B A B II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting di dalam menentukan jalannya organisasi perusahaan disamping sumber daya lainnya, seperti modal, material, mesin dan metode. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan sumber daya yang aktif, dinamis dan selalu terlibat dalam setiap kegiatan opersional, sedangkan sumber daya lain dapat berarti bagi suatu perusahaan jika digerakkan oleh sumber daya tersebut. Peranan yang strategis juga mengandung pengertian bahwa sumber daya manusia akan menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya yang pada akhirnya menentukan kesinambungan dan eksistensi perusahaan itu sendiri. Dalam pandangan ini, disadari akan pentingnya manajemen yang mampu mengelola sumber daya tersebut yang kemudian akan berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang disebut manajemen sumber daya manusia, atau sering disebut juga dengan manajemen personalia yang merupakan cabang dari ilmu manajemen. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara memanfaatkan setiap sumber daya yang ada dan mengatur serta mengarahkan setiap kebutuhan tersebut secara optimal dengan menggunakan suatu perangkat yang disebut dengan manajemen. Untuk lebih memahami dan memperjelas pengertian tentang manajemen personalia, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian tentang manajemen personalia. Sebagaimana dikemukakan oleh Flippo (Hasibuan;2003;11), yaitu : Manajemen Personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.
Sedangkan Menurut Hasibuan (2003;10) : Manajemen Personalia adalah seni dan ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk mencapai terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari definisi-definisi
di atas, dapat dikatakan bahwa pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia secara garis besar adalah sama, yaitu bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan proses pemilihan tenaga kerja dan pemanfaatannya untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengembangkan kemampuan, memotivasi dan mempertahankan komitmen mereka terhadap organisasi.
2.1.1. Fungsi fungsi Manajerial Di dalam pengertian manajemen disebutkan bahwa terdapat beberapa fungsi atau peranan manajerial, yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Adapun definisi dari pengertian peranan dan fungsi atau fungsi dari manajerial itu sendiri, dikutip dari buku Manajemen Sumber Daya Manusia Hasibuan (2003;21) adalah sebagai berikut : a. Perencanaan ( Planning ) Perencanaan berarti penetapan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan ( what to do ), bagaimana melakukan ( how to do ), atau dengan perkataan lain perencanaan dilakukan terhadap tujuan-tujuan, strategi-strategi, kebijakankebijakan,
program-program,
serta
prosedur-prosedur
dalam
rangka
pencapaian tujuan perusahaan. b. Pengorganisasian ( Organizing ) Setelah semua perencanan disusun, kemudian dibuat struktur organisasi untuk melaksanakan rencana-rencana tersebut. Struktur tersebut diharapkan dapat menggambarkan hubungan antara pekerjaan, karyawan serta hubungan secara horizontal maupun vertikal. Individu dikelompokkan dalam aktivitas-aktivitas
yang sudah ditetapkan oleh departementalisasi dan diberi wewenang dan tanggung jawab tersebut pekerjaannya. c. Pengarahan ( Directing ) Maksud dan fungsi ini adalah mengarahkan dan mempengaruhi karyawan serta semua orang yang terlibat dalam organisasi, sehingga mereka akan melakukan pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan. d. Pengendalian ( Controlling ) Pengendalian dimulai dengan pengukuran aktivitas para karyawan dan membandingkannya dengan rencana yang telah ditetapkan, serta mengadakan perbaikan seperlunya bila terjadi penyimpangan-penyimpangan. Semua fungsi-fungsi ini dilakukan pada semua fungsi-fungsi operasi yang ada di dalam perusahaan, seperti fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan personalia agar keseluruhan fungsi operasional tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan.
2.1.2. Fungsi-fungsi Operasional Adapun fungsi-fungsi operasional dari manajemen sumber daya manusia dikutip dari buku Manajemen Sumber daya Manusia Hasibuan (2003;22) adalah sebagai berikut : 1. Pengadaan ( Procurement ) Adalah suatu usaha untuk mendapatkan jenis dan jumlah tenaga kerja yang tepat dan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan dengan cara merekrut karyawan, menyeleksi, melatih dan menempatkan tenaga kerja tersebut. 2. Pengembangan ( Development ) Adalah usaha untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian tenaga kerja yang ada di perusahaan melalui program pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan prestasi kerja mereka. Pengembangan merupakan aktivitas yang penting untuk menyesuaikan tenaga kerja dengan teknologi baru dan penyusunan kembali tugas-tugas yang lebih kompleks.
