II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Nilam Minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan daun nilam (Pogostemon cablin Benth). Walaupun tidak banyak digunakan di dalam negeri,
minyak nilam merupakan salah satu komoditas
andalan atsiri Indonesia. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai prospek yang baik karena dibutuhkan secara kontinyu dalam industri parfum, kosmetika, sabun, dan lain-lain. Minyak nilam dikenal dengan sebutan patchouli oil (Yanyan 2004). Penggunaan minyak nilam tersebut karena daya fiksasinya yang cukup tinggi terhadap bahan pewangi lain sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguaapan zat pewangi sehingga bau pewangi tidak cepat hilang atau tahan lama sekaligus membentuk bau yang khas dalam suatu campuran (Ketaren 1985). Minyak nilam yang bermutu baik memiliki warna kuning muda sampai coklat tua. Minyak nilam tergolong minyak yang ringan karena memiliki bobot jenis kurang dari bobot jenis air yaitu antara 0.943 – 0.983. Minyak nilam dapat larut dalam pelarut-pelarut polar seperti etanol (Nurdjannah 2006). Minyak nilam terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol, patchoulen, kariofilen, dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat dan belum dapat digantikan oleh zat sintetik lain (Ketaren 1985). B. Penyulingan Minyak Nilam Meskipun minyak atsiri dapat diproduksi dengan metode yang berbedabeda seperti ekstraksi dengan pelarut, pengepresan, dan ekstraksi fluida superkritis, sebagian besar diproduksi melalui cara penyulingan uap. Proporsi dari minyak atsiri yang berbeda yang diekstraksi melalui penyulingan uap adalah 93% dan sisanya 7% diekstraksi dengan metode lainnya (Masango 2005). Penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponenkomponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau berdasarkan perbedaan titik didih komponenkomponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo 2004).
5
Pada penyulingan minyak atsiri dari tanaman, uap harus berfungsi mentransmisikan panas. Berbeda dengan cairan, bahan tanaman tidak mampu untuk meneruskan panas ke seluruh bagian tanaman. Energi panas ditransmisikan melalui air mendidih ke dalam bahan dengan cara perendaman bahan, atau dengan mengalirkan uap panas diantara bahan tanaman tersebut. Minyak atsiri yang mudah menguap terdapat di dalam kelenjar minyak khusus di dalam kantung minyak atau di dalam ruang antarsel dalam jaringan tanaman; minyak atsiri tersebut harus dibebaskan sebelum disuling, yaitu dengan merajang/memotong jaringan tanaman dan membuka kelenjar minyak sebanyak mungkin, sehingga minyak dapat dengan mudah diuapkan. Jika bahan tidak dirajang/dipotong, berarti minyak dalam tanaman sewaktu distilasi harus dibebaskan dengan kekuatan difusi air (hydrodiffusion). Penyulingan minyak nilam pada umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Penyulingan secara dikukus, pada cara ini bahan (terna kering) berada pada jarak tertentu di atas permukaan air. 2. Penyulingan dengan uap langsung, dimana bahan berada dalam ketel suling dan uap air dialirkan dari ketel uap pada bagian bawah ketel suling. Kapasitas ketel suling umumnya dinyatakan dalam volume (liter). Kerapatan (bulk density) terna nilam kering berkisar antara 90 – 120 g/liter, tergantung dari prosentase daun dan kadar airnya. Bahan konstruksi alat suling akan mempengaruhi mutu minyak (warna minyak). Jika dibuat dari bahan plat besi tanpa digalvanis akan menghasilkan minyak berwarna gelap dan keruh karena karat. Alat suling yang baik adalah dibuat dari besi tahan karat (Balittro 2005). C. Pemisahan Minyak Nilam dan Air Distilat C.1. Prinsip Umum Dasar pemisahan minyak nilam ataupun minyak atsiri lainnya dari air adalah berdasarkan perbedaan bobot jenis atau densitas (Ketaren 1985; Denny 2001; Lawrence 1995). Menurut Denny (2001), pada suhu yang semakin
6
meningkat maka densitas minyak huon pine dan minyak mandarin petitgrain akan menurun lebih besar daripada penurunan densitas air murni. Grafik yang menggambarkan hubungan ini diperlihatkan pada Gambar 1. Pada Gambar 1 sumbu x menyatakan suhu (Celcius) dan sumbu y menyatakan densitas (gram per cm3).
Gambar 1 Perbandingan densitas antara minyak huon pine dan minyak mandarin petitgrain dengan air murni pada suhu pemisahan yang berbeda (Denny 2001) Denny (2001) menyatakan bahwa pemisahan minyak atsiri dipengaruhi oleh suhu pemisahan. Semakin meningkatnya suhu pada alat pemisah minyak atsiri maka gradien densitas antara air dengan minyak atsiri akan semakin tinggi sehingga pergerakan molekul minyak atsiri dalam air akan lebih cepat dan pemisahan akan lebih sempurna (kehilangan minyak atsiri akan semakin berkurang). Minyak lavender memiliki kecepatan pergerakan dalam minyak yang semakin meningkat dari suhu 45oC sampai 70oC. Profil hubungan suhu dan kecepatan minyak lavender bergerak naik dalam air diperlihatkan pada Gambar 2.
