KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DAN KUALITAS PAKANNYA PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN CIANJUR
HERA TRI UTOMO
ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Reproduksi Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) dan Kualitas Pakannya pada Ketinggian yang Berbeda di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Hera Tri Utomo NIM D14090078
ABSTRAK HERA TRI UTOMO. Karakteristik Reproduksi Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) dan Kualitas Pakannya pada Ketinggian yang Berbeda di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh KOMARIAH dan ANURAGA JAYANEGARA. Pengembangan produktifitas kerbau lumpur di Indonesia kurang menggembirakan. Hasil pengamatan di lapangan, rendahnya produktifitas kerbau disebabkan oleh efisiensi reproduksi yang relatif rendah. Faktor pendukung peningkatan efisiensi reproduksi, salah satunya adalah jaminan ketersediaan pakan berkualitas. Pemeliharaan kerbau masih sangat tergantung pada ketersediaan pakan alami, baik pada dataran rendah maupun tinggi, karena masih dengan cara tradisional. Perbedaan ketinggian menyebabkan ketersediaan pakan berkualitas yang berbeda, sehingga mempengaruhi karakteristik dalam efisiensi reproduksi. Karakteristik reproduksi dianalisis dengan pengamatan berahi pertama, bunting pertama, berahi kembali setelah melahirkan, dan nilai konformasi tubuh. Kerbau dataran rendah dan tinggi memiliki karakteristik reproduksi yang tidak berbeda, namun ditinjau dari nilai konformasi tubuh, kerbau dataran tinggi relatif lebih baik dengan ditunjang kualitas pakan yang baik, jaminan ketersediaannya sepanjang musim, dan lingkungan yang nyaman. Kata kunci: kualitas pakan, nilai konformasi tubuh, reproduksi kerbau
ABSTRACT HERA TRI UTOMO. Reproductive Characteristics Swamp Buffalo (Bubalus bubalis) and Quality Forage St. Different Altitude in Cianjur Regency. Supervised by KOMARIAH and ANURAGA JAYANEGARA. Development of Indonesian swamp buffalo productivity is less encouraging. Field of observations results, low productivity of buffalo caused by the relatively low reproductive efficiency. Contributory factor in increasing reproductive efficiency, among other ensure the availability of forage high quality. Buffaloes maintenance, highly dependent on the availability of natural forage, based on low or high plateau, because a traditionally. Height difference led to the availability forage high quality be diffirent, so can affect characteristic in reproductive efficiency. Characteristic observation of reproductive were analyzed by first oestrous, pregnancy period, postpartum unoestrous and body condition score. Buffalo at low and high plateau had characteristics of reproduction was not a different, but in terms of body condition score, buffalo at high plateau of relatively better with supported quality forage more than exemplary, lenght of season with availability, and comfort zone. Key words: body condition score, quality forage, reproduction buffalo
KARAKTERISTIK REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DAN KUALITAS PAKANNYA PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN CIANJUR
HERA TRI UTOMO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Maret 2014 ini ialah reproduksi, dengan judul Karakteristik Reproduksi dan Kualitas Pakan Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) pada Ketinggian yang Berbeda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Komariah, MSi dan Bapak Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc selaku pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak M. Sriduresta Soenarno, SPt MSc selaku penguji seminar dan Bapak Dr Ir Afton Atabany, MS selaku penguji sidang. Penghargaan penulis sampaikan kepada PUSKESWAN Sarongge dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur yang telah membantu selama pengumpulan data dan peternak yang telah bersedia diwawancara dan memberikan banyak informasi mengenai kerbau. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak (Adriana Herawati) dan seluruh keluarga, serta teman seperjuangan di IPB (khususnya Widigdo Hadi Pratoyo) atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015 Hera Tri Utomo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat Bahan Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Peternak Karakteristik Reproduksi Nilai Konformasi Tubuh Kerbau Hijauan Pakan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii viii 1 1 1 1 2 2 2 2 2 5 5 5 7 8 9 11 11 11 12 14
DAFTAR TABEL Karakteristik peternak pada ketinggian yang berbeda Karakteristik reproduksi kerbau pada ketinggian yang berbeda Nilai BCS kerbau pada ketinggian yang berbeda Hijauan pakan kerbau pada ketinggian yang berbeda Hasil analisis proksimat, analisis mineral tanah, suhu, dan kelembaban pada ketinggian yang berbeda 6 Perbandingan sistem pemeliharaan kerbau pada ketinggian yang berbeda 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian 2 Desain petak pengambilan sampel pakan dan tanah
3 4
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner reproduksi kerbau 2 Uji statistik data reproduksi kerbau
14 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Di dunia terdapat 2 golongan kerbau domestikasi (Bubalus bubalis), yakni kerbau lumpur dan sungai. Kerbau di Indonesia didominasi oleh kerbau lumpur (Situmorang 2006). Program kecukupan daging nasional diketahui belum optimal pada sisi kecukupan daging kerbau. Rohaeni et al. (2008) menyatakan bahwa kerbau merupakan ternak potong alternatif untuk mendukung kecukupan daging nasional yang dapat ditingkatkan produktifitasnya. Produktifitas kerbau di Indonesia selama 10 tahun terakhir kurang menggembirakan. Hasil pengamatan di lapangan, rendahnya produktifitas disebabkan oleh inbreeding, kurangnya pengetahuan peternak menangani reproduksi, dan kualitas pakan rendah. Efisiensi reproduksi kerbau relatif rendah, karena tanda berahi kurang jelas dan angka kebuntingan rendah. Penelitian karakteristik reproduksi dapat memberikan peluang memperbaiki efisiensi reproduksi kerbau sebagai upaya meningkatkan produktifitas (Baharuddin 2008). Menurut Saenab dan Waryat (2005), faktor penunjang efisiensi reproduksi dalam peningkatan produktifitas adalah jaminan ketersediaan pakan berkualitas. Ketersediaan hijauan sebagai pakan utama kerbau yang masih dipelihara secara tradisional, sangat bergantung pada alam. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, sehingga dapat dipelihara pada dataran rendah maupun tinggi (Departemen Pertanian 2008). Perbedaan dataran menimbulkan perbedaan jenis hijauan yang tumbuh untuk dapat dikonsumsi (Rohaeni et al. 2008), hal ini melandasi bahwa hijauan pakan pada dataran rendah dan tinggi memiliki perbedaan jenis dan kualitas. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian terhadap reproduksi kerbau dan kualitas hijauan pakannya sebagai bahan pengembangan pemeliharaan kerbau pada ketinggian yang berbeda, sehingga produktifitasnya meningkat. Kabupaten Cianjur merupakan wilayah yang memiliki topografi dataran rendah dan tinggi, dengan populasi kerbau pada tahun 2013 sebanyak 8 941 ekor. Total populasi kerbau di Jawa Barat sebanyak 108 303 ekor (Ditjennakkeswan 2013).
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik reproduksi kerbau lumpur (Bubalus bubalis) dan kualitas pakannya pada ketinggian yang berbeda di Kabupaten Cianjur.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup data reproduksi dan kualitas pakan kerbau pada daratan rendah dan tinggi di Kabupaten Cianjur, berdasarkan keterangan dari peternak kerbau pada penelitian lapang dan analisis laboratorium. Potensi reproduksi kerbau diketahui dengan kuesioner peternak mengenai reproduksi dan
2 pengamatan nilai konformasi tubuh kerbau. Kualitas hijauan pakan diketahui dengan menganalisis hijauan pakan dan mineral tanah, dengan didukung pengukuran suhu dan kelembaban di lokasi penelitian. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis karakteristik peternak sebagai data penunjang penelitian.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data penelitian dimulai dari bulan Desember 2013 sampai Maret 2014. Penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah borang kuesioner dan bolpoin sebagai peralatan tahapan kuesioner; dalam menganalisis nilai konformasi tubuh kerbau melalui pengukuran Body Condition Score (BCS) kerbau menggunakan kamera; dalam pengambilan sampel hijauan pakan dan mineral tanah, serta suhu dan kelembaban menggunakan pisau, plastik, timbangan, bolpoin, label, kamera, tali kuadran, kantong sampel, dan thermohygrometer digital.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kerbau lumpur (Bubalus bubalis) sebagai objek penelitian, hijauan pakan, dan peternak. Penelitian ini menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) untuk mendapatkan data reproduksi kerbau dan karakteristik peternak sebagai responden.
Prosedur Tahap-tahap dalam penelitian adalah tahapan pemilihan lokasi penelitian pada ketinggian yang berbeda, pengambilan data, dan analisis data. Penentuan ketinggian lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling berdasarkan perbedaan ketinggian dataran dari permukaan air laut (m dpl), yang dibagi menjadi dataran rendah dan tinggi. Lokasi dataran rendah diwakili di Kecamatan Cikalongkulon dengan ketinggian 225 sampai 500 m dpl dan dataran tinggi di Kecamatan Sukaresmi dengan ketinggian 1 080 sampai 1 450 m dpl. Masing-masing kecamatan dipilih sampel desa yang ditentukan secara acak. Dari 18 desa di Kecamatan Cikalongkulon terpilih 7 desa, yaitu Desa Majalaya, Mekargalih, Sukamulya, Mentengsari, Cinangsi, Gudang, dan Neglasari. Dari 11 desa di Kecamatan Sukaresmi terpilih 5 desa, yaitu Desa Ciwalen, Cibanteng,
3 Cikancana, Rawabelut, dan Kubang. Lokasi penelitian digambarkan dalam peta pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian Sumber: Google Maps (2014)
Pengambilan data dimulai dengan tahap prasurvei untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian dengan sumber informasi dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan, Kabupaten Cianjur. Tahap selanjutnya adalah survei dengan metode wawancara kepada peternak, pencatatan reproduksi, pengukuran nilai konformasi tubuh kerbau, dan pengambilan sampel hijauan pakan dan tanah, serta ditunjang pengukuran suhu dan kelembaban. Tahap Pengambilan Data Data reproduksi didapatkan dari wawancara 93 orang peternak kerbau betina dan jantan dewasa kelamin sebanyak 136 ekor dari desa sampel. Parameter yang diamati dari reproduksi yaitu; umur berahi pertama, umur kawin pertama, umur beranak pertama, lama bunting, lama berahi, kawin kembali setelah beranak, dan nilai konformasi tubuh yang dilihat dari nilai BCS. BCS adalah penilaian skor kondisi tubuh ternak berdasarkan nilai perlemakan. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Nusa Tenggara Barat (2010), kriteria BCS yaitu; BCS 1 (sangat kurus) = tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul, dan tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas, BCS 2 (kurus) = tonjolan tulang dan garis tulang rusuk masih terlihat jelas, namun sudah mulai terlihat ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor, BCS 3 (sedang) = tonjolan tulang sudah tidak terlihat, garis tulang rusuk mulai tidak terlihat, dan terlihat ada penimbunan lemak pada pangkal tulang ekor, BCS 4 (gemuk) = kerangka tubuh dan tonjolan tulang sudah tidak terlihat dan lemak pada pangkal tulang ekor terlihat menonjol, BCS 5 (sangat gemuk) = kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan pangkal ekor sudah tenggelam oleh lemak. Penilaian BCS dengan mengambil foto tubuh kerbau tampak depan, samping, dan belakang. Sampel pakan didapat dengan mengambil hijauan pakan pada lokasi penggembalaan sebanyak 1 kg berat basah. Sampel tanah didapatkan dengan mengambil tanah dari lokasi tumbuhnya hijauan pakan sebanyak 2 kg berat basah. Teknik pengambilan sampel dilakukan berdasarkan metode Kusmana (1997), yaitu metode analisis vegetasi tumbuhan bawah dengan dibuatnya petak pengamatan berukuran 1 m2, dibuat 5 plot (a, b, c, d, dan e) berukuran 20 cm2 di dalam petak pengambilan sampel. Suhu dan kelembaban diukur menggunakan thermohygrometer digital pada lokasi penelitian dengan 3 kali ulangan, yaitu pagi,
4 siang, dan sore. Desain petak pengambilan sampel pakan dan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Desain petak pengambilan sampel pakan dan tanah Identifikasi Hijauan Pakan Identifikasi dilakukan dengan menganalisis jenis hijauan pakan. Hijauan pakan difoto untuk membandingkan ciri fisiknya dengan literatur terkait. Dicatat nama latinnya sesuai jenis hijauan pakan. Analisis Proksimat Sampel hijauan pakan dilakukan analisis proksimat, untuk menguji kualitasnya. Sampel dikeringkan dibawah sinar matahari, digiling, dan dianalisis. Kandungan yang diuji terdiri atas; bahan kering (BK), kadar abu (ABU), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kadar BK ditentukan dengan memanaskan sampel dalam oven untuk mengeluarkan airnya. Kadar air dari berat kering udara ditentukan pada 60 oC, sedangkan sampel bebas air dikeringkan pada temperatur 110 oC. Abu merupakan bagian sampel yang tidak terbakar. Kadar PK ditentukan dengan metode Nitrogen Kjeldahl yaitu mengalikan kadar N dengan faktor protein 6.25. Kadar LK diekstraksi dengan diethyl ether. Kadar SK merupakan bagian karbohidrat yang tidak dapat dicerna, metode pengujiannya dengan dididihkan selama 30 menit berturut-turut dengan asam encer kemudian disaring. Kadar BETN ini dicari dengan jalan perhitungan, % BETN = 100% - % (air + abu + protein kasar + lemak kasar + serat kasar). Analisis Mineral Tanah Sampel tanah dikeringkan di bawah sinar matahari dan dilakukan analisis mineral tanah, yang terdiri atas unsur; fosfor (P), kalium (K), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dengan ekstrak Morgan Wolf. Analisis dimulai dengan persiapan sampel, dengan tahapan pencatatan, pengeringan, penumbukan, dan penyimpanan. Pengekstrak Morgan digunakan untuk menentukan ketersediaan mineral tanah. Prosedur uji P dengan cara dipipet 5 mL ekstrak dan ditambahkan pereaksi pewarna P. Dikocok hingga homogen dan didiamkan selama 30 menit, selanjutnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Prosedur uji K dengan cara dipipet 1 mL ekstrak dan ditambahkan larutan La 0.25%, dikocok hingga homogen, kemudian diukur dengan Flamephotometer. Prosedur uji Fe, Mn, Cu, dan Zn dengan cara dipipet 1 mL ekstrak dan ditambahkan 9 mL air. Fe, Mn, Cu, dan Zn diukur langsung dari ekstrak menggunakan spektrofotometer serapan atom (absorption atom spectrophotometer) (Balittanah 2005).
5
Analisis Data Penelitian Analisis data penelitian menggunakan Uji-t. Data penelitian berupa data reproduksi kerbau. Uji-t digunakan untuk membandingkan karakteristik reproduksi kerbau pada dataran rendah dan tinggi, di Kabupaten Cianjur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 361 434.98 ha, dengan curah hujan rata-rata 1 000 sampai 1 500 mm per tahun dan jumlah hari hujan rata-rata 150 mm per tahun. Suhu di Kabupaten Cianjur antara 17 sampai 32 oC dengan kelembaban antara 70 sampai 80%. Luas wilayah Kecamatan Cikalongkulon adalah 14 402.25 ha. Luas wilayah Kecamatan Sukaresmi adalah 9 215.34 ha. Pemanfaatan wilayah Kecamatan Cikalongkulon adalah 1 954 ha untuk lahan sawah dan 7 857 ha untuk lahan bukan sawah. Keadaan alam Kecamatan Cikalongkulon mendatar dan berbukit; wilayah sebelah Utara dan Barat merupakan daerah dataran tinggi, sedangkan sebelah Timur dan Selatan merupakan dataran rendah berupa persawahan. Jumlah penduduk Kecamatan Cikalongkulon tahun 2012 adalah sebanyak 97 020 jiwa, terdiri atas laki-laki 50 198 jiwa dan perempuan 46 822 jiwa. Pemanfaatan wilayah Kecamatan Sukaresmi untuk lahan sawah adalah 2 542 ha dan luas lahan bukan sawah adalah 8 854 ha. Keadaan alam Kecamatan Sukaresmi berbukit-bukit. Jumlah penduduk Kecamatan Sukaresmi tahun 2012 adalah sebanyak 82 260 jiwa, yang terdiri atas laki-laki 42 545 jiwa dan perempuan 39 715 jiwa (BPS Kabupaten Cianjur 2013).
Karakteristik Peternak Karakteristik peternak memiliki kaitan erat dengan karakteristik kerbau dan manajemen pemeliharaannya. Menurut Damry et al. (2008), karakteristik peternak merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan dalam beternak. Karakteristik peternak di kedua dataran dapat dilihat pada Tabel 1. Peternak di kedua dataran sudah berusia dewasa lanjut dengan dominasi usia lebih dari 30 tahun, namun demikian usia tersebut masih termasuk dalam usia produktif dalam beternak. Menurut Baharuddin (2008) kisaran usia produktif peternak kerbau adalah 20 sampai 55 tahun. Dataran tinggi lebih didominasi peternak dengan usia yang lebih muda dengan kisaran 31 sampai 40 tahun, sehingga lebih produktif dari segi tenaga. Sebagian besar peternak memiliki pendidikan formal yang masih rendah. Meskipun memiliki pendidikan rendah, tidak menjadi faktor penentu keberhasilan dalam beternak, karena peternak sudah memelihara ternak secara turun-temurun, sehingga menguasai sistem pemeliharaan yang ada meskipun secara tradisional. Hal ini disampaikan oleh Pahrudin (2000), bahwa pendidikan formal bukan satusatunya kriteria untuk menggambarkan tingkat keterampilan peternak, tetapi relatif
6 faktor ini dapat dijadikan indikator untuk menganalisis kemampuan peternak menerima informasi atau inovasi baru. Tabel 1 Karakteristik peternak pada ketinggian yang berbeda Wilayah Dataran Rendah Dataran Tinggi Karakteristik Jumlah Jumlah peternak Persentase Persentase responden responden (%) (%) (orang) (orang) Umur (tahun) 20 – 30 10 21.3 1 2.27 31 – 40 10 21.3 23 52.28 41 – 50 15 31.9 12 27.27 >50 7 14.9 7 15.91 Pendidikan Tidak sekolah 9 19.1 9 20.45 SD 36 76.6 29 65.91 SMP 2 4.3 5 11.36 SMA 0 0 0 0 Pengalaman beternak (tahun) 0 – 10 11 23.4 31 72.09 11 – 20 12 25.5 8 18.60 21 – 30 9 19.2 3 6.98 31 – 40 5 10.6 1 2.33 41 – 50 6 12.8 0 0 >50 4 8.5 0 0 Beternak sebagai Usaha utama 39 83.0 0 0 Usaha sampingan 8 17.0 44 100 Tujuan beternak Turun temurun 20 55.57 35 79.55 Usaha 15 41.67 0 0 Tabungan 1 2.78 9 20.45 Alasan peternak memelihara kerbau adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan sebagai tenaga kerja dalam pertanian. Dataran rendah termasuk dalam kriteria beternak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan sebagai usaha utama yang dominan sebagai sumber penghasilan. Pemahaman ini juga dilandasi dengan pengalaman beternak yang dimiliki sudah matang yaitu lebih dari 10 tahun. Beternak kerbau pada dataran tinggi merupakan pekerjaan sambilan, karena mata pencaharian utama adalah bercocok tanam. Beternak kerbau tidak menjadi prioritas utama, karena lebih dari 70% peternak di dataran tinggi memiliki pengalaman beternak kurang dari 20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa, ternak kerbau menjadi bagian dari aktivitas usaha pertanian dan sumber pendapatan tambahan peternak. Keterkaitan pengalaman beternak dengan prioritas sumber penghasilan diungkapkan oleh Dekayanti (2009), yaitu lama pengalaman beternak merupakan pedoman dalam menghadapi permasalahan selama beternak. Meskipun berbeda
7 dari segi pengalaman beternak, namun beternak kerbau pada kedua dataran ini merupakan usaha secara turun-temurun. Dari aspek sosial budaya, beternak kerbau akan berlangsung secara terus-menerus, selama kerbau masih dipelihara oleh keluarga peternak. Kepemilikan kerbau masing-masing peternak pada kedua dataran berkisar 2 sampai 3 ekor. Kerbau betina dipertahankan untuk tujuan reproduksi, sedangkan kerbau jantan bukan merupakan prioritas, sehingga dijual pada umur 3 sampai 5 tahun untuk dipotong. Kerbau betina dijual pada umur afkir lebih dari 10 tahun. Betina produktif dijual karena permintaan dari peternak lain maupun tengkulak untuk dipelihara kembali bukan untuk dipotong, melainkan dengan alasan pemenuhan kebutuhan mendadak.
Karakteristik Reproduksi Performa produktifitas kerbau menurut hasil di lapangan dipengaruhi oleh reproduksi. Sesuai dengan pendapat Baharuddin (2008), bahwa reproduksi merupakan fungsi tubuh yang sangat penting bagi kelanjutan keturunan. Pengetahuan peternak mengenai reproduksi kurang baik pada kedua dataran. Perkawinan kerbau tidak optimal, karena perkawinan alami yang terjadi di padang penggembalaan. Rasio antara jantan dan betina yang tidak proporsional mengakibatkan keterlambatan masa kawin. Inseminasi Buatan (IB) belum pernah dilakukan, karena koordinasi antara peternak dengan petugas IB ataupun dokter hewan belum ada. Karakteristik reproduksi kerbau ditabulasikan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik reproduksi kerbau pada ketinggian yang berbeda Wilayah Literatur Sifat reproduksi Dataran Rendah Dataran Tinggi Karakteristik (bulan) Reproduksi Performa n Performa n Umur berahi pertama 27.84 ±0.73 98 24.48 ±0.71 90 24 - 30a) Umur kawin pertama 30.36 ±0.70 94 24.56 ±0.72 90 24 - 30a) Umur beranak 41.64 ±0.72 75 36.72 ±0.67 88 36 - 48a) pertama Lama bunting 11.95 ±0.20 73 11.42 ±0.34 88 11.05a) Kawin setelah beranak 4.00 ±3.89 60 1.19 ±1.93 88 4.96b) Lama berahi (hari) 5.19 ±3.73 69 5.25 ±0.46 88 0.5 - 4a) Sumber: a)Tridjoko (1988); b)Putu (2003)
Umur berahi, kawin, dan beranak pertama dari kerbau tidak terpaut lama, karena pengamatan peternak terhadap kerbau yang kurang intensif dan anggapan bahwa jarak antar berahi dan kawin pertama tidak terpaut lama, serta terjadi pada umur yang sama. Umur berahi, kawin, dan beranak pertama kerbau di dataran tinggi relatif lebih cepat dibandingkan dataran rendah, dengan rataan umur berahi pertama 24.48±0.71 bulan, kawin pertama 24.56±0.72 bulan, dan beranak pertama 36.72±0.67 bulan. Umur kawin pertama kerbau di kedua dataran dalam kondisi baik sesuai dengan literatur, karena ditunjang nutrisi pakan yang baik, sehingga kemampuan reproduksinya juga baik. Lama bunting berpengaruh terhadap produktifitas (Widya et al. 2008). Lama bunting pada kerbau dataran rendah dan tinggi dipengaruhi oleh manajemen
8 reproduksi, pakan, dan lingkungan pemeliharaan serta berkaitan juga dengan selang beranak dan lama berahi (Lendhanie 2005). Lama bunting kerbau di kedua dataran relatif lebih lama dibandingkan dengan rataan kerbau lumpur menurut literatur. Lama berahi kerbau dataran tinggi relatif lebih lama dengan lama bunting yang lebih cepat, sehingga produktifitas baik. Keberhasilan beternak memiliki hubungan yang erat dengan reproduksi yang terukur dan kemampuan menghasilkan anak dalam periode tertentu. Kawin kembali setelah beranak makin singkat, maka performa reproduksinya semakin baik. Kerbau dataran tinggi dengan lama waktu kawin setelah beranak 1.19±1.93 bulan, tergolong singkat dalam menunjang pengembangan produktifitas. Karakteristik reproduksi yang dianalisis menunjukkan bahwa kerbau di Kabupaten Cianjur relatif sesuai dengan literatur. Karakteristik reproduksi kerbau dataran tinggi tidak berbeda nyata dari dataran rendah. Performa reproduksi yang baik tidak terlepas dari faktor manajemen reproduksi, pemberian pakan yang berkualitas, dan lingkungan pemeliharaan.
Nilai Konformasi Tubuh Kerbau Performa produktifitas dipengaruhi oleh nilai konformasi tubuh. Nilai konformasi tubuh kerbau betina berbeda dengan jantan, baik di dataran rendah maupun tinggi. Nilai konformasi tubuh kerbau pada ketinggian yang berbeda ditabulasikan pada Tabel 3.
BCS 1 2 3 4 5
Tabel 3 Nilai BCS kerbau pada ketinggian yang berbeda Wilayah (%) Dataran Rendah Dataran Tinggi Betina Jantan Betina Jantan 0 0 0 0 10 30 0 14.29 90 70 80 85.71 0 0 20 0 0 0 0 0
Keterangan: BCS 1 (sangat kurus), 2 (kurus), 3 (sedang), 4 (gemuk), dan 5 (sangat gemuk)
Hasil evaluasi BCS menunjukkan kerbau betina dataran tinggi memiliki nilai konformasi tubuh yang lebih baik dengan kondisi sedang sebanyak 80% dan gemuk sebanyak 20%, dibandingkan jantan. BCS kerbau betina dataran rendah memiliki kondisi tubuh yang lebih baik, dengan kurus sebanyak 10% dan sedang sebanyak 90%. Konformasi tubuh kerbau di dataran tinggi secara umum lebih baik dibandingkan dataran rendah. Beberapa alasan yang mendasari perbedaan tersebut, dikarenakan dataran tinggi merupakan wilayah pertanian dan hortikultura yang ditunjang jaminan ketersediaan hijauan pakan lebih baik. Dataran rendah memiliki hijauan utama rerumputan dengan kandungan serat kasar yang lebih banyak. Alasan yang disampaikan mengacu pada Lendhanie (2005), bahwa performa produktifitas kerbau dilandasi oleh ketersediaan hijauan pakan, air, dan penanganan peternak terhadap ternak.
9 Hijauan Pakan Hijauan pakan yang diberikan adalah rumput alam dari padang penggembalaan. Jenis hijauan pakan pada lokasi penelitian berupa rumput. Jenis rumput pada lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Hijauan pakan kerbau pada ketinggian yang berbeda Wilayah Hijauan pakan Dataran Rendah Dataran Tinggi Mikania micranta √ Panicum maximum √ Caladium spp. √ Cyperus kyllingia √ Lantana camara √ Brachiaria decumbens √ √ Imperata cylindrical √ √ Jenis hijauan pakan pada dataran tinggi lebih beragam, dengan kandungan serat kasar relatif rendah. Hijauan pakan yang dikonsumsi kerbau berupa rumput alam, tanpa adanya pemberian pakan penguat (konsentrat) oleh peternak. Sistem pemberian pakan secara tradisional hanya mendukung dalam hal pemeliharaan, tetapi tidak menunjang reproduksi yang baik, karena dibutuhkan pakan penguat bagi kerbau untuk memperkaya kandungan nutrisi pakan untuk tumbuh. Hijauan pakan yang lebih beragam pada dataran tinggi menunjang hasil nilai konformasi tubuh yang lebih baik. Kualitas hijauan pakan dipengaruhi oleh tanah sebagai media tumbuh serta lingkungan agroklimatnya. Hasil analisis proksimat hijauan pakan kering matahari, analisis mineral tanah, dan pengukuran suhu serta kelembaban dalam menganalisis kualitas hijauan pakan ditabulasikan pada Tabel 5. Hijauan berkualitas rendah dan kemampuan peternak untuk mencukupi kebutuhan pakan penguat kerbau menjadi masalah klasik. Kandungan protein kasar berpengaruh terhadap mikroba di dalam rumen, maupun kebutuhan asam amino kerbau. Mikroba yang tidak optimum pertumbuhannya, juga tidak akan optimal dalam menguraikan serat kasar hijauan pakan, serta dalam penyediaan asam amino (Damry et al. 2008). Kualitas hijauan pakan dataran rendah dan tinggi tidak berbeda, selain abu dan serat kasar. Kandungan abu yang semakin besar, akan semakin baik terhadap produktifitas kerbau. Kandungan serat kasar hijauan pakan dataran rendah relatif besar, maka proses pencernaannya tidak lebih optimal, karena membutuhkan suplai energi yang lebih tinggi dalam proses pencernaan (Leiwakabessy dan Atang 2004). Hal ini menunjang bahwa produktifitas kerbau dataran tinggi lebih baik dibandingkan dengan dataran rendah. Terdapat unsur hara tanah yang nilainya berbeda, yaitu fosfor, kalium, dan mangan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan kandungan fosfor memiliki pengaruh yang kecil terhadap kualitas hijauan yang tumbuh dan relevansinya dengan produktifitas ternak. Kandungan fosfor memiliki recovery rate (banyaknya yang diserap tanaman dibandingkan dibutuhkan) yang sangat rendah antara 10 sampai 30%, sisanya tertinggal dalam bentuk immobil kalau tidak hilang karena erosi. Efektifitas fosfor dalam tanah ditentukan oleh sifat fosfor, sifat tanah, dan
10 reaksi antara fosfor dengan tanah, hal tersebut menentukan jumlah fosfor yang dapat diambil tanaman (Leiwakabessy dan Atang 2004). Tabel 5 Hasil analisis proksimat, analisis mineral tanah, suhu, dan kelembaban pada ketinggian yang berbeda Wilayah Nutrien Dataran Rendah Dataran Tinggi Analisis proksimat % BK 92.54 91.35 ABU 6.23 10.62 PK 9.25 9.20 LK 1.66 1.42 SK 29.22 24.19 BETN 46.18 45.92 Kelembaban (%) 80 90 Analisis mineral tanah (ppm) P 3.2 0.8 K 93 165 Fe 7.1 5.5 Mn 5.9 41.6 Cu 1.0 1.4 Zn 3.2 2.2 Suhu (oC) 27 26 Tanaman yang banyak mengandung kalium akan tahan terhadap kekeringan begitu juga sebaliknya, serta akan tahan terhadap penyakit dengan kualitas produksi daun, buah, dan biji yang baik. Kandungan kalium ini menunjang bahwa tanaman pada dataran tinggi lebih tahan terhadap kekeringan, sehingga ketersediaannya terjamin pada musim kemarau. Kandungan mangan berperan dalam proses metabolisme yang merupakan komponen dari sistem enzim arginase phototransferase yang berperan dalam kelangsungan hidup hijauan pakan, seperti glikolisis dan fotosintesis. Semakin besar mangan akan menunjang ketahanan hidup dalam kondisi ekstrim. Kandungan mangan dalam tubuh kerbau sangat berperan dalam pembentukan tulang dan siklus reproduksi. Kekurangan mangan menyebabkan pertumbuhan menurun dan proses reproduksi tidak optimal (Leiwakabessy dan Atang 2004). Menurut Yurleni (2009), performa produktifitas kerbau tercermin dari kondisi tubuh yang dipengaruhi oleh temperatur udara pada lokasi pemeliharaan. Kerbau yang terletak pada dataran tinggi memiliki temperatur udara yang lebih rendah, situasi ini berpengaruh pada tingkat ternak mengkonsumsi pakan lebih banyak karena ditunjang lingkungan yang nyaman. Suhu dan kelembaban yang lebih rendah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan hijauan pakan, dengan jaminan ketersediaannya sepanjang musim. Performa kerbau dataran tinggi lebih baik karena ditunjang dengan sistem pemeliharaan yang lebih baik. Perbandingan sistem pemeliharaan pada dataran rendah dan tinggi dapat dilihat pada Tabel 6.
11 Tabel 6 Perbandingan sistem pemeliharaan kerbau pada ketinggian yang berbeda Wilayah (%) Hijauan pakan Dataran Rendah Dataran Tinggi Sistem perkandangan Intensif 4.3 0 Semi intensif 76.6 100 Ekstensif 19.1 0 Skala kepemilikan (ekor) 3 2 Kerbau dataran tinggi memiliki produktifitas yang relatif lebih tinggi, karena ketersediaan hijauan pakan lebih terjamin dan kapasitas konsumsi yang lebih banyak, karena tersedia pada padang penggembalaan dan di kandang. Performa kerbau dataran tinggi berpotensi dapat meningkat dengan melihat pada skala kepemilikan yang dapat ditingkatkan. Tingkat konsumsi dipengaruhi oleh pakan yang diberikan dan lingkungan yang nyaman. Kerbau dataran tinggi memiliki karakteristik reproduksi relatif lebih baik, kualitas hijauan pakan yang baik, dan jaminan ketersediaan sepanjang musim dengan lingkungan yang nyaman, sehingga berpengaruh terhadap produktifitas yang lebih baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kerbau dataran rendah dan tinggi memiliki karakteristik reproduksi yang tidak berbeda, namun ditinjau dari nilai konformasi tubuh, kerbau dataran tinggi lebih baik. Kerbau dataran tinggi memiliki performa yang relatif lebih baik dengan kualitas hijauan pakan lebih baik, jaminan ketersediaan sepanjang musim, lingkungan yang nyaman, dan sistem pemeliharaan yang lebih baik.
Saran Perlu adanya perbaikan manajemen pemeliharaan yang berkaitan dengan reproduksi, antara lain pembentukan kelompok peternak kerbau, pencatatan reproduksi, dan Inseminasi Buatan.
12
DAFTAR PUSTAKA Baharuddin T. 2008. Bioteknologi reproduksi untuk pengembangan kerbau belang “Tedong Bonga”. Prosiding. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau, Jambi. 22-23 Juni 2007. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hlm 40-48. [BALITTANAH] Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor (ID): Departemen Pertanian. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2013. Kabupaten Cianjur dalam Angka 2013. Cianjur (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. [BPTP-NTB] Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Nusa Tenggara Barat. 2010. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi Potong. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Mataram (ID): Kementerian Pertanian. Damry, Marsetyo, Quigley SP, Poppi DP. 2008. Strategies to enhance growth of weaned bali (Bos sondaicus) calves of smallholders in Donggala District, Central Sulawesi. J. Anim. Prod. (10):135-139. Dekayanti. 2009. Analisis potensi pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang [skripsi]. Bogor (ID): IPB. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2008. Road Map Perbibitan Ternak. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta (ID): Direktorat Perbibitan. [DITJENNAKKESWAN] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Google Maps. 2014. Peta Kabupaten Cianjur [internet]. [diunduh 2014 Juli 14]. Tersedia pada: http://maps.google.com Kusmana C. 1997. Metode Survei Vegetasi. Bogor (ID): IPB Pr. Leiwakabessy FM, Atang S. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): IPB Lendhanie U. 2005. Karakteristik reproduksi kerbau rawa dalam kondisi lingkungan peternakan rakyat. Kalimantan Selatan. Bioscientiae. 1(2)43-48. Pahrudin A. 2000. Potensi pengembangan ternak kerbau di Desa Bojong dan Cibunar, Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Putu IGM. 2003. Aplikasi teknologi reproduksi untuk meningkatkan performans produksi ternak kerbau di Indonesia. Wartazoa. 13(4):172-180. Rohaeni ES, Qomariah R, Subhan A. 2008. Potensi hijauan sebagai pakan utama ternak kerbau di Kalimantan Selatan. Prosiding. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau, Jambi. 22-23 Juni 2007. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hlm 70-76. Saenab A, Waryat. 2005. Strategi pengembangan ternak di wilayah perkotaan. Prosiding. Lokakarya Pakan Ternak. Bogor (ID) 16 September 2005: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hlm 83-86. Situmorang P, Kusumaningrum DA, Sianturi RG. 2006. Ovulation in buffalo in Indonesia. Research paper presented in international seminar on the artificial reproductive biotechnologies for buffaloes. Boro (ID) Agustus 28 – September 1, 2006.
13 Trijoko WM, Gatot C. 1988. Kerbau Perah dan Kerbau Kerja. Jakarta (ID): Mediyatama Sarana Perkasa. Widya PL, Waluyo ES, Yulianto AB. 2008. Digestibility and consumption of dry matter and organic matter in haylage complete feed ongole crossbreed steers. Media Kedokteran Hewan 1(24). Yurleni. 2009. Produktifitas ternak kerbau di provinsi Jambi. Prosiding. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau, Jambi. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hlm 61-65.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner reproduksi kerbau I. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
II. 1. 2. 3.
Identitas Responden Nama : Pendidikan terakhir : Mulai beternak kerbau : Alasan beternak kerbau : Beternak kerbau sebagai: a. Usaha utama b. Sambilan Jika sambilan, pekerjaan utama: a. Petani b. PNS
Umur :
c. Swasta
d. Lainnya
Kerbau Jumlah kerbau dipelihara: Perbandingan jantan:betina = : Status kepemilikan: a. Milik sendiri b. Bagi hasil
III. Hijauan Pakan 1. Pemberian: a. Disediakan b. Digembalakan 2. Hijauan yang digunakan: a. Tumbuh sendiri b. Ditanam 3. Hijauan yang diberikan: a. Rumput gajah b. Jerami padi c. Rumput lapang IV. Reproduksi 1. Umur kerbau betina: a. Berahi pertama: b. Kawin pertama: 2. Lama siklus berahi: 3. Lama berahi: 4. Lama bunting: 5. Kawin setelah beranak: 6. Berahi setelah melahirkan: 7. Selang beranak: 8. Kesulitan saat melahirkan: a. Ya, cara mengatasi: b. Tidak 9. Pernah terjadi kematian anak: a. Ya, umur: b. Tidak 10. Kesulitan mencari pejantan: 11. Reproduksi pejantan: a Umur pertama dikawinkan: c Lama dikawinkan:
d. Lainnya:
c. Beranak pertama:
b. Berapa kali kawin/hari: d. Lama dipelihara:
15 Lampiran 2 Uji statistik data reproduksi kerbau Hipotesis: H0: dataran rendah = dataran tinggi (dataran rendah sama dengan dataran tinggi) H1: dataran rendah ≠ dataran tinggi (dataran rendah berbeda dengan dataran tinggi)
Umur Berahi Pertama Uji-t dua sampel: Dataran Rendah vs Dataran Tinggi
Dataran Rendah Dataran Tinggi
Jumlah 46 90
Rataan 27.84 24.48
Standar Deviasi 0.73 0.71
SE Rataan 1.4 0.44
Perbandingan = Dataran Rendah - Dataran Tinggi Perkiraan perbandingan: 3.71 95% batas atas perbandingan: 6.12 Uji-t perbandingan = 0 (vs <): Nilai-T = 2.58 Nilai-P = 0.994 DF = 54 Umur Kawin Pertama Uji-t dua sampel: Dataran Rendah vs Dataran Tinggi
Dataran Rendah Dataran Tinggi
Jumlah 46 90
Rataan 30.36 24.56
Standar Deviasi 0.70 0.72
SE Rataan 1.3 0.46
Perbandingan = Dataran Rendah - Dataran Tinggi Perkiraan perbandingan: 6.32 95% batas atas perbandingan: 8.64 Uji-t perbandingan = 0 (vs <): Nilai-T = 4.54 Nilai-P = 1.000 DF = 56 Umur Beranak Pertama Uji-t dua sampel: Dataran Rendah vs Dataran Tinggi
Dataran Rendah Dataran Tinggi
Jumlah 46 90
Rataan 41.64 36.72
Standar Deviasi 0.72 0.67
SE Rataan 1.4 0.76
Perbandingan = Dataran Rendah - Dataran Tinggi Perkiraan perbandingan: 6.46 95% batas atas perbandingan: 9.04 Uji-t perbandingan = 0 (vs <): Nilai-T = 4.17 Nilai-P = 1.000 DF = 73
16 Lama Bunting Uji-t dua sampel: Dataran Rendah vs Dataran Tinggi
Dataran Rendah Dataran Tinggi
Jumlah 46 90
Rataan 11.957 11.42
Standar Deviasi 0.206 0.34
SE Rataan 0.030 0.21
Perbandingan = Dataran Rendah - Dataran Tinggi Perkiraan perbandingan: 0.612 95% batas atas perbandingan: 0.961 Uji-t perbandingan = 0 (vs <): Nilai-T = 2.91 Nilai-P = 0.998 DF = 92 Lama Berahi Uji-t dua sampel: Dataran Rendah vs Dataran Tinggi
Dataran Rendah Dataran Tinggi
Jumlah 46 90
Rataan 5.19 5.25
Standar Deviasi 3.73 0.46
SE Rataan 0.53 0.25
Perbandingan = Dataran Rendah - Dataran Tinggi Perkiraan perbandingan: 0.246 95% batas atas perbandingan: 0.726 Uji-t perbandingan = 0 (vs <): Nilai-T = 0.42 Nilai-P = 0.337 DF = 66 Kawin Setelah Beranak Uji-t dua sampel: Dataran Rendah vs Dataran Tinggi
Dataran Rendah Dataran Tinggi
Jumlah 46 90
Rataan 4.00 1.19
Standar Deviasi 3.89 1.93
SE Rataan 12 0.96
Perbandingan = Dataran Rendah - Dataran Tinggi Perkiraan perbandingan: 54.1 95% batas atas perbandingan: 74.6 Uji-t perbandingan = 0 (vs <): Nilai-T = 4.43 Nilai-P = 1.000 DF = 45
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Grobogan, Jawa Tengah pada tanggal 19 September 1991 dari ayah Soegijarto dan ibu Sri Puryati. Penulis adalah putra kedua dari 2 bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Purwodadi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif magang kerja dan organisasi, diantaranya di D-Farm dan Agroedutourism IPB (2012), serta Badan Eksekutif Mahasiswa Peternakan (BEM-D), BEM Se-Bogor, dan Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (2010 sampai 2014) sebagai anggota dan staf ahli. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa dengan prestasi sebagai finalis Agroindustrial Fair 2011 dan penghargaan setara perak pada PIMNAS XXV 2012. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Penulis menyusun skripsi dengan judul “Karakteristik Reproduksi Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) dan Kualitas Pakannya pada Ketinggian yang Berbeda di Kabupaten Cianjur”.