3. Balas Jasa ( Compensation ) Adalah usaha untuk memberikan balas jasa yang layak dan adil bagi tenaga kerja sesuai dengan sumbangan yang mereka berikan bagi perusahaan. 4. Integrasi ( Integration ) Adalah tindakan-tindakan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk menyesuaikan antara kepentingan individu, perusahaan dan masyarakat. 5. Pemeliharaan ( Maintenance ) Adalah untuk menjaga tenaga kerja yang ada agar mereka tetap berkeinginan dan dapat bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan antara lain dengan komunikasi, perhatian terhadap kondisi fisik, kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja. 6. Kedisiplinan ( Dicipline ) Adalah fungsi dari manajemen sumber daya manusia yang paling penting dalam pencapaian tujuan perusahaan, karena tanpa sikap disiplin yang baik maka akan sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan itu sendiri adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. 7. Pemutusan Hubungan Kerja ( Separation ) Adalah usaha untuk memisahkan dan mengembalikan orang-orang tersebut kepada masyarakat. Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pemisahan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dan menjamin bahwa masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan sebaik mungkin. Jenis-jenis pemisahan dapat berupa pensiun, pemberhentian sementara, penempatan luar dan pemecatan. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa peranan manajemen sumber daya manusia, baik yang bersifat manajerial maupun operasional sangat berguna dalam mendukung pencapaian dari tujuan perusahaan.
2.2. Kepemimpinan 2.2.1. Pengertian Kepemimpinan Banyak para ahli dari manajemen yang memberikan pendapatnya tentang definisi dari kepemimpinan yang dimana kepemimpinan didefinisikan sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi para karyawan dalam aktivitasnya yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Dan apabila kita berbicara mengenai kepemimpinan maka tidak akan terlepas dari akan siapa yang memimpin yang sering disebut dengan pemimpin. Pemimpin merupakan individu yang dapat menerapkan prinsip motivasi, disiplin, dan produktifitas jika bekerjasama dengan orang, tugas dan situasi agar dapat mencapai tujuan dari perusahaan. Kepemimpinan yang efektif sangatlah tergantung dari landasan manajerial yang kokoh. Berikut ini adalah beberapa definisi Kepemimpinan menurut para ahli : Sebagaimana dikemukakan oleh Thoha (1998;228) yaitu : Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok . Menurut Stoner (Handoko;1997;294), yaitu : Kepemimpinan merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan
kegiatan dari sekelompok anggota yang
saling berhubungan tugasnya . Sedangkan menurut Hasibuan (2003:170) mengemukakan bahwa : Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi . Dari definisi-definisi di atas pada umumnya memandang kepemimpinan sebagai suatu aktifitas yang berkelanjutan, diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain yang pada akhirnya difokuskan pada
upaya untuk
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi. Dan selain daripada itu, definisi-definisi diatas juga mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal
ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi.
2.2.2. Pendekatan Dalam Studi Kepemimpinan Berkaitan dengan masalah kepemimpinan, terdapat beberapa pendekatan mengenai hal kepemimpinan. Pendekatan tersebut dikemukakan sebagai berikut :
2.2.2.1. Pendekatan Sifat / Kepribadian Pendekatan sifat ( trait approach ) merupakan pendekatan paling awal dalam studi ilmiah tentang kepemimpinan. Pendekatan sifat memusatkan perhatian pada atribut-atribut pribadi yang dimiliki pemimpin, baik atribut fisik, mental maupun sosial. Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Identifikasi ciri-ciri yang dikaitkan secara konsisten dengan kepemimpinan untuk membedakan pemimpin dari bukanpemimpin adalah ambisi dan energik, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas ( keutuhan ), percaya diri, kecerdasan dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Menurut psikoanalis Sigmund Freud seperti yang ditulis oleh Michael Maccoby (2000;67-77) dalam Harvard Business Review, edisi Januari-Februari, yang berjudul Narcissistic Leaders The Incredible Pros, The Inevitable Cons terdapat tiga tipe kepribadian pemimpin yang utama, yaitu : 1. Pemimpin Erotis (Erotic Leader) Pemimpin yang bertipe erotis adalah pemimpin yang merasa bahwa mencintai dan dicintai bawahan mereka adalah suatu hal yang sangat penting. Tipe kepribadian semacam ini tergantung pada orang-orang yang mungkin akan berhenti mencintai mereka. Adapun ciri-ciri pemimpin erotis yaitu : a. Peduli kepada bawahan. b. Pandai membangkitkan semangat.
