HUBUNGAN ANTARA OTONOMI KERJA DENGAN KEBAHAGIAAN KERJA PADA INDUSTRI KREATIF (Relation of Work Autonomy with Happiness at Work in Creative Industry) Lukman Hakim Berlian Gressy Septarini. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract. This research goal is to find out if there any relation between work autonomy and work happiness in creative industry workers. This research conducted to solve the problem that occurs by creative industry paradoks. The paradox is “when creative industry as an industry with its economy system demand everything fast, original and creative, but in the opposite the creative process not happen in short time, and if the process is forced to happen immedietly the their originality and creativity will be questionable” (Eikhof & Haunschild, 2007; Glynn, 2000; Thornton et all, 2005). To get around this paradoks and to answer the market demand, creative industry often to push or remove the workers autonomy, but with their autonomy been pushed or removed their happiness is not disapeared. This thing is the contrary with earlier research which say that work autonomy and work happiness have positive relation, when the work autonomy be increased so the work happiness will increased too, and vice versa (Ryan et all, 2008). The research conducted in 6 distros in Surabaya with 58 subject, the subject is creative clothing designer, 45 male and 13 female. The sampling technique is purposive sampling, the method is to collect every posibility with criteria that has been choose (Neuman, 2007). The device to collect data is work autonomy quetioner which contain 14 item and translation of work happiness scale from Positive Afect & Negative Affect Scale developed by Watson, Clark & Telegan (1988). The data analisys is using Spearmen's Rho statistic technique, with help from statistic program SPSS version 16.0 for windows. From data analisys obtained 0.002 signification degree which mean Ha is accepted, this analiss indicated that there is relation between X variable with Y variable in this research. The corelation between those two variable is 0,378. Corelation coefficient is positive which mean the higher the work autonomy, the higher worker happiness. Keyword : work autonomy, happiness at work, creative industry Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada hubungan antara otonomi kerja dengan kebahagian kerja pada pekerja industri kreatif. Penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada industri kreatif yang di sebabkan oleh paradoks industri kreatif, sehingga memunculkan masalah dengan kebahagiaan kerja pekerja kreatifnya. Paradoks yang terjadi yaitu “dimana industri kreatif sebagai sebuah industri dengan sistem ekonominya menuntut sesuatu yang cepat, original dan kreatif, namun secara bertolak belakang proses kreatif tidak terjadi dalam waktu yang cepat, dan bila proses kreatif dipaksa untuk terjadi secara cepat maka originalitas dari kreatifitas mereka sering kali dipertanyakan” (Eikhof & Haunschild, 2007; Glynn, 2000; Thornton dkk, 2005). Demi menyiasati paradoks yang terjadi dan demi menjawab permintaan pasar, dalam pengaplikasiannya sering kali industri kreatif menekan atau malah menghilangkan otonomi pekerjanya, namun disaat otonomi kerja mereka ditekan atau malah dihilangkan, kebahagian kerja mereka tidak kendur atau hilang. Hal tersebut bertolak belakang dengan penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa otonomi kerja dan kebahagiaan kerja memiliki hubungan positif, dimana saat otonomi kerja ditingkatkan maka kebahagian kerja akan meningkat, dan begitu pula sebaliknya (Ryan dkk, 2008). Penelitian dilakukan pada 6 distro yang tersebar di Surabaya dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 58 orang, yang keseluruhannya merupakan desain kreatif clothing, yang terdiri dari 45 pria dan 13 wanita. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu metode sampling dengan cara mengumpulkan semua kemungkinan yang ada yang sesuai dengan kriteria sampling yang telah peneliti Korespondensi: Lukman Hakim, Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail:
[email protected]; @psikologi.unair.ac.id. ,
210
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
Berlian Gressy Septarini, Lukman Hakim
tentukan (Neuman, 2007). Alat pengumpulan pengumpulan data berupa kuesioner otonomi kerja yang terdiri dari 14 butir dan alat ukur kebahagian kerja translasi dari Positive Affect & Negative Affect Scele yang disusun Watson, Clark & Telegan (1998). Analisis data dilakukan dengan teknik statistik Spearmen's Rho, dengan bantuan program statistic SPSS versi 16.0 for windows Dari hasil analisi data yang diperoleh taraf signifikansi sebesar 0.002 yang berarti Ha diterima, yang menandakan adanya hubungan antara variabel X dengan variabel Y dalam penelitian ini. Besarnya korelasi dari kedua variabel adalah 0,378. Koefisien korelasi bernilai positif yang berarti semakin tinggi otonomi kerja maka kebahagian kerja pekerja kreatif juga akan tinggi. Kata Kunci : otonomi kerja, kebahagian kerja, industri kreatif
Menjadi bahagia sudah menjadi sesuatu yang
Sudut pandang hedonic dicontohkan oleh
penting bagi mayoritas orang, dan telah di
penelitian mengenai subjective well-being,
temukan bahwa kebahagiaan telah menjadi
dimana subjective well-being pada umumnya
tujuan yang sangat berharga (Diener, 2000).
