II. TINJAUAN PUSTAKA A. KECAP 1. Jenis Kecap Kecap diperkirakan berasal dari Cina, yang kemudian pada tahun 600-500 SM diperkenalkan di Jepang bersamaan dengan berkembangnya agama Budha (Purwandari 2010). Secara umum, kecap merupakan produk olahan/awetan kedelai dengan tekstur cair (asin) atau kental (manis), berwarna coklat kehitaman, dan digunakan sebagai penyedap masakan. Aroma kecap yang harum dan citarasanya yang gurih membuat kecap diterima luas sebagai bumbu masak utama dalam budaya kuliner Asia. Kecap dianggap sebagai kondimen yang dapat meningkatkan selera makan. Pada umumnya, dikenal beberapa jenis kecap, seperti: kecap asin, kecap manis, kecap jamur, kecap ikan (fish sauce), kecap Inggris (Worchestershire Sauce), dan kecap Jepang. Kecap dapat dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung dari parameter yang digunakan untuk membedakannya. Kecap dapat dibedakan berdasarkan bahan baku, cita rasa, dan proses pembuatannya. Beberapa macam kecap yang beredar di pasaran antara lain (Suprapti 2005): a. Kecap Asin Bahan dasarnya kedelai, diduga sudah berusia lebih dari 2500 tahun, pertama kali dibuat di Tiongkok. Kedelai dibubuhi garam, kemudian difermentasikan dengan proses peragian selama beberapa minggu. Proses ini menghasilkan cairan kecoklatan dengan aroma harum yang khas. Cairan inilah yang kemudian disaring menjadi kecap.Tergantung proses penuaannya (aging), kecap asin yang dituakan berwarna lebih gelap dengan konsistensi lebih kental, dan aromanya lebih menyengat. Kecap ini disebut dark soy, cocok untuk jenis masakan slow cooking atau braising seperti semur, ayam kecap, dan babi hong karena lebih meresap. Sedangkan light soy cocok untuk tumis-tumisan dan masakan kukus. Kecap asin merupakan bumbu masak penting di berbagai negara Asia. b.
Kecap Manis Kecap manis dibuat kedelai (juga kedelai hitam) dan gula. Secara tradisional, bahan yang banyak digunakan adalah gula merah atau gula jawa, yaitu gula yang dibuat dari tetes kelapa.Kecap modern sekarang juga menggunakan gula pasir. Selain itu, pembuat kecap tradisional juga sering menggunakan berbagai bumbu untuk meningkatkan kelezatan kecap, seperti: pekak (star anise), kayu manis, cengkeh, dan lain-lain. Berbagai kecap berkualitas rendah juga menggunakan molase (sisa proses refining gula putih) dan MSG. Kecap seperti ini dapat ditandai dari aromanya.
c.
Kecap Jamur Kecap asin berbahan dasar kedelai yang ditambah (infused) dengan ekstraksi jamur (mushroom flavored soy sauce). Di Singapura sering disebut sebagai saus hitam terjemahan langsung dari dark soy karena memang biasanya berwarna sangat kelam, bahkan ada yang dipasarkan dengan label superior dark. Kecap ini biasa dipakai sebagai kondimen makanan nasi liwet Tionghoa (sapo fan atau claypot rice).
d.
Kecap Ikan Sebetulnya merupakan istilah yang salah kaprah. Istilah yang benar adalah saus ikan (fish sauce). Saus ikan adalah jenis kondimen yang paling populer di Thailand (disebut nam pla),Vietnam (disebut nuoc mam), Laos, Kamboja, Myanmar, dan juga Filipina. Orang Thailand jarang menggunakan garam ketika memasak, tetapi selalu menggunakan saus ikan ini. Aromanya sangat kuat, tetapi setelah dimasak aromanya berubah menjadi harum. Saus ikan dibuat dari ikan (ikan segar maupun ikan kering) yang difermentasikan. Saus ikan juga dapat dibuat dari cumi-cumi, kerang, atau udang.
e.
