HUBUNGAN ANTARA ASERTIVITAS DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI
Nur Andaruni Qurotul Uyun
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asertivitas dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri. Dugaan awal dalam penelitian ini adalah terdapat ada hubungan positif antara asertivitas dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri. Semakin tinggi asertivitas pada suami/istri semakin tinggi kepuasan pernikahan pada suami/istri dan semakin rendah asertivitas pada suami/istri maka semakin rendah kepuasan pernikahan pada suami/istri. Subjek pada penelitian ini adalah adalah pasangan suami dan istri yang bertempat tinggal di Kota Tasikmalaya propinsi Jawa Barat dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut; usia pernikahan 110 tahun, pendidikan terakhir SMU atau yang sederajat, bekerja di kota Tasikmalaya, serta menganut agama yang sama. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasiltas program SPSS versi 11.0 untuk menguji ada tidaknya hubungan antara ntara asertivitas dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil analisis data menunjukkan r = 0,639 (p<0.01), terdapat hubungan positif antara antara asertivitas dengan kepuasan pernikahan, sehingga hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara asertivitas dengan kepuasan 2
pernikahan dapat diterima. Koefisien determinasi (R ) yang diperoleh = 0,409 artinya sumbangan variabel asertivitas untuk memprediksi tingkat kepuasan pernikahan sebesar 40,9%..
Kata kunci : kepuasan Pernikahan, asertivitas.
A. PENGANTAR
Manusia juga merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan terhadap manusia lainnya, dan saling tergantung. Dengan sifat dan hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, manusia melakukan interaksi dan kontak dengan manusia lain, membentuk hubungan yang lebih dekat lagi dan intim, serta membangun hubungan yang romantis antara laki – laki dan perempuan. Ketika diantara manusia yang berbeda jenis kelamin ini terdapat suatu ketertarikan yang mengarah ke percintaan, guna memenuhi kebutuhan yang lainnya maka mereka biasanya akan melakukan pernikahan. Untuk membangun pernikahan yang kokoh dan kuat, suami dan istri sama – sama berusaha, saling membantu dengan ikhlas dan ada sikap memberi dan menerima antara keduanya. Untuk membangun suatu pernikahan itu diperlukan adanya kematangan jiwa, fisik dan emosional dari masing-masing pihak. Kematangan inilah yang diperlukan untuk melakukan berbagai macam penyesuaian yang akan dilakukan suami dan istri dalam suatu pernikahan, dimana penyesuaian
tersebut
meliputi
penyesuaian
terhadap
perubahan
peran,
penyesuaian terhadap pasangan, penyesuaian dalam hubungan seks dan perilaku seksual, penyesuaian secara potensial maupun aktual dalam kestabilan pernikahan, penyesuaian dalam masalah pernikahan, penyesuaian dalam masalah
keuangan, penyesuaian dengan keluarga pasangan, dan terutama penyesuaian terhadap visi dan misi dari kedua belah pihak. Tetapi nyatanya tidak semua pernikahan berjalan sesuai dengan harapan. Dari Data Laporan Tahunan Perkara di Kota Tasikmalaya, selama tahun 2005 misalnya, angka perceraian hampir mencapai seperenam atau sebesar 16,27% dari angka pernikahan pada tahun yang sama. Hampir sebagian besar dari pasangan yang bercerai itu mengungkapkan bahwa alasan dari perceraian tersebut karena sudah tidak adanya keharmonisan rumah tangga, tidak adanya komunikasi atau karena sudah tidak adanya kecocokan antara satu sama lainnya. Ketidakharmonisan maupun buruknya komunikasi antara suami dan istri mengindikasikan kurangnya kepuasan pernikahan yang dirasakan suami ataupun istri, seperti diungkapkan Suardiman (1991) bentuk ketidakpuasan dalam pernikahan antara lain tidak ada keintiman, kurangnya perhatian antara suami istri dan komunikasi tidak mendalam. Roach, dkk (1981)
berpendapat bahwa
kepuasan pernikahan merupakan persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Chasan (1994) tercapainya kepuasan pernikahan ditandai dengan segala permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan bijaksana, rasa cinta tetap bersemi sehingga terhindar dari kebosanan serta timbulnya kesetiaan dan kasih sayang yang kuat. Kepuasan pernikahan yang dirasakan suami istri berkaitan erat edngan keberhasilan penyesuaian yang dilakukan oleh masing-masing pihak. Masingmasing pasangan harus ada penyesuaian diri, baik dengan kehidupan baru yang