d i l i h a t m e m i l i k i d u a ko m p o n e n ya n g
Merasa bahagia adalah dasar pengalaman
berhubungan yaitu judgment of life (dinilai secara
manusia, dan kebanyakan orang merasa bahagia
global dan melalui domain-domain yang spesifik
di sebagian besar waktunya (Diener & Diener,
seperti relationship, health, work, leisure) dan
1996). Munculnya psikologi positif telah
komponen kedua yaitu affect balance dimana
mengarahkan perhatian banyak peneliti akan
dominasi perasaan positif dan relative sedikit atau
kebahagiaan kerja dan keadaan positif lainnya
malah jarang perasaan negatif (Diener, Suh,
menjadi sebuah topik penelitian yang menarik
Lucas, & Smith, 1999; Schimmack, 2008).
untuk dikaji (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000).
Kebahagiaan kerja bukanlah istilah yang banyak digunakan dalam penelitian akademisi
Filsuf dan para peneliti terdahulu telah
mengenai pengalaman karyawan dalam
mendefinisikan kebahagiaan dalam banyak cara
organisasi. Bukan berarti bahwa peneliti
(Kesebir & Diener, 2008). Dalam mendefinisikan
organisasi tidak tertarik pada kebahagiaan
kebahagiaan, secara garis besar di bagi menjadi
karyawan di tempat kerja, justru selama
dua sudut pandang, yaitu sudut pandang hedonic
b e r t a h u n - t a h u n b a nya k p e n e l i t i te l a h
dan sudut pandang eudaimonic. Sudut pandang
mempelajari sejumlah konstrak yang tampaknya
hedonic yaitu sudut pandang yang melihat
cukup tumpang tindih dengan konsep
kebahagiaan kerja sebagai perasaan
kebahagiaan yang sangat luas (Fisher, 2010).
menyenangkan dan penilaian yang positif,
Ada banyak cara dalam mendefinisikan
sedangkan sudut pandang eudaimonic melihat
kebahagiaan kerja (Happiness at work), oleh
kebahagiaan sebagai bahasan yang mencakup
karena itu para peneliti terdahulu membaginya
diantaranya : melakukan sesuatu yang baik, benar
menjadi tiga level, yaitu transient level (tingkatan
secara moral, benar menurut diri sendiri, dan
dimana kebahagiaan ada dan terlihat), person
dapat menghasilkan dampak positif yang
level (dimana tingkatan melihat durasi dan atau
signifikan (Ryan and Deci, 2001; Ryff & Singer,
stabilitas kebahagiaan kerja dari waktu ke waktu),
2008)
dan unit level (tingkatan yang mengkaji konten-
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
211
Hubungan Antara Otonomi Kerja dengan Kebahagiaan Kerja Pada Industri Kreatif
konten spesifik dari kebahagiaan kerja). Khusus
menurunkan turnover dan membantu kondisi
pada penelitian kali ini, peneliti
finansial organisasi baik untuk jangka panjang,
memfokuskannya pada sudut pandang hedonic,
maupun jangka pendek.
dengan komponen affect balance dan pendefinisian pada level transient.
