Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
IDENTIFIKASI HIJAUAN PAKAN KERBAU (Bubalus bubalis) DALAM PADANG PENGGEMBALAAN MELALUI ANALISIS FESES (Identification of Buffalo Feed in the Pasture through Feces Analysis) SUHUBDY1, SUDIRMAN1 dan I.G. MERTHA2 1
2
Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang Penggembalaan Kawasan Tropika, dan Laboratorium Nutrisi Ruminansia/Herbivora Fakultas Peternakan Universitas Mataram Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, Mataram-Nusa Tenggara Barat
ABSTRACT This study was done at the area formerly coal minery site. This area was utilized as pasture for buffalo to graze. All kinds of the forages available in this area were colected and /recorded. Then their epidermal tisue were observed. Feces were also collected and were analyzed based on nitric acid digestion method. The results showed that there were 56 kinds of forages available in that area but only 7 kinds of them were consumed by buffalo. They were Bothriochloa sp., Panicum sp., Paspalum conjugatum, paspalum sp., Centrosema pobescens, and Siratro. This fecal analytical technique was developed to be used in detecting variety of forages consumed by ruminant and/or nonruminant animals either kept in the crate or grazing on the grassland/rangelands. Key Words: Fecal anlytical technique, Identification, Foreges, Feces, Epidermal, Buffalo ABSTRAK Penelitian telah dilakukan di dalam kawasan bekas tambang batubara yang telah dialih fungsikan sebagai padang penggembalaan kerbau. Jenis dan/atau nama ilmiah (bahasa latin) pakan yang tumbuh diidentifikasi dan dikoleksi, kemudian diamati secara mikroskopis sel-sel/jaringan epidermis. Pada waktu bersamaan, feses kerbau juga dikoleksi dan diamati secara mikroskopis serta dianalisis jaringan epidermis menurut nitric acid digestion method. Hasil identifikasi (print-out) struktur sel epidermis yang dijumpai di dalam jaringan pakan maupun feses diamati kesamaannya. Dari hasil penelitian dijumpai 56 jenis hijauan yang potensial sebagai pakan ternak ruminansia namun hanya 7 spesies yang relatif paling disukai kerbau (Bothriochloa sp., Panicum sp., Paspalum conjugatum, Paspalum sp., Centrosema pobescens, dan Sirato). Teknik analisis komponen feses ini dikembangkan dan digunakan untuk mendeteksi ragam pakan yang dikonsumsi oleh ruminansia dan/atau non-ruminansia yang dipelihara dikandang maupun bebas di padang pengembalaan alam. Kata Kunci: Teknik Analisa Feses, Identifikasi, Pakan, Feses, Epidermis, Kerbau
PENDAHULUAN Kehidupan ternak kerbau dan ruminansia/herbivora lainnya di Indonesia pada umumnya tergantung pada ketersediaan pakan yang tumbuh secara alami di dalam padang penggembalaan. Mereka memakan hijauan pakan sesukanya dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan untuk hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Memahami jenis dan ragam pakan yang dikonsumsi ternak kerbau di padang penggembalaan secara pasti akan sangat bermanfaat untuk mengatur tatalaksana
pemberian pakan. Hingga kini, penelitian mengenai hal dimaksud relatif sangat langka. Penentuan jenis dan ragam pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia secara bebas di padang penggembalaan kebanyakan dilakukan dengan metoda invasif, misalnya dengan teknik evakuasi rumen atau fistula esofagus. Jaringan atau sel-sel tumbuhan yang mempunyai bentuk, sifat, dan fungsi atau tugas yang sama dapat dijadikan tanda atau indikator dari suatu jenis tumbuhan (TJITROSOEPOMO, 1985; HIDAYAT, 1995). Epidermis merupakan lapisan sel yang paling luar dan menutupi
95
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
