II.TINJAUAN PUSTAKA A. JENIS-JENIS TANAH Tanah adalah hasil proses pelapukan batuan dan sisa organik. Tanah mempunyai sifat yang bervariasi. Sifat tanah yang berbeda-beda berbagai tempat mencerminkan pengaruh dari berbagai faktor pembentuknya di alam. Tanah dipandang sebagai lahan produksi pertanian, karena tanah berfungsi sebagai media tumbuhnya tanaman. Produktivitas tanaman pertanian yang diusahakan banyak ditentukan oleh sifat tanah yang bersangkutan, baik sifat fisika tanah, kimiawi tanah, maupun biologi tanah yang bersangkutan. Tanah merupakan padatan bumi yang dinamis dan hidup yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Setiap tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik dan air tanah. Bahan mineral berasal dari hasil pelapukan batuan, sedangkan bahan organik berasal dari hasil penguraian organisme yang mati. Di dalam tanah selalu terjadi proses destruktif dan konstruktif. Proses destruktif adalah penguraian bahan mineral dan bahan organik. Sedangkan proses konstruktif adalah proses penyusunan kembali hasil penguraian bahan mineral dan bahan organik menjadi senyawa baru. Menurut Enoh (1994), berbagai jenis tanah di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan bahan induknya. Karakteristik dari berbagai jenis tanah tersebut adalah: Litosol, yaitu tanah yang baru mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengalami perkembangan tanah, Latosol yaitu tanah yang telah mengalami pelapukan intensif, warna tanah tergantung susunan bahan induknya dan keadaan iklim. Aluvial ialah tanah muda yang berasal dari hasil pengendapan. Sifatnya tergantung dari asalnya yang dibawa oleh sungai. Regosol belum jelas menampakkan pemisahan horisonnya. Tanah regosol terdiri dari: regosol abu vulkanik, bukit pasir, batuan sedimen, tanah ini cukup subur. Jenis tanah latosol terdiri dari: latosol merah kuning, cokelat kemerahan, cokelat, cokelat kekuningan. Grumusol atau Margalit, terdiri dari beberapa macam: grumusol pada batu kapur, grumusol pada sedimen tuff, grumusol pada lembah-lembah kaki pegunungan, grumusol endapan aluvial. Organosol adalah tanah yang mengandung paling banyak bahan organik, tidak mengalami perkembangan profil, disebut juga tanah gambut. Bahan organik ini terdiri atas akumulasi sisa-sisa vegetasi yang telah mengalami humifikasi, tetapi belum mengalami mineralisasi, tanah ini kurang subur.
B. PENETROMETER Pengukuran tentang nilai kekuatan tanah pada setiap lapisan tanah diawali sekitar 1917. Barulah sekitar tahun 1934 di Belanda penetrometer dibuat dan dipergunakan dalam bentuk yang dikenal sekarang. Pada awalnya dikembangkan pada tahun 1950 di Laboratorium mekanika tanah Belanda di Delft untuk menyelidiki tanah lunak. Berdasarkan sejarah ini juga telah disebut "kerucut uji Belanda". Setelah itu, Cone Penetrometer Test (CPT) adalah salah satu yang paling digunakan dan diterima dalam metode tanah untuk seluruh dunia penyelidikan tanah. Penetrometer tanah digunakan untuk menguji kualitas tanah, seberapa baik tanah digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, bangunan, jalan, jembatan dan berbagai aplikasi yang membutuhkan monitoring serta pengukuran kualitas tanah. Pengukuran yang bisa dilakukan meliputi mengukur daya dukung tanah, kepadatan tanah, temperatur tanah, kelembaban tanah, kandungan unsur hara dalam tanah, kandungan air dalam tanah, dan lain sebagainya. 3
Penetrometer adalah suatu alat untuk mengukur ketahanan tanah. Jika suatu jarum atau akar tanaman masuk ke dalam tanah, maka tanah akan bereaksi untuk menahan masuknya jarum atau akar tsb. Saat jarum penetrometer bergerak maka tanah akan mengalami keruntuhan. Ada bermacam jenis keruntuhan dari peneterasi tanah yaitu keruntuhan geser, keruntuhan tegangan, dan kompresi Ketahanan tanah suatu bahan didapatkan dengan menekan sampel pada penetrometer menggunakan penekan standar seperti kerucut, batang atau jarum yang ditenggelamkan ke dalam tanah. Hasil pengukurannya menunjukkan tingkat kekuatan tanah serta tergantung pada kondisi sampel tanah seperti: jenis tanah, berat penekan, porositas tanah, temperatur tanah dan sebagainya. Dapat dianalisis bahwa prinsip operasional penetrometer bergantung pada tekanan dan gravitasi. Bila sebuah penetrometer dengan massa m menekan suatu sempel hingga penetrometer bergeser sejauh, energi potensial W yang dihasilkannya adalah sebesar. W = mgh
(1)
Resistensi terhadap tekanan yang dihasilkan oleh penetrometer pada sampel dinyatakan dengan Dutch formula dan dirumuskan sebagai berikut:
R
mgh A z
(2)
Nilai R adalah resistensi terhadap tekanan penetrometer (N/m2), A adalah luas /area penekan (m2), g adalah percepatan gravitasi (=9,8 m/s2), m adalah massa penetrometer (kg), h adalah pergeseran penetrometer (m), dan Δz adalah kedalaman tekanan atau pergeseran yang terjadi pada tanah (m). Bila penetrometer yang digunakan memiliki luas penekan A, sedangkan massa penetrometer adalah m, kemudian diterapkan pergeseran h yang sama untuk setiap tanah, akan didapatkan Δz yang berbeda untuk setiap yang memiliki konsistensi berbeda-beda. Semakin lunak tanah, konsistensinya akan semakin tinggi, resistensinya terhadap tekanan akan semakin kecil dan sebaliknya, pergeseran Δz yang dihasilkan akan semakin besar. Pada penetrometer manual, penekan diletakkan pada permukaan tanah dan percobaan dimulai dengan menekan pemicu cone dan membiarkan cone