Kuantifikasi Penyulingan Minyak Nilam Industri Rakyat Ellyta Sari Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Padang Kampus III-UBH Jl. Gajah Mada Gunung Pangilun, Padang 25143 E-mail :
[email protected]
Yazid Bindar dan Danu Ariono Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10 Bandung, Email:
[email protected] Abstrak Minyak nilam atau “patchouli oil” merupakan komoditas ekspor yang memberikan sumbangan paling besar diantara minyak atsiri di Indonesia. Minyak nilam digunakan sebagai bahan pewangi dan penahan (fiksatif) aroma wangi dalam pembuatan parfum, kosmetik, sabun, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkuantifikasi penyulingan minyak nilam industri rakyat Sumatera Barat. Metode penelitian yang digunakan yaitu penyulingan uap air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyulingan minyak nilam pada industri rakyat beroperasi pada kondisi yang tidak dikendalikan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa menurut Standar SNI mutu minyak nilam ditentukan dari warna, bobot jenis, indek bias, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol 90 % serta kandungan komponen penyusun minyak nilam terutama patchouli alkohol. Warna minyak yang diperoleh berwarna sangat coklat tua (gelap). Rasio massa kukus per massa unggun yang digunakan dalam rentang 4,75-7,00 dan memberikan perolehan 2,4-3,35 %. Penyulingan beroperasi pada massa kukus yang lebih rendah dan effisiensi penggunaan energi bahan bakarnya rata-rata 27 %. Konsentrasi patchouli alkohol yang diperoleh sekitar 23 % dan kandungan patchouli alkohol dalam minyak setiap jam selama proses berkadar 19–40%. Kata kunci : patchouli alcohol; minyak nilam; minyak atsiri Pendahuluan Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari daun nilam (Pogostemon cablin Benth) dengan cara penyulingan. Minyak tersebut merupakan komoditas ekspor non migas paling besar diantara ekspor minyak atsiri di Indonesia. Minyak nilam selain digunakan sebagai bahan pewangi, juga dapat digunakan sebagai penahan aroma wangi-wangian bahan pewangi lain sehingga bau wangi tidak cepat hilang dan lebih tahan lama (fiksatif) dalam pembuatan parfum, kosmetik dan sabun. Daerah yang dikenal sebagai penghasil nilam di Indonesia adalah Aceh. Saat ini budidaya nilam sudah menyebar ke beberapa wilayah Indonesia, salah satunya adalah di Sumatera Barat. Perkebunan nilam di Sumatera Barat tersebar di beberapa kabupaten yaitu Pasaman, 50 Kota, Padang Pariaman, Sawahlunto, Sijunjung dan Pesisir Selatan. Semua perkebunan yang diusahakan di Sumatera Barat dalam bentuk usaha perkebunan nilam rakyat. Saat ini penyulingan minyak nilam dilakukan dengan cara yang sederhana dan pada kapasitas kecil, sehingga tidak memberikan hasil yang optimal serta kualitas yang kurang baik. Penyulingan yang dilakukan oleh sebagian besar dari petani di Sumatera Barat kebanyakan kurang memperhatikan kondisi-kondisi perlakuan terhadap bahan baku, proporsi batang dengan daun, cara penyulingan, jenis bahan alat suling yang dipakai dan penambahan air umpan ketel, serta sirkulasi pendinginan yang kurang memadai. Hal tersebut mengakibatkan tingkat perolehan (rendemen) dan mutu minyak nilam yang kurang baik, sehingga berdampak pada rendahnya harga minyak nilam Indonesia di pasaran dunia. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk meng-kuantifikasi penyulingan minyak nilam industri rakyat.
