II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bio-ekologi Kelelawar 2.1.1. Klasifikasi Kelelawar termasuk dalam anggota kelas mamalia yang tergolong dalam ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang dibedakan atas jenis pakannya. Ordo Chiroptera memiliki 18 suku, 188 marga dan 977 jenis yang terbagi dalam sub ordo Megachiroptera dan Microchiroptera. Kelelawar pemakan buah atau Megachiroptera terdiri atas satu suku, yakni Pteropodidae, yang mencakup 41 marga dan 163 jenis; sedangkan Microchiroptera atau kelelawar pemakan serangga memiliki keanekaragaman yang besar dengan 17 suku, 147 marga, dan 814 jenis (Corbet & Hill 1992). Kelelawar diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia, Phylum Chordata, Subphylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo Chiroptera, Sub Ordo Megachiroptera dan Microchiroptera (Feldhamer 1990) Jenis kelelawar yang telah diketahui di Indonesia sekitar 205 jenis, yang terbagi ke dalam 9 suku dan 52 marga. Kesembilan famili tersebut adalah Pteropodidae, Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hipposideridae, Embllonuridae, Rhinopomatidae dan Molossidae (Suyanto 2001). 2.1.2. Morfologi Kelelawar Perbedaan ukuran tubuh dan morfologi kelelawar dapat diketahui berdasarkan jenis pakannya. Kelelawar pemakan buah umumnya memiliki ukuran tubuh yang besar, bola mata besar dan memiliki moncong seperti anjing. Kalong kapuk (Pteropus vampyrus) yang terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, merupakan kelelawar pemakan buah terbesar di dunia. Ukuran sayap P. vampyrus mencapai 1.700 mm dengan bobot tubuh mencapai lebih dari 1.500 gram; sedangkan ukuran lengan bawahnya 36–228 mm. Kelelawar pemakan serangga yang berukuran paling kecil memiliki bobot 2 gram dan paling besar 196 gram dengan ukuran lengan bawah sayapnya 22–115 mm (Suyanto 2001). Sayap kelelawar berbeda dengan sayap burung yang merupakan susunan bulu yang menempel pada dada. Sayap kelelawar terdiri atas lapisan kulit yang
4 sangat tipis dan melekat pada ruas-ruas tulang jari tangan yang mengalami perpanjangan dan berfungsi sebagai kerangka sayap. Selaput kulit yang melekat pada kerangka sayap membentang hingga jari kaki depan, kaki belakang dan ekor. Selaput kulit yang berfungsi sebagai sayap ini memiliki jaringan ikat yang lentur sehingga selaput sayap dapat dilipat dan tidak menjadi penghalang pada saat berjalan.
Selama terbang, selaput sayap ini juga berfungsi sebagai radiator
(pendingin) karena selaput terbang yang berisi jaringan ikat urat yang lentur dan serabut otot merupakan tempat mendinginkan darah (Ensiklopedi Indonesia 2003). 2.1.3. Masa Reproduksi Masa bunting kelelawar pada umumnya mencapai 3–6 bulan. Periode melahirkan adalah sekali dalam satu tahun. Jumlah anak yang dilahirkan untuk setiap kelahiran hanya satu, kecuali pada jenis Larsius borealis yang dapat melahirkan sampai lima ekor anak. Bobot rata-rata bayi yang dilahirkan kelelawar mencapai 25–30% dari bobot induknya (Suyanto 2001). Induk kelelawar pada saat terbang rata-rata mampu membawa bayi dengan bobot antara 9,3–73,3% bobot tubuhnya (Davis & Cockrum 1964). 