II. TINJAUAN PUSTAKA
A. ERGONOMI Secara harfiah kata “ergonomi” berasal dari bahasa Yunani : ergo (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Jadi ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersamasama dengan ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal antara manusia dengan lingkungan kerjanya, yang manfaatnya diukur dengan efisien dan kesejahteraan kerja (Zander, 1972). Menurut Nurmianto (2004), istilah “ergonomi” mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang berkenaan dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Beberapa kejadian penting diilustrasikan sebagai berikut : 1. C.T. Thackrah, England, 1831. Thackrah mengamati postur tubuh pada saat bekerja sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat itu Thackrah mengamati seorang penjahit yang bekerja dengan posisi dan dimensi kursimeja yang kurang sesuai secara antropometri, serta pencahayaan yang tidak ergonomis sehingga mengakibatkan membungkuknya badan dan iritasi indera pengelihatan. Disamping itu juga mengamati para pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengaan temperatur tinggi, kurangnya ventilasi, jam kerja yang panjang, dan gerakan kerja yang berulang-ulang (repetitive work). 2. F.W. Taylor, U.S.A., 1898. Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan metoda ilmiah untuk menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan. Beberapa metodanya merupakan konsep ergonomi dan manajemen modern. 3. F.B. Gilbreth, U.S.A., 1911. Gilbreth juga mengamati dan mengoptimasi metoda kerja, dalam hal ini lebih mendetail dalam Analisa Gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam bukunya Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia menunjukkan bagaimana postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang dapat diatur naik-turun (adjustable). Menurut Openshaw (2006), ergonomi adalah suatu ilmu pengetahuan yang terfokus mempelajari kecocokan/kesesuaian dengan manusia dan mengurangi kelelahan dan ketidaknyamanan melalui desain produk. Ergonomi dapat pula menjadi suatu bagian dari desain, pabrikasi, dan pendayagunaan. Pengetahuan tentang cara mempelajari antropometri, ukuran tubuh, gerakan berulang, dan desain ruang kerja menyebabkan pengguna (user) menjadi bersikap kritis dalam memahami lebih baik tentang ergonomi sesuai dengan kebutuhan pengguna (user). Sebagai contoh, ergonomi yang diaplikasikan pada desain furnitur kantor membutuhkan pertimbangan kita yaitu bagaimana produk yang didesain cocok dengan manusia yang menggunakannya. Keika di tempat kerja, sekolah, atau rumah, jika produk hasil desain cocok dengan pengguna (user), hasilnya akan lebih nyaman, produktivitas menjadi tinggi, dan mengurangi tingkat stress. Menurut Bridger (2003), ergonomi adalah interaksi antara manusia dan mesin dan faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi mesin-manusia. Tujuannya adalah untuk memperbaiki/meningkatkan performa dari sistem dengan memperbaiki interaksi mesin-manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan “desain internal“ dari suatu interaksi mesin-manusia atau “desain eksternal” dari faktor-faktor yang
3
ada di lingkungan kerja saat bekerja atau saat organisasi kerja menurunkan performa interaksi mesinmanusia. Menurut International Ergonomics Association (IEA), ergonomika dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara manusia dan elemen lainnya dalam sistem yang berhubungan dengan perancangan, pekerjaan, produk, dan lingkungannya untuk mendapatkan kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan manusia (Syuaib, 2003). International Ergonomics Association (IEA) (2000) dalam Helander (2006), menyatakan bahwa para ahli ergonomi menyokong dalam hal mendesain dan mengevaluasi tugas, kerja, produk, lingkungan dan sistem agar dapat membuat hal tersebut sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan manusia.