Kecap Inggris Di masa lalu, cairan penyedap rasa ini disebut fish-pickle karena bahannya dari anchovies (ikan kecil difermentasi). Sejarah penemuan kecap Inggris ini sangat beragam. Tetapi, sangat kuat dugaan bahwa penemuannya merupakan sebuah kecelakaan atau ketidaksengajaan ketika menemukan bumbu kari yang tersimpan lama dan tercampur dengan bahan-bahan lain. Di masa kolonial, banyak warga Inggris yang bermukim di India, dan menyukai bumbu kari. Kenyataannya, kecap inggris dibuat dari bahan yang sangat beragam, seperti: cuka, molase, gula jagung, cabe, lada hitam, asam jawa, bawang bombay, bawang merah, bawang putih, cengkeh, dan anchovies. Kecap Inggris cocok untuk jenis-jenis daging bakar. Kecap Inggris bahkan juga dipakai dalam minuman Bloody Mary. Di Indonesia sekarang juga dibuat versi lokal kecap Inggris ini.
f.
Kecap Jepang Bahan dasarnya adalah gandum yang difermentasikan. Karena itu, muncul rasa manis dan aroma yang lebih lunak. Kecap Jepang cocok untuk memasak (sukiyaki, teppanyaki) maupun sebagai “cocolan”. Secara umum, kecap Jepang disebut shoyu. Di Jepang juga dikenal berbagai jenis kecap lain yang pada dasarnya dibuat sebagai pemadan (matching, pairing) bagi jenis makanan tertentu, seperti: - Nama: kecap Jepang yang dituakan selama empat tahun dalam tong dari kayu. Aromanya lebih harum dan rasanya lebih lembut. Cocok sebagai “cocolan” berbagai jenis seafood. - Tamari: kecap Jepang yang dibuat tanpa gandum. Warnanya lebih gelap, rasanya lebih manis. - Ponzu: campuran kecap Jepang dengan jeruk nipis. Cocok untuk “cocolan” daging bakar
2. Proses Pembuatan Kecap Menurut Koswara (1992), kecap yang banyak beredar di pasaran adalah kecap yang berasal dari hasil fermentasi. Proses fermentasi akan menghasilkan kecap tradisional dan taoco yang memiliki cita rasa yang khas. Proses fermentasi atau peragian merupakan suatu perubahan yang terjadi terhadap bahan pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba jenis tertentu yang memiliki kemampuan yang sesuai sehingga bahan menjadi berubah. Proses pembuatan kecap yang biasa dilakukan dengan cara fermentasi adalah sebagai berikut: kedelai dibersihkan dan direndam dalam air pada suhu kamar selama 12 jam, kemudian direbus selama 4-5 jam hingga lunak. Setelah direbus, kedelai ditiriskan dan
4
didinginkan di atas tampah. Tampah tersebut ditutup dengan lembaran karung goni, karung terigu atau lembaran plastik. Bahan yang digunakan sebagai penutup biasanya telah digunakan berulang kali sehingga biasanya telah mengandung spora yang digunakan sebagai inokulum. Pada proses ini kemudian akan terjadi proses fermentasi. Menurut Buckle et al. (1978), proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan kecap meliputi dua tahap, yaitu: Fermentasi I (penjamuran) dan Fermentasi II (perendaman larutan garam). a. Fermentasi I (penjamuran) Penjamuran merupakan fermentasi tahap awal dalam pembuatan kecap. Tujuan utama dari penjamuran ini adalah untuk mengembangbiakkan jamur dan menghasilkan enzim proteolitik dan amilolitik. Penjamuran ini berlangsung selama 3 hari dengan suhu 20-30oC. Hasil penjamuran ini biasa disebut koji. Proses penjamuran ini hampir sama dengan proses pembutan tempe dan biasanya digunakan jamur tempe (Rhizopus oligosporus). Pada fermentasi pertama (penjamuran) dihasilkan enzim protease yang menghidolisis