Kualitas minyak nilam dapat ditentukan oleh komponen penyusunnya. Komponen utama penyusun minyak tersebut, yaitu patchouli alcohol dan norpatchoulenol. Kedua komponen tersebut memberikan bau khas minyak nilam [Hadiman,1976]. Menurut Baeur & Garbe [1985], patchouli alkohol menyumbangkan karakteristik bau yang lebih kecil dibandingkan dari norpatchoulenol. Konsentrasi patchouli alkohol relatif lebih besar (30-40%) dibandingkan dengan norpatchoulenol (0,3–0,4%). Parameter kualitas penyulingan minyak nilam adalah kualitas minyak nilam, lama penyulingan dan persentase perolehan (yield). Ketiga parameter tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas daun (unggun); berat unggun; kepadatan dan tinggi unggun; perbandingan uap dan massa unggun; temperatur dan tekanan; kecepatan uap; kecepatan pemanasan; laju suplai energi; bahan dan dimensi peralatan. Metoda Penelitian Penelitian dilakukan di industri penyulingan minyak nilam rakyat Sumatera Barat pada beberapa daerah. Variabel yang dikuantifikasi pada penelitian ini adalah: 1. kondisi daun nilam berupa kadar air, lama penyimpanan, dan proporsi daun dan batang, 2. kebutuhan bahan bakar pada penyulingan, 3. perbandingan kukus dan massa unggun, 4. ketinggian unggun dan kepadatan unggun, 5. perolehan minyak nilam pada sampai penyulingan berakhir. Alat yang digunakan adalah unit alat penyulingan minyak nilam milik rakyat sendiri. Setiap unit penyulingan ini mempunyai ketel suling berisi nilam yang disuling, ketel uap, tungku api kayu, kondensor kukus-minyak, ketel pemisah dua fasa air/minyak. Peralatan yang digunakan rakyat pada dasarnya satu sama lain sama dalam hal tipe, geometri dan material alat. Material peralatan adalah drum bekas dari besi biasa. Variasi unit penyulingan rakyat di daerah penelitian dilakukan diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Variasi peralatan penyulingan industri rakyat Alat Utama Ketel Suling
Ketel Uap Pendingin atas (bentuk (leher angsa) Pendingin bawah
Pemisah
Spesifikasi Diameter Tinggi Kerucut Tinggi Diameter atas Diameter bawah Tinggi Diameter Diameter lubang uap Diameter pipa Panjang pipa Diameter pipa Panjang pipa Tinggi bak Panjang bak Lebar bak Diameter Tinggi
Ukuran (cm) 58 88 20 20 58 88 58 20 5,08 150 2 475 25 40 20 15 35
Material Drum bekas
Drum bekas Pipa Besi Pipa besi
Seng (drum)
Kuantifikasi penyulingan minyak nilam rakyat dilakukan di beberapa daerah Sumatera Barat dengan variabel dan kondisi penyulingan yang ditampilkan pada Tabel 2. Beberapa industri rakyat melakukan penyulingan dengan jumlah bahan dan kadar air yang berbeda–beda. Hal tersebut tergantung dari penjemuran yang dilakukan. Tabel 2. Variabel dan kondisi operasi penyulingan minyak nilam rakyat Pasaman Sumatera Barat SAMPEL
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12
Jumlah Unggun (kg)
Kadar Air (%)
Lokasi penyulingan
Ketel uap
Material alat penyulingan Ketel suling
55 53 50 45 43 37,5 40 33 37,5 35 35 33
39,13 35,71 33,33 32,00 30,00 20,00 27,00 19,05 23,08 19,05 18,18 19,23
Pasaman Barat
drum bekas
drum bekas
pipa besi
Pasaman Timur
drum bekas
drum bekas
pipa besi
Pendingin
