HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN PERNIKAHAN DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI BEKERJA DI LUAR KOTA
OLEH RIMMA OLLYVIA BOSEKE 802009079
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas PsikologiGuna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi:Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
i
Abstrak
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan. Sebanyak 41 orang diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik sampel purposive sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data dengan metode skala, yaitu skala komitmen pernikahan dan skala kepuasan pernikahan. Teknik data yang dipakai adalah korelasi product moment. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) 0,825 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05)yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan. Hal ini bermakna bahwa komitmen pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja di luar kota tinggi akan diikuti pula dengan kepuasan pernikahan yang tinggi pula.
Kata Kunci : Komitmen Pernikahan, Kepuasan pernikahan
ii
Abstract
This study is to find the significance of a relationship between marriage commitment and marriage satisfaction. There are 41 people were chosen using purposive sampling method. Marriage commitment and marriage satisfaction scale were used to collect the data. Those variables were measured by product moment correlation. The result is that the correlation coeficient (r ) is 0,825 and the significant value is 0,000 (p<0,05). The results showed that there is a significant positive relationship between the marriage commitment and marriage satisfaction. It means that the higher wife marriage commitment, the higher marriage satisfaction will be
Keywords : Marriage Commitment, Marriage Satisfaction.
1
PENDAHULUAN Runtuhnya suatu bangsa diawali dari hancurnya tatanan rumah tangga masyarakatnya. Tidak ada bangsa yang kokoh tanpa keluarga-keluarga yang kokoh pula didalamnya (Gymnastiar, 2001). Terbentuknya suatu keluarga secara formal diawali dengan adanya suatu pernikahan. Undang-undang perkawinan R.I. No,: 1/1974, Pasal 1 menyatakan bahwa “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam kehidupan pernikahan, pasangan suami dan istri tentunya mendambakan suatu kebahagiaan dan kesuksesan dalam rumah tangganya. Dalam membangun suatu pernikahan yang harmonis ternyata tidak semudah seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Tingginya angka perceraian terjadi sebagai salah satu bukti bahwa tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan oleh setiap pasangan suami istri. Akan tetapi, ada yang bertahan dengan pernikahan mereka dan terkadang ada yang merasa putus asa sehingga mengambil langkah perceraian sebagai solusinya. Terjadinya perceraian tersebut menunjukkan kepuasan pernikahan yang rendahdalam keluarga. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi. Pernikahan dipandang sebagai suatu hal yang penting dalam membangun suatu hubungan antar sesama pasangan karena didalamnya mengandung sebuah struktur dasar dalam menghasilkan satu hubungan keluarga dan mendidik generasi selanjutnya (Larson & Holman,dalamMyers dkk. 2005). Menurut Aldous (dalam Wismanto, 2004), suatu pernikahan yang baik adalah yang bisa menimbulkan rasa saling memiliki
2
diantara keduanya. Akan tetapi, pernikahan tampaknya menjadi hubungan yang sangat diinginkan, statistik menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan tidak mudah dicapai. Orang yang memasuki kehidupan perkawinan pada umumnya membawa kebutuhan, harapan dan keinginannya sendiri-sendiri, untuk kemudian disatukan dengan kebutuhan, harapan dan keinginan pasanganhidupnya. Individu berharap dapat memenuhi hal-hal tersebut di atas dalaminstitusi perkawinan yang dibangunnya. Kepuasan perkawinan seseorangditentukan oleh tingkat terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginanorang yang bersangkutan. Orang akan merasakan suka duka kehidupanperkawinan
dalam
usahanya
mencapai
pemenuhan
ini.
Persepsi
individuterhadap situasi yang dialami dalam kehidupan sehari-hari itu menjadi dasarpenilaian terhadap kepuasan perkawinannya. Kepuasan pernikahan seseorang merupakan penilaiannya sendiri terhadap situasi pernikahan yang dipersepsikan menurut tolok ukur masing- masing pasangannya. Apabila yang diharapkan, diinginkan dan dibutuhkan banyak terpenuhi, maka dapat diduga semakin puas pula kehidupan perkawinannya, namun semakin jauh antara harapan dan kebutuhan dengan kenyataannya maka semakin jauh kepuasan terhadap perkawinan yang dijalaninya faktor penting penentu kebahagiaan dalam pernikahan adalah kepuasan pernikahan, jika pasangan merasa tidak puas dengan apa yang ada dalam pernikahan mereka maka kegagalan suatu pernikahan terjadi karena ketidakpuasan dalam pernikahan (Wismanto, 2004). Setiap pasangan yang menjalani kehidupan pernikahan tentunya menginginkan kehidupan rumah tangga yang kekal, bahagia dan mendapatkan kepuasan dalam pernikahannya. Dalam pernikahan dibutuhkan kerjasama, komitmen, dan komunikasi
