II TINJAUAN PUSTAKA
A. GAMBIR Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu tanaman penghasil getah (alkaloid) yang mengandung senyawa kimia berupa Catechine, asam tannat (tanin), Flouresine, Quercetine, lendir, lemak dan lilin (Suherdi, 1995). Tanaman gambir termasuk dalam suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman gambir adalah seperti pohon bougenvile, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang tua bisa mencapai 45 cm. Daun gambir bernebtuk oval hingga bulat dengan panjang 8 - 14 cm dan lebar 4 - 6,5 cm. Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut (Nazir, 2000): Divisi
: Spermatophyta
Klas
: Angiospermae
Sub-klas
: Monocotyledonae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiceae
Genus
: Uncaria
Spesies
: Uncaria gambir Roxb.
Secara alami tanaman gambir dapat tumbuh pada semua tanah yang memiliki diantara pH 4.8 dan 5.5 di daerah yang memiliki ketinggian antara 200-800 meter di atas permukaan laut dengan intensitas sinar matahari terbuka sekitar 100-80%, kelembaban berkisar antara 70-85%, suhu berkisar antara 26-28oC serta memiliki curah hujan ± 3300 mm/tahun (Hadad et al., 2007). Gambir umumnya sudah dapat dipanen pada umur 1,5 tahun tergantung pada tingkat pertumbuhannya. Pemanenan dilakukan dengan memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang potongan berkisar pada 40 – 60 cm dari ujung daun atau 5 cm dari pangkal batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000).
5
Gambir adalah ekstrak getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang telah dikeringkan. Kegunaan gambir diantaranya adalah sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare, obat penyakit hati, penetralisir nikotin, penawar racun alkaloid dan logam, sebagai zat warna alami, senyawa astringen, dan sebagai zat penyamak kulit. (Nazir, 2000). Menurut Gumbira-Said et al., (2009a), berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir yang diproduksi di Indonesia dibedakan menjadi gambir bootch, lumpang, coin, wafer block, dan stick. Gambir bootch berbentuk tabung silinder, namun karena perubahan bentuk akibat proses pengeringan, maka gambir bootch kering tidak memiliki bentuk silinder yang merata. Gambir lumpang menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder tetapi memiliki cekungan seperti lumpang pada salah satu ujung silinder. Gambir coin menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder, namun gambir coin memiliki ukuran tinggi yang lebih kecil sehingga tampak seperti coin. Gambir wafer block adalah gambir asalan (berupa gambir bootch atau gambir lumpang) yang diproses ulang dan dicetak berbentuk balok. Gambir stick serupa dengan gambir wafer block yang berbentuk balok dan seragam, namun bahan baku yang digunakan adalah daun dan ranting tanaman gambir, bukan gambir asalan seperti pada gambir wafer block. Bentuk dari jenis-jenis gambir tersebut diperlihatkan pada Gambar 1.
a
c
b
d
e
Gambar 1. Bentuk Berbagai Jenis Gambir (Gumbira-Sa’id, et al., 2009a). a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch; d. Gambir lumpang; e. Gambir wafer block
6
Menurut Risfaheri et al. (1993), mutu gambir diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, yaitu Mutu I, II, dan III. Gambir Mutu I harus memiliki kandungan katekin minimal 40 %, Mutu II 30 %, dan Mutu III 20%. Sedangkan dalam perdagangan di Indonesia, mutu gambir ditentukan berdasarkan SNI 02-3391-2000 (Tabel 1).
Tabel 1. Standar Mutu Gambir Indonesia (SNI 01-3391-2000) No. 1.
Jenis Uji a. Bentuk b. Warna
Satuan -
Persyaratan Mutu I Mutu II Utuh Utuh Kuning Kuning kecoklatan kehitaman Khas Khas Maks. 14 Maks.16 Maks. 5 Maks. 5 Min. 60 Min. 50 Maks. 7 Maks. 10
c. Bau Kadar Air b/b (%) Kadar Abu b/b (%) Kadar Katekin b/b (%) a. Kadar bahan tidak b/b (%) larut dalam air b. Kadar bahan tidak b/b (%) Maks. 12 larut dalam alkohol Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000) 2. 3. 4. 5.
