perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA KARYAWAN DEWASA MADYA DI PT TELKOM DISTEL JOGJAKARTA Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi.
Disusun oleh: Asma Zahratun Nabila G 0106037
Pembimbing: 1. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. 2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat kesarjanaan saya.
Surakarta, 10 Mei 2011
Asma Zahratun Nabila
commitiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi dengan judul : Hubungan Antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Karyawan Dewasa Madya di PT Telkom Distel Jogjakarta Nama Peneliti
: Asma Zahratun Nabila
NIM
: G0106037
Tahun
: 2011
Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada: Hari
:
Tanggal
:
Pembimbing I
Pembimbing II
Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si.
Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
NIP.197401091998022001
NIP.197810222005011002 Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP. 197608172005012002 commitiiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Karyawan Dewasa Madya di PT Telkom Distel Jogjakarta Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari : Tanggal : 1.
2.
3.
4.
Pembimbing Utama Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si . NIP.197401091998022001
(
)
Pembimbing Pendamping Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si. NIP. 197810222005011002
(
)
Penguji I Drs. Hardjono, M.Si. NIP. 195901191989031002
(
)
Penguji II Nugraha Arif Karyanta, S.Psi. NIP. 197603232005011002
(
)
Surakarta, __________________ Ketua Program Studi Psikologi
Koordinator Skripsi
Drs.Hardjono, M.Si.
Rin Widya Agustin, M.Psi.
NIP 195901191989031002 commitivto user NIP 197608172005012002
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Happiness only real when shared” (Chistopher McCandless)
“Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain” (H.R. Muslim) “Bila saya tidak memiliki sense of humor, saya yakin saya sudah bunuh diri sejak dulu” (Mahatma Gandhi)
commitvto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini didedikasikan kepada: Orangtuaku yang selalu berdoa demi keselamatan dunia dan akhiratku. Kakak-kakak, adik, dan keluarga besar yang selalu setia mendukung. Guru-guru dan setiap pembimbing yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. Saudara, sahabat yang memberikan warna dalam kehidupanku. Almamaterku yang tercinta.
commitvito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Assalamu’alaikum Wr.Wb. Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ini. Satu hal yang penulis sadari, bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Rin Widya Agustin,M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si., dan Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, waktu dan masukan yang berarti bagi penulis dalam menjalankan penelitian ini. 4. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. dan Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berarti bagi penulis. 5. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi yang telah memberikan ilmu sepanjang penulis menempuh studi.
commitviito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah membantu kelancaran studi penulis. 7. Bapak Sugeng Suwoto selaku Manajer HR PT Telkom Jogjakarta atas ijin dan bantuannya dalam pengambilan data penelitian. 8. Karyawan PT Telkom Jogjakarta atas bantuannya dalam pengambilan data. 9. Mama, Papa, dan Bapak, atas semua cinta, pengorbanan, dan doa. 10. Bani Ridwan, Bani Aryadi, dan Bani Hisyam, atas doa dan semangatnya. 11. Mas Riva, Mas Zamzam, dan Elvin yang selalu memberikan motivasi dan keceriaan di setiap saat. 12. Arin dan Fani yang selalu mendukung dan memberi bantuan. 13. Mbak Pril, Mbak Ajeng, Mbak Mimi, Mbak Atika, Astu, dan teman-teman semua di kost Himawari atas kebersamaannya. 14. Sahabat-sahabatku Camelia, Sheila, Krisna, Lia, Arfi, Aza, Nikki, Uyak, Rindang, Retno, Teh Nina, Rasty, Aris, Piti, Echak, Lea, Chu, Wildan, Indri, dan kawankawan Psikologi 2006, atas kasih sayangnya. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Wasssalamu’alaikum Wr. Wb. Surakarta, Mei 2011 Penulis commitviiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA KARYAWAN DEWASA MADYA DI PT TELKOM DISTEL JOGJAKARTA Asma Zahratun Nabila Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode dewasa madya adalah suatu jenjang kehidupan dimana individu dapat meraih hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan didapatkan subjective well-being. Subjective well-being adalah sebuah penilaian mengenai kebahagiaan yang dirasakan oleh individu mengenai hidupnya. Tingginya sense of humor dan tingkat tipe kepribadian ekstrovert akan membantu individu dalam meraih subjective well-being-nya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui :1) Hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya; 2) Hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya; 3) Hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT Telkom Distel Jogjakarta yang berusia 40-60 tahun, berjumlah 97, berjenis kelamin laki-laki dan perempuaan. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Subjective Well-being dengan koefisien korelasi Pearson sebesar 0,307-0,709 dan Reliabilitas Alpha 0,795; Skala Sense of Humor dengan koefisien korelasi Pearson 0,307-0,778 dan Reliabilitas Alpha 0,907; Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan koefisien korelasi Pearson 0,312-0,634 dan Reliabilitas Alpha 0,790. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama adalah analisisis regresi ganda, selanjutnya untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis korelasi parsial. Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,532; p=0,000 (p<0,05) dan F hitung 18,506>F tabel 3,09 artinya ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya. Secara parsial menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya dengan (r) sebesar 0,214; p=0,036 (p<0,05) dan ada hubungan positif yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada karyawan dewasa madya PT Telkom Distel Jogjakarta yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,378; p=0,000 (p<0,05). Kata Kunci: sense of humor, tipe kepribadian ekstrovert, subjectif well-being pada dewasa madya commitixto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT CORRELATION BETWEEN SENSE OF HUMOR AND EXTROVERT PERSONALITY TYPE WITH SUBJECTIVE WELL-BEING OF MIDDLE AGED EMPLOYEES IN PT TELKOM DISTEL OF JOGJAKARTA Asma Zahratun Nabila Psychology Study Programme of Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta The midlife period of human being is a lifespan, in which individuals are able to get the result of their hard work, so subjective well-being can be accomplished. Subjective well-being is an evaluation of how good an individual feels about his/her life. The level of sense of humor and the extrovert personality type will help the middle aged adults to achieve it. The purposes of this research are to determine:1) Possitive correlation between sense of humor and extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults; 2) Possitive correlation between sense of humor with subjective well-being in middle age adults; 3) Possitive correlation between extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults. The population of this research were employees of PT Telkom Divison of Telecommunication Jogjakarta. They were 97 middle aged adults betweeen 40-60 years old, consisting of female and male. The data were collected using Subjective Well-being Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,307-0,709 and the Alpha Reliability Coefficient is 0,795), Sense of Humor Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,307-0,778 and the Alpha Reliability is 0,907), and Extrovert Personality Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,312-0,634 and the Alpha Reliability 0,790). Multiple Regression Analyze was conducted to analyze the first hypothesis and Partial Correlation Analyze was performed to analyze the second and the third hypothesis. The multiple regression analyze showed that correlation coefficient (R) 0,532; p=0,000 (p<0,005) and F Count 18,506>F Table 3,09 meant that there was a significant positive correlation between sense of humor and extrovert personality type with subjective well-being in middle aged employees of PT Telkom Divison of Telecommunication Jogjakarta. The partial result showed that the coefficient correlation (r) 0,214; p=0,036 (p<0,05) had meaning that, there was a significant positive correlation between sense of humor with subjective well-being in middle age adults and there was a significant positive correlation between extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults. It was showed by the coefficient correlation which was (r) 0,378; p=0,000 (p<0,05). Key Wodrs: sense of humor, extrovert personality type, subjective well-being in middle aged adults commitxto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul................................................................................................
i
Halaman Pernyataan.......................................................................................
ii
Halaman Persetujuan......................................................................................
iii
Halaman Pengesahan......................................................................................
iv
Halaman Motto...............................................................................................
v
Halaman Persembahan.................................................................................... vi Kata Pengantar................................................................................................ vii Abstrak............................................................................................................ ix Daftar Isi.........................................................................................................
xi
Daftar Tabel....................................................................................................
xv
Daftar Gambar................................................................................................
xvii
Daftar Lampiran.............................................................................................
xviii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1 B. Perumusan Masalah................................................................................... 12 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................... 13 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-being................................................................................. 15 1. Pengertian subjective well-being.................................................. commitxito user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Komponen subjective well-being..................................................