3
antar pasangan (suami istri) untuk mencapai tujuan dari pernikahan. Apabila tujuan dapat
dicapai,
maka
dapat
meningkatkan
kepuasan
pernikahan
yang
baik
(Koentjaraningrat, dalam Wismanto, 2004). Dalam sebuah pernikahan seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing, dimana suami memiliki kewajiban untuk memberi nafkah bagi keluarganya sedangkan istri memiliki kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangga. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang terjadi dalam beberapa dekade ini membuat tuntutan sosial ekonomi dalam keluarga semakin tinggi sehingga menuntut pasangan agar lebih cerdas dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup keluarganya (Rachmawati & Mastuti, 2013). Tak jarang sebagai kepala keluarga, seorang suami harus bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Untuk memenuhi semua kebutuhan hidup itu, suami harus bekerja dimanapun ia ditempatkan, bahkan ia harus rela di tempatkan jauh dari keluarga. Realita di zaman sekarang, banyak ditemukan pasangan rumah tangga tidak serumah karena alasan pekerjaan. Kecederungan yang terjadi, bila tidak dapat menjalani pernikahan long distance relationship (suami-istri tinggal terpisah) dan masing-masing pasangan tidak punya rasa saling percaya yang kuat dan kedewasaan sikap, keluarga menjadi pecah belah dan tidak jelas keberadaannya. Jarak jauh memang mengancam
tingkat kepercayaan masing-masing pasangan.Terbukti banyaknya
pemberitaan di media massa mengenai tinginya angka perceraian, akibat pernikahan long distance relationship yang tiap tahun semakin meningkat. Banyak suami yang bekerja di luar kota bahkan tak jarang pula ada yang bekerja sampai keluar negeri supaya bisa menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya. ketika suami bekerja ke luar kota dan meninggalkan keluarga (istri) di rumah dengan
4
jarang yang sangat jauh membuat pasangan harus terpisah lama dan tak bisa tinggal bersama dan seatap dan tak bisa bersatu seperti halnya seorang pasangan lain yang setiap harinya bersama-sama. Kehidupan pernikahan yang seperti diatas menuntut pasangan untuk saling setia dan terbuka. Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa semakin terbuka kedua pasangan maka semakin tinggi kepuasan pernikahan mereka. Dalam membina hubungan suami istri jarak jauh, ada juga yang bisa bertahan dengan pasangan mereka, namun ada juga yang tidak bisa bertahan dengan pasangan karena alasan-alasan tertentu misalnya tidak bisa membina hubungan suami istri jarak jauh, tidak kuat ditinggal suami berbulan-bulan dan juga karena alasan tidak bisa setia. Namun, yang menarik disini adalah adanya pasangan yang bisa bertahan dengan pasangan mereka yang bekerja jauh di luar kota karena alasan-alasan tertentu seperti suami bisa menghasilkan pengahasilan yang lebih ketika mereka bisa bekerja di luar kota. Selain itu, ada juga pasangan yang dengan setia menunggu suami yang bekerja jauh dari rumah karena kesiapan mental mereka ditinggal suami bekerja di luar kota dan jauh dari keluarga. Papalia dkk. (2007) berpendapat bahwa faktor – faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan antara lain adalah (a) Usia saat menikah merupakan salah satu predikor utama. Orang yang menikah pada usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih sukses dalam perkawinan, daripada yang menikah pada usia yang lebih muda, (b) Latar belakang pendidikan dan penghasilan, karena pendidikan dan penghasilan adalah saling berhubungan, mereka yang berpendidikan tinggi pada umumnya berpenghasilan lebih tinggi dan memiliki cara berpikir yang lebih terbuka. (c) Agama, dimana orang yang memandang agama sebagai hal yang penting, relatif jarang mengalami masalah
5
perkawinan dibandingkan orang yang memandang agama sebagai hal yang tidak penting. (d) Dukungan emosional, kegagalan dalam perkawinan ini ada kemungkinan terjadi karena ketidakcocokan secara emosional dan tidak adanya dukungan emosional dari lingkungan, (e) Perbedaan harapan, dimana perempuan cenderung lebih mementingkan ekspresi emosional dalam pernikahan, disisi lain suami cenderung puas jika istri mereka menyenangkan. Selain itu, bagaimana menjadi orang tua juga mejadi faktor kepuasan pernikahan. Saxton (dalam Wismanto, 2004) kepuasan pernikahan dengan memenuhi kebutuhan psikologis seperti rasa aman, kerjasama, saling pengertian, dapat menerimma pasangan, saling menghormati, saling menghargai, dan adanya komitmen. Selain itu menurut Lauer (dalam Myers dkk. 2004) ada beberapa komponenkomponen pasangan mencapai kepuasan pernikahan yaitu : mereka menikah dengan seseorang yang mereka suka ,mereka memiliki komitmen terhadap seseorang serta pernikahan, mereka memiliki selera humor dan mereka mampu mencapai kesepakatan. Sedangkan menurut Robinson dan Blanton (1993) karakteristik kepuasan pernikahan dan kebahagiaan pernikahan yaitu keintiman, komitmen, komunikasi, kecocokan dan Orientasi religiusitas. Komitmen merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Selama ini komitmen perkawinan dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk dapat bertahan dalam pernikahannya. Menurut Johnson (1999), perlu dipahami dalam tiga bentuk yaitu komitmen personal, komitmen moral, komitmen struktural. Ketiga komitmen ini sangat penting dalam dalam kehidupan perkawinan. Komitmen personal menempati posisi terpenting, yang seharusnya dimiliki setiap pasangan. Karena ketika seseorang puas dengan kehidupan perkanikahannya, akan lebih mungkin untuk
