BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pernikahan Pada Suami Istri
1. Pengertian kepuasan pernikahan pada Suami Istri Perkawinan diyakini sebagai langkah ibadah sesuai dengan Surat Al-Nisa [4] ayat 21, “Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari kalian“. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan atau pernikahan pasal 1 tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal
berdasarkan
Ketuhanan
Yang
Maha
Esa
(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm). Menurut Santrock (2002), pernikahan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik, dengan membawa pribadi masing-masing berdasar latar belakang budaya serta pengalamannya. Hal tersebut menjadikan pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua individu, tetapi lebih pada persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem yang baru. Artinya, perbedaan-perbedaan yang ada perlu disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem baru bagi keluarga mereka. Perkawinan menurut hukum islam adalah ikatan atau akad yang
11
12
sangat kuat (mitsaqan ghalizhan) dalam ketentuan sebagai ikatan lahirbatin antara suami dan istri.Sehubungan dengan firman Allah “Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari kalian”, dalam arti yang lebih transcendental, perkawinan diyakini sebagai langkah ibadah sesuai dengan firman Allah Swt, Surat Al-Nisa [4] ayat 21. Perkawinan menurut Lestari (2012), adalah pintu gerbang kehidupan yang wajar atau biasa dilalui umat manusia pada umumnya. Di segala pelosok permukaan bumi, sampai kepada sudut paling jauh yang pernah ditempuh penyelidik pengembaraan didapati orang laki-laki dan perempuan yang hidup sebagai suami istri. Perkawinan dapat dirumuskan sebagai akad pertalian antara pria dan wanita yang berisi persetujuan hubungan, dengan maksud menyelenggarakan kehidupan yang lebih akrab, menurut syarat-syarat dan hukum susila yang dibenarkan Tuhan Khaaliqul’alam. Menurut Gullota, Adams dan Alexander (1986), kepuasan pernikahan
merupakan
perasaan
pasangan
terhadap
pasangannya
mengenai hubungan pernikahannya. Duval & Miller (1985) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan suami
istri dengan mempertimbangakan
keseluruhan aspek dalam pernikahan. Olson, Defrain & Skogran (2010), kepuasan perkawinan adalah perasaan yang bersifat subjektif dari
13
pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap perkawinannya secara menyeluruh. Menurut Dowlatabadi, Sadaat dan Jahangiri (2013) kepuasan perkawinan adalah perasaan bahagia terhadap perkawinan yang dijalani, kepuasan perkawinan berhubungan dengan kualitas hubungan dan pengaturan waktu, juga bagaimana pasangan mengelola keuangannya. Kepuasan pernikahan menurut Berk (2012) adalah menjalin rasa kebersamaan yang memungkinkan masing-masing untuk berkembang sebagai seorang individu. Kesabaran, kepedulian, nilai bersama, kegembiraan
saat
bersama,
berbagi
pengalaman
pribadi
melalui
percakapan, bekerja sama dalam tanggung jawab rumah tangga, dan kerampilan penyesuaian konflik yang baik pada suami istri. Lestari (2012) menambahkan kepuasan perkawinan merujuk pada perasaan positif yang dimiliki pasangan suami istri dalam perkawinan yang maknanya lebih luas dari pada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan yaitu perasaan yang bersifat subjektif dari pasangan suami istri mengenai
perasaan
bahagia,
puas,
dan
menyenangkan
terhadap
perkawinannya secara menyeluruh dan kebahagiaan yang mereka miliki dalam hubungan pernikahannya.