16
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being.................
29
B. Sense of Humor........................................................................................... 37 1. Pengertian sense of humor..........................................................
37
2. Aspek dari sense of humor..........................................................
39
3. Gaya dari sense of humor...........................................................
45
C. Tipe Kepribadian Ekstrovert..................................................................... 48 1. Pengertian tipe kepribadian ekstrovert..........................................
48
2. Aspek-aspek dari tipe kepribadian ekstrover..................................
50
3. Tipe-tipe fungsi psikologi tipe kepribadian ekstrovert.....................
59
D. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya.................................. 65 1. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya....
65
2. Hubungan antara Sense of Humor dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya........................................ 69 3. Hubungan antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya......................................... 71 E. Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya.................................................................................. 73 commitxiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Hipotesis.................................................................................................... 73 BAB III. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian.................................................................. 74 B. Definisi Operasional Variabel.................................................................... 74 1. Subjective well-being.................................................................
74
2. Sense of humor..........................................................................
75
3. Tipe kepribadian ekstrovert.........................................................
76
C. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel........................................ 76 D. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 78 1. Skala Subjective Well-being..........................................................
78
2. Skala Sense of Humor..................................................................
83
3. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert.................................................
86
E. Validitas dan Reliabilitas........................................................................... 91 1. Validitas instrumen penelitian.....................................................
91
2. Reliabilitas instrumen penelitian.................................................
92
F. Uji Hipotesis.............................................................................................
93
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian................................................................................... 94 1. Orientasi Kancah Penelitian........................................................
94
2. Persiapan Penelitian...................................................................
96
3. Pelaksanaan Uji Coba.................................................................
104
commitxiiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Uji Validitas dan Reliabilitas.......................................................
104
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian........................................
111
B. Pelaksanaan Penelitian............................................................................... 114 C. Analisis Data Penelitian............................................................................. 115 1. Uji Asumsi Dasar......................................................................
115
2. Uji Asumsi Klasik.....................................................................
118
3. Uji Hipotesis.............................................................................
120
4. Analisis Deskriptif.....................................................................
124
5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif..................................
127
D. Pembahasan ............................................................................................... 127 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan................................................................................................. 134 B. Saran........................................................................................................... 135 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 137 LAMPIRAN...................................................................................................... 143
commitxivto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Blue Print Skala Subjective Well-being Sebelum Uji Coba...........
82
Tabel 2: Blue Print Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba....................
85
Tabel 3: Blue Print Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert Sebelum Uji Coba..
89
Tabel 4: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being Sebelum Uji Coba.... 99 Tabel 5: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba............
101
Tabel 6: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert Sebelum Uji Coba......................................................................
103
Tabel 7: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being yang Valid dan Gugur................................................................ Tabel 8: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor yang Valid dan Gugur......
106 108
Tabel 9: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert yang Valid dan Gugur................................................................
110
Tabel 10: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being untuk Penelitian..... 111 Tabel 11: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor untuk Penelitian.............
112
Tabel 12: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert untuk Penelitian.....................................................................
113
Tabel 13: Uji Normalitas.......................................................................
116
Tabel 14: Uji Linearitas Sense of Humor terhadap Subjective Well-being...... 117
commitxvto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 15: Uji Linearitas Tipe Kepribadian Ekstrovert terhadap Subjective Well-being................................................
118
Tabel 16: Uji Autokorelasi....................................................................
118
Tabel 17: Uji Multikolinearitas..............................................................
119
Tabel 18: Hasil Analisis Regresi Berganda...............................................
121
Tabel 19: Uji F-Test..............................................................................
122
Tabel 20: Uji Korelasi Parsial antara Sense of Humor dengan Subjective Well-being..................................................
122
Tabel 21: Uji Korelasi Parsial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being..................................................
123
Tabel 22: Statistik Deskriptif..................................................................
124
Tabel 23: Kriteria Kategori Subjective Well-being....................................
125
Tabel 24: Kriteria Kategori Sense of Humor.............................................
126
Tabel 25: Kriteria Kategori Tipe Kepribadian Ekstrovert..........................
126
commitxvito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1: Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya.................................................... 2. Gambar 2: Scatterplot untuk Pengujian Heteroskedastisitas.............
commit xviito user
73 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN A. Sebaran Nilai Uji Coba Alat Ukur.............................................................. 143 B. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian.................................... 153 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Subjective Well-being....... 154 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sense of Humor...............
156
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Tipe Ekstrovert................
158
C. Alat Ukur Penelitian................................................................................... 160 D. Sebaran Nilai Data Penelitian..................................................................... 172 E. Analisis Data Penelitian.............................................................................. 188 1. Data Penelitian yang akan dianalisis.............................................
189
2. Hasil Uji Normalitas dan Uji Linearitas........................................
192
3. Hasil Uji Asumsi Klasik..............................................................
193
4. Hasil Uji Hipotesis......................................................................
194
5. Hasil Analisis Deskriptif.............................................................
196
6. Hsil Kategorisasi Variabel Penelitian............................................
196
7. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif...................................
199
F. Surat Ijin dan Surat Tanda Bukti Penelitian................................................ 206 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Program Studi Psikologi FK UNS........................................ 2. Surat Tanda Bukti Penelitian dari HR PT Telkom Jogjakarta........
commit to user xviii
207 208
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal mutlak yang terjadi pada setiap individu seiring dengan perjalanan waktu hidupnya. Havighurst (dalam Sobur, 2003) menyatakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugastugas yang harus dipenuhi. Tugas-tugas ini dalam batas-batas tertentu bersifat khas untuk masa-masa hidup seseorang, atau bisa disebut sebagai tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan (development task) adalah tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa hidup tertentu, sesuai dengan normanorma
masyarakat
serta
norma-norma
kebudayaan.
