1
HUBUNGAN ANTARA MEMAAFKAN PASANGAN SUAMI ISTRI DENGAN KEPUASAN PERKAWINAN
Sufiani Diah Ayu E.D Qurotul Uyun
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara memaafkan pasangan suami istri dengan kepuasan perkawinan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah hubungan yang positif antara memaafkan dengan kepuasan perkawinan. Semakin tinggi memaafkan, maka semakin tingggi kepuasan perkawinan. Sebaliknya semakin rendah memaafkan, maka semakin rendah kepuasan perkawinan. Subyek dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang tinggal di Perumahan Griya Melati Permai – Godean Sleman Yogyakarta sebanyak 50 subyek atau 25 pasangan suami istri. Alat ukur yang digunakan adalah skala memaafkan berdasarkan karakteristik yang dikemukakan oleh Nabhan (2006) dan skala kepuasan berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Roach,dkk (1981). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPPS versi 12,0 untuk menguji apakah ada hubungan antara memaaafkan dengan kepuasan perkawinan. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0,691; p = 0,001 (p<0,01), yang artinya ada hubungan positif antara memaafkan dengan kepuasan perkawinan. Jadi hipotesis penelitian terbukti Kata kunci : memaafkan, kepuasan perkawinan
2
PENGANTAR LATAR BELAKANG MASALAH
Perkawinan dalam islam bertujuan untuk membangun rumah tangga yang bahagia, sejahtera, sakinah, mawaddah dan warahmah (ketentraman, kedamaian, kebahagiaan). Pada akhirnya akan melahirkan generasi manusia yang baik dan berkualitas (dzurriyatan thayyibah) menuju terciptanya masyarakat yang baik yang diridhoi oleh Allah SWT (Hunsen, 1993). Pernikahan menurut Islam adalah terciptanya rasa tenteram karena adanya rasa cinta dan kasih sayang diantara anggota keluarga. Hal ini diperjelas dalam Al Quran Surat Ar-Ruum Ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir” (QS Ar-Ruum [30]: 21) Kebahagiaan berarti pernikahan yang sakinah sebagaimana dinyatakan dalam hadist Rasul Allah SAW: “Barang siapa sudah berkeluarga , maka ia telah mengantongi sebagian agamanya, untuk memperoleh sebagiannya lagi hendaknya ia lebih bertakwa kepada Allah SWT.” Hadis tersebut berarti bahwa dengan keluarga yang sakinah, seorang muslim telah mendapat kebahagiaan serta kententraman hidup sehingga ia dapat lebih bertakwa kepada Allah untuk memenuhi setengah dari agamanya (Labib, 1983). Menurut ilmu psikologi kebahagiaan dalam pernikahan lazim disebut dengan kepuasan perkawinan, Menurut Bahr, dkk (2003) mendefinisikan
3
kepuasan perkawinan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan secara keseluruhan. Hal ini berarti taraf yang menunjukkan terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan seseorang dalam perkawinan. Jika seorang individu beserta pasangannya merasa puas dengan perkawinannya maka mereka akan merasa bahgia dan keutuhan pernikahannya akan terjaga. Kehidupan perkawinan
tidak selalu berjalan mulus. Adakalanya naik
adakalanya turun. Jika dalam kehidupan berselisih paham (cekcok) dengan pasangan, maka penyelesaiannya seperti yang diperintahkan Allah SWT dalam Surat At-Taghaabun [64]: 14: Dan jika kamu memberi maaf dan tidak memarahi, serta mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Memaafkan adalah tindakan mengesampingkan kemarahan pribadi terhadap tindakan tidak menyenangkan dari pasangan dalam suatu komitmen perkawinan (Dictionary of Psychology, 2002). Memaafkan merupakan hal yang sangat penting agar semua perbuatan suami atau
isteri selalu dilandasi oleh
pengertian terhadap latar belakang kehidupan masing-masing. Hubungan pasangan suami isteri ini akan menjadi lebih baik sehingga masing-masing akan merasa terpuaskan oleh pasangannya. Dengan demikian apa yang dinamakan kepuasan perkawinan adalah masing-masing pasangan mendapatkan kedamaian, kenyamanan, dan ketenangan. Rasa damai hanya bisa dicapai dengan jalan saling mencintai satu sama lain bukannya cinta dari salah satunya saja.
