BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kecap Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambahan gula kelapa dan bumbu. Kecap telah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu dan diperkirakan bahwa Cina merupakan negara asal pembuatan kecap, sedangkan di Indonesia sulit diketahui sejak kapan untuk pertama kalinya nenek moyang kita membuat kecap (Santoso, 1993). Macam kecap diIndonesia antara lain kecap manis (tekstur kental), kecap asin (tekstur encer), dan sebagainya tergantung selera dan kebutuhannya. Sebagian besar mayarakat Indonesia menggunakan kecap sebagai pelengkap makanan, misalnya pada bakso, soto, dan sebagai penyedap masakan, misalnya dalam pembuatan mie goreng, nasi goreng, dan masakan tumis. Seiring dengan hal tersebut, kecap saat ini tidak hanya diproduksi dalam skala industri rumah tangga saja namun juga diproduksi secara komersial oleh industri besar (Astawan, 2004). Kecap merupakan produk olahan kedelai yang paling banyak dikonsumsi setelah tahu dan tempe. Konsumsi kecap pada tahun 2012 mencapai 0,5694 kg/kapita/tahun, sedangkan tahu dan tempe sebesar 7,2763 dan 7,6081 kg/kapita/tahun. Konsumsi kecap selama tahun 2002 1
2
sampai 2012 relatif stabil, konsumsi kecap tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,7008 kg/kapita/tahun. Data tersebut menunjukkan besarnya konsumsi kecap pada masyarakat Indonesia (Setjen Pertanian, 2013). 2. Bahan tambahan pangan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan.BTP juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral, dan vitamin (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Menurut Permenkes No. 33 Tahun 2012,BTP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Bahan tambahan pangan tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/ atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan. b. Bahan tambahan pangan dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, dan/ atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan ataudiharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
3
c. Bahan tambahan pangan tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan
ke
dalam
pangan
untuk
mempertahankan
atau
meningkatkan nilai gizi. Menurut Ratnani(2009) fungsi bahan tambahan pangan adalah sebagai berikut: a. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumbuhan dan aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan, b. Untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara massal, c. Menjadikan pangan lebih baik dan menarik sehingga menambah dan merangsang timbulnya selera makan, d. Meningkatkan kualitas pangan dan menghemat biaya. Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (Bahan Tambahan Kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 33 Tahun 2012, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya adalah antibuih (antifoaming agent), antikempal
(anticaking
agent),
antioksidan
(antioxindant),
bahan
pengkarbonasi (carbonating agent), garam pengemulsi (emulsifying agent), pemanis (sweetener), pengawet (preservative), pengembang (raising agent), dll.
4
Bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI 33 Tahun 2012: asam salisilat dan garamnya (salicyl acid and its salts), dietilpirokarbonat (diethylpirocarbonate, DEPC),
dulsin
(dulcin),
bromat(potassium
bromate),
formalin kalium
(formaldehyde),
klorat
(potassium
kalium chlorate),
kloramfenikol (chloramphenicol), dulkamara (dulcamara), dll. 3. Bahan pengawet makanan Bahan tambahan pangan ataufood additive telah banyak digunakan di Indonesia tetapi peraturan penggunaan bahan tersebut belum ada.Joint FAO dan WHOexpert committee on food additives(2012)mendefinisikan food additivesebagai zat-zat yang tidak mempunyai nilai gizi yang ditambahkan pada makanan dalam jumlah kecil untuk memperbaiki rasa, bau, tekstur atau sifat-sifat selama penyimpanan.Salah satu food additive yang ditambahkan dalam makanan adalah bahan pengawet.Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya (Patong, 2013). Menurut Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 36 Tahun 2013, pengawet (preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian,dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Jenis pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas: a. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts)
5
b. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts) c. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxybenzoat) d. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoat) e. Sulfit (Sulphites) f. Nisin (Nisin) g. Nitrit (Nitrites) h. Nitrat (Nitrates) i.
Asam propionate dan garamnya (Propionic acid and its salts)
j.
Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride)
4. Natrium benzoat 4.1 Sifat fisikokimia natrium benzoat Natrium benzoat merupakan garam atau ester dari asam benzoat secara komersial yang dibuat dengan sintesis kimia.Sifat-sifat natrium benzoat (C7H5NaO2) adalah sebagai berikut: berat molekul 144,11; pemerian granul atau serbuk hablur; putih; tidak berbau dan praktis tidak berbau; stabil di udara; kelarutan mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90% (Anonim, 1994).
