TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water buffalo yang terdapat saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang masih liar adalah Bubalus mindorensis, Bubalus depressicornis dan Bubalus caffer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai. Kerbau rawa adalah kerbau tipe pedaging sedangkan kerbau sungai merupakan kerbau tipe perah. Taksonomi kerbau (Bubalus bubalis) menurut Fahimuddin (1975) adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Arthiodactyla
Family
: Bovidae
Genus
: Bos
Sub genus
: Bubaline
Spesies
: Bubalus bubalis Kerbau sungai (river buffalo) adalah kerbau yang biasa digunakan sebagai
ternak perah dan memiliki kebiasaan berkubang pada air jernih. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau sungai banyak terdapat di India, Pakistan, Mesir, dan daerah Mediterania. Kerbau rawa (swamp bufallo) tersebar dalam jumlah yang besar di daerah Asia Tenggara. Ciri-ciri kerbau rawa menurut Fahimuddin (1975) adalah berwarna keabu-abuan, leher terkulai dan memiliki tanduk besar yang mengarah ke belakang. Kerbau rawa memiliki kebiasaan berkubang pada lumpur. Kerbau rawa biasanya digunakan sebagai penghasil daging dan hewan kerja. Kerbau diketahui memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sapi. Diwyanto dan Handiwirawan (2006) menyatakan bahwa kerbau dapat hidup di kawasan yang relatif sulit dalam keadaan pakan yang kurang baik. Kerbau juga dapat berkembangbiak dalam rentang agroekosistem yang luas dari daerah yang basah
sampai daerah yang relatif kering. Di beberapa negara kerbau dikembangbiakkan terutama untuk produksi susu dan bahan baku produk olahan susu karena kadar lemak susu kerbau lebih tinggi daripada sapi. Sapi Peranakan Ongole Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan sapi hasil persilangan antara sapi sumba ongole dengan sapi setempat di Jawa menghasilkan anakan yang mirip sapi ongole (Sarwono dan Arianto, 2003). Beberapa hasil penelitian menunjukkan sapi PO baik dalam menanggapi perubahan maupun perbaikan pakan. Secara fisiologis sapi PO mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis (Astuti, 2003). Ciri-ciri sapi Ongole menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) yaitu, ukuran tubuhnya besar dan panjang, warna tubuhnya putih, tetapi warna leher dan punuk sampai leher berwarna putih keabu-abuan sedangkan lututnya hitam. Kepalanya berukuran panjang, sedangkan telinganya agak tergantung, tanduknya pendek dan tumpul yang pada bagian pangkalnya berukuran besar, tubuh kearah luar belakang. Sapi ongol juga memiliki gelambir yang lebar, bergantung, dan berlipat yang tumbuh sampai tali pusar. Karakteristik fisik sapi Ongole dari india pada umumnya tidak berbeda dengan sapi Peranakan Ongole yang berada di Indonesia (Payne and Hodges, 1997). Bahan Pakan Ternak Bahan pakan adalah bahan yang dimakan kemudian dicerna oleh ternak dan mengandung nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan adalah segala sesuatu yang diberikan pada ternak, baik berupa bahan organik atau bahan anorganik yang sebagian atau keseluruhannya dapat dicerna tetapi tidak mengganggu kesehatan ternak tersebut (Blakely dan Bade, 1998). Pakan dikonsumsi ternak untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk berproduksi. Kebutuhan hidup pokok untuk memenuhi proses hidup saja tanpa adanya suatu kegiatan dan produksi, sedangkan kebutuhan produksi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja (Siregar, 1994). Alat pencernaan ternak sapi yang mampu mencerna serat kasar tinggi, menyebabkan hijauan merupakan salah satu bahan pakan pokok sapi. Bahan pakan sapi pada umumnya