c. Menghindari konflik. d. Membutuhkan banyak persetujuan dalam membuat keputusan. 2. Pemimpin Obsesif (Obsessive Leader) Pemimpin bertipe obsesif adalah pemimpin yang percaya diri dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas. Mereka terus-menerus mencari jalan untuk untuk membantu orang agar dapat mendengarkan dengan lebih baik, memecahkan masalah, dan menemukan kemungkinan di mana semua pihak merasa menang. Adapun ciri-ciri pemimpin obsesif yaitu : a. Berkonsentrasi pada perbaikan terus-menerus b. Menetapkan standar yang tinggi dan berkomunikasi secara efektif c. Menetapkan kontrol yang ketat dan teliti. d. Kurang memiliki visi dan keberanian. e. Kritis dan berhati-hati 3. Pemimpin Narcissist (Narcissist Leader) Pemimpin bertipe narcissist adalah orang-orang yang mandiri dan tidak mudah terkesan. Pemimpin bertipe narcissist adalah orang yang memuja diri sendiri, mereka berkeinginan untuk dikagumi dan bukan dicintai. Mereka berkeinginan untuk mempelajari segala hal dan tidak terkekang oleh nurani, mereka adalah orang yang cerdas dan tidak terhalang oleh rasa benar atau alah yang belebihan. Adapun ciri-ciri dari pemimpin narcissist yaitu : a. Memiliki visi dan keyakinan yang kuat. b. Pandai memberikan inspirasi. c. Memiliki kharisma dan rasa percaya diri yang tinggi. d. Memiliki cara pandang dan pemahaman yang luas e. Berani mengambil resiko f. Sensitif terhadap kritik. g. Pendengar yang buruk h. Kurang memiliki empati
Pada dasarnya tidak ada seorang pemimpin yang secara mutlak memiliki salah satu kepribadian tersebut. Namun setiap pemimpin memiliki kepribadian yang dominan dari tiga kepribadian tersebut. Di samping itu, terdapat suatu ciri kepemimpinan yang sangat penting bagi seorang pemimpin, yaitu sifat pemantauan diri yang tinggi dimana memiliki kemungkinan memunculkan pemimpin dalam kelompok-kelompok yang jauh lebih besar dibandingkan yang pemantauan dirinya rendah. Robbins (1996;40) Tabel 2.1 KARAKTERISTIK PEMIMPIN YANG BERHASIL
KARAKTERISTIK / SIFAT Drive
DESKRIPSI Hasrat
untuk
berprestasi,
ambisi,
energi, kegigihan, prakarsa. Motivasi Pemimpin
Hasrat untuk menerapkan pengaruh terhadap orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Kejujuran dan Integritas
Terpercaya,
terbuka,
dan
dapat
diandalkan. Kepercayaan diri
Percaya
terhadap
kemampuan
diri
sendiri. Kemampuan Kognitif
Cerdas, kemampuan untuk memadu kan
menginterpretasikan
sejumlah
besar informasi. Pengetahuan tentang bidang usaha
Pengetahuan tentang industri, aspek aspek teknis yang relevan.
Kreativitas
Orisonalitas
Fleksibelitas
Kemampuan untuk beradaptasi
Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia Marwansyah & Mukaram
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa pemimpin haruslah memenuhi kriteria-kriteria seperti yang dijelaskan pada tabel 2.1, apabila seorang pemimpin telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut maka seorang pemimpin dapat menjalankan segala aktifitas dengan baik dan benar yang ada dalam suatu perusahaan dalam usaha pencapai tujuannya.
2.2.2.2. Pendekatan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan seorang pemimpian untuk mengatur diri sendiri dan orang lain secara efektif. Kecerdasan emosional terdiri dari 4 (empat) kemampuan mendasar menurut Daniel Goleman (2003;14). Setiap kemampuan tersusun dari perangkat-perangkat kemampuan yang spesifik, yaitu : 1. Kesadaran Diri (Self-Awareness) Kesadaran diri emosional Yaitu kemampuan untuk membaca dan memahami emosi dan mengenal pengaruhnya pada kinerja, hubungan dan dan sebagainya. Penilaian diri secara akurat Yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian realistis mengenai kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Kepercayaan diri Yaitu perasaan yang kuat dan sensitif mengenai harga diri.
2. Manajemen Diri (Self- Manajemen) Pengendalian diri Yaitu kemampuan untuk menjaga emosi dan kata hati yang mengganggu. Kepantasan untuk dipercaya Yaitu suatu penunjukan dari integritas dan kejujuran yang terus-menerus. Kesungguhan Yaitu kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan tanggung jawab yang dimiliki. Orientasi kesuksesan Yaitu dorongan untuk mewujudkan standar kesempurnaan pribadi.
Kemampuan beradaptasi Yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang terus berubah dan kemampuan mengatasi masalah. Inisiatif Yaitu kemampuan dan kesiapan untuk merebut kesempatan.
3. Kesadaran Sosial (Social-Awareness) Empati Yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain, memahami cara pandang mereka, dan tertarik secara aktif terhadap keprihatinan mereka. Kesadaran berorganisasi Yaitu kemampuan untuk membaca arus dari kehidupan berorganisasi, membangun jaringan keputusan, dan menavigasikan politik. Orientasi jasa Yaitu kemampuan untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan orang lain.
4. Kemampuan Sosial (Social-Skill) Kepemimpinan bervisi Yaitu kemampuan untuk mengambil tanggung jawab dan memberikan inspirasi dengan visi sebagai pendorong. Pengaruh Yaitu kemampuan untuk mempergunakan berbagai taktik persuasif. Mengembangkan orang lain Yaitu kecenderungan untuk mendukung kemampuan orang lain melalui melalui hubungan timbal balik dan bimbingan. Komunikasi Yaitu kemampuan untuk mendengarkan dan mengirimkan pesan dengan baik, jelas, dan meyakinkan. Perubahan katalisator Yaitu keahlian dalam memprakarsai ide-ide baru dan memimpin orang ke arah yang baru.
