Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Model Matematis Pengomposan Limbah Penyulingan Minyak Nilam (Pogestemon Cablin Benth) Berdasarkan Periode Waktu Pembalikan Nur Hidayat dan Rafny Akta Prasetya Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model matematis pengomposan limbah penyulingan minyak nilam yang menghasilkan kompos dengan waktu pengomposan paling pendek. Periode pembalikan terbaik ditentukan dengan melakukan analisis matematis sehingga didapatkan model matematis pada setiap variabel yang dianalisa untuk mengetahui periode pembalikan kompos yang tepat. Proses pembalikan kompos dilakukan tiap 2, 4 dan 6 hari sekali. Jumlah pembalikan tiap periode menjadi variabel independen (X) selama 21 hari pengomposan. Dimana setiap akan dilakukan pembalikan diukur suhu, pH, kadar air, C organik, N total dan C/N rasio kompos sebagai variabel dependen (Y). Dari hasil analisa yang didapatkan kemudian ditentukan model matematisnya dengan menggunakan Regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode pembalikan kompos terbaik adalah periode 2 hari sekali, dengan waktu pengomposan 10 hari, model regresi untuk C/N adalah Y11 = . Kata kunci: Ampas Nilam; Kompos; Periode Pembalikan; Model Matematis
ABSTRACT The purpose of this research is to obtain a mathematical model of composting patchouli oil refinery waste that produces compost with shortest composting time. The best reversal period can be determined by mathematical analysis to obtain a mathematical model on each analyzed variable to determine the exact compost reversal period. Compost reversal process was done every 2, 4 and 6 days for 21 days. Where any reversal was done first measured the temperature, pH, water content, organic C, total N, and C/N ratio of the compost as the dependent variable (Y). The analysis of the mathematical models obtained, and then it was determined using simple regression. The results showed that the best compost reversal period was 2 days period, for 10 days of composting time, a regression model for the C/N is Y11 = . Keywords: Waste Patchouli; Compos; Reversal Period; Mathematical Models
PENDAHULUAN Indonesia memasok produksi minyak nilam (patchouli oil) yang dibutuhkan dunia sebesar 90% pada tahun 2010 (Manurung, 2010). Oleh karena itu, sampai saat ini nilam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mampu memberikan sumbangan terhadap devisa negara. Produksi besar yang dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar selain menghasilkan produk yang berupa minyak nilam juga menghasilkan limbah yang belum dimanfaatkan dengan baik. Jumlah limbah nilam yang dihasilkan dari proses penyulingan berkisar antara 40-50% (Manoi, 2007). Limbah tersebut berupa ampas sisa daun dan batang serta air sisa penyulingan. Dari jumlahnya yang cukup besar, selama ini limbah tersebut hanya ditimbun atau dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Pemanfaatannya sebagai bahan bakar hanya mengurangi sebagian limbah yang ada, sedangkan sisanya masih tetap ditimbun. Harapan utama dalam pengomposan yang dilakukan adalah untuk menyelesaikan permasalahan limbah penyulingan minyak nilam yang berupa ampas daun dan batang nilam. Dengan kata lain bahwa ampas nilam sebagai bahan baku kompos lebih diutamakan daripada bahan baku lain atau setidaknya dalam komposisi yang seimbang. Untuk menentukan komposisi yang seimbang tersebut dapat didasarkan pada kondisi kadar C/N rasio bahan yang bisa diterima antara 20-40:1 (Rynk, 1992). Untuk mempercepat proses pengomposan, dilakukan proses pembalikan kompos. Proses pembalikan kompos dilakukan untuk membuang panas yang berlebih (menjaga suhu kompos),
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-1
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 memasukkan udara segar dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel-partikel kecil (Anonim, 2011). Proses pembalikan kompos biasanya dilakukan tiap 3, 4 sampai 7 hari sekali untuk menurunkan suhu kompos (Deptan, 2006; Gunawan, 2007). Pada hari ke-2 dan ke-3 proses pengomposan, mikroorganisme mulai melakukan metabolisme dengan memanfaatkan bahan organik dalam kompos sehingga suhu mulai naik. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang periode waktu pembalikan kompos yang tepat dengan tetap mempertahankan suhu kompos antara 30-60oC, karena apabila di atas 60oC mikroorganisme mesofilik pendekomposisi akan mati. Pengendalian suhu dengan pembalikan diharapkan dapat diperoleh kompos yang matang dengan lebih cepat serta memiliki kualitas kadar air, suhu, warna, bau, pH dan unsur makro berupa Nitrogen, Carbon dan C/N rasio yang sesuai dengan standar SNI. Periode pembalikan kompos yang terbaik ditentukan dengan model matematis yang didapatkan dari analisa masing-masing kualitas kompos yang dihasilkan dari tiap periode pembalikan. METODE Waktu dan Tempat Penelitian pemanfaatan ampas daun dan batang nilam sisa penyulingan minyak nilam sebagai kompos tersebut dilaksanakan di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kesamben Kabupaten Blitar, Laboratorium Bioindustri dan Pengolahan Limbah Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Kimia Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2012. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian pembuatan kompos adalah ampas daun dan batang nilam sisa penyulingan minyak nilam yang berasal dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Kesamben Kabupaten Blitar serta kotoran sapi dari daerah sekitar yang merupakan tempat ternak dan jagalan sapi. Limbah dihancurkan untuk memudahkan dalam proses pengomposan. Aktivator yang digunakan adalah Midec (Multi Kultur Mikroba) produksi Lab. Hama dan Penyakit Tumbuhan – FP – UB. Alat Peralatan yang digunakan adalah alat pencacah kapasitas 200 kg/jam, oven, labu ukur, alat dekstruksi, erlenmeyer, buret, alat pengaduk, wadah sebagai tempat pengomposan, terpal, soil tester, thermometer, cawan petri, desikator dan timbangan analitik. Metode Penelitian dilakukan menggunakan 1 faktor (Non Faktorial) (Herdiyantoro, 2009), yaitu periode waktu proses pembalikan kompos tiap X hari pada tiap perlakuan pembalikan 2, 4 dan 6 hari sekali yang merupakan variabel independen. Kematangan kompos dilihat diketahui dari warna kompos. Rancangan Respon atau variabel dependen (Y) berupa C/N rasio (%), pH, suhu, kadar air (%), kadar C Organik (%) dan N total (%). Model matematis terbaik ditentukan menggunakan software SPSS 17,0,1 dengan menerapkan beberapa model regresi sederhana yang memiliki nilai R2 terbesar dengan estimasi standar eror terkecil serta tidak kosong, yang merupakan regresi terbaik yaitu Quadratic, Cubic, Logarithm, Power, dan Exponential dengan persamaan masing-masing model adalah sebagai berikut: - Quadratic : Y = a + bx + cx2 - Cubic : Y = a + bx + cx2 + dx3 - Logarithmic : Y = a + b ln(X) - Power : Y = aXb - Exponential : aebx Keterangan: a = konstanta regresi b, c, d = koefisien regresi X = variabel independen (waktu pembalikan) e = bilangan natural (2,7)
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-2
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Variable dependen: Y11: C/N rasio X1, Y12: C/N rasio X2, Y13: C/N rasio X3 Y21: C organik X1, Y22: C organik X2, Y23: C organik X3 Y31: N total X1, Y32: N total X2, Y33: N total X3 Y41: Suhu X1, Y42: Suhu X2, Y43: Suhu X3 Y51: pH X1, Y52: pH X2, Y53: pH X3 Y61: Kadar air X1, Y62: Kadar air X2, Y63: Kadar air X3 yang dipengaruhi oleh variable independen: X1: Waktu pembalikan pada periode pembalikan kompos tiap 2 hari sekali X2: Waktu pembalikan pada periode pembalikan kompos tiap 4 hari sekali X3: Waktu pembalikan pada periode pembalikan kompos tiap 6 hari sekali kemudian dilakukan penghitungan dengan memberikan nilai asumsi pada masing-masing pembalikan X ke untuk mendapatkan nilai Y terkecil. Periode pembalikan terbaik terbukti memberikan nilai Y terkecil pada hari pengomposan terpendek atau nilai X di kalikan periode pembalikan memiliki nilai yang terkecil. Pembuktian dilakukan dengan memasukkan nilai pembalikan ke-1 hingga ke-10 pada periode 2 hari, pembalikan ke-1 sampai ke-5 pada periode 4 hari dan pembalikan ke-1 sampai ke 3 pada periode 6 hari karena waktu pengomposan adalah 21 hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Warna Kompos Hasil analisa warna kompos memberikan nilai yang sama pada setiap kali pembalikan kompos dan untuk semua kompos. Nilai yang tertera pada soil tester adalah 50 yang menunjukkan bahwa kompos memiliki warna dark (gelap/coklat kehitaman) seperti warna tanah (Tabel 1). Warna sebelumnya ketika bahan baku belum terkomposkan masih cukup terang dengan nilai 150 seperti warna kotoran sapi yang cukup kering. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Salim dan Sriharti (2008) menghasilkan warna kompos coklat kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan menghasilkan kompos dengan warna yang sama seperti penelitian sejenis. Tabel 1. Warna kompos yang sudah matang. Periode