14
2. Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Clayton (1975). Adapun aspek-aspek tersebut antara lain: a. Kemampuan Sosial Suami Istri Kemampuan sosial suami istri, yaitu kemampuan suami istri dalam bergaul dengan lingkungan sosial. Meskipun bukan indikasi yang menentukan,
bisa
diasumsikan
bahwa
dengan
terciptanya
kenyamanan dalam rumah tangga akan memunculkan sikap-sikap positif dalam pasangan suami istri tersebut bergaul dengan masyarakat. b. Persahabatan Dalam Perkawinan Persahabatan dalam perkawinan, artinya suami istri harus bisa menjalin komunikasi, merasakan kegembiraan, kebahagiaan dan pergaulan yang menyenangkan. Jadi ketika suami ataupun istri mampu merasakan kegembiraan, kebahagiaan, ataupun perasaan menyenangkan
dari
pergaulan
antar
keduanya,
bisa
menggambarkan adanya rasa puas dalam perkawinannya. c. Urusan Ekonomi Urusan ekonomi yaitu segala urusan ekonomi dan keuangan dalam rumah tangga yang meliputi penggunaan uang untuk kebutuhan keluarga, pribadi, rekreasi serta pekerjaan suami maupun istri. Pasangan suami istri yang memiliki manajemen keuangan yang
15
baik, tidak akan dipusingkan dengan persoalan-persoalan sepele yang berkaitan dengan pengeluaran rumah tangga. Kondisi seperti ini tidak akan terwujud tanpa adanya suasana yang nyaman dalam keluarga. d. Kekuatan Perkawinan Kekuatan perkawinan yaitu kelekatan suami istri terhadap perkawinan yang dijalani, pengaruh suami terhadap istri atau sebaliknya, adanya rasa ketertarikan dan ekspresi suami istri. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa salah satu hal yang mampu menandai diperolehnya kepuasan dalam perkawinan seseorang yaitu fondasi perkawinan yang kokoh. e. Hubungan Dengan Keluarga Besar Hubungan dengan keluarga besar yaitu hubungan dengan keluarga yang ada di luar keluarga inti. Pasangan suami istri yang mampu menciptakan kepuasan dalam perkawinannya akan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga besar. Hal ini dikarenakan mereka tidak disibukkan dengan persoalan-persoalan dalam rumah tangganya sehingga mampu menjalin kedekatan dengan anggota keluarga besar yang lain. f. Persamaan Ideologi Persamaan ideologi yaitu kesamaan tujuan dan pandangan hidup yang mencangkup kesamaan pandangan tentang perilaku yang baik dan benar. Semakin banyak kesamaan yang dimiliki oleh pasangan
16
suami istri dalam hal tujuan serta pandangan hidup, bisa dikatakan bahwa suami ataupun istri cukup puas dengan pasangannya. g. Keintiman Perkawinan Keintiman perkawinan yaitu keintiman antara suami istri yang meliputi ekspresi kasih sayang dalam hubungan seksual. Pasangan suami
istri
yang
berhasil
membangun
kepuasan
dalam
perkawinannya bisa ditandai dengan munculnya keintiman dari keduanya. h. Taktik Interaksi Taktik interaksi yaitu cara suami dalam berinteraksi dan menyelesaikan masalah dalam perkawinan diantara penyatuan perbedaan, kerjasama, dan pembagian tugas dalam rumah tangga. Ketika sebuah keluarga mampu mewujudkan interaksi yang sehat, dapat diyakini bahwa pasangan tersebut mampu menciptakan perkawinan yang memuaskan. Aspek-aspek yang digunakan dalam menentukan gambaran kepuasan pernikahan, pada teori Robinson dan Blanton (2003), antara lain: a. Keintiman Keintiman antara pasangan di dalam pernikahan mencakup aspek fisik, emosional, dan spiritual. Hal-hal yang terkandung dalam keintiman adalah saling berbagi baik dalam minat, aktivitas, pemikiran, perasaan, nilai serta suka dan duka. Keintiman akan tercipta melalui keterlibatan pasangan satu sama lain baik dalam
17
situasi yang menyenangkan maupun menyedihkan. Selain itu, keintiman
dapat
ditingkatkan
melalui
kebersamaan,
saling
ketergantungan atau inter independensi, dukungan dan perhatian. Meskipun pasangan memiliki keintiman yang sangat tinggi, bukan berarti pasangan selalu melakukan berbagai hal bersama. Suami atau istri juga berhak melakukan aktivitas dan minat yang berbeda dengan pasangannya. b. Komitmen Salah satu karakteristik pernikahan yang memuskan adalah komitmen yang tidak hanya ditujukan terhadap pernikahan sebagai sebuah intuisi, tetapi juga terhadap pasangannya. Beberapa pasangan
berkomitmen
terhadap
perkembangan
hubungan
pernikahannya, antara lain kematangan hubungan, penyesuaian diri dengan pasangan,
perkembangan pasangan, serta
terhadap
pengalaman dan situasi baru yang dialami pasangan. c. Komunikasi Kemampuan berkomunikasi yang baik mencakup berbagi pikiran dan
perasaan,
mendiskusikan
masalah
bersama-sama,
dan
mendengarkan sudut pandang satu sama lain. Pasangan yang mampu
berkomunikasi
mengantisipasi
secara
kemungkinan
konstruktif, terjadi
menyesuaikan kesulitan yang dialaminya.
