HUBUNGAN ANTARA FAKTOR KEPRIBADIAN DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA DEWASA MADYA DI KAWASAN JAKARTA Erbie Psikologi, Jl. Pedurenan Mesjid 4 No.48 RT 14/ RW 04, 089653111711,
[email protected] ( Erbie, Pingkan Cynthia Belinda Rumondor, S.Psi, M.Psi.)
ABSTRACT This research aims to seek the correlation between personality factors and marital satisfaction in middle adulthood at Jakarta. The research participant is 260 middle adulthoods, consist of 130 man and 130 woman (age: M = 53,69, SD = 6,383), with minimal 20 years marriage experience, and live within West Jakarta, East Jakarta, North Jakarta, Center Jakarta, and South Jakarta. This research is using Spearman-Rank Correlation with SPSS 20 program to help measure the analysis. The result from the research shows that there is a negative significant correlation between Neuroticism personality factors with marital satisfaction in middle adulthood and positive significant correlation between Agreeableness personality factors with marital satisfaction in middle adulthood at Jakarta (rNeuroticism = - 0,212, rAgreeableness= 0,125). While on the other personality factors such as Extraversion, Openness to experience, Conscientiousness was not found to have any correlation with marital satisfaction in middle adulthood in Jakarta. Thus, it can be said that middle adulthood people that sensitive with their negative feeling will evaluate their marriage as unhappy and dissatisfied marriage. Whereas middle adulthood people that react positively to others, happily maintaining harmony, then they will evaluate their marriage as better, happy, and satisfied. Keyword: Five factor personality, Marital satisfaction, Middle adulthood ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara faktor kepribadian dan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di kawasan Jakarta. Partisipan penelitian ini berjumlah 260 orang dewasa madya yang terdiri dari 130 orang laki-laki dan 130 perempuan (usia: M = 53,69, SD = 6,383), bertempat tinggal di Jakarta barat, Jakarta timur, Jakarta utara, Jakarta pusat, dan Jakarta selatan. Uji analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan Spearman-Rank Correlation yang dibantu dengan program SPSS 20. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara faktor kepribadian Neuroticism dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta dan ada hubungan positif signifikan antara faktor kepribadian Agreeableness dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta (rNeuroticism = - 0,212, rAgreeableness= 0,125). Sedangkan pada faktor kepribadian lainnya seperti Extraversion, Openness to experience, Conscientiousness tidak ditemukan hubungannya dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dewasa madya yang sensitif dengan perasaan negatifnya maka evaluasi terhadap pernikahannya akan tidak bahagia dan tidak terpuaskan. Sedangkan dewasa madya yang bereaksi positif terhadap orang lain, senang menjaga keharmonisan, maka evaluasi terhadap pernikahannya akan semakin baik, bahagia, dan terpuaskan. Kata kunci: Lima faktor kepribadian, Kepuasan pernikahan, Dewasa madya
PENDAHULUAN Sejak tahun 2005, diperkirakan kasus perceraian akan terus meningkat sebanyak 10% setiap tahunnya (Badilag dan MA, dalam Republika, 2012). Sedangkan berdasarkan data yang didapat melalui situs resmi Badan Pengadilan Agama (2013) dijelaskan bahwa pada tahun 2013 hingga bulan September ini kasus perceraian yang sudah putus telah mencapai 6118 kasus. Perceraian juga tidak hanya dapat dialami oleh kalangan usia tertentu, Badan Pengadilan Agama (Badilag) menemukan bahwa individu usia 41-60 tahun atau individu kategori dewasa madya, berada pada urutan kedua dalam jumlah kasus perceraian yaitu sebesar 2411 kasus (Pengadilan agama seluruh Indonesia, 2013). Fenomena peningkatan angka perceraian pada dewasa madya tidak hanya terjadi dan mengejutkan di Indonesia, melainkan juga di negara lain seperti Inggris (Pribadi, dalam Warta Kota, 2013). Padahal seharusnya berdasarkan penjelasan Epstein, Waffel, dan Johnson (2005), kemungkinan pasangan untuk bercerai akan berkurang seiring dengan usia pernikahan mereka, karena pasangan yang telah berusia di atas 40 tahun akan memiliki relationship skill yang lebih baik dibandingkan pasangan yang berusia di bawah 40 tahun. Selain itu menurut Vaillant dan Vaillant (1993), dalam Williams, Sawyer & Wahlstrom (2006) seseorang yang telah memasuki usia 40 tahun akan memiliki kepuasan pernikahan yang terus meningkat seiring dengan usia pernikahannya. Berdasarkan teori Karney dan Bradbury dalam Parker (2002), perceraian terjadi karena adanya ketidakpuasan pernikahan, sedangkan kepuasan pernikahan itu sendiri adalah evaluasi mengenai kualitas pernikahan yang dilihat dari proses adaptasi pasangan yang dinilai baik. Sementara, Huston dan Houts (1998, dalam Donnellan, Conger & Bryant, 2004) menyatakan bahwa kepribadian berkontribusi terhadap “infrastruktur psikologis” dalam mempertahankan hubungan dan juga sebagai prediktor kunci keberhasilan maupun disfungsi suatu hubungan terutama dalam kaitannya dengan hubungan pernikahan. Sehingga pada penelitian ini akan dianalisa faktor kepribadian kepuasan pernikahan pada dewasa madya.
