BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri dengan usia istri
berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun atau usia istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau usia istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (BKKBN, 2013). Pada pasangan suami istri usia subur yang baru menikah atau ingin mendapatkan anak lagi, kehamilan merupakan saat-saat yang paling ditunggu. Hal itu juga merupakan saat yang menegangkan ketika sebuah kehidupan baru bertumbuh dan berkembang di dalam rahim (Sunarsih, 2011). Kesehatan yang baik adalah salah satu faktor yang paling penting dalam kehamilan. Kesehatan prakonsepsi adalah cara untuk meningkatkan hasil kehamilan yang positif dengan mendorong perempuan untuk terlibat dalam gaya hidup yang sehat sebelum mereka hamil (Williams & Wilkins, 2012). Keadaan yang kurang mendukung kondisi-kondisi prakonsepsi akan berdampak kurang baik pula terhadap pembentukan terjadinya proses konsepsi (Sujiono, 2004). Perawatan kesehatan yang baik, penting untuk perkembangan dan kesejahteraan janin, sehingga berada dalam kondisi kesehatan yang prima sebelum kehamilan menjadi hal yang penting (Curtis, 1999). Perawatan prakonsepsi yang dimulai sebelum kehamilan dapat menjadi strategi efektif untuk mengurangi gangguan bawaan dan meningkatkan kesehatan wanita usia subur (Shanon et al, 2013).
American
College
of
Obstetricians
and
Gynecologists
(ACOG)
(2006)
merekomendasikan bahwa selama periode reproduktif wanita, terutama mereka yang merupakan bagian dari perawatan prakonsepsi, seharusnya mencakup konseling
1
tentang perawatan kesehatan dan perilaku untuk mengoptimalkan hasil kehamilan. Pada wanita yang menerima perawatan prakonsepsi lebih cenderung mengadopsi perilaku sehat, sehingga memiliki hasil kehamilan yang baik (Dean et al, 2013). Perawatan prakonsepsi tidak hanya untuk wanita, tetapi juga untuk pria. Perawatan prakonsepsi untuk pria juga penting yaitu untuk meningkatkan hasil kehamilan yang sehat (Regina VT, 2011). Masalah umum dalam perawatan prakonsepsi yaitu keluarga berencana, mencapai berat badan yang sehat, skrining dan pengobatan untuk penyakit menular, memperbarui imunisasi yang tepat, meninjau obat untuk efek teratogenik, konsumsi suplemen asam folat untuk mengurangi risiko cacat tabung saraf bagi wanita yang ingin hamil, dan pengendalian penyakit kronis sangat penting untuk mengoptimalkan hasil kehamilan (Farahi dan Zolotor, 2013). Preconception Counseling adalah komponen penting dari perawatan prakonsepsi (Williams et al, 2012). Preconception Counseling merupakan skrining dan memberikan informasi serta dukungan kepada individu usia subur sebelum hamil untuk promosi kesehatan dan mengurangi risiko (Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2008). Preconception Counseling memainkan peran utama dalam mempersiapkan kehamilan. Preconception Counseling bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi risiko yang berhubungan dengan kesehatan dan hasil kehamilan ibu, serta sebelum kehamilan (Walfisch dan Koren, 2011). Kunjungan konseling prakonsepsi adalah waktu yang ideal untuk mengevaluasi pasien dan kehamilan (Lanik, 2012). Public Health Service Expert Panel on the Content of Prenatal Care menyatakan bahwa kunjungan prakonsepsi mungkin merupakan satu-satunya kunjungan perawatan kesehatan terpenting. Hal tersebut dilihat dari konteks dampaknya terhadap kehamilan (Cunningham, Gary, & Gant, 2006).