Hasil dan Pembahasan Kuantifikasi penyulingan minyak nilam didasarkan atas beberapa variabel yang penting. Variabelvariabel tersebut adalah (a) sifat fisik minyak nilam, (b) perolehan minyak per satuan massa unggun dan (c) kebutuhan kukus serta effisiensi pemakaian energi bahan bakar dan (d) kandungan komponen minyak nilam. A. Sifat Fisiko Kimia Minyak Nilam Hasil Sifat-sifat fisiko kimia yang diamati adalah bobot jenis, indek bias, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol 90 %. Sifat-sifat fisiko kimia standar minyak nilam yang dipakai yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Sifat-sifat fisiko kimia perolehan minyak di industri rakyat ditampilkan pada Gb.1. sampai Gb.6. 0.9900
1.5180
SNI Max
1.5140 1.5120
0.9700
A3 A2
0.9600
A4 A5
A1
0.9500
Indek Bias
Bobot jenis
SNI Max
1.5160
0.9800
A7
A9
A12
1.5100 1.5080
SNI Min
1.5060 1.5040
A6
A11
0.9400 A8
SNI Min
A10
A5
A2
1.5020 1.5000
A3
A1
A7
A10
A8
A11 A12
A9
1.4980
0.9300 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0
13
1
2
3
4
5
Gambar 1. Pengamatan bobot jenis minyak nilam. 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
A3
A12
Bilangan Asam
A7
A5
A1
10
11
12
SNI Max
A9 A3
A2
4 A11
-65
9
5
A2 -55
A6
8
6
SNI Min
-60
7
Gambar 2. Pengamatan indek bias minyak nilam
-45
-50
6
Industri Rakyat (A1 - A12)
Industri Rakyat (A1 - A12)
Putaran Optik
A6
A4
A6
A11
A8
A4 A1
3
A10
A7
A12
A5 2
1 A4
SNI Max
A10
-70
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 SNI Min
-1
-75
Industri Rakyat (A1 - A12)
Industri Rakyat ( A1 - A12)
Gambar 3. Pengamatan putaran optik minyak nilam. Gambar 4. Pengamatan bilangan asam minyak nilam 11
11
A1 A8
Bilangan Ester
8
A11
A9
A2
7
A10
6 A4
5
A5
A12
A6
4
A7
3 2 1
SNI Min
0 -1 0
1
2
3
SNI Max
10
A3
9
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Induatri Rakyat (A1 - A12)
Gambar 5. Pengamatan bilangan ester minyak nilam
Kelarutan thd Etanol 90 %, ml etanol/ml.minyak
10
A9
9
A6
8
A1
7
A2
A3
A8
A5
A10
A12
A7 A11
A4
6 5 4 3 2 1
SNI Min
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Industri Rakyat (A1 - A12)
Gambar 6.Pengamatan kelarutan dalam etanol 90 %
Gambar diatas menunjukkan bahwa hasil minyak nilam yang diperoleh memiliki sifat fisiko kimia seperti bobot jenis, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol 90 % masih memenuhi SNI. Khusus untuk indek bias Gb.2. berada dibawah SNI minimum. Nilai bobot jenis Gb.1. nilainya sangat bervariasi dan bahkan ada yang dibawah SNI minimum. Rendahnya nilai indek bias dan bobot jenis minyak ini, diakibatkan oleh kondisi bahan yang disuling seperti terlalu banyaknya perbandingan batang daripada daun, lamanya pengeringan terhadap bahan dan lamanya waktu penyulingan. Selain itu juga dapat disebabkan kurang banyaknya kandungan molekul yang berantai panjang. Indek bias dipengaruhi oleh panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap [Forma,1979]. Makin panjang rantai karbon dan banyaknya jumlah ikatan rangkap, maka indek bias meningkat. Waktu pengeringan yang lama dan perbandingan batang lebih banyak daripada daun memberikan nilai indek bias dan bobot jenis yang tinggi [Rusli dan Hasanah,1976]. Pada penelitian lapangan, pengeringan daun dan perbandingan daun dengan batang tidak dikendalikan, sehingga hasilnya bisa bervariasi dari satu sample ke sample yang lain. Perbandingan massa daun dengan batang yang baik adalah dua banding satu [Rusli,1976].
