DETEKSI Trypanosoma evansi PADA KERBAU PERAH (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
OLEH
MURTAFIAH DARIS O 111 11 270
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
i
DETEKSI Trypanosoma evansi PADA KERBAU PERAH (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN ENREKANG
MURTAFIAH DARIS O11111270
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1.
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Murtafiah Daris NIM
: O111 11 270
Menyatakan dengan sebenanya bahwa : 1.
Karya skripsi saya adalah asli.
2.
Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
3.
Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, November 2015
Murtafiah Daris
iv
RIWAYAT PENULIS Penulis bernama lengkap Murtafiah Daris, dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1992 di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan dari pasangan suami istri Daris dan Hafsa S.Pdi dan merupakan anak pertama dari 6 bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan di TK Aisyah Buntu Barana pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Negeri 130 Rantelimbong dan lulus tahun 2005. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke MTs Guppi Buntu Barana dan lulus tahun 2008, dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Anggeraja dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Selama perkuliahan penulis aktif dalam berbagai organisasi internal kampus diantaranya anggota bidang eksternal Badan Pengawas Himpunan (BPH) Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin tahun 20122013 dan anggota Mahasiswa Pencinta Musholla (MPM) tahun 2011. Selain itu penulis juga aktif pada organisasi eksternal kampus, yakni organisasi daerah Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu (HPMM) Komisariat Universitas Hasanuddin sebagai kepala bidang pada bidang kerohanian. Serta penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian didalam kampus dan diluar kampus.
v
ABSTRAK MURTAFIAH DARIS. O11111270. Deteksi Trypanosoma evansi Pada Kerbau Perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang. Dibimbing oleh PROF.DR.DRH.LUCIA MUSLIMIN, M.SC dan DRH. SUHARTILA
Trypanosomiasis atau Surra adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh agen Trypanosoma evansi dan ditularkan melalui gigitan lalat penghisap darah (haematophagus flies (Andesjam, 2013). Parasit penyebab penyakit ini yakni Trypanosoma evansi umumnya hidup dalam aliran darah khususnya dalam cairan atau plasma darah sebagai parasit ekstra seluler. Parasit ini juga dapat ditemukan dalam organ tubuh yang lain seperti jantung, hati, otak, atau susunan saraf pusat, limpa, ginjal dan paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi parasit darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah di Kabupaten Enrekang. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 2 Juni sampai 25 Juni 2015. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan kejadian parasit darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 28 ekor kerbau perah yang tersebar di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling dengan mengambil sampel yang terdapat Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Metode pengambilan sampel darah yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan metode preparat ulas darah tipis. Hasil ulas darah tipis yang diperiksa secara mikroskopis menunjukkan bahwa sel darah merah yang terdapat pada kerbau perah terlihat normal, artinya tidak terjadi infeksi parasit darah Trypanosoma evansi. Pemeriksaan ulas darah juga tidak menunjukkan adanya infeksi parasit darah lainnya pada ternak kerbau perah. Namun berdasarkan gejala-gejala fisik yang muncul, kemungkinan terdapat infeksi cacing atau infeksi mikroorganisme lainnya.
Kata Kunci : Deteksi, Trypanosoma evansi, kerbau perah, Curio, Enrekang.
vi
ABSTRACT MURTAFIAH DARIS. O11111270. Detection Trypanosoma evansi on breast (bubalus bubalis) in the district of Enrekang. Suvervised by PROF. DR. DRH. LUCIA MUSLIMIN, M.SC and DRH. SUHARTILA
Trypanosomiasis or Surra is a disease, caused by a Trypanosoma evansi and be transmitted through the flies are blood-sucking (haematophagus flies (Andesjam, 2013). Parasite the cause of the disease is the Trypanosoma evansi are generally living in the flow of blood, especially liquids or blood plasma as a parasite extracellular. It also can be found in organs such as heart, liver, brain or central nervous system, limp, kidney and lung. This study aims to detect parasites blood it on a dairy in the district of Enrekang. Research will begin on 2-25 June 2015. This research expected to provide information about the existence of the incident, the blood it on a dairy. The samples used in this study as many as 28 of the breast that exist in the district Curio of Enrekang. The method of sampling is used is Simple Random Sampling by taking samples contained in the district Curio of Enrekang. Method the blood is used is with the preparation of a blood thinner. The results of a blood thinner is examined in microscopic shown that red blood cells in normal circumstances, it’s not a parasitic infection the blood it. Examination of the blood is also doesn’t show any infection, other blood on cattle buffalo the breast. But the symptoms of physical appereance is likely there is infection a worm o other microorganism.
Keywords : Detection, Trypanosoma evansi, Buffalo the breast, Curio, Enrekang
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deteksi Trypanosoma evansi pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang”. Shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai gelar sarjana kedokteran hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada dosen pembimbing utama Prof.Dr.drh. Lucia Muslimin, M.Sc dan dosen pembimbing anggota drh. Suhartila atas dedikasi ilmu, waktu, motivasi, dan kesabarannya dalam membimbing mulai dari usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, serta kepada dosen penguji drh. Hadi Purnama Wirawan dan drh. Sri Utami atas motivasi, saran, dan kritiknya kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin, 3. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang drh,Yunwar beserta staf yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian, 4. Seluruh dosen serta staf pengelola pendidikan Program Studi Kedokteran Hewan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses pendidikan, 5. drh. Fitri Amaliah, St. Aminah Salam, Andri Rahmandani, dan seluruh staf Balai Besar Veteriner Maros yang senantiasa memberikan bantuan dan dukungan selama proses penelitian, 6. Masyarakat Desa Sumbang khususnya para peternak yang telah membantu pengumpulan data penelitian serta informasi-informasi penting yang dibutuhkan peneliti dan dengan rasa kekeluargaan menerima dan membantu penulis selama penelitian berlangsung. 7. Paramedik dan rekan-rekan satu tim di lokasi penelitian, Ir. Abbas, Reski Olivia Duri, Yaumil Ni’mah, Kuntum Khoirani, Wahyuni, Dzulfikri dan
viii
kakanda Abdul Malik yang senantiasa meluangkan waktu, memberikan bantuan, dan atas kerja samanya selama penelitian 8. Rekan mahasiswa kedokteran hewan angkatan 2011 yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di kedokteran hewan Universitas Hasanuddin dan membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini, 9. Kepada semua warga HPMM Komisariat Universitas Hasanuddin atas dukungan, motivasi dan bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini, 10. Sahabat yang selalu memberikan semangat dan bantuannya, Rezki Ramadhani S.Hut, Arief Salam, Imran, Hendrawanto, Curma Anugrah S.Hut, Yusmin, Yarham Samad S.H, Setiawaty Reski Darita S. TP, Nur Onayanti S. Si, Andika Hafidz serta sahabat yang selalu setia mendengarkan, memberikan masukan dan kritikan si iting (Rifal Hidayat) terima kasih. 11. Untuk kandaku Abu Bakar Ibrasa S.E terima kasih atas kesabaran dan keikhlasannya mendampingi saya dalam menyelesaikan tanggung jawab ini, memberikan motivasi, bantuan dan kritikannya kepada saya dalam melaksanakan penelitian sampai penyusunan skripsi ini. 12. Terkhusus kedua orang tua penulis, Ayahanda Daris dan Ibunda tercinta Hafsa Asbar S.Pdi atas cinta kasih dan untaian kasih sayang serta doa yang tidak pernah putus, dan juga kepada orang tua kedua saya Nursam dan Suriani Asbar S.Ag yang selama ini banyak memberikan motivasi dan bantuannya serta adik-adik ku Muh. Ammar Daris, Muh.Yahya Daris, Khaeriani Daris, Raudhatul Jannah Daris dan Muh. Abrar Daris yang amat saya sayangi terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya selama ini, Sekali lagi terima kasih kepada semua pihak yang juga tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuan dan kerja samanya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam penyusunan karya berikutnya dapat lebih baik.
Makassar, November 2015
Murtafiah Daris ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL……………………………………………………… i HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iv RIWAYAT PENULIS .................................................................................... v ABSTRAK ...................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv 1.PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ..................................................................................... I.2 Rumusan Masalah ................................................................................ I.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. I.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... I.5 Hipotesis .............................................................................................. I.6 Keaslian Penelitian...............................................................................
1 2 2 2 2 2
2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Kerbau .................................................................................. 3 2.2 Karakteristik Daerah ........................................................................ 4 2.2.1 Geografi .......................................................................................... 5 2.2.2 Luas Wilayah .................................................................................. 5 2.2.3 Topografi ........................................................................................ 5 2.3 Trypanosma evansi........................................................................... . 5 2.3.1 Etiologi ........................................................................................... 5 2.3.2 Morpologi ....................................................................................... 6 2.3.3 Siklus Hidup ................................................................................... 7 2.3.4 Patogenesis ..................................................................................... 8 2.3.5 Epidemiologi................................................................................... 8 2.3.6 Cara Penularan ................................................................................ 9 2.3.7 Gejala Klinis .................................................................................. 10 2.3.8 Diagnosis ....................................................................................... 11 2.3.9 Pencegahan dan Kontrol ................................................................ . 11 3.MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 3.2 Materi Penelitian ............................................................................... 3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling ......................................................... 3.2.2 Bahan .............................................................................................. 3.2.3 Alat .................................................................................................
