8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Kriteria UKM. Usaha kecil, dalam arti umum di Indonesia, terdiri atas usaha kecil menengah (UKM) maupun industri kecil (IK) telah menjadi bagian penting dari sistem perekonomian nasional, yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan/pendapatan masyarakat, serta memegang peranan penting dalam meningkatkan perolehan devisa dan memperkokoh struktur ekonomi nasional secara keseluruhan. UKM memiliki definisi yang berbeda-beda, tergantung pada negara dan lembaga yang memberi definisi tersebut. Definisi UKM ternyata tidak hanya rancu di Indonesia. Pada tingkat internasional pun ada banyak definisi yang digunakan untuk UKM. Demikian juga banyak negara yang tidak memiliki definisi yang sama. Di Indonesia, terdapat berbagai macam definisi yang berbeda mengenai UKM berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi (Hubeis, 2009). 1. Badan Pusat Statistik (BPS): UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5-19 orang. 2. Bank Indonesia (BI): UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: (a) modalnya kurang dari Rp 20 juta; (b) untuk satu putaran dari usahanya membutuhkan dana Rp 5 juta; (c) memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet tahunan < Rp 1 miliar 3. Departemen (sekarang Kantor Menteri Negara) Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UU No.9 Tahun 1995): UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan < Rp 1 miliar; dalam UU UMKM/2008 dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar.
9
4. Keppres No.16/1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp 400 juta. 5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan: a. perusahaan memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung) b. perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen Perdagangan sebelum digabung) 6. Departemen Keuangan : UKM adalah perusahaan yang memiliki omset maksimum Rp 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan. 7. Departemen Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merek Dalam Negeri (MD), dan Merek Luar Negeri (ML)
Pengertian UKM di negara lain yang sesuai menurut karakteristik masing-masing negara (Hubeis, 2009) yaitu : 1. World Bank : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja + 30 orang, pendapatan per tahun US$ 3 juta dan jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta. 2. Di Amerika : UKM adalah industri yang tidak dominan di sektornya dan mempunyai pekerja kurang dari 500 orang. 3. Di Eropa : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-40 orang dan pendapatan per tahun 1-2 juta Euro, atau jika kurang dari 10 orang. dikategorikan usaha rumah tangga. 4. Di Jepang : UKM adalah industri yang bergerak di bidang manufakturing dan retail/service dengan jumlah tenaga kerja 54-300 orang dan modal ¥ 50 juta-300 juta. 5. Di beberapa negara Asia Tenggara : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-15 orang (Thailand), atau 5-50 orang (Malaysia), atau 1099 orang (Singapore), dengan modal US$ 6 juta.
10
UKM sebagai cikal bakal kewirausahaan yang berproses, perlu mendapat perhatian yang lebih seksama, baik dari pemerintah, instansi terkait dan seluruh lapisan masyarakat dari berbagai aspek manajemen perusahaan, yaitu pemasaran, keuangan, produksi, administrasi, dan SDM, karena sektor ini bergerak dalam berbagai jenis kegiatan ekonomi yang menawarkan barang dan jasa dalam segmen pasar dengan pembeli terbatas/tertentu. Peran dan perkembangan usaha kecil (UKM), termasuk usaha kecil menengah memiliki nilai strategik dalam memperkokoh perekonomian nasional (ekonomi rakyat), oleh karena itu dalam hal ini pemerintah harus memberikan perhatian yang khusus
(kebijakan dan peraturan) bagi
pemberdayaannya, yaitu dipandang sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi dalam dunia usaha secara nasional yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup bagi para UKM. UKM memiliki sejumlah permasalahan,
seperti ketimpangan
struktural dalam alokasi dan penguasaan sumber daya, ketidaktegasan keberpihakan pemerintah pada upaya pengembangan ekonomi rakyat dalam kebijakan dan pengembangan strategi industrialisasi, struktur pasar yang bersifat oligopolis, kinerja yang relative terbatas pada hal yang klasikal (sumber daya manusia atau SDM, permodalan dan akses terhadap kelembagaan keuangan, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi), terjadinya distorsi dan inkonsistensi kebijakan yang menyangkut upaya pengembangan UKM . Hubeis (2009) menyatakan bahwa sebagai suatu usaha yang bersifat kerakyatan, UKM mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan, yaitu : Kelebihan 1. Dasar pengembangan kewirausahaan 2. Organisasi internal sederhana. 3. Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/padat karya (lapangan usaha dan lapangan kerja) berorientasi ekspor dan subtitusi impor (perkokoh struktur industri dan perolehan devisa). 4. Aman bagi perbankan dalam memberi kredit. 5. Bergerak dibidang usaha yang cepat menghasilkan.
11
6. Mampu memperpendek rantai distribusi. 7. Fleksibilitas dan adaptabilitas dalam pengembangan usaha.
Kekurangan 1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. 2. Keterbatasan modal. 3. Ketidakmampuan aspek pasar. 4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana. 5. Ketidakmampuan menguasai informasi. 6. Tidak didukung oleh kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar (usaha besar). 7. Tidak teroganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar. 9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas.
Hubeis (2009) menyatakan bahwa selain faktor kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh UKM, dapat ditemui empat (4) faktor umum yang dapat mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan sektor usaha UKM, yaitu : Empat (4) faktor yang mempengaruhi kegagalan usaha kecil : 1. Manajerial yang tidak kompeten. 2. Kurang memberi perhatian. 3. Sistem kontrol yang lemah. 4. Kurangnya modal. Empat (4) faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha kecil : 1. Kerja keras, motivasi dan dedikasi. 2. Permintaan pasar akan produk atau jasa yang disediakan. 3. Kompetensi manajerial. 4. Keberuntungan.