B. ANTROPOMETRI Menurut Bridger (1995), antropometri adalah pengukuran tubuh manusia. Kata ini berasal dari Bahasa Yunani yaitu anthropos (manusia) dan metron (pengukuran). Data antropometri digunakan untuk mengetahui dimensi fisik ruang kerja, alat-alat, furnitur, dan pakaian agar terjadi kesesuaian antara manusia dan alat, untuk memastikan terhindarinya ketidakcocokan antara dimensi alat dengan dimensi pengguna. Menurut Mc. Cormick (1970), antropometri adalah pengukuran fisik tubuh yang meliputi dimensi, berat, dan volume. Sedangkan menurut Kroemer (1978) dalam Sanders (1982) bahwa engineering anthropometry adalah ilmu fisik terapan dalam metode pengukuran fisik manusia untuk pengembangan standar desain alat-alat teknik. Antropometri meliputi pengukuran statik dan dinamik (fungsional), dimensi dan karakteristik fisik ruang dan gerak, dan pemakaian energi sebagai fungsi dari jenis kelamin, umur, pekerjaan, etnik, asal, dan demografi. Antropometri merupakan istilah yang digunakan dalam pengukuran sifat fisik tubuh manusia yang mengenai panjang, tebal, berat, atau volume maupun faktor lain yang berkaitan dengan rancangan suatu alat. Pengukuran antropometri dibedakan menjadi 2 tipe yaitu struktural atau statik dan tipe dinamik. Tipe statik menghasilkan data dimensi tubuh dalam keadaan diam, seperti tinggi badan atau tinggi bahu. Sedangkan pada tipe dinamik, pengukuran lebih memperhatikan kemampuan gerak manusia dalam melakukan aktivitas (Sanders, 1982). Data antropometri tergantung dari rata-rata ukuran tubuh suatu populasi yang diukur. Perbedaan ukuran tubuh pada masing-masing populasi tidak mengikuti perbandingan yang baku, karena adanya perbedaan spesifik untuk tiap anggota tubuh. Data mengenai ukuran antropometri tergantung pada rata-rata populasi yang diukur karena rata-rata ukuran tubuh manusia di Benua Eropa misalnya akan mempunyai perbedaan dengan ukuran rata-rata orang di Benua Asia. Demikian juga perbedaan jenis kelamin akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Ukuran-ukuran tubuh sangat diperlukan dalam suatu ruang kerja yang baik sehingga dapat menurunkan beban kerja. Pergerakan tubuh yang dapat dilakukan oleh manusia normal mempunyai batas tertentu, karena keterbatasan gerakan manusia maka ada daerah yang paling optimum untuk melakukan kerja sesuai antropometri operatornya (Dianti, 1998). Dul dan Weerdmeester (2008), mengatakan bahwa dalam mendesain pekerjaan dan situasi tertentu dalam kehidupan sehari-hari, fokus ergonomi adalah manusia. Situasi yang tidak aman, tidak sehat, tidak nyaman atau tidak efisien dalam bekerja atau dalam kehidupan sehari-hari dihindari dengan membuat perhitungan kemampuan fisik dan psikologi serta keterbatasan manusia. Sejumlah faktor memainkan peran dalam ergonomi; terdiri dari faktor ukuran tubuh dan gerakan-gerakan tubuh (duduk, berdiri, mengangkat, mendorong, dan menekan), faktor lingkungan (kebisingan, getaran,
4
pencahayaan, iklim, zat kimia), faktor informasi dan operasi (informasi ditingkatkan secara visual atau melalui indera lain, kontrol, hubungan antara tampilan dan kontrol), organisasi kerja (tugas yang tepat, pekerjaan yang menarik). Faktor-faktor Faktor faktor tersebut menjelaskan secara luas tingkat keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan performa yang efisien dalam bekerja dan dalam kehidupan sehari sehari-hari. Ergonomi menggambarkan an ilmu pengetahuan dari berbagai bidang iptek, termasuk antropometrika, biomekanika, psiologi, psikologi, toksikologi, teknik kimia, teknik industri, teknologi informasi dan manajemen. Hal tersebut dikumpulkan, diseleksi, dan diintegrasikan ke dalam ilmu pengetahuan yang relevan dengan bidang-bidang bidang tersebut.