13 13 13 14 14
x
3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 3.3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 3.3.2 Pengambilan Sampel Darah ............................................................ 3.3.3 Pemeriksaan Laboratorium ............................................................. 3.3.4 Analisis Data ................................................................................... 3.4 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................
14 14 14 14 15 16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………… 17 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan......................................................................................... 5.2 Saran ....................................................................................................
25 25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
26
LAMPIRAN ....................................................................................................
30
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
Gambar 1 Morfologi Trypanosoma evansi ...................................................... Gambar 2 Siklus Hidup Trypanosoma evansi Pada Kerbau Perah .................. Gambar 4.1 Sampel yang telah dibuat preparat ulas darah tipis ....................... Gambar 4.2 Bentuk Trypanosoma evansi dalam darah .................................... Gambar 4.3 Morfologi Lalat Tabanus Penghisap Darah .................................. Gambar 4.4 Deteksi Parasit Darah (Trypanosoma evansi) ............................... Gambar 4.5 Diagaram Penilaian Pengalaman Beternak ................................... Gambar 4.6 Diagaram Penilaian Pola Pemeliharaan ........................................ Gambar 4.7 Diagram Variabel Penilaian Cara Merawat Kerbau Perah ........... Gambar 4.8 Diagram Variabel Penilaian Kondisi Kerbau Perah ..................... Gambar 4.9 Diagram Variabel Penilaian Letak Kandang Kerbau Perah ........ Gambar 4.10 Diagram Variabel Penilaian Kondisi Kandang Kerbau Perah ....
6 7 16 18 12 19 19 20 20 21 21 22
xii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Data Populasi Ternak Kerbau Kabupaten Enrekang Tahun 2014……………………………………………………… 4 Tabel 4.1 Deskripsi faktor-faktor penyebab manajemen pemeliharaan dan penilaian pengetahuan peternak yang berpengaruh terhadap deteksi Trypanosoma evansi pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di kabupaten Enrekang…........……..............................................17
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lampiran 1
Lampiran 2 Lampiran 3
Halaman : Kuesioner informasi dasar serta faktor risiko Biosekuriti pada peternakan kerbau perah terhadap kejadian penyakit parasit darah Trypanosoma evansi di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang……………………………..……. : Hasil Uji Mikroskopis ulas darah tipis terhadap Penyakit Trypanosoma evansi pada kerbau perah……. : Dokumentasi Kegiatan………………………………….
27 28 30
xiv
I. 1.1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Salah satu usaha bidang peternakan yang belum memperoleh penanganan secara intensif dan masih perlu didorong serta dikembangkan adalah usaha peternakan kerbau perah. Usaha peternakan kerbau perah di Enrekang merupakan usaha sambilan untuk menambah pendapatan bagi peternak yang memeliharanya. Beternak kerbau perah merupakan sumber ekonomi yang sangat berarti bagi petani peternak pedesaan Indonesia, sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya (Ibrahim, 2008) Kabupaten Enrekang merupakan daerah yang memiliki potensi peternakan besar, dilihat dari wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan berbagai jenis ternak. Luas areal peternakan untuk padang pengembalaan 600 ha dan luas areal kebun HMT (Hijauan Makanan Ternak) 514 ha dari 1,786,01 ha luas wilayah Kabupaten Enrekang. Salah satu ternak yang banyak dipelihara masyarakat di Kabuapten Enrekang terutama Kecamatan Curio adalah ternak kerbau perah yang di manfaatkan sebagai sumber protein hewani dan tenaga kerja. Ternak kerbau perah perlu untuk dikembangkan demi mencapai kesejahteraan masyarakat petani peternak (Ancong, 2011). Penyakit pada kerbau jika tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi kendala dalam pengembangan komoditas ini. Trypanosomiasis (Surra) yang disebabkan oleh parasit darah Trypanosoma evansi merupakan penyakit yang cukup penting pada ternak kerbau, umumnya bersifat kronis bahkan tanpa gejala klinis (asimtomatis). Kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama dan lebih tinggi dari pada sapi sehingga diduga sebagai sumber penularan (reservoir) yang potensial bagi ternak lainnya (Martindah dan Husein, 2000). Kerugian utama akibat infeksi trypanosomiasis pada kerbau berupa: penurunan bobot badan, daya reproduksi rendah, keterlambatan pertumbuhan pada anak, penurunan daya kerja, kematian dan keadaan yang disebut imunosupresi (decreased immune responsiveness). Pengendalian Surra sepenuhnya masih tergantung pada pengobatan yang diberikan secara individual kepada hewan yang diduga terinfeksi dengan obat tripanocidal. Suramin merupakan obat tripanocidal yang efektif karena tidak ada resistensi sehingga dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengendalian Surra, akan tetapi obat ini sulit diperoleh dan harganya mahal. Selayaknya pengobatan terhadap Tripanosomiasis (Surra) dilakukan secara strategis yaitu pada awal terjadi infeksi agar penyakit tidak menyebar dan perlu dicarikan obat alternatif yang murah, efektif, mudah aplikasinya serta mudah didapat (Martindah dan Husein, 2000). Kerbau diduga lebih peka terhadap Trypanosoma evansi daripada sapi. Infeksi pada kerbau bersifat laten (sub klinik). Seperti halnya pada sapi, kerbau juga bertindak sebagai reservoir. Kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama dan lebih tinggi daripada sapi sehingga kerbau diduga merupakan sumber penularan yang potensial bagi ternak sapi maupun kuda (Partoutomo et al, 1996). Dari hasil laporan yang dihasilkan bahwa masih minim dilaporkan kasus terkait kejadian parasit pada ternak kerbau terutama di Kabupaten Enrekang, mengenai kejadian penyakit Trypanosomiasis dimana bersifat sangat patogen dan zoonosis (dapat menular ke manusia) pada hospes yang memiliki ketahanan tubuh
1
yang rendah, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan dampak mengenai kejadian pada penyakit Trypanosomiasis sehingga masyarakat cenderung acuh terhadap kasus tersebut. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Deteksi Trypanosoma evansi (surra) Pada Kerbau Perah (Bubalus bubalis) Di Kabupaten Enrekang” sehingga dapat diambil suatu langkah kebijaksanaan terutama untuk penanggulangannya. 1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah terdapat kejadian infeksi parasit darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang. 1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mendeteksi parasit darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah di Kabupaten Enrekang. 1.4 Manfaat Penelitian 1. 4.1 Manfaat Institusi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan kejadian parasit darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah. Informasi ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan (Pemerintah Daerah, Balai Besar Veteriner Maros, Karantina Pertanian, peternak dan instansi terkait lainnya) dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit parasit khususnya kejadian parasit darah Trypanosomiasis di Kabupaten Enrekang. 1. 4.2 Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsi ilmiah bagi dunia pendidikan dan memberikan manfaat bagi masyarakat umum serta menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya. 1. 4.3 Manfaat Praktis Diharapkan bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu dan wawasan ilmiahnya. 1.5
Hipotesis
Ditemukan infeksi parasit darah Trypanosoma evansi pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian tentang Deteksi Trypanosoma evansi (surra) Pada Kerbau Perah (Bubalus bubalis) Di Kabupaten Enrekang belum pernah dilaporkan. Penelitian terhadap parasit darah khususnya penyakit Trypanosomiasis di Indonesia telah banyak dilakukan, namun fokus, tujuan, dan lokasinya berbeda, seperti halnya (Martindah dan Husein ) Trypanosomiasis Pada Ternak Kerbau. 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Kerbau
Kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya di daerah belahan utara tropika. Ternak kerbau sangat menyukai air. Sisa – sisa fosil kerbau yang sekarang masih tersimpan di India (Lembah Hindus) menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lumpur domestikasi tampaknya berasal dari daratan China. Kerbau termasuk familia Bovidae dan sejarah mencatat telah diternakkan di India, Malaysia dan Mesir. Ternak ini berfungsi triguna : perah, daging dan ternak kerja. Kemampuannya yang menonjol adalah dapat memanfaatkan tanaman yang terkasar dan merubahnya menjadi produk ternak (Reksohadiprodjo, 1984). Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau masih cukup baik (Bamualim, et al., 2006). Berbeda dengan populasi sapi potong dan sapi perah yang dominan di pulau Jawa, populasi kerbau cenderung tersebar merata secara regional/pulau di seluruh Indonesia. Populasi kerbau terbesar terdapat di Sumatera dengan jumlah 512,8 ribu ekor atau 39,30 persen dari total populasi kerbau Indonesia. Populasi kerbau pulau Jawa mencapai 363 ribu ekor atau 27,82 persen, kemudian pulau Bali dan Nusa Tenggara 257,6 ribu ekor atau 19,74 persen; pulau Sulawesi 110,4 ribu ekor atau 8,46 persen; pulau Kalimantan 41,5 ribu ekor atau 3,18 persen, serta pulau Maluku dan Papua 19,7 ribu ekor atau 1,51 persen dari populasi kerbau Indonesia (Kementrian Pertanian, 2011). Ternak kerbau perlu untuk dikembangkan demi mencapai kesejahteraan masyarakat petani peternak. Jenis kerbau yang dijadikan sebagai kerbau perah di Kabupaten Enrekang adalah kerbau lumpur. Secara taksonomi kerbau lumpur dapat diklasifikasikan sebagai berikut menurut Kerr (1972) dalam Izza (2011) : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Bovinae : Bubalus : Bubalus bubalis
3
Adapun data jumlah populasi kerbau perah Kabupaten Enrekang dilihat dari tiap kecamatan sebagai berikut : Tabel 2.1. Data Populasi Ternak Kerbau Kabupaten Enrekang Tahun 2014 Kecamatan Maiwa
Jantan 327
Betina 772
Jumlah 1.099
Bungin Enrekang Cemdana Baraka Buntu Batu Anggeraja Malua Alla’ Curio Masalle Baroko
0 6 9 227 13 4 61 11 263 10 54
1 6 20 463 40 14 243 42 500 16 57
1 12 29 690 53 18 304 53 763 26 111
2.2 Karakteristik Daerah 2.2.1
Geografi
Secara geografis, Kabupaten Enrekang terletak pada 3o 14’ 36’’ sampai 3o 50’ 00’’ Lintang Selatan dan 119o 40’ 53’’ sampai 120o 06’ 33’’ Bujur Timur. Luas daratan Wilayah Kabupaten Enrekang adalah 1.786,01 km². Batas-batas geografis wilayah Kabupaten Enrekang secara lengkap adalah sebagai berikut: (Anonim, 2011). di sebelah utara dengan Kabupaten Tana Toraja di sebelah timur dengan Kabupaten Sidrap di sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang di sebelah selatan dengan Kabupaten Luwu 2.2.2
Luas Wilayah
Secara keseluruhan Kabupaten Enrekang memiliki Wilayah seluas 1.786,01 km . Jika dibandingkan luas wilayah Sulawesi Selatan, maka luas wilayah Kabupaten Enrekang sebesar 2,83 %. Kabupaten Enrekang terbagi menjadi 12 kecamatan dan secara keseluruhan terbagi lagi dalam satuan wilayah yang kecil yaitu terdiri atas 129 wilayah desa/kelurahan (Anonim, 2011). 2.2.3
Topografi
Topografi Wilayah Kabupaten Enrekang pada umumnya mempunyai wilayah Topografi yang bervariasi berupa perbukitan, pegunungan, lembah dan 4
sungai dengan ketinggian 47 - 3.293 m dari permukaan laut serta tidak mempunyai wilayah pantai. Secara umum keadaan Topografi Wilayah wilayah didominasi oleh bukit-bukit/gunung-gunung yaitu sekitar 84,96% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya 15,04%. Musim yang terjadi di Kabupaten Enrekang ini hampir sama dengan musim yang ada di daerah lain yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim kemarau dimana musim hujan terjadi pada bulan November - Juli sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus – Oktober (Anonim, 2011).
2.3 Trypanosoma evansi (surra) Trypanosomiasis atau Surra adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh agen Trypanosoma evansi dan ditularkan melalui gigitan lalat penghisap darah (haematophagus flies). Agen Trypanosoma evansi telah tersebar luas di kawasan Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Selatan. Pada wilayah yang berbeda tersebut, parasit ini dapat menyerang berbagai spesies hewan. Di Amerika Selatan, kasus penyakit Surra paling sering ditemukan pada kuda. Hewan yang terinfeksi di Cina umumnya kuda, kerbau, dan rusa. Di Timur Tengah dan Afrika parasit ini menyerang unta, dan di Asia Tenggara penyakit Surra dapat ditemukan pada kuda, sapi, dan kerbau (Andesjam, 2013) Parasit penyebab penyakit ini yakni Trypanosoma evansi umumnya hidup dalam aliran darah khususnya dalam cairan atau plasma darah sebagai parasit ekstra seluler. Parasit ini juga dapat ditemukan dalam organ tubuh yang lain seperti jantung, hati, otak, atau susunan saraf pusat, limpa, ginjal dan paru-paru. Lebih lanjut Sudardjat, menyatakan bahwa untuk keperluan hidup parasit ini, sumber energi diambil dari glukosa darah. Menurunnya kadar glukosa darah menyebabkan terjadinya peningkatan asam susu yang mengakibatkan turunnya daya tahan tubuh, disamping timbulnya toksin/tripanotoksin (Sudardjat, 1998). 2.3.1
Etiologi Klasifikasi dari trypanosomiasis : (Anonim, 2012) Sub Kingdom : Protozoa Filum : Sarcomastigophora Sub Filum : Mastigophora Kelas : Zoomastigophorasida Ordo : Kinetoplastorida Famili :Trypanosomadidae Genus : Trypanosomatidae Sub Genus : Trypanozoon Spesies : Trypanosoma evansi Habitat : Pembuluh darah, pembuluh limfe, cairan otak Induk semang : kuda, unta, anjing, hewan ternak
Di alam terdapat berbagai jenis trypanosoma pada hewan (animal trypanosomes) yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu non patogen dan
5
patogen. Trypanosoma lewisi merupakan trypanosoma non patogen yang ditemukan pada tikus dan ditularkan melalui pinjal (rat flea). Jenis trypanosoma yang patogen diantaranya Trypanosoma brucei yang menyebabkan penyakit Nagana pada ternak di Afrika, Trypanosoma equiperdum diketahui menyebabkan penyakit Dourine pada kuda yang ditularkan melalui perkawinan (venereal disease). Trypanosoma equinum yang ditularkan secara mekanis oleh lalat Tabanus dapat menyebabkan penyakit Mal de Caderas pada kuda di Amerika Selatan. Di Afrika, Trypanosoma vivax dan Trypanosoma congolense yang ditularkan oleh lalat tsetse dapat menginfeksi ternak dan manusia (human trypanosomiasis). Adapun Trypanosoma evansi yang ditularkan secara mekanik oleh lalat tabanus dapat menyebabkan penyakit Surra pada kuda, sapi dan kerbau.(Pathak et al,. 1997) 2.3.2 Morfologi Trypanosoma evansi memiliki morfologi yang mirip dengan trypanosoma lainnya seperti Trypanosoma equiperdum, Trypanosoma brucei, Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense. Permukaan tubuh Trypanosoma evansi diselubungi oleh lapisan protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubahubah bentuk (variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk, maka Trypanosoma evansi dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh Trypanosoma evansi (Kauffman, 2001). Penyakit Surra disebabkan oleh protozoa yang merupakan parasit darah, yaitu Trypanosoma evansi. Parasit ini dapat ditemukan di dalam sirkulasi darah pada fase infeksi akut. Trypanosoma evansi memiliki ukuran panjang 15 to 34 μm dan dapat membelah (binary fission) untuk memperbanyak diri. Bentuknya yang khas seperti daun atau kumparan dicirikan dengan adanya flagella yang panjang sebagai alat gerak. Di bagian tengah tubuh terdapat inti yang mengandung kariosoma (trofonukleus) yang besar dan terletak hampir sentral. Salah satu ujung tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut kinetoplast (Davison et al, 2000)
Gambar 1. Morfologi Trypanosoma evansi
6
Trypanosoma evansi hidup dan bergerak dalam plasma darah atau cairan jaringan induk semang. Mereka memanjang, ramping dan meruncing dikedua ujungnya. Para pellicle lapisan luar dari sitoplasma cukup fleksibel untuk memungkinkan tingkat gerakan tubuh. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Permukaan tubuh Trypanosoma evansi diselubungi oleh lapisan protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk (variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk, maka Trypanosoma evansi dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh Trypanosoma evansi (Omanwar et al. 1999).