Secara global, kompetisi bisnis akan diwarnai dengan perubahan kompleks dari berbagai kombinasi faktor politik, ekonomi, teknologi, sosial
12
dan budaya, disamping pengaruh dari perilaku bisnis yang bersangkutan. Dalam hal ini, pelaku bisnis (termasuk UKM) akan tersudut dalam memposisikan dirinya secara baik dan benar dibandingkan pesaingnya untuk memperebutkan konsumen, bila tidak disadari secara cepat atau lambat memalui berbagai upaya, maka dari itu, konteks pengembangan usaha prospektif diwujudkan melalui kegiatan identifikasi masalah atau klasifikasi pengenalan usahanya masing-masing (Hubeis, 2009).
B. Konsep Pemasaran. Didalam suatu dunia usaha, sangat penting.
pemasaran memegang peranan yang
Oleh karena itu perlu adanya suatu konsep strategi
pemasaran yang tepat
bagi para UKM agar dapat memenuhi keinginan,
kebutuhan dan kepuasan konsumen. Konsep pemasaran menekankan bahwa pemasaran yang menguntungkan bermula dari penemuan dan pemahaman terhadap kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan konsumen. Dengan kata lain, pemahaman terhadap konsumen, kebutuhan dan keinginan, serta perilaku
pembelianya
merupakan
bagian
integral
dari
keberhasilan
pemasaran. Menurut Kotler dan Amstrong (2001) mengatakan bahwa : “Untuk mencapai suatu tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing”. Terdapat lima konsep yang mendasari cara suatu organisasi melakukan pemasaran (Kotler dan Amstrong, 2001), yaitu : 1. Konsep berwawasan produksi. Konsumen memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya. Manajer organisasi yang berwawasan produksi memusatkan perhatiannya untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi dan cakupan distribusi yang luas. 2. Konsep berwawasan produk. Konsumen memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya. Manajer dalam organisasi berwawasan produk
13
memusatkan perhatian untuk membuat produk lebih baik dan terus melakukan penyempurnaan. 3. Konsep berwawasan menjual. Konsumen dibiarkan, atau konsumen tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup, dalam konsep ini dilakukan suatu usaha promosi yang dilakukan dengan agresif. 4. Konsep berwawasan pemasaran. Pada konsep ini semua yang menjadi keinginan, kebutuhan dan kepuasan pelanggan menjadi kunci utama, serta prioritas. 5. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat. Pada konsep ini konflik yang mungkin akan terjadi dengan para konsumen harus dihindari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran merupakan sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen
merupakan
syarat
ekonomi
dan
sosial
bagi
kelangsungan hidup perusahaan. McLeod Jr dan Schell (2001) mengatakan bahwa pemasaran terdiri dari kegiatan perorangan dan organisasi yang memudahkan dan mempercepat hubungan pertukaran yang memuaskan dalam lingkungan dinamis melalui penciptaan, pendistribusian, promosi, penentuan harga barang, jasa dan gagasan. Proses pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah proses menganalisa peluang pemasaran, menyeleksi pasar sasaran, mengembangkan bauran pemasaran dan mengatur usaha pemasaran. Menurut Boyd, et al (2000), tugas pemasaran yang penting adalah meyakinkan sebanyak mungkin calon pelanggan untuk mengadopsi produk pelopor dengan cepat untuk kemudian menurunkan biaya unit dan membantu sejumlah besar pelanggan yang setia sebelum para pesaing masuk kepasar. Menurut
Etzel, dkk dalam Saladin (2004) menyatakan bahwa
“Marketing is total system of business designed to plan, price, promote and distribute want satiffying product to target markets to achieve organizational objective “, artinya pemasaran sebagai suatu sistem total dari kegiatan bisnis
14
yang
dirancang
untuk
mendistribusikan
barang-barang
yang
dapat
memuaskan keinginan dan mencapai sasaran, serta tujuan organisasi. Pemasaran menurut Kotler dan Susanto (1999) adalah proses sosial dan manajerial, dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk bernilai satu sama lain. Rangkuti (2005) mengatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut, masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk bernilai komoditas. Dari uraian pendapat para ahli di bidang pemasaran, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran merupakan suatu sistem menyeluruh dari suatu kegiatan usaha mulai dari perencanaan, menentukan harga, menentukan tempat usaha, menentukan sistem pendistribusian, melakukan kegiatan promosi atas produk barang dan jasa kepada konsumen dan yang paling utama dapat memenuhi keinginan, serta kepuasan konsumen.
C. Strategi Pemasaran Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu suatu organisasi harus membuat strategi yang tepat agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Stoner, et al (1995) yang dikutip oleh Tjiptono (2008), konsep strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua (2) perspektif yang berbeda, yaitu (1) dari perspektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intends to do), dan (2) dari perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does). Berdasarkan perspektif yang pertama, strategi dapat didefinisikan sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. Makna yang terkandung dari strategi ini adalah bahwa para manajer memainkan peranan yang aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Dalam lingkungan yang selalu mengalami perubahan, pandangan ini lebih banyak diterapkan.
15
Berdasarkan perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai pola tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pada definisi ini, setiap organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi tersebut tidak pernah dirumuskan secara eksplisit. Pandangan ini diterapkan bagi para manajer yang bersifat reaktif, yaitu hanya menanggapi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara pasif manakala dibutuhkan. Pernyataan strategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Strategi memberikan kesatuan arah bagi semua anggota organisasi . Bila konsep strategi tidak jelas, maka keputusan yang diambil akan bersifat subyektif atau berdasarkan intuisi belaka dan mengabaikan keputusan yang lain. Menurut Hamel dan Prahalad yang dikutip oleh Rangkuti (2005), dikatakan bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat inkremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi” bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Dalam suatu perusahaan terdapat tiga level strategi,
yaitu level korporasi, level unit bisnis atau lini bisnis, dan level fungsional (Stoner, et al 1995) dikutip oleh Tjiptono, 2008, yaitu : 1. Strategi Level Korporasi Strategi level korporasi dirumuskan oleh manajemen puncak yang mengatur kegiatan dan operasi organisasi yang memiliki lini atau bisnis lebih dari satu. 2. Strategi Level Unit Bisnis Strategi level unit bisnis lebih diarahkan pada pengelolaan kegiatan dan operasi suatu bisnis tertentu.