Sesuai
dengan
tugas
perkembangannya, Havighurst (dalam Monks, 1999) juga membagi rentang perkembangan individu menjadi enam periode, yaitu: 1. bayi dan anak kecil, 2. anak sekolah, 3. pubertas, 4. dewasa muda, 5. tengah baya, 6. dewasa lanjut. Masa tengah baya atau dewasa madya, tidak seperti masa sebelumnya, merupakan keadaan yang cukup rumit dalam rentang waktu kehidupan manusia. Hurlock (2002) menyatakan bahwa periode dewasa madya, atau usia tengah baya, dialami individu pada rentang usia 40 sampai 60 tahun. Individu memiliki berbagai macam alasan untuk merasa takut dalam memasuki usia madya, beberapa diantaranya adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan mengenai usia madya, seperti kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik. Masa commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
transisi pada dewasa madya merupakan masa dimana individu meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya, dan memasuki suatu periode kehidupan yang akan diikuti oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru, oleh karena itu cepat atau lambat harus dilakukan suatu penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan yang dialami (Hurlock, 2002). Masa dewasa madya memang merupakan masa yang berbahaya dan penuh dengan ketakutan, meskipun demikian beberapa pihak menyebutkan bahwa masa dewasa madya adalah masa puncak kehidupan karir individu. Nolan Ryan, pemain baseball Amerika Serikat, pada usia 44 tahun melempar dalam pertandingan tanpa pukulan (non-hit game) ketujuh dalam karir profesional yang selama ini digeluti, dan masa tersebut merupakan puncak karirnya (Santrock, 2002). Selain bagi kaum pria, masa puncak karir juga dialami oleh kaum wanita pada saat usia dewasa madya ini. Pada usia dewasa madya ini wanita mempunyai lebih sedikit tanggung jawab di rumah karena anak-anak telah besar dan dapat mencurahkan waktu pada karier atau kegiatan sosial. Ratna Sarumpaet (Sulisto, 2010), 60 tahun, merupakan seorang aktivis dan pemerhati hak asasi manusia, terutama kaum perempuan. Pada tahun 1998, Ratna memperoleh penghargaan Female Human Rights Special Award dari The Asia Foundation for Human Rights di Tokyo, Jepang atas suara-suaranya dalam memperjuangkan hak-hak wanita. Ratna pernah menggeluti dunia seni teater sebelum akhirnya ia aktif dan terjun secara penuh sebagai aktivis sosial. Masa dewasa madya adalah masa dimana individu meraih puncak karir dalam rentang kehidupan profesionalnya, dan pada masa ini pula individu dapat memetik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
buah hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan didapatkan kepuasan atas apa yang telah diraihnya. Istilah kepuasan hidup didefinisikan oleh Veenhoven (dalam Dockery, 2000) sebagai taraf penilaian kualitas hidup individu mengenai keseluruhan atas apa yang didapatkan. Veenhoven secara lebih lanjut mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan hidup individu, beberapa diantaranya adalah mempunyai kehidupan penikahan yang sehat dan mempunyai kehidupan karir yang mantap. Pencapaian optimal dan ideal dari kedua hal tersebut akan menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Sebaliknya apabila individu merasa apa yang dilakukan kurang optimal sehingga hasil yang dicapai jauh dari titik ideal yang diharapkan, maka kemungkinan besar kebahagiaan akan sukar dicapai dan itu berujung pada ketidakpuasan. Pada umumnya masa dewasa madya adalah masa dimana seseorang mendapatkan kepuasan dalam hal karir dan pernikahannya, namun pada kenyataannya tidak semua individu pada usia madya merasakan kepuasan dalam kehidupan pernikahan dan karir yang telah dirintis sejak awal. Kompas.com pada Mei 2009 mengungkap kasus bahwa 25 persen pria di kota besar pernah berselingkuh. Fenomena ini sering ditemukan pada pasangan yang telah menikah selama 10 tahun ke atas. Pada tengah baya, rasa bosan dan menurunnya nafsu seksual merupakan alasan kuat yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan, selain alasan lain, seperti masalah keuangan, komunikasi yang kurang efektif, dan lain-lain. Ketidakpuasan dalam karir juga dialami oleh sebagian individu pada masa dewasa madya ini. Hurlock (2002) menjelaskan alasan menurunnya tingkat kepuasan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
ini sejalan dengan semakin meningkatnya usia, individu mulai merasa tertekan dengan pekerjaan yang digeluti, sebagai akibat dari menurunnya prestasi dan meningkatnya kecenderungan rasa cepat capai yang beriringan dengan menurunnya kekuatan fisik. Santrock (2002) menuliskan bahwa 10 persen orang Amerika Serikat mengubah pekerjaan yang selama ini ditekuni pada masa dewasa madya. Memang dari 10 persen tersebut ada beberapa yang diberhentikan, tetapi sisa besar lainnya adalah individu-individu yang memiliki motivasi pribadi untuk berubah haluan dalam karir yang umumnya telah dilalui dengan panjang dan telah mendapatkan kemapanan. Levinson (dalam Santrock, 2002) menggambarkan pengalaman perubahan karir di periode tengah baya merupakan suatu titik yang sangat melibatkan penyesuaian diri individu dalam menghadapi transisi pada masa dewasa madya. Apabila individu merasa terlambat atau jika tujuannya saat ini dipahami sebagai suatu hal yang tidak realistik, hal ini mungkin menghasilkan kesedihan atas harapanharapan yang tak terpenuhi. Setiap individu, secara subjektif, memaknai kepuasan dan kebahagiaan yang dialami dengan berbeda-beda. Keadaan tertentu yang dimaknai bagus dan memberikan kepuasan pada seseorang, belum tentu dimaknai serupa dan memberikan cukup kepuasan bagi orang lain. Konsep kepuasan hidup yang lebih luas dijelaskan oleh Christopher (1999) sebagai suatu keadaan dimana seseorang menilai puas akan hidupnya dan memiliki lebih banyak afek postif daripada afek negatif, keadaan itu disebut subjective well-being. Subjective well-being
adalah keadaan
menekankan pada pemaknaan positif agar individu dapat meraih kebahagiaan. commit to user
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Pemrakarsa psikologi positif, Seligman (2005), melihat bahwa dengan pemikiran yang positif, seseorang akan terprovokasi untuk selalu optimis akan adanya jalan keluar, walaupun individu tersebut dalam keadaan penuh tekanan. Arbiyah (2008) mengkaji bahwa psikologi positif merupakan cara bagaimana manusia memaknai segala hal yang terjadi dalam dirinya, dimana pemaknaan ini bersifat sangat subjektif. Pemaknaan hidup yang positif merupakan hal yang sangat penting agar manusia, dengan berbagai latar belakangnya, dengan berbagai subjektivitas yang dimilikinya, bisa meraih kebahagiaan atau disebut dengan istilah subjective well-being. Diener (2002) mendefinisikan istilah subjective well-being sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang mengenai hidupnya. Evaluasi kognitif yang dimaksud merupakan penilaian mengenai kepuasan hidup individu, sedangkan evaluasi afektif yang ditekankan adalah mengenai afek positif individu dalam menghadapi berbagai kejadian yang dialami. Diener (1999) mengemukakan empat komponen utama dalam subjective well being, yaitu afek positif, ketidak hadirannya afek negatif, kepuasan hidup secara global, dan kepuasan ranah kehidupan. Penyelidikan mengenai hubungan antara subjective well-being dengan jenjang usia pernah dilakukan oleh Mroczek dan Kolarz (dalam Ehrlich dan Isaacowitz, 2002) dengan menyebarkan Skala Midlife Development Inventory kepada 2.727 subjek yang berusia 25 sampai 74 tahun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa usia dewasa madya dan usia lanjut cenderung mempunyai afek positif yang lebih tinggi dan memiliki level afek negatif yang lebih rendah daripada usia dewasa muda. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Eddington dan Shuman (2005), pemerhati dalam studi subjective well-being, mengungkapkan bahwa ada hal yang dapat mempengaruhi level afek positif, sehingga sangat mungkin juga berpengaruh pada level subjective well-being individu, yaitu pengetahuan diri. Pengetahuan terhadap diri sendiri, menolong individu untuk menerima segala kelebihan dan kekurangannya, sehingga harapan individu untuk meraih kepuasan hidup dan subjective well-being sangat mungkin tercapai. Kesadaran akan humor terdapat banyak unsur yang dapat membantu individu memperoleh pengetahuan diri. Kartono (2005) menjelaskan mengenai pentingnya seseorang untuk memiliki kesadaran akan humor. Kesadaran akan humor merupakan kemampuan untuk mengerti sifat-sifat yang bertentangan dan menerima keterbatasan dari diri sendiri dan manusia lain, disertai oleh perasaan-perasaan lembut. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, humor adalah keadaan (cerita dan sebagainya) yang menggelikan hati, kejenakaan, lelucon. Hasanat dan Subandi (1998) menyatakan untuk dapat mengamati, merasakan, atau mengungkapkan humor, seseorang memerlukan kepekaan terhadap humor (sense of humor). Definisi mengenai sense of humor dikemukakan oleh Martin (dalam Ruch, 1998) sebagai kemampuan individu untuk tidak terlalu serius dalam menangkap suatu hal dan kemampuan untuk menertawakan kelemahan dan kekurangan diri sendiri, akan tetapi para humoris (Kartono, 2005), individu yang mampu menangkap dan mengeluarkan humor, tetap memiliki perasaan yang mendalam terhadap nilai-nilai etis. Sheehy (dalam Hasanat dan Subandi, 1998) dalam penelitiannya, menemukan bahwa kemampuan untuk melihat humor merupakan salah satu hal yang dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan terhadap perubahan dan ketidaktentuan. Hubungan antara sense of humor dan kecemasan sebagai krisis dalam kehidupan individu dikaji oleh O’Connel (dalam Hasanat dan Subandi, 1998) dengan menyatakan bahwa melalui humor seseorang dapat menjauhkan diri dari situasi yang mengancam dan memandang masalah dari sudut kelucuannya untuk mengurangi kecemasan dan rasa tidak berdaya. Selain itu, McGee dan Shevlin (2009) yang melakukan penyelidikan mengenai keinginan dalam bersosialisasi (social desirability), menemukan bahwa sense of humor termasuk dalam karakteristik
kepribadian yang dinilai paling
menguntungkan dalam kehidupan interpersonal individu. Kemampuan ini memupuk empati individu untuk lebih memahami lingkungannya dan menyadarkan kebutuhan untuk bersosialisasi dengan individu lainnya, sehingga kebahagiaan mengenai pemaknaan hidupnya dapat pula tercapai. Hayes dan Joseph (dalam Librán, 2006) menyebutkan bahwa orang-orang tertentu cenderung lebih bahagia dibanding yang lain karena kepribadian yang dibawanya. Individu yang mempunyai karakter kepribadian yang optimis dan mempunyai kompetensi sosial yang baik cenderung lebih bahagia daripada individu yang berkarakter pesimistis dan menarik diri dari lingkungannya, sehingga dapat dibenarkan
ungkapan
yang
menyebutkan
bahwa
kepribadian
seseorang
mempengaruhi pemaknaannya akan hidup. Istilah kepribadian dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan personality. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona yang berarti topeng, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
personare yang artinya menembus. Sekarang ini istilah personality oleh para ahli dipakai
untuk
menunjukkan
suatu
atribut
tentang
individu,
atau
untuk
menggambarkan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia (Kuntjojo, 2009). Kepribadian individu (dalam Sobur, 2003) merupakan ciri-ciri watak seseorang yang cenderung stabil, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah lakunya, sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dengan individu lainnya. Struktur dalam kepribadian adalah aspek-aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil dan menetap, serta merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian (Kuntjojo, 2009). Individu yang mempunyai kepribadian mudah menyesuaikan diri, luwes, dan suka berteman cenderung lebih bebas dari kecemasan dan lebih bahagia, sehingga dapat dikatakan bahwa individu tersebut juga memiliki subjective wellbeing yang cenderung tinggi. Ciri-ciri sosok kepribadian tersebut serupa dengan ciriciri sikap/ arah jiwa ekstrovert yang diusung oleh Jung. Jung (dalam Sobur, 2003), seorang ahli penyakit jiwa dari Swiss, menyatakan bahwa di dalam struktur kepribadian individu terdapat arah jiwa yang menentukan kepribadiannya. Lebih lanjut, Jung menjelaskan bahwa perhatian manusia tertuju pada dua arah, yakni keluar dirinya yang disebut ekstrovert, dan kedalam dirinya yang disebut introvert. Tipologi kepribadian Jung ini diungkapkan pula oleh Suryabrata (2005) dengan mengatakan bahwa penyesuaian individu dengan kepribadian ekstrovert terhadap dunia luar berlangsung dengan baik dan mempunyai ciri-ciri hatinya terbuka, mudah bergaul, dan hubungan dengan orang lain lancar, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
sedangkan penyesuaian individu dengan kepribadian introvert terhadap dunia luar kurang berlangsung dengan baik, individu dengan kepribadian introvert mempunyai ciri-ciri jiwanya tertutup, sukar bergaul, dan sukar berhubungan dengan orang lain. Adanya hubungan antara arah jiwa dengan kepuasan hidup, diyakini oleh Costa dan McCrae (dalam Librán, 2006) dengan menyatakan bahwa kepuasan individu akan hidup berkaitan dengan tingginya tingkat tipe ekstrovert yang dimilikinya. Tingginya tingkat ekstraversi yang dimiliki seseorang menyebabkan individu lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan menyadarkan bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa berdampingan dengan manusia lainnya. Interaksi sosial yang baik membawa individu untuk berpikir positif mengenai lingkungan sekitarnya dan memiliki kepuasan atau kebahagiaan mengenai kehidupan pribadinya. Hall dan Lindzey (1993) menyatakan bahwa tipologi ekstroversi introversi ini dipandang sebagai kontinum tunggal, jadi satu sikap akan lebih dominan dari satu sikap yang lain. Lebih lanjut, Hall dan Lindzey menjelaskan dengan pernyataan: “Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar, apabila ego lebih bersifat ekstravert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert. ” Penjelasan mengenai teori kontinum dua arah jiwa tersebut dapat digaris bawahi bahwa setiap orang pasti mempunyai dua sikap kepribadian tersebut dalam dirinya, tinggal mana dari arah jiwa itu yang lebih termanifestasikan dalam perilakunya. Hall dan Lindzey menambahkan bahwa individu yang memiliki kepribadian ekstrovert commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