4
TINJAUAN PUSTAKA Lasswell dan Lasswell (2002) mengemukakan bahwa hubungan suami isteri dapat membawa kepuasan atau tidak tergantung pada kemampuan suami isteri memenuhi kebutuhan pasangannya dan seberapa besar kebebasan yang diperoleh dalam hubungan mereka dapat memenuhi kebutuhan masing-masing. Dengan kata lain, pasangan suami isteri akan merasakan kepuasan dalam perkawinannya apabila telah berhasil memenuhi kebutuhan dan harapan pasangannya maupun dirinya sendiri. Roach, dkk (2001) mengemukakan beberapa aspek kepuasan perkawinan sebagai berikut : a. Keterbukaan, yaitu suatu keadaan yang memungkinkan bagi pasangan suami isteri saling mengetahui hal-hal yang disukai, hal-hal yang tidak disukai, isi pikiran, dan perasaan masing-masing. b. Kepercayaan, yaitu suatu keadaan yang memungkinkan bagi pasangan suami isteri untuk pasangannya
berani meyakini bahwa janji, kata-kata, dan pernyataan dari serta
berusaha
menyerahkan
segala
aktivitas
kepada
pasangannya karena yakin pasangannya akan bertindak seperti yang diharapkan. c. Toleransi, yaitu pasangan suami isteri memiliki sikap saling menerima dan memberi. Sikap ini akan menumbuhkan penghargaan dan rasa hormat terhadap kepribadian, prestasi, minat dan individualitas pasangannya.
5
d. Pengertian, yaitu suatu keadaan dimana pasangan suami isteri saling memahami motif-motif tingkah laku pasangannya, sebab-sebab mengapa perbuatannya dilandasi oleh pengertian terhadap latar belakang kehidupan masing-masing. e. Pernyataan cinta dan afeksi,
yaitu
pasangan
suami
isteri
dapat
mengungkapkan dan mengekspresikan rasa cintanya dalam bentuk yang nyata, seperti perhatian, penyataan cinta dan sentuhan. f. Harapan terhadap perkawinan, yaitu pasangan suami isteri merasa optimis bahwa perkawinannya dapat berlangsung sampai akhir hayat. Suami isteri mempunyai keyakinan mereka akan tetap saling setia dan mencintai dalam keadaan apapun. g. Kesadaran terhadap peranan perkawinan, yaitu pasangan suami isteri memiliki rasa tanggung jawab untuk
menjaga dan membina kehidupan
perkawinannya sebagai suatu wadah untuk
mengembangkan diri menjadi
pribadi yang sehat baik jasmani maupun rohani. Memaafkan
adalah
tindakan
mengesampingkan
kemarahan
atau
ketidaknyamanan pribadi terhadap tindakan tidak menyenangkan (dari pasangan, dalam suatu komitmen perkawinan). Sikap saling memaafkan ini akan dapat dilaksanakan kalau masing-masing pihak, yaitu suami dan isteri dapat menyadari sepenuhnya tentang keadaan masing-masing. Karena hal tersebut sesuai dengan tujuan perkawinan yang menghendaki adanya ketenangan jiwa dan dan ketenteraman hati (Anshary, 1995).