Ryan, dkk (2008) mengatakan bahwasanya otonomi kerja akan memberikan kebahagiaan
Kebahagiaan kerja akan memberi banyak
bagi pekerjanya. Hackman & Olham (1976)
kontribusi, baik untuk organisasi dan individu.
mendefiniskan otonomi kerja sebagai sejauh
Pada tingkat organisasi, kebanyakan orang
mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan
menganggap bahwa atribut budaya dan praktik-
substansial, kemandirian dan keleluasaan untuk
praktik pengelolaan sumber daya manusia
menjadwalkan pekerjaan dan menentukan
sebagai kemungkinan penyebab terjadinya
prosedur yang digunakan dalam melaksanakan
kebahagiaan di antara anggota organisasi. The
pekerjaan (Hackman & Oldham, 1976). Otonomi
Great Place to Work Institute mengatakan bahwa
kerja secara positif berkaitan dengan motivasi
karyawan merasa bahagia ketika mereka
karyawan, kepuasan kerja, kualitas dari
mempercayai orang-orang tempat mereka
kehidupan pekerjaan, dan efektifitas kerja
bekerja, karyawan merasa bahagia ketika apa
(Fisher, 2010). Otonomi pada individu dan
yang mereka kerjakan membuat mereka bangga,
kelompok telah digunakan sebagai salah satu
dan karyawan bahagia saat orang-orang yang
dasar untuk meningkatkan partisipasi dan
bekerja dengan mereka membuat mereka merasa
komitment karyawan yang di terapkan dengan
nyaman (Fisher, 2010). Sirota, Mischkind, &
cara empowerment (Mabey, Salaman, & Storey,
Meltzer (2005) pun setuju dengan tiga faktor
1998). Otonomi pada level karyawan dan
penting dalam menghasilkan kebahagiaan dan
kelompok kerja, akan memberikan tanggung
antusias pekerja, yaitu equity, achievement,
jawab pada pekerja untuk mencari dan mencapai
feedback, dan persahabatan dengan rekan satu
kemajuan yang berkelanjutan (Friedman,
tim.
Lipschitz, & Overmeer, 2001). Meskipun Peningkatan kinerja juga menggunakan
kemudian Nonaka, Toyama, & Konnon (2000)
keterlibatan dan komitmen yang tinggi sebagai
mengatakan bahwa otonomi adalah suatu kondisi
sebuah pendekatan, dengan mendesain ulang
yang juga dibutuhkan pada level organisasi untuk
pekerjaan agar tim dapat bekerja secara lebih
mendorong penciptaan pengetahuan baru.
otonom, selektif dalam bekerja, menawarkan
Otonomi kerja adalah hal yang dibutuhkan dalam
keamanan kerja, berinvestasi dalam pelatihan,
setiap organisasi atau peruhasaan, termasuk
berbagi informasi dan kewenangan dengan
dalam juga dalam industri kreatif.
karyawan, mengadopsi struktur organisasi yang
Di Indonesia, ekonomi kreatif merupakan
datar (flat) dan me-reward berdasarkan kinerja
sebuah era baru ekonomi setelah ekonomi
organisasi (Huselid, 1995; Lawler 1992; Pfeffer,
pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi
1998). Langkah tersebut sekaligus akan
informasi, yang mengintensifkan informasi dan
memperbaiki motivasi dan kualitas pekerja,
kreativitas dengan mengandalkan ide dan
212
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
Berlian Gressy Septarini, Lukman Hakim
pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai
Variabel dalam penelitian ini adalah otonomi
faktor produksi utama dalam kegiatan
kerja dan kebahagiaan kerja. Otonomi kerja
ekonominya (Kementerian Pariwisata dan
adalah sejauh mana pekerjaan memberikan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, 2012).
kebebasan substansial,
kemandirian
dan
Ekonomi kreatif ini digerakkan oleh industri
keleluasaan untuk menjadwalkan pekerjaan
kreatif yang didefinisikan sebagai industri yang
dan menentukan prosedur yang digunakan
b e ra s a l d a r i p e m a n f a a t a n k re a t iv i t a s,
dalam melaksanakan pekerjaan. Otonomi kerja
keterampilan serta bakat individu untuk
merupakan salah satu dimensi dari Job
menciptakan kesejahteraan serta lapangan
Characteristic Theory
pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan
Oldham,1976) dalam penelitian ini otonomi kerja
daya kreasi dan daya cipta individu tersebut
di ukur menggunakan 13 item dengan 4 poin skala
(Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
likert. Sedangkan menurut Boehm
Republik Indonesia,2012).
