II. TINJAUAN PUSTAKA
B. KOMPON KARET Menurut Handoko (2003), kompon karet adalah campuran antara karet dengan berbagai bahan kimia untuk memperoleh hasil akhir atau vulkanisat setelah melalui proses tertentu. Abednego (1990), menyatakan penambahan kompon karet meliputi pemilihan jenis dan jumlah bahan kimia karet serta pencampuran karet mentah dan jenis bahan kimia tertentu sehingga dihasilkan barang jadi karet dengan sifat-sifat fisik yang diinginkan. Pada pembuatan kompon karet terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu sifat kompon, karakteristik pengolahan, dan biaya. Kompon karet pada umumnya mengandung tiga atau lebih jenis bahan kimia karet. Setiap jenis bahan tersebut memiliki fungsi spesifik dan mempunyai pengaruh terhadap sifat, karakteristik pengolahan, dan harga dari komponnya. Bahan-bahan kimia karet yang digunakan untuk membuat kompon karet adalah sebagai berikut : 1. Pemvulkanisasi Bahan pemvulkaniasi adalah sejenis bahan kimia karet yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada proses vulkanisasi, membentuk ikatan silang antar molekul karet, sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi. Bahan ini dapat berupa sulfur, sulfur donor, atau oksida logam. Sulfur merupakan bahan kimia pertama yang digunakan sebagai bahan pemvulkanisasi (Alfa, 2003). 2. Pencepat (accelerator) Pencepat (umumnya berupa senyawa organik) adalah bahan yang digunakan untuk mempercepat reaksi vulkanisasi kompon oleh belerang dan memungkinkan vulkanisasi berlangsung dalam waktu yang lebih singkat atau pada suhu yang lebih rendah. Bahan pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih bahan pencepat (Alfa, 2003).
4
Pencepat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan golongan senyawa, respon terhadap vulkanisasi dan fungsinya. Ditinjau dari fungsinya, pencepat dikelompokkan ke dalam pencepat primer yang berfungsi memberikan pravulkanisasi yang lambat dan pencepat sekunder yang berfungsi memberikan pravulkanisasi cepat. Pengelompokkan bahan pencepat berdasarkan fungsinya tersaji dalam Tabel 1. Penggolongan bahan pencepat berdasarkan golongan senyawa dan respon terhadap vulkanisasi tersaji dalam Tabel 2. Tabel 1. Kelompok bahan pencepat berdasarkan fungsi Kelompok Pencepat
Golongan Pencepat Thiazol
Pencepat primer
Sulfenamida Guanin Thiuram
Pencepat sekunder
Dithiokarbomat Dithiosulfat
Sumber : Alfa (2003) Tabel 2. Golongan bahan pencepat dan respon terhadap vulkanisasi Golongan Pencepat
Respon
Contoh
Aldehida-amin
Lambat
HMT
Guanin
Sedang
DPG, DOTG
Thiazol
Semi cepat
MBT, MBTS
Sulfenamida
Cepat ditunda
Dithiosulfat
Cepat
ZBPP
Thiuram
Sangat cepat
TMTM, TMTD, TETD
Dithiokarbomat
Sangat cepat
ZDEC, ZMDC, ZBDC
CBS, TBBS, MBS, DIBS
Sumber : Alfa (2003)
5
3. Bahan penggiat (activator) Bahan penggiat adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi, untuk menggiatkan proses vulkanisasi. Dalam sistem vulkanisasi dengan bahan pencepat, bahan ini berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan pencepat karena pada umumnya bahan pencepat organik tidak dapat berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan pengaktif. Bahan pengaktif terbagi menjadi dua golongan, yaitu anorganik berupa oksida logam (ZnO, PbO, dan Mg) dan organik berupa asam lemak rantai panjang (stearat dan oleat). Bahan pengaktif yang paling umum digunakan adalah seng oksida (ZnO) dan asam stearat (Alfa, 2003). 4. Bahan pengisi (filler) Penambahan bahan pengisi ditambahkan untuk memperkuat struktur fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan, dan menambah volume kompon karet (Craig,1969). Bahan pengisi terdiri dari dua jenis yaitu bahan pengisi aktif dan bahan pengisi tidak aktif. Bahan pengisi aktif dapat meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikis, dan tegangan putus barang jadi karet. Penambahan bahan pengisi tidak aktif hanya akan menambah kekerasan dan kekakuan barang jadi karet, sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang (Abednego, 1990). 5. Bahan bantu olah (processsing aids) Bahan bantu olah merupakan bahan kimia karet yang ditambahkan pada kompon untuk meningkatkan efektifitas pengolahan kompon, tanpa atau sedikit mempengaruhi sifat fisik dan karakteristik vulkanisasi barang jadinya (Craig, 1969). Berdasarkan sumber bahan baku atau jenis produknya, bahan bantu olah digolongkan atas pelunak petroleum, bahan pelunak ester, resin, karet cair, asam lemak dan turunannya, lilin hidrokarbon dan polietilen, serta vulkanisat minyak nabati atau faktis (Alfa, 2003).