akan dijalani, masalah baru, kebutuhan baru, dan harus mampu mengatasi masalah yang muncul. Wibisono (2001) memaparkan bahwa bentuk ketidakpuasan dalam pernikahan antara lain terciptanya suasana murung, kecewa, bosan, hampa, kesepian, masa bodoh, tidak ada keintiman, kurangnya perhatian antara suami istri, jarang membuat rencana dari kegiatan bersama, komunikasi tidak mendalam, lebih memperhatikan kedudukan, uang, selalu berusaha untuk menjauhkan diri dan kemampuan untuk mengagumi menurun. Keberhasilan dan kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan suami istri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah interaksi dan komunikasi yang efektif (Bee & Mitchel, 1984). Komunikasi yang efektif artinya dalam hubungan suami istri dibangun bentuk komunikasi dua arah, jadi suami atau istri mampu berperan sebagai pemberi dan penerima informasi. Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif, maka suami istri dalam suatu pernikahan memerlukan adanya suatu perilaku yang asertif. Asertivitas adalah pengakuan terhadap hak-hak dan opini dari individu dalam batas hukum yang jelas sehingga individu tersebut dapat memutuskan dengan berfikir, merasa dan bertindak tanpa melukai atau merugikan orang lain (Breakwell, 1997). Komunikasi yang baik dan disampaikan secara asertif diharapkan dapat membantu pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah dengan mengekspresikan perasaan dan pemikiran tanpa harus menyinggung atau menyakiti pihak lain. Perilaku asertif pada suami dan istri mendorong berkembangnya sikap tegas dalam berhubungan dengan pasangannya dalam berbagai aktivitas. Dalam artian, baik suami maupun istri dapat mengambil
keputusan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional bahkan meledak-ledak. Perilaku asertif dari pasangan suami istri akan menciptakan hubungan nyaman, tidak ada yang merasa disakiti hatinya dan tidak ada pula yang merasa ingin menyakiti lawan bicaranya. Perilaku asertif akan membuat pasangan yang dihadapi memberikan respon yang positif dan menunjukkan sikap yang sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa asertivitas dapat memberikan kontribusi terhadap kepuasan pernikahan yang dirasakan suami dan istri. Rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan antara asertivitas dengan kepuasan pernikahan pada suami dan istri. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “ Hubungan Antara Asertivitas Dengan Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Suami Istri”.
B. METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah pasangan suami istri dengan usia pernikahan 1-10 tahun, pendidikan terakhir minimal SMU atau yang sederajat, menganut agama yang sama, bekerja di Kota Tasikmalaya dan dengan usia pernikahan 1-10 tahun.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala. Penelitian ini menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi dengan tujuan untuk menghilangkan jawaban ragu-ragu sehingga yang akan memilih jawaban yang pasti yaitu ke arah kesesuaian dan ketidak sesuaian dengan keadaan diri subjek. Ada 2 skala yang digunakan yaitu: skala asertivitas dan skala kepuasan pernikahan. Skala Kepuasan Pernikahan terdiri dari 8 aspek yang disusun berdasarkan teori yang dikemukakan Clayton (1975) yaitu : (1) Kemampuan sosial suami istri, (2) Persahabatan dalam pernikahan, (3) Urusan ekonomi, (4) Kekuatan pernikahan, (5) Hubungan dengan keluarga besar, (6) Persamaan ideologi,
(7)
Keintiman pernikahan, (8) Taktik interaksi. Sedangkan Skala Asertivitas terdiri dari 4 aspek yang dikemukakan oleh Lazarus (Rakos, 1991) yaitu :
(1)
Kemampuan untuk mengatakan “tidak” kepada orang lain,(2) Kemampuan untuk bertanya dan membuat permintaan, (3) Kemampuan untuk menyatakan perasaan baik negatif maupun positif, (4) Kemampuan untuk memulai, melanjutkan dan mengakhiri pembicaraan dengan orang lain. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik. Analisis statistik mengumpulkan, menyajikan dan menganalisis data-data penelitian yang berwujud angka-angka. Statistik bersifat obyektif dan universal, sehingga dapat digunakan pada hampir semua bidang penelitian ( Hadi, 1996). Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis ini dalah teknik analisis korelasi Product Moment dari Pearson dengan menggunakan program SPSS (Statistic Package for Social Science) release 12.0 for windows.