tenggelam ke tanah, kemudian kedalaman cone diukur dengan batang penetrometer. Penetrometer pada umumnya menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari baja yang kira-kira beratnya sebesar 6,8 kg panjangnya sampai 153 cm, Dan memiliki kemampuan untuk melakukan penetrasi ke dalam tanah kira-kira sebesar 3,8 cm dan memiliki diameter dari kerucutnya sebesar 450mm. Selain itu, ada juga jenis Penetrometer (Static Cone Penetrometer), Alat ini pertama kali ditemukan di Belanda, alat ini memiliki diameter kerucutnya sebesar 600 mm dan untuk mengukur lahan dengan luas 1,5 cm2 dan dari masa ke masa peralatan ini semakin berkembang dan semakin canggih. Penetrometer yang sudah ada mempunyai kekuatan atau gaya dorong dari 20 sampai 200 kN. Suatu penetrometer terdiri dari suatu kerucut baja tahan karat lingkar dengan besar sudut sebesar 30 derajat, Suatu poros penggerak dan suatu alat pengukur tekanan. Penetrometer pada umumnya terdiri dari dua jenis ukuran kerucut, satu dengan suatu garis tengah dasar 0.798 ( 3/4) inci untuk lahan yang lembut dan satu lagi dengan suatu garis tengah dasar 0.505 ( 1/2) inci untuk lahan yang sulit atau keras. Ujung 4
ukurannya lebih luas dibanding poros penggerak untuk membatasi friksi batang dengan lahan. Poros penggerak pada umumnya lulus tiap-tiap 3 inci untuk mengizinkan penentuan kedalaman compaction. Alat pengukur tekanan menandakan adanya tekanan di dalam tanah yang memiliki satuan inci. Menurut Wesley (1977), dengan menekan atau memukul berbagai macam alat ke dalam tanah, dan mengukur besarnya gaya atau jumlah pukulan yang diperlukan dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan yang berbeda, dan mendapatkan indikasi mengenai kekuatannya. Percobaan ini sering disebut percobaan penetrasi, dan alat yang digunakan adalah penetrometer. Pada umumnya penetrometer terbagi menjadi dua macam: 1. Penetrometer statis Ujungnya ditekan ke dalam tanah pada kecepatan tertentu, dan gaya perlawananya diukur sehingga mendapatkan nilai penetrasinya (dalam kg/cm2 atau dalam satuan Bar). 2. Penetrometer dinamis Penetrometer yang ujungnya dimasukkan ke dalam tanah dengan pukulan yang dilakukan dengan menjatuhkan beban. Beban dijatuhkan dengan ketinggian tertentu yang sudah disesuaikan, dan jumlah pukulan yang diperlukan untuk mendorong ujung tersebut menembus jarak tertentu diukur pula (misalnya dalam satuan pukulan meter).
Gambar 1. Penetrometer tipe pukul
Gambar 2. Penetrometer tipe tekan 5
Penetrometer yang umum digunakan di Indonesia adalah alat sondir yang disebut Dutch Penetrometer. Dengan alat ini ujungnya ditekan secara langsung ke dalam tanah. Ujung alat berupa konis (kerucut) dan dihubungkan dengan rangkaian stang bor (pipa sondir). Pipa sondir ditekan masuk kedalam tanah dengan menggunakan congkel dan dongkrak Pada dasarnya ujung penetrometer yang sudah ada terdapat dua macam (Soetoto dan Aryono,1980) 1. Tipe standar ( mantel conus ) Pada jenis ini yang diukur adalah perlawanan pada ujung ( konus ), hal ini dilakukan hanya dengan menekan stang dalam yang segera menekan konus tersebut ke bawah sedangkan seluruh casing luar tetap di luar. Gaya yang dibutuhkan untuk menekan konus tersebut ke bawah diukur dengan suatu alat pengukur. Alat pengukur yang akan diletakkan pada kekuatan rangka didongkrak. Setelah dilakukan pengukuran,konus,stang dalam,dan casing luar dimajukan sampai pada kedalaman berikutnya dimana pengukuran selanjutnya dilakukan hanya dengan menekan stang dalamnya saja. 2. Tipe lengan gesek ( Adhesion Jacket Type / Bikonus ) Pada jenis ini dapat diukur secara sekaligus nilai konus dan hambatan lekatnya. Hal ini dilakukan dengan penekanan handle dalam seperti biasa. Pembacaan nilai konus dan hambatan lekat dilakukan setiap 20 cm. Dengan alat sondir yang mungkin hanya mencapai pada kedalaman 30 cm atau lebih, bila tanah yang diselidiki adalah lunak. Alat ini sangat cocok di Indonesia, karena disini banyak dijumpai lapisan lempung yang dalam dengan kekuatan rendah sehingga tidak sulit menembusnya. Dan perlu diketahui bahwa nilai konus yang diperoleh tidak boleh disamakan dengan daya dukung tanah tersebut harus diberi pemberat.
Gambar 3. Soil penetrometer SR-2 Untuk menghitung hambatan lekat pada tanah dapat menggunakan rumus : 1. Hambatan Lekat ( HL ) dihitung dengan rumus : HL = JPK – PPK 6
HL = ( JPK – PPK ) x A / B. Dimana : JPK = Jumlah Perlawanan Konus ( kg/cm2 ) PPK = Perlawanan Penetrasi Konus ( kg/cm2 ) A = Tahap Pembacaan ( setiap kedalaman 20 cm ) B = Faktor alat / Luas konus / Luas corak = 10 cm2 (d = 3.6 cm L = ¼ π d2 = 10,17 cm2) 2. Jumlah Hambatan Lekat JHL = ∑ HL Dimana : i = kedalaman yang dicapai konus
C. SENSOR STRAIN GAGE Sensor gaya berfungsi untuk mengubah gaya, beban, torsi dan regangan menjadi resistansi atau hambatan. Bahan untuk membuat sensor gaya terbuat dari kawat tahanan tipis berdiameter sekitar 1 mm. Kawat tahanan yang biasa digunakan adalah campuran dari bahan konstan (60 % Cu dan 40 % Ni). Kawat tahanan ini dilekatkan pada papan penyangga membentuk strain gage dengan berbagai tipe: 1. Bonded strain gage
Gambar 4. Bonded strain gage Susunan kawat tahanan di dalamnya berliku sehingga memudahkan pendeteksian terhadap gaya tekanan yang tegak lurus dengan arah panjang lipatan kawat, karena tekanan akan menarik kabel sehingga meregang. Dengan meregannya strain gage, maka terjadi perubahan resistansi kawat.