dibagi menjadi tiga jenis yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan (feed suplement). Pakan Hijauan Bahan pakan berupa hijauan merupakan pakan berserat kasar tinggi. Hewan memamah biak seperti sapi dan kerbau akan mengalami gangguan pencernaan bila pakan yang dikonsumsi berserat kasar terlalu rendah. Peranan hijauan yang menjadi pakan ternak ruminansia tidak bisa digantikan seluruhnya dengan konsentrat yang memiliki kandungan serat kasar yang relatif lebih rendah. Hijauan terdiri dari dua macam jenis, yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah hijauan yang diberikan pada keadaan segar ataupun berupa silase, sedangkan hijauan kering bias berupa hay (hijauan yang sengaja dikeringkan) maupun jerami kering (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pakan Konsentrat Pakan konsentrat merupakan bahan pakan yang memiliki serat kasar relatif rendah dengan daya cerna yang tinggi, pakan konsentrat biasanya berupa butiran atau biji-bijian. Fungsi dari bahan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan dan memperkaya kandungan nutrisi dalam pakan lainnya yang memiliki gizi rendah, sehingga pada sapi dan kerbau dalam masa penggemukan harus diberikan pakan konsentrat dengan kandungan nutrisi yang cukup. Ternak dalam masa penggemukan sebagian besar pakan yang diberikan berupa pakan berbutir atau pakan konsentrat (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pakan Tambahan (Feed Suplement) Pakan tambahan merupakan pakan
tambahan yang digunakan sebagai
pelengkap asupan nutrisi yang diberikan dari pakan hijauan dan konsentrat, pemberiannya tidak berdasarkan bobot badan dan produksi tetapi disediakan setiap saat sesuai dengan kebutuhan ternak (Hatmono dan Hastoro, 2001). Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa pemberian pakan tambahan dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan populasi mikroba di dalam rumen sehingga dapat merangsang penambahan jumlah konsumsi SK yang akan meningkatkan produksi. Adapun pakan suplemen yang dapat digunakan untuk mengoptimlakan pertumbuhan ternak adalah:
Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) Proses perlindungan pakan yang mengandung lemak (asam lemak poli tak jenuh) dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti saponifikasi, menggunakan formalin, menggunakan hidrolisis basa, dan hidrolisis asam. Campuran garam karboksilat kering merupakan jenis perlindungan pakan dengan cara hidrolisis asam, minyak ikan yang diolah menggunakan proses hidrolisis asam memiliki waktu yang lebih singkat dibandingkan proses hidrolisis basa. Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering menurut Tasse (2010) adalah dengan membuat garam karboksilat terlebih dahulu melalui proses kimiawi dengan mereaksikan bahan lemak, larutan asam klorida (HCL) dan KOH, garam karboksilat yang telah terbentuk dicampur dengan onggok 1:5, setelah tercampur dengan merata campuran garam karboksilat dan onggok di oven menggunakan oven bersuhu 32˚C hingga kadar air 15%. Menurut Tasse (2010) pemberian campuran garam karboksilat kering dalam pakan sapi perah terdapat inkorporasi EPA dan DHA dalam lemak susu. Mekanisme proteksi asam lemak tak jenuh tidak didasari oleh titik cair asam lemak tetapi pada level keasaman atau pH rumen dan usus halus supaya tidak terjadi biohidrogenasi. Garam kalsium akan tetap utuh pada lingkungan netral (pH 6-7), tetapi akan terurai pada lingkungan asam (pH 2-3). Pada lingkungan pH asam garam kalsium dipisahkan dalam bentuk lemak dan kalium, saat itu lemak akan terbebas dan mudah dipecah dan diserap. Minyak Ikan Lemuru Menurut Maryana (2002) minyak ikan lemuru merupakan hasil samping pada industri pengalengan ikan lemuru yang cukup potensial sebagai sumber asam lemak tak jenuh dengan kandungan sekitar 85,61%, yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif penangkap hidrogen (hydrogen sinks) sehingga dapat menurunkan produksi gas metan. Ransum yang banyak mengandung hijauan, meningkatkan produksi metan dalam rumen. Beberapa sifat positif dari penambahan lemak dalam ransum ruminan adalah menurunkan produksi metan dalam rumen. Penambahan asam lemak tak jenuh dapat menurunkan produksi metan tersebut, dengan demikian akan meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan dengan pemberian minyak ikan akan meningkatkan produksi propionat (Parakkasi, 1999). Asam lemak yang masuk ke dalam rumen akan mengalami biohidrogenasi, yaitu terjadinya proses pengikatan
