II. TINJAUAN PUSTAKA
A. RESTORAN Restoran berasal dari kata restoration yang berarti mengembalikan atau pemulangan yang maksudnya setelah tubuh kita bekerja, kita mengisi kembali kalori tubuh dengan singgah di suatu tempat untuk makan atau minum. Pada perkembangannya kata restoration diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata restoran. Menurut Departemen Kesehatan RI (1985), restoran adalah setiap bangunan yang menetap dengan segala peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan (pengolahan) serta penjualan (penyajian) makanan dan minuman bagi masyarakat umum. Proses pengolahan dapat berada pada suatu bangunan lain yang terpisah dengan proses penjualan. Marsum (1999) berpendapat bahwa perkembangan usaha restoran menjadi sangat cepat diakibatkan oleh: 1. 2. 3.
Potensi pasar yang besar dan selalu bertambah. Peralatan makanan, sistem kontrol, serta perlengkapan fisik lain yang telah berkembang. Meningkatnya aktifitas travelling, waktu luang, serta berbagai alasan keadaan untuk makan di luar. 4. Harga makanan yang menjadi lebih tinggi memberikan kesempatan yang baik untuk mendapatkan banyak uang. Menurut Torsina (2000) terdapat 10 jenis restoran, yaitu: 1. Family contintental, yaitu restoran tradisi untuk keluarga, mementingkan masakan enak, suasana, dan harga yang bersahabat. Biasanya pelayanan dan dekorasinya biasa-biasa saja. 2. Fast food, yaitu eat-in (makan di restoran) dan take-out (dibungkus untuk dimakan di luar restoran). Menu siap atau segera tersedia. Memiliki keterbatasan dalam jenis, ruang dengan dekorasi warna-warna utama. Harga tidak mahal serta mengutamakan banyak pelanggan. 3. Kafetaria, biasanya terdapat di dalam gedung-gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan, sekolah, dan pabrik-pabrik. 4. Gourment, yaitu restoran berkelas. Suasana restoran sangat nyaman dengan dekorasi yang artistik. Ditujukan bagi mereka yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan bergengsi. Minuman yang disajikan seperti wines dan liquors. 5. Etnik, menyajikan masakan dari daerah (suku atau negara) yang spesifik, misalnya masakan Jawa Timur, Manado, India, Cina, dan lain-lain. Dekorasi biasanya disesuaikan dengan etnik yang bersangkutan bahkan termasuk pakaian seragam para karyawannya. 6. Buffet, ciri utamanya adalah satu harga untuk makan sepuasnya untuk menu yang disajikan pada buffet. Peragaan dan display makanan sangat penting disini karena produk langsung menjual dirinya sendiri. 7. Coffe shop, jenis ini ditandai pelayanan secara cepat dan siklus pergantian pengunjung yang cepat pula. Banyak seating serta menekankan suasana informal. Lokasi utamanya di gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan.
8.
Snack bar, ruangan biasanya lebih kecil sehingga cukup untuk melayanai orang-orang yang ingin makan makanan kecil/jajanan. 9. Drive in/thru or parking, para pembeli yang memakai mobil tidak perlu turun dari mobilnya. Pesanan diantar hingga ke mobil untuk eat-in atau take-out. Jenis makanan harus bisa dikemas secara praktis. Lokasi harus sesuai untuk tempat parkir mobil/motor. 10. Specialty restaurant, jenis restoran yang terletak jauh dari keramaian, tetapi menyajikan makanan khas yang menarik dan bermutu. Ditujukan kepada turis atau keluarga dalam suasana khas yang lain daripada yang lain. Klasifikasi restoran berdasarkan pengelolaan dan sistem penyajian dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. 2. 3.
Restoran formal, yaitu restoran yang dikelola secara komersial dan profesional dengan pelayanan eksklusif. Restoran non-formal, seperti halnya restoran formal hanya saja lebih mengutamakan kecepatan pelayanan dan umumnya dengan harga yang lebih murah. Specialties restaurant, yaitu restoran yang menyediakan makanan dengan sistem penyajian yang khas dari suatu negara tertentu (Soekresno, 2000).
Kotler (2000) menyatakan bahwa usaha restoran termasuk pada pengolahan pelayanan jasa yang bersifat campuran. Menurut Kotler (2000) usaha restoran merupakan suatu bentuk usaha yang dalam melaksanakannya mengkombinasikan antara produk dan jasa.