komponen protein 65-90% menjadi bentuk terlarut, aktivitas protease optimal pada pH 20,5oC selama 5 hari. Selain enzim protease juga terdapat enzim αamilase yang merombak pati (polisakarida) menjadi glukosa sehingga terjadi kenaikan gula reduksi. Selama penjamuran terjadi kenaikan pH karena adanya aktivitas enzim proteolitik dan menghidrolis protein menjadi komponen peptida, pepton, dan asamasam amino. Peningkatan mutu gizi dikarenakan aktivitas mikroba selama pengolahan dan fermentasi, karena kapang menghidrolisis sebagian selulosa menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna. Protein dihidrolisis menjadi dipeptida, peptida dan asam-asam amino. Lemak dipecah oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Terjadi pula peningkatan kadar vitamin B12, dan terurainya asam fitat sehingga fosfor dan biotin dapat dimanfaatkan tubuh. b. Fermentasi II (perendaman dalam larutan garam) Fermentasi dalam larutan garam dilakukan setelah proses penjamuran, dengan perbandingan koji dengan larutan garam 1:2. Mikroba utama pada fermentasi ini adalah Aspergilus oryzae dan Aspergilus soyae, bakteri-bakteri asam laktat, serta yeast yang toleran terhadap kadar garam tinggi. Mekanisme fermentasi pada tahap ini meliputi: • Fermentasi asam laktat oleh BAL (Bakteri Asam Laktat) Terjadi pada 3-6 bulan pertama. Proses fermentasi ini memecah protein dan karbohidrat oleh enzim yang berasal dari Aspergillus oryzae. Proses hidrolisis protein terhambat pada saat terjadi pencampuran kedelai dengan larutan garam dan mulai meningkat setelah fermentasi berlangsung selama 2 minggu. Pada konsentrasi garam tinggi (20%) BAL terutama Pediococcus soyae masih bisa tumbuh baik dan menghasilkan asam laktat sehingga pH turun sampai 4,5. Bakteri ini berperan dalam pembentukan aroma dan flavor spesifik pada kecap (Rahayu et al. 1993). • Fermentasi alkohol oleh khamir osmofilik (Saccaromyces rouxii) Fermentasi oleh BAL yang menurunkan pH menjadi 4,5 mendorong pertumbuhan yeast (Saccaromyces rouxii). Yeast ini akan mengubah glukosa dan maltosa menjadi etanol dan gliserol yang merupakan komponen penyedap aroma dan flavor pada kecap. Perubahan ini terjadi setelah bulan ke-6 perendaman (Rahayu et al. 1993)
5
•Fermentasi Akhir Fermentasi akhir merupakan penyempurnaan dimana khamir dan bakteri melanjutkan fermentasi, dengan pH akhir 4,7 – 4,8 dengan kadar garam akhir 18% sehingga menurunkan bahaya bakteri pembusuk. Selama fermentasi kedua (penggaraman) berlangsung terjadi perubahan-perubahan senyawa protein, lemak, dan karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana (Koswara, 1992). Dalam fermentasi kecap, hidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sederhana disebabkan oleh aktivitas beberapa enzim, diantaranyaenzim proteolitik yang akan merubah protein menjadi asam-asam amino yang selanjutnyadiubah menjadi amin, asam keton, NH3, dan CO2 (Rahayu et al. 1993). Setelah proses fermentasi moromi selesai, cairan dimasak dan kemudian disaring. Untuk membuat kecap manis, ke dalam filtrat ditambahkan gula merah dan bumbu-bumbu lainnya, diaduk sampai rata dan dimasak selama 4-5 jam. Untuk membuat kecap asin, sedikit gula merah ditambahkan ke filtrat, diaduk, dan dimasak selama 1 jam. Setelah pemasakan kecap disaring, didinginkan kemudian dimasukkan ke dalam botol (Steinkraus 1983).