6
berkomitmen dengan pernikahannya. Menjaga komitmen personal berarti menjaga kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung dari masing-masing pasangan. Oleh karena itu kita butuh memahami keinginan pasangan dan menyesuaikan diri satu sama lain. Untuk itu perlu menjalin komunikasi dua arah, mendiskusikan perbedaan, dan mendengarkan penuh empati. Betapa pentingnya peran komitmen pernikahan dalam mencapai kepuasan pernikahan. Meningkatkan komitmen personal dalam kehidupan pasangan dapat membuat kehidupan pernikahan tetap terjalin dengan baik walupun tidak akan semulus dan semudah yang dibayangkan. Setidaknya, komitmen pribadi dalam pernikahan bisa membantu pasangan untuk saling menjaga pernikahan dan mampu mengatasi segala permasalahan yang ada. Penelitian terhadap topik kepuasan pernikahan sendiri telah banyak di teliti dan dikaitkan dengan beberapa faktor seperti faktor komunikasi, religiusitas (agama), seksualitas dan juga beberapa faktor lainnya. Beberapa penelitian yang menggunakan topik kepuasan pernikahan seperti penelitian Dudley dan Kosinski (1990, dalam Wismanto, 2004) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan. Religiusitas atau agama ternyata memiliki hubungan signifikan dalam kepuasan pernikahan. Sejauh penelusuran dari peneliti, komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan belum banyak diteliti. Pada penelitian sebelumnya, kepuasan pernikahan dihubungkan dengan religiusitas pasangan. Pada penelitian tersebut hasil yang di dapatkan bahwa tingkat religiusitas sangat mempengaruhi kepuasan pernikahan. Oleh
7
sebab itu peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang suaminya bekerja di luar kota. Wismanto (2004) dalam desertasinya meneliti tentang kepuasan perkawinan ditinjau dari komitmen pernikahan, penyesuaian diadik, kesediaan berkurban, kesetaraan pertukaran dan persepsi terhadap perilaku pasangan. Dari hasil penelitian Wismanto menyebutkan bahwa komitmen pernikahan, penyesuaian diadik pasangan, kesediaan berkurban, kesetaraan pertukaran dan persepsi terhadap perilaku pasangan merupakan faktor yang berpengaruh pada kepuasan pernikahan pasangan. Namun, diantara beberapa faktor itu, Wismanto (2004) menyebutkan bahwa dalam relasi pernikahan, komitmen pernikahan, penyesuaian dan kesediaan berkurban adalah faktorfaktor yang amat penting dan faktor pokok dalam kepuasan pernikahan suami istri. Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang maka perumusan masalahnya adalah apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang di tinggal suami bekerja di luar kota. Dari latarbelakang di atasmakatujuandaripenelitianiniialahuntuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja di luar kota Manfaat Penelitian Lewat penelitian ini peneliti maupun masyarakat dapat lebih mengerti apa yang dimaksud dengan kepuasan pernikahan dan faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Selain itu, melalui penelitian ini masyarakat dan peneliti memperoleh informasi penting bagaimana komitmen pernikahan sangat penting dalam
8
sebuah hubungan pernikahan karena ketika ada komitmen maka kepuasan dalam pernikahan pun akan terjaga dan hubungan antar pasangan akan tetap harmonis.
TINJAUAN PUSTAKA KEPUASAN PERNIKAHAN Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Hampir setiap orang mempunyai keinginan untuk menjalani hal tersebut. Dalam UU pernikahan yang dikenal dengan UU No 1 tahun 1974, pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME (Walgito, 1984). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) kepuasan berarti (yang bersifat) puas, kesenangan, kelegaan. Kata puas sendiri berarti senang, gembira, kenyang dan sebagainya, karena sudah terpenuhi hasrat hatinya, lebih dari cukup. Oleh karena itu, kepuasan pernikahan dapat diartikan sebagai bersifat puas, merasa lega, gembira, tidak ada ketegangan terhadap kehidupan perkawinan yang dijalani pasangan. Menurut Larson dan Holman, pernikahan menggambarkan sebuah hubungan antar manusia yang paling penting dan mendasar karena merupakan struktur utama untuk membangun hubungan keluarga dan membesarkan generasi berikutnya (dalam Grandon dkk. 2004). Menurut Baron dan Byrne (dalam Wismanto, 2004) Pernikahan yang sukses adalah pernikahan yang memuaskan kedua belah pihak, saling berbagi aktifitas, bertukar pikiran, bahagia bersama dan bekerjasama. Pernikahan bukan sekedar menyatukan individu melalui lembaga resmi melainkan pindividu tersebut wajib saling mencintai, menghormati, setia dan saling membantu satu sama lainnya.