7
2.
Unbonded strain gage
Gambar 5. Unbonded strain gage Jenis strain gage yang dibentuk dengan kawat tahanan yang terpasang lurus dan simetris. Jika papan atau rangka mendapat tekanan dari luar, maka resistansinya akan bertambah. Karakteristik strain gage dihitung dengan rumus :
R S
GF
L
R
(3)
L
Keterangan: S=GF R ΔR L ΔL
= sensitivitas atau gage factor = resistansi awal sebelum terbebani = perubahan nilai resistansi setelah terbebani = panjang awal sebelum terbebani perubahan = panjang strain gage setelah terbebani
D. TRANDUSER TIPE CINCIN
Gambar 6. Cincin tranduser 8
Sedangkan untuk mengukur regangan pada sensor cincin dengan parameter gaya tarik atau tekan, sensisivitas, dan berat sensor dengan menggunakan rumus:
1.09
Fr Ebt2
dimana, ε F r E b t
(4)
= strain yang terjadi = gaya tarik atau tekan (N) = jari-jari cincin transduser (m) = modulus elastisitas bahan (GPa) = lebar cincin (m) = tebal cincin (m)
E. SENSOR JARAK E.1. Infrared Infrared adalah sebuah cahaya pada panjang gelombang yang titik puncaknya berada di luar respon mata manusia adalah merupakan cahaya yang mempunyai banyak fungsi pada bidang elektronika maupun robotik. Phototransistor ST8-LR memiliki sifat yang sama dengan transistor yaitu menghasilkan kondisi cut off dan saturasi. Perbedaannya adalah bilamana pada transistor kondisi cut off terjadi saat tidak ada arus yang mengalir melalui basis ke emitor dan kondisi saturasi terjadi saat ada arus mengalir melalui basis ke emitor maka pada phototransistor kondisi cut off terjadi saat tidak ada cahaya infrared yang diterima dan kondisi saturasi terjadi saat ada cahaya infrared yang diterima. Kondisi cut off adalah kondisi di mana transistor berada dalam keadaan off sehingga arus dari kolektor tidak mengalir ke emitor. Pada rangkaian gambar 8, arus akan mengalir dan membias basis transistor Q2 C9014. Kondisi saturasi adalah kondisi transistor berada dalam keadaan on sehingga arus dari collector mengalir ke emitor dan menyebabkan transistor Q2 tidak mendapat bias atau off.
Gambar 7.Sensor jarak (infrared)
9
E.2. Ultrasonik Dibandingkan dengan infrared, ultrasonik memiliki daya jangkau yang lebih jauh dalam mengenali adanya obyek
Gambar 8. Grafik tegangan analog dengan jarak Gambar 9 menunjukkan perbandingan antara tegangan analog dengan jarak antara sensor dengan obyek semakin jauh obyek, maka semakin sedikit cahaya infrared yang dipantulkan dan semakin turun juga tegangan analog outputnya. Dibandingkan dengan infrared, ultrasonik mempunyai kemampuan mendeteksi obyek lebih jauh terutama untuk benda-benda yang keras. Pada benda-benda yang mempunyai permukaan keras gelombang ini akan dipantulkan lebih kuat dari pada benda-benda yang mempunyai permukaan lunak Sesuai dengan namanya, ultrasonik adalah sebuah gelombang yang mempunyai frekuensi di atas pendengaran manusia yaitu di atas 20 kHz. Pada umumnya rangkaian ultrasonik menggunakan frekwensi 40 kHz yang dihasilkan oleh rangkaian osilator. Pengenalan obyek atau jarak antara sensor dengan obyek dapat dikenali dengan menghitung perbedaan waktu dari saat sinyal ultrasonik pertama kali dipancarkan hingga diterima kembali oleh sensor Modul SRF-04 adalah sebuah modul pemancar dan penerima ultrasonik yang sudah dilengkapi oleh microcontroller yang menghitung jarak dengan membangkitkan pulsa berbanding lurus dengan jarak. Seperti yang tampak pada gambar 10, Echo Pulse Output bangkit setelah 8 siklus frekuensi ultrasonik dibangkitkan dan kembali setelah gelombang ultrasonik kembali ke bagian penerima.
Gambar 9. Sensor ultrasonik SRF-04 10
Modul sensor PING adalah salah satu jenis sensor yang berfungsi mengukur jarak objek dengan mekanismenya yaitu memancarkan gelombang ultrasonik sebesar 40 kHz selama 200 μs. Setelah itu menditeksi pantulan. Gelombang ultrasonik merambat di udara dengan kecepatan 344 m/s, mengenai objek dan memantulkan kembali ke sensor. Setelah merambat ke udara modul sensor PING mengeluarkan pulsa output high pada pin SIG setelah memancarkan gelombang ultrasonik, kemudian gelombang terdeteksi modul sensor PING yang nantinya akan membuat output low pada pin SIG. Lebar pulsa high akan sesuai dengan lama waktu tempuh gelombang ultrasonik untuk 2 kali jarak ukur dengan objek. Perhitungan ini didapat dari rumus berikut: S = (tIN x V) ÷ 2
(5)
Dimana : S = Jarak antara sensor ultrasonik dengan objek yang dideteksi V = Cepat rambat gelombang ultrasonik di udara (344 m/s) tIN = Selisih waktu pemancaran dan penerimaan pantulan DT-SENSE Ultrasonic and InfraRed Ranger merupakan modul sensor pengukur jarak dengan media gelombang ultrasonik dan dapat dihubungkan dengan maksimum 2 buah infrared ranger (Sharp GP2D12). Modul ini dapat dengan mudah dihubungkan keberbagai sistem berbasis mikrokontroler dan hanya membutuhkan 1 pin I/O saja. Modul ini dapat digunakan dalam aplikasi pengukur jarak, pintu otomatis, sekuriti, robot cerdas, dan lain-lain. Kelebihan dari sensor ultrasonik ranger adalah sebagai berikut: a. Memiliki 2 jenis antarmuka yang dapat aktif bersamaan, yaitu I2C-bus (SCL maks. 65 kHz) dan pulse width (10 µs/mm). b. 8 modul dapat digunakan bersama dalam satu sistem I2C-bus yang hanya membutuhkan 2 pin I/O mikrokontroler saja. c. Membutuhkan catu daya tunggal +5 VDC, dengan konsumsi arus 17 mA (tanpa sensor infrared ranger). d. Terdapat 2 mode operasi yaitu full operation dan reduced operation. Pada mode reduced operation beberapa komponen ultrasonik ranger akan dimatikan (saat idle) dan konsumsi arus mejadi 13 mA type. e. Ultrasonik ranger dapat mengukur jarak dari 2 cm hingga 3 m tanpa dead zone atau blank spot. f. Obyek dalam jarak 0 - 2 cm dideteksi sebagai 2 cm. g. Menggunakan burst sinyal kotak 16 Vp-p dengan frekuensi 40 kHz. h. Kompensasi kesalahan dapat diatur secara manual untuk mengurangi pengaruh faktor perubahan suhu lingkungan dan faktor reflektifitas obyek.