6
C. VULKANISASI Vulkanisasi adalah suatu proses kimia yang bersifat irreversible dengan menggunakan bahan pemvulkanisasi (vulcanizing agent), seperti sulfur, bahan yang mengandung sulfur, dan peroksida organik. Proses vulkanisasi karet biasanya
melibatkan pemanasan karet pada
suhu
100 – 180oC dengan bahan pemvulkanisasi sehingga membentuk produk yang disebut vulkanisat (Craig, 1969). Melalui vulkanisasi komponen karet, molekul karet yang semula lurus atau berupa struktur dua dimensi, berubah menjadi struktur tiga dimensi karena terbentuk ikatan silang oleh bahan pemvulkanisasi (Craig, 1969). Vulkanisasi belerang merupakan bahan vulkanisasi yang umum dan banyak digunakan. Menurut Long (1985), laju vulkanisasi dapat ditingkatkan melalui penambahan bahan pencepat dan penggiat. Kombinasi antara bahan pemvulkanisasi, bahan pencepat, dan bahan penggiat disebut sistem vulkanisasi. Sistem vulkanisasi dapat didefinisikan sebagai jumlah aditif yang diperlukan untuk memvulkanisasi elastromer atau karet yang semula bersifat plastis, liat, dan tidak mantap terhadap suhu (thermoplastis) berubah menjadi elastis, kuat, dan mantap bentuknya terhadap perubahan suhu (thermoset). Menurut Lee dan Whelan (1997), sistem vulkanisasi yang digunakan akan menentukan jenis ikatan silang yang terbentuk. Sistem vulkanisasi karet alam dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu sistem konvensional, sistem efisien (EV), dan sistem semi efisien (semi EV). Mekanisme vulkanisasi belerang ditunjukan pada Gambar 1. Pada awal reaksi terjadi pemutusan lingkaran molekul belerang (S8) yang kemudian membentuk kompleks pengaktifan belerang dengan melibatkan bahan pencepat dan ZnO. Bahan pengaktif perantara ini melepaskan rantai belerang oligomer yang reaktif dan menyerang posisi atom C alilik dari molekul karet, dan membentuk ikatan silang. Ikatan silang yang terbentuk merupakan ikatan polisulfida yang mengandung banyak atom belerang dan mempunyai ikatan energi rendah. Selama proses pemanasan pada pemasakan, ikatan polisulfida dapat putus membentuk ikatan silang yang lebih pendek. Sebagai akibatnya monomolekuler belerang yang putus membentuk ikatan silang baru atau ikatan
7
belerang intermolekular sepanjang molekul karet dan terbentuknya ikatan rangkap terkonjugasi (Honggokusumo, 1994). + Pencepat (Acc-R)
S S
S
R Acc
S8
Zn
S8
Acc
S
S
+ ZnO S
S S
R Kompleks pengaktif belerang +KARET
- Pencepat S8
S8
- Belerang
Acc
KARET
S1,2
Gambar 1. Mekanisme vulkanisasi dengan belerang Menurut Long (1985), vulkanisasi dapat menurunkan plastisitas, kelekatan, dan kepekatan karet terhadap panas dan dingin serta dapat meningkatkan elastisitas, kekuatan, dan kemanfaatannya. Berbagai perubahan dan peningkatan karet tersebut disebabkan proses vulkanisasi akan merubah struktur kimia karet, yang semula bersifat lunak dan plastis menjadi karet yang bersifat kuat dan elastis.