2.3.2
Siklus Hidup
Penyakit ini ditularkan secara mekanik oleh lalat penghisap darah dari genus Tabanus dan Stomoxys (Soulsby, 1982). Lalat memindahkan Trypanosoma evansi pada saat menghisap makanan/darah pada tubuh hewan, karena terganggu lalat tersebut kemudian pindah ke hewan lain dengan cepat untuk melanjutkan kegiatan makannya. Parasit darah ini dapat hidup dalam mulut lalat selama 30 menit sampai enam jam (Sukanto, 1994). Didalam tubuh vektor, dimulai sejak lalat menghisap darah penderita, bersama darah juga akan terhisap gamon (mikro dan makro)-gamet, didalam tubuh lalat mikrogamet akan secara aktif mencari makrogamet untuk kawin, hasil perkawinan terbentuklah zygot berbentuk bulat kemudian berkembang lebih lanjut bentuknya berubah memanjang dan dapat bergerak disebut ookinet, ookinet bergerak menuju dinding usus tengah untuk membentuk ookista, ookista mengalami proses sprogony (pembentukan sporozoit) dengan menbelahan berlipat ganda (skizogoni) menghasilkan sporozoit, sporozoit akan bermigrasi menuju kelenjar air liur sehingga lalat menjadi infektif. (Dwinurmijayanto, 2011) Didalam tubuh hewan peka, dimulai juga saat lalat infektif menghisap darah, sporozoit yang berada didalam kelenjar ludah akan ikut tersebar kedalam peredaran darah, kemudian akan memasuki sel endotel (ginjal, hati dan paru-paru) serta didalam ruangan berisi darah atau didalam jaringan (jantung, limpa, pankreas, thymus, otot-otot, usus, tarakhea, ovarium, kelenjar adrenal, dan otak. Sporozoit mengalami proses merogony (pembentukan merozoit) dengan cara pembelahan berlipat ganda (skizogoni) sehingga dibebaskan banyak merozoit. Merogoni berlangsung beberapa kali, kemudian mengalami proses gametogony (pembentukan gamet) akhirnya terbentuklah (mikro dan makro)-ganet. Gamet ini akan ikut terhisap saat lalat menghisap darah maka terulanglah siklus seperti diatas. (Dwinurmijayanto, 2011)
7
Gambar 2. Siklus Hidup Trypanosoma Evansi pada Ternak Kerbau
2.3.3
Patogenesis
Vektor utama adalah lalat dan nyamuk (Stomoxys calcitrans, Lyperosia, Glossina dan Tabanus). Trypanosoma evansi diketahui hanya berbentuk tunggal (monomorfik) berbeda dengan spesies lain yang berbentuk ganda (pleomorfik). Dalam keadaan tertentu, protozoa ini tidak dapat tertangkap saat dilakukan pemeriksaan karena dapat bersembunyi di dalam kelenjar limfe (Subronto, 2006). Penyakit Tripanosomiasis ditularkan secara mekanik melalui gigitan vektor setelah ia menghisap darah penderita, baik hewan ternak maupun anjing. Setelah memasuki peredaran darah, trypanosoma segera memperbanyak diri secara biner. Dalam waktu pendek penderita mengalami parasitemia dan suhu tubuh biasanya mengalami kenaikan. Sel darah penderita yang tersensitisasi oleh parasit segera dikenali oleh makrofag dan dimakan oleh sel darah putih tersebut. Bila sel darah merah yang dimakan makrofag cukup banyak, penderita segera mengalami anemia normositik dan normokromik. Sebagai akibat anemia, penderita tampak lesu, malas bergerak, bulu kusam, nafsu makan menurun dan mungkin juga terjadi oedem di bawah kulit maupun serosa (Subronto, 2006). 2.3.4
Epidemiologi
Ada 4 macam pertanyaan dasar untuk menyelidiki penyakit dalam populasi yang mencakup eksistensi, penyebab, pengendalian dan ekologi penyakit dalam populasi. Salah satu pertanyaan dalam menyelidiki penyakit penyebab Trypanosoma evansi adalah perananan faktor-faktor lingkungan, hospes, agen pembawa sabagai penyebab penyakit yang ada dalam Postula Evans ( Martin. et al., 1987). Mengetahui tentang aspek Centry Epidemiologi dari ekologi parasite Trypanosoma evansi tersebut sangat berguna untuk menentukan strategi 8
pemberantasan dan pencegahannya. Diketahuinya faktor penyebab Trypanosoma evansi sangat berguna untuk menentukan penyebab penyakit selanjutnya dengan metode yang efektif untuk pengendalian penyakit tersebut sehingga dapat menekan dampak ekonomi dan social yang ditimbulkan ( Rushton et al, 2006). Trypanosoma evansi dapat menginfeksi berbagai hewan inang (wide host spectrum) yang secara ekonomis bernilai penting. Kuda sangat rentan terhadap penyakit Surra dan dapat menyebabkan mortalitas tinggi. Hewan lain yang rentan terinfeksi adalah sapi, kerbau, kambing, domba dan rusa, namun hewan-hewan tersebut lebih toleran terhadap infeksi sehingga dapat menjadi hewan pembawa parasit (reservoir). Agen Trypanosoma evansi juga dapat menyerang babi, anjing, kucing dan beberapa jenis hewan liar. Adapun tikus dan mencit merupakan hewan percobaan yang sangat rentan terinfeksi Trypanosoma evansi sehingga digunakan dalam teknik inokulasi untuk mendeteksi infeksi subklinis penyakit Surra (Nasution, 2007). Manusia, walaupun jarang terjadi, dapat pula terinfeksi Trypanosoma evansi. Namun infeksi pada manusia bukanlah infeksi yang terjadi secara alami karena pada dasarnya Trypanosoma evansi adalah parasit darah pada hewan (animal trypanosome). Kasus infeksi Trypanosoma evansi pada manusia yang pernah dilaporkan terjadi India masih memerlukan kajian lebih lanjut. (Nasution, 2007). Di beberapa negara, insidensi penyakit Surra mengalami peningkatan yang signifikan terutama pada musim hujan. Hal ini terjadi karena populasi lalat penghisap darah meningkat pada musim hujan. Selain faktor musim, beban kerja yang berlebih pada ternak, kurangnya nutrisi dan stress lingkungan juga berkaitan dengan penyakit Surra. (Oka, 2010) Di Indonesia, wabah Surra terjadi secara sporadik. Walaupun terkadang wabah terjadi lokal, namun mortalitas (kematian) ternak yang terinfeksi cukup tinggi. Gambaran lain tentang penyakit Surra di Indonesia adalah masih berlangsungnya perpindahan hewan dari daerah yang tertular Surra ke daerah yang bebas atau sebaliknya. (Oka, 2010) Penyebaran penyakit Surra yang luas di hampir seluruh wilayah Indonesia dan kejadian penyakit yang sporadik memperkuat dugaan adanya enzootic stability antara agen Trypanosoma evansi dan inang. Hal ini artinya penyakit Surra dapat muncul kapan saja tergantung dengan faktor lingkungan, kondisi imunitas hewan dan populasi lalat (vektor). (Nasution, 2007). 2.3.5
Cara Penularan
Penularan penyakit Surra antarhewan terjadi melalui darah yang mengandung parasit Trypanosoma evansi. Penularan yang paling utama terjadi secara mekanis oleh lalat penghisap darah (hematophagous flies). Di Indonesia, vektor penular yang berperan adalah lalat Tabanus, Haematopota, dan Chrysops. Jenis lalat lain seperti Stomoxys, Musca, Haematobia juga dapat menjadi vektor pada saat populasi lalat tersebut meningkat di suatu wilayah. Walaupun penularan terjadi melalui gigitan lalat, tetapi agen Trypanosoma evansi tidak melakukan perkembangan siklus hidup di dalam tubuh lalat. (OIE, 2009). Hewan karnivora dapat terinfeksi trypanosoma apabila memakan daging yang mengandung trypanosoma. Penularan melalui air susu dan selama masa
9
kebuntingan pernah pula dilaporkan (OIE, 2009). Namun karena parasit ini tidak mampu bertahan lama di luar tubuh inang, maka resiko penularan melalui produk asal hewan (daging dan susu) dapat diabaikan. Penularan melalui peralatan kandang seperti dehorner (alat pemotong tanduk) serta alat-alat medis misalnya jarum suntik dan alat bedah dapat terjadi apabila peralatan tersebut terkontaminasi darah yang mengandung parasit trypanosoma. (OIE, 2009). 2.3.6
Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada hewan bervariasi tergantung pada keganasan/virulensi agen Trypanosoma evansi, jenis hewan (host) yang terinfeksi dan faktor lain yang dapat menimbulkan stress. Lama waktu antara awal infeksi dan munculnya gejala klinis (masa inkubasi) bervariasi, rata – rata 5 sampai 60 hari pada infeksi akut. Akan tetapi penyakit Surra umumnya berlangsung kronis (chronic infection) dengan angka kematian yang rendah sehingga pernah dilaporkan masa inkubasi yang lebih lama yaitu 3 bulan. Setelah masa inkubasi, dalam waktu kurang dari 14 hari akan ditemukan parasit yang beredar dalam sirkulasi darah (parasitemia). (Anonim 2014). Manisfestasi klinis penyakit Surra dapat berupa gejala demam berulang (intermiten) akibat parasitaemia. Parasitemia sangat tinggi variasinya selama masa infeksi: tinggi pada awal infeksi, rendah selama infeksi berjalan kronis dan hampir tidak ada pada hewan pembawa agen (carrier). (Anonim 2014). Anemia merupakan gejala yang paling banyak ditemukan pada infeksi oleh trypanosoma. Membran sel darah merah akan kehilangan salah satu komponen penyusun yaitu asam sialik (sialic acid). Hal tersebut akan mengaktifkan makrofag pada organ limpa, hati, paru-paru, limfonodus dan sum-sum tulang untuk memfagosit sel darah merah sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah. (Anonim 2014). Gejala lain diantaranya penurunan berat badan, pembengkakan limfonodus prescapularis kiri dan kanan, kelemahan otot tubuh, oedema pada anggota tubuh bagian bawah seperti kaki dan abdomen, urtikaria pada kulit, perdarahan titik (petechial haemorrhages) pada membran serous kelopak mata, hidung dan anus, keguguran (abortus), dan gangguan syaraf. Penurunan imunitas tubuh (imunosupresi) juga ditemui sehingga hewan inang menjadi rentan terhadap infeksi sekunder. (Anonim 2014). Trypanosomiasis pada kerbau umumnya memang bersifat kronis bahkan tanpa gejala klinis (asimtomatis). Kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama dan lebih tinggi daripada sapi, sehingga diduga sebagai sumber penularan (reservoir) yang potensial bagi ternak lainnya (Levine, 1995). Setelah melewati masa inkubasi timbul gejala umum : temperatur naik, lesu, letih dan nafsu makan terganggu. biasanya hewan dapat mengatasi penyakit walaupun dalam darahnya ada Trypanosoma bertahun-tahun. Apabila sakit : demam selang seling, oedema bawah dagu dan anggota gerak, anemia, makin kurus dan bulu rontok. Mucosa menguning awalnya cermin hidung mengering lalu keluar lendir dan air mata dan sering makan tanah. Ketika masuk cairan cerebrospinal: sempoyongan, berputar-putar,gerak paksa dan kaku (Levine, 1994)