E.3. LVDT (Sensor Linier Variable Differential Transformers) Sensor Linear Variable Differential Transformers (LVDT) adalah suatu sensor yang bekerja berdasarkan prinsip trafo diferensial dengan gandengan variabel antara gandengan variabel antara kumparan primer dan kumparan sekunder. Prinsip ini pertama kali dikemukakan oleh Schaevits pada tahun 1940-an. Pada masa sekarang sensor LVDT telah secara luas digunakan. Pada aplikasinya LVDT 11
dapat dig NMunakan sebagai sensor jarak, sensor sudut, dan sensor mekanik lainnya. Untuk kali ini sensor ini diaplikasikan sebagai sensor jarak. LVDT pada dasarnya terdiri dari sebuah kumparan primer, dua buah kumparan sekunder, dan inti dari bahan ferromagnetic. Kumparan-kumparan tersebut dililitkan pada suatu selongsong, sedangkan inti besi ditempatkan di dalam rongga selongsong tersebut. Selongsong ini terbuat dari bahan non-magnetik. Kumparan primer dililitkan ditengah selongsong, sedangkan kedua kumparan sekunder dililitkan di setiap sisi kumparan primer. Kedua kumparan sekunder ini dihubungkan seri secara berlawanan dengan jumlah lilitan yang sama
Gambar 10. Skema Sensor linear variable differential transformers Pada ujung-ujung kuparan primer diberikan tegangan eksitasi yang berupa tegangan bolak balik (AC). Keluaran dari sensor ini diambil dari ujung-ujung kumparan sekunder. Besar tegangan keluaran LVDT bergantung kepada posisi inti. Pada saat posisi inti. Pada saat posisi inti besi ditengah, GGL yang diinduksi oleh kumparan sekunder 1 dan 2 sama besar. Tetapi karena kedua kumparan sekunder dihubungkan seri secara berlawanan maka tegangan keluaran akan sama dengan nol. Jika inti besi kita geser kearah kiri maka kumparan sekunder 1 akan mendapat rapat fluks yang lebih tinggi dibandingkan dengan kumparan sekunder 2. Akibatnya GGL induksi pada kumparan sekunder 1 akan lebih besar daripada kumparan sekunder 2. Tegangan keluaran yang dihasilkan merupakan selisih tegangan kedua kumparan sekunder. Hubungan antara tegagan keluaran dan pergesaran inti LVDT adalah linier pada selang jarak tertentu. Hubungan antara tegangan keluaran U dengan posisi inti besi x linier saat inti berada ditengah selongsong, dan tidak linier saat inti berada dipinggir-pinggir selongsong.
Gambar 11. Sensor linear variable differential transformers 12
F. SENSOR SUHU Ada berbagai macam sensor suhu. Penggunaan sensor suhu tergantung dari fungsi dalam penggunaannya. Sensor suhu mempunyai fungsi mengubah temperatur suhu menjadi beda potensial listrik. Jenis-jenis sensor suhu yaitu:
F.1. Termokopel Berfungsi sebagai sensor suhu rendah dan tinggi, yaitu suhu terendah 3000 oF sampai dengan suhu tinggi yang digunakan pada proses industri baja, gelas dan keramik yang lebih dari 30000 oF. Termokopel dibentuk dari dua buah penghantar yang berbeda jenisnya (besi) dan dililit bersama. Prinsip kerja dari termokopel yaitu jika salah satu bagian pangkal lilitan dipanasi, maka pada kedua ujung penghantar yang lain akan muncul beda potensial (emf). Termokopel ditemukan oleh Thomas Johan Seebeck tahun 1820 dan dikenal dengan efek Seebeck. Efek Seebeck akan terjadi jika Sebuah rangkaian termokopel sederhana dibentuk oleh 2 buah penghantar yang berbeda jenis (besi dan konstanta), dililit bersama-sama. Salah satu ujung T merupakan measuring junction dan ujung yang lain sebagai reference junction. Reference junction dijaga pada suhu konstan 320 oF (100 oC) atau 680 oF (200 oC). Bila ujung T dipanaskan hingga terjadi perbedaan suhu terhadap ujung Tr, maka pada kedua ujung penghantar besi dan konstanta pada pangkal Tr terbangkit beda potensial Electro Motive Force (EMF) sehingga mengalir arus listrik pada rangkaian tersebut.
