sendiri di luar bangunan itu (Soekresno, 2001 dalam Syavriani, 2009). Selain itu menurut Torsina dalam Syavriani (2009), usaha restoran meliputi usaha yang terus menerus melibatkan semua bidang pengadaan peralatan dan bahan mentah, quality control untuk bahan dan produksi, standarisasi resep dan proses, berurusan dengan segi-segi hukum, reklame, promosi dan publisitas, mengenai tenaga kerja, keluhan pelanggan, dekorasi, identitas dan ciri restoran, merendahkan kebocoran uang dan barang, menetapkan uang yang seimbang, kalkulasi harga-harga dan tingkat waste (kerusakan makanan), strategi harga, sampai pada penanganan sampah, air, listrik dan lain-lain. 2.1.2. Klasifikasi Restoran Menurut Marsum (2000), ada tujuh tipe klasifikasi restoran1: 1) A La Carte Restaurant Adalah restoran dimana konsumen bebas memilih sendiri makanannya yang memiliki harga tersendiri. 2) Table D’hote Restaurant Adalah restoran yang menjual hidangan pembuka sampai hidangan penutup. 3) Cafetaria atau Café Adalah restoran yang mengutamakan penjualan kue, roti isi, kopi dan teh. 1
Jiunkpe. 2009. Klasifikasi Restoran. Surabaya. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php [diakses 3 Februari 2011]
4) Inn Tavern Adalah restoran dengan harga yang relatif cukup terjangkau, yang dikelola oleh perorangan di tepi kota. 5) Snack Bar atau Milk Bar Adalah restoran cepat saji (fast food) dan makanan yang tersedia umumnya hamburger, roti isi, kentang goreng, ayam goreng, nasi, dan mie. 6) Specialty Restaurant Adalah restoran yang menyediakan masakan Eropa, China, Jepang, India dan pelayanan berdasarkan tata cara negara asal makanan spesial tersebut. 7) Family Type Restaurant Adalah restoran yang disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan dan harganya terjangkau. Berdasarkan klasifikasi restoran di atas, restoran Bakso Sehat Bakso Atom Bogor termasuk dalam klasifikasi Family Type Restaurant. Hal tersebut dikarenakan targeting dari restoran Bakso Sehat Bakso Atom Bogor adalah keluarga. 2.2.
Waralaba
2.2.1. Definisi Waralaba Waralaba, jika ditinjau dari sudut tata bahasa merupakan terjemahan Bahasa Indonesia untuk istilah asing franchise. Waralaba terbentuk dari dua kata yaitu, wara yang berarti usaha, dan laba yang berarti keuntungan lebih atau istimewa. Sehingga secara umum waralaba dapat diartikan usaha yang menghasilkan keuntungan lebih atau istimewa. Banyak istilah asing yang mendefinisikan pengertian waralaba, namun tentu yang paling umum digunakan di seluruh dunia adalah definisi dari International Franchise Association, yang mendefinisikan waralaba (franchise) sebagai sebuah hubungan kontrak antara franchisor (pemberi waralaba) dan franchisee (penerima waralaba) dimana pemberi waralaba menawarkan atau menjamin untuk memelihara keistimewaan yang berkesinambungan pada bisnis penerima waralabanya di area tertentu, dimana penerima waralaba beroperasi dengan memakai nama dagang yang telah ditentukan, format dan atau prosedur yang dimiliki dan dikendalikan oleh pemberi waralaba, yang mana penerima
8
waralaba harus dan akan menempatkan sejumlah tertentu modal investasi dalam bisnisnya yang bersumber dari kekayaan miliknya2. Di Indonesia sendiri, definisi waralaba secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang waralaba, yang berbunyi : “Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.” Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia, dinilai sangat pesat. Format bisnis waralaba yang mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1980-an, merupakan salah satu bisnis yang menjanjikan keuntungan yang besar. Sebagian besar waralaba lokal yang saat ini banyak menarik minat investor menengah dan kecil adalah jenis minimarket dan booth jajanan kuliner. Selain besaran fee yang dipungut pemberi waralaba cukup kompetitif dan investasi yang harus dikeluarkan tidak terlalu besar, para investor juga tertarik dengan daya penetrasi pangsa pasar yang sanggup mencapai wilayah pedesaan. Regulasi yang cukup longgar, memberikan keleluasaan bagi para investor untuk mendirikan usaha waralabanya hingga ke tingkat kelurahan/desa. Bahkan untuk jenis jajanan kuliner sampai menembus perkampungan. 2.2.2. Mekanisme Waralaba Mekanisme waralaba dibuat dengan tujuan agar usaha waralaba yang berlangsung dengan lancar dan tertib. Untuk itulah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba harus mengetahui beberapa hal berikut: 2.2.2.1. Perjanjian Waralaba Perjanjian waralaba adalah suatu dokumen yang secara hukum menentukan hak dan kewajiban dari pihak pemberi dan penerima waralaba. Masa berlaku perjanjian waralaba adalah lama waktu selama penerimaan waralaba