16
3. Strategi Level Fungsional Strategi level fungsional merupakan strategi dalam kerangka fungsifungsi manajemen (keuangan, produksi, operasi, pemasaran, personalia dan SDM.
Menurut Bennet (1998) yang dikutip oleh Tjiptono (2008), menyatakan bahwa strategi pemasaran merupakan pernyataan (baik secara implisit maupun eksplisit) mengenai bagaimana suatu merek atau lini produk mencapai tujuannya. Tull dan Kahle (1990) yang dikutip oleh Tjiptono (2008) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Pada dasarnya strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan peubah-peubah seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, unsur bauran pemasaran, dan biaya bauran pemasaran. Strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis yang memberikan arah pada semua fungsi manajemen suatu organisasi. Menurut Corey (1991), yang dikutip Tjiptono (2008), strategi pemasaran terdiri atas lima (5) unsur yang saling berkait, yaitu : 1. Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani. 2. Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual. 3. Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan. 4. Sistem distribusi, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran yang dilalui produk
hingga
mencapai
konsumen
akhir
yang
membeli
dan
menggunakannya. 5. Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan, personal selling, promosi penjualan, direct marketing dan public relations.
17
D. Bauran Pemasaran Lovelock (2002) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai kelompok kiat pemasaran perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari hal-hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi produknya. Empat (4) komponen yang menyusun bauran pemasaran pada perusahaan adalah :
1. Produk (Product) Lovelock
(2002)
berpendapat
bahwa,
produk
merupakan
keseluruhan konsep obyek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen, maka
perlu diperhatikan dalam produk adalah
konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk, tetapi juga membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut yang disebut “the offer”. 2. Harga (Price) Harga merupakan sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan. Secara umum ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan harga (Kotler dan Amstrong, 2001), yaitu faktor internal perusahaan dan faktor lingkungan eksternal. Faktor Internal Perusahaan : a. Tujuan pemasaran perusahaan. b. Strategi bauran pemasaran. c. Biaya. d. Organisasi. Faktor Lingkungan Eksternal : a. Sifat pasar dan permintaan. b. Persaingan. c. Unsur-unsur lingkungan eksternal lainnya.
18
3. Tempat (Place) Lovelock (2002) mendefinisikan tempat sebagi cara penyampaian jasa (delivery system) kepada konsumen dan berada pada lokasi yang strategik. Ada tiga (3) pihak sebagai kunci keberhasilan yang perlu dilibatkan dalam penyampaian jasa, yaitu penyedia jasa, perantara dan konsumen. 4. Promosi (Promotion) Menurut Lovelock
(2002), promosi merupakan segala usaha
produsen untuk membujuk konsumen agar membeli produk yang ditawarkannya. Lima (5) alat utama dalam bauran promosi adalah : a. Iklan Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling banyak digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya. Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan suatu produk yang disusun sedemikian rupa, sehingga menarik peminat konsumen untuk membeli. Tujuan iklan adalah untuk mempengaruhi sikap dan kesan konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. b. Promosi, Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya (Tjiptono, 2008). Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Betapapun bermutunya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk itu akan berguna baginya, maka
tidak akan pernah membelinya. Pada
hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Yang dimaksud dengan komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran
yang
berusaha
menyebarkan
infomasi,
mempengaruhi/membujuk dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan bersangkutan.
19
c. Personal selling. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan dimana terjadi interaksi langsung antara penjual dengan konsumen secara langsung. Interaksi langsung ini akan memberi kemudahan bagi penjual untuk memberikan penjelasan kepada konsumen mengenai kelebihan, serta keuntungan produknya bila dibandingkan dengan produk sejenisnya. Sebelum kontak langsung dengan konsumen, maka para penjual harus dibekali dengan pengetahuan tentang produk yang dijual. d. Direct marketing Hal ini merupakan kegiatan promosi dengan menggunakan alat bantu seperti surat, telepon, faksimili dan alat penghubung non personal lainnya. Promosi dengan cara seperti ini bertujuan agar pesan-pesan promosi diharapkan mendapatkan respon, tanggapan secara langsung dari konsumen. e. Hubungan masyarakat dan publisitas Merupakan suatu stimulasi non personal terhadap permintaan suatu produk atau jasa dengan menyediakan berita-berita komersial. Penyampaian berita-berita komersial tersebut mengenai kebutuhan akan produk atau jasa tertentu disuatu media yang disebarkan di radio, televisi atau panggung yang tidak dibayar oleh sponsor.
E. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) bertujuan untuk menganalisis faktor lingkungan, baik internal maupun eksternal perusahaan. Dalam menganalisis faktor-faktor internal, mengklarifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan digunakan matriks IFE. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal, diklasifikasikan atas peluang dan ancaman bagi perusahaan dalam bentuk matriks EFE. Tahapan dalam pembuatan matriks IFE (Tabel 3) dan EFE (Tabel 2) adalah :
20
1. Menentukan dalam kolom 1 faktor strategi eksternal yang menjadi peluang dan ancaman, serta faktor strategi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan. 2. Memberikan bobot untuk masing-masing faktor dalam kolom 2. Dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan semua faktor harus sama dengan 1,0. 3. Memberikan peringkat 1-4 untuk masing-masing faktor
kunci dalam
kolom 3 tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespons faktor tersebut. Dengan memberi skala mulai dari 1 (di bawah rataan) hingga 4 (di atas rataan). Pemberian nilai rating untuk faktor kekuatan dan peluang bersifat positif (kekuatan atau peluang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika kekuatan atau peluang kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating kelemahan dan ancaman adalah negatif. (jika kelemahan atau ancaman sangat besar ratingnya adalah 1. Sebaliknya jika nilai kelemahan atau ancaman di bawah rataan atau kecil nilainya adalah 4). 4. Mengalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang. 5. Jumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing peubah untuk menentukan total dari nilai tertimbang bagi perusahaan.
Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot antara 1 - 4 dengan nilai rataan 2,5. Nilai di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal perusahaan kuat. Total nilai 4,0 menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0 berarti perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki.
21
Tabel 1. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan Faktor Strategik Eksternal A B C D …….. Jumlah
A
B
C
D
….
Jumlah
Tabel 2. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan Faktor Strategik Internal
A
B
C
D
….
Jumlah
A B C D …….. Jumlah
Dalam matriks EFE, total keseluruhan nilai yang dibobot tertinggi adalah 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon peluang yang ada dan menghindari ancaman di pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0
menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat
memanfaatkan peluang atau tidak dapat menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE, maka dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan menggunakan matriks IE dan SWOT (Rangkuti, 2005).
22
Tabel 3. Matriks IFE Faktor Strategik Internal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
A. Kekuatan : 1. 2. . Dst Jumlah (A) B. Kelemahan : 1. 2. . Dst Jumlah (B) Total (A+B)
Tabel 4. Matriks EFE Faktor Strategis Eksternal A. Peluang : 1. 2. . Dst Jumlah (A) B. Ancaman : 1. 2. . Dst Jumlah (B) Total (A+B)
F. Matriks Internal External (IE) Matriks Internal External (IE) digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap skor total matriks IFE dan EFE yang dihasilkan dari audit eksternal dan internal perusahaan. Matriks IE terdiri atas dua dimensi, yaitu total skor dari matriks IFE dan total skor dari matriks EFE. Total skor matriks IFE
23
dipetakan pada sumbu X dengan skor 1,0-1,99 yang menyatakan posisi internal adalah lemah, skor 2,0-2,99 posisinya rataan, serta skor 3,0-4,0 adalah posisi kuat. Total skor dari matriks EFE pada sumbu Y dengan skor 1,0-1,99 adalah posisi rendah, skor 2,0-2,99 adalah posisi rataan dan skor 3,0-4,0 adalah posisi tinggi. Matriks ini bermanfaat untuk menentukan posisi perusahaan yang terdiri atas sembilan (9) sel. Namun secara garis besar dibagi menjadi tiga (3) bagian utama yang mempunyai dampak strategi berbeda, yaitu : 1. Strategi tumbuh dan kembang yang meliputi sel I, II, atau IV dan strategi yang cocok untuk diterapkan, yaitu strategi intensif atau strategi integratif. 2. Strategi jaga dan pertahankan yang meliputi sel III, V, atau VII, dapat dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. 3. Strategi tuai dan divestasi yang meliputi sel VI, VIII, atau IX.
Total Skor EFI
4,0 Kuat Tinggi Total Skor EFE
3,0
Sedang
2,0
Lemah 1,0
I Pertumbuhan
II Pertumbuhan
III Penciutan
IV Stabilitas
V Pertumbuhan / Stabilitas
VI Penciutan
VII Pertumbuhan
VIII Pertumbuhan
IX Likuidasi
3,0
Menengah 2,0
Rendah 1,0
Gambar 2. Matrik IE, (David, 2006)
24
G. Analisis SWOT Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategik (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 2005). Dalam suatu kinerja perusahaan, dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT ini membandingkan antara faktor eksternal (peluang dan ancaman) dengan faktor internal (kekuatan dan kelemahan).
BERBAGAI PELUANG
3. Mendukung Strategi
1. Mendukung Strategi
turn-around (diferensiasi)
Agresif (fokus)
KELEMAHAN
KEKUATAN INTERNAL
INTERNAL
4. Mendukung Strategi
2. Mendukung Strategi
Defensif (konsolidasi)
Diversifikasi
BERBAGAI ANCAMAN
Gambar 3. Diagram analisis SWOT
25
Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategi). Kuadran 2: Meskipun menghadapai berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal, strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk atau pasar). Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan, sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Misalnya, Apple yang menggunakan strategi peninjauan kembali teknologi yang digunakan dengan cara menawarkan produk-produk baru dalam industri. Kuadran 4: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal (konsolidasi). Tabel 5. Matriks SWOT Faktor Internal
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Faktor eksternal Strategi S-O: Menggunakan kekuatan internal Peluang perusahaan untuk (Opportunities) meraih keuntungan dari peluang eksternal Strategi S-T : Menggunakan kekuatan internal Ancaman perusahaan untuk (Threats) menghindari/ mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal Sumber : Pearce and Robinson, 1997
Strategi W-O : Mengembangkan kelemahan internal perusahaan dengan meraih keuntungan dari peluang eksternal Strategi W-T : Mengarahkan taktik bertahan untuk mengurangi kelemahan internal perusahaan dan menghindari ancaman lingkungan
26
H. Quantitative Strategic Planning Matrix Quantitative strategic planning matrix (QSPM) atau Matriks perencanaan strategik kuantitatif adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif
strategi secara obyektif, yang
didasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dan membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masingmasing faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal. Kelebihan dari QSPM adalah kumpulan
strategi dapat dievaluasi
secara bertahap atau bersama-sama. Selain itu,
QSPM membutuhkan
penyusunan strategi untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam proses keputusan. Kelebihan lain dari QSPM adalah alat ini mengharuskan perencana strategi untuk memadukan faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait ke dalam proses keputusan. QSPM dapat meningkatkan mutu pilihan strategi dalam perusahaan multinasional, karena banyak faktor kunci dan strategi dapat dipertimbangkan sekaligus. Keterbatasan QSPM adalah proses ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang diperhitungkan. Memberi peringkat dan nilai daya tarik
mengharuskan
keputusan
subyektif,
tetapi
prosesnya
harus
menggunakan informasi obyektif. QSPM terdiri atas empat komponen, antara lain (1) bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks EFE dan IFE, (2) nilai daya tarik, (3) total nilai daya tarik dan (4) jumlah total nilai daya tarik. Ada enam (6) langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks ini (David, 2006), yaitu : Langkah 1: Mendaftarkan faktor kunci dari kekuatan atau kelemahan internal dan peluang atau ancaman eksternal perusahaan dalam kolom kiri matriks. Langkah 2: Memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal. Bobot sama dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE.