permukaan daun dan dapat dijadikan indikator biologi dalam kajian karena epidermis tetap ada sepanjang hidup organ tertentu dan tidak mengalami penebalan sekunder (WOELANINGSIH (1999). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa komponen biologi dalam faeces dapat dijadikan petunjuk tentang bahan pakan yang dimakan herbivora mamalia (STORR, 1961; HOLECHECK, 1982; MCINNES, et al., 1983; WILSON dan BERTRAM, 1987). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ragam pakan yang dikonsumsi kerbau Sumbawa yang digembalakan pada lahan eks-tambang batubara, Desa Bangunrejo, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. METODE PENELITIAN Pengamatan pendahuluan telah dilakukan terhadap ternak kerbau yang digembalakan dalam kawasan eks-tambang batubara di Desa Bangunrejo - Tenggarong Seberang - Kutai Kertanegara - Kalimantan Timur. Hijauan pakan yang tumbuh dalam padang penggembalaan tersebut diidentifikasi jenis dan nama ilmiahnya (bahasa Latin). Cuplikan hijauan pakan maupun feses kerbau dikoleksi kemudian diamati secara mikroskopis di Laboratorium Nutrisi Ternak HerbivoraRuminansia, Fakultas Peternakan Universitas Mataram di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Koleksi sampel feses dan pakan Koleksi feses secara langsung dengan cara mengikuti pergerakan ternak kerbau hingga proses defekasi dan secara tidak langsung mengoleksi feses segar sebanyak 10 sampel. Koleksi sampel pakan dilakukan dengan dua cara: (1) mengumpulkan jenis pakan yang tumbuh pada radius 2 m dari lokasi ditemukannya feses, dan (2) memeriksa tempat merumputnya kerbau (on-site inspection) setelah beberapa saat ditinggalkan. Pengamatan laboratorium Analisis terhadap feses menggunakan metode penghancuran asam nitrat (nitric acid digestion method) yang dikembangkan oleh
96
STORR (1961) dengan sedikit modifikasi sesuai kondisi peralatan dan bahan yang tersedia di laboratorium. Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut: Feses kering oven (70oC selama 1 x 24 jam) ditumbuk halus kemudian dibleaching menggunakan clearing agent agar jaringan epidermis pada feces terlihat transparan. Selama 2 menit, 2 g preparat feces dilarutkan dengan 4 ml larutan asam nitrat dalam penangas air kemudian ditambahkan 100 ml aquades dalam beaker glass dan dididihkan. Setelah ditambahkan 25 ml hydrogen peroksida (H2O2 34% W/W) dipanaskan hingga berwarna bening. Preparat dicuci 3 kali dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa hydrogen peroksida. Preparat disimpan dan difiksasi dalam larutan FAA dengan komposisi 85 bagian etil Alkohol, 10 bagian formalin 40%, dan 5 bagian asam asetat glacial. Preparat dikeluarkan dari larutan FAA menggunakan pipet atau kuas kemudian direndam di dalam botol flakon yang berisi pewarna safranin atau analin blue 2 – 10 menit (staining). Selanjutnya sediaan dalam larutan pewarna diambil menggunakan pipet atau kuas, disebarkan merata diatas gelas benda (smearin). Sediaan diatas gelas benda ditetesi gliserin dan ditutup menggunakan gelas penutup. Bagian tepi gelas penutup disegel menggunakan pengkilap kuku/kuteks sebagai sediaan semi permanent. Pembuatan sediaan permanen media gliserin diganti dengan DPX mounting media. Label etiket asal feces, pewarna yang digunakan, dan lokasi pengambilan ditempel pada sisi kiri gelas benda. Koleksi referensi sebagai acuan identifikasi jenis hijauan pakan dibuat hampir mirip dengan prosedur analisis feses. Daun dikeringkan dalam oven (70oC) selama 24 jam. Potongan dalam daun dibagian yang memiliki urat daun berukuran 2 x 2 cm2 dipanaskan (5 – 10 menit) dalam campuran larutan (10 ml asam nitrat 10% dan 10 ml kalium kromat 10%), kemudian dinetralkan dan ditambahkan alkohol dan zat pewarna (safranin). Epidermis diambil dengan cara membuka lapisan daun, diletakkan di atas gelas preparat serta ditetesi gliserin atau xylol dan canadian balsam kemudian dilapisi gelas penutup untuk diidentifikasi di bawah mikroskop (streoskopis). Preparat dapat dibuat beberapa bentuk acuan seperti deskripsi jenis,