2
Susanto. 2010. Bisnis Waralaba. Jakarta. http://www.jawabanpasti.com/bisnis-waralaba [diakses 3 Februari 2011]
9
boleh menggunakan lisensi atau sistem yang diwaralabakan (Mendelson, 1993 dalam Firbani, 2006). 2.2.2.2. Hak dan Kewajiban Pemberi Waralaba (Franchisor) Pemberi waralaba (franchisor) mempunyai hak untuk mendapatkan uang franchise (franchise fee) karena telah mewaralabakan bisnisnya. Menurut Mendhelson (1993) dalam Firbani (2006), ada tiga macam cara dalam menentukan franchise fee yaitu: 1) Uang Franchise Awal (Initial Franchise Fee) Biaya ini terdiri dari biaya recruitmen sebesar biaya pendirian yang dikeluarkan oleh pemberi waralaba (franchisor) untuk kepentingan penerima waralaba (franchisee). Biaya ini ditanggung sepenuhnya oleh penerima waralaba (franchisee). 2) Uang Franchise Terus Menerus (Continuing Franchise Fee) Uang franchise tersebut merupakan pembayaran atau jasa menerus yang diberikan oleh penerima waralaba (franchisee) atas kegiatan operasional yang dilakukan oleh usaha waralaba tersebut. Uang tersebut dihitung berdasarkan presentase dari pendapatan kotor usaha waralaba tersebut. 3) Kenaikan Harga Produk Franchisor yang dalam aktivitas usahanya merupakan pemasok produk bagi franchisee, perlu dibuat mekanisme untuk melindungi penerima franchisee terhadap kenaikan harga yang tidak wajar dan tidak adil. Jika perlindungan tidak dibuat, franchisor bisa menaikan keuntungannya melampaui pengeluaran franchisee yang tentunya akan sangat merugikan pihak franchisee. Menurut Mendhelson (1993) dalam Firbani (2006), kewajiban franchisor adalah: 1) Franchisor harus mengetahui dimana suatu outlet didirikan dengan kriteria yang menentukan suatu tempat dan daerah. 2) Franchisor
mempersiapkan
paket
peralatan
dan
perabotan
yang
distandarisasikan. 3) Franchisor memberikan saran mengenai dekorasi toko untuk merefleksikan citra nama yang telah terbentuk.
10
4) Franchisor mempersiapkan petunjuk operasional yang memberikan semua informasi yang diperlukan franchisee agar mampu mengoperasikan bisnis waralabanya secara tepat. Operasional berisi panduan rinci mengenai tugastugas yang harus dijalankan oleh staf anggota atau penerima waralaba (franchisee). 5) Franchisor harus menyusun pengaturan bersama dengan pemasok bahanbahan dasar atau barang-barang yang dibutuhkan oleh bisnis yang diwaralabakan agar franchisee mampu menjual dengan harga yang kompetitif. 6) Franchisor harus menyusun jadwal pelatihan dan mempersiapkan fasilitas pelatihan untuk para franchisee serta staf mereka. 7) Franchisor perlu mempersiapkan prosedur akunting dan sistem bisnis yang sederhana yang harus dioperasikan franchisee. Franchisor juga harus melatih franchisee dalam prosedur akunting dan sistem bisnis ini. Selain kewajiban tersebut, franchisor juga mempunyai beberapa kewajiban yang lain, seperti bantuan teknis yang diberikan pada saat pra pembukaan, pembukaan, dan operasi perusahaan franchisee. Franchisor menyelenggarakan program pelatihan yang terdiri dari pelatihan awal, pedoman tentang pembukuan dan akuntansi, metode dan sistem pemasaran, promosi dan periklanan, serta suplai bahan dan pemasoknya. Franchisor juga menyediakan video pelatihan, buku panduan (manual book) atau buku-buku paket petunjuk pelaksanaan setiap kegiatan strategis. Selain itu dilengkapi data atau informasi pasar, hasil riset yang dikerjakan oleh franchisor secara berkala, inovasi sistem peragaan termasuk perubahan metode promosi dan pemasaran. Data atau informasi hasil riset sangat penting bagi franchisee agar dapat mengikuti selera pasar dan lebih menarik minat konsumen. 2.2.2.3. Hak dan Kewajiban Penerima Waralaba (Franchisee) Franchisee menurut Karamoy (1997) dalam Utomo (2010) mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan teknis dari franchisor berupa: (1) seleksi lokasi dan survey demografi; (2) program pelatihan awal; (3) bantuan untuk pra pembukaan; (4) bantuan pelaksanaan atau kegiatan operasi (on going operational assistance); (5) program pelatihan lanjutan; (6) akses data atau informasi pasar dan pemasaran; dan (7) bantuan konsultasi dalam situasi kritis.