B. RESTORAN CEPAT SAJI Restoran cepat saji merupakan restoran komersial yang mengutamakan kecepatan pelayanan. Ciri-ciri lain dari restoran ini adalah menyajikan menu hidangan dalam bentuk tertentu, cita rasa standar, hidangan dapat dimakan di tempat atau dibawa keluar serta dapat juga diantar ke tempat pemesanan. Selain itu, hidangan yang disajikan ditempatkan dalam kemasan yang praktis dan menarik serta harga yang ditetapkan juga merupakan harga yang standar (Hubies, 1993). Suatu Restoran menurut Corinthian Indopharma Corpora (2002) dapat dikatakan sebagai restoran cepat saji, bila restoran tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: 1.
Makanan disajikan dengan cepat serta memilki standar tertentu yang memiliki sistem mutu, pelayanan, dan harga. 2. Makanan tersebut serba cepat, unik, dan sudah terkenal. 3. Makanan dijual di outlet tertentu dan memiliki ruangan untuk bersantap ditempat, baik dengan cara melayani sendiri (self service) maupun dengan pesanan. 4. Restoran tersebut dioperasikan dalam skala tertentu dan makanannya diproduksi secara massal. 5. Makanan yang dijual harus relatif menguntungan dan kesuksesannya terbukti minimal dua tahun. Pengertian makanan cepat saji itu sendiri adalah “food such as humbbergers and cooked chicken that is quickly and easily prepared, and sold by a restaurant to be eaten at once or taken away”. Menurut bahasa Indonesia artinya adalah makanan seperti hamburger dan ayam yang dimasak secara cepat serta dipersiapkan dengan mudah dan dijual di restoran untuk dimakan pada saat itu juga
4
atau di bawa pulang (Sumarto, 2002). Makanan siap saji di Indonesia dapat digolongkan menjadi beberapa kategori utama, yaitu: Ayam goreng, hamburger, pizza, makanan jepang, korea, cina, dan berbagai masakan asing lainnya, dan masakan lokal Indonesia sendiri. Sebagian besar restoran makanan siap saji dikelola dengan sistem waralaba karena sistem ini memungkinkan output yang seragam dan konsisten bagi konsumen dimanapun produk itu dibeli (CIC, 2002). Tabel 1. Beberapa nama restoran cepat saji asing dan lokal di Indonesia Restoran Fast Food Asing Nama Fast Food McDonald’s Texas Fried Chicken Kentucky Fried Chicken Taco Bell New York Fried Chicken Chester Fried Popeyes Chicken & Seafood Wendy’s Dairy Queen A&W Family Rest American Hamburgers Hartz Chicken Buffet Am Pm Jack In The Box Dunkin Donuts Pizza Hut Round Table Pizza Domino‘s Pizza Little Caesar Pizza
Menu Utama Ayam goreng Ayam goreng Ayam goreng Ayam goreng dan burger Ayam goreng Ayam goreng Ayam goreng dan burger Burger Burger Burger Burger Ayam goreng (buffet) Burger Burger Donat dan burger Pizza Pizza Pizza Pizza
Restoran Fast Food Lokal Nama fast food
Menu Utama
California Fried Chicken Ayam Bengawan Solo Ayam Goreng Ny. Tanzil Ayam Goreng Fatmawati
Ayam goreng Ayam goreng Ayam goreng Ayam goreng
Ayam Goreng Suharti Ayam Goreng Mbok Berek Ayam Bakar SM
Ayam goreng Ayam goreng
Bakmi Jawa Bakmi Naga Bakmi Gajahmada Bakmi Gang Kelinci Bakmi Lapangan Tembak
Mie Mie Mie Mie Mie bakso
Sari Ratu Hoka-Hoka Bento Salero Bagindo Trio Simpang Raya Cahaya Baru Es Teller 77
Masakan padang Masakan jepang Masakan padang Masakan padang Masakan padang Masakan cina Mie bakso
Ayam Bakar
Sumber: SWA (2011)
5
C. SISTEM WARALABA Bisnis waralaba pada dasarnya merupakan simbiosis mutualisme bisnis dimana franchisor memberikan lisensi bisnis kepada franchisee untuk menjual produk atau jasa miliknya sendiri pada waktu tertentu (Siegel, 1983). Di dalam pengoperasiannya franchisee dapat menggunakan merek dagang, produk, atau metode tertentu dalam proses produksi (Sapuan, 1998). Selain itu, waralaba merupakan suatu konsep bisnis yang menyeluruh, sebuah proses permulaan dan pelatihan aspek pengelolaan bisnis sesuai konsep franchisor. Franchisor harus memberikan bantuan serta bimbingan yang terus menerus kepada franchisee (Mendelsohn, 1997). Menurut Suryana (1994), franchise adalah suatu persetujuan lisensi menurut hukum antara suatu perusahaan (pabrik) penyelenggara dengan penyalur atau perusahaan lain untuk melakukan usaha. Pihak yang memberi lisensi disebut franchisor dan yang diberi lisensi disebut franchisee. Franchising sendiri memiliki arti kerjasama manajemen untuk menjalankan usaha dari perusahaan induk. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 42 tahun 2007 menyatakan bahwa franchising harus memuat klausula paling sedikit mengandung: 1. 2. 3. 4.