6
Ciri-ciri memaafkan pasangan suami istri yang diungkap dalam penelitian ini (Nabhan, 2006): a. Tidak Memendam Kekesalan. Masing-masing pasangan tidak akan tahu bagaimana sebenarnya pendapat dan keinginan orang lain bila tidak membicarakannya. Memendam suatu masalah dapat meyakiti diri sendiri maupun pasangannya. Hal ini bisa menimbulkan stres yang akhirnya menimbulkan penyakit fisik maupun kejiwaan. b. Saling Mengakui Kesalahan. Permasalahan tidak akan selesai bila masing-masing pasangan saling melimpahkan kesalahan kepada orang lain. Masing-masing pasangan diharapkan mau saling mengakui kesalahan yang diperbuatnya. c. Memikirkan Kelangsungan Hubungan Perkawinan. Perpisahan bukanlah solusi terbaik dari masalah dalam rumah-tangga. Tidak hanya melihat pasangan dari segi kesalahan yang diperbuatnya saja, tapi mengingat kebaikannya juga. d. Mencari Sumber Masalah dan Segera Menyelesaikan Berkonflik dengan pasangan adalah hal yang tak diinginkan oleh semua orang. Mencari sebab sumber masalah merupakan hal yang penting, dengan begitu masing-masing pasangan bisa mencari solusi tepat dan terbaik bagi penyelesaiannya. e. Open Talk, Dari Hati ke Hati Melakukan opnen talk untuk menyelesaikan permasalahan yang ada hal ini dilakukan agar tidak menambah permasalahan atau konflik yang ada.
7
f. Tidak Melibatkan Hati Terlalu Banyak Dalam menyelesaikan masalah, tidak melibatkan hati terlalu banyak. Hal ini bisa menimbulkan pembenaran pada diri sendiri dan egoisme individu yang tinggi. Untuk menyelesaikan suatu masalah, pasangan diharapkan tidak saling menyalahkan dan bertindak emosional.
HUBUNGAN ANTARA MEMAAFKAN PASANGAN SUAMI ISTERI DENGAN KEPUASAN PERKAWINAN Memaafkan merupakan tindakan mengesampingkan kemarahan atau ketidaknyamanan pribadi terhadap tindakan tidak menyenangkan (dari pasangan, dalam suatu komitmen perkawinan) yang menyebabkan komunikasi terhadap pasangan lebih bertambah positif. Disamping itu, memaafkan juga dapat meredam dan mengurangi waktu konflik yang berkepanjangan dalam suatu perkawinan, sehingga hubungan menjadi harmonis dan masing-masing pasangan merasa bahagia, yang akibatnya tercapailah kepuasan perkawinan yang diinginkan tersebut. Begitu pentingnya peran memaafkan dalam suatu perkawinan, sehingga apabila pasangan tersebut mengalami konflik dalam menjalani biduk rumah tangganya, maka jalan keluar terbaik adalah mengesampingkan egoisme pribadi, bertoleransi terhadap pasangan, mencoba mengerti dan memahami perasaan pasangan dengan banyak membuka pintu maaf bagi pasangannya.
8
HIPOTESIS PENELITIAN Ada hubungan positif antara memaafkan pasangan suami isteri dengan kepuasan perkawinan. Semakin tinggi memaafkan maka semakin tinggi kepuasan perkawinan. Sebaliknya semakin rendah memaafkan maka semakin rendah kepuasan perkawinan.
METODE PENELITIAN Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: Memaafkan pasangan Suami Isteri
2. Variabel tergantung
: Kepuasan Perkawinan
SUBYEK PENELITIAN Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni yang bertempat tinggal di Perumahan Griya Mlati Permai – Godean Sleman Yogyakarta yang sudah menikah atau mempunyai masa perkawinan minimal selama satu tahun, dengan alasan karena pasangan suami isteri telah mempunyai pengalaman hidup berkeluarga sehingga mampu merasakan kepuasan dalam perkawinannya. Berpendidikan minimal setingkat Sekolah Menengah Atas, mempunyai sumber penghasilan tetap keluarga atau tingkat ekonomi menengah, sukarela menjadi responden penelitian. Jumlah warga yang bertempat tinggal di
9
Perumahan Griya Mlati Permai – Godean Sleman Yogyakarta yang sudah menikah sebanyak 50 orang.