B. KECAP MANIS Kecap merupakan salah satu bentuk pangan yang dibuat dari kedelai atau kacang-kacangan lainnya (Koswara 1992). Produk ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan digunakan sebagai bahan penyedap makanan dalam berbagai masakan. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0032-74, kecap didefinisikan sebagai cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari perebusan kedelai yang telah diragikan dan ditambah gula, garam dan rempahrempah. Syarat mutu kecap berdasarkan SNI dapat dilihat pada Lampiran 1. Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi (Tabel 1). Sementara itu, komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat, prolin, asam aspartat, dan leusin (Santoso 1994). Tabel 1. Komposisi zat gizi kecap kedelai dalam 100 gram bahan Zat Gizi Energi Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Besi Vitamin B1 Vitamin B2
Nilai 86 kalori 57.4 gram 5.5 gram 0.6 gram 15.1 gram 0.6 gram 21.4 gram 85 mg 4.4 mg 0.04 mg 0.17 mg
Sumber: Santoso 1994
6
Kecap dapat dibuat dengan tiga cara yang berbeda, yaitu dengan proses fermentasi, hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya. Dibandingkan dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang berasal dari proses fermentasi biasanya memiliki cita rasa dan aroma yang lebih baik. Hal ini merupakan alasan jarang ditemukannya kecap hasil hidrolisis asam (Koswara 1992). Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat oleh aktivitas enzim dari kapang, khamir, dan bakteri menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana. Fraksi-fraksi tersebut menentukan cita rasa, aroma, dan komposisi kecap (Koswara, 1992). Proses fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan fermentasi cair (moromi). Fermentasi padat memerlukan waktu 3-5 hari dan fermentasi moromi memerlukan waktu selama 3-6 bulan (Rahayu et al. 1993). Cara hidrolisa kimia hanya meliputi tahap hidrolisa oleh asam sehingga waktu pembuatan kecap menjadi lebih singkat. Pembuatan kecap secara hidrolisis pada dasarnya adalah pemecahan (hidrolisis) protein dengan menggunakan asam sehingga dihasilkan peptida-peptida dan asam amino. Kecap jenis ini hanya merupakan larutan garam dan asam amino saja, sedangkan komponen pembentuk cita rasa seperti peptida tertentu, alkohol, ester, dan komponen lainnya tidak terdapat (Koswara 1992). Hal ini menyebabkan kecap yang dihasilkan dengan cara hidrolisa kimia mempunyai flavor yang kurang baik jika dibandingkan dengan kecap hasil fermantasi. Pembuatan kecap secara kombinasi merupakan gabungan kedua cara diatas. Mula-mula sebagian protein dihidrolisis dengan asam, kemudian dilanjutkan dengan fermentasi. Proses pembuatan kecap secara fermentasi dapat dilihat pada Diagram 1.
Gambar 1. Diagram proses pembuatan kecap manis secara fermentasi (Margono et al. 2000).
7
Bahan baku pembuatan kecap pada umumnya adalah kedelai hitam. Namun tidak jarang pula ditemui kecap yang berasal dari fermentasi kedelai kuning. Kedelai berbiji hitam lebih disukai oleh produsen kecap karena dapat memberi warna hitam alami pada kecap yang diproduksi. Merapi dan Cikuray, dua varietas unggul kedelai yang memiliki kadar protein tinggi (sekitar 42%) cocok dijadikan bahan baku kecap, namun bijinya relatif kecil. Mallika, varietas kedelai berbiji hitam yang dilepas pada tahun 2007, juga berbiji kecil (9,5 g/100 biji) dengan kadar protein lebih rendah (37%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian telah menghasilkan galur harapan kedelai berbiji hitam dengan kadar protein lebih tinggi (43-44,6% bk) dan bobot biji besar (±14 g/100 biji). Kecap manis yang diolah dari galur harapan kedelai berbiji hitam ini berkadar protein relatif lebih tinggi dibanding kedelai berbiji kuning, sedangkan bobot, volume, dan sensoris kecap relatif sama (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Sifat fisik dan kimia beberapa varietas kedelai serta sifat kimia dan sensoris kecap manis yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisik dan kimia biji beberapa varietas kedelai serta sifat kimia dan sensoris kecap manis yang dihasilkan dari 200 gram biji Varietas