lebih dominan daripada kepribadian introvertnya, cenderung lebih positif memaknai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya, sehingga evaluasi kognitif dan afektif seseorang mengenai hidup pun dapat berlangsung dengan baik dan dapat mencapai kepuasan dan kebahagiaan. Penelitian mengenai hubungan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pernah dilakukan oleh Libran (2006). Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert hanya mampu memprediksi keberadaan subjective well-being sebesar 7,3%. Walaupun demikian, Libran (2006) mencatat ada keterbatasan studi penelitian yang telah dilakukannya, yaitu mengenai tidak adanya kontrol mengenai variabel sosiodemografik. Penulis berharap dengan menggunakan teori Diener (1999) yang telah diperbaharui, yaitu dengan menambahkan komponen kepuasan dalam ranah kehidupan, dapat menghasilkan data yang lebih akurat lagi. Berdasarkan penjelasan tersebut, subjective well-being merupakan kepuasan hidup dan keadaan bahagia yang dialami oleh individu, khususnya bagi individu dewasa madya, yaitu melalui pemaknaannya yang positif terhadap kehidupannya, meskipun berada di tengah problematika dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada masa madya ini, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti subjective well-being, khususnya di PT Telkom Divisi Telekomunikasi Jogjakarta, yang terletak di Kotabaru. PT Telkom merupakan perusahaan milik negara yang menangani jaringan telekomunikasi terluas di nusantara. Berdasarkan informasi hasil wawancara dan pengumpulan data dari Manajer Human Resources (HR), peneliti mendapatkan data commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
bahwa mayoritas karyawan PT Telkom Jogjakarta, khususnya di Kotabaru sebagai Distel-nya terdapat sebanyak 87% karyawannya, berada pada jenjang usia dewasa madya. Visi PT Telkom secara umum adalah ingin menyentuh para customer dari hati ke hati, maka dari itu PT Telkom menetapkan lima nilai yang menuntun perilaku pegawai-pegawainya dalam menyediakan produk dan jasa bagi customer, yaitu heart, assured, progressive, empowering, dan expertise, atau sering disingkat dengan sebutan HAPEE. Melalui interaksi dengan produk dan layanan pegawainya, PT Telkom mengharapkan para customer puas dan memandang PT Telkom sebagai perusahaan yang melayani dengan sepenuh hati (heart), membuat customer merasa yakin (assured), meningkatkan pembaharuan (progressive) dalam menyediakan produk dan jasa, merajakan (empowering) customer serta akan membuktikan bahwa PT Telkom memiliki keahlian (expertise) yang tinggi. Adapula tujuh nilai etis dasar minimal yang harus dimiliki oleh setiap karyawan PT Telkom, yaitu kejujuran, transparansi, komitmen, kerjasama, disiplin, bertanggung jawab, dan peduli. Keseluruhan nilai tersebut diharapkan merupakan nilai-nilai yang terdapat di dalam hati (level emosional) dan pikiran para karyawan yang tidak terlihat, tapi dapat dirasakan (dalam Work in Progress of PT Telkom, 2009). Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, adanya emosi-emosi yang positif dapat meningkatkan pemaknaan individu mengenai hidupnya menjadi makin positif pula, sehingga subjective well-being dapat tercapai. Ada pula suatu karakter yang dimiliki individu yang dapat meningkatkan pemaknaan positifnya akan hidup, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
karakter itu adalah sense of humor. Sense of humor yang dimiliki pada masa dewasa madya dapat membantu individu untuk lebih menerima permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam hidupnya dan dapat mengembangkan pemaknaan yang positif, baik mengenai dirinya maupun orang lain, sehingga keadaan subjective well-being pun sangat mungkin untuk tercapai. Selebihnya, manusia selain berperan sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang butuh untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Kepribadian ekstrovert merupakan tipe kepribadian yang dapat membantu individu dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Kepribadian ekstrovert yang ada dalam diri individu dapat membantunya untuk mudah beradaptasi, mudah bergaul, dan luwes dalam berhubungan dengan orang lain. Sosialisasi yang baik ini mempermudah individu untuk dapat menerima kelebihan maupun keterbatasan orang lain dan dirinya sendiri, sehingga kepuasan hidup dan keadaan subjective well-being pun akan tercapai. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Sense of Humor dan Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-Being pada Karyawan Dewasa Madya di PT Telkom Distel Jogjakarta”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Adakah hubungan positif antara sense of humor dan kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
2. Adakah hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya? 3. Adakah hubungan positif antara kepribadian ekstrovert dengan subjective wellbeing pada dewasa madya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: a. Hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya b. Hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya c. Hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan terutama yang berhubungan dengan subjective well being pada individu usia dewasa madya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan individu, khususnya pada usia
dewasa madya, mengenai faktor-faktor
yang
mempengaruhi subjective well-being dan menambah kesadaran tentang pentingnya sense of humor dan meningkatkan sikap yang diusung oleh kepribadian ekstrovert demi meraih kesejahteraan dalam hidup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Subjective Well-being 1. Pengertian subjective well-being Subjective well-being adalah istilah yang sangat berkaitan dengan istilah happiness (kebahagiaan). Menurut Veenhoven (dalam Eid dan Larsen, 2008), subjective well-being adalah istilah yang paling cocok untuk menggambarkan kebahagiaan manusia secara utuh (overall happiness). Diener dan Suh (2000) mendefinisikan subjective well-being adalah suatu keadaan yang didapatkan dari menggabungkan antara aspek afektif dan kognitif. Aspek afektif yang diharapkan untuk meraih subjective well-being adalah perasaan bahagia akan hidupnya, sedangkan aspek kognitif yang diharapkan adalah individu mempunyai pemikiran bahwa berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang memberikannya kepuasan hidup (Diener dan Suh, 2000). Diener (2009d) menambahkan, lebih tinggi frekuensi munculnya afek positif daripada afek negatif dapat memberikan perasaan nyaman dan riang (joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnya pun akan makin positif, demikian pula individu yang dapat mencapai tujuannya dan merasa puas akan semua pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya akan baik pula. Dua pemenuhan keadaan ini merupakan syarat bagi individu untuk dapat mencapai subjective well-being nya. Hal ini juga seperti yang diutarakan oleh Libran (2006) commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
yang menyatakan bahwa subjective well-being adalah variabel yang dihasilkan melalui kombinasi dua hal, yaitu peran afeksi dan peran kognisinya, dengan kata lain
di
satu
pihak cenderung pada
afek
positif,
afek negatif,
dan
keseimbangannya, di pihak lain cenderung pada kepuasan hidup yang dimaknainya. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa subjective wellbeing adalah kebahagiaan utuh yang dialami individu, dimana individu dapat memiliki perasaan yang positif mengenai hidupnya, sebagai hasil dari evaluasi afektif, dan memiliki kepuasan hidup atas apa yang ia capai, baik dalam hal karir, keluarga, dan komunitasnya, sebagai hasil evaluasi kognitifnya.