D. FAKTIS GELAP Faktis merupakan material padat, agak elastis yang terbuat dari minyak nabati melalui vulkanisasi dengan sulfur atau sulfur klorida. Secara umum faktis terdiri dari dua jenis, yaitu faktis gelap dan faktis putis. Faktis gelap diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur pada suhu tinggi, sedangkan faktis putih diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur klorida pada suhu yang lebih rendah (Harrison, 1952). Penggunaan faktis dalam pengolahan kompon karet memberikan manfaat, antara lain mengurangi konsumsi energi dan mempercepat waktu pencampuran, membantu dalam mengontrol ketebalan lembaran karet dalam proses kalendering, dan menghasilkan permukaan produk yang mengkilap dan
8
halus (Lever, 1951). Faktis gelap memiliki kerapatan yang rendah, kenyal seperti karet, permukaan yang mengkilap, mudah hancur dan ulet jika ditekan, bertambah luas oleh tekanan, dan jika digiling menjadi serbuk berwarna hitam (Flint, 1955). Penggunaan faktis gelap bervariasi tergantung jenis barang jadi karet. Penggunaan 5 – 10 bagian per seratus karet (bsk) untuk sepatu karet, 10 – 15 bsk untuk isolasi kabel dan ebonite, 15 – 20 bsk untuk tabung karet, 20 – 30 bsk untuk benda-benda dari alat ekstruder, 30 – 40 bsk untuk pembungkus kabel, sampai 100 bsk untuk memperbaiki tekstur cetakan (Anomin, 1956), bahkan sampai 400 bsk tergantung jenis barang jadi karet (Anonim, 1995). Parameter utama dalam penggolongan mutu faktis adalah kadar ekstrak aseton. Secara umum terdapat tiga tingkat mutu faktis gelap berdasarkan kadar ekstrak aseton seperti tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Tingkat mutu faktis berdasarkan kelarutannya dalam aseton Tingkat mutu
Kadar ekstrak aseton
Mutu 1
< 20 %
Mutu 2
20 – 35 %
Mutu 3
> 35 %
Sumber : Harrison (1952). Parameter lain yang menentukan mutu faktis adalah kadar sulfur bebas, kadar abu, dan pH. Faktis yang baik mengandung tidak lebih dari 2 % sulfur bebas dan diharapkan faktis memiliki kadar abu kurang dari 5 % dan pH netral (Fernando, 1971). Faktis gelap diharapkan memiliki pH netral dan kadar belerang bebasnya serendah mungkin (dibawah 2 %), kadar belerang bebas yang terlalu tinggi dikhawatirkan merusak sistem vulkasisasi karet. Pembentukan faktis gelap melibatkan reaksi vulkanisasi dengan menggunakan vulkanisator sulfur. Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh minyak nabati akan diadisi oleh sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang (Fernando, 1971). Menurut Flint (1955), pembentukan faktis gelap melalui dua tahap, yaitu :
9