27
Langkah 3: Memeriksa tahap kedua (pemaduan) dan mengidentifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan. Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik (AS) yang menunjukkan daya tarik relatif setiap strategi dalam alternatif sel tertentu. Nilai daya tarik tersebut adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = amat menarik. Langkah 5: Menghitung total nilai daya tarik dengan mengalikan antara bobot dengan nilai daya tarik. Langkah 6: Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Jumlah ini mengung kapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilainya, menunjukkan strategi tersebut semakin menarik dan sebaliknya. Bentuk QSPM secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. QSPM
Faktor kunci
Bobot (a)
Alternatif strategi Strategi 1 Strategi 2 AS TAS AS TAS (b) (axb) (c) (axc)
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Jumlah Total nilai daya tarik Keterangan : AS (Attractiveness Score) = nilai daya tarik TAS (Total AS) = total nilai daya tarik Nilai daya tarik : 1 = tidak menarik;
2 = agak menarik;
3 = cukup menarik; 4 = amat menarik
I.
Uji Friedman Menurut Santoso (2010), uji Friedman berguna untuk menguji pasangan contoh data ordinal yang berasal dari populasi
sama. Uji ini
umumnya digunakan jika skala pengukuran datanya ordinal dan skala interval maupun rasional yang tidak memenuhi syarat untuk uji t atau uji F kategori/perlakuan yang diteliti lebih besar dari dua (p > 2) dan termasuk
28
klasifikasi dua arah (ada peubah lain/sampingan selain perlakuan) atau berpasangan atau dalam rancangan percobaan/ lingkungan terkenal dengan nama Rancangan Acak Kelompok (RAK). Rumus uji Friedman adalah :
F
k 12 Ri 2 3n(k 1) nk (k 1) i 1
Dimana : F
: nilai Friedman dari hasil perhitungan
Ri : jumlah rank (pangkat/urutan) dari kategori/perlakuan ke i k
: banyaknya kategori/perlakuan (i=1,2,3,……,k)
n
: jumlah pasangan atau kelompok
Hipotesis : Ho : R1 = R2 = R3 =…………..=Rk H1 : Ri≠Ri’ untuk suatu pasangan Ri (i≠i) Dimana : Ri adalah jumlah rangking ke i Kriteria penerimaan Ho adalah : Jika F < X2(0,05:db=(k-1), maka H diterima (P > 0,05) Jika F > X20,05:db=(k-1), maka H ditolak(P < 0,05) Jika F > X20,05:db=(k-1), maka Ho ditolak (P < 0,01) Jika Ho ditolak berarti ada pasangan rata-rata ranking yang berbeda untuk mencari pasangan mana yang berbeda maka kita harus melakukan uji lanjutan yaitu uji jumlah rangking dengan rumus sebagai berikut : t H t / 2; db (k 1)(n 1)
nk (k 1) 6
Disini k adalah banyaknya kategori/perlakuan dan n adalah banyaknya pasangan atau kelompok. Jika
Ri Ri ' t H
pada α=0,05 maka Ho diterima berarti pasangan
rangking perlakuan tersebut berbeda nyata (P < 0,05) dan jika
Ri Ri ' t H
pada α=0,05 maka Ho ditolak, berarti pasangan ranking perlakuan tersebut
29
berbeda nyata (P < 0,05) dan jika
Ri Ri ' t H
pada α=0,01, maka Ho ditolak,
berarti pasangan ranking perlakuan tersebut berbeda sangat nyata (P>0,01). Sugiyono (2010) menyatakan bahwa
uji Friedman merupakan
perkembangan uji Wilcoxon, dimana uji Wilcoxon digunakan untuk uji dua (2) contoh berpasangan. Dalam hal ini berasal dari ulangan pengukuran yang berasal dari satu contoh atau dari pengukuran yang sama dari beberapa contoh berpasangan. Sedangkan uji Friedman umum digunakan untuk uji n contoh berhubungan (berpasangan). Uji ini pada prinsipnya ingin menguji apakah n contoh (lebih dari dua contoh) yang berpasangan satu dengan yang lain berasal dari populasi yang sama. Persyaratan data dalam uji ini adalah (1) data bertipe nominal atau ordinal, (2) data bertipe interval atau rasio, namun tidak berdistribusi normal, dan (3) data berjumlah sedikit (di bawah 30). Tabel 7. Uji Friedman. No.
1 2 3 4 5 6 7
J.
Atribut Proses Kredit Mikro Pelayanan pada nasabah Waktu proses Kemudahan proses Biaya Jangka waktu Agunan Suku bunga
Bank XYZ
Bank ABC
Bank PQR
Gambaran Umum Kredit Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit, 2005,
Bank XYZ,
pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atas kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Dalam
30
penyalurkan kredit kepada nasabah selain peraturan dan ketentuan yang menjadi pedoman, diperlukan juga suatu budaya untuk menopang sistem, yaitu perilaku pelaksanaan kredit pada Bank XYZ yang disebut dengan Budaya Kredit. Budaya Kredit merupakan suatu sistem nilai yang mendasari perlikau seluruh jajaran (pegawai dan pejabat) yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan dibidang perkreditan. Disamping itu budaya kredit yang merupakan sistem nilai, juga mendasari pembentukan organisasi perkreditan, mekanisme pengambilan keputusan, mekanisme kontrol dan perilaku/kegiatan rutin dalam organisasi. Sistem ini diharapkan tumbuh berkembang dan berlaku di Bank XYZ sebagai bagian dari paradigma dalam mengelola perkreditan di bank XYZ secara prudent (hati-hati). Tujuan akhir pengembangan budaya kredit adalah mewujudkan suatu mutu portofolio perkreditan yang sehat.