9
Defnisi kepuasan perkawinan bagi pasangan suami istri akan bersifat subjektif. Setelah menikah, individu mengalami banyak perubahan dan harus melakukan banyak penyesuaian diri terhadap pasangan, keluarga pasangan dan penyesuaian-penyesuaian lainnya. Penyesuaian ini kiranya perlu dilakukan agar kedua pasangan dapat merasa bahagia dan puas terhadap hubungan perkawinannya. Menurut Hughes dan Noppe (1985, dalam Rachmawati & Mastuti, 2013), kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan perkawinannya tersebut sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. Kepuasan perkawinan merupakan evaluasi suami istri terhadap hubungan perkawinannya yang cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri (Lemme, 1995). Hawkins (dalam Wismanto, 2004) berpendapat bahwa kepuasan perkawinan merupakan perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami istri, berkaitan dengan aspek-aspek yang ada dalam suatu perkawinan, seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangannya yang bersifat individual. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan Menurut Lauer (1990, dalam Myers dkk. 2004)komponen-komponen pasangan mencapai kepuasan pernikahan berikut: 1. Mereka menikah dengan seseorang yang mereka suka, 2. mereka memiliki komitmen terhadap seseorang serta pernikahan, 3. mereka memiliki selera humor 4. mereka mampu mencapai kesepakatan. Adapun 10 karakteristik pernikahan menurut Fenell (dalam Myers dkk. 2004), antara lain :
10
1. komitmen seumur hidup untuk menikah, 2. kesetiaan kepada pasangan, 3. nilai-nilai moral yang kuat, 4. menghormati pasangan sebagai teman, 5. komitmen terhadap kesetiaan seksual, 6. keinginan untuk menjadi orangtua yang baik, 7. iman dalam tuhan dan komitmen spiritual, 8. keinginan untuk menyenangkan dan mendukung pasangan, 9. teman yang baik untuk pasangan, 10. kesediaan untuk memaafkan dan dimaafkan Snyder (dalam Wismanto, 2004) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan mencakup sebelas komponen, yaitu : 1. konvensionalisasi yaitu kecenderungan seseorang untuk merubah penilaiannya terhadap pernikahan m ereka yang mengacu pada tujuan yang diinginkan oleh masyarakat. 2. Kepuasan individu terhadap pernikahan secara umum. 3. Kepuasan individu terhadap afeksi dan pengertian yang diberikan oleh pasangannya. 4. Kerjasama pasangan untuk memecahkan masalah dan kemampuan menncari penyelesaian dalam perselisihan. 5. Kesediaan dalam menggunakan waktu luang bersama. 6. Kesepakatan dalam penggunaan uang dalam keluarga. 7. Kepuasan dalam aktivitas seksual. 8. Orientasi peran yang dipakai sebagai orang tua yaitu antara konvensional dan modern.
11
9. Kebahagiaan yang dialami dalam keluarga pada masa kecil. 10. Kepuasan terhadap anak-anak sebagai hasil perkawinan. 11. Konflik antar pasangan yang bersumber pada cara mendidik anak. Dari komponen kepuasan pernikahan tersebut diatas, Wismanto (2004) memilih komponen yang menekankan kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing individu terhadap pasangannya dalam kehidupan pernikahan yaitu : (1) kepuasan pernikahan secara umum; (2) kepuasan terhadap afeksi dan pengertian yang diberkan oleh pasangan; (3) kerjasama dengan pasangan dalam memecahkan masalah; (4) kesediaan menggunakan waktu luang bersama; (5) kesepakatan penggunaan uang dalam keluarga; (6)kepuasan seksual; (7) konflik antar pasangan yang bersumber pada cara mendidik anak. Selanjutnya peneliti menggunakan komponen kepuasan pernikahan dari Snyder yang telah dimodifikasi oleh Wismanto (2004). Faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Pernikahan Papalia dkk. (2007) berpendapat bahwa faktor – faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan antara lain adalah 1. Usia saat menikah merupakan salah satu predikor utama. Orang yang menikah pada usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih sukses dalam perkawinan, daripada yang menikah pada usia yang lebih muda, 2. Latar belakang pendidikan dan penghasilan, karena pendidikan dan penghasilan adalah saling berhubungan, mereka yang berpendidikan tinggi pada umumnya berpenghasilan lebih tinggi dan memiliki cara berpikir yang lebih terbuka. 3. Agama, dimana orang yang memandang agama sebagai hal yang penting, relatif jarang mengalami masalah perkawinan dibandingkan orang yang memandang agama sebagai hal yang tidak penting.