METODE PENELITIAN Teknik Sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling yaitu desain sampling yang digunakan ketika sejumlah elemen dalam populasi tidak diketahui atau tidak dapat diidentifikasi. Sedangkan jenis yang digunakan adalah snowball sampling. Snowball sampling adalah pegambilan sampel yang dilakukan dengan menanyakan sampel keberadaan orang lain yang sesuai dengan kriteria yang kemudian akan ditunjuk sebagai sampel berikutnya, hal ini dilakukan terus sehingga didapat sampel dalam jumlah yang cukup besar, dengan demikian jumlah sampel akan bertambah banyak (Kumar, 2011). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ada dua. Pertama adalah alat ukur kepribadian yaitu NEO-Five Factor Index (NEO-FFI) oleh Costa dan McCrae (1992) yang terdiri dari 60 item dengan lima faktor kepribadian di dalamnya (Neuroticism, Extraversion, Openness to experience, Agreeableness, dan Conscentiousness). Kedua adalah Alat ukur untuk mengukur kepuasan pernikahan yaitu The Couples Satisfaction Index (CSI) pada penelitian ini digunakan short form CSI yang terdiri dari 16 item oleh Funk dan Rogge (2007). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif atau analisis data statistik. Metode penelitian kuantitatif adalah metode yang banyak melibatkan angka mulai dari pengambilan hingga pengolahan data yang menggunakan statistik (Shaughnessy, Zechmeister & Zechmeister, 2012).
HASIL DAN BAHASAN 1.1. Gambaran Umum Partisipan 1.1.1. Gambaran Umum Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 1.1.1 Gambaran Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Perempuan 130 50% Laki-Laki 130 50% Total 260 100 %
Dari Tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden sama antara laki-laki dan perempuan. Dimana terlihat bahwa jumlah responden perempuan sebanyak 130 orang dengan presentase 50% dan laki-laki sebanyak 130 orang dengan presentase 50%.
1.1.2. Gambaran Partisipan Berdasarkan Usia Tabel 1.1.2 Gambaran Partisipan Berdasarkan Usia Mean Mode Std. Deviation Minimum Maximum
53,69 (53 tahun 8 bulan) 53 6,383 40 65
Partisipan dalam penelitian ini memiliki rentang usia antara 40-65 tahun. Pada penelitian ini partisipan berusia 50–54 tahun berjumlah 76 orang yaitu sebesar 29,2% dari keseluruhan partisipan, kemudian partisipan berusia 60-65 tahun sebanyak 60 orang yaitu sebesar 23,1%, lalu usia 45–49 tahun dengan jumlah partisipan sebanyak 54 orang yaitu sebesar 20,8%, selanjutnya 55–59 tahun sebanyak 53 orang yaitu sebesar 20,4%, dan yang terakhir rentang usia dengan jumlah terkecil adalah usia 40–44 tahun dengan jumlah 17 orang yaitu sebesar 6,5%. Mayoritas partisipan dalam penelitian ini adalah berusia 53 tahun (M = 53,69, SD = 6,383) dengan rentang usia minimum 40 dan usia maksimun 65 tahun.