C. HASIL PENELITIAN
UJI NORMALITAS
Descriptive Statistics N KEPUASAN PERKAWINAN ASERTIVITAS Valid N (listwise)
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
120
113
187
157,67
13,774
120 120
68
125
105,86
10,443
Statistic
Shapiro-Wilk df
Sig.
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. KEPUASAN PERKAWINAN ASERTIVITAS
,080
120
,055
,971
120
,011
,066
120
,200*
,967
120
,004
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
UJI LINEARITAS Case Processing Summary
N KEPUASAN PERKAWINAN ASERTIVITAS
Valid Percent
Cases Missing N Percent
N
Total Percent
120
100,0%
0
,0%
120
100,0%
120
100,0%
0
,0%
120
100,0%
ANOVA Table KEPUASAN PERKAWINAN * ASERTIVITAS Between Groups Linearity Deviation from Linearity Within Groups
(Combined) Sum of 14634,748 9229,163 Squares df 40 1 Mean Square 365,869 9229,163 F 3,640 91,808 Sig. ,000 ,000
5405,585 39 138,605 1,379 ,114
7941,577 22576,325 79 100,526
UJI KORELASI
Correlations
KEPUASAN PERKAWINAN ASERTIVITAS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
KEPUASAN PERKAWIN AN 1
ASERTIVITAS ,639** ,000 120 120 ,639** 1 ,000 120 120
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Total
119
HASIL ANALISIS TAMBAHAN
Group Statistics
KEPUASAN PERKAWINAN ASERTIVITAS
JENIS KELAMIN SUAMI ISTRI SUAMI ISTRI
N
Mean 158,42 156,93 108,25 103,47
60 60 60 60
Std. Deviation 12,535 14,980 9,712 10,678
Std. Error Mean 1,618 1,934 1,254 1,379
a. Analisis Perbandingan Korelasi antara suami dengan istri
Korelasi Product Moment N Pair 1 Pair 2
kepuasan perkawinan suami & asertivitas suami kepuasan perkawinan istri & asertivitas istri
Correlation
Sig.
60
,488
,000
60
,765
,000
b. Analisis Korelasi Asertivitas Suami terhadap Kepuasan Perkawinan Istri dan Korelasi Asertivitas Istri terhadap Kepuasan Perkawinan Suami.
Korelasi Product Moment N
Correlation
Sig.
Pair 1
Asertivitas Suami & Kepuasan Perkawinan Istri
60
,134
,307
Pair 2
Kepuasan Perkawinan Suami & Asertivitas Istri
60
,400
,002
c. Analisis Perbedaan Kepuasan Perkawinan dan Asertivitas pada Suami dan Istri Independent Samples Test KEPUASAN PERKAWINAN
ASERTIVITAS
Equal variancesEqual variancesEqual variancesEqual variances assumed not assumed assumed not assumed 1,255 ,563
Levene's Test for F Equality of Variances Sig.