Warna kulit biji
9837/Kawi-D-8-125 9837/Kawi-D-3-185 Wilis/9837-D-6-220 9637/Kawi-D-3-185 9069?Wilis Cikuray Burangrang Wilis
Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Kuning Kehijauan
Bobot 100 biji (g) 14.0 14.0 11.5 14.2 13.7 11.5 14.9 11.0
Protein biji (% bk) 45.4 45.6 43.0 43.9 45.8 43.8 44.0 40.6
Bobot kecap (g) 121.0 124.8 124.1 121.7 117.5 121.6 117.5 116.5
Volume kecap (ml) 72.7 74.2 75.4 75.0 73.5 73.8 73.1 73.8
Protein kecap (% bk) 2.7 2.9 2.3 3.0 2.7 2.8 2.4 2.6
Rasa kecapa 3.0 3.2 3.1 3.2 3.3 3.1 3.0 3.3
a
Skor warna dan rasa: 1 = sangat tidak enak, 5 = sangat enak Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007)
C. ANALISIS DESKRIPTIF Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis terlatih (Adawiyah & Waysima 2009). Analisis ini dapat dilakukan untuk semua parameter sensori dan beberapa aspek dalam penentuan profil cita rasa (flavor) atau profil tekstur (tekstur profiling). Panelis yang digunakan harus dipilih secara hati-hati, dilatih, dan dipertahankan kemampuannya (Setyaningsih et al. 2010). Dalam mendeskripsikan sifat makanan terdapat beberapa metode, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan dan mengembangkan bahasa, sehingga dapat menggambarkan sampel yang nantinya sangat penting untuk analisis kuantitatif. Sedangkan metode kuantitatif mendeskripsikan karakter sensori suatu produk dengan memberikan penilaian yang menggambarkan sampel dalam suatu skala interval (Carpenter et al. 2000). Metode dalam analisis deskriptif terus berkambang. Tiga metode yang digunakan dalam analisis deskriptif, yaitu flavor profile, texture profile, dan quantitative descriptive analysis (Poste et al. 1991). Analisis deskriptif juga dapat dilakukan menggunakan metode spectrum descriptive
8
analysis, free choice profilling, dan time intensity analysis (Meilgaard et al. 1999). Keseluruhan analisis tersebut menggunakan panelis terlatih, kecuali free choice profilling. Analisis sensori deskriptif dapat dilakukan pada berbagai produk (baik pangan maupun nonpangan) untuk mengetahui karakteristik bahan yang diujikan. Lie lie (1996) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa deskripsi sensori rasa yang terdapat pada kecap manis antara lain: manis, asin, asam, pahit, gurih, dan getir. Sedangkan untuk atribut aroma, Lie lie (1996) menyimpulkan aroma yang terdapat pada kecap manis antara lain: aroma gula aren, aroma tebu, aroma gula kelapa, aroma karamel, aroma asam, aroma koji, aroma bumbu, aroma asap, aroma moromi, dan aroma madu. Penelitian Subekti (1997) menyimpulkan bahwa analisis deskriptif yang dilakukan pada produk kecap menghasilkan deskripsi rasa manis, asin, asam, gurih, pahit, dan getir. Aishima et al (2008) menyatakan bahwa terdapat 21 atribut sensori yang dapat diidentifikasi dari produk kecap, diantaranya: 11 atribut aroma, 5 atribut rasa, dan 5 atribut flavor. Atribut aroma yang teridentifikasi antara lain: aroma alcoholic, fruitty (buah), sweet (manis), roasted (panggang), burnt (terbakar), steamed (kukus), woody (kayu), yoghurt, dusty (berdebu), miso, dan aroma kecap. Atribut rasa yang teridentifikasi antara lain: manis, asin, asam, gurih, dan pahit, sedangkan flavor yang teridentifikasi antara lain: flavor kecap, flavor miso, flavor kedelai kukus, flavor manis, dan flavor panggang. Menurut Gacula (1997), dalam perkembangannya analisis deskriptif digunakan untuk keperluan Quality Control, yang bertujuan untuk: mempertahankan karakteristik produk secara sensori, memahami respon konsumen yang berhubungan dengan atribut sensori produk,serta mengeksplorasi pasar menggunakan pemetaan sensori untuk mengetahui peluang kemungkinan pengembangan produk baru. Analisis deskriptif juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui perbaikan produk.