12
4. Dukungan emosional, kegagalan dalam perkawinan ini ada kemungkinan terjadi karena ketidakcocokan secara emosional dan tidak adanya dukungan emosional dari lingkungan, 5. Perbedaan harapan, dimana perempuan cenderung lebih mementingkan ekspresi emosional dalam pernikahan, disisi lain suami cenderung puas jika istri mereka menyenangkan. 6. Bagaimana menjadi orang tua Menurut Robinson dan Blanton (1993) menyebutkan beberapa elemen penting yang berperan penting dalam kepuasan suatu pernikahan, antara lain : 1. Keintiman. Keintimanantara pasangan dalam pernikahan mencakup aspek fisik, emosional dan spiritual. Hal-hal yang terkandung dalam keintiman adalah saling berbagi baik dalam minat, aktivitas, pikiran, perasaaan, nilai serta suka dan duka (Robinson & Blanton, 1993). Keintiman akan tercipta melalui keterlibatan pasangan dalam situasi yang menyenangkan maupun menyedihkan. Selain itu, keintiman dapat ditingkatkan melalui kebersamaan, saling ketergantungan, dukungan dan perhatian. Walaupun memiliki tingkat keintiman yang tinggi bukan berarti pasangan selalu melakukan berbagai hal secara bersama. Suami atau istri juga berhak untuk melakukan aktivitas dan minat yang berbeda dengan pasangannya. 2. Komitmen. Salah satu karakteristik kepuasan dalam pernikahan adalah komitmen terhadap pasangannya. Beberapa pasangan berkomitmen terhadap perkembangan hubungan pernikahannya, antara lain kematangan hubungan, penyesuaian diri dengan pasangan, penyesuaian diri terhadap perbedaan satu sama lain, perkembangan pasangan, serta terhadap pengalaman dan situasi baru yang dialami pasangan.
13
3. Komunikasi.Mampu berkomunikasi dengan baik, pasangan dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik dan dapat menyelesaikan kesulitan yang dialami. 4. Kongruensi. Untuk mencapai kepuasan dalam pernikahan, pasangan harus memiliki kesesuaian dalam mempersepsi kekuatan dan kelemahan dari hubungannya. 5. Keyakinan beragama. Sebagian besar pasangan meyakini bahwa keyakinan beragama merupakan komponen penting dalam pernikahannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu (a) usia saat menikah, (b) latar belakang pendidikan dan penghasilan, (c) religiusitas, (d) dukungan emosional, (e) perbedaan harapan, (f) bagaimana menjadi orangtua, (g) keintiman, (h) komitmen, (i) komunikasi.
KOMITMEN PERNIKAHAN Menurut Kamus Besar Indonesia (1997) komitmen adalah perjanjian/keterikatan untuk melakukan sesuatu. Komitmen sangat penting dalam menentukan apakah relasi laki-laki perempuan berlangsung atau tidak, apakah mereka puas atau tidak, apakah relasi berlangsung lama atau tidak. Ketika seseorang telah menentukan pasangannya dan mengikatkan diri pada suatu lembaga pernikahan, secara tidak langsung orang tersebut telah berkomitmen terhadap pilihannya sendiri. Seorang yang telah berkomitmen, memiliki kewajiban untuk tetap setia pada apa yang telah ia pilih. Latvala (2003, dalam Wismanto, 2004) menyatakan bahwa pernikahan yang bahagia melibatkan komitmen terhadap hubungan pernikahan tersebut. Menurut Brehm (2002) komitmen adalah niat untuk melanjutkan suatu relasi. Ada tiga macam komitmen yaitu komitmen yang didasari oleh atraksi dari suatu relasi,
14
komitmen yang mempertimbangkan cost apabila relasi ditinggalkan, dan komitmen yang didasari oleh kewajiban moral terhadap relasi. Lebih lanjut Baron dan Byrne (1997) serta Brehm (dalam Wismanto, 2004), menyatakan bahwa individu yang komit cenderung mengadopsi orientasi jangka panjang terhadap relasi mereka dan berpikir bahwa diri individu dan pasangannya adalah satu kesatuan. Mereka yang komit juga akan melindungi dan menjaga relasi mereka. Secara khusus Baron dan Byrne (1997) menyebut relasi pernikahan sebagai relasi jangka panjang. Tipe-Tipe Komitmen Penikahan Menurut Wismanto (2004) berdasarkan pendapat Weber dan Harvey (1994) menyimpulkan ada enam dimensi komitmen yaitu : 1. Dimensi keuntungan dimasa yang akan datang : yaitu komitmen terhadap masa depan dari suatu relasi. 2. Dimensi identifikasi terhadap relasi : komitmen berkembang dari status “saya” sebagai individu menjadi status “kami” sebagai hasil dari suatu relasi. Komitmen yang kuat akan mengidentifikasikan diri sebagai “kami” daripada “saya”. 3. Dimensi relasi alternatif : komitmen yang semakin kuat akan menurunkan keinginan membangun relasi terhadap alternatif yang lain. 4. Dimensi kekuatan usaha : komitmen terlihat dari usaha-usaha dalam berbagai bentuk, yang diberikan terhadap relasi. Komitmen yang kuat tampak dari usaha yang besar untuk memperkuat relasi. 5. Dimensi investasi untuk relasi : pengeluaran-pengeluaran untuk relasi dapat dianggap sebagai inverstasi. Peningkatan investasi dalam suatu relasi menunjukkan peningkatan komitmen.
15
6. Dimensi tanggung jawab pribadi : individu yang memiliki komitmen semakin bertanggungjawab terhadap relasi, semakin terlibat terhadap relasi semakin loyal terhadap relasi. Hipotesis Berdasarkan tinjauan yang telah dijelaskan di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitiannya adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja di luar kota.