1. Pembentukan minyak vulkanisasi Minyak nabati akan menjadi minyak vulkanisasi jika direaksikan dengan suhu tinggi. Bahan ini terlihat seperti larutan yang kenyal jika dibiarkan pada suhu ruang dan larut dalam pelarut organik. Bahan tersebut disebut vulcanized oil atau minyak vulkanisasi. 2. Pembentukan faktis gelap Dengan pemanasan lebih lanjut, maka proses pembentukan minyak vulkanisasi tersebut di atas akan dihasilkan dalam bentuk gel. Minyak vulkanisasi menjadi padat kenyal jika dibiarkan pada suhu ruang dan tidak akan mencair bila dipanaskan dan tidak larut dalam pelarut organik. Molekul trigliserida yang tersusun dari asam lemak tidak jenuh memiliki peranan dalam proses pembentukan faktis. Trigliserida umumnya digambarkan dalam bentuk huruf “E”. Menurut Flint (1955), struktur molekul trigliserida demikian tidak dapat membentuk faktis. Strukur molekul yang tepat diperoleh dengan memutar cabang terbawah (R3) ke posisi perpanjangan ke cabang kedua (R2) seperti ditunjukkan tanda panah (Gambar 2a). Hasil akhir perputaran cabang ketiga ini akan membentuk struktur trigliserida seperti “garpu tala” (tuning fork) yang ditunjukkan Gambar 2b. Perputaran ini dapat terjadi karena asam lemak pada cabang ketiga trigliserida tidak sama dengan asam lemak kesatu dan kedua. Struktur ini bersifat planar atau terletak dalam satu bidang. R1 R1
R2 R3 (a)
R2
R3 (b)
Gambar 2. Molekul trigliserida bentuk “E” (a) dan “garpu tala” (b) (Flint,1955) Reaksi adisi pada pembentukan faktis gelap membutuhkan empat atom sulfut untuk mengadisi sepasang ikatan rangkap dari dua rantai asam lemak tak jenuh yang berada pada posisi sejajar. Reaksi adisi sulfur ditunjukkan pada
10
Gambar 3. Reaksi adisi ini menghasilkan ikatan monosulfida (m) atau ikatan sulfur berupa ikatan disulfida (d). S d
C C C
C
+
4S
C
S m
C S C
C S
Gambar 3. Reaksi adisi sulfur pada pembentukan faktis gelap (Flint, 1955) Pada proses vulkanisasi, dua molekul trigliserida dalam “garpu tala” akan berikatan satu sama lain melalui ikatan sulfur dari ekor ke ekor (tail to tail) secara intramolekul dan intermolekul. Intramolekul adalah proses pengikatan sulfur dengan rantai karbon tak jenuh pada asam lemak lain dalam satu trigliserida, sedangkan intermolekul adalah proses pengikatan belerang dengan rantai karbon tak jenuh pada trigliserida lainnya. Proses penggabungan dua trigliserida dengan model penggabungan ekor ke ekor (tail to tail) dari masing-masing trigliserida ditunjukkan pada Gambar 4. B dan C adalah ikatan intramolekul dan A adalah ikatan intermolekul. a
b
c
B
A
C
d
f
g
Gambar 4. Pengikatan ekor ke ekor (tail to tail) atau “ double tuning fork” dari dua trigliserida (Flint, 1955) Menurut Flint (1955), struktur molekul faktis gelap menyerupai susunan batubata dalam dinding (bricks in a wall) atau tumpukan buku (book pile) yang memanjang dengan bobot molekul sekitar 7000. Tiap unit bata atau buku digambarkan sebagai gabungan dua molekul trigliserida melalui ikatan mono atau dislufida. Struktur molekul seperti ini memungkinkan mudahnya terjadi sliding effect (di antara rantai molekul lurus) yang memberikan sifat 11
pelumas kering (dry lubrication) serta sifat berorientasi menyebar dan mengikat bahan-bahan sewaktu dilakukan suatu proses pencampuran, sehingga
mempermudah
dan
mempercepat
tercapainya
homogenitas
campuran. Pada Gambar 5 diperlihatkan tipe susunan unit pokok faktis tumpukan buku (a) dan batu bata dalam dinding (b).