hidrogen oleh asam lemak tak jenuh pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk radikal kompleks antara hidrogen dan asam lemak tak jenuh (Ketaren, 1986). Daging Kerbau Daging kerbau belum populer karena ternak yang dipotong umumnya berasal dari ternak tua (8-10 tahun) dan lebih banyak digunakan untuk membajak sawah serta menarik barang (kendaraan). Akibatnya, daging kerbau yang dijual di pasar tidak empuk, juiceness rendah, flavor kurang enak sehingga tidak memenuhi syarat sebagai daging yang bermutu baik (Direktorat Jenderal Peternakan, 2005). Lemak kerbau berwarna lebih putih dan daging kerbau berwarna lebih gelap dibandingkan dengan daging sapi. Hal ini disebabkan banyaknya pigmentasi pada daging kerbau dan lemak intermuskuler yang lebih sedikit (National Research Council, 1981). Keunggulan dari daging kerbau yaitu memiliki kandungan kolesterol yang lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi (Darminto et al., 2010). Daging Sapi Daging sapi menurut Dewan Standardisasi Nasional (2008) adalah bagian otot dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, yaitu berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku. Daging sapi memiliki ciri-ciri warna merah segar, seratnya halus dan lemaknya berwarna kuning. Daging sapi sangat muda (3-14 minggu) disebut veal dan daging sapi dari ternak yang berumur lebih dari satu tahun disebut beef. Warna daging yang berasal dari sapi muda berwarna lebih terang dibandingkan dengan daging yang berasal dari ternak sapi dewasa. Analisis Sensori Analisis sensori adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan, karakteristik, serta ukuran sensori suatu produk, atau digunakan untuk membedakan produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Metode ini dilakukan dengan melibatkan sejumlah orang (panelis) yang mampu mendeteksi dan mendeskripsi atribut sensori yang diuji. Beberapa atribut sensori pada produk pangan yang umumnya dikenal antara lain kenampakan, bau/odor, konsistensi dan tekstur serta flavour (aroma, rasa). Di dalam rangkaian persepsi, beberapa bahkan semua atribut saling overlap atau saling
mempengaruhi satu sama lain. Tanpa adanya pelatihan, maka panelis akan bingung dan tidak dapat melakukan pengujian masing-masing atribut secara independen. Pengujian sensori adalah metode pengujian yang sangat tergantung pada indra manusia, sebagai instrumen penguji. Padahal seperti diketahui ketajaman indra manusia sangat dipengaruhi banyak variabel yang sulit untuk dikontrol karena melibatkan proses fisiologis dan psikologis, hal ini didukung oleh Reineccius (1994), yang menyatakan bahwa pada prinsipnya sistem analisis sensori mencakup faktor fisiologis dan psikologis. Menurut Meilgaard et al. (1999) banyak variabel yang harus dikontrol dalam melakukan evaluasi sensori, dengan maksud untuk mendapatkan perbedaan nyata antara sampel yang akan diukur. Variabel tersebut antara lain: 1). Pengontrolan terhadap proses pengujian yang meliputi lingkungan, tempat pengujian, penggunaan meja cicip, pencahayaan, sistem ventilasi udara, ruang persiapan, pintu masuk dan keluar; 2). Pengontrolan produk meliputi penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode, dan cara penyajian; 3). Pengontrolan terhadap panel meliputi prosedur yang digunakan oleh panelis dalam mengevaluasi sampel. Metode Uji Mutu Hedonik Berbeda dengan uji hedonik (uji kesukaan), uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik-buruk disebut kesan mutu hedonik. Karena itu, beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik ke dalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik daripada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan bersifat spesifik seperti empuk-keras untuk daging, pulen-keras untuk nasi, renyah-lembek untuk mentimun. Rentangan skala hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ke ekstrim jelek. Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar skala. Dalam menetapkan skala hedonik untuk uji mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua. Seperti halnya pada uji kesukaan, pada uji mutu hedonik data penilaian dapat ditransformasi dalam skala numerik dan selanjutnya dapat dianalisis statistik untuk interpretasinya (Soekarto,1985).