2. Komponen subjective well-being Menurut Diener, dkk. (1999), banyak peneliti yang telah memperlakukan subjective well-being sebagai wujud satu kesatuan (monolitis), namun akhirnya terlihat jelas bahwa subjective well-being adalah gabungan antara pola-pola unik yang dapat dipisahkan, atau bisa disebut memiliki beberapa komponen yang spesifik. Pada tahun 1984, Diener (dalam Eid dan Larsen, 2008) mengangkat studi mengenai subjective well-being. Studi tersebut menyebutkan ada tiga komponen yang menyertai subjective well-being individu, yaitu kepuasan hidup, afek positif, dan afek negatif. Beberapa tahun kemudian, Diener, dkk. (1999) menambahkan satu komponen lagi, yaitu kepuasan dalam ranah kehidupan/ domain. Melalui pengembangan ini, akhirnya Diener, dkk. (1999) menentukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
empat komponen besar yang menopang studi mengenai subjective well-being, yaitu afek yang menyenangkan (afek positif), afek yang kurang menyenangkan (afek negatif), penilaian secara global mengenai kepuasan hidup (sering disebut dengan kepuasan hidup saja), dan kepuasan dalam ranah kehidupan. Penjelasannya, sebagai berikut: a. Afek positif Individu yang berhasil mencapai keadaan subjective well-being umumnya ditandai dengan tingginya perasaan positif/ bahagia. Subjective well-being adalah keadaan dimana evaluasi afektif individu menghasilkan bahwa afek positifnya memiliki jumlah yang lebih besar (mayoritas) daripada afek negatifnya. Keadaan ini tidak hanya menunjukkan bahwa kecil/ rendahnya faktor afek negatif, tetapi lebih menekankan pada kesehatan mental individu yang adekuat (Diener, 2009d). Menurut Diener, dkk. (1999) afek positif individu yang mempengaruhi level subjective well-being adalah hal-hal yang mencakup keriangan (joy), rasa suka cita (elation), kepuasan (contentment), harga diri (pride), mempunyai rasa kasih sayang (affection), kebahagiaan (happiness), dan kegembiraan yang sangat (ecstasy). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Keriangan (joy) a) Didapat dari perwujudan dorongan untuk bermain-main/ mencari kesenangan, menerjang batas yang ada (dalam arti positif), dan kreatif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
b) Dorongan ini tidak hanya muncul ketika bersosialisasi dengan orang lain atau dalam perilaku fisiknya saja, tapi juga muncul dalam perilaku yang intelektual dan artistik. 2) Rasa suka cita (elation) Elation adalah suatu kondisi dimana individu berada dalam keadaan yang bersuka cita dan memiliki kondisi yang penuh dengan semangat untuk melakukan apapun. 3) Kepuasan (contentment) Kepuasan ini didapat dari perwujudan dorongan untuk mampu menikmati hal-hal yang terjadi/ apa yang dimiliki dalam kehidupannya saat ini dan mengintegrasikan hal-hal tersebut kedalam sebuah pandangan yang baru mengenai dirinya sendiri dan dunianya. 4) Harga diri (pride) Harga diri disini merujuk pada pencapaian personal, yaitu terwujud dalam dorongan untuk berbagi cerita mengenai pencapaiannya dengan orang lain dan bahkan dalam dorongan untuk membayangkan/ mengkhayalkan mengenai perolehan yang lebih baik di masa depan kelak. 5) Mempunyai rasa kasih sayang (affection) a) Dikonsepkan sebagai campuran dari emosi positif lainnya, seperti kenikmatan, ketertarikan, dan kepuasan. b) Dialami dalam konteks adanya persaan yang tenteram dalam hubungan yang dekat dengan individu/makhluk lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
6) Kebahagiaan (happiness) a) Kebahagiaan
diprediksikan
melalui
kestabilan
emosi
yang
menyenangkan dan sering merasakan bahwa dirinya adalah individu yang memiliki nilai di dunia ini (self-worth). b) Kebahagiaan dapat ditunjukkan melalui pembawaan individu yang selalu optimis. 7) Kegembiraan yang sangat (ecstasy) a) Ecstasy adalah sensasi kegembiraan yang sangat dan terkadang membuat individu kehilangan kendali atas dirinya. b) Efek dari perasaan ini adalah diri menjadi makin termotivasi dan bisa menjadi candu bagi diri sendiri untuk terus merasakan perasaan gembira ini. b. Afek negatif Diener (2009d) menyatakan bahwa meskipun afek positif dan negatif terlihat saling mempengaruhi, namun kedua tipe afek ini mempunyai hubungan yang independen antara satu dengan yang lain. Selain itu, menurut Diener, dkk; (dalam Strack, dkk., 1991) intensitas afek positif atau negatif tidak terlalu mempengaruhi level tinggi rendahnya subjective well-being, sebaliknya frekuensi afek positif atau negatif sangat mempengaruhi level tinggi rendahnya subjective well-being, yaitu tingginya level subjective wellbeing disebabkan oleh tingginya frekuensi afek positif dan rendahnya frekuensi afek negatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Menurut Diener, dkk. (1999), beberapa afek negatif individu yang mempengaruhi level subjective well-being, yaitu rasa bersalah dan malu (guilt and shame), kesedihan (sadness), kecemasan dan kekhawatiran (anxiety and worry), kemarahan (anger), tekanan (stress), depresi (depression), dan kedengkian (envy). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Rasa bersalah dan malu (guilt and shame) a) Rasa bersalah adalah sebuah pengalaman afeksi yang terjadi ketika seseorang menyadari/ mempercayai (entah akurat atau tidak) telah melanggar sebuah standar moral dan merasa harus bertanggung jawab untuk itu. b) Rasa malu adalah suatu kondisi yang dialami oleh individu yang berusaha untuk menutupi suatu hal dan dapat memberikan pengaruh, seperti muka memerah, kebingungan, dan menundukkan muka. 2) Kesedihan (sadness) a) Kesedihan adalah emosi yang dikarakteristikkan melalui perasaan keadaan yang lemah, kehilangan, dan ketidakberdayaan. b) Kesedihan dapat dipandang sebagai sebuah kejadian menurunnya suasana hati secara sementara. 3) Kecemasan dan kekhawatiran (anxiety and worry) a) Kecemasan dibedakan dengan ketakutan karena sering terarah pada hal-hal yang tidak berobjek, sedangkan rasa takut selalu mengarah pada sesuatu yang berobjek, individu atau peristiwa spesifik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
b) Pemikiran dan gambaran mengenai sebuah ancaman yang menyerang, sehingga membuat individu berusaha untuk menghindarnya. 4) Kemarahan (anger) Reaksi emosi yang sangat kuat yang menyertai beragam situasi seperti merasa terbatasi secara fisik, kepemilikannya dihilangkan, atau diancam. Hal ini juga dapat diidentifikasikan melalui sekumpulan reaksi fisik seperti raut muka tertentu dan posisi tubuh tertentu yang merupakan ekspresi tindakan sistem saraf otonom, khususnya sistem saraf simpatik. 5) Tekanan (stress) Kondisi tegangan psikologis yang dihasilkan oleh jenis-jenis daya atau tekanan, yaitu tekanan baik fisik, psikologis, maupun sosial. 6) Depresi (depression) Suasana hati yang dicirikan perasaan tidak nyaman, sebuah perasaan murung, sebuah penurunan dalam aktivitas maupun reaktivitas, pesimisme, dan kesedihan. 7) Kedengkian (envy) a) Rasa iri yang didasarkan kepada kontemplasi penuh dendam terhadap keberuntungan orang lain. b) Biasanya dibedakan dari rasa cemburu (jealousy) yang melibatkan pihak ketiga dalam sebuah hubungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