11
Queen (1993) dalam Utomo (2010) menjelaskan bahwa kewajiban finansial yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor yang terdiri dari: 1) Biaya Waralaba (Franchise Fee) Kewajiban membayar biaya franchise pada masa awal franchise. Franchisor umumnya akan meminta suatu deposito pada saat tahapan pembicaraan awal dan sisanya harus dilunasi pada saat penandatangan perjanjian franchise. 2) Pengeluaran Langsung (Direct Expenses) Pengeluaran langsung untuk biaya hidup dan pemondokan pemilik franchise tahapan awal. Franchisee wajib menanyakan siapa yang bertanggungjawab atas biaya selama pemilihan lokasi, pelatihan penerimaan franchise, dan bantuan franchise saat pembukaan. 3) Royalti Pembayaran Berlanjut (Continuing Franchise Fee) kepada franchisor sebagai imbalan atas hak waralaba. Pembayaran dapat dilakukan setiap minggu, bulan atau triwulan dan ditetapkan sebagai presentase atas pendapatan kotor. 4) Biaya Pemasaran dan Periklanan (Marketing and Advertising Fee) Biaya ini dapat didasarkan kepada volume penjualan atau ditentukan oleh biaya aktual dari suatu program tertentu atau suatu kombinasi dari kedua metode tersebut. 5) Sewa Beberapa franchisor memiliki lokasi dan/atau peralatan dan menyewakan kepada franchisee. 6) Biaya Penyerahan / Pengalihan (Assignment Fee) Biaya ini terjadi apabila franchisee
menjual bisnisnya, franchisor
memerlukan suatu pembayaran untuk mempersiapkan perjanjian penyerahan, pelatihan penerima franchise yang baru dan biaya lain yang berhubungan dengan pengalihan tersebut.
12
2.2.3. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba 1) Bagi Franchisor Dalam menjalankan bisnis waralaba, ada beberapa keuntungan dan kelemahan dari sistem waralaba. Franchisor merupakan pihak pertama dalam sistem waralaba. Keuntungan dan kelemahan sistem waralaba bagi franchisor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba bagi Franchisor Keuntungan 1. Perluasan usaha cepat 2. Mudah melakukan penetrasi pasar 3. Modal untuk melakukan pengembangan usaha menjadi lebih kecil, karena sebagian besar dipikul oleh franchisee 4. Franchisee juga merupakan pemilik yang memiliki motivasi yang tinggi 5. Tidak banyak membutuhkan manajemen madya 6. Meningkatkan daya beli karena dilakukan secara kelompok 7. Memiliki pemasaran yang besar, karena bisa melakukan promosi dan periklanan secara besarbesaran sebagai suatu kelompok usaha 8. Hasil pengembalian investasi (ROI) tinggi dalam jangka panjang 9. Risiko kerugian dapat diminimalisir
Kelemahan 1. Franchisor tidak bisa mendikte franchisee. Oleh karena itu bila ingin mengadakan perubahan, ia harus memotivasi franchisee agar bersedia menerima perubahan tersebut 2. Seringkali harapan franchisee terlalu berlebihan, sehingga perlu disadarkan dan dimotivasi 3. Tidak cepat mengadakan perubahan 4. Risiko memilih franchisee yang tidak tepat, sehingga dapat merusak nama baik secara keseluruhan 5. Citra franchisor dan kelompok bisnis tergantung pada prestasi setiap franchisee 6. Sistem waralaba “mengikat” dalam jangka waktu yang cukup panjang 7. Risiko adanya dissident franchisee (franchisee yang berontak), dimana setelah memperoleh alih teknologi dan manajemen, mereka berusaha mengalihkan kontraknya kepada orang lain dan membentuk usaha sendiri yang menjadi pesaing franchisor
Sumber: Tjiptono (2008)
2) Bagi Franchisee Dalam menjalankan bisnis waralaba, tidak hanya Franchisor saja yang memiliki keuntungan dan kelemahan dari sistem waralaba. Franchisee merupakan pihak kedua dalam sistem waralaba yang juga memiliki keuntungan dan kelemahan dari sistem waralaba. .Keuntungan dan kelemahan sistem waralaba bagi franchisee dapat dilihat pada Tabel 5.