2.1.4. Perilaku Bertengger dan Mencari Makan Kelelawar merupakan binatang nokturnal, yakni mencari makan pada malam hari dan beristirahat di siang hari. Sebagian koloni kelelawar memilih goa sebagai tempat bertengger karena gua menyediakan lingkungan hidup yang teratur dan memiliki sedikit gangguan atas ketenangan satwa ini. Perilaku kelelawar dalam bertengger sangat unik dan berbeda dengan cara bertengger burung pada umumnya. Selama bertengger, kelelawar dapat melakukan berbagai macam sikap. Pada posisi tubuh terbalik, kelelawar bertengger dengan cara membungkus tubuhnya dengan sayap yang melipat dan sayap yang satu menutupi sayap yang lain. Beberapa diantara kelelawar kecil (Microchiroptera) menempati daun pisang muda yang tergulung sebagai tempat tidur dan beberapa tinggal dalam lubang bambu. Kelelawar lain bergantung melekat pada dinding tegak lurus dengan sayap pada dua sisi ditudungkan ke tubuh. Ibu jari mendapat pegangan tambahan,
5 sedangkan sayap kadang-kadang digunakan sebagai penopang untuk memisahkan kepala dari dinding (Ensiklopedi Indonesia 2003). Jenis-jenis kelelawar memiliki tempat tinggal yang sangat bervariasi, yakni: Pteropus alecto bertengger di pohon, Myotis muricola menempati gulungan dedaunan, Megaderma spasma menempati lubang pada pohon, Tylonycteris pachypus menempati celah-celah pada ruas-ruas bambu, Eonycteris major di goagoa dan Rhinopoma microphyllum tinggal di terowongan. Beberapa jenis kelelawar hidup secara berpasangan seperti Rhinolopus sedulus, atau dalam kelompok besar seperti Pteropus vampyrus (Kunz & Fenton 2003). Kelelawar goa sebagian besar merupakan sub ordo Microchiroptera pemakan serangga dengan ukuran tubuh dan bola mata relatif kecil. Kemampuan penglihatan kelelawar tidak bergantung pada bola mata, tetapi pada kemampuan penala gema (ekholokasi). Ekholokasi merupakan kemampuan menangkap pantulan gelombang ultrasonik dari suara kelelawar yang mengenai benda diam ataupun benda bergerak. Ketika terbang, kelelawar mengeluarkan suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) rata-rata 50 Khz. Pantulan suara ultrasonik dapat digunakan untuk memandu arah terbang, mengenali dan melacak posisi mangsa (Suyanto 2001). Saat melakukan aktivitas terbang, kelelawar memerlukan oksigen yang lebih banyak dibanding pada saat diam, yakni pada saat terbang membutuhkan 24 ml oksigen/gram bobot tubuh sedangkan saat diam membutuhkan 7 ml oksigen/gram bobot tubuh. Denyut nadi pada saat terbangpun berdetak lebih kencang dibanding saat istirahat, yakni 822 kali/menit pada saat terbang dan 522 kali/menit pada saat istirahat. Untuk mendukung kebutuhan akan oksigen yang tinggi, jantung kelelawar berukuran relatif lebih besar dibanding dengan kelompok lain. Jantung kelelawar berukuran 0,09% dari bobot tubuhnya, sedangkan hewan lain hanya 0,05% dari bobot tubuhnya (Suyanto 2001). Jenis kelelawar Rousettus aegyptiacus menggunakan indra penciuman untuk mendeteksi bau yang dikeluarkan oleh buah masak. Proses pemasakan buah merupakan salah satu proses fermentasi yang menghasilkan ethanol, acetaldehyde, dan asam asetat. Konsentrasi ethanol yang tinggi memberikan signal ke kelelawar untuk menghindari buah yang terlalu masak (busuk) atau buah yang belum masak (Sanchez et al. 2006).