10
2.3.7
Diagnosis
Tes diagnosa merupakan hal yang sangat penting untuk mendeteksi suatu penyakit. Pada level populasi (herd level) memberikan indikasi dalam menentukan frekuensi kejadian penyakit; dan pada level individu, selain dipakai sebagai langkah awal sebelum memberikan pengobatan pada ternak, juga untuk mengkaji efikasi suatu terapi. Dalam mendeteksi penyakit Surra (Trypanosomiasis) biasa digunakan tes diagnostik secara parasitologi seperti ulas darah, Microhematokrit Centrifugation Technique (MHCT) dan inokulasi pada hewan percobaan pada mencit - Mice Innoculation (MI). Selain itu diagnosa juga dapat dilakukan secara serologi yakni dengan metoda Card Agglutination Test (CATT), Antibodi-ELISA dan Antigen-ELISA. Teknik immunohistokimia dengan Avidin-Biotin- Peroksidase Complex (ABC) telah dicoba untuk mendeteksi Trypanosoma evansi yang ada di dalam jaringan; pada tikus, parasit dapat dideteksi di hampir semua organ, sedang pemeriksaan yang sama pada kerbau ternyata tidak mendapatkan hasil (Damayanti, 1993). Pada kondisi laboratorium, tes diagnostic secara ELISA dan CATT dapat mendeteksi antibodi atau antigen Trypanosoma segera setelah infeksi (Luckin, 1999). HMCT cukup sensitif untuk deteksi infeksi dini, Ab-ELISA mendeteksi adanya antibodi mulai minggu ke-2 pasca infeksi, sedang Ag-ELISA memberi harapan paling sensitif mendeteksi sel mati dari parasit. Sementara CATT, adalah uji aglutinasi langsung, untuk mendeteksi adanya antibody Trypanosoma evansi dalam serum atau plasma hewan penderita (Solihat et al., 1996). Uji ini sudah standar dan bagus digunakan untuk mendiagnosa kerbau, sapi dan kuda. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa uji aglutinasi terhadap Trypanosoma evansi memiliki angka sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, sehingga CATT bagus untuk digunakan di lapangan. Dengan demikian, Ab-ELISA baik dipakai untuk skrening awal sejumlah sampel sehingga ternak yang beresiko dapat diidentifikasi dan CATT untuk mengkonfirmasi hasil evaluasi agar lebih akurat. Daviosn et al. (1996) telah mengevaluasi Ag-ELISA terhadap Trypanosoma evansi, hasil menunjukkan bahwa Ag-ELISA mempunyai sensitivitas yang tinggi dibanding dengan MHCT atau MI. Meskipun demikian, MI ternyata lebih sensitif dibanding dengan MHCT tetapi uji ini tidak praktis digunakan di lapangan.
2.3.8
Pencegahan dan Kontrol
Sampai saat ini belum ada gerakan pengendalian penyakit Surra baik dengan mengontrol lalat atau pun dengan chemotherapy. Pengendalian Surra sepenuhnya masih tergantung pada pengobatan dan hanya diberikan kepada hewan yang menderita infeksi aktif. Para pemelihara kerbau menggunakan insektisida untuk mengusir lalat (vektor). Biasanya pengobatan hanya diberikan secara individual kepada hewan yang diduga terinfeksi dengan obat trypanocidal, berdasarkan dari gejala klinis sakit, akan tetapi untuk hewan karier masih sulit, karena tidak menunjukkan gejala. Rendahnya sensitivitas tes secara parasitology dan gejala klinis yang tidak spesifik menyebabkan pengobatan tidak dapat diaplikasikan secara efektif (Luckins, 1999). Oleh karena itu diperlukan teknik diagnosa yang benar-benar akurat agar obat tidak terbuang.
11
Obat trypanocidal yang sudah digunakan untuk mengobati penyakit Surra di berbagai negara adalah: suramin, diminazene, isomedium, quinapyramine dan cymelarsan. Diminazen telah berhasil baik untuk pengobatan Surra pada sapi dan kerbau di India, Vietnam, Thailand dan Indonesia. Isomedium dipakai di Malaysia dan Vietnam. Beberapa penelitian melaporkan adanya resistensi obat terhadap beberapa strain Tripanosoma di Vietnam (Stevenson et al., 1985). Namun terbukti hampir semua isolate yang ada di BBalitvet resisten terhadap isometamidium dan sebagian isolat resisten terhadap Diminazen azeturat (Sukanto et al., 1987). Sampai saat ini ternyata hanya Suramin yang efektif untuk pengendalian Surra, karena tidak menimbulkan resistensi dan mempunyai efek residual selama tiga bulan sehingga dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengendalian, namun demikian obat ini sulit diperoleh dan jika ada harganya sangat mahal (Muharsini et al., 2006). Oleh karenanya pengobatan terhadap Trypanosomiasis (Surra) selayaknya dilakukan secara strategis yaitu pada awal terjadi infeksi agar penyakit tidak menyebar dan perlu dicarikan obat alternative yang murah, efektif, mudah aplikasinya serta mudah didapat. Alternatif sebagai pengganti Suramin sedang diteliti di BBalitvet. Pencegahan dapat dilakukan dengan : (Astiti, 2010) 1. Pembasmian serangga penghisap darah dengan tindakan penyemprotan kandang dan ternak dengan Asuntol atau insektisida lain yang aman bagi ternak. 2. Pembersihan tempat yang basah dan rimbun. Pengeringan tanah dan penertiban pembuangan kotoran dan sampah sisa makanan ternak. 3. Pemotongan hewan yang sakit di malam hari untuk menghindari lalat. Ternak yang sakit dapat dipotong dan dikonsumsi dibawah pengawasan dokter hewan. Pengangkutan ternak sakit ke Rumah Potong Hewan (RPH) hanya dapat dilakukan pada malam hari untuk menghindari penyebaran oleh lalat. Seluruh sisa pemotongan harus dibakar dan dikubur dalam-dalam setelah pemotongan, lokasi disuci (Astiti, 2010).
12
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Pengambilan sampel dilaksanakan di Kabupaten Enrekang. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di Laboratorium Balai Besar Veteriner Maros. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1
Sampel dan Teknik Sampling
Populasi penelitian adalah semua kerbau perah yang terdapat di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang sebanyak 500 ekor (Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang, 2014). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 28 ekor kerbau perah yang tersebar di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Berdasarkan formulasi deteksi keberadaan penyakit (Martin et al., 1987): n = [1 – (1- a)1/D] [N – (D – 1)/2] Keterangan : n : Besaran sampel yang digunakan. a : Tingkat kepercayaan D : Jumlah hewan sakit dalam populasi. N : Jumlah populasi. n = [1 – (1- a)1/D] [N – (D – 1)/2] n = [1 – (1- 0,95)1/50] [500 – (50 – 1)/2] n = [1 – 0,942] [500 – 24,5] n = 0,058 x 475,5 n = 27,579 = 28 Menurut Arikunto (2006: 134) jika jumlah populasi kurang dari 100 maka untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya, namun jika lebih besar dari 100 maka dapat diambil 10 %-15 % atau 20 %-25 % atau lebih. Dengan asumsi tingkat prevalensi Trypanosoma evansi di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang sebesar 10%, tingkat kepercayaan 90%, dan besaran populasi 500 ekor (Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang, 2015), sehingga diperoleh besaran sampel sebesar 28 ekor. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling dengan mengambil sampel yang terdapat Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Menurut Singarimbun (1989: 155) simple random sampling (sampel acak sederhana) ialah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
13
3.2.2
Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah, kapas, air, alkohol, methanol absolute, larutan Giemsa + larutan Buffer (1 + 4) pH 6,5 dan minyak emersi 3.2.3 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroskop dengan pembesaran 100x, pipet Pasteur, obyek glass, cover glass, tissue, jarum steril dan kamera digital serta kandang jepit. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian mengenai kejadian Trypanosoma evansi pada kerbau perah. Keberadaan parasit darah Trypanosoma evansi dapat dideteksi dengan metode ulas darah tipis. 3.3.2 Pengambilan Sampel Darah Metode pengambilan sampel darah yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan metode preparat ulas darah tipis. Adapun cara pembuatan preparat ulas darah tipis yaitu : Pengambilan sampel darah dilakukan dengan melalui vena auricularis di telinga kerbau dengan terlebih dahulu telinga dibersihkan dengan menggunakan alkohol sampai kering. Kemudian vena auricularis dibendung dan ditusuk dengan menggunakan jarum suntik yang sudah disterilkan. Setelah darah keluar dari pembuluh darah maka dibuatlah preparat ulas yang tipis pada gelas obyek dengan cara meneteskan setetes darah pada ujung dari obyek glass yang sudah diberi label, kemudian tempatkan salah satu ujung cover glass dan membuat sudut 30°C kemudian sentuh setetes darah tersebut sehingga darah mengalir mengikuti bagian bawah dari cover glass, kemudian dorong agak cepat cover glass kearah depan di sepanjang permukaan obyek glass. Lalu keringkan apusan darah tersebut. Preparat darah yang kering kemudian difiksasi dengan metanol selama 3-5 menit. Setelah itu diberi label berisi keterangan nama kerbau, tanggal, waktu pengambilan dan catatan lain yang dianggap perlu. Setelah kering simpanlah pada kotak preparat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. 3.3.3 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium ini merupakan kelanjutan dari pengambilan sampel darah dengan melakukan metode preparat ulas darah tipis. Adapun caranya sbb : 1. Preparat ulas darah tipis diatur sesuai dengan nomor sampel di atas meja pengujian.