K. Prinsip-prinsip Utama Pengelolaan Kredit. Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit, 2005,
Bank XYZ,
dalam penyaluran kredit kepada para nasabah, Bank XYZ memiliki prinsipprinsip utama didalam pengelolaannya. Prinsip ini merupakan acuan bagi setiap pegawai, baik sebagai pelaksana maupun pemutus kredit didalam tugas menyalurkan kredit kepada para nasabah. Prinsip tersebut adalah : 1. Four-eyes-principle Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit, 2005, Bank XYZ, prinsip utama yang mendasari pengambilan keputusan kredit, setiap pengambilan keputusan atas suatu fasilitas kredit merupakan persetujuan dan tanggung jawab bersama antara Bisnis Unit (pemegang keputusan) dengan
Risk
Management
Unit.
Prinsip
ini
bertujuan
untuk
menghilangkan conflict of interest antara fungsi marketing yang dipegang oleh Bisnis Unit yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan fungsi manajemen risiko yang dipegang oleh Risk management Unit yang bertujuan memperkecil risiko yang akan timbul.
31
2. Prinsip 6C Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit, 2005, Bank XYZ, dalam pengambilan keputusan untuk pemberian kredit, harus didasarkan atas evaluasi tertulis, yang disertai data dan informasi yang cukup wajar dari calon debitur, serta informasi yang menggambarkan penilaian kondisi dan potensi dari calon debitur serta hak-hak lainnya yang terkait dengan calon debitur. Selain data tersebut diatas, maka bank juga harus memperhatikan Prinsip 6C dalam mempertimbangkan pemberian kredit yaitu : a.
Character (karakter) Karakter adalah keadaan watak/sifat dari calon debitur, baik dalam kehidupan
pribadi maupun lingkungan usaha. Pemberian
kredit adalah atas dasar kepercayaan, jadi yang mendasari suatu kepercayaan yaitu adanya keyakinan dari pihak bank, bahwa calon debitur mempunyai watak, moral, sifat, dan mempunyai rasa tanggung jawab untuk membayar angsuran kreditnya dan juga untuk pelunasan. Manfaat dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana niat calon debitur untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Karakter ini merupakan faktor yang sangat menentukan dan paling dominan, sebab walaupun nasabah tersebut cukup mampu untuk membayar hutangnya, tetapi kalau tidak mempunyai niat baik tentu akan membawa berbagai kesulitan bagi bank dikemudian hari. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon debitur, dapat ditempuh melalui upaya seperti: meneliti riwayat hidup, meneliti reputasi usahanya, bank to bank information dan informasi debitur dari Bank Indonesia. b.
Capital (modal) Capital adalah jumlah modal/dana sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini sangat membantu bagi bank sebagai alat penilaian kesungguhan dan tanggungjawab calon debitur dalam menjalankan usahanya. Semakin besar modal sendiri akan semakin
32
tinggi kesungguhan calaon debitur untuk memenuhi kewajibannya dan menjalankan usahanya serta bank akan merasa lebih yakin untuk memberikan kredit. Penilaian atas besarnya modal sendiri adalah penting, karena kredit yang diberikan oleh bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan. c.
Capacity (kapasitas) Kapasitas adalah kemampuan yang dimiliki calon debitur dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Manfaat dari penilaian adalah untuk mengetahui, mengukur sampai sejauhmana calon debitur mampu untuk mengembalikan atau melunasi pinjamannya (ability to pay) secara tepat waktu. Pengukuran kapasitas tersebut dapat dilakukan sesuai perkembangan dari waktu ke waktu melalui berbagai pendekatan berikut : 1) Pendekatan financial, yaitu menilai posisi neraca dan laporan laba/rugi untuk beberapa periode dalam mengukur aktivitas, likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. 2) Pendekatan
profesionalisme,
yaitu
menilai
latar
belakang
pendidikan dan pengalaman calon debitur dalam mengelola usahanya. 3) Pendekatan yuridis, yaitu secara hukum apakah calon debitur mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya dalam melakukan tindakan hukum dengan bank. 4) Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauhmana kemampuan dan keterampilan
calon
debitur
melaksanakan
fungsi-fungsi
manajemen dalam memimpin usahanya. 5) Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauhmana kemampuan calon debitur dalam mengelola faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan/mesin. d.
Collateral (agunan) Collateral adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Agunan tersebut
33
harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauhmana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Evaluasi terhadap agunan meliputi: jenis agunan, lokasi, ukuran, bukti kepemilikan, status hukum dan nilainya. Pada hakekatnya bentuk agunan tidak hanya yang berbentuk kebendaan, tetapi juga agunan yang tidak berwujud, seperti personal guarantie dan corporate guarantie. e. Condition of Economy (kondisi perekonomian) Kondisi perekonomian, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya mempengaruhi kelancaran usaha nasabah. Untuk mendapat gambaran mengenai hal ini perlu diadakan penelitian terhadap situasi politik dan ekonomi dalam dan luar negeri yang dapat mempengaruhi kondisi laju perekonomian, dampak dari peraturan-peraturan pemerintah. f. Constraints Constraints adalah suatu kondisi/keadaan yang menyebabkan nasabah tidak dapat lagi melanjutkan/melaksanakan usahanya lagi. 3. Delapan (8) Aspek Analisa Kredit Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit (2005) Bank XYZ, terdapat delapan (8) aspek dalam melakukan analisa kredit, yaitu : a. Aspek Analisa Yuridis Dalam aspek hukum terdapat beberapa batasan untuk memudahkan pelaksanaan analisanya, yaitu : 1) Legalitas pendirian badan usaha Badan usaha yang berbadan hukum 1) Akta pendirian (berikut perubahannya) dibuat dengan Akta Notaris. 2) Akta pendirian (berikut perubahannya) sudah mendapatkan persetujuan dari Instansi yang berwenang. 3) Akta pendirian (berikut perubahannya) beserta pengesahannya yang telah didaftarkan dalam daftar perusahaan.