6 2.1.5. Wilayah Jelajah Wilayah jelajah kelelawar bervariasi menurut ukuran tubuh. Rata-rata wilayah jelajah Macroglossus minimus di hutan dataran rendah wilayah konservasi Kau, Provinsi Madang, Papua New Guinea adalah 5,8±4,6 ha dengan rata-rata areal utama seluas 1,5±1,3 ha. Jarak jelajah datar spesies ini mencapai 495±258 m setiap malam. Aktivitas utama M. minimus adalah memakan bunga pisang (Mussaceae) sebagai pakan utamanya. Tempat roosting bagi M. minimus terletak dalam kisaran 0,5±0,4 ha (Winkelmann et al. 2003). Berbeda dengan M. minimus, kelelawar Syconyeteris australis yang hidup di hutan dataran rendah wilayah konservasi Kau, Provinsi Madang, Papua New Guinea memiliki wilayah jelajah berkisar antara 2,7–13,6 ha. Wilayah jelajah S. australis jantan tidak berbeda nyata dengan betina. Jarak jelajah spesies ini dapat mencapai 264–725 m (Winkelmann et al. 1999). Dobsonia minor atau dikenal sebagai lesser bare-backed bats dari famili Pteropodidae di kawasan konservasi Kau Papua New Guinea rata-rata memiliki wilayah jelajah 5,1 ha. Pada ukuran tubuh yang sama maka tidak terdapat perbedaan wilayah jelajah antara jantan dan betina baik pada musim kering ataupun musim lembab. Namun demikian terdapat perbedaan wilayah jelajah berdasarkan ukuran tubuh pada betina. Jarak terjauh yang dapat dicapai oleh D. minor berkisar antara 150–1.150 m (Bonaccorso et al. 2002). 2.1.6. Jenis Tumbuhan Pakan Kelelawar Buah Jenis tumbuhan sumber pakan buah bagi kelelawar Cynopterus sphinx adalah Psidium guajava, Ficus bengalensis, Prosopis juliflora, Achras sapota, dan Musa paradisiaca. Jenis kelelawar ini tidak hanya memakan buah, tetapi juga memakan daun. Jenis tumbuhan pakan daun bagi kelelawar C. sphinx adalah P. guajava, Moringa oleifera, Coccinia cordifolia, Tamarindus indica, Ficus religiosa, Cassia fistula, dan Cassia fistula. Berdasarkan kandungan nutrisi maka karbohidrat tertinggi terdapat pada buah pisang (M. paradisiaca), sedangkan lemak tertinggi terdapat pada buah P. guajava. Pada daun, kandungan protein tertinggi terdapat pada C. fistula, M. oleifera, C. cordifolia dan F. religiosa; kalsium tertinggi pada C. fistula, sodium tertinggi pada daun M. oleifera dan buah
7 A. sapota. Berdasarkan konsentrasi protein dan kalsium maka daun merupakan sumber pakan penting bagi kelelawar C. sphinx (Rubi et al. 2000). Kelelawar Megachiroptera mengkonsumsi buah, polen dan nektar (Suyanto 2001). Serat polen mengandng protein lebih dari 60%, sedangkan pada lapisan terluar dinding polen (exin) mengandung lemak netral, hidrokarbon, terpenoid, pigmen carotenoid, dan sering terdapat karbohidrat lengkap sporopollenin. Lapisan dinding dalam polen (intin) terdiri atas selulosa dan pektin serta nutrisi cytoplasmic (Roulston & Cane 2000). Terdapat enam metode dasar dalam mencerna polen, yakni: (a) memecahkan dinding exin secara mekanik, (b) membelah dinding polen dengan bagian tajam pada mulut, (c) memecahkan exin dengan enzim, (d) membuat perkecambahan polen (pseudo-germination), (e) menghancurkan exin dengan tekanan osmotik, serta (f) menembus exin menggunakan enzim pencernaan (Roulston & Cane 2000). 2.2. Tumbuhan 2.2.1. Mahkota Bunga Mahkota bunga (corolla) dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok utama berdasarkan bentuk mahkota, yakni: (a) beraturan, dan (b) setangkup tunggal dan bersimetri satu. Karakteristik mahkota tersebut adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo 2007): a). Beraturan (regularis); bunga yang memiliki mahkota beraturan antara lain berbentuk: (1) bintang (rotatus atau stellatus) misalnya mahkota bunga lombok Capsicum annuum L., (2) tabung (tubulosus) misalnya bunga tabung pada bunga matahari Helianthus annuus L., (3) terompet (hypocrteriformis) misalnya bunga jantan pada papaya Carica papaya L., (4) mangkuk (urceolatus), dan (5) corong (infundibuliformis), misalnya bunga kecubung Datura metel L. b). Setangkup tunggal, bersimetri satu/monosimetris (zigomorphus); bentuk mahkota bunga setangkup antara lain: (1) bertaji (calcaratus), yakni jika bunga mempunyai suatu bagian yang bentuknya seperti taji pada kaki ayam jantan, misalnya bunga larat Dendrobium phalaenopsis Fitzg., (2) berbibir