Sifat Sensori Daya terima konsumen terhadap sifat sensori daging dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik. Atribut mutu yang diamati dari sifat sensori daging sapi dan kerbau diantaranya meliputi warna, bau, dan tekstur. Warna Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Soeparno, 2005). Warna merupakan refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap oleh indra penglihatan dan ditransmisi dalam sistem syaraf. Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Warna daging sangat ditentukan oleh adanya pigmen daging yang terdiri dari dua macam protein yaitu hemoglobin dan mioglobin. Lawrie (2003) menyatakan bahwa hemoglobin adalah pigmen dari darah dan mioglobin pigmen dari otot. Konsentrasi pigmen mioglobin tergantung pada jenis dan fungsi otot, umur, jenis kelamin, spesies, dan bangsa ternak (Varnam, 1993). Warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen adalah merah terang (Soeparno, 2005). Bau Pembauan disebut pencicipan jarak jauh, karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh (Soekarto, 1985). Aroma atau bau dihasilkan dari substansi-substansi volatil yang ditangkap oleh reseptor penciuman yang ada di belakang hidung, yang selanjutnya diinterpretasikan oleh otak (Warris, 2000). Aroma daging yang dimasak lebih kuat dibandingkan daging mentah. Hal itu dipengaruhi oleh metode pemasakan, jenis daging dan perlakuan daging sebelum dimasak (Bratzler, 1971; American Meat Foundation, 1960). Tekstur Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai unsur komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur
dan pernyataan struktur ini keluar dalam segi aliran dan deformasi (deMan, 1997). Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori, tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar, dan tekstur halus dengan ikatan serabut yang kecil (Soeparno, 2005). Menurut Warris (2000), bahwa tiga faktor utama yang diketahui mempengaruhi tekstur daging diantaranya panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat dan ikatan silangnya dan tingkat perubahan proteolitik yang terjadi selama pelayuan. Luas dan jumlah lemak intramuskular (marbling) juga akan membuat daging lebih empuk, karena lemak lebih lembut dibandingkan otot. Citarasa (Flavor) Daging Cita rasa (flavor) didefinisikan sebagai sensasi yang disebabkan oleh sifat bahan didalam mulut yang merangsang indera perasa, indera pembau atau keduanya dan reseptor taktil serta reseptor suhu didalam mulut (Health, 1978). Pengetahuan terhadap bau, rasa atau citarasa menjadi penting karena diketahui bahwa kesukaan atau penentu penerimaan manusia terhadap suatu bahan pangan bukan semata-mata ditentukan oleh nilai nutrisinya saja, akan tetapi sangat dipengaruhi pula oleh keberadaannya untuk menimbulkan rangsangan sehingga menghasilkan suatu sensasi citarasa terhadap bahan pangan tersebut. Senyawa kimia yang berkontribusi pada flavor secara garis besar dipengaruhi oleh dua senyawa yaitu komponen volatil dan komponen non volatil. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan sensasi bau melalui reseptor pada hidung, serta menguap dengan cepat. Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa yaitu asam, asin, manis dan pahit. Komponen ini tidak memberikan sensasi bau tetapi menjadi media untuk komponen volatil dan membantu menahan penguapan volatil (Winarno, 2002). Daging mentah memiliki flavor yang kurang disukai, karena beraroma sangat lemah dan berasa seperti darah. Pemasakan atau pemanasan sangat diperlukan untuk meningkatkan flavor, sehingga diperoleh flavor khas daging. Flavor daging tidak hanya terdiri atas satu kelas komponen tertentu saja. Pada saat ini telah berhasil teridentifikasi beberapa ratus komponen volatil yang membentuk flavor daging. Flavor daging dari daging olahan terdiri atas komponen-komponen volatil yang berbeda secara kualitatif seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Senyawa Volatil yang Terdapat pada Daging Olahan Jumlah senyawa-senyawa pada Komponen
Sapi
Babi
Babi non
kuring
kuring
Kambing
Ayam
Hidrokarbon
193
39
37
43
84
Alkohol dan fenol
82
64
25
20
53
Aldehida
65
38
41
39
83
Keton
76
32
31
20
53
Asam karboksilat
24
29
30
51
22
Ester
59
21
33
11
16
Lakton
38
8
12
14
24
Furan dan firan
47
16
28
5
16
Pirol dan piridin
39
12
16
19
24
Pirazin
51
22
44
16
22
Komponen nitrogen lain
28
22
9
2
7
Oksazol dan oksazolin
13
3
1
4
5
heterosiklik
72
20
17
7
17
Tiofen
35
4
15
2
7
Tiazol dan tiazolin
29
6
17
13
18
13
4
1
4
6
lainnya
16
7
4
1
11
Total
880
347
361
271
468
Komponen sulfur non
Komponen sulfur heterosiklik lainnya Komponen-komponen
Sumber: Mottram (1991) Dari Tabel 1. Terlihat bahwa terdapat 880 komponen volatil yang telah di identifikasi pada flavor daging sapi. Dari 880 komponen volatil hanya 25 yang dilaporkan meaty odor beberapa diantaranya yaitu 1-(methylthio) ethanethiol, methyonal, 2 dan 3 methylcyclopentanones, 2-methylfuran-3-thiol, 2-methyl-3(methylthiofuran), thienyl)ithio]furan,
(2-methyl-3-furyl)
disulphide,
2-methyl-3-[2-methyl-3-
5-methyl-4-mercaptotetrahydrofuran-3-one,