Manajemen konflik Yaitu kemampuan untuk mengurangi ketidaksetujuan dan menyusun resolusi. Membangun ikatan Yaitu keahlian mempererat dan dan menjaga jaringan hubungan. Kerja tim dan kolaborasi Yaitu kemampuan mempromosikan kerja sama dan membangun tim.
2.2.3. Pengertian Gaya Kepemimpinan Di bawah ini adalah definisi dari Gaya Kepemimpinan menurut beberapa para ahli, yaitu : Menurut Thoha (1998;265), yaitu : Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat . Sedangkan Menurut Handoko (1997;299), mengemukakan bahwa : Gaya Kepemimpinan Orientasi Karyawan adalah suatu perilaku yang mencoba untuk lebih memotivasi bawahan, mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok. Sedangkan menurut Goleman (2003;19), bahwa : gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Hasibuan (2003;170), yaitu : Gaya Kepemimpinan adalah suatu sikap yang dilakukan pemimpin yang hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, motivasi kera, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku para pemimpin dalam mengarahkan para bawahannya untuk mengikuti kehendaknya dalam mencapai suatu tujuan.
Terdapat enam gaya kepemimpinan yang dikutip dari buku Kepemimpinan yang mendatangkan hasil yang ditulis oleh Daniel Goleman (2003;20) adalah sebagai berikut : 1. Kepemimpinan Koersif ( Coersive Style ) Yaitu pemimpin yang menuntut perintahnya dipenuhi sesegera mungkin. kebijakan ekstrim dibuat oleh pimpinan tanpa adanya fleksibilitas kepada bawahan. Gaya kepemimpinan koersif akan mendatangkan hasil yang maksimal ketika organisasi dalam situasi krisis dan menuntut perbaikan secepatnya. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan koersif yaitu : a. Kebijakan selalu ditentukan oleh pemimpin. b. Tidak ada inisiatif atau ide-ide kreatif dari bawahan. c.
Pemimpin menetapkan kontrol yang ketat dan standar yang tinggi.
2. Kepemimpinan Otoritatif ( Authoritative Style ) Yaitu pemimpin yang menggerakkan orang menuju suatu visi, pemimpin yang menggunakan gaya otoritatif akan memberikan motivasi kepada bawahannya untu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan ototritatif akan mendatangkan hasil yang maksimal ketika sebuah organisasi tidak memiliki tujuan yang jelas atau target yang pasti baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan koersif yaitu : a. Pemimpin hanya memberikan tujuan akhir yang harus dicapai b. Memberikan
kebebasan
kepada
bawahan
untuk
berinisiatif
dan
memberikan ide-ide baru. c. Memiliki visi yang jelas dan keberanian untuk bertindak. d. Memiliki kharisma dan percaya diri yang tinggi. e. Pandai memberi motivasi kepada bawahan. 3. Kepemimpinan Afiliatif ( Affiliative Syle ) Yaitu pemimpin yang menilai individu dan emosi bawahan sebagai hal yang lebih penting dari pada tugas dan tujuan. Pemimpin afiliatif berusaha menciptakan keharmonisan antara pemimpin dan bawahan dan mengatur
organisasi dengan membangun ikatan emosional yang kuat sehingga mendapatkan kesetiaan yang tinggi dari bawahan. Gaya kepemimpinan afiliatif akan mendatangkan hasil yang maksimal pada sebuah perusahaan yang baru berdiri dimana pemimpin sedang berusaha untuk membangun kerjasama tim. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan afiliatif yaitu : a. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. b. Fleksibel dan meningkatkan inovasi. c. Jarang memberikan arahan kepada bawahan. d. Memungkinkan kinerja buruk tidak terkoreksi e. Cenderung memberikan toleransi yang berlebihan.
4. Kepemimpinan Demokratis ( Democratic Leadership ) Yaitu Pemimpin yang membangun rasa hormat dan tanggung jawab dengan mendengarkan pendapat orang lain. Pemimpin demokratis menetapkan kebijakan melalui konsensus dengan mengikutsertakan partisipasi bawahan. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis yaitu : a. Menghargai pendapat bawahan. b. Fleksibel dan memberikan kebebasan kepada bawahan berinisiatif dan memberikan ide baru. c. Tujuan yang dicapai realistis dan berdasarkan kesepakatan bersama. d. Memungkinkan terjadinya pertemuan-pertemuan secara terus menerus. e. Melakukan pemungutan suara sebagai jalan akhir untuk mendapatkan keputusan.