,265
t-test for Equality of t Means df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval Lower of the Difference Upper
,455
,588
,588
2,567
2,567 116,955
118
114,442
118
,557
,558
,012
,012
1,483
1,483
4,783
4,783
2,522
2,522
1,863
1,863
-3,510
-3,512
1,093
1,093
6,477
6,479
8,473
8,474
D. PEMBAHASAN
Hasil analisis data, menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara asertivitas dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri. Hal tersebut mempunyai arti bahwa semakin tinggi asertivitas, semakin tinggi kepuasan pernikahan sebaliknya semakin rendah asertivitas yang dimiliki pasangan suami istri akan berpengaruh semakin rendah kepuasan pernikahan pasangan suami istri. Dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh peneliti dapat diterima. Adanya hubungan antara asertivitas dengan kepuasan pernikahan tersebut membuktikan bahwa asertivitas merupakan salah satu faktor yang memberikan konstribusi terhadap tinggi rendahnya kepuasan pernikahan. Asertivitas secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dipikirkan kepada orang lain dengan jujur, tegas, terbuka dan disampaikan dengan sikap positif, percaya diri, tulus dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Ditambahkan oleh O’Brien
(1995) bahwa individu dengan asertivitas yang tinggi akan dapat bertindak berdasarkan perasaannya, sehingga individu tersebut dapat mengungkapkan suatu maksud atau keinginan secara efektif tanpa dikuasai suatu emosi. Sebagai contoh, seorang suami dapat memutuskan suatu permasalahan seperti yang diharapkan, dapat mendengarkan dan memahami perasaan istri sekaligus dapat menempatkan pada posisi istri, mempunyai tanggung jawab terhadap diri sendiri dan pasangan hidupnya. Hal tersebut menyebabkan suami atau istri yang mempunyai asertivitas tinggi memiliki kecenderungan berperilaku positif ketika menjalin hubungan dengan pasangannya sehingga mampu mengelola suatu permasalahan untuk mendapatkan suatu keputusan yang terbaik. Hasil penelitian Tomaka dkk (Mu’tadin, 2002) menunjukkan bahwa individu yang asertif akan mampu mengelola konflik dengan baik yaitu individu yang mengalami konflik dapat mengendalikan emosinya. Ditinjau dalam hubungan rumah tangga, sebuah konflik, perbedaan pendapat atau pertentangan antara suami dengan istri tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga adanya kemampuan untuk mengelola dan menghadapi konflik akan sangat mendukung terciptanya kepuasan pernikahan ditinjau dari perlunya kerjasama antara suami dan istri Snyder (1979). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Rathus (Widjaja & Wulan, 1998) yang menyatakan bahwa individu yang asertif lebih dapat berperilaku adaptif dibandingkan individu yang tidak asertif sehingga mampu mempertahankan dirinya apabila muncul pertentangan. Kepuasan pernikahan dalam penelitian ini diartikan sebagai evaluasi subjektif suami istri terhadap kondisi pernikahan secara keseluruhan, diukur dari
terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan dalam hubungan antara suami istri. Koefisien determinasi variabel asertivitas terhadap variabel kepuasan perkawinan sebesar (R²) = 0,409 berarti asertivitas merupakan variabel yang memberikan sumbangan sebesar 40,9% terhadap kepuasan pernikahan, sedangkan 59,1% dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain, seperti: pemahaman terhadap pola asuh orang tua yang positif; adanya kebijaksanaan; tekad yang sama dalam pernikahan; homogami; bekal-bekal sebelum menikah dan sosial ekonomi yang memadai. Penelitian ini menyertakan analisis tambahan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat asertivitas dan kepuasan pernikahan antara suami dengan istri. Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara asertivitas suami dan asertivitas istri, suami memiliki asertivitas lebih tinggi dibanding istri. Kepuasan pernikahan antara suami dan istri tidak memiliki perbedaan signifikan, walaupun secara statistik suami memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi dibandingkan istri (158,42 < 156,93). Perbedaan asertivitas antara suami dan istri salah satunya dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik antara pria dan wanita. Menurut Shaevitz (1989) ada beberapa perbedaan antara pria dan wanita yang dapat diterima secara luas, yaitu: pria lebih agresif dibandingkan dengan wanita, pria kurang memiliki hasrat untuk merawat, harga diri seorang pria tergantung dari pekerjaannya, secara verbal pria kurang ekspresif dibandingkan wanita, pria memiliki kebutuhan lebih besar terhadap kekuasaan, pria lebih tergantung dan lebih peka terhadap pernikahan, kebanyakan pria lebih banyak berorientasi makro daripada mikro. Beberapa sifat menonjol
pada pria diasumsikan mendorong lebih tingginya asertivitas pada suami, terutama sifat bahwa pria lebih agresif dan kecenderungan dominan dan kebutuhan akan persaingan dan kekuasaan. Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, secara metodologi penelitian ini kurang dapat menggali secara mendalam dinamika subjektif pada suami dan istri, seperti pengalaman, perasaan terutama yang menyebabkan adanya perbedaan tingkat asertivitas antara suami dengan istri. Hal ini disebabkan karena penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Secara teoritik, penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor-faktor internal yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, sehingga peran faktor-faktor eksternal seperti pengaruh budaya patriarkhi, tingkat ekonomi dan situasi lingkungan kurang mendapat perhatian.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada hubungan positif antara asertivitas dengan kepuasan pernikahan suami istri, artinya semakin tinggi asertivitas maka kepuasan pernikahan suami istri semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah asertivitas maka kepuasan pernikahan suami istri semakin rendah. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima.