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Komitmen Pernikahan sedangkan Variabel terikat dalam penelitian ini adalah adalah Kepuasan Pernikahan. Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah 41 orang istri di kecamatan Tomohon Barat yang suaminya bekerja di luar kota. Penelitian menggunakan teknik purposive sampling yang kriterianya adalah istri-istri yang suaminya bekerja di luar kota. Alat Ukur Penelitian Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala KomitmenPernikahan dan skala KepuasanPernikahan. Skala Kepuasan Pernikahan menggunakan skala yang disusun oleh Wismanto (2004)yang terdiri dari aspek yaitu, kepuasan pernikahan secara umum, kepuasan terhadap afeksi atau perhatian yang diberikan oleh pasangan, kerjasama untuk memecahkan masalah atau kemampuan mencari penyelesaian,
16
penggunaan waktu luang bersama, kesepakatan dalam penggunaan uang, kepuasan dalam aktifitas seksual, konflik yang bersumber pada pendidikan anak. SedangkanSkala Komitmen Pernikahan juga menggunakan skala yang disusun oleh Wismanto (2004) yang terdiri dari 6 dimensi yaitu, keuntungan dimasa depan, identifikasi dalam relasi, alternatif relasi lain, kekuatan usaha, investasi untuk relasi, dan tanggung jawab pribadi Setiap skala terdiri atas dua item yaitu item favourable dan item unfavourable. Dalam masing-masing item disediakan empat pilihan jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam item favourable skor yang diberikan adalah skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan pada item unfavourable diberikan Skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), Skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), Skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS) dan Skor 4 untuk Jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Prosedur Penelitian Pengumpulan data dilakukan di kota Tomohon khususnya di kecamatan Tomohon barat dengan partisipan 41 orang istri yang ditinggal suami mereka bekerja diluar kota. Pada bulan november 2014 peneliti meminta bantuan kepada ketua (koordinator) arisan istri-istri yang suaminya bekerja di luar kota untuk menjadi partisipan dalam penelitian. Setelah disetujui, akhirnya pada tanggal 21- 26 Maret 2015 peneliti mulai melakukan penelitian secara individual dengan mendatangi rumah partisipan dan memberikan angket penelitian kepada partisipan. Selama peneliti melakukan penelitian dengan langsung mengunjungi dan bertemu dengan partisipan, kebanyakan partisipan menyambut hangat kedatangan peneliti. Tidak hanya
17
membagikan angket, peneliti juga diberi kesempatan untuk bercakap-cakap dengan partisipan terkait dengan hubungan partisipan dengan pasangan. Analisis Data Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel penelitian adalah korelasi Product Moment dari Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows.
HASIL PENELITIAN Hasil Seleksi Item dan Reliabilitas Alat Ukur 1. KomitmenPernikahan Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala komitmenpernikahanyang terdiri dari 17 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 2 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,478-0,811. Pengujian dilakukan tiga kali dan pada pengujian yang ketiga tidak ada lagi item yang gugur. Untuk teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala komitmenpernikahansebesar 0,917.Hal ini berarti skala komitmenpernikahanreliabel. 2. KepuasanPernikahan Perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala kepuasanpernikahan yang terdiri dari 27 item, diperoleh 23 item yang valid dengan koefisien korelasi item total bergerak antara 0,332-0,714, pengujian dilakukan sebanyak tiga kali dan pada pengujian yang
ketiga
tidak
ada
item
yang
gugur.
Koefisien
Alpha
kepuasanpernikahan sebesar 0,905 yang artinya skala tersebut reliabel.
pada
skala
18
Hasil Penelitian Uji Deskriptif 1. Variabel KomitmenPernikahan Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Komitmen Pernikahan No
Interval
Kategori
1
48,75 ≤ x ≤ 60
SangatTinggi
2
37,5 ≤ x < 48,75
Tinggi
3
26,25 ≤ x < 37,5
4
15 ≤ x < 26,25
Mean
N
Persentase
16
39,02%
21
51,22%
Rendah
3
7,32%
SangatRendah
1
2,44%
41
100%
47,80
Jumlah SD = 7,507Min = 22 Max = 58 Keterangan: x = komitmenpernikahan
Berdasarkan tabel kategorisasipengukuranskalakomitmenpernikahan di atas, dapat dilihat bahwa 21 subjek memiliki skor komitmen pernikahan yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 51,22%, 16 subjek memiliki skor komitmen pernikahan yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 39,02%, 3 subjek memiliki skor komitmen pernikahan yang berada pada kategori rendah dengan persentase 7,32%, dan 1 subjek memiliki skor komitmenpernikahan yang sangat rendah dengan persentase 2,44%. Berdasarkan rata-rata sebesar 47,80 dapat dikatakan bahwa rata-rata komitmen pernikahan subjek berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 22 sampai dengan skor maksimum sebesar 58 dengan standard deviasi 7,505.