8 (labiatus), yakni jika tajuk bunga seakan-akan dibelah dua sehingga tepinya menyerupai dua bibir. Bentuk tajuk bunga ini umumnya terdapat pada jenisjenis tumbuhan yang termasuk dalam suku Labiatae seperti kemangi Ocimum basilicum L. dan beberapa suku lainnya seperti Acanthaceae dan Scrophulariaceae; (3) bentuk kupu-kupu (papilionaceus), yakni bunga yang mempunyai tajuk tediri atas lima daun tajuk bebas, tetapi dua diantaranya lazimnya bersatu, merupakan suatu badan berbentuk sekoci atau perahu. Umumnya terdapat pada suku Papilionaceae seperti kacang tanah Arachis hypogaea L. dan kedelai Glycine soja Benth., (4) bertopeng atau berkedok (personatus), yakni tajuk bunga mempunyai dua bibir seperti bunga labiatus, tetapi bibir bawah melengkung ke atas (palatum) menutupi lubang buluh tajuk, misalnya pada bunga mulut singa Anthirrhinum majus L., serta (5) berbentuk pita (ligulatus), yakni bagian bawah tajuk bunga merupakan buluh atau tabung yang kecil, biasanya mandul karena tidak mempunyai alat-alat kelamin, misalnya bunga-bunga pinggir pada bunga matahari Helianthus annuus L. Bentuk-bentuk mahkota bunga seperti disajikan pada Gambar 1.
(a)
(b)
(c)
(d) (e)
(h) (i)
(f)
(j)
(g)
(k)
Gambar 1. Bentuk mahkota bunga: (a) bintang, (b) tabung, (c) terompet, (d, e, f, h dan i) bertopeng, (g) lonceng, (j) corong, (k) kupu-kupu
9 2.2.2. Polen Polen adalah sel hidup yang mempunyai inti dan protoplasma yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel tersebut tediri atas dua lapis, yakni bagian dalam yang tipis dan lunak disebut intin, sedangkan bagian luar yang keras dan tebal disebut eksine (Tim Fakultas Kehutanan IPB 1992). Polen adalah alat perkembang-biakan pada bunga jantan dan merupakan sumber pakan bagi kelelawar pemakan buah dan nektar (Irawati 2005). Bentuk serbuk sari umumnya radiosimetris, yakni memiliki lebih dari dua buah bidang yang simetris, namun diameter tidak selalu terbentuk karena umumnya elips dan kutub sebagai sumbu rotasi (Erdtman 1952). Polen dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran panjang maksimal sumbu pollen sebagai berikut: spora sangat kecil (sporae perminute, PI) berukuran <10 μ, spora berukuran kecil (sporae minute, MI) 10–25 μ, spora sedang (sporae mediae, ME) berukuran 25–50 μ, spora besar (sporae magnae, MA) berukuran 50–100 μ, spora sangat besar (sporae permagnae, PA) berukuran 100–200 μ, dan spora raksasa (sporae giganteae, GI) berukuran >200 μ (Erdtman 1943). Tipe polen dibedakan berdasarkan kelas permukaannya yang ditentukan melalui perbandingan sumbu polar (P) dengan total lebar polen (E). Berdasarkan rasio P/E maka tipe polen dapat diklasifikasikan ke dalam: (a) peroblate, rasio P/E kurang dari 4/8, (b) oblate, rasio P/E=4/8–6/8, (c) sub-spheroidal, rasio P/E=6/8– 8/6, (d) prolate, rasio P/E=8/6–8/4, dan (e) perprolate, rasio P/E >8/4. Tipe polen sub-spheroidal selanjutnya dapat dibagi lagi ke dalam: (a) sub-oblate, rasio P/E=6/8–7/8, (b) oblate spheroidal, rasio P/E=7/8–8/8, (c) prolate spheroidal, rasio P/E=8/8–8/7, dan (d) sub-prolate, rasio P/E=8/7–8/6 (Erdmant 1952). Tipe morfologi polen menurut Traverse (2007) seperti disajikan pada Gambar 2. Yulianto (1992) menyatakan bahwa secara paleontologis polen dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1). Bentuk dan simetri, yakni: a). Tricolpate, radial simetri dengan tiga colpae yaitu bentuk prolate, spheroidal, oblate. Tricolpate dibentuk oleh tetrad dan merupakan sifat khas dari tumbuhan dikotil.