Nilai
Warna
2 hari 4 hari 6 hari
50 50 50
Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Nilai warna pada soil tester, menunjukkan warna kompos atau warna tanah semakin gelap apabila mendekati nilai 0 dengan rentang nilai warna pada soil tester 0 – 2000. Artinya periode 2, 4 dan 6 hari sekali tetap dapat menghasilkan kompos dengan baik dengan hasil akhir kompos berwarna coklat gelap dan berbau tanah (Yang, 1996). Nisbah C/N Kompos segar (matang) dengan kandungan nisbah C/N yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman bahkan ketika diterapkan pada daerah yang memiliki musim dingin, maka dapat menahan atau menjaga kandungan nitrogen pada tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman pada saat musim semi (Haber et.al., 2008). Indonesia menetapkan standar nisbah C/N kompos yang bisa diterima tanaman untuk memenuhi kebutuhannya akan nitrogen adalah 10-20% (BSN, 2004). Regresi terbaik pada analisa nisbah C/N yang dipengaruhi oleh periode pembalikan kompos adalah: - Periode 2 hari : Y11 = dengan R2 = 89,94% - Periode 4 hari : Y12 = 24,428 dengan R2 = 91,54% - Periode 6 hari : Y13 = dengan R2 = 99,97% Grafik yang terbentuk dari masing-masing perlakuan (Gambar 1).
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-3
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
30 25 Periode 2
C/N (%)
20
Periode 4 Periode 6
15
Poly. (Periode 2) Power (Periode 4)
10
Poly. (Periode 6) 5 0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (Pembalikan ke-)
Gambar 1. Grafik Waktu terhadap C/N rasio Dari gambar dapat diketahui bahwa nisbah C/N bahan baku awal adalah 25% sedangkan pada proses pengomposan terjadi perubahan nisbah C/N antara 18-22% yang berarti telah terjadi proses dekomposisi bahan organik yang mengubah unsur organik menjadi anorganik (mineralisasi) (Pramaswari, dkk., 2011). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Salim dan Sriharti (2008) nisbah C/N produk akhir yang dihasilkan adalah 9%. Sedangkan pada penelitian Wiratno, dkk. (2009) bahwa kompos limbah nilam memiliki nisbah C/N 9,94%. Hal ini menunjukkan bahwa nisbah C/N yang dihasilkan lebih besar dari nisbah C/N penelitian sejenis. Akan tetapi dapat memenuhi standar SNI, karena tanaman membutuhkan C dan N yang cukup banyak untuk mendukung pertumbuhannya secara optimal (Amalia, 2009). Nisbah C/N penelitian ini menghasilkan nilai yang tinggi karena kadar C organik pada kompos lebih tinggi dari kadar N total yang dihasilkan. Artinya C organik tidak banyak terkurangi dan terlepas ke udara dalam bentuk CO2 dan CH4 jika dibandingkan dengan nisbah C/N kompos yang di hasilkan pada penelitian sejenis. Berdasarkan model matematis pada tiap periode pembalikan; untuk memperoleh nisbah C/N 19,02% dibutuhkan 5 kali pembalikan atau pengomposan selama 10 hari dengan pembalikan tiap 2 hari. Untuk mendapatkan nisbah C/N 19,59% dibutuhkan 5 kali pembalikan atau pengomposan selama 20 hari dengan pembalikan tiap 4 hari. Nisbah C/N 21,25% dibutuhkan 3 kali pembalikan atau pengomposan selama 18 hari dengan pembalikan tiap 6 hari. Jadi periode terbaik adalah periode 2 hari. pH Kompos Model matematis yang dihasilkan dari analisa pengaruh periode pembalikan terhadap pH kompos adalah (Gambar 2): - Periode 2 hari : Y51 = dengan R2 = 52,09% 2 - Periode 4 hari : Y52 = dengan R = 98,69% - Periode 6 hari : Y53 = dengan R2 = 99,53% Pada Gambar 2 diketahui bahwa nilai pH kompos antara 7,35 hingga 8,00. pH yang didapatkan termasuk ke dalam pH ideal yaitu 6,5-8,0 (Rynk, 1992). Apabila dibandingkan dengan penelitian yang sama yaitu tentang proses pengomposan limbah penyulingan minyak nilam yang dilakukan Salim dan Sriharti (2008), pH akhir kompos yang dihasilkan adalah 7,4 dimana pH tersebut sudah memenuhi SNI (6,8-7,49) (BSN, 2004). Pada pH tersebut, unsur mikro pada kompos seperti Fe, Zn, Cu, B, Mn dan Mo akan terlarut (Sriharti dan Takiyah, 2007), sehingga kompos tidak berbahaya bagi tanah dan tanaman. Hasil analisa pH dari proses pembalikan awal hingga akhir apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salim dan Sriharti memang cenderung lebih tinggi. Akan tetapi pada hasil akhir kompos pada periode pembalikan 2 hari dan 4 hari dapat mendekati hasil akhir pH kompos pada penelitian Salim dan Sriharti (2008).