Nilai putaran optik, bilangan asam dan bilangan ester juga bervariasi, tetapi masih masuk dalam rentang SNI. Hal ini disebabkan oleh jenis dan perlakuan awal bahan sebelum disuling dari masing-masing industri bervariasi. Irfan [1989] menunjukkan bahwa semakin banyak batang yang disuling, semakin kecil minyak yang diperoleh per satuan massa bahan. Pada kondisi diatas, bobot jenis, indek bias, putaran optik (kearah negatif) dan komponen berat polar minyak menjadi meningkat. Kelarutan minyak nilam rakyat terhadap etanol 90 % ditunjukkan pada Gb.6. Tingkat kelarutan ini memenuhi syarat dimana berada pada tingkat mendekati SNI maksimum. Kondisi kelarutan untuk seluruh jenis sample minyak secara rata-rata dikuantifikasikan pada satu bagian minyak nilam larut dalam enam bagian volume etanol 90 %. Pada dasarnya, kelarutan yang dianggap lebih baik adalah satu bagian minyak nilam dalam satu bagian volume etanol 90 %. Perbandingan kelarutan satu banding enam yang diperoleh tersebut, diperkirakan minyak nilam masih banyak mengandung senyawa terpen. Menurut Guenther [1948], minyak yang mengandung “oxygenated terpen” lebih mudah larut dari pada minyak yang mengandung terpen. Faktor lain yang menyebabkan nilai kelarutan minyak atsiri tinggi yaitu adanya minyak yang berupa getah fraksi ringan dalam minyak atsiri. Contohnya minyak “kruing” dalam minyak akan menyebabkan minyak tersebut sukar larut dalam alkohol. Menurut SNI, adanya minyak kruing sangat tidak dikehendaki. Warna perolehannya rata-rata berwarna sangat gelap. Hal ini dapat disebabkan adanya ion Fe/oksida logam [Rusli,1991], minyak yang terbakar (oksidasi) dan terbentuknya resin [Guenther,1948]. Ketel penyulingan yang digunakan di industri rakyat berupa drum-drum bekas yang mudah terkorosi, sehingga tercampur ke dalam minyak berupa ion Fe yang menghasilkan warna gelap kehitaman. Bahan baku yang berumur tua memberikan warna minyak lebih tua dan agak gelap. Hal ini disebabkan pada tanaman tua tersebut telah banyak mengandung resin [Stoll,1967]. B. Perolehan Minyak Nilam
25
25
20
20
(dV/dt.M), ml/(jam.kg)
(dV/dt.M), ml/(jam.kg)
Perolehan minyak didefinisikan sebagai perolehan volume minyak per massa unggun per jam proses penyulingan. Besaran ini dinotasikan sebagai dV (dt.M ) dimana dV adalah perolehan volume minyak setiap jam (dt) proses, dt adalah lamanya waktu penampungan dalam hal ini satu jam dan M adalah massa unggun nilam yang disuling. Total waktu penyulingan dilakukan rata-rata selama 5 jam. Pengamatan perolehan ditampilkan pada Gb.7.
15
10
5
0
15
10
5
0 0
1
A1
Gambar 7.
2
A2
3
4
t, jam A3
A4
5
A5
6
A6
0
1
A7
2
A8
t, jam A9
3
4
A10
5
A11
6
A12
Pengamatan perolehan minyak nilam setiap jam dalam 5 jam proses penyulingan
Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa perolehan minyak nilam setiap jamnya mempunyai kecenderungan yang menurun. Pada jam pertama dan kedua, perolehan minyak rata-rata lebih banyak dibandingkan pada jam-jam berikutnya. Hal ini dapat dipahami dimana proses hidrodifusi umumnya mempunyai laju yang tinggi pada waktu awal kontak antara uap dan daun nilam. Pada jam-jam berikutnya perolehan sudah berkurang, karena laju hidrodifusi rendah dimana kandungan minyak dalam daun sudah berkurang banyak. Pengaruh kerapatan unggun dalam ketel suling terhadap persentase perolehan (yield) ditampilkan pada Gb.8. Kerapatan unggun didefinisikan sebagai massa unggun per volume unggun. Persentase perolehan dinyatakan sebagai jumlah massa minyak per massa unggun kering. Kerapatan unggun yang memberikan perolehan tinggi adalah 0,125–0,130 kg/lt. Kerapatan ini sangat berperanan dalam memberikan kontak yang efektif antara uap dan daun nilam.