(a)
(b)
Gambar 5. Tipe susunan unit pokok faktis (a) “tumpukan buku” (pile of book) dan (b) “batubata dalam dinding” (brik in a wall) (Flint, 1955) Menurut Carrington (1982) faktis dapat dibuat dari minyak yang memiliki bilangan iod 80 – 185 g iod/100 g minyak. Selain itu, minyak yang akan dijadikan sebagai bahan baku faktis harus memiliki komposisi asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan asam lemak jenuhnya. Warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari minyak nabati yang digunakan. Semakin tinggi nilai bilangan iod, maka akan semakin gelap faktis yang dihasilkan. Umumnya, negara produsen melakukan pemilihan bahan baku berdasarkan kualitas bahan baku menurut standar faktis dan ketersediaan bahan baku serta pertimbangan harga.
12
E. JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) Jarak pagar (Jatropha curca L.) merupakan jenis tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan sehingga tahan hidup di daerah dengan curah hujan rendah. Tanaman jarak pagar banyak ditemukan di Afrika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan India (Syah, 2006). Biji jarak pagar terdiri dari 58 – 65 % daging biji yang banyak mengandung minyak dan 35 – 42 % tempurung biji yang banyak mengandung karbon. Kandungan minyak dalam biji adalah 35 – 40 % dan dalam kernel adalah 50 – 60 % (Reyadh, 1995). Adapun analisis prosimat biji jarak pagar tersaji dalam Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis proksimat biji jarak pagar Komposisi
Nilai (%) A
B
C
D
Minyak (%b/b)
34,38
38
46.24b±0.37
38,00
Protein (%b/b)
17,08
18
29.40b±1.04
18,00
–
17
16.89d±0.91
17,00
Serat (%b/b)
22.96
15,5
2.57b±0.350
15,50
Abu (%b/b)
3,17
5,3
4.90a±0.260
5,30
Air (%b/b)
5,77
6,2
5.00 ±0.010
6,20
Karbohidrat (%b/b)
A
Winkler et al. (1997) Lele (2005) di dalam Nurcholis (2007) C Peace dan Oshodi (2008) D Duke dan Atchley (1980) B
Biji jarak pagar mengandung berbagai macam senyawa kimia, seperti sukrosa, rafinosa, stakiosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, protein, toxal burning curcun yang berbahaya, dan minyak (50 – 60 %) (Duke dan Atchlay, 1986). Minyak jarak pagar mengandung 21 % asam lemak jenuh dan 79 % asam lemak tak jenuh (Nanewar, 2005). Asam lemak yang dominan adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam palmitat. Komposisi asam lemak dan sifat fisiko kimia minyak jarak pagar tersaji pada Tabel 5 dan Tabel 6.
13
Tabel 5. Komposisi asam lemak pada minyak jarak Jenis asam lemak
A
B
Asam miristat
Jenuh, C 14 : 0
0 – 0,1
–
Asam palmitat
Jenuh, C 16 : 0
14,1 – 15,3
12 – 17
Asam stearat
Jenuh, C 18 : 0
3,7 – 9,8
5 – 10
Asam arachidat
Jenuh, C 20 : 0
0 – 0,3
–
Asam behenat
Jenuh, C 22 : 0
0 – 0,2
–
Asam palmitoleat
Tidak jenuh, C 16 : 1
0 – 1,3
–
Asam oleat
Tidak jenuh, C 18 : 1
34,3 – 45,8
35 – 64
Asam linoleat
Tidak jenuh, C 18 : 2
29,0 – 44,2
19 – 42
Asam linolenat
Tidak jenuh, C 18 : 3
0 – 0,3
2 –4
A B
Nilai (%)
Sifat dan Komponen
Gubitz, et al., (1999) Sudrajat, et al., (2005) Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar Karakteristik
Titik pembakaran
Satuan o
Nilai
C
236
Densitas pada 15 oC
g/cm3
0,9177
Viskositas pada 30 oC
nm2/s
49,13
Sisa karbon
% (m/m)
0,34
Kandungan abu sulfat
% (m/m)
0,007
Titik tuang
o
C
-2,5
Kadar air
ppm
935
Kadar sulfur
ppm
<1
Bilangan asam
mg KOH/g minyak
4,73
Bilangan iod
g iod/100 g minyak
96,5
Sumber : Gubitz et al. (1999)
14