1.1.3. Gambaran Partisipan Berdasarkan Tempat Tinggal Tabel 1.1.3 Gambaran Partisipan Berdasarkan Tempat Tinggal Usia Frekuensi Persentase Jakarta Utara 36 13,8% Jakarta Timur 46 17,7% Jakarta Selatan 64 24,6% Jakarta Barat 98 37,7% Jakarta Pusat 16 6,2% Total 260 100 % Partisipan dalam penelitian ini adalah pasangan dewasa madya yang berdomisili di Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat. Berdasarkan data yang didapat,
partisipan paling banyak berdomisili di Jakarta Barat yaitu sebanyak 98 orang, atau 37,7% dari keseluruhan partisipan, disusul dengan Jakarta Selatan sebanyak 64 orang, yaitu 24,6% dari keseluruhan partisipan, kemudian Jakarta Timur sebanyak 46 orang, sebesar 17,7% dari keseluruhan partisipan, selanjutnya Jakarta Utara 36 orang, sebesar 13,8% dari keseluruhan partisipan, dan yang paling sedikit adalah partisipan yang berdomisili di Jakarta Pusat yaitu 16 orang, atau sebesar 6,2% dari keseluruhan partisipan.
1.1.4. Gambaran Partisipan Berdasarkan Lama Menikah Tabel 1.1.4 Gambaran Partisipan Berdasarkan Lama Menikah 27,96 Mean (27 tahun 11 bulan) 25 Mode 5,327 Std. Deviation 20 Minimum 40 Maximum Berdasarkan lama menikah, partisipan dengan lama menikah selama 20 hingga 25 tahun adalah berjumlah 108 orang, atau sebesar 41,5%, kemudian partisipan dengan lama menikah selama 26 hingga 30 tahun sebanyak 86 orang, atau 33,1%, dilanjutkan dengan lama menikah selama 31 hingga 35 tahun sebanyak 38 orang, atau 14,6%, dan lama menikah selama 36 hingga 40 tahun sebanyak 28 orang, atau 10,8%. Mayoritas partisipan telah menikah selama 25 tahun (M = 27,96, SD = 5,327) dengan rentang lama menikah dari 20 hingga 40 tahun.
1.2. Gambaran Variabel
1.2.1. Neuroticism Variabel Neuroticism memiliki nilai skewness sebesar 0,313 (M = 29,06, SD = 6,266) ini berarti sebagian besar penyebaran data berada di bawah rata-rata, dengan nilai Neuroticism terendah adalah 12 dan tertinggi 48.
1.2.2. Extraversion Variabel Extraversion memiliki nilai skewness sebesar -0,779 (M = 25,11, SD = 3,875) ini berarti sebagian besar penyebaran data berada di atas rata-rata, dengan nilai Extraversion terendah 11 dan tertinggi 33.
1.2.3. Openness to experience Variabel Openness to experience memiliki nilai skewness sebesar -0,635 (M = 10,07, SD = 2,247) ini berarti sebagian besar penyebaran data berada di atas rata-rata, dengan nilai Openness to experience terendah 3 dan tertinggi 15.
1.2.4. Agreeableness Variabel Agreeableness memiliki nilai skewness sebesar -0,400 (M = 24,62, SD = 4,133) ini berarti sebagian besar penyebaran data berada di atas rata-rata, dengan nilai Agreeableness terendah 14 dan tertinggi 34.
1.2.5. Conscientiousness Variabel Conscientiousness memiliki nilai skewness sebesar -0,538 (M = 38,27, SD = 5,285) ini berarti sebagian besar penyebaran data berada di atas rata-rata ,dengan nilai Conscientiousness terendah 18 dan tertinggi 50.
1.2.6. Kepuasan Pernikahan Variabel kepuasan pernikahan memiliki nilai skweness sebesar –0,961 (M = 61,10, SD = 13,698) ini berarti sebagian besar penyebaran data berada di atas rata-rata, dengan nilai kepuasan pernikahan terendah 15 dan tertinggi 81.