Gambar 1.Struktur kimia natrium benzoate (Ratnani, 2009)
6
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2013 batas penggunaan asam benzoat dan garamnya (natrium benzoat, kalium benzoat, dan kalsium benzoat) dalam bahan makanan adalah 0-5 mg/kg berat badan. Dalam penggunaanya, asam benzoat dan garamnya umumnya dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan atau dilarutkan terlebih dahulu di dalam air, oleh karena itu lebih sering digunakan dalam bentuk garamnya yaitu natrium benzoat (Patong, 2013).Batas maksimum penggunaan asam benzoat dan turunannya dalam bahan makanan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.Batas maksimum penggunaan asam benzoat dan turunannya dalam bahan makanan (Dirjen POM, 2013)
No. Kategori Pangan 01.07
04.1.2.8
04.1.2.9
04.2.2.5
04.2.2.6
12.6
Kategori Pangan Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya pudding yoghurt berperisa atau yoghurt dengan buah). Bahan baku berbasis buah meliputi bubur buah, pure, topping buah dan santan kelapa. Makanan pencuci mulut (dessert) berbasis buah termasuk makanan pencuci mulut berbasis air berflavor buah. Pure dan produk oles sayur, kacang dan biji-bijian (misalnya selai kacang) Bahan baku dan bubur (pulp) sayur, kacang dan biji-bijian (misalnya makanan pencuci mulut dan saus sayur, sayur bergula) tidak termasuk produk dari kategori 04.2.2.4 Saus dan produk sejenis
4.2 Penggunaan natrium benzoat sebagai pengawet
Batas Maksimum (mg/kg berat basah) 200
1000
200
500
500
1000
7
Natrium Benzoat memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan
kapang
dan
khamir
dengan
cara
menghancurkan sel-sel mikroba terutama kapang (Nurhayati dkk., 2012). Dalam industri makanan natrium benzoat, kalium sorbat dan natrium nitrit sering digunakan sebagai pengawet.Natrium benzoat adalah pengawet yang banyak digunakan dalam industri makanan.Hal ini digunakan sebagai agen antijamur, untuk pengawet margarin, jus, dan permen. Komisi Eropa membatasi untuk penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat dalam makanan adalah 0,015-0,5% (Stanojevic et al., 2009). 4.3 Toksisitas natrium benzoat Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan gangguan keracunan atau ganggguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2006). Pengkonsumsian natrium benzoat secara lebih dari 0,5 mg/kgBB dilaporkan dapat menyebabkan keram perut, rasa kebas dimulut bagi orang yang lelah. Penggunaan natrium benzoat dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit kanker serta dapat merusak sistem syaraf. Menurut WHO (2000), penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat
8
sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah berlebih akan mengiritasi lambung (Manurung, 2012).
Gambar 2. Metabolisme asam benzoat dalam tubuh(Cahyadi, 2006)
Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh enzim syntetase dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase.Asam hipurat yang disimpan dalam hati kemudian dieksresikan melalui urin, sehingga di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat sisa asam benzoat yang tidak dieksresikan sebagai asam hipurat, dihilangkan toksisitasnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan dieksresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticarial sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2006). 5. Spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar tampak (UV-Vis) Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis kuantitatif senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur
9
absorbsi pada panjang gelombang maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorpsi tertinggi untuk setiap konsentrasi (Setiadarma, 2004). Apabila dalam alur radiasi spektrofotometri terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan intensitas radiasi yang mencapai detektor. Gambar di bawah memperlihatkan intensitas sinar sebelum (Po) dan sesudah (P) melewati larutan yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap sinar C, sebagai akibat interaksi antara cahaya dan partikel-partikel penyerap (pengabsorbsi) yaitu berkurangnya kekuatan sinar dari Po ke P. Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Jadi, T=
P Po
Dimana: T
= Transmitansi
P
= Intensitas sinar setelah melewati medium/larutan
Po = Intensitas sinar sebelum melewati medium/larutan b
= Tebal medium Transmitansi (T) sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Selain
T, juga digunakan besaran absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai persamaan: P A = - Log T = Log Po
10
Berbeda dengan transmitansi, absorbansi larutan bertambah dengan berkurangnya % transmitansi. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang dilewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan b dan konsentrasi c, yaitu: A = a.b.c Dimana a adalah konstanta absortivitas. Bila konsentrasi dinyatakan dalam mol/liter dan panjang sel dalam cm, maka absortivitas disebut absortivitas molar dan diberi simbol є. A= є .b.c Dimana є mempunyai satuan L cm-1 mol-1 Pada spektroskopi UV, berkas cahaya yang diserap bukan cahaya tampak tapi cahaya ultraviolet dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur. Pada spektroskopi ultraviolet energi cahaya yang terserap digunakan untuk transisi elektron. Karena energi cahaya UV lebih besar dari energi sinar tampak sehingga energi uv dapat menyebabkan transisi elektron σ atau π (Mulja, 1995). Komponen utama instrumen spektrofotometer UV-Vis adalah sebagai berikut (Rouessac & Rouessac, 2007): a.