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
kunci determinasi, gambar, dan foto (EAMES dan DANIEL, 1951; METCALF dan CALK, 1960, 1972; ESAU, 1977). Karakteristik mikroskopis diagnostik yang dijadikan parameter meliputi ukuran dan bentuk sel-sel epidermis, rambutrambut (macrohair, microhair, papila), stomata (jumlah dan letak sel tetangga, bentuk sel subsider). Berdasarkan hasil pengamatan preparat referensi di bawah mikroskop dibuat beberapa bentuk acuan seperti kunci determinasi, gambar, dan foto (METCALF dan CHALK, 1960, 1972; ESAU, 1977; WOELANINGSIH, 1999. Sifat ciri mikroskopik diagnostik epidermis yang dijadikan parameter dalam penelitian ini mencakup stomata (jumlah dan letak sel tetangga, bentuk sel penutup), bentuk sel-sel epidermis, sel-sel silika, dan rambut-rambut. Kuantifikasi Kuantifikasi dan pengambilan data dilakukan seperti analisis vegetasi (HOLECHECK, 1982). Ada dua teknik perhitungan dalam penelitian ini: (1) pecahan epidermis (fragments count) setiap jenis hijauan, dan (2) luas permukaan yang ditemukan pada preparat feses (surface area). Titik pandang seluruhnya untuk data feses digunakan 400 titik. Kesamaan jenis pakan. Pengamatan kesamaan jenis hijauan (dietary averlap) menggunakan indeks kesamaan (similarity index) menurut COOPERRIDER (1986). Persentase hijauan pakan setiap ekor kerbau dihitung dan dibandingkan satu sama lain. Tingkat kesamaan jenis hijauan pakan ditentukan dengan mengambil nilai terendah dari yang dibandingkan. Kesamaan jenis pakan dianalisis dengan memanfaatkan formula afinitas jenis yang meliputi kesamaan/tumpang tindih jenis pakan dan lebar pemanfaatan pakan (dietary breadth). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan menunjukkan
pada bahwa
preparat feses pecahan-pecahan
epidermis menunjukkan ciri-ciri guratan yang sama dengan preparat referensi bawah daun Eleusine indica (Gambar 1 dan 2). Kedua gambar tersebut adalah hasil pengamatan mikroskopik jaringan daun hijauan pakan yang tersusun oleh sel epidermis, stomata, sel subsekunder, dan sel gabus. Ternyata komponen yang sama juga ditemukan di dalam feses, dan tampak ciri pengenal jenis hijauan pakan yaitu susunan khas sel-sel silika dan gabus berjejer di tepi sel daun dan membentuk husuf S. Artinya, feses dapat dijadikan indikator jenis hijauan pakan yang dikonsumsi ternak dimaksud melalui identifikasi sel epidermis yang dimiliki oleh setiap spesies tanaman. Banyak ciri epidermis pada preparat referensi yang masih dapat diidentifikasi pada preparat feses seperti stomata, sel subsekunder, dan sel kersik (Gambar 3 dan 4). Stomata ditemukan pada kedua sisi daun (amfistomatik) atau hanya di satu sisi (epistomatik) atau lebih sering di sebelah bawah atau sisi abaksial (hipostomatik) sebagaimana dinyatakan oleh HIDAYAT (1995). Tidak banyak perbedaan antar jenis pada kelompok gramineae ditinjau dari karakter kualitatif bentuk sel penutup, kecuali didasarkan perbedaan kuantitatif ukuran sel tersebut pada takson tertentu. Centrosema pubescens dan siratro yang memiliki stomata bentuk ginjal, keduanya menunjukkan perbedaan ukuran sel penutup. Jenis-jenis tumbuhan anggota suku gramineae sulit dibedakan berdasarkan bentuk sel tetangga karena sama bentuk dan susunannya. Berbeda dengan sel tetangga pada Centrosema pubescens dan siratro, bentuk dan susunannya dapat dijadikan petunjuk untuk identifikasi taksonnya. Keberadaan sel silika (silica bodies) merupakan ciri lain yang teridentifikasi karena memiliki nilai taksonomi yang penting dalam identifikasi sampel feses. Berdasarkan bentuk dan susunan sel-sel silika ternyata terdapat kesamaan yang signifikan antara Gambar 3 dan 4. Sel silika pada preparat referensi berbentuk cross to dumb-bell (WILSON dan BERTRAM, 1987). Karakter morfologi sel silika tersebut pada jaringan daun hijauan pakan sama dengan ciri sel silika pada preparat feses. Dengan demikian Gambar 4 dapat dipastikan adalah sporobolus. Hasil temuan bentuk sel silika untuk kepentingan identifikasi didukung oleh WILSON dan BERTRAM (1987) bahwa
97
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
Gambar 1. Epidermis bawah daun Eleusine indica dilengkapi dengan stomata, sel subsider, dan sel epidermis
Gambar 3. Preparat referensi epidermis hijauan Sporobolus sp. dengan sel silika (silica bodies) bentuk cross to dumbbell (100x)
gambaran sel silika (silica bodies) bentuk cross to dumb-bell merupakan salah satu karakter kunci identifikasi sporobolus australasicus dalam feses. Selanjutnya ditampilkan berbagai bentuk lain sel silika yang penting untuk identifikasi tumbuhan tingkat marga, seperti cross-dumb-bell pada panicum, bentuk bintang (star) pada sida, cross-dumb-bell/nodular pada paspalum, cross with angle pada digitaria dan brachiaria. Secara lebih jelas foto/gambar hasil mikroskopis berikut menunjukkan kesamaankesamaan antara sel-sel epidermis pada daun dan feses kerbau yang memakannya.
98
Gambar 2. Epidermis bagian bawah daun Eleusine indica pada feses dengan karakter stomata dan sel kersik
Gambar 4. Epidermis Sporobolus sp. pada feses dengan sel silika (Silica bodies) bentuk cross to dumb-bell
Hasil observasi lapangan ditemukan sebanyak 56 jenis hijauan yang cukup potensial sebagai pakan ternak ruminansia, tetapi berdasarkan hasil analisis feses hanya 7 jenis hijauan pakan yang teridentifikasi di dalam feses, artinya relatif sangat disukai ternak kerbau. Berdasarkan Tabel 1, jenis hijauan pakan yang potensial teridentifikasi adalah famili poaceae (21,43%) dan paling dominan (5 dari 7 spesies) terdeteksi sel epidermisnya di dalam feses (71,43 %) yaitu Bothriochloa sp., Panicum sp., Paspalum conjugstum, Paspalum sp., dan Imperata cylendrica. Poaceae adalah
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
salah satu suku anggota tumbuhan berbunga yang paling tinggi populasinya di dunia karena banyak tanaman budidaya yang ditanam luas sebagai bahan pangan maupun pakan ternak (AGUSTINA, 2010). Sebagian besar famili tanaman pakan tidak ditemukan di dalam feses diduga karena kerbau belum digembalakan dalam kawasan dimana hijauan dimaksud dikoleksi. Peluang kerbau merumput lebih lama berada di dalam lingkungan berlumpur yang dibatasi pagar kawat, sedangkan potensi hijauan yang terkoleksi selama penelitian tumbuh subur di bawah pohon yang ditanam ulang (reboisasi) oleh pihak pengelola tambang batubara. Tabel 1 menunjukkan berbagai ragam spesies hijauan pakan ruminansia/ herbivora di dalam kawasan eks-tambang batubara di Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegara.
KESIMPULAN Teknik observasi mikroskopik terhadap feses kerbau memberi petunjuk yang jitu dan sahih untuk menentukan jenis hijauan pakan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, teknik analisis komponen feses dapat dikembangkan untuk mendeteksi ragam pakan yang dikonsumsi ruminansia/herbivora yang dipelihara di kandang maupun yang hidup bebas di padang pengembalaan alami. Kawasan eks-tambang batubara cukup potensial, dapat dialih fungsikan menjadi padang penggembalaan kerbau karena memiliki berbagai jenis hijauan pakan ruminansia/herbivora.