14
2. Fiksasi dengan methanol absolute selama kira-kira 3 – 5 menit dan keringkan. 3. Warnai dengan larutan Giemsa selama 45 menit. 4. Bilas dengan air kran dan keringkan dengan mendirikan pada salah satu ujungnya. 5. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan menggunakan Immersion Oil. Pengamatan dilakukan untuk mengidentifikasi parasit yang ada di preparat tersebut. 3.3.4 Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif.
15
3.4 Kerangka Konsep Penelitian
OBSERVASI 4 LAPANGAN
KERBAU PERAH
5PENGAMBILAN SAMPEL
6METODE ULAS DARAH
7
PEMERIKSAAN LABORATORIUM M
PEWARNAAN GIEMSA
PEMERIKSAAN DIBAWAH MIKSROSKOP
ANALISIS 4. HASIL DANTrypanosoma PEMBAHASAN evansi
KESIMPULAN POSITIF / NEGATIF
16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi parasit Trypanosoma evansi pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 2 Juni sampai 25 Juni 2015. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan observasi lapangan melihat kondisi yang ada dilapangan. Hasil yang ditemukan dilapangan, beberapa ternak kerbau perah yang akan dijadikan sampel memiliki gejala-gejala klinis. Diantara gejala-gejala klinis tersebut adalah ternak kerbau mengalami lethargi, ada beberapa ternak kelihatan kurus dan bulu rontok. Serta terdapat juga ternak dengan mucosa menguning dan sering makan tanah. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat terhadap adanya dugaan infeksi Trypanosoma evansi pada kerbau perah, dilakukan pengambilan sampel darah untuk kemudian dilakukan pemeriksaan dilaboratorium. Jumlah seluruh populasi kerbau perah di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang adalah sebanyak 500 ekor dan sampel yang diambil adalah sebanyak 28 ekor kerbau perah. Seluruh sampel ternak yang diambil kemudian dibuat preparat ulas darah tipis di lokasi pengambilan sampel dan kemudian diidentifikasi melalui pemeriksaan mikroskopis di Laboratorium Parasitologi, Balai Besar Veteriner (BBVET) Maros.
Gambar 4.1 Sampel yang telah dibuat preparat ulas darah tipis Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa seluruh sampel negatif yang artinya di dalam preparat ulas darah tipis tidak ditemukan adanya parasit darah Trypanosoma evansi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kejadian parasit darah Trypanosoma evansi di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang adalah 0% dan dilaporkan belum pernah terjadi kasus sebelumnya pada kerbau perah namun pada ternak lainnya seperti ternak sapi sudah pernah ada kasus yang terjadi. Dari 17
gejala-gejala klinis tadi yang ada dapat disimpulkan mengenai diagnosa bandingnya, seperti adanya infeksi cacing atau infeksi mikroorganisme lainnya. Berdasarkan sampel yang telah diperiksa, menunjukkan bahwa seluruh sampel darah kerbau perah (Bubalus bubalis) sebanyak 28 sampel yang dikumpulkan dengan metode Simple Random Sampling juga tidak menunjukkan adanya infeksi parasit darah lainnya. Secara umum morfologi parasit darah Trypanosoma evansi yang menunjukkan hasil positif yaitu mirip dengan Trypanosoma lainnya seperti Trypanosoma equiperdum, Trypanosoma brucei, Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense. Permukaan tubuh Trypanosoma evansi diselubungi oleh lapisan protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk (variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk, maka Trypanosoma evansi dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbedabeda sesuai dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh Trypanosoma evansi. Parasit ini dapat ditemukan di dalam sirkulasi darah pada fase infeksi akut. Trypanosoma evansi memiliki ukuran panjang 15 to 34 μm dan dapat membelah (binary fission) untuk memperbanyak diri. Bentuknya yang khas seperti daun atau kumparan dicirikan dengan adanya flagella yang panjang sebagai alat gerak. Di bagian tengah tubuh terdapat inti. Salah satu ujung tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut kinetoplast.
Gambar 4.2. Bentuk Trypanosoma evansi dalam darah Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan, adapun faktor-faktor yang diduga sebagai pemicu tidak timbulnya penyakit parasit darah Trypanosoma evansi tersebut dikarenakan keadaan fisik ternak kerbau perah yang cukup baik, manajemen pemeliharaan ternak yang bagus, kondisi lingkungan ternak yang kurang bagus bagi perkembangan dan ketahanan hidup vektor dan parasit darah Trypanosoma evansi.
18
Setelah melakukan pengamatan dilapangan ternyata tidak ditemukan vektor pembawa parasit ini. Vektor pembawa parasit darah Trypanosoma evansi adalah lalat penghisap darah. Di Indonesia, vektor penular yang berperan adalah lalat Tabanus, Haematopota, dan Chrysops. Jenis lalat lain seperti Stomoxys, Musca, Haematobia juga dapat menjadi vektor pada saat populasi lalat tersebut meningkat di suatu wilayah. Di dunia telah dilaporkan terdapat sekitar 4,300 spesies lalat. Sedangkan di Indonesia pernah dilaporkan terdapat 28 spesies dari genus Tabanus, 3 spesies dari genus Chrysops, dan 5 dari genus Haematopota yang bertindak sebagai vektor penyakit surra. Ketiga genus tersebut, hanya lalat betina yang makan darah secara berulang dalam hidupnya. Seperti lalat lainnya, siklus hidup dari telur menjadi dewasa melalui proses metamorphosis sempurna, dengan melalui tahap perkembangan larva dan pupa sebelum menjadi dewasa. Lalat-lalat tersebut bersifat sebagai vektor mekanik yang hanya berfungsi memindahkan agen penyakit (Trypanosma evansi) dari satu hewan ke hewan yang lain tanpa adanya perubahan sifat dan bentuk agen dalam tubuh lalat. Penularan dilakukan secara inokulasi memasukan agen penyakit ke dalam tubuh hewan melalui proses penggigitan pada waktu menghisap darah.
Gambar 4.3 Morfologi Lalat Tabanus Penghisap Darah Tabel 4.1. Faktor-faktor penyebab manajemen pemeliharaan dan penilaian pengetahuan peternak yang berpengaruh terhadap deteksi Trypanosoma evansi pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang. No 1
2
3
Deskripsi Deteksi Parasit Darah 1. Positif 2. Negatif Pengalaman Beternak Kerbau Perah 1. < 3 tahun 2. > 3 tahun Sistem Pemeliharaan 1. Digembalakan
Hasil Deskripsi 0% (0/28) 100% (100/28) 28,5% (8/28) 71,4% (20/28) 60,7% (17/28) 19
4
5
6
7
2. Dikandangkan Perawatan Ternak 1. Sering Dimandikan 2. Jarang Dimandikan Kondisi Ternak 1. Sehat 2. Sakit Letak Kandang 1. Berjauhan 2. Berdekatan Kondisi Kandang 1. Sering Dibersihkan 2. Jarang Dibersihkan
39,2% (11/28) 32,1% (9/28) 67,8% (19/28) 82,1% (23/28) 17,8% (5/28) 85,7% (24/28) 14,28% (4/28) 71,4% (20/28) 28,5% (8/28)
Pada Tabel 4.2 dapat dibaca bahwa berdasarkan hasil deteksi kejadian parasit darah Trypanosoma evansi di Kabupaten Enrekang tidak ditemukan ternak kerbau perah yang terdeteksi positif terinfeksi parasit darah Trypanosoma evansi.
Gambar 4.4 Deteksi Parasit Darah (Trypanosoma evansi) Dilapangan juga dilakukan wawancara langsung dengan peternak tentang beberapa poin yang dianggap penting dalam penelitian ini, diantaranya mengenai pengalaman beternak kerbau perah. Pengalaman beternak kerbau perah (Gambar 4.5) yang terbagi atas peternak dengan pengalaman beternak kerbau perah lebih dari 3 tahun (71,4%) dan peternak dengan pengalaman beternak kerbau perah kurang dari 3 tahun (28,5%). Pengalaman beternak lebih dari 3 tahun selaras dengan penerapan prinsip manajemen pemeliharaan yang baik, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor yang diduga memicu tidak timbulnya kejadian infeksi parasit darah khususnya Trypanosoma evansi pada Kerbau Perah di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
20
Pengalaman Beternak 71.4%
80.0% 60.0% 40.0%
28.5% Pengalaman Beternak
20.0% 0.0% <3 Tahun
>3 Tahun
Gambar 4.5 Diagram Penilaian Pengalaman Beternak Menurut Hardjosubroto (1994), sistem pemeliharaan ternak kerbau yang dijumpai di daerah- daerah banyak yang masih menganut cara tradisional karena campur tangan manusia dan teknologi yang digunakan boleh dikatakan minim. Pola pemeliharaan (Gambar 4.6) ternak kerbau di Kecamatan Curio Kabupaten enrekang terbagi atas pola pemeliharaan digembalakan (60,7%) dan pola pemeliharaan yang dikandangkan (39,2%). Selain itu, kerbau perah mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah, dan lain-lain (Guntoro, 2002).