Sumber lampu Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
11
tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang 350-900 nm. b. Monokromator Digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponenkomponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). c.
Sel Sel yang digunakan untuk daerah tampak terbuat dari kaca, sedangkan untuk daerah ultraviolet digunakan sel kuarsa atau kaca silika. Sel tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, namun tersedia juga sel dengan ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan lebih.
d. Detektor Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang
gelombang.Detektor
yang
paling
sederhana
digunakan adalah tabung foto multiplier. e.
Recorder Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari pengukuran.
12
Gambar 3.Instrumen Spektrofotometri UV-visibel (Rouessac & Rouessac, 2007)
6.
Validasi metode analisis Validasi metode adalah suatu proses untuk mengkonfirmasi bahwa
prosedur analisis yang dilakukan untuk pengujian tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hasil dari validasi metode dapat digunakan untuk menilai kualitas, tingkat kepercayaan (reliability), dan konsistensi hasil analisis (Harmita, 2004). Beberapa parameter yang harus diperhatikan dalam validasi metode analisis antara lain:
1. Kecermatan Kecermatan adalah kedekatan hasil uji antara hasil yang diperoleh dengan nilai sebenarnya (true value) atau dengan nilai referensinya
(Chanet
al.,
2004).Kecermatan
menggambarkan
kesalahan sistematik dari suatu hasil pengukuran.Kesalahan sistematik berasal dari pengaruhpengaruh yang dapat diketahui dengan pasti dan
13
bersifat konstan. Sumber kesalahan bisa dari kelembaban, bahan referensi, ketidakpastian yang diberikan oleh sertifikat, metode analisis dan lain-lain (Sumardi, 2005). Menurut Wood dan Wallin (1998), kecermatan diukur dengan membandingkan hasil analisis dari matriks yang ditambah dengan senyawa standar (spiked matrix) dengan hasil analisis senyawa standar sejumlah tertentu.Nilai kecermatan dapat dinyatakan dengan persen perolehankembali (persen recovery). Ketika penentuan batasan uji perolehan
kembalibelum
ditentukan
oleh
laboratorium
yang
melakukan pengujian maka sebagaibatasan awal dapat ditentukan berdasarkan tabel dibawah ini:
14
Tabel 2. Batas penerimaan % recovery.
Analit pada matrik sampel (%)
Recovery yang diterima (%)
100
98-102
>10
98-102
>1
97-103
>0.1
95-105
0.01
90-107
0.001
90-107
0.0001
80-110
0.00001
80-110
0.000001
60-115
0.0000001
40-120
2. Kesaksamaan Kesaksamaan adalah kedekatan hasil uji yang diperoleh dari beberapapengukuran sampel yang homogen dalam kondisi yang sama(Chanet
al.,
2004).
Kesaksamaan
adalah
ukuran
yangmenunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melaluipenyebaran hasil individual rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulangpada sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Pada umumnya nilai kesaksamaan dihitung menggunakan standar deviasi (SD) untuk menghasilkan relative standard deviation (RSD) ataucoefficient of variation(CV).Kesaksamaan yang baik
15
dinyatakan dengansemakin kecil persen RSD maka nilai presisi semakin
tinggi.