Jenis hak kekayaan intelektual. Kegiatan usaha. Hak dan kewajiban para pihak. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba. 5. Wilayah usaha. 6. Jangka waktu perjanjian. 7. Tata cara pembayaran imbalan. 8. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris. 9. Penyelesaian sengketa. 10. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian. Sistem waralaba merupakan cara yang tepat untuk membangun kelas pengusaha kecil dan menegah yang tangguh serta mendorong terciptannya keterkaitan usaha dengan sektor ekonomi kuat. Keuntungan sistem waralaba bagi pemilik waralaba (franchisor) adalah memperoleh jaringan yang luas (Syahmuharnis, 1994), memasuki usaha secara cepat dengan resiko yang lebih kecil, biaya investasi tidak besar, dan masuk ke pasar yang sudah siap (Paliwoda, 1993). Menurut Syahmuharnis (1994), penerima hak waralaba (franchisee) mendapatkan keuntungan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tidak perlu membangun citra dan kontrol manajemen karena sudah terbentuk dan terstruktur. Produk terjamin mutunya. Tanggunag jawab finansial bersama. Ekonomis dalam distribusi. Peralatan dan manajemen yang siap pakai. Merek telah dikenal. Keseragaman sistem sehingga tidak harus mulai dari nol.
6
Akan tetapi, beberapa kerugian dari sistem waralaba bagi pewaralaba menurut Jonathan (2011) yaitu: 1. Iuran dan royalti yang terus-menerus. 2. Jenis produk yang dihasilkan terbatas. 3. Beberapa sistem membatasi pembelajaran manajerial usaha secara utuh. Menurut Karamoy (1998), terdapat dua jenis utama tipe franchise, yaitu: 1. Product and Trade Name Financhising (PTNF) yaitu pemberian merek dagang kepada pihak lain dan franchisor bertindak sebagai produsen/pemasok. 2. Business Format Franchise (BFF) yang mana franchisee memperoleh merek dagang, sistem, prosedur, teknologi operasi, bantuan teknis, dan manajemen selama kontrak. Kesepakatan mewajibkan pewaralaba menggunakan prosedur operasi standar (standard operating procedure) yang dikembangkan pemilik waralaba dan menawarkan menu yang disetujui pemilik waralaba ( Smith, 1991). Mutu produk yang dihasilkan menjadi terstandar dalam hal rasa dan penampilan. Standarisasi produk ini berfungsi untuk mempermudah pengendalian mutu (Sigel, 1983).
D. STUDI KELAYAKAN BISNIS Proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksankan tugas yang sasaranya telah digariskan dengan jelas. Sementara itu, bisnis didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang memiliki kegiatan-kegiatan yang tidak hanya membangun proyek tetapi juga tahapan operasionalnya. Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidaknya bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar, 2007). Tujuan dilakukannya suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk menentukan apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dijalankan. Penentuan kelayakan suatu bisnis dilihat dari berbagai aspek. Setiap aspek untuk dapat dikatakan layak harus memiliki suatu standar nilai tertentu. Namun keputusan penilaian tidak hanya dilakukan pada salah satu aspek saja. Penilaian untuk menentukan kelayakan harus didasarkan kepada seluruh aspek yang akan dinilai nantinya (Kasmir dan Jakfar, 2003). Aspek-aspek yang dapat dinilai dalam studi kelayakan bisnis (Umar, 2007) meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Aspek pasar. Aspek pemasaran. Aspek teknik dan teknologi. Aspek manajemen. Aspek sumberdaya manusia. Aspek finansial. Aspek ekonomi, sosial, dan politik.
7
8. Aspek lingkungan industri. 9. Aspek yuridis. 10. Aspek lingkungan hidup. Secara garis besar aspek penilaian kelayakan suatu usaha dibagi menjadi aspek finansial dan aspek non finansal.