mereka
konflik
dan
dapat dapat
18
d. Kongruensi Untuk dapat mencapai pernikahan yang memuaskan, pasangan harus memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam mempersepsi kekuatan dan kelemahan dari hubungan pernikahannya. Pasangan yang mempersepsikan hubungan pernikahannya kuat, cenderung merasa lebih nyaman dengan pernikahannya. e. Keyakinan Beragama Sebagian besar pasangan meyakini bahwa keyakinan beragama merupakan komponen penting dalam pernikahan. pasangan yang dapat berbagi dalam nilai-nilai agama yang dianutnya dan beribadah secara bersama-sama dapat menciptakan ikatan kuat dan nyaman diantara mereka serta berpengaruh positif bagi kepuasan pernikahan pasangan memperoleh dukungan sosial, emosional, dan spiritual melalui agama yang dianutnya. Berdasarkan beberapa teori di atas, pernyataan ini menggunakan aspek-aspek kepuasan pernikahan menurut
Clayton (1975)
yang
menjelaskan aspek-aspek kepuasan pernikahan yaitu, aspek kemampuan sosial suami istri, persahabatan dalam perkawinan, urusan ekonomi, kekuatan perkawinan, hubungan dengan keluarga besar, persamaan ideologi, keintiman perkawinan dan taktik interaksi. Aspek-aspek dari Clayton tersebut dapat dilihat dengan detail dalam mengungkapkan kepuasan pernikahan pada setiap pasangan suami istri.
19
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Menurut Duvall dan Miller (2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan adalah sebagai berikut : a. Adanya Kebijaksanaan Merupakan suatu kepandaian dalam menggunakan akal budinya dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul yaitu selalu memakai pengalaman, pengetahuan dan selalu berhati-hati serta teliti. b. Saling Pengertian Suami istri berusaha untuk saling memahami keadaan kedua belah pihak baik secara fisik maupun psikologis sehingga setiap ada permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan baik. c. Kerjasama Yang Baik, dapat dilakukan melalui sikap tolong menolong antar suami istri sehingga segala permasalahan yang ada dapat di atas bersama sehingga kemungkinan tercapainya kepuasan perkawinan akan lebih besar. d. Kemampuan Komunikasi Komunikasi merupakan kunci untuk saling mengerti keadaan masing-masing pribadi, sehingga apabila komunikasinya lancar maka dalam menghadapi semua permasalahan akan berjalan dengan lancar juga.
20
e. Kesamaan Latar Belakang (baik dalam pendidikan, sosial ekonomi dan suku bangsa Semakin sama latar belakang yang dimiliki suami istri maka maka dalam membina kehidupan perkawinan akan lebih mudah karena sudah mempunyai pandangan yang sama. f. Kemampuan Menyesuaikan Diri Dengan adanya kemampuan menyesuaikan diri yang baik antar suami istri akan mempengaruhi terciptanya kepuasan dalam perkawinan. g. Tekad yang Sama dalam Perkawinan Suami istri yang sudah memiliki tekat sama dalam perkawinan maka dalam mencapai kepuasan perkawinan akan lebih mudah karena sudah mempunyai arah atau keinginan arah yang sama. Menurut Hendrick & Hendrick (1992), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu: a. Premarital Factors: 1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan. 2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah.