Kriteria
seksamajuga
diberikan
jika
metode
memberikan simpangan baku relatif ataukoefisien variasi 2% atau kurang (Chan, 2004). Makin kecil nilai standardeviasi yang diperoleh, maka makin kecil pula nilai koefisien variasinya. Nilaistandar deviasi dan
persen
koefisien
variasi
dapat
dihitung
dengan
mengikutipersamaan ekuivalen: xi -x n -1
SD =
RSD =
SD x
× 100%
Keterangan: CV = Koefisien Variasi SD = Standar Deviasi xi
= pengukuran tunggal
x
= rata-rata
n
= jumlah
3. Selektivitas Selektivitas atau spesifitas suatu metode adalah kemampuannya yanghanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanyakomponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan dengan derajat penyimpangan
metode
yang
dilakukanterhadap
sampel
yang
16
mengandung bahan yang ditambahkan berupacampuran senyawa yang dianalisis dan membandingkannya.
4. Linearitas dan rentang Linearitas
adalah
kemampuan
(dalam
rentang)
metode
analisismemberikan respon secara langsung atau bantuan transformasi matematikyang baik, untuk mendapatkan hasil dari variabel data (absorbansi dan rentangkurva) dimana secara langsung proposional dengan konsentrasi (sesuai analit)dalam contoh kisaran yang ada, serta untuk mengetahui kemampuan standardalam mendeteksi analit dalam sampel.Linearitas
suatu
metode
digunakan
untuk
mengetahui
kemampuanstandar, sehingga dapat membuktikan adanya hubungan linier antarakonsentrasi analit dengan respon detektor (Chanet al., 2004). Uji linearitas ini dilakukan dengan suatu larutan baku yang terdiri atasminimal 5 konsentrasi yang naik dengan rentang 50-100% dari
rentangkomponen
uji.
Kemudian
data
diproses
dengan
menggunakan regresi linear,sehingga dapat diperoleh respon linear terhadap konsentrasi larutan bakudengan nilai koefisien korelasi diharapkan mendekati 1 atau diatas 0,997 (Chan et al., 2004)untuk suatu
metode
analisis
yang
baik.
Rentang
metode
adalah
pernyataankonsentrasi terendah dan tertinggi analit yang mana metode analisismemberikan kecermatan, kesaksamaan dan linearitas yang
17
dapat diterima.Sebagai parameter adanya hubungan linear, digunakan koefisien korelasi (r)pada analisis regresi linear y=bx±a. Hubungan linier yang ideal dicapai jikanilai b = 0 dan r = +1 atau -1 tergantung pada arah garis. Nilai a pada regresilinear menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan(Harmita, 2004). 5. Batas deteksi dan batas kuantitasi Batas deteksi atau limit of detection (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yangdapat dideteksi yang masih memberikan respon yang signifikan dibandingkandengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas.Batas deteksidinyatakan dalam konsentrasi analit dalam sampel. Batas kuantitasi atau limit of quantitation (LOQ) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yangmasih memenuhi kriteria cermat dan seksama dan dapat dikuantifikasi denganakurasi dan presisi yang baik. Batas kuantitasi adalah nilai parameterpenentuan kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalammatriks. LOD=
LOQ=
Keterangan: LOD : Batas deteksi LOQ : Batas kuantitasi
3 ×SD Slope
10 ×SD Slope
18
SD
: Simpangan baku dari blanko
Slope : Kemiringan kurva (nilai b hasil dari regresi linear)
7.
Penentuan kadar natrium benzoat Penentuan kadar natrium benzoat dilakukan secara spektrofotometri
UV. Konsentrasi natrium benzoat ditentukan berdasarkan pengukuranasam benzoat yang dikali dengan faktor konversi (1,18). Penentuan kadar asam benzoat dapat menggunakan metode titrasi, spektrofotometri UV-Vis, dan HPLC. Ekstraksi asam benzoat yang terdapat dalam kecap menggunakan dietil eter sebagai pelarut.Pembuatan standar asam benzoat dilarutkan langsung dalam dietil eter (AOAC, 2000). Metode analisis dalam penentuan kadar natrium benzoat antara lain menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis, HPLC dan GC.Sebuah metode untuk menentukan asam benzoat dalam makanan padat pada 0,5-2 g/kg melibatkan ekstraksi dengan eter. Penentuan kadar natrium benzoat dalam kecap, jus buah dan minuman ringan dapat menggunakan metode HPLC dan Spektrofotometri UV-Vis. Penentuan kadar natrium benzoat didahului dengan ekstraksi menggunakan pelarut dietil eter (Wibbertmann et al., 2000). B. Hipotesis Kecap produksi lokal daerah Surakarta diduga mengandung pengawet natrium benzoat dengan kadar di bawah batas maksimum
19
penggunaan pengawet natrium benzoat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 36 Tahun 2013.