2. Variabel asertivitas merupakan variabel prediktor terhadap kepuasan pernikahan suami istri. Besarnya sumbangan asertivitas terhadap kepuasan pernikahan suami istri sebesar 40,9 %, sedangkan sisanya sebesar 59,1% disumbangkan oleh faktor-faktor lain.
F. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada suami istri Suami istri diharapkan mengembangkan asertivitas, karena dengan asertivitas suami istri dapat membangun komunikasi yang efektif sehingga dapat tercipta pemahaman dan pengertian terhadap pasangan. Hal ini pada akhirnya akan mendukung tercapainya kepuasan perkawinan pada kedua belah pihak. 2. Kepada peneliti selanjutnya Mengingat asertivitas hanya memberikan sumbangan sebesar 40,9%, maka dianjurkan bagi peneliti lain yang berminat terhadap penelitian sejenis untuk melihat faktor-faktor lain, pemahaman terhadap pola asuh orang tua yang positif; adanya kebijaksanaan; tekad yang sama dalam pernikahan; homogami; bekal-bekal sebelum menikah dan sosial ekonomi yang memadai. Kepada peneliti selanjutnya disarankan juga untuk mencoba menggunakan metode wawancara sebagai alat pengumpul data tambahan sehingga hasil yang didapat dapat lebih lengkap sekaligus dapat mengungkap sisi subjektif suami istri
berkaitan
dengan
tekanan-tekanan
yang
dapat
menghalangi
kepuasan
pernikahan.
DAFTAR PUSTAKA
Bee, H.I. & Mitchel, K. 1984. The Developing Person. A Life Span Approach.Edisi 2. New York: Happer & Row Publisher. Breakwell, G. 1997. Coping With Aggressive Behavior. Alih bahasa oleh: Hidayat, B. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Clayton, R.R. 1975. The Family Mariage and Social Change. USA: Massachusetst. Canada DC: Health and Coup. Chasan, M.A. 1994. Mahkota Pengantin. Pekalongan : CV. Bahagia. Hadi, S. 1996. Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset. Mu’tadin. 2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja. Http://www.e-psikologi.com. O’Brien, P. 1995. Assertiveness : a working guide. Alih bahasa oleh: Yuda, S. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Rakos R,F. (1991). Assertive Behaviour Theory, Research, and Training. New York : Rout Ledge. Roach, A.J., Frazier, L.P., dan Bowden, S. R. 1981. The Marital Satisfaction scales Development of a Measure for Intervention Research. Journal of Marriage and the Family. 813-823. Snyder, D.K. 1979. Multidimensional Assesment of Marital Satisfaction. Journal of Marriage and the Family. 813-823. Suardiman. 1991. Membangun Kehidupan Keluarga Berhasil. Yogyakarta. Wibisono, L. 2001. Pasangan Harmonis Tahan Banting dalam Kumpulan Artikel Psikologi Intisari. Jakarta: Gramedia.
Widjaja, P & Wulan, R. 1998. Hubungan Antara Asertivitas Dan Kematangan Dengan Kecenderungan Neurotik Pada Remaja. Jurnal Psikologi, No 2, 56-62.