F.2. Termistor Berfungsi untuk mengubah suhu menjadi resistansi atau hambatan listrik yang berbanding terbalik dengan perubahan suhu. Semakin tinggi suhu, semakin kecil resistansi. Termistor dibentuk dari bahan oksida logam campuran, kromium, kobalt, tembaga, besi atau nikel. Bentuk termistor antara lain bentuk butiran, keping, dan batang. Bentuk butiran digunakan pada suhu di atas 7000 oC dan memiliki nilai resistansi 100 Ω hingga 1 MΩ. Bentuk keping digunakan dengan cara direkatkan langsung pada benda yang diukur panasnya. Bentuk bantang digunakan untuk memantau perubahan panas pada peralatan elektronik, mempunyai resistansi tinggi. Sedang termistor dibuat sekecilkecilnya agar mencapai kecepatan tanggapan (respon time) yang baik. Cara kerja dari termistor yaitu saat temperatur masih dingin hambatan termistor sangat besar dibandingkan dengan R2, sehingga transistor dalam kondisi menghantar lalu reley kontak (terhubung) dan heater (pemanas) menghasilkan panas. Akan tetapi, ketika ruangan menjadi panas, termistor juga ikut panas sehingga hambatannya turun. Hambatan paralel termistor dengan R2 menjadi kecil, sehingga tegangan bias Tr juga kecil, mengakibatkan Tr dalam kondisi cut off. Reley tidak kontak dan heater tidak bekerja. Akibatnya, suhu ruangan turun. Demikian seterusnya proses akan berulang dari awal dan suhu ruangan menjadi konstan.
F.3. RTD (Resistance Temperature Detectores) Fungsi dari RTD yaitu untuk mengubah suhu menjadi resistansi atau hambatan listrik yang sebanding dengan perubahan suhu. Semakin tinggi suhu, resistansinya semakin besar. RTD terbuat dari sebuah kumparan kawat platinum pada papan pembentukan dari bahan isolator. RTD dapat digunakan sebagai sensor suhu yang mempunyai ketelitian 0.03 oC di bawah 5000 oC dan 0.1 oC di atas 10000 oC. 13
F.4. LM35 Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor Suhu LM35 yang dipakai dalam penelitian ini berupa komponen elektronika-elektronika yang diproduksi oleh National Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. Sensor LM35 memilki tegangan kerja 5 volt namun output yang dihasilkan antara 0.01 volt sampai 2.5 volt. Jarak pengukuran suhu antara 0 oC sampai 150 oC. LM35 mempunyai fungsi untuk mengubah suhu menjadi tegangan tertentu yang sesuai dengan perubahan suhu. Tegangan keluaran rangkaian bertambah 10 mV/oC. Dengan memberikan tegangan referensi negatif (-Vs) pada rangkaian, sensor ini mampu bekerja pada rentang suhu -550 oC – 1500 oC. Tegangan keluaran dapat diatur 0 V pada suhu 100 o C dan ketelitian sensor ini adalah ± 10 oC.
Gambar 12. Sensor suhu LM35 Sistem kerja dari LM35 yaitu jarak yang jauh diperlukan penghubung yang tidak terpengaruh oleh interferensi dari luar, dengan demikian digunakan kabel selubung yang ditanahkan sehingga dapat bertindak sebagai suatu antena penerima dan simpangan didalamnya, juga dapat bertindak sebagai perata arus yang mengkoreksi pada kasus yang sedemikian, dengan mengunakan metode bypass kapasitor dari Vin untuk ditanahkan. Berikut ini adalah karakteristik dari sensor LM35. 1. Memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10 mVolt/ºC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam Celcius. 2. Memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0.5 ºC pada suhu 25 ºC, 3. Memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC. 4. Bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt. 5. Memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µA. 6. Memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low-heating) yaitu kurang dari 0.1 ºC pada udara diam. 7. Memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0.1 W untuk beban 1 mA. 8. Memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ± ¼ ºC.
14
G. JEMBATAN WHEATSTONE
Gambar 13. Rangkain jembatan wheatstone Jembatan Wheatstone adalah susunan komponen elektronika yang berupa resistor dan catu daya seperti tampak pada gambar di atas. Hasil kali antara hambatan berhadapan yang satu akan sama dengan hasil kali hambatan berhadapan lainnya jika beda potensial antara c dan d bernilai nol. Persamaan. R1 . R3 = R2 . R4 dapat diturunkan dengan menerapkan hukum Kirchoff dalam rangkaian tersebut. Hambatan listrik suatu penghantar merupakan karakteristik dari suatu bahan penghantar tersebut yang mana adalah kemampuan dari penghantar itu untuk mengalirkan arus listrik, yang secara matematis dapat dituliskan: r=p. (L/A)
(6)
Dimana: r : Hambatan listrik suatu penghantar (Ω) ρ : Resistivitas atau hambatan jenis (Ω. m) L : Panjang penghantar (m) A : Luas penghantar ( m²) Menurut hukum Ohm, hambatan listrik juga merupakan hasil perbandingan dari besar beda potensial pada kedua ujung penghantar terhadap besarnya arus listrik yang mengalir melalui hambatan tersebut. Secara matematis dapat dituliskan: R=V/I
(7)
Dimana: R : Hambatan (Ω) V : Beda potensial (V) I : Arus Listrik (A) Cara menentukan besar suatu hambatan biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan teori hubungan antara resistivitas terhadap besar hambatan ( jika hambatan berupa suatu penghantar), yang 15
mana harus diketahui luas dari lebar penghantar dan panjang penghantar serta harus diketahui juga hambatan jenis dari bahan penghantar. Namun bila besar hambatan merupakan suatu komponen listrik (R ), dapat diketahui dengan cara mengukur besar arus yang mengalir dan besar beda potensial pada kedua ujung penghantar, lalu gunakan hukum Ohm yang mana didapat besar hambatan berbanding lurus dengan besar beda potensial dan berbanding terbalik terhadap besar arus listrik yang mengalir. Jembatan Wheatstone merupakan perbandingan antara besar hambatan yang telah diketahui dengan besar hambatan yang belum diketahui yang tentunya dalam keadaan jembatan disebut seimbang ( G=0 ). Rangkaian jembatan wheatstone adalah susunan dari 4 buah hambatan, yang mana 2 dari hambatan tersebut adalah hambatan variable dan hambatan yang belum diketahui besarnya yang disusun secara seri satu sama lain dan pada 2 titik diagonal dipasang sebuah galvanometer dan pada 2 titik diagonal lainnya diberikan sumber tegangan. Dengan mengatur sedemikian rupa besar hambatan variable sehingga arus yang mengalir pada Galvanometer = 0, dalam keadaan ini jembatan disebut seimbang. Di pertengahan abad 19, Gustav Robert Kichoff (1824-1887) menemukan cara untuk menentukan arus listrik pada rangkaian bercabang yang kemudian dikenal dengan hukum Kirchoff. Hukum Kirchoff berbunyi “Jumlah kuat arus yang masuk dalam titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan”. Rangkaian jembatan Wheatstone juga dapat disederhanakan dengan menggunakan kawat geser bila besarnya hambatan bergantung pada panjang penghantar. Prinsip dari metode jembatan Wheatstone adalah: 1. Hubungan antara resistivitas dan hambatan, yang berarti setiap penghantar memiliki besar hambatan tertentu. Dan juga menentukan hambatan sebagai fungsi dari perubahan suhu. 2. Hukum Ohm yang menjelaskan tentang hubungan antara hambatan, tegangan dan arus listrik. Besar arus yang mengalir pada galvanometer diakibatkan oleh adanya suatu hambatan. 3. Hukum Kirchoff 1 dan 2, yang mana sesuai dari hukum ini menjelaskan jembatan dalam keadaan seimbang karena besar arus pada ke-2 ujung galvanometer sama besar sehingga saling meniadakann.