5. Kepemimpinan Pacesetting ( Pacesetting Leadership ) Yaitu pemimpin yang ambisius yang menuntut keberhasilan dan kesempurnaan dari tugas yang diberikan kepada bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini memiliki tujuan yang jelas dan memberikan arahan yang jelas mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan pacesetting yaitu : a. Pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi. b. Memberi contoh dan melakukan perbaikan terus-menerus. c. Tegas terhadap bawahan yang memiliki kinerja tidak baik. d. Memberikan arahan secara terperinci dan tidak fleksibel. e. Tidak ada inisiatif dari bawahan.
6. Kepemimpinan Coaching ( Coaching Leadership ) Yaitu pemimpin yang bertindak sebagai seorang penasehat bagi bawahan. Pemimpin coaching membantu para bawahannya untuk menemukan kekuatan dan kelemahan mereka dan membantu bawahan untuk membuat konsep dari aspirasi pribadi dan karir bawahan. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan coaching yaitu : a. Pemimpin menghargai gagasan bawahan. b. Pemimpin memberi nasihat kepada bawahan mengenai tugas yang harus dilaksanakan. c. Bersedia untuk mentolerir kegagalan jangka pendek jika kegagalan itu dapat meningkatkan cara kerja bawahan dalam jangka panjang. d. Terbuka terhadap aspirasi atau kritik dari bawahan. e. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberikan pelatihan secara pribadi kepada bawahan. Pemimpin yang akan memberikan hasil terbaik tidak tergantung pada satu gaya kepemimpinan. Para pimpinan menggunakan hampir semua gaya dalam takaran yang berbeda tergantung pada situasi dan kondisi. Sedangkan tiga gaya dasar para pemimpin menurut Hasibuan (2003;172), adalah sebagai berikut : 1. Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang.
Orientasi
kepemimpinannya
difokuskan
hanya
untuk
peningkatan
produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dasn kesejahteraan bawahan.
2. Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif menciptakan kerja sama yang serasi menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuana bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
3. Kepemimpinan Delegatif Kepemimpinan delegatif adalah seorang pemimpin mendelegasikan sesenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam gaya kepemimpinan biasanya berlangsung mengikuti situasi dan kondisi yang sesuai dengan tujuan dari perusahaan. Apabila situasi dan kondisinya memerlukan pemikiran bersama antara pemimpin dan pelaksana, maka gaya kepemimpinan akan menuju kepada demokrasi. Sebaliknya bila situasi dan kondisinya memerlukan langkah-langkah darurat yang cepat maka gaya kepemimpinan akan mengarah pada gaya otokratis. Jadi, gaya kepemimpinan yang dilakukan pada suatu perusahaan tidak dapat berupa satu gaya saja tetapi dapat dilakukan dengan penggabungan dari gaya-gaya kepemimpinan yang ada. Oleh karena itu, tidak ada gaya kepemimpinan yang lebih baik, semua tergantung pada situasi, kondisi atau lingkungannya.
2.2.4. Studi Gaya Kepemimpinan Dibawah ini adalah beberapa studi mengenai gaya kepemimpinan yang dikutip dari Robbins (1996;5) dalam bukunya Perilaku Organisasi, adalah sebagi berikut :
Sistem Manajemen Likert Rensist Likert mengadakan studi pola dan gaya pemimpin mendukung manajemen partisipatif. Likert memandang manajer yang efektif sangat berorientasi pada bawahannya yang bergantung pada komunikasi untuk tetap menjaga agar semua orang bekerja sebagai suatu unit. Likert berasumsi adanya 4 (empat ) sistem manajemen, yaitu : 1. Eksploitatif autoritatif Manajer-manajer ini sangat otokratis, kurang percaya pada bawahan, komunikasi satu arah kebawah, memotivasi orang-orang melalui rasa takut dan jarang memberi ganjaran, membatasi pengambilan keputusan pada tingkat teras, dan memperlihatkan karakteristik yang sama. 2. Benevolen autoritatif ( autoritatif baik hati ) Manajemen seperti ini sedikit yakin dan percaya kepada bawahan, memotivasi dengan ganjaran serta rasa takut dan hukuman tertentu, memperkenalkan sedikit komunikasi ke atas, sedikit mendorong timbulnya ide dan pendapat dari bawahan, dan memperkenalkan pendelegasian pengambilan keputusan dalam hal-hal tertentu tetapi dengan pengendalian kebijaksanaan yang tepat. 3. Konsultatif Manajer-manajer seperti ini memiliki rasa yakin dan percaya secukupnya kepada bawahan, biasanya menggunakan ide-ide dan pendapat para bawahan secara konstruktif, menggunakan ganjaran untuk memotivasi dan sekali-kali menggunakan hukuman serta keikutsertaan tertentu, berkomunikasi dua arah, keputusan-keputusan khusus dilimpahkan ke tingkat bawah, serta bertindak konsultatif dengan cara-cara lain. 4. Partisipatif
Manajer-manajer seperti ini memiliki rasa yakin dan percaya pada bawahan dalam segala hal, berusaha memperoleh ide-ide dan pendapat dari bawahan dan menggunakannya secara konstruktif, memberikan ganjaran ekonomi atas dasar keikutsertaan dan keterlibatan kelompok dalam bidang-bidang seperti penyusunan tujuan, penilaian kemajuan pencapaian tujuan, berkomunikasi dua arah dengan rekan sekerja, mendorong adanya pengambilan keputusan pada semua tingkat organisasi dan melaksanakan tugas bersama rekan sejawat dan bawahannya sebagai kelompok.