1.3. Korelasi antara Faktor Kepribadian dan Kepuasan Pernikahan Tabel 1.3 Korelasi antara Faktor Kepribadian dan Kepuasan Pernikahan Dimensi Spearman-rank Correlation Signifikansi (p) Nilai Korelasi -0,212 0,001 (r= -0,212, p < 0,05) Neuroticism 0,105 0,092 (r= 0,105, p > 0,05) Extraversion 0,111 0,074 (r= 0,111, p > 0,05) Openness to experience 0,125 0,045 (r= 0,125, p < 0,05) Agreeableness 0,114 0,066 (r= 0,114, p > 0,05) Conscienstiousness Berdasarkan hasil uji korelasi tersebut dapat diketahui nilai korelasi antara faktor kepribadian, Neuroticism, dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta, yaitu sebesar 0,212 dengan signifikansi < 0,05 sehingga hipotesis null (h0) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara faktor kepribadian Neuroticism dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan semakin tinggi skor Neuroticism, maka semakin rendah kepuasan pernikahannya. Berdasarkan Lind, Marchal, dan Warthen (2008), maka kekuatan hubungan Neuroticism dan kepuasan pernikahan berada pada taraf lemah. Pada hasil uji korelasi faktor kepribadian, Extraversion, dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta sebesar 0,105 dengan signifikansi > 0,05 sehingga hipotesis null (h0) diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor Extraversion dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta. Pada hasil uji korelasi faktor kepribadian, Openness to experience, dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta sebesar 0,111 dengan signifikansi > 0,05 sehingga hipotesis null (h0) diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor Openness to experience dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta. Pada hasil uji korelasi faktor kepribadian, Agreeableness, dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta sebesar 0,125 dengan signifikansi < 0,05 sehingga hipotesis null (h0) ditolak. Hal ini berarti ada hubungan antara faktor Agreeableness dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi skor Agreeableness pada faktor kepribadian seseorang, maka semakin tinggi kepuasan pernikahannya. Berdasarkan Lind, Marchal, dan Warthen (2008), maka kekuatan hubungan Neuroticism dan kepuasan pernikahan berada pada taraf lemah. Pada hasil uji korelasi faktor kepribadian, Conscientiousness, dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta sebesar 0,114 dengan signifikansi > 0,05 sehingga hipotesis null (h0) diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor Conscientiousness dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di Jakarta.
1.4. Korelasi antara Faktor Kepribadian dan Jenis Kelamin Tabel 1.4 Korelasi antara Faktor Kepribadian dan Jenis Kelamin Faktor Kepribadian Jenis Kelamin Mean Perempuan 139,28 Neuroticism Laki-Laki 121,72 Perempuan 130,88 Extraversion Laki-Laki 130,12 Perempuan 128,33 Openness to Laki-Laki 132,67 experience Perempuan 134,62 Agreeableness Laki-Laki 126,38 Perempuan 130,87 Conscientousness Laki-Laki 130,13
p ,059 ,935 ,638 ,375 ,937
Berdasarkan hasil olah data yang di dapat, maka dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara tingkat Neuroticism (p > 0,05, p = 0,059) pada laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan antara tingkat Extraversion (p > 0,05, p = 0,935) pada laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan antara tingkat Openness to experience (p > 0,05, p = 0,638) pada laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan antara tingkat Agreeableness (p > 0,05, p = 0,375) pada laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan antara tingkat Conscientiousness (p > 0,05, p = 0,937) pada laki-laki dan perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi-rendah hasil skor faktor kepribadian dengan jenis kelamin.
1.5. Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Neuroticism Berdasarkan persentilnya diperkirakan terdapat 33% penyebaran skor Neuroticism berada pada angka dibawah 26, kemudian terdapat 66% penyebaran skor pada angka dibawah 32, dan terdapat 99% penyebaran skor pada angka dibawah 45,39. Berikut ini dapat dilihat penyebaran skor, presentase beserta jumlah partisipannya pada faktor Neuroticism ini. Dari data tersebut terlihat bahwa pada faktor Neuroticism, sebagian besar partisipan berada pada tahap sedang dan rendah.