34
4) Akta
pendirian
(berikut
perubahannya)
tersebut
telah
diumumkan dalam Berita Negara dan Tambahan Berita Negara RI. Badan usaha yang tidak berbadan hukum a) Akta pendirian (berikut perubahannya) dibuat dengan Akta Notaris. b) Akta pendirian (berikut perubahannya) didaftarkan dalam daftar perusahaan. 5) Akta
pendirian
(berikut
perubahannya)
didaftarkan
di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri. 2) Legalitas kontrak kerja sebagai dasar permohonan kredit. Hal-hal yang perlu diteliti adalah keabsahan kontrak kerja, dicek dengan melakukan pengecekan kepada pemilik proyek, nilai kontrak, sumber dana dan batas waktu proyek, serta pola pembayarannya. b. Aspek Analisa Pemasaran. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam aspek ini adalah : 1) Barang/jasa yang dipasarkan 2) Penentuan besarnya produk yang akan dipasarkan 3) Melakukan penilaian mengenai strategi pemasaran yang dijalankan. 4) Melakukan penilaian mengenai manajemen pemasaran 5) Melakukan pemantauan tentang target segmentasi pasar yang dituju. c. Aspek Analisa Manajemen Penilaian aspek ini untuk menilai kemampuan dan kecakapan dari manajemen perusahaan dalam menjalankan usahanya. Faktor yang menjadi analisa adalah profesionalisme,karakter pada pengurus perusahaan, mutu organisasi, prosedur kerja dan fungsi manajemen. d. Aspek Analisa Teknik Penilaian aspek ini meliputi: lokasi usaha, SDM, realisasi dan rencana produksi, kapasitas, proses, layout, sarana dan prasarana produksi.
35
e. Aspek Analisa Keuangan Dari analisa keuangan dapat diukur kemampuan dan kecakapan dari manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan, sumber data untuk analisa keuangan adalah neraca dan laporan laba/rugi periode tiga (3) bulan terakhir dan laporan cash flow. f. Aspek Analisa Agunan Analisa pada aspek agunan dilakukan untuk menilai jaminan yang akan/telah diberikan nasabah sehubungan dengan permohonan kredit yang diajukan. Dalam penilaian agunan terdiri dari : 1) Agunan Utama, terdiri dari stok (bahan baku, barang setengah jadi) dan Piutang dagang. 2) Agunan Tambahan, barang-barang agunan yang diserahkan, yang tidak termasuk dalam pembiayaan kredit bank, pada umumnya berupa barang/harta tidak bergerak, kendaraan bermotor atau bank garansi. g. Aspek Analisa Sosial Ekonomi dan Lingkungan (Amdal) Penekanan analisa aspek ini untuk melihat pengaruh usaha nasabah terhadap masyarakat yang berada disekitar lokasi, penyerapan tenaga kerja dan
tidak bertentangan dengan adat istiadat masyarakat
setempat. Khusus analisa mengenai dampak lingkungan harus juga diperhatikan peraturan pemerintah yang berlaku, maka dipastikan bahwa usaha tersebut sudah mempunyai izin Amdal dari Instansi berwenang. h. Aspek Analisa Lainnya Selain aspek 6C, maka dalam pemberian kredit selalu dihadapkan dengan risiko yang perlu dianalisa dan dibuatkan suatu perencanaan (action plan) untuk memperkecil kerugian yang timbul apabila risiko tersebut terjadi. Risiko yang perlu diperhatikan adalah risiko sifat usaha, geografis, politik, ketidakpastian dan inflasi.