C. PENGUKURAN ANTROPOMETRI Secara umum data antropometri yang diterapkan untuk hal-hal hal hal yang khusus, cukup diambil dari persentil ke-5, ke-50, 50, ke-95 ke atau antara persentil ke-55 sampai persentil ke ke-95. Persentil ke-100 hanya diterapkan pada rancangan yang digunakan oleh semua orang contoh perlengkapan di rumah rumahrumah sakit. Untuk alat yang dapat diatur sesuai dengan operatornya, misalnya posisi tempat duduk, posisi pegangan kendali, desain sebaiknya dirancang dirancang agar dapat memenuhi selang persentil ke ke-5 sampai ke-95 (Zander, 1972). Menurut Nurnianto (2004), adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean (rata (ratarata) dan SD (standar deviasi). Sedangkan percentil adalah suatu nilai yang menyatakan ba bahwa percentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih dari nilai tersebut. Misalnya : 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 percentil; 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 percentil. percentil. Besarnya nilai percentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal.
Sumber : Nurnianto (2004) Gambar 1. Distribusi normal dan perhitungan persentil
5
D. CANGKUL Menurut Kurniadi (1990), cangkul merupakan salah satu alat pengolah tanah tradisional yang murah, dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Karena adanya perbedaaan jenis tanah, keadaan topografi dan kebiasaan setempat maka tersedia beraneka ragam bentuk dan ukuran dan berat cangkul yang berada di setiap daerah. Penggunaannya sangat luas baik di bidang pertanian maupun bidang lainnya. Anonim (1989), peralatan keerja yang dapat dikelompokkan dengan cangkul antara lain sekop, garpu, linggis, landak, dan lain-lain. Sarman (1979), menyatakan bahwa tujuan penggunaan alat pertanian pada umumnya adalah mempercepat waktu kerja atau memperpendek jangka waktu yan dibutuhkan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, mengurangi biaya pengerjaan, dan mencapai hasil kerja yang lebih tinggi/baik. Suma’mur (1987) menyatakan bila dilihat dari fungsinya, cangkul dapat melipat-gandakan kemampuan daya tahan tangan manusia sebagai sumber tenaga dalam memecah, menarik, mengaduk, mengangkat tanah atau barang lain yang sedang dikerjakan. Pelipat-gandaan ini mungkin puluhan atau lebih dari seratus kali hasil kerja tangan, dan tergantung dari sifat tanah serta faktor bentuk, berat serta ukuran cangkul. Tersedianya beraneka ragam jenis cangkul di pasaran yang penggunaannya dengan gerakan tangan serta dalam sikap-sikap tubuh, cara-cara kerja, bentuk dan berat bilah serta tangkai yang secara ergonomis dapat diperbaiki untuk meningkatkan produktifitas kerja, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan dalam bekerja (Kurniadi, 1990). Bentuk cangkul yang digunakan pada umumnya bervariasi misalnya di daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, dan Lombok panjang tangkai cangkul adalah 1 sampai 1.25 meter, dengan sudut cangkul 70° sampai 80° dan beratnya 1.25 kg. Di jawa Tengah (Blitaran), panjang tangkai cangkul adalah 65-80 cm, sudut cangkul 60° sampai 80° dan beratnya 1 kg (Anonim, 1970). Perbedaan-perbedaan dari bentuk cangkul di beberapa daerah dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jenis tanah, keadaan topografi dan kebiasaan setempat (Anonim, 1970). Berdasarkan hasil survey mesin dan alat pertanian di Indonesia, yaitu di daerah-daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, pada umumnya cangkul mempunyai berat berkisar antara 1000 gram sampai 3000 gram, panjang tangkai cangkul 0.65 sampai 1.25 meter dan sudut cangkul yang digunakan adalah 50° sampai 80° (Kurniadi, 1990). Menurut Sarman (1979), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih cangkul adalah : 1. Sudut antara tangkai dan daun cangkul. Bagi pekerjaan biasa, besar sudutnya 60-70° ; sedangkan untuk penggalian lubang atau pembuatan saluran atau untuk pencangkulan di lereng (tanah pegunungan), besar sudutnya 50-60°. 2. Berat cangkul. Cangkul yang terlalu berat cepat melelahkan sedang yang terlalu ringan kurang berdaya untuk mencangkul. Berat beban pencangkulan ini erat hubungannya dengan kemampuan dan kondisi seseorang. 3. Daun dan tangkai cangkul. Bentuk serta ukuran daun dan tangkai cangkul berbeda-beda menurut tujuan dan jenis tanahnya. Pada tanah ringan dimana cangkul seolah-olah hanya digunakan untuk menyeduk dan kurang untuk memukul tanah, biasanya dipakai daun cangkul yang panjang dengan tangkai cangkul pendek dimana sudut antara daun dan tangkai cangkulnya kecil. Adapun beberapa bentuk daun cangkul yang sering dijumpai disajikan pada Gambar 2. 4. Lubang pada daun cangkul hendaknya jangan bulat tetapi segi empat. 5. Mata cangkul harus selalu tajam.