Gambar 4.6 Diagram Penilaian Pola Pemeliharaan Faktor penyebab lain yaitu cara merawat kerbau perah yang dibagi atas 2 kategori, yakni kerbau perah yang sering dimandikan (32,1%; Gambar 4.7) dan kerbau perah yang jarang dimandikan (67,8% ;Gambar 4.7). Cara merawat kerbau perah didominasi oleh kerbau perah yang jarang dimandikan. Walaupun sebagian besar ternak kerbau perah jarang dimandikan, namun tidak berpengaruh banyak terhadap kondisi fisik tubuh ternak terhadap pengaruh timbulnya penyakit, khususnya penyakit parasit darah Trypanosoma evansi.
21
Cara Merawat Kerbau Perah 80.0%
67.8%
60.0% 32.1%
40.0%
Cara Merawat Kerbau Perah
20.0% 0.0% sering dimandikan jarang dimandikan
Gambar 4.7 Diagram variabel Penilaian Cara Merawat Kerbau Perah Secara keseluruhan dari total sampel menunjukkan kondisi kerbau perah (gambar 4.8) yang terlihat sehat (82,1%) dan (17,8%) terlihat sakit. Penggolongan ini didasarkan pada kondisi fisik ternak kerbau perah, dimana sebagian besar kondisi fisik dari ternak terlihat sehat karena bobot badan ternak kerbau yang masih normal dilihat dari proporsi tubuh ternak, jarang ditemukan luka pada bagian tubuh ternak kerbau perah, nafsu makan yang masih normal serta manifestasi ektoparasit. Namun sebagian kecilnya juga dalam kondisi yang tidak bagus. Seperti ada ternak kerbau yang kelihatan kurus dan terdapat mukosa pada bagian hidung.
Gambar 4.8 Diagram variabel Penilaian Kondisi Kerbau Perah
Letak kandang didominasi oleh kandang berjauhan dengan kandang lainnya (85,7%;) dan hanya sedikit kandang yang dekat dengan kandang lainnya (14,28%) (gambar 4.9). Letak kandang yang berjauhan dengan kandang lainnya merupakan faktor yang tidak memicu peningkatan manifestasi ektoparasit.
22
Letak Kandang 85.70%
100.00% 50.00% 0.00%
14.28% Letak Kandang
Kandang dekat dengan kandang lainnya Kandang berjauhan dengan kandang lainnya
Gambar 4.9 Diagram variabel Penilaian Letak Kandang Kerbau Perah Secara umum, kondisi kandang pemeliharaan ternak kerbau perah di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang dibagi atas 2 kategori, yakni kondisi kandang yang sering dibersihkan (71,4% : Gambar 4.10) dan kondisi kandang yang jarang dibersihkan (28,5% ; Gambar 4.10). Pengaruh kondisi kandang yang didominasi oleh kondisi kandang yang sering dibersihkan (71,4%) diharapkan dapat menurunkan tingkat kejadian parasit khususnya Trypanosoma evansi pada kerbau perah di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
Gambar 4.10 Diagram variabel Penilaian Kondisi Kandang Kerbau Perah Selain dari faktor faktor tersebut, faktor iklim dan curah hujan juga mempengaruhi tidak timbulnya infeksi karena pada saat pengambilan sampel dilakukan pada awal bulan Juni, dimana kondisi iklim di Kabupaten Enrekang masih relatif cerah dengan intensitas hujan yang rendah, sehingga populasi lalat penghisap darah masih dalam jumlah yang sedikit. Selain itu juga karena sanitasi kandang yang baik, indikator penilainnya diketahui dari seringnya peternak dalam melakukan pembersihan dan desinfeksi pada kandang dan peralatan kandang serta
23
alas kandang, sisa pakan, ataupun kotoran disekitar kandang sehingga kejadian infeksi penyakit parasit darah Trypanosoma evansi tidak ditemukan. Faktor kekebalan tubuh juga merupakan faktor internal yang biasanya melibatkan faktor fisik dan biokimia, misalnya nutrisi akan mempengaruhi kekebalan induk semang terhadap infeksi parasit. Nutrisi yang kurang atau malnutrisi akan meningkatkan resiko beberapa penyakit pada ternak kerbau perah, selain itu juga dapat mengurangi kekebalan terhadap infeksi yang lebih parah. Faktor lainnya, yaitu beban kerja yang tidak berlebihan pada kerbau perah di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Seperti kita ketahui hewan ternak yang beban kerjanya berlebihan akan lebih rentan terkena penyakit Trypanosoma evansi.
24
V.
PENUTUP
V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ditemukan adanya kejadian infeksi parasit darah Trypanosoma evansi pada Kerbau Perah di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Hal ini terkait dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidak timbulnya kejadian penyakit, yaitu kondisi lingkungan yang kurang optimum bagi perkembangan dan ketahanan hidup vektor dan parasite serta kondisi kerbau perah yang berhubungan dengan kekebalan tubuh.
V.2 Saran Infeksi parasit darah Trypanosoma evansi yang tidak ditemukan pada Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang bukan berarti peternak bebas dari ancaman penyakit. Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk perlu dilakukan penelitian yang lebih luas terhadap kejadian parasit darah Trypanosoma evansi pada kerbau perah ditingkat kecamatan atau daerah lain yang ada di Enrekang dengan menggunakan sampel yang lebih banyak. Penerapan biosekuriti dan manajemen pemeliharaan, serta perbaikan alur komunikasi terutama pengguna jasa dan pemerintah serta petugas kesehatan hewan bagi peternak khususnya di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang juga masih perlu ditingkatkan lagi agar peternak terhindar dan terlindungi dari penularan penyakit akibat parasit atau penyakit hewan lainnya yang dapat mengancam peternakan kerbau perah. Serta pengambilan sampel darah disarankan dilaksanakan pada malam hari.
25
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2014. Trypanosomiasis (Surra). (internet). (diunduh tanggal 11 oktober 2015). Tersedia : http://civas.net/2014/02/25/trypanosomiasis-surra/4/. Abdel-Rady A. 2008. Epidemiological studies (parasitological, serological and molecular techniques) of Trypanosoma evansi infection in camels (Camelus dromedarius) in Egypt. Vet World. 1:325-328 Ancong A.B. 2011. Deskripsi Penurunan Populasi Ternak Kerbau Di Desa Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Andesjam. 2013. http://andesjam.blogspot.com/2013/10/trypanosomiasis-padasapi.html diakses tanggal 6 maret 2015 Anonim. 1993. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular Jilid II. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. Anonim. 2011. Profil Singkat Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Enrekang. Anonim. 2011. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Enrekang. Astiti L.G.S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak Sapi. Kementerian Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Hal 10. Damayanti, R. 1993. Identification of Trypanosoma evansi in Infected Rat Tissue by Immunohistohcemical Methods. Peny. Hewan 25(46): 111-113 Davison HC, Thrusfield MV, Husein A, Muharsini, S, Partoutomo S, Rae P, Luckins AG. 2000. The occurrence of Trypanosoma evansi in buffaloes in Indonesia, estimated using various diagnostic tests. Epidemiol Infect. 124:163-172. Davison, H.C., M.V. Thrusfield, S. Muharsini, A. Husein, S. Partoutomo, R. Masake, and A.G. Luckins. 1996. Evaluation of Trypanosoma evansi Antigen-ELISA I: Experimental Studies. Proceeding of A Seminar on Diagnostic Techniques for Trypanosoma evansi in Indonesia 10 January 1996. Balitvet, Bogor. 23-28. Dwinurmijayanto,2011.http://www.docstoc.com/docs/101453419/PARASITOLOG I# diakses tanggal 27 Maret 2015
26