H. OPERASIONAL AMPLIFIER Operational Amplifier atau di singkat op-amp merupakan salah satu komponen analog yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika Aplikasi op-amp yang paling sering dipakai antara lain adalah rangkaian inverter, non-inverter, integrator dan differensiator.
H.1. Inverting Inverting amplifier ini, input dengan output berlawanan polaritas. Jadi ada tanda minus pada rumus penguatan. Penguatan inverting amplifier adalah bisa lebih kecil nilai besaran dari 1, misalnya -0.2, -0.5, 0.7, dan seterusnya dan selalu negatif. Rumusnya adalah:
Vo
Rf Ri
(8)
16
Rf
Vi
Ri Vo
Gambar 14. Rangkaian inverting amplifier
H.2. Non-Inverting Rangkaian non inverting ini hampir sama dengan rangkaian inverting hanya perbedaannya adalah terletak pada tegangan inputnya dari Masukkan noninverting
Vo Vo
Rf
Ri
(9)
Vi
Ri Rf 1 Vi Ri
(10)
Hasil tegangan output non-inverting ini akan lebih dari satu dan selalu positif. Rangkaiannya adalah seperti pada gambar berikut ini.
Rf
Ri Vo Vi
Gambar 15. Non-inverting amplifier
17
H.3. Diferensial Rangkaian differensiator adalah rangkaian aplikasi dari rumusan matematika yang dapat dimainkan (dipengaruhi) dari kerja kapasitor. Rangkaiannya seperti pada gambar 17. Dengan rangkaian sederhana dari differensiator. Untuk mendapatkan rumus diffrensiator, urutannya adalah sebagai berikut: iC=iB+iF dan selama nilai iB=0 maka iC=iF. Selisih dari inverting input dan noninverting input (v1 dan v2) adalah nol dan penguatan tegangan sangat besar dan penguatan tegangannya sangat besar, makadidapat persamaan pengisian kapasitor sebagai berikut : R iF
iC
V in
C1 iB V2
vo
V1 RRf Gambar 16. Rangkaian differensiator op-amp. Penguat operasional (Op Amp) adalah suatu rangkaian terintegrasi yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat diferensial yang telah dijelaskan di atas.Penguat operasional memilki dua masukkan dan satu keluaran serta memiliki penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu daya yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif (+V) dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground). Penguat operasional banyak digunakan dalam berbagai aplikasi karena beberapa keunggulan yang dimiliki, seperti penguatan yang tinggi, impedansi Masukkan yang tinggi, impedansi keluaran yang rendah dan lain sebagainya. Kondisi ideal tersebut hanya merupakan kondisi teoritis tidak mungkin dapat dicapai dalam kondisi praktis. Tetapi para pembuat Op amp berusaha untuk membuat Op amp yang memiliki karakteristik mendekati kondisi-kondisi di atas. Karena itu sebuah Op amp yang baik harus memiliki karakteristik yang mendekati kondisi ideal. Rangkaian pembanding ini ada 3 macam yaitu : a. b. c.
Rangkaian pembanding 1 op-amp tanpa jendela input Rangkaian pembanding 1 op-amp dengan jendela input Rangkaian pembanding 2 op-amp dengan jendela input proses output luar
Ada berbagai jenis IC yang digunakan untuk merangkai amplifier antara lain adalah IC LM741, LM 358, dan LM324. Pada dasarnya setiap IC memiliki kelebihan masing-masing input dan output yang berbeda-beda. Penggunaan IC ini tergantung dari keinginan perangkai. 18
Gambar 17. Susunan rangkaian IC LM 358 Setelah adanya penguat diperlukan jembatan Wheatstone. Prinsip dasar dari jembatan Wheatstone adalah keseimbangan. Sifat umum dari arus listrik adalah arus akan mengalir menuju polaritas yang lebih rendah. Jika terdapat persamaan polaritas antara kedua titik maka arus tidak akan mengalir dari kedua titik tersebut. Dalam rangkaian dasar jembatan Wheatstone penghubung kedua titik tadi disebut sebagai jembatan Wheatstone.
I.
MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATmega dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing – masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka bisa dikatakan hampir mikrokontroler merupakan keseluruhan sistem komputer yang dikemas menjadi sebuah chip di mana didalamnya sudah terdapat mikroprosesor, I/O, memori, dan ADC (Analog to Digital Converter). Penggunaan mikrokontroler dalam sistem kontrol sangat luas dan populer. Ada beberapa vendor yang membuat mikrokontroler diantaranya Intel, Microchip, Winbond, Atmel, Philips, Xemics dan lainnya. Dari beberapa vendor tersebut, yang paling populer digunakan adalah mikrokontroler buatan Atmel. Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc prosesor) memiliki arsitektur RISC 8 bit. Semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock, berbeda dengan instruksi MCS 51 yang membutuhkan 12 siklus clock. Tentu saja itu terjadi karena kedua jenis mikrokontroler tersebut memiliki arsitektur yang berbeda. AVR berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), sedangkan seri MCS 51 berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing) sama. Oleh karena itu, dipergunakan salah satu AVR produk Atmel, yaitu ATmega8535. Selain mudah didapatkan dan lebih murah ATmega8535 juga memiliki fasilitas yang lengkap. Untuk tipe AVR ada 3 jenis yaitu AT Tiny, AVR klasik, AT Mega. Perbedaannya hanya pada fasilitas dan I/O yang tersedia serta fasilitas lain seperti ADC,EEPROM dan lain sebagainya. Salah satu contohnya adalah ATmega 8535. Memiliki teknologi RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz membuat ATmega 8535 lebih cepat bila dibandingkan dengan varian MCS 51. Dengan fasilitas yang lengkap tersebut menjadikan ATmega 8535 sebagai mikrokontroler yang powerfull.