3.6
massa minyak/massa unggun, %bk
3.6 3.4
yield, % bk
3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 2.2
3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 2.2 2.0 4.5
2.0 0.110
3.4
0.115
0.120
0.125
0.130
0.135
0.140
0.145
5.0
kerapatan, kg/lt
Gambar 8. Pengaruh kerapatan unggun terhadap % yield
5.5
6.0
6.5
7.0
massa kukus/massa unggun
0.150
Gambar 9. Pengaruh massa kukus/massa unggun dan massa minyak/massa unggun
Kontak yang efektif adalah kontak yang dapat memberikan kesetimbangan uap-cair pada seluruh permukaan daun. Kesetimbangan ini akan menciptakan penurunan tekanan parsial diluar permukaan sehingga difusi minyak terjadi dari dalam daun ke luar permukaan daun. Difusi yang terjadi karena perubahan fasa minyak dalam daun menjadi uap. Peristiwa ini diharuskan terjadi secara merata pada seluruh permukaan daun. Maka dari itu uap harus dapat selalu kontak dan membasahi seluruh permukaan daun. Kerapatan unggun yang besar tidak memberikan kontak yang efektif antara uap dan permukaan daun. Hal ini terjadi karena uap tidak mampu melewati bagian-bagian unggun yang terlalu padat. Kerapatan unggun yang kecil juga tidak memberikan kontak yang efektif, karena terjadinya jalur uap yang mengakibatkan uap hanya lolos keatas dan tidak ada kesempatan kontak dengan unggun. C. Kebutuhan Kukus dan Effisiensi Pemakaian Energi Bahan Bakar Kebutuhan kukus yang digunakan dalam penyulingan minyak nilam ditampilkan pada Gb.9.diatas. Kukus yang digunakan berasal dari air sungai yang dimasak didalam ketel uap dengan kondisi temperatur dari 27oC hingga 100oC (mendidih). Kebutuhan kukus/massa unggun, Gb.11 sangat bervariasi pada rentang 4,75–7,00. Kondisi diatas juga menjelaskan perolehan yang bervariasi dalam rentang 2,40–3,45. Bahan bakar yang digunakan dalam penyulingan minyak nilam di industri rakyat adalah kayu bakar. Jenis kayu bakar yang dipakai yaitu kayu dari tanaman kayu manis, karet atau pinus. Bahan bakar yang dibutuhkan selama penyulingan rata-rata sekitar 0,3–0,35 m3 untuk 5 jam penyulingan. Effisiensi energi efektif untuk penyulingan minyak nilam industri rakyat rata-rata sekitar 27 %. Effisiensi ini tergolong rendah, sehingga sangat perlu ditingkatkan melalui sistem modifikasi ketel uap. D. Kandungan Komponen Penyusun Minyak Nilam Analisis kromatografi digunakan untuk mengetahui kualitas minyak nilam melalui tingkat konsentrasi komponen-komponen yang dikandungnya. Komponen-komponen penyusun minyak nilam yang dapat terdeteksi dalam kromatografi disajikan pada tabel 3. Patchouli alkohol merupakan komponen yang terbesar dalam penyusun minyak nilam, yaitu sekitar 30–60% [Masada,1976]. Konsentrasi patchouli alkohol dalam minyak nilam industri rakyat dikumpulkan sepanjang waktu penyulingan adalah sekitar 23%. Tabel 3. Komponen minyak nilam pada industri rakyat No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Senyawa
% konsentrasi komponen pada minyak nilam industri rakyat jam ke-1 jam ke- 2 jam ke- 3 jam ke-4 Jam ke- 5 0,118 0,1647 0,0758 0,071 0,0892 pinen 0,3501 0,4257 0,4652 0,4328 0,198 -pinen 2,0382 2,231 1,5247 1,5362 1,5661 -patchoulen 20,8336 20,514 13,6121 12,8951 12,9732 -guajen 13,5536 13,2305 9,5132 9,4871 8,8174 -patchoulen bulnesen 23,4932 24,4749 15,922 15,8551 24,249 norpatchoulenol 6,0103 4,8595 8,2936 patchouli alkohol 19,7092 29,4717 34,7622 36,2217 40,2866 pogostol 3,1892 0,3576 7,4738 2,1736 7,646
Konsentrasi komponen patchouli alkohol dalam minyak nilam yang diperoleh setiap jam penyulingan disajikan pada Gb.11. Komponen yang tertinggi berada pada jam ke lima dan yang terendah berada pada jam pertama. Hal ini diperkirakan pada jam pertama minyak yang mengandung komponen-komponen ringan terlebih dahulu keluar dan berikutnya dilanjutkan dengan komponen-komponen berat yang merupakan golongan sesquiterpen dengan berat molekul yang tinggi. Salah satu dari senyawa-senyawa tersebut adalah patchouli alkohol [Guenther, 1949].