E. ASPEK NON FINANSIAL Kriteria non finansial yang digunakan untuk menganalisis kelayakan restoran Pro AB Chicken terdiri dari:
1. Aspek Pasar Menurut Umar (2007), pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Implikasi dari pertemuan tersebut menimbulkan kekuatan permintaan dan penawaran yang membentuk suatu harga. Hal-hal pokok yang perlu dianalisis pada aspek pasar terdiri dari: a.
Permintaan Permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang yang dibutuhkan konsumen yang mempunyai kemampuan untuk membeli pada berbagai tingkat harga. Permintaan yang didukung oleh kekuatan tenaga beli disebut permintaan efektif, sedangkan permintaan yang didasarkan pada kebutuhan saja disebut sebagai permintaan potensial. Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang meningkat maka kuantitas barang yang diminta akan berkurang, begitupun sebaliknya, bila harga barang yang diminta menurun maka kuantitas barang yang diminta akan naik (asumsi cateris paribus).
b. Penawaran Penawaran diartikan sebagai kuantitas barang yang ditawarkan di pasar pada berbagai tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan bahwa jika harga suatu barang meningkat maka akan semakin tinggi kuantitas barang yang akan ditawarkan, begitupun sebaliknya, jika harga suatu barang menurun maka akan semakin turun kuantitas barang yang akan ditawarkan (asumsi cateris paribus). c.
Bentuk Pasar Bentuk pasar dapat dilihat dari sisi produsen/penjual dan sisi konsumen. Bentuk pasar jika dilihat dari sisi produsen/penjual terdiri dari: 1) Pasar Persaingan Sempurna Pada jenis pasar persaingan sempurna, aktivitas persaingannya tidaklah nampak karena tidak terbatasnya jumlah produsen dan konsumen sehingga masing-masing produsen dan konsumen tidak dapat mempengaruhi keadaan pasar.
8
2) Pasar Monopoli Pasar monopoli adalah sebuah bentuk pasar yang dikuasai oleh penjual saja. Dalam hal ini tidak ada barang subtitusi terhadap barang yang dijual oleh penjual tunggal tersebut, serta terdapat hambatan untuk masuknya pesaing dari luar. 3) Pasar Oligopoli Pasar oligopoli merupakan perluasan dari pasar monopoli. Pasar oligopoli dibagi menjadi dua bagian. Pertama, pasar oligopoli yang mana produsen bersepakat untuk melakukan tindakan bersama dalam penentuan harga dan kuantitas produksi. Kedua, pasar oligopoli yang produsennya tidak melakukan kesepakatan dalam penentuan harga dan kuantitas produksi. 4) Pasar Monopolistik Pasar ini merupakan bentuk campuran antara persaingan sempurna dengan monopoli. Dikatakan mirip persaingan sempurna karena ada kebebasan bagi perusahaan untuk masuk keluar pasar, selain itu, barang yang dijualpun tidak homogen. Oleh karena barang-barang yang heterogen itu dimiliki oleh beberapa perusahaan besar saja, pasar ini mirip dengan monopoli. Jika dilihat dari sisi konsumen, pasar dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Pasar Konsumen Pasar ini merupakan pasar untuk barang dan jasa yang dibeli atau disewa oleh perorangan atau keluarga dalam rangka penggunaan pribadi (tidak untuk dibiniskan). 2) Pasar Industri Pasar ini adalah pasar untuk barang dan jasa yang dibeli atau disewa oleh perorangan atau organisai untuk digunakan pada produksi barang atau jasa lain. 3) Pasar Reseller Pasar yang terdiri dari perorangan dan atau organisasi yang biasa disebut para pedagang menengah yang terdiri dari dealer, distributor, grossier, agent, dan retailer. 4) Pasar Pemerintah Pasar yang terdiri dari unit-unit pemerintah yang membeli atau menyewa barang atau jasa untuk menjalankan tugas-tugas pemerintah, misalnya di sektor pendidikan, perhubungan, kesehatan, dan lain-lain.
2. Aspek Pemasaran Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial manajerial yang mana individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Kriteria yang perlu dianalisis pada aspek pemasaran meliputi:
9
a.