Studi Universitas Ohio Teori perilaku yang paling menyeluruh dan ditiru dihasilkan dari riset yang dimulai pada
Universitas Negeri Ohio pada dasawarsa 1940-an. Para
peneliti berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi independen dari para perilaku pemimpin. Diawali lebih dari 1000 dimensi, akhirnya mereka menyempitkan fakta menjadi dua kategori yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku kepemimpinan yang diharapkan oleh bawahan. Mereka menyebut kedua dimensi sebagai struktur awal ( initiating ) dan pertimbangan ( consideration ). Struktur awal mengacu pada seberapa jauh seorang pemimpin berkemungkinan menetapkan dan menstruktur perannya dan peran bawahan dalam mengusahakan tercapainya tujuan. Struktur ini mencakup perilaku yang berupaya mengorganisasi kerja, hubungan kerja, dan tujuan. Pemimpin yang dicirikan sebagai tinggi dalam struktur awalnya dapat dicontohkan dalam istilah seperti, menugasi anggota kelompok dengan tugas-tugas tertentu. Mengharapkan para pekerja mempertahankan kinerja yang pasti dan menekankan dipenuhinya deadlines. Pertimbangan diartikan seberapa jauh seorang berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang dicirikan oleh saling percaya, menghargai gagasan bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka. Telaah Universitas Michigan Telaah kepemimpinan yang dilakukan dipusat riset dan survei Universitas Michigan mempunyai sasaran riset yang serupa, melokasi karakteristik perilaku
pemimpin yang tampaknya dikaitkan dengan keefektifan kerja. Kelompok Miichigan juga sampai pada dua dimensi perilaku kepemimpinan yang mereka sebut berorientasi karyawan dan berorentasi produksi. 1. Pemimpin yang berorientasi karyawan dicontohkan sebagai menekankan hubungan antar pribadi, mereka berminat secara pribadi pada kebutuhan bawahan mereka dan menerima baik beda individual diantara mereka. 2. Pemimpin yang berorientasi produksi dicontohkan cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama mereka adalah pada penyelesaian tugas kelompok yaitu suatu alat untuk tujuan akhir kita. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan seorang akan berbeda-beda dalam usaha mempengaruhi karyawannya. Dan di bawah ini ada empat indikator untuk mengukur gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Pengambilan keputusan. 2. Hubungan antara pemimpin dengan karyawan. 3. Perilaku pemimpin. 4. Orientasi pemimpin.
2.2.5 Indikator Gaya Kepemimpinan Adapun indikator gaya kepemimpinan menurut Daniel Goleman (2003;20), yaitu : 1. Kepemimpinan Koersif ( Coersive Style ) 2. Kepemimpinan Otoritatif ( Authoritative Style ) 3. Kepemimpinan Afiliatif ( Affiliative Syle ) 4. Kepemimpinan Demokratis ( Democratic Leadership ) 5. Kepemimpinan Pacesetting ( Pacesetting Leadership ) 6. Kepemimpinan Coaching ( Coaching Leadership )
2.3. Motivasi Kerja 2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja Manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil-hasil melalui orang lain, yaitu para bawahan. Berhubung dengan hal itu, menjadi kewajiban dari setiap pemimpin agar para bawahannya berprestasi.
Prestasi
bawahan, terutama disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu: kemampuan dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya antara lain oleh pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat pribadi sedangkan daya dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan hal-hal lain diluar dirinya. Daya dorong yang ada dalam diri seseorang sering disebut motif. Daya dorong diluar diri seseorang, harus ditimbulkan pimpinan dan agar hal-hal di luar diri seseorang itu turut mempengaruhinya, pemimpin harus memilih berbagai sarana atau alat yang sesuai dengan orang lain. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Menurut Flippo seperti dikutip oleh Hasibuan (2003;142), mendefinisikan motivasi sebagai berikut : Direction or motivation is essense, it is a skill in aligning employee and organization interest so that behavior result in achievement employee want simultaneously with attainment or organizational objectives. Terjemahannya : Motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus tercapai tujuan organisasi.
Menurut Hasibuan (2003;142), sebagai berikut : Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. Dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang di dalam usaha memenuhi kebutuhannya baik secara riil maupun materiil.