10 b). Monocolpate, simetri bilateral dengan satu colpae, merupakan sifat khas dari tumbuhan monokotil gymnospermae maupun angiospermae. c). Acolpate, tidak memiliki colpae.
Gambar 2. Tipe morfologi polen (Traverse 2007) 2). Pengelompokan butir. Tricolpate dan monocolpate biasanya terbentuk oleh pengelompokan empat butir (tetrad), untuk butir tunggal biasanya membentuk struktur acolpate.
11 3). Kehadiran dan tipe aperture serta pore. Butir polen dengan tiga pore (120º) dan cribellate grain (jumlah pore tidak menentu, menyebar, berpola atau tidak). 4). Sifat dasar dan ornamentasi extensine yaitu tectane dan intectane (keduanya memiliki ornamentasi yang bervariasi). 5). Ada atau tidaknya sayap, serta 6). Dimensi butir untuk Angiospermae (10–80 μ), Gymnospermae (90–125μ). Polen merupakan bahan makanan yang kaya akan protein dan sangat diperlukan dalam proses kehidupan kelelawar. Pada umumnya jenis tumbuhan spermatophyta merupakan tumbuhan berkayu yang menghasilkan nektar dan polen sehingga jenis-jenis ini merupakan sumber pakan yang baik bagi kelelawar (Tim Fakultas Kehutanan IPB 1992). 2.2.3. Fenologi Waktu berbunga pada beberapa jenis tumbuhan terjadi secara serempak dan selanjutnya disusul dengan pembuahan sehingga tidak terjadi tumpang-tindih antara periode berbunga dengan berbuah. Jenis-jenis tumbuhan yang termasuk dalam kelompok tersebut antara lain Aglaia elaeagnoidea, Diospyros ebenum, Diospyros ferrea, Ochna obtusata, dan Semecarpus anacardium. Namun demikian, beberapa jenis tumbuhan memiliki periode berbunga dengan berbuah yang bertumpang-tindih, diantaranya adalah jenis Canthium dicoccum, Capparis rotundifolia, Chionanthus zeylanica, Combretum albidum, Drypetes sepiaria, Syzygium
bracteata,
Garcinia
spicata,
Glycosmis
pentaphyla,
Grewia
rhamnifolia, Lannea coromandelica, Lepisanthes tetraphylla, Memecylon umbellatum, Pterospermum canescens, Reissantia indica, Strychnos minor, dan Syzygium cumini (Selwyn & Parthasarthy 2006). Menurut Bonaccorso (2002), tumbuhan Piper aduncum yang tumbuh pada formasi suksesi awal dapat menghasilkan buah masak berkisar antara 5–20 buah setiap malam. Jenis ini mampu menghasilkan buah sepanjang tahun (Bonaccorso 2002).
12 2.3. Peran Kelelawar Kelelawar pemakan buah dan nektar berperan penting dalam ekologi yaitu sebagai penyebar biji dan penyerbuk bunga.