B-4 ISBN: 978-602-7998-92-6
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Periode 2 Periode 4 Periode 6 Poly. (Periode 2) Poly. (Periode 4) Poly. ( Periode 6)
8.1 8 7.9
pH
7.8 7.7 7.6 7.5 7.4
7.3 7.2 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (Pembalikan ke-)
Gambar 2. Grafik Waktu terhadap pH Pada periode 2 hari pH mengalami penurunan yang cepat kemudian stabil pada awal pembalikan. Penurunan pH yang terjadi pada kompos tersebut diakibatkan adanya proses yang dilakukan bakteri untuk mengubah bahan organik menjadi asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat, dan asam oksalat pada, yang disebabkan oleh agen dekomposer yang terdiri dari beberapa mikrorganisme seperti bakteri Lactobacillus yang dapat menghasilkan asam lakat, asetat, dan oksalat (Yelianti, dkk., 2009). Akan tetapi pada periode selanjutnya pH akan kembali konstan setelah asam berubah menjadi metan, amoniak dan CO 2 oleh reaksi pembentukan metan oleh bakteri (Polprasert, 1996). Asam organik diurai sebagai gas metan dan karbondioksida (Rochintaniawati, 1996). Setelah itu pH mengalami penurunan kembali hingga mencapai pH netral karena adanya proses amonifikasi yang mengubah amoniak menjadi NH 4+ dan nitrifikasi yang mengubah nitrat menjadi gas N2 yang kemudian menguap ke atmosfer (Hanafiah, 2004). Pada kompos periode pembalikan 4 hari, pH kompos terlihat mengalami penurunan secara perlahan untuk mencapai pH normal. Karena adanya proses pengubahan asam-asam organik mejadi gas metan, amoniak, CO2 dan hidrogen (Sutanto, 2002). Pengubahan asam-asam organik tersebut menjadi gas metan, amoniak, CO2 dan hydrogen yang membuat pH menjadi normal. Pada periode akhir pembalikan seolah-olah pH mengalami peningkatan, akan tetapi sebenarnya pH cenderung stabil. Hal ini karena gas N2 yang dihasilkan sudah menguap ke udara (Hanafiah, 2004). Sedangkan pada periode 6 hari pH terus mengalami penurunan hingga akhir periode pembalikan. Periode pembalikan yang menghasilkan pH sesuai standar SNI adalah periode 4 hari dengan pH 7,31, akan tetapi waktu tersingkat yang dicapai adalah 18 hari pengomposan pada periode 6 hari sekali dengan pH mencapai 7,58. Kadar Air Kompos Perubahan kadar air pada tiap periode pembalikan selama pengomposan berkisar antara 22 – 37 %. Model matematis yang terbentuk dari masing-masing pengaruh periode pembalikan terhadap kadar air kompos adalah (Gambar 3): - Periode 2 hari: Y61 = dengan R2 = 59,09% - Periode 4 hari: Y62 = dengan R2 = 93,20% 2 - Periode 6 hari: Y63 = dengan R = 99,54%
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-5
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 40 35
Kadar air (%)
30 25 20
Periode 2 Periode 4 Periode 6 Poly. (Periode 2) Poly. (Periode 4) Poly. ( Periode 6)
15 10 5 0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (Pembalikan ke-)
Gambar 3. Grafik Waktu terhadap Kadar air Pada periode pembalikan 2 dan 6 hari menunjukkan penurunan kadar air yang relatif stabil. Artinya semakin lama proses pengomposan dilakukan, semakin sedikit air yang terkandung pada bahan baku kompos. Selain itu, juga dipengaruhi suhu kompos yang cenderung turun. Kadar air yang terus turun tersebut terjadi karena menguap ke udara ketika suhu tinggi (Haug, 1993; Courvoisier, 2011). Pola garis yang terbentuk pada pengaruh periode pembalikan 4 hari terhadap kadar air menunjukkan bahwa pada awal proses pembalikan