2.3.2. Tujuan Motivasi Kerja Suatu perusahaan didalam memotivasi para karyawannya pastilah memiliki tujuan-tujuan tertentu. Dibawah ini adalah tujuan-tujuan motivasi menurut Hasibuan (2003;145), yaitu : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan. 3. Meningkatkan kedisiplinan karyawan. 4. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan. 6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. 7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. 9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. 10. Meningkatkan efisiensi pengunaan alat-alat dan bahan baku. Berdasarkan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa di dalam setiap perusahaan diperlukan motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya. Apabila tidak terdapatnya motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya dalam suatu perusahaan, maka akanlah sulit perusahaan tersebut untuk mencapai tujuannya.
2.3.3. Metode Motivasi Kerja Untuk mengetahui lebih lanjut tentang metode dari motivasi kerja, maka dibawah ini adalah metode motivasi kerja menurut Hasibuan (2003;148). Terdapat dua metode motivasi, yaitu :
1. Motivasi Langsung ( Direct Motivation ) Motivasi Langsung adalah motivasi ( materiil dan non-materiil ) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, bintang jasa dan lain sebagainya. 2. Motivasi Tidak Langsung ( Indirect Motivation ) Motivasi Tidak Langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja / kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, penempatan yang tepat
dan lain sebagainya. Motivasi tidak langsung ini besar
pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga produktifitas perusahaan meningkat. Berdasarkan metode tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa didalam memotivasi karyawan, kita harus mengetahui tentang apa yang dibutuhkan oleh para karyawan tersebut secara langsung maupun tidak langsung didalam pelaksanaan pekerjaannya dalam usaha pencapaian tujuan bersama.
2.3.4. Jenis-jenis Motivasi Kerja Didalam memotivasi kerja karyawan,
pemimpin haruslah mengetahui
tentang sebab dan akibat dari adanya proses memotivasi kerja karyawan. Dibawah ini adalah dua jenis motivasi menurut Hasibuan (2003;149), yaitu : 1. Motivasi Positif ( Insentif Positive ) Dalam motivasi positif, manajer memotivasi ( merangsang ) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif ini semangat bekerja
karyawan akan meningkat
karena pada umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. 2. Motivasi Negatif ( Insentif Negative ) Dalam motivasi negatif, manajer memotivasi bawahan dengan standar, apabila bawahan tidak dapat memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh
manajer maka mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini, semangat kerja karyawan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah adalah kapan motivasi positif atau motivasi negatif itu efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap karyawan akan termotivasi diakibatkan adanya unsur positif dan negatif dari pemimpin. Menurut saya, untuk memotivasi karyawan, seorang pemimpin haruslah menimbulkan dampak positif, misalnya menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab kepada perusahaan oleh setiap karyawannya.
2.3.5. Teori Motivasi Kerja Terdapat beberapa macam teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, seperti yang penulis kutip dari buku Manajemen Sumber Daya Manusia Hasibuan (2003;152) dan Mangkunegara (2002;94), adalah sebagai berikut : 1. Teori Motivasi Klasik yang dikutip oleh Hasibuan (2003;152), yaitu : Frederick Winslow Taylor mengemukakan bahwa teori motivasi klasik atau teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Hierarki Kebutuhan Maslow yang dikutip oleh Mangkunegara (2002;95), yaitu : Physiological Needs ( kebutuhan fisik atau biologis ) Physiological Needs adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk kedalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum,
perumahan, udara dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat. Safety and Security Needs ( kebutuhan keselamatan dan keamanan ) Safety and Security Needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Affiliation or Acceptence Needs ( kebutuhan sosial ) Affiliation or Acceptence Needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai , serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri ditempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok, karena manusia adalah makhluk sosial. Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise) Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri ) Self Actualization Needs adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal, untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan. 3. Teori Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2003;156), Frederick Herzberg mengemukakan suatu teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan kerja, yang didasarkan pada penelitian bersama di kota Pitsburg dan sekitarnya. Dari hasil penelitian ini dikembangkan suatu gagasan bahwa ada 2 ( dua ) rangkaian kondisi yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang, kedua rangkaian kondisi tersebut adalah rangkaian kondisi pertama disebut faktor motivator dan rangkaian kondisi kedua disebut faktor hygiene . Teori motivasi kerja dari Herzberg dalam teorinya membagi motivasi ke dalam 2 (dua) rangkaian kondisi seperti dikutip oleh Hasibuan (2003;157), yaitu :
1. Rangkaian kondisi pertama disebut faktor motivator 2. Rangkaian kondisi kedua disebut faktor hygiene Faktor yang disebut sebagai motivator ini merupakan serangkaian kondisi instrinsik, dimana kepuasan kerja akan menggerakkan suatu motivasi yang tinggi, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik, faktor
faktor yang
dimasukkan sebagai faktor motivator antara lain : Pencapaian Prestasi, Tanggung Jawab, Kesempatan untuk maju, Pekerjaan itu sendiri, Pengakuan. Rangkaian faktor-faktor
tersebut melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang
dikerjakannya ( job content ) : yakni kandungan kerjanya, prestasi pada tugasnya, penghargaan pada prestasi yang dicapainya dan peningkatan dalam tugasnya. Sedangkan faktor hygiene yang merupakan faktor kedua, yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada karyawan atau dengan kata lain demotivasi , menurut Frederick Herzberg terdiri dari : Gaji, Kondisi Kerja, Kebijakan Perusahaan, Mutu Penyeliaan, Mutu Hubungan Interpersonal. 4. Teori X dan Teori Y dari Mc Gregor yang dikutip oleh Hasibuan (2003;159), yaitu : Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X (teori tradisional) dan manusia penganut teori Y ( teori demokratik ). Teori X : a. Rata-rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja. b. Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu
menghindarkan
tanggung
jawabnya
dengan
cara
mengkambinghitamkan orang lain. c. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya. d. Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan tujuan organisasi. Menurut teori X ini untuk memotivasi karyawan harus dilakukan dengan cara pengawasan yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja
dengan sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung kepada motivasi negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas. Teori Y : a. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja sama wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah dan merasa kesal jika tidak bekerja. b. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dengan mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka kreatif dan inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan persoalan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan pada pundaknya.