thiophene-2-
carboxaldehyde,2-methyl-1,3-dithiolane, 3-methyl
1,2-dithiolane, 3,5-dimethyl-
1,2,4-trithiolane, trithioacetaldehyde, 3-methyl-1,2,4-trithiane,thialdine,thiazole,2,4dimethylthiazole,
2,4-dimethyl-5-ethylthiozole,2,4,5-trimethyl-3-thiazole,
2,4,5-
trimethyloxazole, dan 2,4,5-trimethyl-3-oxazoline. Pada flavor daging sapi terdapat berbagai kelas komponen volatil seperti pada flavor daging yang lain, dengan proporsi terbanyak berupa komponen-komponen turunan lemak, seperti hidrokarbon, alkohol dan komponen keton. Senyawa Volatil Senyawa volatil menimbulkan beragam perbedaan sensasi odor. Senyawa ini terutama berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Min et al (1979), pada penelitiannya khusus tentang aroma roast beef, melaporkan bahwa fraksi asam memiliki odor yang lemah, tidak disukai dan asam. Fraksi basa memiliki odor tanah (earthy), bakar (roasted) sementara fraksi netral satu-satunya yang memberikan aroma seperti daging sapi yang menyenangkan. Senyawa hidrokarbon, alkilbenzen dan karbonil dalam fraksi ini dipandang kurang penting dari pada lakton, furanoid dan senyawa mengandung sulfur. Beragam senyawa heterosiklik tampak menjadi sangat penting pada flavor daging, bahkan meski senyawa tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit. Senyawa Non Volatil Rasa yang terpenting dalam daging adalah asin, asam, manis, pahit dan umami. Rasa manis dihubungkan dengan glukosa, fluktosa, ribosa dan beberapa asam amino seperti glisin, alanin, serin, treonin, lisin, sistein, metionin, aspargin, glutamin, prolin dan hidroksiprolin. Rasa asam berasal dari asam aspartat, asam glutamat, histidin, dan asparagin bersama-sama dengan suksinat, laktat, inosinat. Rasa asin sebagian besar karena adanya garam-garam anorganik dan garam-garam sodium dari glutamat dan aspartat. Sedangkan rasa pahit berasal dari hipoksantin, bersama-sama dengan anserine, carnosin dan beberapa peptida dan juga histidin, arginin, lisin, metionin, valin, leusin, isoleusin, phenylalanine, tryptopan, tyrosin, asparagin dan glutamin. Rasa umami diberikan oleh asam glutamat, monosodium glutamat (MSG), inosin monofosfat (IMP), guanosin monofosfat (GMP) dan peptidapeptida tertentu (Macleod, 1998).
Komponen lainnya dari daging yang memiliki sifat rasa asli memiliki: asam inosiat, asam suksinat, asam laktat, asam ortofosforat dan asam pirolidin karboksilat (Macleod, 1998). Beberapa peptida meningkatkan seluruh intensitas rasa, meningkatkan mouthfulness dan mildness dan meningkatkan palatabilitas. Reaksi Pembentukan Flavor Daging Komponen-komponen pada daging mengalami serangkaian perubahan fisika dan kimia ketika mengalami pemanasan. Perubahan yang terjadi tergantung pada suhu dan kadar air (Wasserman, 1979). Reaksi utama pembentukan flavor daging adalah reaksi Maillard, termasuk didalamnya reaksi degradasi Strecker, dan reaksi degradasi lemak. Selain itu, reaksi degradasi tiamin juga berperanan dalam pembentukan flavor daging (Macleod, 1998). Reaksi Maillard dan Degradasi Strecker Reaksi Maillard merupakan reaksi utama pembentuk flavor pada berbagai jenis makanan, seperti pada flavor daging. Pembentukan komponen volatil melalui reaksi Maillard terjadi pada suhu pemasakan. Reaksi ini terjadi antara gula pereduksi dengan komponen beramino. Reaksi tidak hanya terjadi pada suhu tinggi tetapi kecepatan reaksi akan meningkat dengan makin tingginya suhu (Mottram, 1991). Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus karbonil khususnya yang berasal dari gula pereduksi dengan gugus amino bebas residu rantai peptida. Pada dasarnya reaksi Maillard dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap awal, intermediet, dan akhir (Nursten, 1986). Tahap awal melibatkan kondensasi gula dengan senyawa amino sehingga dihasilkan glikosilamin N-tersubstitusi yang selanjutnya akan terjadi penyusunan kembali strukturnya (rearrangement) sehingga terbentuk Amadori Rearrangement Product, ARP, dimana pada tahap ini belum terjadi pembentukan warna coklat. Tahap intermediet melibatkan dekomposisi ARP sehingga terbentuk senyawasenyawa volatil dan non volatil berberat molekul rendah. Pada tahap ini terjadi dehidrasi dengan melepaskan 3 molekul air membentuk furfural, atau melepaskan 2 molekul air membentuk redukton, terjadi tahap fisi terutama dengan cara aldolisasi dan terjadi degradasi Strecker, yang melibatkan interaksi asam amino dengan senyawa dikarbonil, baik dehidroredukton maupun produk-produk fisi. Tahap akhir
terdiri atas konversi senyawa karbonil, furfural, produk-produk fisi, dehidroredukton atau aldehida. Strecker menjadi produk berberat molekul tinggi (melanoidin) melalui interaksinya dengan senyawa amin. Degradasi Strecker merupakan salah satu reaksi penting yang digabungkan dengan reaksi Maillard, melibatkan dekarboksilasi dan deaminasi oksidatif dari asam alpha-amino dengan adanya komponen dikarbonil. Produk yang dihasilkan merupakan bentuk aldehida dengan satu atom karbon berkurang daripada asam amino asalnya (aldehida Strecker) dan satu alpha aminoketon.
Aminoketon
merupakan
senyawa
intermediet
penting
dalam
pembentukan beberapa kelas dari komponen heterosiklik termasuk pirazin, oxazol, tiazol, dan komponen heterosiklik lainnya yang mengandung atom sulfur lebih dari satu. Komponen-komponen tersebut sangat penting dalam pembentukan flavor (Whitfield, 1992). Reaksi Degradasi Lemak Pembentukan rantai alkil tidak jenuh dari lemak terjadi melalui mekanisme radikal bebas. Reaksi diawali dengan pelepasan sebuah atom hidrogen yang labil pada lemak dan menghasilkan radikal-radikal lemak. Reaksi antara radikal lemak dengan oksigen membentuk radikal peroksi, diikuti pelepasan atom hidrogen lain, sehingga terbentuk suatu hidroperoksida dan radikal bebas lainnya. Menurut Mottram (1991) reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : RH ------------------------------> R* - H* R* + O2 ------------------------> ROO* ROO* + RH ------------------> ROOH + R* Dekomposisi hidroperoksida terjadi melalui mekanisme radikal bebas lebih lanjut membentuk produk-produk non radikal, termasuk komponen-komponen aroma volatil. Jika hidroperoksida dengan satu ena mengalami pemotongan pada posisi B, akan dihasilkan 2-alkenal. Jika pemotongan terjadi pada A, akan terbentuk suatu radikal alkil yang dapat menghasilkan alkanal jenuh, alkena, atau alkuna, disamping dapat bereaksi dengan oksigen lagi dan menghasilkan hidroperoksida yang dapat mengalami dekomposisi kembali. Hidroperoksida yang mengandung sistem diena akan menghasilkan campuran berbagai jenis komponen volatil yang lebih kompleks
dengan dua kelas utama produk hasil oksidasi, yaitu dienal (2-alkenal) dan alkilfuran (Grosch, 1982). Reaksi Degradasi Tiamin Pada pH asam, degradasi tiamin diawali dengan pemotongan ikatan metilen antara cincin pirimidin dan cincin tiazol oleh ion hidroksil. Senyawa pirimidin tersebut kurang berperan dalam pembentukan flavor. Senyawa 3-merkapto-5hidroksi-2-pentanon merupakan
senyawa intermediet yang akan menghasilkan
komponen-komponen furantiol dan tiofen yang merupakan aroma daging. Tiamin memiliki sebuah grup amino bebas, sehingga dapat mengalami reaksi Maillard dengan adanya gula pereduksi. Reaksi tiamin dan silosa, misalnya dapat menghasilkan komponen-komponen volatil yang memiliki aroma daging (Hincelin et al, 1992). Degradasi tiamin oleh panas tergantung suhu dan waktu pemanasan serta pH medium. Pembentukan komponen flavor daging hasil degradasi thiamin terutama terjadi pada pH sedikit basa, dengan mekanisme reaksi penyerangan atom C dari cincin tiazol oleh suatu nukleofil. Terbentuk prekursor-prekursor flavor, yaitu 4amino-5(aminoetil)-2-metilpirimidin, asam format, hidrogen sulfida dan 3-merkapto5-hidroksi-2-pentanon (Macleod, 1998).