Lyubomirsky
Di sisi lain (Eikhof & Haunschild, 2007;
kerja
dari
(2008)
(Hackman &
mengkaji
&
kebahagiaan
sisi positive & negative affect.
Glynn, 2000; Thornton dkk, 2005) mengatakan
Seseorang dikatakan bahagia jika positive affect
bahwa ada paradoks yang muncul dari penerapan
(PA) lebih tinggi dari pada negative affect (NA)
industri kreatif, paradoks tersebut yaitu “mereka
di sebagian besar waktunya, dan sebaliknya
(pekerja kreatif) dituntut untuk kreatif dalam
seseorang dikatakan tidak bahagia jika negative
menghasilkan karya-karyanya, di sisi lain
affect-nya lebih tinggi daripada positive affect-
permintaan pasar menginginkan sesuatu yang
nya. Dalam mengoperasionalkan positive affect
cepat, namun saat kreatifitas mereka dituntut
(PA) dan negative
untuk cepat demi memenuhi permintaan pasar,
Lyubomirsky
karya kreatif itas mereka pun sering
Negative Affect (Watson, Clark & Tellegen,1988)
dipertanyakan originalitasnya”.
yang diukur dengan Positive Affect & Negative
Ryan, dkk (2008) mengatakan bahwa
affect
mengacu
(NA), pada
Boehm
Positive
& and
Affect Schedule (PANAS)
otonomi kerja akan memberikan kebahagiaan
Subjek dalam penelitian ini adalah pekerja
bagi pekerjanya, sedangkan karena paradoks
industri kreatif di sektor desain fashion. Industri
tersebut dan demi menjawab permintaan pasar,
kreatif didefinisikan sebagai industri yang berasal
sering kali industri kreatif menekan atau malah
dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta
m e n gh i l a n gk a n o to n o m i ke r j a nya d a n
bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
kebahagiaan kerja tetap ada di dalamnya. Lalu,
serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan
masih adakah hubungan positif otonomi kerja
pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu
dan kebahagiaan kerja dalam konteks industri
tersebut. Diperoleh 58 orang subjek yang tersebar
kreatif? Pertanyaan tersebutlah yang melatar
di 6 distro yang berbeda di Surabaya.
belakangi penelitian ini.
Alat pengumpulan data berupa kuesioner otonomi kerja yang dikembangkan oleh Lukman
METODE PENELITIAN
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
Hakim dari Job Diagnostig Survey yang disusun
213
Hubungan Antara Otonomi Kerja dengan Kebahagiaan Kerja Pada Industri Kreatif
oleh Hanckman & Oldham, dan kuesioner
kebahagiaan kerja. Hal itu ditunjukkan dengan
positive affect & negative affect scale
(2001)
koefisien korelasi (r) antara otonomi kerja dan
translasi dari PANAS (Watson, Clark &
kebahagiaan kerja sebesar 0,378, dimana
Tellegen,1988). Analisis data dilakukan dengan
koefisien korelasi yang diperoleh bernilai positif
teknik statistik korelasi product moment
yang menunjukkan adanya arah yang positif atau
Spearmens rho, dengan bantuan program SPSS 16
berbanding lurus, yang berarti bahwa ketika
for Windows. Taraf signifikansi yang digunakan
otonomi kerja tinggi maka kebahagiaan kerja juga
dalam penelitian ini sebesar 5%.
tinggi. Koefisien korealasi tersebut juga dapat dimaknai bahwa otonomi kerja berpengaruh
HASIL PENELITIAN
kepada individu dalam terbentuknya positive
Berdasarkan hasil uji korelasi diatas
affect (emosi positif) dan negative affect (emosi
diketahui bahwa variabel otonomi kerja dengan
negatif). Hal ini dapat di sebabkan karena subjek
variabel kebahagian kerja pada pekerja industry
penelitian merupakan bagian kreatif desain
kreatif memiliki taraf signifikansi sebesar 0,002.
clothing dari keenam distro (diantaranya
Hal tersebut dapat diartikan bahwa Ho ditolak,
Lolypop, Garlick, Cosmic, Flashy, Cakcuk,
atau dengan kata lain terdapat hubungan
danNoinBrand) diberikan otonomi lebih dalam
antara
melaksanakan pekerjaannya demi
variabel
kebahagiaan
kerja.