Jenis kelelawar yang memiliki
peranan ini mayoritas adalah jenis dari famili Pteropodidae (Dumont 2004). Kelelawar sebagai penyebar biji misalnya pada buah-buahan seperti sawo (Manilkara kauki), jambu air (Syzygium aquea), jambu biji (Psidium guajava), duwet (Syzygium cuminii) dan cendana (Santalum album).
Kelelawar sebagai
penyerbuk bunga misalnya pada tanaman bernilai ekonomis seperti durian (Durio zibethinus), bakau (Rhizophora conjugate), kapuk (Ceiba pentandra) dan mangga (Mangifera indica). Peran kelelawar sebagai penyerbuk bunga diawali saat kelelawar memakan madu dengan jalan memasukkan kepalanya ke dalam kelopak bunga. Serbuk sari kemudian menempel pada bulu kelelawar dan menyerbuki bunga pada bunga yang dikunjungi berikutnya (Satyadharma 2007). Nathan (2005) menjelaskan bahwa ada beberapa spesies Pteropodidae yang mengunjungi bunga Ceiba pentandra secara bergerombol sepanjang malam.
Spesies tersebut adalah
Cynopterus sphinx, Pteropus giganteus dan Rousettus leschenaultia.
Peran
kelelawar lebih efektif menyerbuki C. pentandra jika dibandingkan dengan penyerbuk serangga.
Gambar 4.
Cynopterus sphinx mendatangi Ceiba pentandra untuk memakan nektar (Nathan 2005).
13
Gambar 5. Pteropus giganteus memakan nektar dari Ceiba pentandra (Nathan 2005). Di daerah tropis kurang lebih terdapat 300 spesies tanaman yang pembuahannya bergantung pada peran kelelawar dan diperkirakan 95% regenerasi hutan dilakukan oleh kelelawar jenis pemakan buah dan madu (Satyadharma 2007). Sebagai contoh di hutan tropis Samoa (Cox 1983, 1984) tercatat bahwa Pteropus samoensis memakan buah Cupaniopsis samoensis (Sapindaceae), Ficus graeffii (Moraceae), Dysoxylum maota (Meliaceae), Planchonella sp., Fagraea beretiana, dan Collospermum samoense, dan bunga dari Freycinetia reneckei, Cananga odorata, dan Baringtonia asiatica. Menurut Sykes (1970), Wilson & Graham (1992), P. tonganus di Pasific Selatan memakan bunga Ceiba pentandra (Bombacaceae), Cocos nucifera (Palmae), dan Syzygium malaccense dan buah Syzygium jambos (Myrtaceae), Artocarpus altilis (Moraceae), Carica papaya (Caricaceae), Mangifera indica (Anacardiaceae), Musa paradisiaca (Musaceae), Artocarpus heterophylla (Moraceae), Inocarpus fagifer (Leguminosae), Syzygium malaccense, S. Clusifolium, S. Cuminii, S. Richii, S. inophylloides (Myrtaceae), Psidium guajava (Myrtaceae), Ficus prolixa (Moraceae), Fagraea beretiana (Loganiaceae), Cerbera manghas (Apocynaceae), Persea amaricana (Lauraceae), Terminalia catappa (Combretaceae), Pandanus tecttorius (Pandanaceae), Pometia pinnata (Sapindaceae), Ochrosia oppositifolia (Apocynaceae), Diospyros samoensis (Ebenaceae), Planchonella torricellensis (Sapotaceae), dan Citrus sinensis (Rutaceae).
14 Menurut Carstens et al. (2002), Subfamili pemakan nektar antara lain Brachyphyllinae (genus Brachyphylla), Phyllonycterinae (genus Phyllonycteris, erophylla), Glossophaginae (genus Anoura, Choeronyteris, Choeroniscus, Hylonycteris,
Lichonycteris,
Musonycteris,
Scleronycteris,
Glossophaga,
Leptonycteris, Monophyllus, Lionycteris, Lonchophylla, Platalina). kelelawar sebagai penyerbuk
Peran
(van Dulmen 2001) antara lain membantu
penyerbukan tumbuhan famili Bombacaceae (Quararibea cf. guianensis, Scleronema micranthum Ducke), Leguminosae (Inga sp., Parkia multijuga Benth), Marcgraviaceae (Marcgravia sp.).