21
3) Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap anak terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian. b. Postmarital Factors: 1) Kehadiran Anak, sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan pernikahan terutama pada wanita (Bee & Mitchell, 1984). Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa menambah stress pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick & Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaan anak tersebut. 2) Lama Pernikahan, dimana dikemukakan oleh Duvall bahwa tingkat kepuasan pernikahan tinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kehadiran anak dan kemudian meningkat kembali setelah anak mandiri. Holahan dan Levenson (dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita. Pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya. Menurut Hurlock (2012) faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan dalam penyesuaian terhadap pasangan, yaitu: a. Konsep Pasangan Yang Ideal Dalam memilih pasangan, baik pria maupun wanita sampai sejauh tertentu dibimbing oleh konsep pasanagan ideal yang dibentuk
22
selama masa dewasa. Semakin orang tidak terlatih menyesuaikan diri terhadap realitas semakin sulit penyesuaian dilakukan terhadap pasangan. b. Pemenuhan Kebutuhan Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila orang dewasa perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status sosial agar bahagia, pasangan harus membantu pasanagan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. c. Kesamaan Latar Belakang Semakin sama latar belakang suami dan istri, semakin mudah untuk saling menyesuaikan diri. Bagaimana juga apabila latar belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari pandangan unuk tentang kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini, makin sulit penyesuaian diri dilakukan. d. Minat dan Kepentingan Bersama Kepentingan yang saling bersamaan tentang suatu hal yang dapat dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik dari kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama. e. Keserupaan Nilai Pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik mempunyai nilai yang lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya
23
buruk. Barangkali latar belakang yang sama menghasilkan nilai yang sama pula. f. Konsep Peran Setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap orang mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika harapan terhadap peran tidak terpenuhi, akan mengakibatkan konflik dan penyesuaian yang buruk. g. Perubahan dalam Pola Hidup Penyesuaian terhadap pasanagannya berarti mengorganisasikan pola kehidupan, mengubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan sosial, serta mengubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi seorang istri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pernikahan menurut Duvall dan Miller
(2002), yaitu adanya kebijaksanaan, saling pengertian, kerjasama yang baik, kemampuan komunikasi, kesamaan latar belakang (baik dalam pendidikan, sosial ekonomi dan suku bangsa), kemampuan menyesuaikan diri, tekad yang sama dalam perkawinan.Terdapat juga faktor lain premarital factors: latar belakang ekonomi, pendidikan, hubungan dengan orangtua,dan postmarital factors: kehadiran anak, dan lama pernikahan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini akan menggunakan salah satu faktor dari Duvall & Miller yaitu komunikasi, sejalan dengan hasil penelitian
24
yang dilakukan oleh Defrain dan Olson menyimpulkan bahwa 90% pasangan suami istri merasa bahagia dalam hubungannya dengan berkomunikasi satu dengan lainnya sehingga mereka dapat merasakan dan mengerti keinginan dan perasaan pasangan, dan apabila terdapat suatu perbedaan atau masalah dapat diselesaikan dengan saling berkomunikasi (dalam Pratiwi, 2006). Dari penelitian tersebut komunikasi menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada pasangan suami-istri.
B. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami hubungan kontak. Menurut Walgito (2003) komunikasi merupakan proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang berujud informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, pengetahuan ataupun yang lain-lain dari penyampaian atau komunikator kepada penerima atau komunikan. Komunikasi yang sering digunakan suami istri dalam berinteraksi adalah komunikasi interpersonal. Menurut Devito (1997) komunikasi interpersonal merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Menurut
25
Wiryanto (2004) komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2008). Komunikasi interpersonal yang digunakan dalam berinteraksi pada pasangan suami istri adalah yang bersifat diadik yaitu melalui komunikasi dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan personal. Komunikasi interpersonal yang terjalin antar suami istri mempunyai peranan yang penting untuk menjaga kelangsungan berumah tangga. Sastropoetro (1986) menyatakan bahwa dengan komunikasi yang baik berarti memelihara hubungan yang telah terjalin sehingga menghindari diri dari situasi yang dapat merusak hubungan. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif, yang mempunyai ciri saling terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan (Devito, 1997). Berdasarkan
beberapa
pengertian
mengenai
komunikasi
interpersonal maka disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yaitu proses penyampaian dan penerimaan pesan terhadap orang lain yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang atau lebih secara langsung baik secara verbal maupun nonverbal, komunikasi yang lebih intim, lebih dalam dan personal.