2
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam uterus, bahkan sebelum seorang wanita mengetahui dirinya sedang hamil, mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan janin dan hasil kehamilan (Saravelos dan Regan, 2011). Selain hal tersebut, dalam penelitian lain menunjukkan bahwa dasar dari hasil kehamilan yang merugikan sering disebabkan karena masa awal kehamilan selama organogenesis. Oleh karena itu, penting untuk mengambil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum hamil (Elsinga et al, 2008). Selama ini, banyak orang yang kurang memahami pentingnya kondisi-kondisi pada masa-masa sebelum terjadinya proses konsepsi, sehingga para calon bapak dan ibu hanya berkonsentrasi pada persiapan proses kehamilan dan persalinan saja. Hal ini dapat dimengerti karena pengetahuan yang kurang tentang kondisi-kondisi prakonsepsi disebabkan tidak adanya penyuluhan-penyuluhan terhadap mereka (Sujiono, 2004). Pengetahuan, kesadaran, dan keyakinan tentang perawatan prakonsepsi tidak mendorong wanita untuk datang pada pada praktik kesehatan prakonsepsi. Wanita prakonsepsi muda dan wanita yang sudah mempunyai anak kurang terlibat dalam perilaku kesehatan prakonsepsi. Oleh karena itu, diperlukan mendidik perempuan prakonsepsi muda tentang pentingnya dan manfaat dari berlatih perawatan prakonsepsi (Delissaint dan McKyer, 2011). Perempuan juga menyatakan sikap positif terhadap perawatan prakonsepsi, tetapi mereka ragu-ragu untuk mencari perawatan prakonsepsi untuk diri mereka sendiri. Perempuan menganggap diri mereka tidak berada di kelompok sasaran untuk perawatan prakonsepsi (Zee et al, 2012). Dalam hal ini, peran perawat dalam perawatan prakonsepsi di tingkat dasar antara lain pengkajian faktor risiko, promosi kesehatan, intervensi klinikal, dan psikososial. Perawat harus memiliki akses, seperti informasi tentang perawatan
3
sebelum konsepsi untuk
memberikan
anjuran/nasihat kepada
orang
tua,
mengevaluasi kehamilan dan bila menemukan suatu kelainan, dapat merujuk ke dokter spesialis yang lebih kompeten sedini mungkin. Dari peran perawat yang dilakukan tersebut, diharapkan dapat menghasilkan sebuah kehamilan yang sehat pada pasangan usia subur (Regina VT, 2011). Konseling dalam keperawatan merupakan salah satu komponen penting pada proses keperawatan dan pendidikan kesehatan. Konseling mencerminkan hubungan perawat-klien, komunikasi terapeutik, dan pelayanan yang berorientasi pada masalah. Konseling dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pelayanan keperawatan, yaitu memberi petunjuk kepada individu untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan perilaku konstruktif yang berguna untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya (Tamsuri, 2008). Perawat mempunyai kewajiban membimbing dan membantu klien memecahkan masalah melalui program konseling (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan 15 PUS yang ada di RT.02 RW.O7 Dusun Blumbang, Desa Campurdarat, Kabupaten Tulungagung didapatkan bahwa kebanyakan dari pasangan usia subur kurang mengetahui dan memahami tentang apa yang harus mereka lakukan di saat merencanakan untuk hamil, misalnya diet, berat badan yang ideal, olahraga, asupan asam folat, paparan lingkungan yang kurang kondusif, melakukan pemeriksaan kesehatan. Hal ini didukung dengan data yang diperoleh dari Puskesmas Campurdarat tahun 2013. Dari data tersebut diketahui bahwa di Puskesmas Campurdarat memiliki kasus maternal tertinggi di antara puskesmas-puskesmas yang lain di Kabupaten Tulungagung, yaitu sebanyak 287 kasus maternal. Kasus maternal tersebut diantaranya terdiri dari 4% hiperemis, 12% keguguran, 7% eklampsia/preeklampsia, 5% perdarahan kehamilan, 0,5% perdarahan
4
persalinan, 4% perdarahan nifas, 10% partus lama, 1,5% infeksi, dan kasus lain 56%. Selain itu, terdapat 14 kasus jumlah ibu hamil dengan Hb < 11 gr %. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Tentang Prakonsepsi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Preconception Counseling Pada Pasangan Usia Subur (PUS)”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah yaitu : “Apakah
ada perbedaan pengetahuan dan sikap tentang prakonsepsi sebelum dan sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur ( PUS)?” 1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap tentang prakonsepsi sebelum dan sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS).