otonomi
kerja
dengan
Koefisien korelasi
dari
variabel otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja
sebesar
0,378, dimana
angka
0,378
berlangsungnya kreatifitas baru di distro-distro tersebut. Koefisien
determinasi
(r²)
menyatakan
menyatakan kuat lemah hubungan antara
perubahan daripada variabel Y disebabkan oleh
variabel otonomi kerja dengan kebahagiaan
variabel X. Jika melihat dari penelitian ini,
kerja. Tidak ada tanda negatif (-) didepan
dengan koefisien korelasi antara variabel X dan
angka menyatakan
variabel
arah
hubungan
antar
Y sebesar
0,378
maka
koefisien
variabel, maka dapat diartikan arah hubungan
determinasi
antara
(r²X100%), maka diperoleh hasil 14.0% hal ini
variabel
kebahagiaan
kerja
otonomi
kerja
berbanding
dengan
lurus,
dari
penelitian
ini
sebesar
atau
menandakan otonomi kerja sebagai variabel X
dengan kata lain jika otonomi kerja tinggi
memiliki sumbangsih 14% terhadap variabel Y
maka kebahagiaan kerja designer clothing juga
yaitu kebahagiaan kerja, sedangkan
tinggi, demikian juga sebaliknya apabila otonomi
sebesar 86.0% disebabkan oleh variabel lain yang
kerja rendah maka kebahagiaan karyawan desain
tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Variabel
clothing juga akan rendah.
lain yang dimaksud disini dapat berupa job
sisanya
complexity, problem solving, skill variety, social
PEMBAHASAN
support, initiated interdependence, received
Dari proses analisis data seperti yang
interdependence, interaction outside
diuraikan di atas, maka didapatkan hasil bahwa
organization, ergonomics, work condition, equity,
terdapat hubungan antara otonomi kerja dengan
dan career outlook.
214
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
Berlian Gressy Septarini, Lukman Hakim
Adanya hubungan yang positif antara
kebahagiaan akan pekerjaannya (Thompson &
otonomi kerja dan kebahagiaan kerja pada subjek
Prottas ,2005). Melalui teori-teori ini inilah maka
penelitian ini dikarenakan adanya otonomi kerja
semakin jelas bahwa memang terdapat hubungan
pada subjek penelitian sehingga dapat
antara otonomi kerja dan kebahagiaan kerja pada
memunculkan respon positif yang berupa
industri kreatif (designer clothing).
peningkatan kebahagiaan kerja bagi individu yang menjalani pekerjaannya. Hal tersebut juga
KESIMPULAN
didukung oleh hasil keusiner yang diberikan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini
langsung kepada designer clothing dari keenam
yaitu Ha dalam penelitian ini diterima, artinya
distro yang menjadi tempat penelitian.Hal
terdapat hubungan antara otonomi kerja dengan
tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu yang
kebahagiaan kerja pada industri kreatif.
di kemukakan oleh Ryan, dkk (2008) dimana
Hubungan yang ditemukan dari penelitian ini
kebahagiaan kerja dapat ditingkatkan dengan
adalah hubungan positif dan memiliki kekuatan
membuat karyawan bekerja secara lebih otonom
hubungan dalam katagori sedang yang memiliki
(Ryan, 2008). Pekerja yang otonom akan memiliki
arti semakin tinggi otonomi kerja maka semakin
kesempatan untuk mengejar tujuan dan nilai-
tinggi pula kebahagiaan kerja yang dimiliki
nilai intrinsik dari pekerjaanya seperti
individu.