Jadi,
mereka selalu berusaha mendapatkan metode kerja yang terbaik. c. Manusia tidak mementingkan dirinya sendiri. Manusia akan mengawasi dan mengarahkan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan organisasi, jika mereka telah terikat terhadap tujuan tersebut. d. Manusia ingin berkontribusi dalam pertumbuhan dan perubahan organisasi. e. Manusia pada dasarnya cerdas. 5. Teori Motivasi Mc Clelland s dikutip oleh Hasibuan (2003;161), yaitu : Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. 6. Teori ERG ( Existence, Relatedness, Growth ) dari Alderfer seperti dikutip dari buku Mangkunegara (2002;98), yaitu : a. Existence Needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian, gaji, bernapas, keamanan kondisi kerja. b. Related
Needs.
Kebutuhan
interpesoanal,
yaitu
kepuasan
dalam
berinteraksi dalam lingkungan kerja. c. Growth Needs. Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai.
Berdasarkan teori-teori di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa setiap manusia dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan di dalam hidupnya. Dan begitu pula halnya di dalam bekerja, setiap karyawan memerlukan berbagai macam kebutuhan di dalam memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan individu dan perusahaan.
2.3.6 Indikator Motivasi Kerja Adapun indikator motivasi kerja hierarki kebutuhan Maslow yang dikutip oleh Mangkunegara ( 2002; 95 ), yaitu : 1. Physiological Needs ( kebutuhan fisik atau biologis ) 2. Safety and Security Needs ( kebutuhan keselamatan dan keamanan ) 3. Affiliation or Acceptence Needs ( kebutuhan sosial ) 4. Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise) 5. Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri )
2.4.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Dalam bukunya Manajemen T. Hani Handoko, gaya kepemimpinan
mampu mempengaruhi orientasi karyawan dalam hal motivasi kerja. Menurut Handoko (1997;299), mengemukakan bahwa : Gaya Kepemimpinan Orientasi Karyawan adalah suatu perilaku yang mencoba untuk lebih memotivasi bawahan, mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok. Setiap manusia dihadapkan oleh kebutuhan hidup yang amat beragam dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhannya maka manusia akan bekerja. Akan tetapi didalam usaha setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya tidak akan semudah yang diperkirakan akan tetapi harus mendapatkan dukungan-dukungan dari beberapa faktor yang
ada, misalnya faktor motivasi kerja karyawan dan pemimpin yang ada dalam perusahaan tempat individu tersebut bekerja. Faktor motivasi kerja karyawan tersebut di atas sangat berpengaruh dikarenakan setiap individu dalam usaha memenuhi kebutuhannya memerlukan motivasi kerja yang tinggi karena apabila setiap individu bekerja tanpa ada motif dan tujuan yang jelas maka mustahil individu tersebut akan bekerja dan memperoleh hasil yang memuaskan. Selain daripada itu, untuk menimbulkan motivasi kerja yang tinggi, dibutuhkan suatu tindakan yang dapat menumbuhkan motivasi kerja karyawan pada suatu perusahaan. Dan tindakan tersebut berasal dari pemimpin atau yang biasa disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan sangatlah berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, karena didalam motivasi kerja karyawan untuk memenuhi kebutuhannya sangat membutuhkan dukungan dari seorang pemimpin, karena itu setiap pemimpin harus mengetahui secara jelas tentang apa yang dibutuhkan oleh karyawan dan perusahaan agar mereka bisa bekerjasama secara efektif. Dan selain daripada itu karyawan juga harus mengetahui tentang apa yang diinginkan oleh pemimpin dan perusahaan agar tercapainya tujuan bersama, yaitu tujuan karyawan dalam memenuhi kebutuhannya dan tujuan perusahaan.