sejak hari pertama pengomposan, kadar air di dalam kompos mengalami penurunan. Karena pada awal periode pembalikan suhu kompos meningkat akibat adanya aktivitas mikroba yang memanfaatkan bahan organik dan air untuk melakukan metabolisme dan menghasilkan CO2 yang kemudian diuapkan (Kulcu and Yaldiz, 2004). Kemudian pada periode pembalikan selanjutnya terjadi peningkatan. Hal ini diakibatkan karena mikroorganisme pada bagian tengah lebih aktif sehingga penguapan yang tinggi terjadi pada bagian ini (Yuwono, 2005), uap air kompos yang seharusnya terbuang ke lingkungan, tertahan oleh penutup kompos. Kadar air menurut SNI, maksimal 50% (BSN, 2004), sedangkan kadar air dari penelitian yang dilakukan adalah 22-37% maka kadar air kompos dapat memenuhi standar SNI. Periode pembalikan yang menghasilkan kadar air terendah adalah periode 2 hari yaitu 23,025%, akan tetapi waktu pengomposan terpendek adalah pada periode pembalikan 4 hari yaitu 25,778%. Kelayakan Kompos Berdasar SNI Berdasarkan hasil pengujian pada hari terakhir pengomposan didapatkan data pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan hasil analisa akhir kompos dengan SNI Periode (hari) SNI Analisa 2 4 6 Min Max 27,00 37,50 37,50 Suhu air tanah Suhu(oC) 7,45 7,35 7,60 6,80 7,49 pH 23,73 30,40 27,76 50 Kadar air (%) C (%) N (%) C/N (%)
21,80 1,17 18,61
22,20 1,15 19,39
25,90 1,31 19,86
9,80 0,40 10,00
32,00 20,00
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari hasil analisa yang dilakukan, jika bandingkan dengan SNI dengan dasar suhu kompos sama dengan suhu air tanah, dengan suhu yang ada di dalam air tanah yang dapat diserap oleh akar tumbuhan dalam suasana aerob dan tidak lebih dari 30°C (BSN, 2004). Maka suhu kompos yang memenuhi SNI adalah kompos dengan periode pembalikan 2 hari sekali. pH kompos jika dibandingkan dengan ketentuan pH kompos yang ditetapkan SNI, maka pH kompos yang memenuhi adalah pada kompos dengan periode pembalikan 2 dan 4 hari, karena pH kompos dengan periode pembalikan 6 hari melebihi nilai SNI (6,8 – 7,49). Akan tetapi pH kompos dengan periode pembalikan tiap 6 hari sekali masih dapat dikatakan sebagai pH ideal dengan rentang pH menurut Rynk (1992) 6,5 – 8,0 yang artinya dapat kompos dengan rentang pH tersebut,
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-6
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 dapat dimanfaatkan tanaman. Analisa kadar air, C organik, N total dan C/N rasio pada hasil akhir kompos dari masing-masing periode pembalikan, memiliki nilai yang memenuhi standar SNI. Jadi apabila kompos yang dihasilkan dibandingkan dengan SNI, maka kompos yang seluruh analisa hasilnya memenuhi SNI adalah kompos dengan periode pembalikan 2 hari dengan karena suhu akhir pada kompos dengan periode pembalikan 4 dan 6 hari lebih dari 30°C dan masih terdapat proses dekomposisi di dalamnya. Karena kompos yang dapat digunakan untuk memproduksi tanaman dengan baik adalah kompos dengan rentang suhu 18-30°C (USDA, 2011). KESIMPULAN Periode pembalikan kompos yang paling baik berdasarkan penelitian, analisis matematis yang dilakukan dengan dibandingkan SNI adalah periode pembalikan tiap 2 hari sekali dengan model matematis: - C/N= Y11 = - C organik= Y21 = - N total= Y31 = - Suhu= Y41 = - pH= Y51 = - Kadar air= Y61 =
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Analisis Regresi. Dilihat 15 Februari 2012.