D. ANALISIS DESKRIPSI SPEKTRUM (SPECTUM DESCRIPTIVE ANALYSIS) Analisis deskripsi spektrum didasarkan pada karakterisasi yang detail (rinci) dari kategori sensori suatu produk. Karakterisasi tersebut merupakan proses identifikasi atribut sensori yang dilakukan bersamaan dengan pengukuran masing-masing atribut. Intensitas diukur secara relatif terhadap skala universal sehingga mampu membandingkan produk dalam suatu kelompok dari seluruh produk yang diuji (Setyaningsih et al. 2010). Panelis yang digunakan dipilih berdasarkan 6 kriteria, yaitu: kecepatan dalam menerima persepsi, kemampuan melakukan rating, ketertarikan, kesediaan meluangkan waktu, sikap terhadap tugas dan produk, serta kesehatan. Panelis biasanya berjumlah 8-12 orang dan proses penyaringan yang dilakukan bersifat menjangkau secara luas dan sesuai dengan tujuan (Setyaningsih et al. 2010). Analisis kuantitatif dilakukan untuk masing-masing panelis menggunakan unstructured line scale. Unstructured line scale yang digunakan untuk pengujian Spectrum Descriptive Analysis adalah sepanjang 15 cm dengan tanda batas di kedua ujungnya. Masing-masing tanda batas diberi tanda label dengan deskripsi intensitas. Tanda batas kiri menunjukkan intensitas sampel sangat lemah dan tanda batas kanan menunjukkan intensitas sampel sangat kuat (Meilgaard et al. 1999). Data hasil pengujian Spectrum Descriptive Analysis dapat dianalisis secara statistik menggunakan analysis of variance (ANOVA) atau multivariate statistical technique (Heymann et al. 1993). Umumnya digunakan spider web untuk mempresentasikan hasil analisis Spectrum Descriptive Analysis (Gacula 1997). Menurut Munoz et al. (1992), metode multivariate statistical technique terutama digunakan untuk menganalisis data consumer test dan descriptive test. Salah satu metode
9
yang digunakan dalam multivariate statistical technique adalah Principal Component Analysis (PCA).
E. ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) Principal Component Analysis (PCA) adalah teknik analisis multivariat yang pertama kali diperkenalkan oleh Pearson pada tahun 1901 dan kemudian dikembangkan secara independen oleh Holling pada tahun 1933 (Antonelli, 2001). Metode ini cenderung digunakan untuk pengelompokan, mengetahui hubungan pengelompokan antara contoh dan variabel, dan mendeteksi adanya data yang menyimpang (Setyaningsih et al. 2010). PCA merupakan metode analisis statistika multivariat yang digunakan untuk mentransformasikan variabel-variabel asli menjadi variabel-variabel baru yang mempunyai dimensi lebih kecil dan saling bebas. Dimensi-dimensi baru ini dipilih berdasarkan syarat khusus, yaitu masing-masing dimensi harus memaksimalkan jumlah keragaman yang dijelaskan. Analisis ini mampu menjelaskan sebanyak 75%-90% dari total keragaman data yang memiliki 25-30 variabel hanya dalam 2-3 komponen utama (Setyaningsih et al. 2010). PCA banyak digunakan sebagai alat bantu statistik untuk menganalisis data hasil pengujian secara sensori. Salah satu pengujian sensori yang banyak menggunakan PCA adalah analisis sensori deskriptif. Analisis sensori deskriptif menggunakan PCA sebagai alat untuk mengetahui karakteristik bahan pangan dan pengelompokkan bahan pangan serta korelasinya. Penelitian mengenai penggunaan PCA dalam uji sensori telah banyak dilakukan. Apparicio et al pada tahun 2006 melakukan pengujian sensori untuk mengetahui kemudahan dan keefektivan penggunaan PCA dalam menentukan karakteristik berbagai jenis jus jeruk (orange juice). Hasil penelitian Apparicio et al (2007) membuktikan bahwa PCA dapat digunakan dalam penentuan keputusan marketing dan program peningkatan mutu produk jus jeruk. Pengujian sensori menggunakan analisis PCA juga dilakukan pada ikan salmon Atlantik asap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 sampel ikan Atlantik asap yang diujikan dapat diklasifikasikan berdasarkan mutu sensorinya kedalam 11 grup. Faktor sensori yang paling membedakan antara lain: warna, intensitas dan karakteristik asap (smoke note), asam amino (amine note), dan persepsi rasa asin (Cardinal et al. 2004). Setiap komponen dalam model PCA dikarakterisasi oleh tiga atribut yang saling melengkapi, yaitu: (1) keragaman (variance) yang memberikan seberapa banyak informasi yang dapat digunakan pada komponen utama, (2) loading yang menyatakan korelasi antara variabel-variabel dalam setiap komponen utama, dan (3) scores yang menggambarkan sifat-sifat subjek (sampel). Hasil analisa PCA merupakan gabungan dari plot loading dan scores dalam membentuk grafik biplot. Grafik ini menggambarkan hubungan antara variabel dan sampel secara keseluruhan. Interpretasi grafik biplot PCA tergantung pada letak garis dan titik yang terdapat pada grafik.
10