6
Sumber : Sarman (1979) Gambar 2. Beberapa bentuk daun cangkul Gaya-gaya yang bekerja pada suatu alat pengolah tanah, erat hubungannya dengan sifat mekanis yang dimiliki tanah dalam hubungannya dengan penggunaan alat-alat pertanian. Secara garis besar dapat digolongkan dalam 3 bentuk (Anonim, 1973). 1. Sifat memberikan beban penahan dalam arah horizontal terhadap kerja mekanis yang diberikan. 2. Kemampuan untuk memberikan penyanggahan terhadap beban dinamis vertikal. 3. Kekerasan tanah yang berhubungan erat dengan ketahanan tanah yang dipotong atau dirobek baik ke arah vertikal maupun horizontal. Beban penahan tanah ke arah horizontal dihasilkan sebagai reaksi tanah terhadap kerja pergeseran ke arah horizontal yang berasal dari gaya lain yang bekerja pada tanah. Pergeseran tanah ke arah horizontal dapat timbul oleh karena alat pengolah tanah dan kerja pada bagian penarik. Kemampuan tanah untuk memberikan penyanggahan terhadap beban dinamis ke arah vertikal akan sangat mempengaruhi besar daya tersebut dan mempengaruhi kedalaman masuknya bilah cangkul ke dalam tanah, yang selanjutnya akan mempengaruhi kapasitas pencangkulan. Untuk pekerjaan pencangkulan, gaya-gaya yang bekerja dan kecepatan jatuhnya cangkul di permukaan tanah berkaitan dengan kebutuhan tanaga mekanis, yaitu gaya vertikal yang disebabkan oleh kekerasan tanah, gaya berat cangkul, dan gaya pembalikan tanah. Ketiga gaya tersebut diasumsikan bekerja dalam satu titik tangkap. Cangkul umumnya digunakan untuk membalik serta memecah dan membelah tanah pada petak-petak lahan yang sempit dimana tidak memungkinkan dilakukan pembajakan; pada lahan yang masih banyak terdapat batuan dan tanggul yang masih tersisa; serta sudut-sudut petakan lahan yang tidak terolah oleh pembajakan. Selain itu, cangkul juga digunakan untuk mengurai atau menggembur tanah pada lapisan atas agar diperoleh tata aerasi tanah yang baik; penggunaan cangkul yang lain dapat untuk membumbun, menyiang, membuat saluran, melubang tanah, memperbaiki pematang dan sebagainya. Cangkul disamping digunakan untuk mengolah tanah tahap pertama juga digunakan untuk mengolah tanah tahap kedua. Alat untuk mengolah tanah ini merupakan alat tradisional sederhana yang apabila dilihat dari segi kenyamanan manusia dalam bekerja sangat rendah dibandingkan penggunaan tenaga ternak atau traktor (Irwanto, 1987).
7