Tabel 1.5 Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Neuroticism Tingkat Skor Presentase Partisipan Jumlah Partisipan 33-48 27,6% 72 orang Tinggi 27-32 36,6% 95 orang Sedang 12-26 35,8% 93 orang Rendah
1.6. Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Extraversion Berdasarkan persentilnya diperkirakan terdapat 33% penyebaran skor Extraversion berada pada angka dibawah 24, kemudian terdapat 66% penyebaran skor pada angka dibawah 27, dan terdapat 99% penyebaran skor pada angka dibawah 33. Berikut ini dapat dilihat penyebaran skor, presentase beserta jumlah partisipannya pada faktor Extraversion ini. Dari data tersebut terlihat bahwa pada faktor Extraversion, sebagian besar partisipan berada pada tahap sedang dan rendah. Tabel 1.6 Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Extraversion Tingkat Skor Presentase Partisipan Jumlah Partisipan 28-33 28,9% 75 orang Tinggi 25-27 33,4% 87 orang Sedang 11-24 37,7% 98 orang Rendah
1.7. Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Openness to experience Berdasarkan persentilnya diperkirakan terdapat 33% penyebaran skor Openness to experience berada pada angka dibawah 9, kemudian terdapat 66% penyebaran skor pada angka dibawah 11, dan terdapat 99% penyebaran skor pada angka dibawah 15. Berikut ini dapat dilihat penyebaran skor, presentase beserta jumlah partisipannya pada faktor Openness to experience ini. Dari data tersebut terlihat bahwa pada faktor Openness to experience, sebagian besar partisipan berada pada tahap sedang dan tinggi.
Tabel 1.7 Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Openness to experience Tingkat Skor Presentase Partisipan Jumlah Partisipan 12-15 31,9% 83 orang Tinggi 10-11 35% 91 orang Sedang 3-9 33,1% 86 orang Rendah
1.8. Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Agreeableness Berdasarkan persentilnya diperkirakan terdapat 33% penyebaran skor Agreeableness berada pada angka dibawah 23, kemudian terdapat 66% penyebaran skor pada angka dibawah 27, dan terdapat 99% penyebaran skor pada angka dibawah 33. Berikut ini dapat dilihat penyebaran skor, presentase beserta jumlah partisipannya pada faktor Agreeableness ini. Dari data tersebut terlihat bahwa pada faktor Agreeableness, sebagian besar partisipan berada pada tahap sedang dan rendah.
Tabel 1.8 Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Agreeableness Tingkat Skor Presentase Partisipan Jumlah Partisipan 28-34 25,8% 67 orang Tinggi 24-27 38,8% 101 orang Sedang 14-23 35,4% 92 orang Rendah
1.9. Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Conscientiousness Berdasarkan persentilnya diperkirakan terdapat 33% penyebaran skor Conscientiousness berada pada angka dibawah 36, kemudian terdapat 66% penyebaran skor pada angka dibawah 40, dan terdapat 99% penyebaran skor pada angka dibawah 49. Berikut ini dapat dilihat penyebaran skor, presentase beserta jumlah partisipannya pada faktor Conscientiousness ini. Dari data tersebut terlihat bahwa pada faktor Conscientiousness, sebagian besar partisipan berada pada tahap sedang dan tinggi.
Tabel 1.9 Presentase Partisipan Berdasarkan Faktor Conscientiousness Tingkat Skor Presentase Partisipan Jumlah Partisipan 41-50 33,5% 87 orang Tinggi 37-40 33,4% 87 orang Sedang 18-36 33,1% 86 orang Rendah
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman-Rank antara faktor kepribadian dengan kepuasan pernikahan yang telah dilakukan dan dijelaskan sebelumnya pada bab 4, maka dapat didapatkan simpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor kepribadian Neuroticism (N) dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di kawasan Jakarta. Hal ini didukung dengan penelitianpenelitian serupa yang telah ada sebelumnya. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Donnellan, Conger, dan Bryant (2004), dimana ia mengatakan bahwa istri dan suami yang neurotik dinilai memiliki hubungan yang kurang positif dan juga berdasarkan pengamatan orang ketiga ditemukan bahwa Neuroticism berhubungan dengan interaksi yang negatif dalam berhubungan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor kepribadian Extraversion (E) dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di kawasan Jakarta. Hal ini mungkin dapat terjadi karena faktor kepribadian ini lebih berfokus pada cara seseorang mengarahkan energinya. Sehingga jika seseorang mengarahkan energinya keluar maupun kedalam diri, tidak akan memiliki hubungannya dengan kepuasan pernikahan, orang yang mengarahkan energinya kedalam maupun keluar akan tetap dapat memiliki kepuasan pernikahan yang baik. Hal tersebut didukung dengan pernyataan yang menjelaskan bahwa faktor Extraversion ditemukan kurang konsisten, karena berdasarkan yang ditemukan oleh Lester, Haig, & Monello (1989) dalam (Shiota & Levenson, 2007). Extraversion diasosiasikan dengan kepuasan pernikahan yang rendah. Hal ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Kelly & Conley (1987) dalam (Shiota & Levenson, 2007), dimana dikatakan bahwa faktor Extraversion yang tinggi pada suami diasosiasikan dengan meningkatnya kemungkinan bercerai. Sedangkan berdasarkan penelitian Sadeghi, Akbari, dan Salek (2012), tidak ada hubungan antara Extraversion dengan kepuasan pernikahan pada wanita yang menginginkan perceraian dan berusia 20 hingga 45 tahun yang menikah minimal 6 tahun. Sejalan dengan itu Grattis et al. (2004) dalam (Shiota & Levenson, 2007), juga mengemukakan hal serupa, bahwa tidak ada hubungan antara Extraversion dengan kepuasan pernikahan. Sehingga pada faktor ini ditemukan ketidakkonsistenan hasil. Dengan demikian mungkin seseorang dengan skor Extraversion yang tinggi maupun rendah, mengarahkan energinya kedalam maupun keluar akan tidak memiliki hubungan dengan kepuasan pernikahan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor kepribadian Openness to experience (O) dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di kawasan Jakarta. Hal ini terjadi karena faktor kepribadian ini lebih berfokus pada keterbukaan akan ide dan bukan kepada perasaan diri. Sedangkan yang dibutuhkan untuk mengevaluasi kepuasan pernikahan adalah keterbukaan terhadap perasaan diri, sehingga hal tersebut bukanlah hal yang dibutuhkan dalam mengevaluasi kepuasan pernikahan. Dengan demikian seseorang faktor Openness to experience tidak memiliki hubungan dengan kepuasan pernikahan. Hal ini didukung oleh Donnellan, Conger, dan Bryant (2004) yang menyatakan bahwa tidak ditemukannya hubungan antara Openness to experience dengan kepuasan pernikahan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sadeghi, Akbari, dan Salek (2012), dimana juga tidak ditemukan hubungan antara Openness to experience dengan kepuasan pernikahan. Ada hubungan yang signifikan antara faktor kepribadian Agreeableness (A) dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di kawasan Jakarta. Hal ini didukung dengan penelitian yang serupa yang dilakukan oleh Donnellan, Conger, dan Bryant (2004), Claxton, O’Rourke, Smith, dan DeLongis (2011), dan Sadeghi, Akbari, dan Salek (2012), dimana ditemukan bahwa Agreeableness memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan pernikahan. Selain itu seseorang yang agreeable juga baik dalam menghadapi konflik dalam pernikahan sehingga frekuensi atau intensitas interaksi negatif pun rendah (Donnellan, Conger & Bryant, 2004). Tidak ada hubungan antara faktor kepribadian Conscientiousness (C) dengan kepuasan pernikahan pada dewasa madya di kawasan Jakarta. Hal ini mungkin terjadi karena faktor kepribadian ini lebih berfokus pada keteraturan dan pencapaian diri, sedangkan kepuasan pernikahan tidak dapat diukur dengan keteraturan sehingga seseorang yang teratur dalam bertindak dapat bahagia maupun tidak bahagia dengan pernikahannya. Hal ini didukung oleh Sadeghi, Akbari, dan Salek (2012), dimana ditemukan bahwa Conscientiousness tidak memiliki hubungan dengan kepuasan pernikahan.