19
Gambar 18. Mikrokontroler ATmega 8535 Sistem minimum AVR sangat sederhana dimana hanya menghubungkan VCC dan AVCC ke +5V dan GND dan AGND ke ground serta pin reset tidak dihubungkan apa-apa (diambangkan) . Chip akan reset jika tegangan nol atau pin reset dipaksa nol. Dan ini merupakan sistem minimum tanpa memakai kristal. Untuk yang memakai kristal rangkaian di atas ditambah kristal pada pin XTAL1 dan XTAL2.Untuk membuat rangkaian sismin Atmel AVR 8535 diperlukan beberapa komponen yaitu: 1. Mikrokontoler ATmega8535 2. Con header putih 8 pin, 4 pcs 3. Con header hitam 40 pin, 1 pcs 4. Kapasitor 22pF (2 pcs), 10nF (1 pcs), 100nF (1 pcs) 5. Kristal 11.059200 MHz, 1 pcs 6. Push Button 2 pin, 1 pcs 7. LED 1 pcs 8. Resistor 4k7 (1 pcs), 220Ohm (1 pcs). 9. Socket mikro 40 pin.
Gambar 19. Konfigurasi pin ATmega 8535 20
ATmega8535 adalah mikrokontroler keluarga AVR dengan fitur yang komplit dengan jumlah kaki I/O yang banyak. Mikrokontroler berkaki 40 (Dual-Inline Package) ini sangat cocok untuk diaplikasikan pada sistem yang membutuhkan banyak kaki I/O baik digital maupun analog. Konfigurasi pin ATmega 8535 dapat dilihat pada gambar Dari gambar dapat dijelasakan fungsi konfigurasi pin ATmega 8535 sebagai berikut: 1. VCC Input sumber tegangan (+) 2. GND Ground (-) 3. Port A (PA7 … PA0) Berfungsi sebagai input analog dari ADC (Analog to Digital Converter). Port ini juga berfungsi sebagai port I/O dua arah, jika ADC tidak digunakan. 4. Port B (PB7 … PB0) Berfungsi sebagai port I/O dua arah. Port PB5, PB6 dan PB7 juga berfungsi sebagai MOSI, MISO dan SCK yang dipergunakan pada proses downloading. Fungsi lain port ini selengkapnya bisa dibaca pada buku petunjuk ”AVR ATmega8535”. 5. Port C (PC7 … PC0) Berfungsi sebagai port I/O dua arah. Fungsi lain port ini selengkapnya bisa dibaca pada buku petunjuk ”AVR ATmega8535”. 6. Port D (PD7 … PD0) Berfungsi sebagai port I/O dua arah. Port PD0 dan PD1 juga berfungsi sebagai RXD dan TXD, yang dipergunakan untuk komunikasi serial. Fungsi lain port ini selengkapnya bisa dibaca pad a buku petunjuk ”AVR ATmega8535”. 7. RESET Input reset. 8. XTAL1 da XTAL2 merupakan pin Masukkan clok ekstrernal 9. AVCC Input tegangan untuk Port A dan ADC. 10. AREF Tegangan referensi untuk ADC. Memprogram mikrokontroler dapat menggunakan bahasa assembler atau bahasa tingkat tinggi yaitu bahasa C. Bahasa yang digunakan memiliki keunggulan tersendiri, untuk bahasa assembler dapat diminimalisasi penggunaan memori program sedangkan dengan bahasa C menawarkan kecepatan dalam pembuatan program. Untuk bahasa assembler dapat ditulis dengan menggunakan text editor setelah itu dapat dikompilasi dengan tool tertentu misalnya asm51 untuk MCS51 dan AVR Studio untuk AVR.
J.
ADC (ANALOG DIGITAL CONVERTER)
Analog Digital Converter (ADC) adalah sebuah piranti yang dirancang untuk mengubah sinyalsinyal analog menjadi bentuk sinyal digital. Biasanya ADC sering digunakan untuk mengkonversi keluaran sensor karena pada dasarnya keluaran dari sensor masih berupa sinyal analog. Jika ada sensor yang telah mempunyai keluaran digital sebenarnya didalamnya telah dilengkapi oleh rangkaian ADC. Jika keluaran sensor telah diubah menjadi sinyal digital, maka dapat dihubungkan langsung ke rangkaian digital misalnya keluaran output sensor dihubungkan ke mikrokontroler untuk selanjutnya diolah menjadi instruksi. Parameter penting dari suatu ADC selain lama waktu konversinya adalah besar resolusinya. Resolusi adalah besaran sinyal analog terkecil yang masih dapat dikonversi menjadi sinyal digital. Besar resolusi ini tergantung dari bit ADC, semakin banyak bit ADC maka semakin kecil (bagus) resolusinya dan proses konversi pun menjadi lebih teliti. 21
Rumus dari besar resolusi adalah
R
1 Vref 2N
(11)
Vref = Tegangan referensi ADC; N = Jumlah bit ADC Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital yang nilainya sesuai. Jenis ADC yang biasa digunakan dalam perancangan adalah jenis Succeissive Aprrosimation Convertion( SAR) atau pendekatan bertingkat yang memilki waktu konversi jauh lebih singkat dan tdak tergantung pada nilai Masukkan analognya atau sinyal yang akan diubah. IC yang sering digunakan untuk mengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital adalah IC ADC 0804. IC ADC 0804 mempunyai dua inputan analog, Vin+ dan Vin- sehingga dapat menerima inpu diferinsial. Input analog sebernya sama dengan selish antar tegangan-tegangan yang dihubungkan dengan kedua pin input yaitu Vin=Vin+ - Vin-.