. Amalia, R.R. 2009. Pengaruh Perbedaan Karakteristik Kimia dan Mineral serta Penambahan Bahan Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi yang Ditanam dengan Metode SRI. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. BSN. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI 19-7030-2004., Bandung. Courvoisier, P. 2011. Mathematical Modelling Of Composting Processes Using Finite Element Method. Department of Bioresource Engineering McGill University Montreal, Quebec. Deptan.
2006. Ragam Inovasi Pendukung. Dilihat 23 Januari 2013. .
Djuarnani, N., Kristian, B.S. Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Cetakan ke II, Agro Media Pustaka. 360. Fairus, S., Salafudin, R. Lathifa dan E. Apriani. 2011. Pemanfaatan Sampah Organik Secara Padu Menjadi Alternatif Energi : Biogas dan Precursor Briket. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, Yogyakarta, E. 1-10. Graves, R.E., G.M. Hattemer, D. Stettler, J.N.. Krider, dan C. Dana. 2000. Environmental Engineering National Engineering Handbook. USDA. Chapter 2 COMPOSTING. Part 637 National Engineering Handbook. 210-VINEH. 88P. Gunawan, G. 2007. Mengolah Sampah Jadi Uang, Panduan Mengeruk Keuntungan dari Bisnis Mengolah Sampah. Trans Media. Jakarta. 68-70 Haber, N., G. Teutsch and R. Jürgen. 2008. Sustainable Compost Application in Agriculture. European Compost Network (ECN) Info Paper. 2 (10) : 1-36 Hanafiah, K.A., 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Herdiyantoro, D. 2009. Percobaan 1 Faktor Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize System). Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-7
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Kulcu, R and O. Yaldiz. 2004. Determination Of Aeration Rate And Kinetics Of Composting Some Agricultural Wastes. Journal of Bioresources Technology 93: 49–57 Manoi, F. 2007. Perkembangan Teknologi Pengolahan dan Penggunaan Minyak Nilam serta Pemanfaatan Limbahnya. Dilihat 31 Januari 2012. Manurung, T. 2010. The Indonesian Essential Oil Trade Association/ Indessota. Asosiasi Eksportir Minyak Atsiri Indonesia. Jakarta. Polprasert, C. 1996. Organic Waste Recycling. John Wiley and Sons Ltd. England. 69-114 Pramaswari, Ida, A.A., B.S. I Wayan dan A.B.P. Anak. 2011. Kombinasi Bahan Organik (Rasio C:N) pada Pengolahan Lumpur (Sludge) Limbah Pencelupan. Jurnal Kimia 5 (1): 64-71. Rochintaniawati, D. 1996. Pembuatan Biogas. Dilihat 13 Januari 2013. . Rynk, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service. Dilihat 31 Januari 2012. . Salim, T. dan Sriharti. 2008. Pemanfaatan Ampas Daun Nilam sebagai Kompos. Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2008 Bidang Teknik Kimia dan Tekstil, Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI, Yogyakarta. Sriharti dan S. Takiyah. 2007. Pemanfaatan Limbah Industri Dodol Nanas untuk Pembuatan Kompos. Prosiding Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo, ITB, Bandung,17-18 Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. USDA (United States Department of Agriculture). 2011. Guidance Compost and Vermicompost in Organic Crop Production. National Organic Program (NOP) Program Handbook: Guidance and Instructions for Accredited Certifying Agents and Certified Operations. Washington, DC. NOP 5021: 1-4. Wiratno, T.L. Mardiningsih, Siswanto dan M. Djazuli. 2009. Prospek Pemanfaatan Limbah Nilam untuk Menunjang Pertanian Organik. Perkembangan Teknologi TRO 21 (1): 22-26. Yang, S.S. 1996. Preparation and Characterization of Compost. In Proceedings of International Training Workshop on Microbial Fertilizers and Composting, Taiwan. 15-22 Yelianti, U., Kasli, M. Kasim dan E.F. Husin. 2009. Kualitas Pupuk Organik Hasil Dekomposisi Beberapa Bahan Organik dengan Dekomposernya. Jurnal Akta Agrosia 12 (1): 1-7. Yuwono, D. 2005. Kompos. Seri Agritekno. Jakarta.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-8