26
2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal Menurut Kumar (2000) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal mempunyai lima ciri, yaitu: a. Keterbukaan (openess) Yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal. b. Empati (empathy) Yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan (supportiveness) Yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. d. Rasa positif (positivenes) Yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan atau kesamaan (equality) Yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Julia Wood (2013), menyebutkan ada delapan ciri dari komunikasi interpersonal, yaitu:
27
1. Selektif Komunikasi interpersonal tidak bisa dilakukan dengan semua orang. Kita tentu akan memilih-milih orang, karena komunikasi interpersonal memerlukan lebih banyak energi, waktu dan usaha yang kita berikan pada orang lain. 2. Sistematis Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, waktu, masyarakat, budaya, latar belakang personal, namun kita meski memehami seluruh sistem tersebut saling berkaitan dengan kata lain tiap bagian dalam sistem komunikasi saling terkait satu sama lain. 3. Unik Mengutip dari Nicholson dalam buku komunikasi interpersonal. Setiap orang selalu unik, begitu pula dengan persahabatan. Sekelompok sahabat pasti menciptakan pola unik sendiri dan bahkan istilah-istilah yang hanya memiliki oleh kelompok mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka sertiap komunikasi interpersonal adalah unik karena kita berkomunikasi pada orang yang berbeda-beda dengan komunikan mereka masing-masing. 4. Processual Komunikasi interpersonal adalah proses yang berkelanjutan. Komunikasi interpersonal akan berkembang seiring berjalannya waktu. Hubungan komunikasi interpersonal dapat menjadi renggang atau lebih dekat nantinya, tergantung bagaimana komunikasi interpersonal tersebut berlangsung.
28
5. Transaksional Komunikasi interpersonal adalah hubungan timbal balik, sifat komunikasi interpersonal berdampak pada tanggung jawab komunikator untuk menyampaikan pesan secara jelas. 6. Individual Komunikasi interpersonal hanya terjadi jika kita dapat memahami diri sendiri sebagai manusia yang unik, kita belajar untuk memahami ketakutan, harapan, masalah dan kegembiraan dalam berinteraksi secara utuh bersama orang lain. Ketika kepercayaan sudah terbangun maka kita bisa berbagi privasi pada orang lain. 7. Pengetahuan personal Komunikasi interpersonal membantu perkembangan pengetahuan personal dan wawasan kita terhadap interaksi manusia. Ketika berinteraksi kita membuka
pemahaman
terhadap
kepribadian
orang
lain.
Ketika
berinteraksi kita membuka pemahaman terhadap kepribadian orang lain. Kita dapat belajar dan mengetahui karakter seseorang. 8. Menciptakan makna Mengutip Duck dalam buku Komunikasi Interpersonal inti dari komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara dua belah pihak. Dalam berkomunikasi kita dapat bertukar pikiran, yang didalamnya mengandung pesan, tujuan dan makna yang ingin dicapai. Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Apabila
29
diamati dan dikomprasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat dikemukakan ciri-ciri komunikasi interpersonal (Aw, 2011), antara lain: 1. Arus pesan dua arah Komunikasi interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu terjadinya pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah. 2. Suasana nonformal Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam suasana nonformal. Sebuah komunikasi yang terkekang oleh aturan dan hierarki membuat suasana komunikasi menjadi terbatas dan kaku. 3. Umpan balik segera Oleh karena komunikasi interpersonal biasanya mempertemukan para pelaku komunikasi secara tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui dengan segera. Seorang komunikator dapat segera memperoleh balikan atas pesan yang disampaikan dari komunikan, baik secara verbal maupun nonverbal. 4. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat Komunikasi interpersonal merupakan metode komunkasi antarindividu yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik jarak dalam arti fisik maupun psikologis. Sebuah komunikasi bisa disebut sebagai komunikasi interpersonal apabila dua orang atau lebih saling melihat dan bertatap muka. Artinya mereka harus berada dalam sebuah tempat dan saling berdekatan. Bukan hanya dekat soal jarak, dua orang
30
atau lebih tersebut haruslah memiliki kedekatan hubungan seperti teman, pasangan, atau keluarga. 5. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta komunikasi dapat memberdayakan pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun nonverbal secara stimulant. Peserta komunikasi berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai tujuan sesuai
komunikasi.
Komunikasi
yang berlangsung antara
komunikator dan komunikan akan terasa lebih tulus karena apa yang dipikirkan akan langsung dikirimkan secara spontan. Menurut Rongers dalam Depari (1991), ada beberapa ciri komunikasi interpersonal, yaitu: 1. Arus pesan yang cenderung dua arah 2. Konteks komunikasi tatap muka 3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi 4. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selective exposure) yang tinggi. 5. Kecepatan jangkauan terhadap audience yng besar relative lambat 6. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap Berdasarkan dari beberapa aspek atau ciri-ciri yang telah dijelaskan oleh Kumar (2000), maka dapat disimpulkan ciri-ciri komunikasi
31
interpersonal yaitu, keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesetaraan atau kesamaan. Dimensi atau ciri yang akan digunakan dalam penelitian menggunakan ciri-ciri menurut Kumar (2000), karena ciri-ciri tersebut mencakup tentang hubungan komunikasi pada pasangan suami istri.
C. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Kepuasan Pernikahan pada Suami Istri Pasangan yang menikah pasti mengharapkan kebahagiaan dalam pernikahannya dan berharap pernikahannya berjalan memuaskan. Kepuasan pernikahan sendiri dapat diartikan sebagai evaluasi subjektif berdasarkan komponen-komponen tertentu dalam hubungan pernikahan, juga berdasarkan faktor-faktor intraindividual yang mempengaruhi kualitas pernikahan. Olson dan Flowers (1993) menjabarkan hal-hal yang menentukan kepuasan pernikahan yaitu, komunikasi, resolusi konflik, menejemen keuangan, aktivitas waktu luang, hubungan seksual, anak dan pengasuhan, keluarga dan teman, agama, dan kesetaraan peran. Bentuk ketidakpuasan dalam perkawinan antara lain terciptanya suasana murung, kecewa, bosan, hampa, kesepian, masa bodoh, tidak ada keintiman, kurangnya perhatian antara suami istri, jarang membuat rencana dari kegiatan bersama, komunikasi tidak mendalam, lebih memperhatikan kedudukan, uang, selalu berusaha untuk menjauhkan diri dan kemempuan untuk saling mengagumi menurun (Suardiman, 1991). Tercapainya kepuasan
32
pernikahan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah adanya kebijaksanaan, saling pengertian, kerjasama yang baik, kesamaan latar belakang, kemampuan menyesuaikan diri, dan tekad yang sama dalam perkawinan. Komunikasi dalam kehidupan pernikahan merupakan faktor yang cukup penting untuk dibicarakan, karena komunikasi merupakan faktor penentu bagi tercapai atau tidaknya kepuasan dalam pernikahan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Weuss dan Heyman (dalam Christensen, elridge, Bohem dkk, 2016) yang menyatakan bahwa kualitas berkomunikasi sangat berhubungan erat dengan stabilitas dan kepuasan sebuah hubungan. Donan dan Jhonson (dalam, Stanley, Markman, dan Whitton, 2002) juga menjelaskan bahwa pasangan yang dapat menyelesikan masalah dengan komunikasi yang baik akan dapat menciptakan suatu keadaan yang lebih terbuka dan dapat menerima kekurangan satu dengan yang lainnya. Adanya kegiatan komunikasi antara suami dan istri juga akan menciptakan suasana saling pengertian, rasa aman dan nyaman pada masing-masing anggota pasangan sehingga akan lebih mudah tercapai kepuasan dalam pernikahannya (Basri, 2001). Komunikasi pada suami istri merupakan proses interaksi tatap muka langsung antara suami dengan istri melalui percakapan dengan saling memberi dan menerima informasi atau pesan, membahas masalah yang muncul sekaligus penyelesaian, berbagi ide dan pengambilan keputusan. Komunikasi antara suami istri termasuk dalam bentuk komunikasi interpersonal (Devito,
33
1995). Ciri-ciri komunikasi interpersonal menurut Kumar (2000), meliputi keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesamaan. Ciri pertama keterbukaan, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal. Keterbukaan dapat melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi dalam hubungan suami-istri. Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima eleman dasar, yaitu salah satunya adalah keterbukaan diantara pasangan. Keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pasangan mengenai eksistensi dan resolusi terhadap konflik dalam hubungan pernikahan (Olson & Flower). Menurut Trisna (2000) antara suami dan istri harus ada keterbukaan yang dalam sehingga saling mengetahui keadaan masing-masing. Keterbukaan komunikasi akan membuat hubungan suami-istri tetap terbina dengan harmonis dan baik-baik saja, dampak keterbukaan dalam komunikasi terhadap hubungan interpersonal yaitu hubungan akan menjadi lebih baik dan adanya timbal balik antara suami-istri (Johnson, 1986). Keterbukaan memudahkan suami atau istri untuk mengungkapkan keluhan-keluhan dan permasalahan yang muncul dalam keluarga, sehingga dapat ditemukan solusi yang tepat. Keterbukaan mendasari munculnya usaha-usaha pemecahan masalah secara langsung dan demokratis, setiap pihak dapat menyampaikan pendapat dan pemikirannya, hal ini pada akhirnya akan membawa kepuasan lebih besar pada masing-masing pihak, baik suami maupun istri terhadap hubungan perkawinannya (Suardiman, 1991).