Nattero et al. (2003), Nicotiana
tabacum dibantu penyerbukannya oleh kelelawar hawkmoth. Kelelawar pemakan nectar (Glossophaginae: Phyllostomidae) terlihat mendatangi dan mengisap nektar pada Markea neurantha (Solanaceae), penyerbukan terjadi dikarenakan kelelawar hinggap dan mengayun bunga (Voigt 2004) Ramirez (2003), ekologi penyerbukan
dari total 164 tanaman melalui
evaluasi habitat di Venezuela tengah menunjukkan hasil bahwa peran penyerbuk tawon (Hymenoptera) sebesar 38,6%, kupu-kupu (Lepidoptera) 13,9%, lalat (Diptera) 12,7%, penyengat 10,8%, ngengat 6,2%, angin 10,4%, burung 3,1%, kumbang (Coleoptera) 2,3% dan kelelawar (Chiroptera) 1,9%. Pada tipe hutan
tropika kering di pantai Pacific tengah di Mexico,
penyerbuk tumbuhan Ceiba grandiflora tercatat spesies kelelawar Glossophaga soricina, Musonycteris harrisoni, dan Leptonycteris curasoae (Quesada et al. 2003). Beberapa tanaman yang diketahui diserbuki oleh kelelawar (Stroo 2000) antara lain: (1) famili
Acanthaceae
(Louteridium
chartaceum
L.
Donell-smithii,
Trichanthera gigantea), (2) famili Agavaceae (Agave palmeri, A. schottii, Polianthes bulliana), (3) famili Bignoniaceae (Crescentia cujete, Kigelia africana, Markhamia stipulata, Oroxylum indicum, Pajanelia multijuga), (4) famili Brumeliaceae (Puya ferruginea, Vriesea bituminosa, V. gladioliflora), (5) famili Caesalpiniaceae (Bauhinia macrostachya, B. megalandra, B. pauletia, B. rufa, B. siqueraei, Brownea grandiceps, Browneopsis cauliflora, B.
15 disepala, B. marofoliolata, B. ucayalina, Daniellia olivieri, Elizabetha speciosa, Eperua falcata), (6) famili Capparaceae (Cleome anomala, C. arborea, C. moritziana, C. viridiflora), (7) famili Caryocaraceae (Caryocar villosum, C. brasiliense), (8) famili Chrysobalanaceae (Couepia longipendula), (9) famili Cucurbitaceae (Calycophysum pedunculatum), (10) famili Gentianaceae (Irlbachia alata), (11) famili Lecythidaceae (Lecythis poiteaui, Barringtonia asiatica), (12) famili Lythraceae (Duabanga grandiflora, D. moluccana, Lafoensia pacari, L. punicifolia, Sonneratia apetala, S. ovata, S. caseolaris), (13) famili Malvaceae (Adansonia digitata, A. grandidieri, Bombax ceiba, Ceiba pentandra, Durio graveolens, D. kutejensis, D. zibethinus, Ochroma pyramidale, Pachira aquatica, Pseudobombax grandiflorum, P. longiflorum), (14) famili Melastomataceae (Tibouchina grossa), (15) famili Mimosoideae (Calliandra confusa, Inga spectabilis, I. vera, Parkia decussata, P. pendula, P. platycephala), (16) famili Musaceae (Musa acuminata, Heliconia solomonensis, H. indica, H. papuana, H. lanata), (17) famili Papilionaceae (Mucuna mutisiana, M. pruriens), (18) famili Passifloraceae (Passiflora mucronata), (19) famili Polemoniaceae (Cobaea aschersoniana, C. scandens, C. trianae), (20) famili Strelitziaceae (Phenakospermum guianense), (21) famili Velloziaceae (Barbacenia rubrovirens). Hasil penelitian Nyhagen et al. (2005), beberapa polen yang ditemukan di rambut kelelawar Pteropus sp. antara lain: (1) famili Anacardiaceae (Mangifera indica), (2) famili Arecaceae (Dypsis lutescens), (3) famili Burseraceae (Protium obtusifolium), (4) famili Celastraceae (Cassine orientalis), (5) famili Chrysobalanaceae (Grangeria borbonica), (6) famili Combretaceae (Terminalia catappa),