Tabel 1. Janis hijauan pakan di kawasan eks-tambang batubara, Desa Bangunrejo, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur Nama ilmiah Cynodon dactylon Bothriochloa sp. * Pennisetum sp. Panicum sp. * Digitaria ciliaris Paspalum conjugstum* Paspalum sp. * Desmodium sp. Sporobolus sp. Imperata cylendrica* Digitaria ciliaris Eleusine indica* Vernonia cunerea Gynura procumbens Eclipta prostrata Eupatorium odoratum Erioglossum rubiginossum Mikania cordata Mimosa pigra Mimosa invisa Mimosa pudica Mimosa sp. Somanea saman Premna corymbosa Centrosema pubescens* Desmodium triflorum Centrosema pubescens Siratro sp.*
Famili Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Asteraceae Asteraceae Asteraceae Asteraceae Asteraceae Asteraceae Mimosaceae Mimosaceae Mimosaceae Mimosaceae Mimosaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae
Nama ilmiah Cyperus miliaceae Cyperus hulpan Cyperus sp. Cyperus sp. Ipomoea triloba Porana sp. Ipomoea aquatica Euphorbia hirta Phyllanthus urinaria Phyllanthus indica Hyptis capitata Hyptis brevives Sida retusa Sida rhombifolia Cassia alata Cassia siamea Scoparia dulcis Piper aduneum Borreria alata Ludwigia sp. Triumfeta sp. Asystasia sp. Passiflora foetida Nephrolepis exaltata Monocharia vaginalis Lygodium scandens Heliotropium indicum Cleome rutidosperma
Famili Cyperaceae Cyperaceae Cyperaceae Cyperaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Lamiaceae Lamiaceae Malvaceae Malvaceae Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae Scrophulariaceae Piperaceae Rubiaceae Onagraceae Tiliaceae Acanthaceae Passifloraceae Polypodiaceae Pontederiaceae Schizaeaceae Boraginaceae Carparaceae
*)
Sangat disenangi kerbau (DATA PRIMER DIOLAH, 2009)
99
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
DAFTAR PUSTAKA AGUSTINA, P. 2010. Poaceae vs Cyperaceae. princesssaccharifera.blogspot.com/./poaceaevs-cyperaceae.html. Diakses pada 14 Oktober 2010. ESAU, K. 1977. Plant Anatomy. Edisi kedua. Wiley Eastern Pvl Ltd. New Delhi. HERCUS, B.H, 1960. Plant cuticle as an aid to determining the diet of grazing animals. Proc. of International Grassland Congress 8: 443 – 447. HIDAYAT, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Penerbit IPB, Bogor. HOLECHEK, J.L. 1982. Sampel Preparation Techniques for Microhistological Analysis. J. Range Management 35(2): 267 – 268. MCINNES, M.L., M. VAVRAN and W.C. KRUEGER. 1983. A comparison of four methods used to determine the diets of Large Herbivores. J. Range Management 36(3): 302 – 306. METCALF, C.R. dan L. CALK. 1960. Anatomy of the Monocotyledons. Oxford University Press. London. METCALF, C.R. dan L. CHALK. 1972. Anatomy of the Dicotyledons. Oxford University Press. London.
100
STORE, G.M. 1961. Microscopic analysis of faeces, a technique for ascertaining the diet of herbivorous Mammals. Aust. J. Biological Sci. 14: 157 – 165. SULTHONI, A., DJUWANTOKO, H. KOMARUDIN dan A. PRATIWI. 1995. Kajian tentang kesamaan pakan herbivore dengan pendekatan analisis kotoran (Studi kasus di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur). Bull. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. 26: 30 – 45. TAKATSUKI, S. 1978. Precision of Fecal Analysis: A Feeding Experiments with Penned Sika Deer. J. Mammal Soc. Japan 7(4): 167 – 188. TJITROSOEPOMO, G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. WILSON, D.L. dan J.D. BERTRAM. 1987. Examination of faeces for the identification of plant species in the diet of cattle. Technote No. 046, CSIRO Wildlife Recourses, Alice Springs, Australia. WOELANINGSIH, S. 1999. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan II. Laboratorium Anatomi Tumbuhan. Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.