13
Tabel 5. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Waralaba bagi Franchisee Keuntungan 1. Risiko usaha yang relatif kecil 2. Bebas menjalankan unit usaha miliknya sendiri 3. Mendapatkan kemudahan membeli dalam partai besar 4. Dapat memanfaatkan hasil pengembangan produk dan penelitian franchisor 5. Dapat memanfaatkan petunjuk dan bantuan dalam bidang keuangan dan manajemen 6. Bisa memanfaatkan periklanan melalui kelompok usaha, sehingga biayanya relatif murah dan kualitas periklanannya bisa tinggi 7. Turut menikmati reputasi, kestabilan, kepercayaan konsumen, kekuatan dan keharuman nama dagang yang diwaralabakan 8. Bisa memanfaatkan paket-paket keuangan yang mungkin disediakan perbankan 9. Adanya fasilitas pelatihan menyebabkan usaha waralaba bukanlah usaha ‘coba-coba’
Kelemahan 1. Jenis produk yang dapat ditawarkan relatif terbatas dan sangat tergantung kepada prestasi franchisor 2. Harus membayar uang imbalan yang sangat besar 3. Tidak sepenuhnya bebas lagi, karena harus mematuhi pedoman dan prosedur yang ditetapkan franchisor 4. Kadangkala ditargetkan mencapai tingkat prestasi tertentu (misalnya jumlah penjualan) yang terlalu tinggi 5. Manajemen usahanya dikendalikan franchisor
Sumber: Tjiptono (2008)
2.3.
Bakso Istilah Bakso berasal dari kata Bak-So, dalam Bahasa Hokkien berarti
'daging giling', hal ini menunjukkan bahwa bakso memiliki akar dari seni kuliner Tionghoa Indonesia. Karena kebanyakan penduduk Indonesia adalah muslim, bakso umumnya terbuat dari daging halal seperti daging sapi, ikan, atau ayam3. Bakso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga baso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi 3
Wikipedia. 2011. Definisi Bakso. Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/Bakso [diakses 22 Februari 2011]
14
bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia, dari pedagang kaki lima hingga restoran. Berbagai jenis bakso sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual di pasar swalayan dan mall. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis makanan lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai. Dalam proses pembuatanya, ada bakso yang dicampur dengan boraks atau bleng untuk membuat tepung menjadi lebih kenyal mirip daging serta lebih awet. Hal ini membuat bakso pernah dianggap makanan yang kurang aman oleh BPOM. BPOM mengingatkan bahwa mengkonsumsi makanan berkadar boraks tinggi selama kurun 5–10 tahun dapat meningkatkan risiko kanker hati. Maka bakso yang dijual di berbagai pasar tradisional dan pasar swalayan diwajibkan bebas boraks. 2.4.
Penelitian Terdahulu
2.4.1. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Analisis Strategi Pemasaran Restoran Waralaba Lokal (Studi Kasus Restoran Ayam Bakar Wong Solo Cabang Bogor) oleh Rizki Firbani (2006) dengan metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bauran pemasaran (marketing mix), analisis lingkungan internal dan eksternal, serta analisis SWOT dan QSPM pada tahap pengambilan keputusan dari alternatif strategi yang terbentuk. Berdasarkan identifikasi alternatif strategi terbentuk 3 alternatif strategi yaitu: (1) strategi pengembangan promosi, (2) strategi diversifikasi dan pengembangan produk, (3) strategi jangka panjang. Berdasarkan Matriks QSPM, strategi 1 merupakan strategi yang paling menarik untuk dijalankan oleh perusahaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu oleh Firbani, 2006 adalah kedua melakukan kajian tentang waralaba, sedangkan objek yang dilakukan berbeda. Meilawati (2007) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Strategi Pemasaran Restoran Cepat Saji (Studi Kasus Restoran Papa Ron’s Pizza Bogor)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan bauran pemasaran restoran, menganalisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan, merumuskan alternatif strategi pemasaran yang tepat untuk perusahaan. Metode maupun alat analisis menggunakan matriks IFE, EFE, IE dan SWOT serta QSPM.