Maks. 16
B. KOMPONEN KIMIA GAMBIR Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun tanaman gambir. Ekstrak tersebut mengandung asam catechin (memberikan pasca rasa manis enak), asam catechu tanat (memberikan rasa pahit), dan quercetine (pewarna kuning) (Tarwiyah, 2001). Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa yang khas serta warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Sedangkan katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, serta pada keadaan kering berbentuk krital berwarna kuning. Menurut Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Nazir (2000), ekstrak gambir mengandung beberapa komponen yaitu catechin, asam catechu tannat,
7
quarsetin, catechu merah, gambir flouresin, abu, lemak dan lilin. Komponen yang terdapat dalam gambir diperlihatkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komponen-Komponen yang Terdapat Dalam Daun Gambir No
Nama komponen
Jumlah (%)
1
Catechin
7 – 33
2
Asam catechutannat
20 – 55
3
Pyrocathecol
20 -30
4
Gambir flouresensi
1–3
5
Red Catechu
3–5
6
Quersetin
2–4
7
Fixed oil
1–2
8
Lilin
1–2
9
Alkaloid
Sedikit
Sumber : Thorpe & Whiteley (1921) dalam Nazir (2000)
1. Catechin Catechin (C15H14O6) atau biasa disebut asam catechoat (Gambar 2) termasuk dalam struktur flavanoid, tidak berwarna dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat. Catechin hampir tidak larut dalam alkohol, benzen dan eter. Apabila catechin dipanaskan pada suhu 1100C atau dipanaskan pada larutan alkalikarbonat, maka akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi asam catechu tannat (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000).
Gambar 2. Struktur Kimia Catechin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000)
8
2. Asam Catechu Tannat Asam catechu tannat (C15H12O5) atau tanin merupakan anhidrat dari catechin dengan struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 3. Asam catechu tannat merupakan serbuk berwarna coklat kemerah-merahan, cepat larut dalam air dingin, alkohol, dan tidak berwarna dalam larutan timah asetat (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000).
Gambar 3. Struktur Kimia Tanin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000) 3. Pyrocatechol Pyrocatechol (C6H6O2) memiliki nama lain, yaitu 1,2-benzediol, 1,2-dihidroksi
benzen,
atau
asam
pirocatechoat.
Struktur
kimia
Pyrocatechol dapat dilihat pada Gambar 4. Pyrocatechol merupakan hasil penguraian dari zat-zat lain seperti katekin dan bisa larut dalam air, alkohol, ether, benzen, klorofom, dan larut baik dalam piridin, serta larutannya bersifat basa (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Menurut Hepworth, et. al. (2002), pyrocatechol dapat dibentuk dari 2hydroxybenzaldehide melalui reaksi Dankin yang melibatkan oksidasi pada larutan alkali dengan adanya hidrogen peroksida.
Gambar 4. Struktur Kimia Pyrocatechol (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000)
9
4. Gambir Flourensi Gambir flourensi merupakan bagian kecil dari gambir yang memberikan flouresensi berwarna yang hijau (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000).
5. Catechu merah Catechu merah adalah gambir yang memberikan warna merah (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000).
6. Quersetin Quersetin (C15H10O6) yaitu suatu zat yang berwarna kuning yang terdapat dalam tumbuhan dan berupa turunan flavanol. Quersetin disebut juga sebagai melatin atau superheretin dan larut dalam asam asetat galsial yang memberikan warna kuning serta larut dalam air dan alkohol (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000). Struktur kimia Quersetin dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur Kimia Quarsetin (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000) 7. Fixed Oil Fixed oil merupakan minyak yang sukar menguap (Thorpe
&
Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000).
8. Lilin Lilin merupakan monoester dari suatu asam lemak dan alkohol. Dalam gambir lilin terletak pada lapisan permukaan daun gambir (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000).
10
9. Alkaloid. Gambir mengandung tujuh macam alkaloid, yaitu dihidro gambirtaninna, gambidina, gambirtanina, gambirina, isogambirina, auroparina, dan oksogambirtanina (Thorpe & Whiteley, 1921 dalam Nazir, 2000).