Guntoro, S, 2002. Membudidayakan Sapi Potong . Kanisius, Yogyakarta. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Ibrahim Lukman. 2008. Produksi Susu,Reproduksi Dan Manajemen kerbau Perah Di Sumatera Barat. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang Izza, 2011. http://www.Susu Kerbau. Html. Izzati_Izzul_Hawa. (diakses tanggal 25 Maret 2015). Kaufmann J. 2001. Parasitic infections of domestic animals-a diagnostic manual. Berlin (GR): Birkhauser. Kementrian Pertanian-Badan Pusat Statistika. 2011. Rilis Hasil Awal PSPK. Levine., N.D. 1994. Protozoologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Levine., N.D. 1995. Protozoologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Luckins, A.G. `1999. Tripanosoma evansi in Indonesia: Past, Present, and Future. Malik.R.J. 2009. Banten Mendukung Swasembada Daging Melalui Pengembangan Ternak Kerbau. http://banten.litbang.deptan.go.id /ind/index.php ?option=com_content&view=article&id=302&Itemid=1. Diakses 24 Maret 2015 Martin SW, Meek AH, Willeberg P. 1987. Veterinary Epidemiology. USA: Iowa State University Press. Martindah E dan Husein A. 2000. Trypanosomiasis Pada Ternak Kerbau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav.E-59, Bogor, Balai Besar Penelitian Veteriner Jl. RE. Martadinata 30, Bogor. Muharsini, S., L. Natalia, Suhardono dan Darminto. 2006. Inovasi Teknologi dalam Pengendalian Penyakit Ternak Kerbau. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau di Indonesia. Diselenggarakan oleh Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Dirjen Peternakan, di Sumbawa 4-5 Agustus 2006. Nasution AYA. 2007. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing di Lima Kecamatan, Kota Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Oka, Ibm.2010. Ilmu Penyakit Parasitic Protozoa. Udayan press. Bali
27
Omanwar S, RAO JR, BasagoudanavaR SH, Singh RK, Butchaiah G. 1999. Direct and sensitive detection of Trypanosoma evansi by polymerase chain reaction. Acta Vet Hung. 47:351-359.Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 18-19 Oktober 1999, Puslitbang Peternakan, Bogor. 54-65. Pathak KM, Singh Y, van Meirvenne N, Kapoor M. Evaluation of various diagnositic techniques for Trypanosoma evansi infections in naturally infected camels. Vet Parasitol 1997;69:49–54. Ravindran R, Raol JR, Mishra AK, Pathak KML, Babu N, Satheesh CC, Rahul S. 2008. Trypanosoma evansi in camels, donkeys and dogs in India: comparison of PCR and light microscopy for detection-short communication. Vet Arch. 78:89-94 Reksohadiprodjo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survey. Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta Solihat, L., P.F. Rae, S. Muharsini, and H.C. Davison. 1996. The Card Agglutination Test (CATT) for Trypanosoma evansi. Proceeding of A Seminar on Diagnostic Techniques for Trypanosoma evansi in Indonesia. 10 January 1996. Balitvet, Bogor. 50-53. Soulsby. 1982. Helminth, Arthropods, and Protozoa of Domesticated Animals. Seventh Edition. Lea & Febiger, Philadelphia. Sudardjad,S. 1988. Ekologi parasite hewan. Fakultas Pasca Sarjana lnstitut Pertanian Bogor, Bogor. Sukanto, I.P., R.C. Payne dan R. Graydon. 1988. Trypanosomiasis di Madura: Survei Parasitologik dan Serologik. Penyakit Hewan 19(13): 14-16. Sukanto, I.P. 1994. Petunjuk Diagnosa Parasit Darah Trypanosoma, Babesia dan Anaplasma dan Ringkasan Hasil Seminar Penelitian Paeasit Darah Pada Ruminansia Besar di Indonesia. Proyek Kerjasama Balitvet–ODA (1986– 1992). Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 3–31. Susilorini, T.E., et al. 2008. Budidaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. Stevenson, P., S. Partoutomo, A.J. Wilson, I. Prasetyawati, and A. Day. 1985. Trypanosomiasis in Indonesia with Particular Reference to Chemotherapy. Proc. 18th Meet. Int. Sci. Council for Trypanosomiasis Research and Control, 4-9 March, Harare, Zimbabwe
28
Wirawan Purnama, Hadi. 2011. Laporan Kegiatan Survey Internal dan Eksternal Parasit (Kabupaten Barru, Poso, Bone dan Sigi).Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan : Balai Besar Veteriner Maros. World Animal Health Organization (OIE). 2009. Terrestrial Animal Health Code [Online] http://www.oie.int/eng/normes/mcode/en_sommaire.htm. Diakses tanggal 27 Maret 2015
29
L A M P I R A N
30
Lampiran 1 : Kuesioner informasi dasar serta faktor risiko biosekuriti pada peternakan kerbau perah terhadap kejadian penyakit parasit darah Trypanosoma evansi di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
KUESIONER INFORMASI DASAR SERTA FAKTOR RISIKO BIOSEKURITI PADA PETERNAKAN KERBAU PERAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT PARASIT DARAH DI KECAMATAN CURIO KABUPATEN ENREKANG
INFORMASI DASAR 1. Nomor kuesioner : ………………… Tanggal : ……… 2. Nama enumerator :………………………....................... 3. Nama peternak/pengelola :………………..…………..………... a. Jenis kelamin : ( Pria ) ( Wanita ) b. Umur : ………………..Tahun c. Pendidikan terakhir setingkat: (SD/SR) / (SMP) / ( SMA ) / (PT ) d. Pengalaman beternak kerbau perah: ………...tahun 4. Alamat : …………………………………… a. Dusun : …………………………………… 5.Populasi kerbau perah : …………ekor 6. Pola peternakan : Kemitraan/ mandiri
NO
BIOSEKURITI PEMELIHARAAN PERTANYAAN
SKOR YA
1 2 3
4 5
6
7 8 9
TIDAK
APAKAH KANDANG KERBAU PERAH BERDEKATAN DENGAN KANDANG KERBAU PERAH LAINNYA PADA KANDANG, APAKAH ALAS KANDANG (LITTER) DALAM KEADAAN BASAH/LEMBAB/BERJMAUR APAKAH ALAS KANDANG, SISA PAKAN, ATAUPUN KOTORAN DI SEKITAR KANDANG/AREA PETERNAKAN SERING DIBERSIHKAN? APAKAH TIAP BULAN KERBAU PERAH DIBERIKAN PENYUNTIKAN VITAMIN DAN ANTIBIOTIK APAKAH DILAKUKAN TINDAKAN KONTROL HAMA : TIKUS, SERANGGA, KUMBANG, LALAT, TUNGAU DAN UNGGAS DI DALAM DAN SEKITAR KANDANG (PENYEMPROTAN INSEKTISIDA, RACUN TIKUS) ? APAKAH SETIAP KERBAU YANG SAKIT ATAU MATI DIPERIKSA SECARA TERATUR OLEH TENAGA KESEHATAN HEWAN (DOKTER HEWAN ATAU PARAMEDIK) ? APAKAH KERBAU PERAH YANG SAKIT DIPISAHKAN DARI KERBAU PERAH YANG SEHAT APAKAH TERNAK DIPELIHARA DENGAN CARA DIGEMBALAKAN APAKAH ANDA SERING MEMANDIKAN TERNAK ANDA
31
Lampiran 2. Hasil Uji Mikroskopis ulas darah tipis terhadap Trypanosoma evansi pada kerbau perah
penyakit
N O 1
IdHw
LOKASI
PEMILIK
JENIS SAMPEL
PENYAKIT
01
SUMBANG
AGUS
SURRA
2
02
SUMBANG
SANGKALA
SURRA
NEGATIF
3
03
SUMBANG
MATTARA
SURRA
NEGATIF
4
04
SUMBANG
HODDING
SURRA
NEGATIF
5
05
SUMBANG
KHOLIS
SURRA
NEGATIF
6
06
SUMBANG
ADI
SURRA
NEGATIF
7
07
SUMBANG
AMIRUDDIN
SURRA
NEGATIF
8
08
SUMBANG
MATTONA
SURRA
NEGATIF
9
09
SUMBANG
JONO
SURRA
NEGATIF
10
10
SUMBANG
RAHIM
SURRA
NEGATIF
11
11
SUMBANG
AHMAD.D
SURRA
NEGATIF
12
12
SUMBANG
HALIM
SURRA
NEGATIF
13
13
SUMBANG
HERMAN
SURRA
NEGATIF
14
14
SUMBANG
ABD.LATIF
SURRA
NEGATIF
15
15
SUMBANG
ALWI
SURRA
NEGATIF
16
16
SUMBANG
MASDAR
SURRA
NEGATIF
17
17
SUMBANG
SUJONO
SURRA
NEGATIF
18
18
SUMBANG
ROSMAN L
SURRA
NEGATIF
19
19
SUMBANG
JUSLI
SURRA
NEGATIF
20
20
SUMBANG
HALIM
SURRA
NEGATIF
21
21
SUMBANG
MUHAJIR
SURRA
NEGATIF
22
22
SUMBANG
JUNAI
SURRA
NEGATIF
23
23
SUMBANG
ANWAR
ULAS DARAH KERBAU-6th ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-7th ULAS DARAH KERBAU-7th ULAS DARAH KERBAU-16bln ULAS DARAH KERBAU-1th ULAS DARAH KERBAU-4th ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-5th ULAS DARAH KERBAU-1th ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-8bln ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-1th ULAS DARAH KERBAU-1,5th ULAS DARAH KERBAU-1th ULAS DARAH KERABU-7bln ULAS DARAH KERBAU-9bln ULAS DARAH KERBAU-1th ULAS DARAH KERBAU-6bln ULAS DARAH KERBAU-1 th ULAS DARAH KERBAU-2th
HASIL PEMERIKSAAN NEGATIF
SURRA
NEGATIF
32
24
24
SUMBANG
HASRIADI
25
25
SUMBANG
ANCONG
26
26
SUMBANG
SIGERI
27
27
SUMBANG
RAMLI
28
28
SUMBANG
SAINAL
ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-3th ULAS DARAH KERBAU-2th ULAS DARAH KERBAU-7bln
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
33
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan
34
35