c. Kepuasan hidup Kepuasan hidup, menurut Eid dan Larsen (2008), merupakan hal yang dinilai secara holistik, memuat keseluruhan dari kehidupan individu atau total penilaian kehidupan pada periode hidupnya. Hal ini mencerminkan bahwa tidak hanya total kuantitas hal-hal yang membahagiakan di kehidupan individu
pada waktu
tertentu saja, tetapi
juga mengenai
kualitas
penyalurannya, apakah hal itu dapat membawa kebahagiaan individu di waktu selanjutnya dan lebih permanen atau tidak (Eid dan Larsen, 2008). Menurut Diener, dkk. (1999) beberapa kepuasan hidup individu yang mempengaruhi level subjective well-being, yaitu hasrat untuk mengubah hidup (desire to change life), kepuasan pada kehidupan saat ini (satisfaction with current life), kepuasan pada kehidupan masa lalu (satisfaction with past), kepuasan pada kehidupan masa depan nanti (satisfaction with future), dan pendapat orangorang terdekat mengenai hidupnya (significant others' views of one's life), penjelasannya adalah: 1) Hasrat untuk mengubah hidup (desire to change life) Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa perbedaan individual dalam pencapaian dan motivasi yang dipunyai individu turut menentukan level subjective well-being. Hal ini menekankan perbedaan seberapa besar derajat komitmen individu dalam meraihnya. Setiap individu memiliki keinginan untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik, sehingga ini merupakan hal yang berpotensi untuk meningkatkan kepuasan hidupnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
2) Kepuasan pada kehidupan saat ini (satisfaction with current life) Hal ini menjealaskan mengenai kepuasan yang individu rasakan saat ini. Pada kehidupannya saat ini, individu merasa bersyukur dan puas atas apa yang telah didapatkan dan apa yang telah diperoleh dirasa sesuai apa yang telah diusahakan dalam mencapainya. 3) Kepuasan pada kehidupan masa lalu (satisfaction with past) Menurut Rocke dan Lachman (2008), dalam beberapa situasi, masa lalu yang negatif dapat mengembangkan tujuan individu menjadi lebih mantap untuk masa depannya. Mengingat masa lalu dapat mempengaruhi individu dalam menempatkan tujuannya yang sekarang dan mengejarnya. Jadi, walaupun pengalaman yang pernah dialami merupakan pengalaman yang dirasa tidak begitu menyenangkan, individu tak akan merasa menyesal karena itu merupakan pembelajaran untuk masa yang selanjutnya. 4) Kepuasan pada kehidupan masa depan nanti (satisfaction with future) Ketika melihat kedepan, individu akan berharap mendapatkan apa yang diinginkan dan diwujudkan melalui usahanya saat ini. Sama seperti ketika melihat masa lalu, harapan pada masa depan juga memiliki keterkaitan dengan perilaku individu dalam usaha untuk mencapainya, walaupun itu sangat bergantung pada usahanya pada masa sekarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
5) Pendapat orang-orang terdekat mengenai hidupnya (Significant others' views of one's life) Selain evaluasi untuk dirinya sendiri, lingkungan sekitar juga mempunyai anggapan yang sama mengenai kepuasan hidup individu, yaitu juga berpendapat bahwa individu telah hidup selayaknya dan patut mendapatkan itu semua karena usaha yang telah dilakukan. d. Kepuasan dalam ranah kehidupan Pavot (dalam Eid dan Larsen, 2008), menyatakan bahwa apabila kepuasan hidup secara kognitif menilai berdasarkan evaluasi kehidupan secara menyeluruh, kepuasan dalam ranah kehidupan berfokus pada penilaian mengenai beberapa aspek spesifik di kehidupan individu saja. Menurut Diener, dkk. (1999) beberapa ranah kehidupan yang mempengaruhi level subjective well-being, yaitu pekerjaan (work), keluarga (family), waktu luang (leisure), kesehatan (health), keuangan (finances), self, one's group. 1) Pekerjaan Menurut Diener (2009d), individu yang tidak memiliki pekerjaan termasuk dalam kelompok yang kurang bahagia. Furnham (dalam Strack, dkk., 1991) menyatakan bahwa selain hanya memiliki memiliki pekerjaan, individu juga perlu memiliki pekerjaan yang bagus untuk meraih subjective well-being. Kemantapan/ bagusnya pekerjaan yang dimiliki individu biasanya dapat dilihat dari baiknya gaji, tujuan, pengembangan dan penggunaan keterampilan, dan ketenangan batin yang dirasakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
2) Keluarga Komponen ini merujuk pada kehidupan individu dalam pernikahan dan berkeluarga. Menurut Diener (2009c), komponen berkeluarga adalah prediktor kuat yang mempengaruhi subjective well-being. Glenn (dalam Diener, 2009c) menyebutkan bahwa wanita yang menikah memang memiliki simtom stres yang lebih besar daripada yang tidak/ belum menikah, akan tetapi hasil ini juga diiringi dengan besarnya kepuasan hidup yang didapat. 3) Waktu luang (leisure) Furnham (dalam Strack, dkk., 1991) menyatakan bahwa pekerjaan memang adalah sumber penting bagi individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, akan tetapi hal ini menjadi sumber masalah ketika individu hanya terpaku dalam pekerjaan yang tak berakhir tanpa ada waktu untuk menikmati hasil usahanya. Menurut Kahneman, dkk. (2003), kepuasan hidup juga didapatkan melalui waktu santai yang tidak dihadiri oleh kemunculan pekerjaan (nonwork satisfaction). 4) Kesehatan Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa pandangan subjektif yang positif bahwa dirinya sehat dapat memprediksi kepuasan hidup, walaupun kenyataanya individu tersebut tidak begitu sehat secara objektif. Individu yang menderita penyakit dapat saja memiliki subjective well-being yang tinggi, namun tidak lebih tinggi daripada individu yang sehat secara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
objektif. Hal ini berkaitan dengan pencapain tujuan, maksudnya adalah ada beberapa hal yang membuat individu yang tidak sehat tidak dapat meraih beberapa tujuan hidupnya dan inilah yang mempegaruhi mengapa level subjective well-being nya tidak setinggi individu yang normal/ sehat. 5) Keuangan (finance) Keuangan merupakan komponen subjective well-being yang berkaitan dengan pendapatan dan kekayaan, dan hal ini masih diperdebatkan apakah kekayaan merupakan hal yang penting dalam kebahagiaan. Menurut Diener, dkk. (1999), dalam beberapa hal individu dengan keuangan yang baik dapat meraih kebahagiaan, namun hal ini tidak dapat menjadi pegangan prediktor utama dalam subjective wellbeing. 6) Self Self merupakan komponen yang berfokus pada studi mengenai pemahaman karakter individu yang seperti apa yang dapat membuat individu tersebut bahagia dan puas akan hidupnya (Diener, 2009b). Mengenai hal ini, menurut Diener (2009b), ada dua karakter yang ditekankan dalam komponen self itu sendiri, yaitu: a) Harga diri (self-esteem) Menurut Greenberg (Diener 2009b), individu yang memiliki level harga diri yang tinggi mampu untuk menemukan makna yang lebih positif mengenai kehidupannya, lebih mampu untuk menangkal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