C. PROSES PEMBUATAN GAMBIR Gambir komersial diperoleh melalui pengolahan daun gambir segar dengan metoda perebusan, pengepresan, dan pengeringan padatan (Risfaheri et al., 1993). Penanganan terhadap daun yang akan digunakan untuk ekstraksi berpengaruh pada kadar katekin gambir seperti yang terjadi pada penundaan daun gambir selama dua hari yang berpengaruh pada menurunnya kadar katekin dan rendemen proses ekstraksi daun dan ranting gambir (Eaton dan Bishop, 1926 dalam Gumbira-Said et al., 2009a). Terdapat dua cara pengolahan gambir, yaitu cara pribumi dan cara Cina. Pengolahan gambir cara pribumi terdiri dari tahap perebusan daun dan ranting, pengempaan bahan dengan alat kempa. Getah yang diperoleh dari hasil pengempaan selanjutnya diendapkan dan ditiriskan hingga membentuk pasta. Pasta tersebut dicetak dengan cetakan bambu dan kemudian dikeringkan (Nazir, 2000). Pada pengolahan gambir cara Cina, daun gambir dipisahkan dari rantingnya dan dicuci dahulu sebelum direbus. Daun direbus selama setengah jam, selama perebusan daun diaduk dan dimemarkan dengan kayu. Ekstrak yang ada dipisahkan dan daun direbus kembali. Ekstrak yang diperoleh dipanaskan untuk menguapkan airnya sehingga menjadi lebih kental. Ekstrak kental tersebut disaring dengan kain halus, kemudian ditaruh ditempat teduh sampai suhunya turun menjadi 350C. Ekstrak kental tersebut dimasukkan ke dalam kain kasar dan dilakukan penirisan sekitar 22 jam hingga menghasilkan bongkahan yang padu. Bongkahan tersebut dipotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan dijemur di bawah sinar matahari (Disbun Tingkat 1 Sumbar, 1997).
11
D. EKSTRAKSI PELARUT Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen - komponen dalam campuran. Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar bahan padat (Bernasconi et al., 1995). Untuk mendapatkan kinerja ekstraksi yang tinggi, maka bahan padat yang akan diekstrak perlu memiliki permukaan yang seluas mungkin. Hal tersebut dapat dicapai dengan memperkecil ukuran bahan ekstraksi. Pada ukuran bahan yang kecil, lintasan-lintasan kapiler yang harus dilalui secara difusi menjadi lebih pendek sehingga dapat mengurangi tahanannya (Bernasconi et al., 1995). Risfaheri dan Yanti (1994) melakukan penelitian terhadap ekstraksi daun gambir yang memperlihatkan bahwa daun yang diiris menghasilkan rendemen gambir yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun utuh. Hal ini dimungkinkan karena pengecilan ukuran akan memperluas permukaan olah, memecah sel dan jaringan daun, sehingga pada waktu pengempaan ekstrak gambir mudah keluar. Proses ekstraksi satu tahap, yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan pelaut satu kali, pada umumnya tidak memungkinkan untuk melarutkan seluruh ekstrak yang terdapat dalam bahan padat. Hal ini disebabkan adanya kesetimbangan antara ekstrak yang terlarutkan dan ekstrak yang masih tertinggal dalam bahan ekstraksi. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak (Bernasconi et al., 1995). Dalam ekstraksi padat-cair, harus terdapat cukup banyak pelarut untuk melarutkan semua zat terlarut yang terkandung di dalam zat padat yang masuk, dan tidak ada adsorpsi zat terlarut di dalam zat padat, kesetimbangan akan tercapai bila seluruh zat terlarut sudah larut semuanya di dalam zat cair
12
dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Kondisi ini dapat tercapai dengan mudah ataupun sulit tergantung pada struktur zat padat (Mc Cabe, Smith, dan Harriot, 1999). Jerez, et al. (2009) melakukan ekstraksi terhadap komponen fenol yang terdapat pada pine bark dan menghasilkan kondisi optimum pada rasio antara padatan dan pelarut 1 : 5, pada temperatur 500C selama 90 menit. Sedangkan, Pambayun et al. (2007), melakukan ekstraksi fenol dari gambir dengan maserasi selama 3 x 24 jam yang terlebih dahulu dilakukan homogenisasi menggunakan shaker water bath selama satu jam.
E. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengeluaran kandungan air bahan hingga mencapai kandungan air tertentu agar kecepatan kerusakan bahan dapat diperlambat (Suharto, 1991). Pengeringan merupakan proses penurunan kandungan air suatu bahan sampai kadar yang diinginkan melalui operasi pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara simultan. Proses pengeringan dapat terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu proses pengeringan berdasarkan suhu dan tekanan dalam ruang pengering dan berdasarkan mekanisme pindah panas (Sumarsono, 2004). Alat pengering semprot (Spray Dryer) merupakan suatu alat pengering yang
menggunakan
proses
pengeringan
secara
konvektif
dengan
menggunakan udara panas sebagai sarana pindah panas untuk menghilangkan dan menguapkan air. Proses pengeringan pada Spray Dryer dapat dikelompokan menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan kabut, pengeringan, dan pemisahan serbuk yang dihasilkan (Mujumdar, 2000). Spray Dryer dilakukan dalam sebuah menara berbentuk silinder. Bahan yang dapat mengalir disemprotkan secara kontinu ke dalam aliran udara panas. Pada saat penghamburan, cairan yang akan dipisahkan segera menguap. Udara dan bahan yang dikeringkan dipisahkan satu dari yang lain dalam alat pemisah (Bernasconi et al., 1995). Alat pengering semprot dipakai untuk mengeringkan bahan yang berbentuk larutan kental (viscous) serta berbentuk pasta (cream). Larutan yang
13
akan dikeringkan dimasukan ke dalam injektor pneumatik melalui lubang kecil (nozzle), larutan tersebut dikabutkan dan masuk ke dalam ruang pengering. Arah pergerakan udara panas di dalam ruang pengering dapat searah dan dapat pula berlawanan arah dengan arah jatuhnya bahan. Media pemanas pada alat pengering semprot berupa udara panas yang dipanaskan menggunakan elemen heater listrik atau menggunakan bahan bakar dengan bantuan heat exchanger (Suharto, 1991). Prinsip dalam pengeringan menggunakan Spray Dryer adalah larutan disemprotkan menuju ke ruang pengering. Cairan diatomisasi menggunakan lubang kecil (nozzle), butiran cairan kontak secara mendadak dengan udara panas dalam ruang pengering. Hasil evaporasi yang cepat mengandung suhu butiran yang rendah sehingga suhu pengeringanan yang tinggi dapat digunakan tanpa mempengaruhi mutu produk. Suhu produk yang rendah dan waktu pengeringan yang sangat singkat memungkinkan pengeringan semprot digunakan untuk produk yang peka terhadap panas (Widodo dan Budiharti, 2006). Alat pengering semprot sesuai untuk pengeringan kontinyu dari produk yang sama dalam kuantitas besar. Keuntungan yang khusus adalah terjadinya pengeringan yang sangat cermat karena waktu tinggal yang singkat. Selain itu, tanpa perlu dilakukan pengecilan ukuran bahan dan dari pengeringan ini dapat diperoleh bentuk-bentuk butir yang khusus (Bernasconi et al., 1995). Keuntungan dari pengeringan semprot adalah kemampuannya untuk mengeringkan banyak senyawa yang labil terhadap panas. (Koswara, 2006). Keunggulan lain dari spray dryer adalah sifat dan mutu produk dapat dikontrol secara efektif, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada tekanan atmosfer dan suhu rendah, menghasilkan produk yang seragam, partikelnya berbentuk bulat mendekati prorporsi yang sama (Widodo dan Budiharti, 2006). Produk hasil spray dryer biasanya mempunyai ukuran partikel yang sangat kecil (umumnya kurang dari 100 mikron) sehingga mempunyai kelarutan yang tinggi (Koswara, 2006).
14