METODE PENGUMPULAN DATA Metode pengambilan dala dalam penelitian ini adalah metode angket. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala memaafkan dan skala kepuasan perkawinan. Penyajian skala diberikan dalam bentuk pilihan-pilihan jawaban. Bentuk penilaian skala ini menggunakan model skala empat jenjang, sehingga penilaiannya bergerak dari satu sampai empat. Setiap aspek dalam skala ini memiliki aitem-aitem yang berupa pernyataan mendukung atau favourable dan aitem-aitem yang tidak mendukung atau unfavourable. Pada tabel 1 dan tabel 2 dapat dilihat distribusi aitem Skala Penelitian: Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Memaafkan Aspek Memaafkan Favourable Unfavourable No. 1 Tidak memendam kekesalan 1, 18, 20 33(31), 9 2 Saling mengakui kesalahan 2, 32(30) 21, 6, 22 Memikirkan kelangsungan 3 12, 26, 4 25, 17, 23 hubungan perkawinan Mencari sumber masalah dan segera 4 16, 11 35(33), 29, 13 menyelesaikan 5 Open Talk, dari hati ke hati 24, 14, (34)32 10, 15, 19 Tidak melibatkan hati terlalu 6 3, 7, 8 27, 29(28), 5 banyak Total Jumlah Aitem 16 17 Catatan: Angka dalam tanda ( ) adalah nomer urut aitem baru setelah uji coba
Jumlah 5 5 6 5 6 6 33
10
Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan No. Aspek Kepuasan Perkawinan Favorable Unfavorable Jumlah 1 Keterbukaan 1, 16(15), 8 14(13), 10(9) 5 12(11), 41(38), 22(20), 28(26) 2 Kepercayaan 5 42(39) 19(17), 39(36), 7(6), 30(28) 5 3 Toleransi 32(30) 2, 35(33), 8(7), 29(27), 6 4 Pengertian 11(10) 26(24) 6(5), 5(4), 15(14), 5 Pernyataan Cinta dan Afeksi 6 25(23) 27(25), 4(3) 24(22), 23(21), 36(34), 6 Harapan terhadap perkawinan 6 21(19) 17(16), 20(18) Kesadaran terhadap peranan 34(32), 33(31), 31(29), 7 6 perkawinan 40(37) 37(35), 13(12) Total Jumlah Aitem 21 18 39 Catatan: Angka dalam tanda ( ) adalah nomer urut aitem baru setelah uji coba
HASIL PENELITIAN Uji korelasi yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis bivariat korelasi Product Moment dari Pearson tersebut menghasilkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,691 dengan p value sebesar 0,001 (<0,01). Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
11
Pearson Correlation
Kepuasan Perkawinan Memaafkan
Sig. (1-tailed)
Kepuasan Perkawinan Memaafkan Kepuasan Perkawinan
N
Kepuasan Perkawinan 1.000
Memaafkan .691
.691 .
1.000 .001
.001 50
. 50
50
50
Memaafkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang telah diajukan yakni ada hubungan positif dan sangat signifikan antara memaafkan suami isteri dengan kepuasan perkawinan, semakin tinggi tindakan memaafkan suami isteri maka semakin tinggi kepuasan dalam suatu perkawinan, dan semakin rendah tindakan memaafkan suami isteri maka semakin rendah kepuasan dalam suatu perkawinan. Kategorisasi untuk variabel memaafkan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 32%, dimana kesadaran subjek penelitian dalam menjalani perkawinannya tidak suka memendam kekesalan terlalu lama, lebih mau mengerti terhadap pasangannya, lebih banyak memakai rasional dalam menyelesaikan permasalahan tidak mengedepankan emosional, yaitu dengan cara sering berkomunikasi kepada pasangannya apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki dari masing-masing pasangannya. Kepuasan perkawinan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebesar 44%, dimana subjek dalam penelitian ini sebagian besar merasakan kepuasan dalam menjalani kehidupan perkawinan dengan pasangannya karena subjek telah melakukan keterbukaan, toleransi, saling percaya terhadap pasangannya, serta seringnya mengungkapkan perasaannya terhadap pasangannya
12
sehingga masing-masing merasa diperhatikan dan hal tersebut lebih mempererat tali cinta kasih dalam perkawinan mereka. Hal tersebut menjelaskan teori yang dikemukakan Roach,dkk (2001), yang mengemukakan bahwa beberapa aspek kepuasan dalam perkawinan adalah keterbukaan, kepercayaan, toleransi, pengertian, pernyataan cinta dan afeksi, harapan terhadap perkawinan, dan kesadaran terhadap peranan perkawinan itu sendiri. Bila pasangan suami isteri mengedepankan sikap memaafkan, tanpa melihat apakah yang bersangkutan merupakan pasangan baru maupun sudah lama melangsungkan pernikahan akan mengalami kepuasan dalam perkawinan.
PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara memaafkan pasangan suami isteri dengan kepuasan perkawinan, semakin tinggi memaafkan pasangan suami istri maka semakin tinggi kepuasan dalam suatu perkawinan dan semakin rendah memaafkan pasangan suami isteri maka semakin rendah kepuasan dalam perkawinan. Hal ini disebabkan karena dalam kehidupan perkawinan selalu tidak berjalan mulus tanpa adanya hambatan ataupun konflik, dengan adanya konflik-konflik yang terjadi maka pasangan suami isteri perlu mengedepankan sikap memaaafkan guna menyelesaikan semua konflik yang timbul, sehingga akan tercapai sebuah kepuasan terhadap perkawinan yang dijalaninya.
13
Saran 1. Untuk Subjek Dalam kehidupan perkawinan, pasangan suami isteri harus belajar dan mendidik diri untuk melupakan kebencian serta mulai memaafkan orang lain. Berat, sukar, tidak mungkin, tidak boleh, itulah rangkaian alasan yang diberikan kepada seluruh upaya untuk memaafkan orang lain. Akan tetapi demi kebaikan dan kelangsungan hidup perkawinan, maka perlu adanya tindakan memaafkan dalam suatu perkawinan. Selama pasangan tidak melakukan kesalahan yang fatal dan sifatnya prinsip, serta tidak dilakukan pengulangan terhadap kesalahan yang pernah diperbuatnya, sehingga kepuasan perkawinan akan mudah tercapai. 2. Untuk Penelitian Selanjutnya Perlu adanya penelitian mengenai kepuasan perkawinan ditinjau dari aspek-aspek kemampuan komunikasi dan saling menyesuaikan diri, kemampuan sosial suami isteri untuk
bergaul dengan orang lain selain
keluarga dan dengan masyarakat sekitar, pola pemikiran kebutuhan ekonomi dalam suatu perkawinan guna pemenuhan untuk
kelangsungan hidup
keluarga, mempunyai keturunan atau tidak mempunyai keturunan, dan lainlain.
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quraan dan Terjemahannya. 1990. Departemen Agama Republik Indonesia.
Anshary, S.R. 1995. Kebutuhan dan Citra Diri Orang Lanjut Usia. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada.
Fincham, F.D. Beach, S.R.H, Davila, J. 2004. Forgiveness and Conflict Resolution in Marriage. Journal of Family Psychology. Vol 18.
Hunsen, I. 1993. Perkawinan antar Agama Menurut Hukum Islam. Jakarta: PT. Antara.
Labib, M.A.B. 1983. Hidup Berkeluarga Menurut Islam. Bandung: Al Ma’arif.
Laswell, JT., & Laswell , T. 2002. Marriage and The Family. California Publishing Company.
Nabhan. U. 2006. Membentuk Perkawinan yang Bahagia dengan Saling Memaafkan. Jurnal Psikologi Islam. Vol. 34.
Roach, AJ. & Frazier, LP. 2001. The Marital Satisfaction Scale: Development of a Measure for Intervention Research. Journal of Marriage and The Family. Vol. 43.