36
L. Kredit Mikro. Bank XYZ merupakan bank yang menduduki papan atas dari sekian banyak bank yang beroperasi di Indonesia dan mempunyai kantor cabang yang tersebar diseluruh Indonesia dengan nasabah mulai dari segmen mikro sampai dengan korporat. Dengan bermodalkan nasabah, aset yang besar dan jaringan kantor cabang yang tersebar diseluruh negara ini, serta dalam rangka mewujudkan visi bank XYZ menjadi Dominant Multi Specialist Bank di Indonesia, maka sejak tahun 2005 bank XYZ melakukan ekspansi bisnis ke segmen mikro dan diharapkan dari bisnis ini menghasilkan Net Interest Margin yang cukup tinggi. Segmen mikro terdiri dari nasabah dari berbagai macam golongan, suku, adat istiadat, budaya, sifat dan karakter mikro harus dikelola oleh SDM
berbeda, maka segmen
profesional. Persaingan yang semakin
kompetitif di dunia perbankan di Indonesia saat ini, terutama dari bank-bank pesaing yang sudah lama dan berpengalaman di segmen mikro, serta untuk meraih pangsa pasar mikro yang masih luas dan terbuka, maka bank XYZ dituntut untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan segmen mikro, baik secara strategi pemasaran, kemudahan dalam hal proses, sistem dan teknologi yang mendukung, serta SDM yang profesional, handal dan menguasai segmen mikro. Kredit mikro adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada pengusaha mikro
untuk pembiayaan
kebutuhan usahanya yang disalurkan melalui
fasilitas kredit modal kerja. Usaha mikro mengacu kepada definisi Kantor Kementrian Koperasi dan UKM, yaitu usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik warga negara Indonesia, baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp. 200 (dua ratus) juta dan atau mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rataan per tahun sebanyak-banyaknya Rp. 1 (satu) milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri. Kredit mikro merupakan salah satu produk unggulan dari bank XYZ, dikarenakan proses kredit yang mudah, sederhana, cepat dan memberikan keuntungan yang tinggi bagi bank. Nasabah yang dilayani untuk
37
mendapatkan kredit mikro mulai dari masyarakat menengah hingga lapisan masyarakat yang paling bawah, yang terdiri dari sebagaian besar para UKM. Penyaluran kredit disegmen Kredit Mikro dilakukan oleh Mikro Bisnis Unit (MBU). MBU merupakan suatu unit usaha yang mempunyai tugas pokok seperti: menyalurkan kredit usaha kecil kepada pengusaha kecil dan menengah, serta memberikan fasilitas pinjaman lunak kepada para karyawan bagi
perusahaan yang telah memiliki rekening giro dan
bekerjasama dengan Bank XYZ dalam hal penyaluran gaji para karyawan melalui payrol ketabungan Bank XYZ. Limit kredit yang diberikan kepada pengusaha kecil dan menengah mulai dari Rp 1 - 200 juta dengan jangka waktu 12 - 36 bulan, suku bunga yang diberikan sangat bersaing dan mengikuti perkembangan pasar, sedangkan limit kredit pinjaman lunak yang diberikan kepada para karyawan yang payrolnya melalui Bank XYZ mulai dari Rp 1 - 50 juta dengan jangka waktu 12 -
36 bulan dengan suku bunga yang ringan dan mengikuti
perkembangan pasar. Keputusan pemberian kredit, baik kepada pengusaha kecil dan menengah maupun kepada karyawan, diputuskan secara langsung oleh Mikro Manager. MBU merupakan suatu unit usaha di bawah MBDC (Micro Bussines Distric Center) dan
saat ini Bank XYZ memiliki 11 MBDC diseluruh
Indonesia, dimana masing-masing MBDC membawahi ± 65 - 70 MBU yang tersebar diseluruh Indonesia dan memiliki nasabah yang mempunyai karakteristik, budaya serta jenis usaha yang berbeda-beda disetiap unit usaha dan dari satu MBU dengan MBU yang lainnya mempunyai jaringan yang terkoneksi satu sama lainnya (online) baik untuk informasi nasabah debitur, transaksi keuangan, dan lain-lain.
M. Analisis Kelayakan Kredit Mikro Analisis kelayakan suatu usaha untuk mendapatkan kredit mikro dilakukan dengan Micro Banking Scoring System (MBSS) dengan menggunakan data dan informasi standar yang didapat. Proses analisis
38
kelayakan kredit yang dilakukan dengan MBSS dilakukan oleh Mikro Kredit Analis (MKA). Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis kelayakan kredit mikro juga mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : 1. Keyakinan atas identitas dan domisili calon debitur yang dilakukan dengan cara : a.
Melakukan verifikasi kebenaran Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) sebagai milik yang bersangkutan
b.
Melakukan verifikasi domisili dan status rumah tinggal (milik sendiri, sewa atau lainnya)
2. Kepastian adanya usaha dan kemungkinan berkembang yang dilakukan dengan cara : a.
Memastikan kepemilikan usaha dimaksud
b.
Memastikan usaha yang dilakukan sesuai dengan peruntukan kredit yang dimohon.
3. Kepastian adanya kemampuan pembayaran kredit yang dilakukan dengan cara : a.
Memastikan usaha tersebut mendatangkan keuntungan yang cukup untuk pembayaran kembali kredit
b.
Meyakinkan bahwa yang bersangkutan mampu dan mempunyai niat baik untuk membayar kembali kredit
4. Teridentifikasinya risiko kredit yang mengakibatkan gagal bayar, antara lain : a.
Risiko pemasaran hasil produksi
b.
Risiko operasional dan pengelolaan usaha
c.
Risiko keuangan, dan lainnya
5. Penilaian atas karakter calon debitur terutama didasarkan pada : a.
Keterbukaan.
b.
Kesadaran untuk membayar kewajiban kepada bank
c.
Keluarga calon debitur
39
6. Penilaian yang dilakukan untuk mengetahui modal atau kekayaan calon debitur dengan melakukan analisis terhadap : a.
Kondisi rumah (permanen atau tidak)
b.
Lingkungan rumah
c.
Status kepemilikan rumah
d.
Luas tanah, bangunan, fasilitas dan perlengkapan rumah
7. Penilaian terhadap barang yang akan dibiayai atau barang yang akan diserahkan debitur sebagi jaminan atas fasilitas kredit yang diterimanya. Penilaian
terhadap
jenis
agunan
yang
dapat
diterima
harus
mempertimbangkan faktor-faktor berikut : a.
Marketability Barang yang menjadi agunan harus dapat dijual dengan mudah di pasar bebas.
b.
Ascertainbility Barang yang menjadi agunan harus dapat dinilai secara umum dan pasti karena bukan merupakan penilaian yang sangat dipengaruhi faktor subyektivitas tinggi, seperti penilaian atas barang/benda antik, pusaka, lukisan, sarang burung walet.
c.
Stability of value Barang yang menjadi agunan harus mempunyai harga pasar yang relatif stabil dan tidak berfluktuasi secara tajam.
d.
Transferability dan legality Barang
yang
menjadi
agunan
harus
dengan
mudah
dapat
dipindahtangankan dan memenuhi aspek legalitas yang sah dan kuat. 8. Usaha mikro yang telah berjalan minimal 2 (dua) tahun dilokasi dan bidang usaha yang sama, serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank. 9. Usia minimal 21 tahun atau sudah menikah, usia maksimal 60 tahun (saat kredit lunas).
40