16 (7) famili Ebenaceae (Diospyros tessellaria), (8) famili Flacourtiaceae (Aphloia theiformis), (9) famili Melastomataceae (Warneckia trinervis), (10) famili Moraceae (Artocarpus heterophyllus, Ficus reflexa), (11) famili Myrtaceae (Callistemon citrinus, Psidium cattleianum, Psidium guajava, Syzygium jambos), (12) famili Pandanaceae (Pandanus eydouxia, Pandanus utilis), (13) famili Sapotaceae (Labourdonnaisia glauca, Madhuca latifolia, Mimusops coriaceae, Mimusops petiolaris, Sideroxylon cinereum). Menurut Quesada et al. (2004), jenis kelelawar Musonycteris harrisoni menyerbuki bunga Ceiba pentandra, C. grandiflora, C. aesculifolia.
Hasil
penelitian Tan et al. (1998), makanan buah yang ditemukan di tempat sarang Cynopterus brachyotis antara lain: (1) famili Piperaceae (Piper aduncum), (2) famili Combretaceae (Terminalia catappa), (3) famili Elaeocarpaceae (Muntingia calabura, Elaecarpus sp., E. stipularis), (4) famili Guttiferae (Calophyllum inophyllum), (5) famili Moraceae (Ficus fistulosa, Ficus roxburgii, Ficus benjamina, Ficus religiosa, Artocarpus maingayi) (6) famili Myrtaceae (Syzygium grandis, Psidium guajava, Syzygium sp., Syzygium aquea, Syzygium malaccensis, Syzygium jambos, Syzygium sp.), (7) famili Musaceae (Musa sp.), (8) famili Sapotaceae (Achras zapota, Mimusops elengi, Palaquium obovatum, Payena maingayi, Pouteria malaccensis, Palaquium gutta, Palaquium clarkeanum, Payena lucida, Madhuca selangorica, Ficus sp., Madhuca selangorica), (9) famili Loganiaceae (Fragrae fragrans), (10) famili Anacardiaceae (Polyalthia longifolia, Mangifera indica, Annona squamosa), (11) famili Rhizophoraceae (Pellacalyx saccardianus), (12) famili Flacourtiaceae (Flacourtia inermis), (13) famili Sapindaceae (Nephelium malaccensis),
17 (14) famili
Palmae
(Livistona
rotundifolia,
Chrysalindocarpus
lutescens,
Livistona chinensis, Ptycosperma macarthurii, Roystonea regia, Licuala grandis), (15) famili Melastomataceae (Pternandra echinata), (16) famili Tiliaceae (Grewia tomentosa), (17) famili Ebenaceae (Diospyros sp.). Makanan daun Cynopterus brachyotis (Tan et al. 1998) yang ditemukan di tempat roosting antara lain: (1) famili Leguminoceae (Erythrina orientalis, Erythrina subumbrans, Cassia spectabilis, Erythrina sp., Erythrina glauca, Erythrina variegata, Cassia fistula, Erythrina variegata), (2) famili Myrtaceae (Syzygium grandis, Syzygium aquea, Syzygium sp.), (3) famili Moraceae (Artocarpus fulvicortex, Ficus religiosa), (4) famili Rhizophoraceae (Pellacalyx saccardianus), (5) famili Euphorbiaceae (Hevea brasiliensis), dan jenis makanan bunga adalah Leguminoceae (Cassia spectabilis, Peltophorum pterocarpum, Cassia fistula, Bauhinia purpurea).