K. PENAMPILAN DAN PENYIMPANAN DATA
Gambar 20. LCD 2x16
LCD merupakan suatu kristal cair yang akan aktif bila dihubungkan dengan tegangan. Input untuk mengendalikan modul ini berupa bus data dari sebuah mikrokontroler. LCD adalah komponen yang biasa digunakan untuk menampilkan suatu simbol, angka maupun huruf. LCD terdiri dari beberapa pin yang berfungsi untuk pengontrolan pemakaiannya. LCD yang digunakan pada alat ini adalah M1632 atau 16 x 2 (enam belas karakter dengan dua baris) 22
LCD merupakan salah satu komponen terpenting dalam pembutan skripsi ini. LCD berfungsi menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. LCD akan menampilkan hasil sensor yang sudah dikonversikan dalam bentuk satuan yang diinginkan oleh pengguna atau data yang dibutuhkan. Penampilan data secara visual akan mempermudah pengguna dalam penggunaan alat yang akan dibaca. Berdasarkan tampilannya. LCD dibedakan menjadi dua yaitu LCD menampilankan bentuk karakter dan LCD yang menampilkan dalam bentuk grafik. LCD yang menampilakan dalam bentuk karakter akan menghasilkan data berupa huruf atau angka. Sedangkan LCD grafik akan menghasilkan data berupa grafik. Data yang telah ditampilakan di layar LCD data dapat disimpan juga dengan mengunakan EMS Data Flash memory. EMS Dataflash memory adalah modul memori non-volatile (flash) yang memiliki kapasitas 4.325.376 bit (2048 page x 264 byte x 8 bit). Modul ini memiliki antarmuka SPI dan dapat digunakan untuk menyimpan berbagai jenis data digital. Contoh aplikasinya adalah penyimpanan data pada aplikasi datalogger. Fungsi dari data flash memory yaitu menyimpan data yang sudah terprogram dengan mikrokontroler yang disimpan ke dalam memory sehingga dapat dipanggil ulang nilai hasil pengukuran yang dilakukan oleh mikrokontroler. Flash memory dapat diprogram dengan menggunakan code vision avr. Dengan adanya penyimpan data sehingga penggunaan pentrometer lebih efektif dalam memperoleh data penetrasi tanah dan dapat diolah kembali. Flash memory akan di hubungkan oleh mikrokontroler Atmega 8535 yang dapat menyimpan nilai penetrasi tanah, nilai kedalaman tanah secara sekaligus dan disimpan langsung oleh flash memory. Spesifikasi : Berbasis AT45DB041B yang memiliki 2 x 264 Byte SRAM dan 528k Byte (2048 x 264 Byte) flash memory. SRAM dapat menerima data saat flash memory sedang ditulis. Memiliki antarmuka SPI. Pin input/output kompatibel dengan level tegangan TTL 5V. Bekerja pada catu daya +5V DC, sudah dilengkapi dengan regulator & level converter. Menggunakan kapasitor aluminium dan resistor SMD. Konektor 10 pin untuk koneksi ke modul lain (misalnya mikrokontroler), sesuai dengan port I/O DT-51 dan DT-AVR Low Cost series. Mendukung DT-AVR Low Cost series, serta sistem mikrokontroler/mikroprosesor lainnya. Tersedia contoh program menggunakan CodeVisionAVR© untuk mikrokontroler keluarga AVR.
L. SOFTWARE CODE VISION AVR (EDITOR DAN DOWNLODER) CodeVisionAVR merupakan salah satu software untuk membuat kode program mikrokontroler keluarga AVR. Kelebihan dari CodeVision AVR adalah salain untuk membuat kode program juga dapat digunakan untuk mendownload program ke mikrokontroler. Jadi kita dapat sekaligus membuat kode program dengan mendownload sekaligus dalam satu kerja. Tampilan software CodeVision AVR dapat dilihat pada gambar 23. Pemrograman yang digunakan pada CodeVision digunakan bahasa c sehingga lebih mudah dalam pembuatan program. 23
Gambar 21. Tampilan codevision AVR
M. ERGONOMIKA Tabel 1. Data anthropometeri orang Indonesia persentil 50 No 1z 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pengukuran (cm) Tinggi Tinggi bahu Lebar bahu Tinggi siku Tinggi pinggul Lebar pinggul Panjang tangan Panjang lengan atas Panjang lengan bawah Jangkauan tangan vertikal Jangkauan tangan horizontal
Pria 161.3 132.64 39.6 97.8 93.6 28.9 66.7 34.8 44.2 72.0 60.0
12 Tinggi duduk 83.2 13 Tingi siku 23.0 14 Tinggi pinggul 18.4 15 Tinggi lutut 49.5 16 Panjang paha 44.8 17 Tinggi pantat-lantai 41. Sumber: Herodian et al. dalam Nugroho, 2007
Wanita 151.6 122.0 34.9 90.8 88.8 31.5 61.4 31.5 40.7 68.0 56.5 77.9 22.2 19.0 46.3 42.1 39.0 24
Pengeluaran tenaga mekanis untuk jenis pekerjaan harian berkisar antara 70-150 watt tergantung dari kondisi iklim atau lingkungan kerja dan kondisi tubuh seseorang. Berdasarkan hasil peneliatan, rata-rata pengeluaran tenaga bagi orang Indonesia dewasa sebesar 2200 kkal/8 jam(312 watt) telah tergolong berat. Dengan asumsi efisiensi tenaga mekanisnya 20 %, berarti tenaga mekanis yang dapat dimanfaatkan hanya sebesar 64 watt (Kusen dalam Wisnubrata, 2003) Untuk memperoleh kenyamanan dalam penggunaan mesin perlu diperhatikan interaksi antara manusia dengan alat atau mesin sehingga desain yang dirancang akan disesuaikan dengan ukuran tubuh pengguna.
Gambar 22. Antropometri manusia untuk mengeluarkan tenaga yang optimal
25