34
Kedua empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati salah satu sikap individu terhadap komunikasi dalam hubungan suami istri, Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima eleman dasar, yaitu salah satunya adalah empati terhadap pasangan. Suami istri yang mampu menunjukkan empati dan simpati terhadap pasangannya berarti dirinya tidak hanya memfokuskan diri pada permasalahan yang dihadapinya namun juga terhadap orang-orang di sekitarnya. Pada pasangan suami istri perlu sekali menunjukkan rasa empati dan peduli terhadap pasangannya. Empati didasari oleh rasa sayang, ingin mengerti dan bekerja sama dengan orang lain (Uripni dkk, 2003). Dengan adanya rasa pengertian akan dapat meringankan beban dari pasangan, suami istri berusaha untuk saling memahami keadaan kedua belah pihak baik secara fisik maupun psikologis sehingga setiap ada permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan baik (Duvall dan Miller, 2002). Melalui kerjasama yang baik segala permasalahan yang ada dapat diatasi bersama, kerjasama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya kepuasan pernikahan (Duvall, 2002). Ketiga dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Dukungan suami atau istri terhadap tindakan atau sikap pasangannya akan memperkuat hubungan sekaligus meyakinkan pasangan terhadap tindakan yang diambil. Saling mendukung antara suami dengan istri secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas hubungan antara suami dan istri, sehingga masingmasing pihak merasa adanya perhatian, kasih sayang yang diberikan pasangan
35
secara tulus. Saling mendukung, percaya dan tulus dalam berhubungan akan membangkitkan suasana persahabatan dan keakraban antara suami dan istri, sehingga kepuasan pernikahan dapat tercapai (Clatyton, 1975) Keempat rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Sikap merupakan cara pandang seseorang dalam memahami sebuah keadaan, cara pandang yang kaku dan negatif cenderung mengakibatkan perasaan cemas dan khawatir, sebaliknya cara pandang yang positif dan fleksibel membuat seseorang lebih cermat menangkap adanya hal-hal positif atau menarik akan membuat individu lebih tenang dan optimis dalam menyikapi keadaan (Hambly dalam Subandi, 1998). Tercipta hubungan timbal balik yang baik dan kepercayaan antara suami atau istri pada pasangannya, pada akhirnya akan membangkitkan perasaan tenang, percaya diri dan yakin ketika menghadapi permasalahan maupun menyelesaikan tugas dan kewajiban masing-masing sehingga baik suami maupun istri dapat berperan dengan baik dan tepat. Seperti diungkapkan oleh Clayton (1975), bahwa kewajiban, dan pembagian tugas dalam rumah tangga merupakan hal yang diperlukan bagi terciptanya kepuasan perkawinan. Kelima kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Menurut Spanier (1976) penyesuaian dalam pernikahan mencakup kebahagiaan dan kepuasan dalam
36
pernikahan. Penyesuaian pernikahan ini ditentukan oleh seberapa besar perbedaan-perbedaan
dalam
pernikahan
yang
menimbulkan
masalah
(troublesome dyadic different), ketegangan-ketegangan interpersonal dan kecemasan pribadi (interpersonal tension and personal anxiety), kepuasan dalam hubungan pernikahan (dyadic satisfaction), kedekatan hubungan (dyadic
cohesion),
serta
kesepakatan
pada
hal-hal
penting
bagi
kelangsungan/fungsi pernikahan (consensus on matters of importance to dyadicfunctioning). Perbedaan-perbedaan yang ada pada masa penyesuaian tersebut membutuhkan kemampuan-kemampuan agar pasangan suami istri merasa terpenuhi kepuasan dalam hubungan pernikahan, kedekatan hubungan, dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suami/istri yang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal tinggi akan merasakan kepuasan pernikahan yang baik, dibandingkan suami/istri yang kemampuan komunikasi interpersonal rendah.
D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan positif antara komunikasi interpersonal dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri. Semakin tinggi komunikasi interpersonal pada suami istri maka tingginya kepuasan
pada
pernikahan.
Sebaliknya
semakin
rendah
komunikasi
interpersonal pada pasangan suami istri maka rendahnya kepuasan pada pernikahan.