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik Pasangan Usia Subur (PUS). 2. Mengidentifikasi pengetahuan tentang prakonsepsi sebelum dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 3. Mengidentifikasi pengetahuan tentang prakonsepsi sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 4. Mengidentifikasi sikap tentang prakonsepsi sebelum dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 5. Mengidentifikasi sikap tentang prakonsepsi sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS).
5
6. Menganalisis perbedaan pengetahuan tentang prakonsepsi sebelum dan sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 7. Menganalisis perbedaan sikap tentang prakonsepsi sebelum dan sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS). 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang perbedaan pengetahuan dan sikap tentang prakonsepsi sebelum dan sesudah dilakukan preconception counseling pada pasangan usia subur (PUS) serta penerapan keperawatan maternitas tentang konseling prakonsepsi.
1.4.2
Bagi Pasangan Usia Subur (PUS) Sebagai bahan informasi kepada Pasangan Usia Subur (PUS) untuk mengetahui tentang pentingnya peranan konseling prakonsepsi dalam merencanakan sebuah kehamilan, sehingga dapat menambah pengetahuan dan memperbaiki sikap mereka, serta membantu PUS dalam menentukan tindakan perawatan yang benar dan tepat selama masa prakonsepsi.
1.4.3
Bagi Bidang Keperawatan Dapat meningkatkan peran serta, kinerja dan pelayanan profesi keperawatan, khususnya keperawatan maternitas dalam melaksanakan upaya promotif dan preventif dalam memberikan konseling dan menangani masalah prakonsepsi pada PUS (Pasangan Usia Subur).
6
1.5
Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Setyo Budi Utomo (2008) dengan judul
“Pengaruh Konseling Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Seksio Sesarea di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analitik dengan pendekatan randomized controlled trial (CRT). Jumlah subjek penelitian sebanyak 70 orang dengan uji hipotesa analisis Uji t (t-Test) dan analisis varians satu jalan (One Way Anova). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa konseling berpengaruh signifikan terhadap tingkat kecemasan pada pasien sebelum dan sesudah operasi seksio sesarea. Penelitian yang dilakukan oleh Boukie Van Der Zee dkk (2012) yang berjudul “Persepsi Konseling Prakonsepsi Pada Wanita Yang Berencana Hamil”. Pendekatan analitis empiris digunkanan untuk mengeksplor keraguan wanita untuk mencari konseling prakonsepsi. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perempuan menyatakan sikap yang positif terhadap perawatan prakonsepsi, tetapi mereka raguragu untuk mencari perawatan prakonsepsi. Mereka tidak menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompok sasaran untuk perawatan prakonsepsi. Penelitian yang dilakukan oleh Prochownik (2006) dengan judul “Kesadaran Konseling Prakonsepsi dan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Dengan Diabetes”. Penelitian ini mengeksplorasi kesadaran masalah yang berkaitan dengan diabetes dan kehamilan, konseling prakonsepsi, dan kontrasepsi pada wanita remaja dengan diabetes tipe 1. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan jumlah subjek 80 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa remaja tidak memiliki kesadaran tentang komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dengan diabetes.
7
Penelitian yang dilakukan oleh Elsinga et.al (2008) dengan judul “Pengaruh Konseling Prakonsepsi Tentang Lifestyle dan Perilaku Lain Sebelum dan Selama Kehamilan” menunjukkan bahwa setelah konseling prakonsepsi, wanita memiliki lebih banyak pengetahuan tentang item-item yang penting. Dan yang paling penting, mereka mendapatkan pengetahuan yang lebih ini sebelum kehamilan dan lebih banyak perempuan mengubah perilaku mereka untuk mengurangi hasil kehamilan yang merugikan. Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian di atas adalah penelitian ini tentang Preconception Counseling dari NIC (Nursing Intervention Classification). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda. Dalam penelitian ini menggunakan Pasangan Usia Subur (PUS) yang berada di RT.02 RW.07 Dsn. Blumbang Ds. Campurdarat Kab. Tulungagung sebagai subjek penelitian.
8