Segmentasi Pasar Manajemen dapat melakukan pengkombinasian dari beberapa variabel untuk mendapatkan suatu cara yang paling cocok dalam mensegmentasi pasarnya. Segmentasi dapat diidentifikasikan melalui berbagai aspek berikut: 1) Aspek geografis, seperti bangsa, negara, propinsi, dan kabupaten. 2) Aspek demografis, seperti usia, jenis kelamin, dan pendapatan. 3) Aspek psikografis, seperti kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian.
b. Sasaran Pasar Analisis dapat dilakukan dengan menelaah tiga faktor, yaitu: 1) Ukuran dan pertumbuhan segmen. Tahapan terdiri dari pengumpulan dan penganalisisan data tentang penjualan terakhir, proyeksi laju pertumbuhan penjualan, serta margin laba yang diharapkan untuk berbagai segmen, lalu pilih segmen yang diharapkan paling sesuai. 2) Kemenarikan struktural segmen. Mempelajari faktor-faktor struktural utama yang mempengaruhi daya tarik segmen dalam jangka panjang. 3) Sasaran dan sumber daya. Analisis sasaran dan sumberdaya dalam kaitannya dengan segmen pasar. Walaupun ada segmen yang bagus, akan tetapi dapat ditolak jika tidak prospektif dalam jangka panjang. c.
Menentukan Posisi Pasar Setelah perusahaan memutuskan segmen pasar yang akan dimasuki, selanjutnya harus diputuskan pula posisi mana yang akan ditempati dalam segmen tersebut. Penetuan posisi pasar dapat dilakukan dengan mengikuti tiga langkah, yaitu: 1) Mengidentifikasi keuggulan kompetitif. 2) Memilih keunggulan kompetitif. 3) Mewujudkan dan mengkomunikasikan posisi.
d. Bauran Pemasaran Manajemen Pemasaran akan dipecah menjadi empat kebijakan pemasaran yang lazim disebut bauran pemasaran(marketing mix) atau 4P dalam pemasaran yang terdiri dari empat komponen, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).
10
3. Aspek Teknik dan Teknologi Studi pada aspek ini adalah untuk memberikan gambaran apakah secara teknis dan pilihan teknologi, usaha tersebut dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek atau operasional secara rutin. Pokok bahasan dari studi ini adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Pemilihan strategi produksi. Pemilihan dan perencanaan produk. Rencana kualitas. Pemilihan teknologi. Rencana kapasitas produksi. Perencanaan letak pabrik. Perencanaan tata letak. Perencanaan jumlah produksi. Manajemen produksi. Pengawasan kualitas produk.
4. Aspek Manajemen Tujuan studi aspek manajemen adalah untuk mengetahui apakah pembangunan dan implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan serta dikendalikan sehingga rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau sebaliknya. Aspek yang dikaji adalah: a) Perencanaan kegiatan. b) Pengorganisasian yang terdiri dari struktur, bentuk, dan prestasi organisasi. c) Penentuan sistem pengendalian yang efektif.
5. Aspek Sumber Daya Manusia Keberadaan SDM hendaknya dianalisis untuk mendapatkan jawaban apakah SDM yang diperlukan untuk pembangunan maupun pengimplementasian bisnis dapat dimiliki secara layak atau sebaliknya. Kajian yang akan dilakukan meliputi: a) b) c) d) e) f) g)
Jumlah karyawan yang dibutuhkan. Penentuan deskripsi kerja. Kebijakan rekrutmen dan seleksi. Produktifitas kerja. Program pelatihan dan pengembangan. Keselamatan dan kesehatan kerja. Mekanisme PHK.
11
F. ASPEK FINANSIAL Kriteria-kriteria yang digunakan dalam melakukan suatu evaluasi terhadap investasi proyek adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost (Net B/C), dan Payback Period.
1. Net Present Value (NPV) Net Present Value merupakan manfaat bersih yang diterima selama umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk mengurutkan alternatif yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, yang mana proyek ini memberikan NPV biaya yang sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Proyek dinyatakan bermanfaat jika NPV lebih besar dari nol. Jika NPV sama dengan nol, berarti biaya dapat dikembalikan persis sama besar oleh proyek. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. Jika NPV lebih kecil dari nol maka proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang digunakan dan ini berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilakukan (Gray et al., 1992).
2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan rata-rata tingkat keuntungan internal tahunan perusahaan yang melaksanakan investasi dan dapat dinyatakan dalam persen. IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat nilai NPV proyek sama dengan nol. Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto. Apabila IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak dlaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan. Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto (Gray et al., 1992).
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio adalah besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Net B/C adalah merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang positif dengan net benefit yang negatif. Proyek dikatakan layak bila Net B/C Ratio lebih besar dari satu (Gray et al., 1992).
4. Payback Period Payback Period merupakan penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian investasi. Semakin cepat waktu pengembalian investasi, maka semakin baik untuk diusahakan (Gray et al., 1992).
12