7
Kecepatan partikel (mm/menit)
25 20 15 10 5 0 40
45
50
55
60
65
70
Suhu (Celcius)
Gambar 2 Kecepatan butiran minyak lavender bergerak naik dalam air pada suhu yang berbeda (Denny 2001). C.2. Disain Separator Alat pemisah minyak atau separator berfungsi untuk memisahkan minyak atsiri dari air suling (condensed water).
Alat ini berbentuk botol florentine
berukuran kecil yang biasanya dibuat dari logam dan gelas sedangkan yang berukuran besar terbuat dari logam (Guenther 1987). Pada pemisahan minyak dan air secara umum, istilah yang digunakan untuk alat yang menggunakan prinsip perbedaan densitas disebut dengan gravity separator (Hansen 2009) atau gravity decanter (McCabe, et al. 1985). Dengan memanfaatkan gravitasi maka dua cairan yang memiliki densitas yang berbeda akan berpisah (Hansen 2009; McCabe, et al. 1985) Laju alir distilat akan mempengaruhi disain alat pemisahan (separator) yang digunakan. Denny (2002) merekomendasikan dimensi-dimensi untuk separator minyak eucalyptus dari distilat seperti pada Tabel 1. Tabel tersebut bisa menjadi gambaran dalam perancangan separator minyak nilam. Menurut Denny (2001) holding time yang cukup untuk separator yaitu setidaknya selama 3 menit. Holding time akan berpengaruh juga terhadap dimensi silinder separator.
8
Tabel 1 Rekomendasi dimensi untuk separator minyak eucalyptus Laju alir distilat (l/menit)
Tinggi silinder (cm)
Diameter silinder dalam dan leher (cm)
1
30
3
Diameter silinder luar(cm) Tipe Cineole
Tipe E. dives/lainnya
9
37
45
30
16
64
79
6
30
22
90
111
9
50
22
109
136
12
50
24
132
156
15
50
27
140
175
18
50
30
154
192
Sumber : Denny (2002) Berdasarkan Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa pada kasus minyak eucalyptus, penggunaan laju alir distilat yang berbeda akan mempengaruhi dimensi separator yang digunakan. Ukuran dekanter arau separator juga ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk pemisahan, dimana dipengaruhi oleh densitas dari kedua cairan yang ingin dipisahkan dan viskositas (McCabe, et al. 1985). Pada kasus minyak nilam, campuran minyak nilam dan air yang masuk ke dalam alat pemisah minyak (separator) memiliki kondisi tertentu seperti laju alir dan suhu campuran distilat. Ketika campuran minyak nilam dengan air masuk ke dalam alat pemisah minyak terjadilah proses pemisahan. Karena minyak nilam memiliki densitas kurang dari densitas air maka di separator minyak nilam berada pada lapisan atas sedangkan air berada pada lapisan bawah. Lawrence (1995) merekomendasikan bahwa waktu distilat untuk memisah tanpa menimbulkan overflowing yaitu lebih lama dari 4 menit. Hal ini berdampak pada pengaturan laju alir dan kesesuaiannya dengan dimensi atau kapasitas alat pemisah minyak nilam yang dirancang. Perkembangan disain separator minyak atsiri (termasuk minyak nilam) dari air distilat diperlihatkan pada Gambar 3. Pada gambar 4 disajikan contoh model-model separator di luar negeri. Semua jenis separator ini pada prinsipnya menggunakan perbedaan bobot jenis antara minyak atsiri dengan air distilat.
9
Gambar 3 Disain beberapa macam separator minyak atsiri (Lawrence 1995)
Gambar 4 Contoh model separator di luar negeri (Rangus 2007; Seidel 2009) Dalam proses mendisain separator perlu diperhatikan juga komentarkomentar dari para praktisi dan akademisi dibidang minyak atsiri. Clark dan Read (2000) menyatakan bahwa penting untuk membuat baffle antara input distilat dengan output air buangan. Disain tangki atau wadah separator sebaiknya dapat memungkinkan campuran minyak dan air dapat naik terlebih dahulu kemudian
10
bergerak turun sebelum akhirnya air buangan dikeluarkan melalui pipa pembuangan. D. Fenomena Aliran Fluida Tingkah laku dari suatu fluida adalah penting untuk rekayasa teknik secara umum. Salah satu ilmu yang mempelajari mengenai tingkah laku fluida adalah mekanika fluida (McCabe, et al. 1985). Pada proses pemisahan antara minyak nilam dengan air distilat pasti terjadi aliran fluida tertentu. Pada pemisahan minyak dan air biasanya mengacu pada hukum Stokes dimana dengan persamaan Stoke dapat dihitung kecepatan pergerakan droplet minyak dan memperkirakan waktu tinggal dalam rangka merancang ukuran separator minyak dan air. Perancangan alat pemisah minyak dan air diusahakan dapat mengkondisikan aliran yang terjadi adalah aliran laminar (Nassif dan Hansard 2003). Sifat-sifat fisik fluida yang umumya banyak digunakan dalam perhitungan: densitas, viskositas, dan surface tension (de Nevers 2005). Persamaan di bawah ini adalah Hukum Stokes yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan droplet minyak dalam air: VT = g (ρw - ρo) d2 18μ Dimana: VT = kecepatan droplet minyak atau terminal velocity (cm/detik) g = percepatan gravitasi (cm/detik2) ρw = densitas air (g/cm3) ρo = densitas minyak (g/cm3) d = diameter droplet minyak (cm) μ = viskositas absolut air (g/cm.detik) Meskipun ada persamaan tersebut tetapi tidak selalu penting untuk menggunakan hukum stoke’s dalam perhitungan disain separator minyak dan air. Data kecepatan minyak dalam air dapat diperoleh melalui eksperimen (Oldcastle 2010).