19
2. Variabel Kepuasan Pernikahan Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Kepuasan Pernikahan No
Interval
Kategori
1
74,75 ≤ x ≤ 92
SangatTinggi
2
57,5 ≤ x < 74,75
Tinggi
3
40,25 ≤ x < 57,5
4
23 ≤ x < 40,25
Mean
N
Persentase
17
41,46%
21
51,22%
Rendah
2
4,88%
SangatRendah
1
2,44%
41
100%
71,02
Jumlah SD = 10,034 Min = 39 Max = 90 Keterangan: x = Kepuasanpernikahan
Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kepuasan pernikahan di atas, dapat dilihat bahwa 17 subjek yang memiliki skor kepuasan pernikahan yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 41,46%, 21 subjek memiliki skor kepuasan pernikahan yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 51,22%, 2 subjek memiliki skor kepuasan pernikahan yang berada pada kategori rendah dengan persentase 4,88%, dan 1 subjek yang memiliki skor kepuasan pernikahan yang berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 2,44%. Berdasarkan rata-rata sebesar 71,02, dapat dikatakan bahwa rata-rata kepuasan pernikahan berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 39 sampai dengan skor maksimum sebesar 90 dengan standard deviasi 10,034.
20
Uji Asumsi Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Uji Normalitas Tabel Hasil Uji Normalitasantara KomitmenPernikahandenganKepuasanPernikahan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Komitmen N Normal Parametersa
Kepuasan
41
41
Mean
47.80
71.02
Std. Deviation
7.507
10.034
Most Extreme
Absolute
.137
.144
Differences
Positive
.087
.073
Negative
-.137
-.144
Kolmogorov-Smirnov Z
.875
.924
Asymp. Sig. (2-tailed)
.428
.360
Pada skala komitmenpernikahandiperoleh hasil skor
K-S-Z sebesar 0,875
dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,428 (p>0,05). Sedangkan pada skor kepuasanpernikahan memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,924 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,360.Dengan demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal.
21
Uji Linearitas Tabel Hasil Uji Lineritas antara KomitmenPernikahandenganKepuasanPernikahan ANOVA Table Sum of Squares
Mean df
Square
Kepuasan *
Between
(Combined)
3352.426
20
167.621
Komitmen
Groups
Linearity
2741.776
1
610.650
19
32.139
674.550
20
33.727
4026.976
40
F
Sig.
4.970
.000
2741.776 81.292
.000
Deviation from .953
.540
Linearity Within Groups Total
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,953 dengan signifikansi = 0,540 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara komitmen pernikahan dan kepuasan pernikahan adalah linear.
22
Uji Hipotesis Dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Hasil Uji Korelasi antara KomitmenPernikahandenganKepuasanPernikahan Correlations Komitmen Komitmen Pearson Correlation
Kepuasan
1
Sig. (1-tailed) N Kepuasan
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
.825** .000
41
41
.825**
1
.000 41
41
Hasil koefisien korelasi antara komitmen pernikahan dan kepuasan pernikahan, sebesar 0,825 dengan signifikansi = 0,00 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja di luar kota. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja diluar kota, yang berarti semakin tinggi komitmen pernikahan maka semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya.
23
Hasil penelitian Rusbult, Drigotas dan Verette (dalam Wismanto, 2004) menyatakan bahwa tingkat kepuasan hubungan akan berpegaruh terhadap komitmen. Lebih lanjut dinyatakan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan akan semakin tinggi pula komitmen untuk melanjutkan sebuah hubungan. Menurut Wismanto (2004), dalam penelitiannya mengenai modifikasi kepuasan pernikahan diketahui bahwa komitmen pernikahan mempengaruhi kepuasan pernikahan seseorang. Bukti adanya pengaruh kepuasan pernikahan terhadap komitmen pernikahan, berarti menghubungkan antara komitmen pernikahan istri menuju ke kepuasan pernikahan pasangan hidupnya. Hal ini semakin menguatkan teori-teori sebelumnya yang menyatakan bahwa komitmen adalah dasar utama dalam menjaga relasi pernikahan, seperti yang dinyatakan oleh Stafford dan Canary (dalam Wismanto, 2004) bahwa salah satu strategi menjaga relasi pernikahan adalah adanya assurance atau komitmen terhadap relasi suami dan istri. Hubungan antara suami dan istri adalah hubungan saling pengaruh mempengaruhi dan saling timbal balik. Wieselquist (dalam Wismanto, 2004) menyatakan bahwa interaksi pernikahan adalah mutual cyclical growth, yaitu (a) ketergantungan pada pasangan menumbuhkan komitmen yang kuat, (b) komitmen memunculkan perilaku-perilaku yang menjaga hubungan, (c) persepsi terhadap perilaku yang menjaga hubungan akan memperbesar kepercayaan pasangan, (d) rasa percaya memperbesar pasangan untuk tergantung pada hubungan mereka berdua. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Miller, Caughlin dan Houston (2003) yang meneliti selama tiga belas tahun terhadap 168 pasangan pengantin baru dengan pengukuran sebanyak empat gelombang, bahwa kepuasan pernikahan tergantung pada pandangan masing-masing pihak terhadap
24
perilaku yang menunjukkan kasih sayang dari pihak lain. Relasi pernikahan adalah relasi yang timbal balik dari suami istri. Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya kepuasan pernikahan, komitmen pernikahan merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan pernikahan (Latvala dkk, dalam Wismanto, 2004). Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan komitmen pernikahan terhadap kepuasan pernikahan, komitmen pernikahan memberikan kontribusi sebesar 68,06% (r2) dan sebanyak 31,94% dipengaruhi faktor lain diluar komitmen pernikahan yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara lanjutan yang dilakukan penulis terhadap beberapa subjek bahwa meskipun mereka ditinggal pergi suami bekerja diluar kota mereka tetap menjaga komitmen dengan alasan suami tetap memberi nafkah dan jaminan masa depan dalam bentuk materi terhadap keluarga. Selain itu juga, mereka tetap menjalin komunikasi setiap hari melalui media telekomunikasi sehingga jarak tidak menjadi penghalang. Dari uraian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi komitmen pernikahan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan pernikahan. Hal ini terlihat dari hasil kajian penelitian diatas, bahwa antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan analisis deskriptif dalam penelitian ini diperoleh data bahwa komitmen pernikahan istri sebesar 51,22% partisipan berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya komitmen pernikahan istri yang ditinggal suaminya bekerja di luar kota. Begitu juga dengan data kepuasan pernikahan istri diperoleh sebesar 51,22% partisipan berada pada kategori tinggi pula. Hal tersebut menunjukkan bahwa istri yang ditinggal suaminya bekerja diluar kota memiliki tingkat kepuasan yang tergolong tinggi.