Oleh karena itu mungkin seseorang yang teratur, pekerja keras, ambisius, enerjik, teliti, dan tekun bukan merupakan salah satu hal penting dalam menentukan kepuasan pernikahan. Selain itu juga ditemukan bahwa faktor kepribadian Neuroticism, Extraversion, Openness to experience, Agreeableness,dan Conscientiousness tidak memiliki korelasi dengan jenis kelamin, karena berdasarkan hasil data yang diperoleh terlihat bahwa skor korelasi antara masing-masing faktor kepribadian dengan jenis kelamin berada di atas 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi-rendah hasil skor faktor kepribadian dengan jenis kelamin. Berdasarkan pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa saran untuk para peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang serupa, yaitu: menambah jumlah partisipan, menyebarkan data secara merata pada setiap wilayah di Jakarta, serta menyederhanakan bahasa yang digunakan, karena ditemukan partisipan yang menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam kuesioner sulit untuk dimengerti, dan meningkatkan kualitas alat ukur kepribadian. Selain itu terdapat beberapa saran praktis yang dapat diberikan, yaitu: bagi para dewasa madya yang telah menikah selama minimal 20 tahun dengan setidaknya seorang anak berusia minimal 19 tahun dan tinggal di Jakarta, disarankan untuk lebih mengenal faktor kepribadian Neuroticism dan Agreeableness pada diri sendiri guna untuk refleksi diri terkait dengan kepuasan pernikahan yang dirasakan saat ini, serta bagi dewasa muda yang hendak menikah disarankan untuk mengenal lebih dalam lagi bagaimana faktor kepribadian Neuroticism dan Agreeableness diri sendiri dan pasangannya, seperti dengan mengikuti konseling pranikah sebelum memutuskan untuk menikah, sedangkan bagi konselor/terapis yang menangani kasus terkait pernikahan dengan kriteria sesuai dengan penelitian ini, diharapkan untuk dapat juga melihat dari sisi kedua faktor kepribadian Neuroticism dan Agreeableness individu tersebut terutama pada faktor Neuroticism.
REFERENSI Purwadi, D. (Redaktur). 24 Januari, (2012). Angka Perceraian Pasangan Indonesia Naik Drastis 70 Persen. Jakarta: Republika, diakses 6 Agustus 2013 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/01/24/lya2yg-angka-perceraianpasangan-indonesia-naik-drastis-70-persen Pengadilan agama seluruh Indonesia. (2013). Data Populasi Menikah dan Cerai, diakses 26 September 2013 dari http://infoperkara.badilag.net/ Pribadi, A. (Editor). 14 April, (2013). Perempuan Usia Lanjut Sudah Berani Bercerai. Jakarta: Warta Kota, diakses 13 Maret 2013 dari http://wartakota.tribunnews.com/2013/04/14/perempuanusia-lanjut-sudah-berani-bercerai Epstein, R., Warfel, R., dan Johnson, J. (2005). The Power of Relationship Skills: Initial Validation of a Comprehensive New Test. Davis, R.A., (2001). A Cognitive-Behavioral Model of Pathological Internet Use. Computers in Human Behavior, 17(2): 187-195. Wiliams, B. K., Sawyer, S. C., dan Wahlstrom, C. M. (2006). Marriages, Families, & Intimate Relationship: A Practical Introduction. Boston: Pearson Education, Inc. Parker, R. (2002). Why Marriages Last; A Discussion of The Literature. Melbourne: Australian Institute of Family Studies. Donnellan, M. B., Conger, R. D., dan Bryant, C. M. (2004). The Big Five and Enduring Marriages. Journal of Research in Personality 38 (2004) 481-504. Kumar, R. (2011). Research Methodology: A Step-by-step Guide for Beginners. London: Sage Publication Ltd.
Costa, P. T., dan McCrae, R. R. (2003). NEO-FFI. USA: Psychological Assesment Resources, Inc. Funk, J. L., dan Rogge, R. D. (2007). Testing the ruler with item response theory increasing precision of measure for relationship satisfaction with the couples satisfaction index. Journal of Family Psychology , 572-583. Shaughnessy, J. J., Zechmeister, E. B., dan Zechmeister, J. S. (2012). Research Methods in Psychology (9 ed). New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Sadeghi, A., Akbari, B., dan Salek, R. (2012). The Investigation of the Relationship between Personality Traits and Marital Satisfaction and Mental Health among the Women Seeking Divorce in the Guilan Province. Journal of Basic Applied Scientific Research 2 (3) 23852394. Claxton, A., O’Rourke, N., Smith, J, Z., dan DeLongis, A. (2011). Personality Traits and Marital Satisfaction within Enduring Relationship: An Intra-couple Discrepancy Approach. Journal of Social and Personal Relationship 29 (3) 375-396. Shiota, M. N. dan Levenson, R. W. (2007). Birds of a Feather Don’t Always Fly Farthest: Similarity in Big Five Personality Predicts More Negative Marital Satisfaction Trajectories in LongTerm Marriages. Psychology and Aging. Vol 22, No 4, 666-675.
RIWAYAT PENULIS Erbie lahir di Jakarta 14 April 1992. Peneliti menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara pada bidang Psikologi di tahun 2014.