45 40
Patchouli alkohol, % konsentrasi
35 30 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
(t/t)
Gambar 11. Pengamatan komponen patchouli alkohol setiap pengambilan per jam proses penyulingan minyak nilam Kesimpulan Hasil minyak nilam rakyat memiliki sifat fisiko kimia seperti bobot jenis, indek bias, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol 90 % yang sangat bervariasi dan ada yang belum memenuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI). Warna perolehan minyak nilam rakyat rata-rata berwarna sangat gelap. Perolehan minyak nilam setiap jamnya mempunyai kecenderungan yang menurun selama proses penyulingan. Kerapatan unggun sangat mempengaruhi perolehan minyak. Nilai kerapatan unggun optimum yang diperoleh adalah 0,13 kg/lt. Rasio massa kukus per massa unggun yang digunakan oleh industri rakyat bervariasi dalam rentang 4,75-7,00 memberikan perolehan 2,4-3,35 %. Penyulingan rakyat dioperasikan pada massa kukus yang lebih rendah.Bahan bakar yang digunakan pada industri rakyat yaitu kayu bakar dengan kebutuhan sekitar 0,3-0,35 m3 untuk 5 jam penyulingan. Effisiensi penggunaan energi bahan bakar pada industri rakyat rata-rata 27 %. Effisiensi ini dianggap terlalu rendah. Konsentrasi patchouli alkohol yang diperoleh dari industri rakyat sepanjang waktu penyulingan sekitar 23 %. Konsentrasi patchouli alkohol yang diperoleh setiap jam penyulingan dari jam ke jam berikutnya semakin naik.
Daftar Pustaka Akhila and Tewari,(1984),”Chemistry of Patchouli: A Review,” Current Res. Aromat Plants, 6(1),hal.38-54. Buchi,G. and Nobel Wakabayashi,1961,”Constitution of Patchouli Alcohol and Absolute Configuration of Cedrene”Journal American Chemical Society,hal.83, 927 Dummond,H.M.,(1960), “Patcouli oil, Journal Perfumery and Essential Oil Record”, hal.484-493 Dung N.X.,P.A. Leclereq,T.H.Thai, and L.D. Moi, 1989,”Chemical Composition of Patchouli Oil from Vietnam”, The Journal of Essential Oil Research,1(2) :hal.99-100. Ernest Guenther, Ph.D.(,1947),”The Essential Oils” Volume I,II dan III D.Van Nostrand Company Inc., New York. Ketaren S. , (1985),”Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”, PN Balai Pustaka, Jakarta. Masada Y. ,(1975),”Analysis of Essential Oils by Gas Chromatography and Mass Spectrometry”, John Wiley and Sons Inc.,New York. Rusli dan Hasanah,(1977),”Cara Penyulingan Daun Nilam Mempengaruhi Rendemen dan Mutu Minyaknya”, Pemberitaan LPTI Standar Nasional Indonesia (SNI),(1991),”Minyak Nilam”, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta