11.
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Persamaan Diferensial Linear Mandiri Perhatikan sistem persamaan diferensial (SPD) berikut ini:
... >X.(f))
XI
= h (xi (tb
i 2
= f2 (11 (11, ... ,.,,(I))
(1)
dengan fi, fi, ... , sebagai fungsi dari XI (I), x2 (t);.., x,, (I), yang kontinu, bernilai real, dan mempunyai turunan parsial kontinu disebut sistem persamaan diferensial mandiri, karena perubahan x dan y dinyatakan sebagai fungsi dari x dan y sendiri yang tidak mengandung t secara eksplisit. Sistem persamaan diferensial mandiri dapat dinyatakan dalam bentuk matriks berikut: x=Ax (2) .,
11,
dengan x = .
x,,
.=!I,
danAadalab
x,,
matriks berukuran nxn.
n111 ...
"'I,,
dengan fungsi ~ ( x ) mempunyai sifat lim,,, cp(x) = 0. Bentuk Mx disebut pelinearan dari (4). [Tu, 19941 2.3 Vektor Eigen dan Nilai Eigen Misalkan A matriks berukuran nxn, maka suatu vektor taknol X di R" disebut vekror eigen dari A, jika untuk suatu skalar h, yang disebut nilai eigen dari A, berlaku:
Ax=M. Vektor X disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen h. Untuk mencari nilai eigen dari matriks A yang berukuran nxn maka persamaan AX = LY dapat dituliskan kembali sebagai berikut: AX=AX~(A-XI)=O Persamaan terakhir akan mempunyai solusi tak-no1 jika dan banya jika : det (A-hl) = /A-A4 = 0 (5) Persamaan (5) disebut persamaan karakreristik dari A. [Anton, H., 199.51
[Hasibuan, 19891 2.4 Definisi: (Titik Tetap) Sisteln persamaan diferensial (1) dapat ditulis dalam bentuk : i =f(x) (3) dengan f fungsi yang terturunkan. ~ i t i k x 'dengan x = 0 disebut titik hitis atau titik tetap. f(') [Tu, 19941 2.2 Pelinearan Dengan menggunakan perluasan Taylor pada suatu titik tetap x', maka diperoleh persamaan berikut : k = Mx + cp(x), (4) dengan M inatriks Jacobi, yaitu M E Df (x') E Df (x)IF.".
Bentuk Kanonik Jordan Misalkan diberikan sistem
diferensial dua dimensi untuk
A=
- persamaan-
I::: 1:: J
mempunyai persamaan karakteristik sebagai berikut : C(h) = d e t ( A - X I ) = h 2 - y h + 6 = 0 dengan y = a l l+ a2, dan S = det (A) - all a22-a12 021. Nilai eigen yang diperoleh dari persamaan karakteristik di atas adalah:
(6) Misalkan matriks real Pzx2mempunyai P.'AP = J, dengan J adalah balikan sehingga salah satu dari matriks dalam bentuk kanonik Jordan :
dengan h, hl, h2, a, dan
p ;c 0
bilangan real
Dalam penjelasan selanjutnya, bentuk kanonik Jordan (i), (ii) dan (iii) akan disebut Jordanl, Jordan2, dan Jordan3. Bentuk Jordan1 adalah kasus untuk dua nilai eigen real yang berbeda (XI # h2). Bentuk Jordan2 adalah kasus untuk dua nilai eigen yang sama yaitu: h l = h2= h
=
1, dengan y'= 46.
2 Bentuk Jordan3 adalah kasus untuk nilai eigen
kompleks yaitu
hl,,= a
Y dan + ip, dengan a = -, 2
3 46-y 2 7 , a dan (3 keduanya bernilai real 2 dengan P > 0. J adalah matriks simetrik dengan elemen diagonalnya adalah bagian real dari nilai eigen dan elemen yang bukan diagonal adalah bagian imajiner dari nilai eigen. [Tu, 19941 ,
2.5 Kestabilan Titik Tetap 2.5.1 Analisis Kestabilan Titik Tetap Analisis kestabilan titik tetap berdasarkan nilai eigen dilakukan dengan cara menganalisis nilai eigen tersebut. Perhatikan nilai eigen pada persamaan (6). Ada beberapa kasus untuk menganalisis kestabilan titik tetap, tergantung pada nilai y2 - 46.
KASUS 1 (y2 -46)> 0 Nilai eigen yang diperoleh adalah real dan berbeda (hl =L hz), dengan bentuk kanonik Jordan
i
=[hl
O 0 h2 adalah :
x(t)=
1.
Solusi umum yang diperoleh
v, cA1' +C2 v2
"A?
r
(7) dengan Al dan A, adalah nilai eigen dari matriks Jacobi, v , dan v2 berturut-turut adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen. Pada kasus ini kestabilan titik tetap mempunyai 3 sifat yaitu: I. Bila kedua nilai eigennya negatif (hl < 0 dan h2 < 0), maka diperoleh nilai y < 0 dan 6 > 0. Dari solusi (7) diperoleh bahwa jika t mendekati takhingga maka x mendekati no1 sehingga titik tetap bersifat stabil. 2. Bila semua nilai eigennya bernilai positif (h,> 0 dan h2 > 0), maka diperoleh nilai y > 0 dan 6 > 0. Dari solusi (7) diperoleh bahwa jika 1 mendekati takhingga maka x mendekati takhingga. Hal ini menunjukkan bahwa x(t) merupakan titik tetap bersifat takstabil. C,
3. Bila nilai eigennya berlainan tanda (misalkan A, < 0 < h2 ), maka diperoleh nilai 7 < 0 dan 6 < 0. Dari solusi (7) diperoleli bahwa jika 1 mendekati takhingga maka x(t) mendekati takhingga, sehingga lintasan kurva membentuk suatu asimtot pada bidang v , dan 12. Titik tetap ini bersifat titik sadel dan bersifat titik takstabil. KASUS2 (y2-46)=0 Nilai eigen yang diperoleh nilai eigen real ganda ( & I =h2= h), dengan bentuk kanonik Jordan
J
=[h
I]. Bentuk solusi umumnya adalah: 0 A
x(t) = (c,+ c 2 1) 2' (8) Pada kasus ini kestabilan titik tetap mempunyai 2 sifat, antara lain: 1. Bila kedua nilai eigen negatif (i. <,0 dan h2 < 0). Dari solusi (8) diperoleh bahwa jika r mendekati takhingga maka x(l) menuju nol, sehingga titik tetap bersifat stabil. 2. Bila nilai eigen bernilai positif (i., > 0 dan 12. > 0). Dari solusi (8) diperoleh bahwa jika I mendekati takhingga maka x(r) menuju takhingga sehingga titik tetap tersebut bersifat takstabil.
KASUS 3 (y2 -46)< Pada kasus ini adalah nilai eigen kanonik Jordan J
0 nilai eigen yang diperoleh kompleks dengan bentuk -
=
.I!
Misalhn nilai
+
= a iP ( a # 0, eigen yang diperoleh adalah p # O), dengan a dan P adalah bilangan real dan p > 0. Sistem yang mempunyai nilai eigen a + iP dapat dilambangkan dengan
$=[-;
P-I
:[
x , dengan .? =
1
atau dalarn bentuk skalar adalah:
Dalam bentuk koordinat polar, x l dan x? dapat dinyatakan dalam bentuk x, = r cos (8) dan x, = r sin (8), dengan r dan 8 hngsi dari f, dan
menghasilkan
menuju titik tetap. Dalam ha1 ini titik tetap merupakan titik tetap bersifat spiral srabil. b.
Dengan menurunkan (10) terhadap waktu t akan diperoleh :
Kemudian jika persamaan (9) disubstitusikan ke dalam persamaan (12) maka diperoleh:
Dengan menurunkan (1 1) terhadap t, maka akan diperoleh:
Bentuk x12sec2(8) dapat diperoleh dari persamaan (10) dan (11) yang menghasilkan x12sec2(@)=r 2 . lnensubstitusikan
Kemudian persamaan
dengan (9) dan
xI2sec2(€I)= r 2 ke dalam persamaan (14) maka diperoleh:
Solusi di atas mempunyai beberapa kasus yang hergantung pada nilai a dan 0 seperti pada persamaan (13) dan (15) yaitu: a. a < O Jika a < 0 maka r(f) pada persamaan (13) berkurang pada saat t bertambah. Jika 0 > 0 Inaka @(1) pada persamaan (15) akan berkurang, pada saat t semakin hesar, sehingga arali gerak orbit akan hergerak searah jamm jam lnenuju titik tetap. Jika p < 0 maka arah gerak orbit berlawanan dengan arab jarum jam
azO
Jika a > 0 maka r(t) pada persamaan (13) akan bertamhah pada saat t semakin besar. Jika p > 0 maka B(t) pada persamaan (15) akan berkurang, pada saat t semakin besar. sehingga arah gerak orbit akan bergerak searah jamm jam menjauhi titik tetap. Jika P < 0 maka arah gerak orbit akan bergerak berlawanan dengan arah jarum jam menjauhi titik tetap. Titik tetap tersehut hersifat spiral fakrfabil. c. a=O Jika a = 0 maka r(f) pada persamaan (13) tidak berubah sepanjang waktu. Jika P < 0 maka €I(!) pada persamaan (15) akan naik, dan jika p > 0 maka e(t) akan turun. Karena r(t) tetap maka gerak orbit membentuk suatu lingkaran dengan titik tetap sebagai pusat. Titik tetzp tersehut bersifat slabil nefral.
2.5.2 Perilaltu Titik Tetap Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan hahwa kestabilan titik tetap mempunyai 3 perilaku, yaitu: I. Stahil jika: a. Setiap nilai eigen real adalah negatif (A;< 0 untuk semua I]. h. Setiap komponen real nilai eigen kompleks adalah takpositif, (Re (A, ) < 0 untuk semua I]. 2. Takstabil jika: a. Setiap nilai eigen real adalah positif (Ai> 0 untuk semua I]. b. Setiap komponen real nilai eigen kompleks adalah positif, (Re (A, ) > 0 untuk semua I ] . 3. Sadel jika: Perkalian dua buah nilai eigen real sembarang adalah negatif (A; A, < 0, untuk i dan j sembarang). Titik tetap sadel ini bersifat takstabil. 2.5.3 Bentuk Umum Kestabilan Bentuk ulnum kestabilan di sekitar titik tetap herdasarkan perilaku orbit di sekitarnya, dibedakan berdasarkan dua tipe nilai eigen, nilai eigen real dan nilai eigen kompleks. Bentuk umum kestabilan untuk tipe nilai eigen real adalah: 1. Jika setiap orbit mendekati titik tetap, maka titik tetap itu disebut titik tetap stabil. Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 1.a.
2.
3.
Jika setiap orbit bergerak menjauhi titik tetap, maka titik tetap itu disebut titik tetap takstabil. Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 1.b. Jika ada orbit yang bergerak mendekati dan ada orbit yang menjauhi titik tetap, maka titik tetap itu disebut titik pelana (sadel). Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 1.c.
Bentuk umum kestabilan untuk tipe nilai eigen kompleks adalah: 1. Jika setiap orbit mendekati titik tetap secara spiral, maka titik tetap tersebut merupakan titik tetap spiral stabil. Tipe ini ditunjukkan ole11 Gambar 2.a. 2. Jika setiap orbit ~nenjauhititik tetap secara spiral, lnaka titik tetap tersebut merupakan titik tetap spiral takstabil. Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 2.b. 3. jika orbit-orbit bergerak mengelilingi titik tetap sehingga membentuk kurva tertutup, maka titik tetap tersebut merupakan titik tetap stabil netral. Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 2.c. [Hasibuan, K. M. 19891 Gambar 2. Bentuk umum kestabilan titik tetap untuk tipe nilai eigen kompleks (a. Spiral stabil, b. Spiral takstabil, c. Stabil netral). Teorema Kestabilan Misalkan x = Ax adalab suatu sistem persamaan diferensial dengan A matriks real berukuran 2x2. Misalkan juga persamaan karakteristik dari matriks A diberikan oleh h 2 + B h + C = 0 , d e n g a n B = t r ( ~ )dan C = d e t A . Kestabilan sistem persamaan diferensial di atas diperoleh dari: 1. Jika B > 0 dan C > 0, maka titik tetap bersifat stabil. 2. Jika B < 0 dan C > 0, maka titik tetap bersifat tak-stabil. 3. Jika C < 0, maka titik tetap bersifat sadel takstabil. 4. Jika B = 0 dan C > 0, maka titik tetap bersifat stabil netral. Bukti : [Indaryani, L. 19991 Gambar 1. Bentuk ulnuln kestabilan titik tetap untuk tipe nilai eigen real (a. Stabil, b. Takstabil, c. Sadel).
2.6 Bidang Fase dan Orbit Solusi Perhatikan sistem persamaan diferensial berikut ini:
Solusi sistem persamaan diferensial (16) lnelnbentuk suatu kurva berdimensi 3 dengan koordinat (t,x,y). Karena secara eksplisit t tidak ada dalam sistem tersebut, maka setiap solusi sistem (16) untuk to < t < t, membentuk kurva di bidang (x, y), atau jika t bergerak dari to ke t,, gugus titiktitik (x(t), y(t)) membentuk suatu kurva di bidang (x, y). Kurva ini disebut orbit (trayektori) yang merupakan solusi persamaan (16). Sedangkan bidang (x, y) disebut bidang fuse solusi tersebut. Dengan kata lain orbit solusi suatu sistem persamaan diferensial adalah lintasan yang dilakukan oleh solusi di bidang (x, y). [Hasibuan, K. M. 19891 2.7 Garis Isnklin dan Arah Gerak Solusi Kurva dengan F (xa) = k, k konstanta, disebut suatu isoklin dari persamaan diferensial(l6). Salah satu cara untuk memperoleh gambaran orbit sistem persamaan diferensial (SPD) (16), terutama untuk persamaan diferensial yang solusi persamaan diferensialnya tidak dapat dicari secara eksplisit, adalah dengan menggunakan metode isoklin dan arah gerak solusi. Hal ini dapat dilakukan karena SPD (16) membentuk suatu medan arah di bidang (x, y), sehingga orbit yang baik dapat diperoleh dengan cara memplot sejumlah kemiringan orbit pada titik-titik di bidang fase. Isoklin-isoklin dari persamaan (16) adalah kurva yang seluruh unsur-unsur garisnya melnpunyai kemiringan tertentu. Jadi setiap orbit solusi suatu persamaan diferensial yang melalui suatu isoklinnya memiliki kemiringan yang sama. Misalkan 0 adalah sudut antara arah gerak orbit yang terletak pada garis isoklin terhadap sumbu x. Ada dua isoklin yang paling penting, yaitu isoklin &/dt = 0 yang berpadanan dengan B = ~ 1 2 dan , isoklin &/dt = 0 yang berpadanan dengan 0 = 0. Perhatikan Gambar 3 berikut ini:
I
I
Gambar 3. Isoklin dan kemiringan orbit yang melaluinya Pada isoklin F = 0 dengan 0 = xni, orbit lnemiliki arah gerak vertikal karena x tetap. Sedangkan pada isoklin G = 0 dengan 0 = 0, orbit memiliki arah gerak horizontal karena y tetap. Dari penjelasan tadi diperoleh bahwa -ok - F = 0 atau
& = G = 0 pada garis isoklin. -
Akibatnya, nilai
dv - atau menjadi negatif
dt
dl
dr
dt dt ~.. ... pada salah satu daerah yang dipilah oleh garis isoklin. Perhatikan arah panah pada Gambar 4 dan Gambar 5.
I
I
Gambar 4. Isoklin F = 0 beserta arah gerak orbit
Gantbar 5. lsoklin G = 0 beserta arah gerak orbit
Arah gerak orbit pada suatu anak gugus bidang fase (x, y), ditentukan berdasarkan nilai
resultan anak panah pada kedua isoklin tersebut. [Hasibuan, K. M. 19891
111 PEMODELAN DINAMIK PENYEBARAN GONORRHEAE Model penyebaran gonorrheae dikembangkan oleh Martin Braun (1975). Asurnsi dari pemodelan ini adalah sebagai berikut: I. Penyebaratlnya melalui hubungan seksual lawan jenis (heteroseksual). 2. Setiap individu yang rentan akan tertular jika berhubungan seksual dengan orang yang terinfeksi gonor-rheae. 3. Conorrheae tidak memberikan kekebalan terhadap penderita yang telah melakukan pengobatan, artinya bahwa kemungkinan terinfeksinya kembali masih ada. 4. Setelah pengobatan, penderita tidak berinteraksi (berhubungan seksual) lagi dengan orang yang terinfeksi. Perhatikan berikut:
sistem
persamaan
diferensial
dengan, nlr
cN
: laju pe~?umbuhanpenderita laki-laki per
satuan waktu dl
: laju pe~tumbuhanpenderita perempuan
per satuan waktu.
x y a, o2
: banyaknya penderita laki-laki.
: banyaknya penderita perempuan. : tingkat keberhasilan pengobatan penderita laki-laki. : tingkat keberhasilan pengobatan penderita perempuan.
: tingkat resiko penularan terhadap lakilaki. : tingkat resiko penularan terhadap b~ perempuan CI : banyaknya populasi laki-laki. cz : banyaknya populasi perempuan. cl -x : banyaknya populasi laki-laki yang mudah tertular (rentan). c? - y : banyaknya populasi perempuan yang mudah tertular (rentan).
b~
Menurut Martin Braun (1975), kondisi yang biasanya dipenuhi adalah al > q, yakni tingkat keberhasilan pengobatan penderita laki-laki lebih besar daripada tingkat keberhasilan pengobatan penderita perernpuan, karena jika laki-laki terinfeksi maka gejalanya akan cepat timbul, dengan demikian akan cepat melakukan pengobatan. Nilai-nilai a l , a2, bl, b,, c l , c,, x dan y selalu positif, dengan 0 < x < c, dan 0 < y < c,. Nilainilai al,a2 masing-masing sebanding dengan banyaknya populasi laki-laki dan perempuan. Nilai-nilai bl, b, masing-masing sebanding dengan banyaknya populasi laki-laki atau perempuan yang mudah tertular (rentan) dan banyaknya penderita laki-laki atau penderita perempuan. Nilai-nilai parameter a,, a>, b13 b~ yang digunakan pada ~liodelini harus memenuhi syarat, antara lain O < a l < l , O < a , < I , O < b l < l , 0 < b, < 1, karena a,, a, masing-masing adalah tingkat keberhasilan pengobatan penderita laki-laki dan perempuan, sedangkan b,, b2 masing-masing adalah tingkat resiko penularan terlladap laki-laki dan perempuan.