15
Alternatif strategi terbaik yaitu strategi SO melalui membuka cabang baru dengan merekrut tenaga yang berkualitas, pemanfaatan teknologi secara optimal, meningkatkan promosi penjualan. Ratnasari (2009) dalam penelitian berjudul Analisis Strategi Pemasaran (Studi Kasus Ali Baba Restaurant, Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi bauran pemasaran, menganalisis kondisi lingkungan internal dan eksternal, dan merumuskan alternatif strategi pemasaran terbaik. Metode maupun alat analisis menggunakan matriks IFE, EFE, IE dan SWOT serta QSPM. Alternatif strategi terbaik yaitu meningkatkan efektivitas promosi melalui iklan, media, dan website, meningkatkan sponsorship kegiatan kemahasiswaan, mengadakan program pemberian diskon pada moment tertentu seperti liburan nasional dan konsumen yang ulang tahun. Imelda (2010) dalam penelitian berjudul Analisis Kelayakan Usaha dan Kepuasan Konsumen Bakso Atom. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan investasi usaha, menganalisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen, dan menyusun strategi yang tepat untuk pengembangan usaha. Metode maupun alat analisis menggunakan analisis kelayakan investasi (NPV, IRR, Gross B/C, dan Payback Periode), Analisis Prilaku Konsumen (Diagonal Analisis, Thurstone Analysis, dan Correspondence Analysis), dan Strategi Pengembangan (IFAS, EFAS, dan SWOT). Alternatif strategi yang dihasilkan adalah mempertahankan kinerja pelayanan dan pelanggan, mempertahankan komitmen pihak manajemen, meningkatkan kinerja pemasaran melalui promosi, mempertahankan mutu sesuai moto produk, mempertahankan dan menjaga mutu produk yang dihasilkan untuk meningkatkan
loyalitas
pelanggan,
kegiatan
pengembangan
produk,
mempertahankan harga jual produk di pasaran, dan memperbaiki saluran distribusi. 2.4.2. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan judul “Analisis Strategi Pemasaran Restoran Bakso Sehat Bakso Atom Bogor” memiliki persamaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, yaitu mengenai bauran pemasaran. Pada penelitian Firbani (2006), Meilawati (2007), dan Ratnasari (2009) memiliki kesamaan pada jenis usaha yang dikaji, yaitu usaha dalam bidang restoran. Selain
16
itu, restoran-restoran yang dikaji strategi pemasarannya pun semuanya berada di wilayah Bogor. Tujuan masing-masing dari penelitian terdahulu memiliki kesamaan yaitu mengkaji strategi bauran pemasaran, menganalisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan, dan memformulasikan alternatif strategi pemasaran yang tepat bagi perusahaan. Metode-metode atau alat analisis yang digunakan juga memiliki kesamaan dengan penulis yaitu matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM. Alternatif-alternatif strategi yang dihasilkan dari metode QSPM adalah sama-sama berfokus pada peningkatan promosi, karena QSPM digunakan untuk mencari prioritas dari beberapa alternatif strategi yang ada. Perbedaan dari masing-masing penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah ruang lingkup penelitiannya, peneliti mengkaji strategi pemasaran yang telah dijalankan oleh Restoran Bakso Sehat Bakso Atom Bogor. Penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2010) tentang “Analisis Kelayakan Usaha dan Kepuasan Konsumen Bakso Atom” berbeda sendiri dengan penelitianpenelitian terdahulu yang lain. Imelda (2010) tidak menggunakan strategi pemasaran sebagai topiknya, tetapi menggunakan analisis kelayakan usaha, kepuasan konsumen, dan juga strategi pengembangan. Tujuan penelitiannya pun juga berbeda. Penelitian Imelda (2010) bertujuan untuk mengkaji kelayakan investasi usaha, menganalisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen, dan menyusun strategi yang tepat untuk pengembangan usaha. Akan tetapi, penelitian Imelda (2010) memiliki kesamaan dengan penulis dalam hal lokasi atau tempat penelitian, yaitu di restoran Bakso Sehat Bakso Atom. Penulis melakukan penelitian di restoran BSBA Bogor sedangkan Imelda (2010) di empat cabang BSBA yang terletak di Pakubuwono, Beji, Cendana, dan Bintaro. Alternatif-alternatif strategi yang dihasilkan dari metode-metode yang digunakan Imelda (2010) adalah mempertahankan kinerja pelayanan dan pelanggan, mempertahankan komitmen pihak manajemen, meningkatkan kinerja pemasaran melalui promosi, mempertahankan mutu sesuai moto produk, mempertahankan dan menjaga mutu produk yang dihasilkan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan, kegiatan pengembangan produk, mempertahankan harga jual produk di pasaran, dan memperbaiki saluran distribusi.
17