11
Untuk menghitung distribusi kecepatan fluida, kecepatan rata-rata fluida, dan kecepatan maksimum fluida di dalam silinder tegak dapat diturunkan dari persamaan neraca momentum (Bird, et al. 2002) sebagai berikut : (2πrLφrz)|r - (2πrLφrz)|r+∆r + (2πr∆r)(φzz)|z=0 - (2πr∆r)(φzz)|z=L + (2πr∆rL)ρg = 0
Asumsi-asumsi utama untuk menurunkan persamaan neraca momentum tersebut yaitu steady-state dan aliran fluida yang laminar. Tipe suatu aliran fluida dapat ditentukan dengan menghitung Bilangan Reynold. Untuk menghitung Bilangan Reynold (NRe) dapat digunakan persamaan sebagai berikut (McCabe, et al. 1985; Jackson dan Lamb 1981) : Bilangan Reynold = (diameter x kecepatan x densitas) / (viskositas) Diameter dalam (m), kecepatan dalam (m/detik), densitas (kg/m3), viskositas dalam (kg/m detik). Setelah diperoleh bilangan reynold maka dapat diketahui apakah suatu aliran fluida di dalam silinder tegak termasuk ke dalam region laminar atau turbulen dengan kaidah sebagai berikut (Bird, et al. 2002; Jackson dan Lamb 1981) : Jika NRe < 2100 maka aliran fluida termasuk region laminar Jika NRe > 2100 maka aliran fluida termasuk region turbulen
E. Kehilangan (Loss) Minyak Atsiri pada Air Distilat Pada proses pemisahan minyak nilam dan air distilat di separator yang ada di industri kecil menengah (IKM) masih banyak terjadi loss pada air buangan. Hughes (1952) menyatakan bahwa kehilangan minyak yang signifikan disebabkan oleh kegagalan separator dalam memisahkan minyak. Fleisher dan Fleisher (1985) melaporkan bahwa kejadian loss minyak atsiri pada distilat bisa mencapai 25%. Hal ini berarti inefisiensi atau kerugian yang besar terutama bila pada skala penyulingan yang besar.
12
Untuk mendapatkan minyak yang terbuang pada air buangan dapat digunakan busa karena minyak akan menempel pada matriks busa. Teknik ini untuk merecovery minyak yang tidak terlarut dalam air. Masango (2005) menentukan banyaknya minyak yang terlarut dalam limbah air distilat dengan menggunakan bantuan kromatografi gas. Kurva kalibrasi digunakan sebagai acuan untuk menghitung komponen dominan pada contoh minyak yang diuji. Bobot minyak total (gram) dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Minyak total (g) = (area total dibawah kromatogram) (konsentrasi pada kurva kalibrasi) (area komponen utama)
Minyak total adalah equivalen (massa) dari komponen utama minyak tersebut. Masango menghitung kandungan minyak artemisia yang terdapat pada air limbah distilat sebesar 0.24% dan 0.26% pada minyak lavender. Untuk skala penyulingan komersial, nilai-nilai ini dapat berarti loss yang besar pada produk yang berharga. Rajendra dan Anom (2009) melakukan penelitian proses dekantasi (pemisahan) minyak atsiri dengan variasi plat interceptor dalam dekanter. Mereka membandingkan dekanter dengan drum bertingkat untuk pemisahan minyak nilam dan minyak cengkeh. Pengurangan minyak nilam yang terbuang dalam air suling bisa mencapai 11,8%. Teknik lain untuk merecovery minyak atsiri dari air buangan dilakukan oleh Rajeswara-Rao et al. (2002). Rajeswara-Rao et al. Melakukan penelitian untuk merecovery minyak geranium beraroma mawar dari hidrosol. Hidrosol yang dimaksud adalah minyak atsiri yang terlarut pada air distilat yang kemudian dibuang. Rajeswara-Rao melakukan recovery minyak geranium beraroma mawar dengan menggunakan pelarut heksan sebagai ekstraktan. Hasilnya, 7% dari rendemen total minyak berhasil direcovery. Teknik ini merupakan salah satu cara dengan bantuan bahan kimia.