pengembangan diri, relasi, komunitas, dan lain sebagainya, karena begitu banyaknya dampak yang diberikan dari otonomi kerja, sehingga karyawan merasa bahagia akan pekerjaannya. Kebahagaiaan kerja yang dirasakan pekerja desain clothing ini ditunjukkan dengan tinggi rendahnya emosi positif (Positive Affect) dan e m o s i n e g a t i f ( Ne g a t i ve A f f e c t ) ya n g dimunculkan di sebagian bersar waktu kerjanya, hal ini serupa dengan dengan argumen dari Boehm & Lyubomirsky (2008). Alasan lain yang mendukung bahwa otonomi kerja secara positif mempengaruhi kebahagiaan kerja adalah karena otonomi kerja dan dukungan informal dari organisasi dengan wujud komunikasi yang flat antar sesama anggota organisasi dapat memberikan banyak hal positif baik dari sisi indiviu dan organisasi. Salah satu hal positif yang di hasilkan dari otonomi kerja dan memberi berdampak bagi individu adalah
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
215
Hubungan Antara Otonomi Kerja dengan Kebahagiaan Kerja Pada Industri Kreatif
PUSTAKA ACUAN Boehm, J.K., & Lyubomirsky, D.(2008). Does Happiness Promote Career Success. Journal of Career Assessment 2008 16: 101 Diener, E. (2000). Subjective well-being. American Psychologist, 55, 34-43. Diener, E. and Diener, C. (1996). Most people are happy. Psychological Science, 96, 181-185. Diener, E., Suh, E.M., Lucas, R.E. and Smith, H.L. (1999). Subjective well-being: Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125, 276-302. Eikhof, D.R. & Haunschild, A. For art's sake. Journal of Organization Behaviour, 2007, 28, 523–38. Fisher. C. D. (2010). Happiness at work : International journal of management reviews 12 (4), 384-412. Friedman, V.J., Lipschitz, R., & Overmeer, W. (2001). Creating condition for organizational learning. In M. Dierkes, A. Berthoin, J. Child, & I . Nonaka (Eds.) Handbook of organizational learning and knowledge (pp. 757-793). Oxford : Oxford University Press. Glynn, M. When cymbals become symbols. Organization Science, 2000, 11, 285–98. Hackman, J.R., & Oldham, G. R. (1976). Motivation through the design of work: test of theory.Organizational Behavior and Human Performance, 16, 250-279 Huselid, M.A. (1995). The impact of human resource management practices on turnover, productivity, and corporate financial performance. Academy of Management Journal, 38, 635-672 Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.(2012). Rencana strategis 2012-2014 Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. April 2012. (No PM.35/UM.001/MPEK/2012). Jakarta. Kesebir, P. and Diener, E. (2008) In pursuit of happiness: Empirical answers to philosophical questions. Perspectives on Psychological Science, 3, 117-125. Lawler, E.E. (1992). The Ultimate Advantage: Creating the High-involvement Organization. San Francisco Jossey-Bass. Mabey, C., Salaman, G., & Storey, J. (1998). Human resource management : A strategic introduction. Oxford: Blackwell. Neuman, W.L. (2007). Basic of social research: Qualitative and quantitative approaches (2nd ed). Boston: Allyn and Bacon. Nonaka, I., Toyama, R., & Konno, N. (2000). SECI, Ba and leadership: a unified model of dynamic knowledge creation. Long Range Planning, 33, 5-34 Pfeffer, J. (1998). The Human Equation: Building Profits by Putting People First. Boston: Harvard Business School Press.
216
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
Ryan, R.M. and Deci, E.L. (2001). On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review of Psychology, 52, 141-166. Ryan, R.M., Huta, V. and Deci, E.L. (2008). Living well: A self-determination theory perspective on eudaimonia. Journal of Happiness Studies, 9, 139-170. Ryff, C.D. and Singer, B.H. (2008). Know thyself and become what you are: A eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9, 13-39 Schimmack, U. (2008). The structure of subjective well-being. In Eid, M. and Larsen, R. J. (Eds.), The Science of Subjective Well-being (pp. 97-123). New York: The Guilford Press. Seligman, M.E.P. and Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive psychology: An introduction. American Psychologist, 55, 5-14. Sirota, D., Mischkind, L.A. and Meltzer, M.I., (2005). The Enthusiastic Employee. Upper Saddle River: Wharton School Publishing. Thompson, C.A., &Prottas, D.J (2005). Relationships Among Organizational Family Support, Job Autonomy, Perceived Control and Employee Well-Being. Journal of occupational Health Psychology, Vol. 10, No. 4, 100-118 Thornton, P.H., Jones, C. & Kury, K. (2005) Institutional logics and institutional change in organizations. Research in the Sociology of Organizations , 23, 125–70. Watson, D., Clark, L.A. and Tellegen, A. (1988). Development of brief measures of positive and negative affect: The PANAS Scale. Journal of Personality and Social Psychology, 54, 1063-1070.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014
217