25
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen pernikahan memberikan kontribusi terhadap kepuasan pernikahan, sehingga nampak jelas bahwa komitmen pernikahan mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan kepuasan pernikahan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan istri yang ditinggal suami bekerja diluar kota, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.
Ada hubungan positif signifikansi antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja di luar kota yang berarti semakin tinggi
komitmen pernikahan istri maka semakin tinggi
pula kepuasan
pernikahannya. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. 2.
Besarnya sumbangan efektif komitmen pernikahan sebesar 68,06%. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen pernikahan merupakan salah satu faktor yang besar pengaruhnya terhadap kepuasan pernikahan.
3.
Sebagian
sebesar partisipan (51,22%) komitmen pernikahannya berada pada
kategori tinggi, dan kepuasan pernikahan partisipan juga berada pada kategori tinggi pula (51,22%). Hal ini berarti komitmen pernikahan dan kepuasan pernikahan partisipan berada pada kategori yang sama yaitu tinggi.
26
Saran Berdasarkan pada hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut: 1.
Bagi istri. Kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh interaksi antara suami dan istri (pasangan).
Komitmen pernikahan adalah dasar dari sebuah hubungan dalam
pernikahan. Apabila komitmen pernikahan tinggi maka kepuasan dalam pernikahan pun akan tinggi. 2.
Bagi peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini menunjukkan masih ada 31,94% faktor lain diluar komitmen pernikahan yang mempengaruhi kepuasan pernikahan seperti faktor usia menikah, religiusitas dan lainnya.
27
Daftar pustaka Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron, R.A., and Byrne, D., 1997. Social Psychology. Needhams Heights, MA : Allyn and Bacon. Brehm, S.S, R.S., Perlman, D. and Campbell, S.M., 2002. Intimate Relationship. New York : Mc.Graw Hill Companies, Inc. Grandon, R. J., Myers, E. J., Hattie, A. J. (2004). The Relationship Between Marital Characteristics, Marital Interaction Processes, and Marital Satisfaction. Journal of Counseling and Development. 82, 59-68. Hess, J. 2008. Marital Satisfaction and Parental Stress. Logan, Utah: Utah State University. Johnson, P. M., Caughlin, P. J., & Huston, L.T (1999). The Triparte Nature of Marital Commitment : Personal, Moral, and Structural Reason to Stay Married. Journal of marriage and The Family, 61, 160-177. Myers, J. E., Madathil J., & Tingle, R. Lynne (2005). Marriage Satisfaction and Wellness in India and the United States: A Preminary Comparison of Arranged Marriages and Marriages of Choice. Journal of Counseling & Development. 83, 183-190. Papalia, Diane E., Olds, Sally W., Feldman, Ruth D. (2007). Human development, 10thed. New York: McGraw Hill. Rachmawati, D., & Mastuti, E. (2013). Perbedaan tingkat kepuasan perkawinan ditinjau dari tingkat penyesuaian perkawinan pada istri brigif 1 marinir TNI-AL yang menjalani long distance marriage. Jurnal Pendidikan dan Perkembangan, 02 (01), 1-8. Robinson, L. C., & Blanton, P.W. (1993). Marital strengths in enduring marriages. Family Relations, 42, 38-45 Rusbult, C. E., Martz, J. M., & Agnew, C. R. (1998). The investment model scale: Measuring commitment level, satisfaction level, quality of alternatives, and investment size. Personal Relationships, 5, 357-391. Schwartz, Samantha . (2007). The relationship between love and marital satisfactionin arranged and romantic Jewish couples. Snyder, D.K., 1981. Marital Satisfaction fromhttp://www.nnfr.org/eval/bib-ins/snyder.html
Inventory.retrieved
Wismanto, YB. 2004. Kepuasan Perkawinan :Ditinjau dari Komitmen Perkawinan,Kesediaan Berkurban, Penyesuaian Diadik, Kesetaraan Pertukaran dan Persepsi terhadap Perilaku Pasangan. Disertasi. Yogyakarta : Program Pascasarjana-Universitas Gadjah Mada.