kecemasan yang akan muncul, dan lebih sulit untuk terpengaruh oleh suasana hati yang negatif daripada individu yang memiliki pandangan negatif mengenai dirinya. b) Identitas diri (self identity) Memiliki identitas internal yang koheren dipandang sebagai salah satu komposisi integral dalam teori kesehatan mental. Lecky (dalam Diener, 2009b) menyatakan bahwa individu mencari pemahaman mengenai siapa individu itu sebenarnya melalui integrasi berbagai persepsi akan dirinya ke dalam sebuah struktur pengetahuan yang terorganisasi. Hal ini ditekankan dalam pernyataan bahwa individu termotivasi secara kuat untuk berperilaku dalam cara yang konsisten dengan pandangan diri (self view) yang dimiliki, sehingga di posisi ini self
menurunkan arti, tujuan, dan petunjuk dalam
berperilaku, yang terutama didapat dari sumber internal dalam dirinya. 7) One’s group Dalam suatu budaya yang mengedepankan tujuan bersama, kepentingan masyarakat ditempatkan sebanding dengan kepentingan individu, sehingga tujuan dari sutau kelompok juga merupakan tujuan pribadinya (Diener, 2009c). Komponen ini menekankan pada konsep colectivsm yang berfokus pada saling ketergantungan dan saling membutuhkan tiap manusia dan memprioritaskan kepentingan bersama pada komunitas masyarakat atau bangsa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Pavot dan Diener (1993) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi kepuasan hidup, penelitian tidak diharuskan untuk mengungkap seluruh ranah kehidupan, karena tiap individu memiliki standar pemaknaan kepuasan yang berbeda-beda mengenai pencapaian yang telah diraihnya, sehingga yang lebih penting adalah mengevaluasi kepuasan hidup individu secara global, yaitu penilaian kepuasan akan kehidupannya pada masa lalu, saat ini, pemaknaan positif terhadap kepuasan yang akan didapatkan di masa depan kelak, dan hasrat untuk selalu ingin mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi. Melalui empat komponen yang diutarakan oleh Diener, dkk. (1999) tersebut, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen subjective well-being meliputi
afek
yang
menyenangkan
(afek
positif),
afek
yang
kurang
menyenangkan (afek negatif), penilaian secara global mengenai kepuasan hidup (sering disebut dengan kepuasan hidup saja), dan kepuasan dalam ranah kehidupan. Afek negatif merupakan komponen yang kontra dengan komponenkomponen subjective well-being yang lain. Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa keadaan subjective well-being merupakan keadaan bahagia yang dialami individu sepanjang masa kehidupannya, sehingga tidak mungkin bila tidak memperhatikan afek negatif yang pernah muncul di kehidupannya. Oleh karena keunikan ini peneliti dalam studi subjective well-being harus memperhatikan dalam penskorannya. Penskoran kedua komponen afek dijelaskan Pavot (dalam Eid dan Larsen, 2008) dengan menyatakan bahwa skor mengenai kondisi afek commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
yang dirasakan individu didapat dari jumlah total skor afek positif dikurangi afek negatif. Libran (2006) lalu mengembangkan teori yang dikemukakan oleh Pavot tersebut dan menghasilkan rumusan, yaitu nilai subjective well-being didapatkan melalui besar kepuasan hidup dan kepuasan dalam ranah kehidupan individu yang dijumlahkan dengan selisih skor antara afek positif dan afek negatifnya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being Menurut Diener (2009d), subjective well-being seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang meliputi sebagai berikut: a. Faktor internal Faktor ini berfokus pada kondisi internal individu yang dapat mempengaruhi level subjective well-being. Faktor-faktor internal ini mencakup: 1) Gen Kondisi internal yang mempengaruhi subjective well-being ini tak bisa dilepaskan oleh faktor genetis/ gen individu. Gen (gene) adalah unit dasar dari hereditas yang terletak dalam kromosom, yaitu suatu struktur yang bentuknya seperti tongkat dan terletak di tengah-tengah (nukleus) dalam setiap sel tubuh. Kromosom tersebut berisikan molekul-molekul DNA, sehingga setiap gen-gen mengandung sekumpulan kecil DNA. Gen dan komponen-komponennya inilah yang mempengaruhi individu dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
individu lainnya baik dalam persamaan maupun perbedaan satu sama lain (dalam Wade dan Travis, 2007). Menurut Lucas (dalam Eid dan Larsen, 2008), seorang pemerhati studi mengenai hal-hal yang mempengaruhi subjective well-being, gen adalah faktor yang cukup menentukan stabilitas subjective well-being individu. Dalam usaha untuk membuka tabir peran faktor genetis dalam mempengaruhi subjective well-being individu, kebanyakan peneliti melakukan pendekatan dengan cara membandingkan sifat-sifat yang dimiliki oleh kembar identik (monozigot) dengan kembar fraternal (dizigot). Suatu penelitian menghasilkan suatu penemuan bahwa level afek, baik negatif ataupun positif, kembar satu indung telur (monozigotik) yang hidup terpisah lebih mirip satu sama lain daripada kembar dizigotik yang dibesarkan secara bersama. Peran faktor gen ini dipertegas dengan pernyataan bahwa seseorang yang puas terhadap dirinya sendiri dan memiliki afek positif yang lebih dominan daripada afek negatif, kemungkinan besar dilahirkan dari orangtua yang demikian pula, hal itu juga sangat bisa terjadi pada saudara-saudara kandungnya. Studi behavioral-genetic ini menyimpulkan bahwa peran gen dalam stabilnya level afek positif, afek negatif, dan komponen-komponen lain dalam kebahagian utuh (overall happiness) yang dimiliki individu memiliki nilai heritabilitas antara 40-50%. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Memang hasil yang diperoleh tidak dapat dipastikan apakah ini merupakan murni dampak dari gen yang diwariskan atau lebih pada efek lingkungan dalam keluarga, namun Lucas (dalam Eid dan Larsen 2008) menambahkan, walaupun dipengaruhi oleh lingkungan, gen mengarahkan individu untuk memilih lingkungan dan perilaku yang tepat baginya, sehingga lingkungan dan perilaku itu turut mengarahkan individu dalam mencapai subjective well-being- nya, jadi walaupun tidak langsung, tetap saja tak bisa dipungkiri gen mempengaruhi subjective well-being seseorang. 2) Psikofisiologis Studi tentang behavioral-genetic menunjukkan bahwa setidaknya beberapa fragmen dari perbedaan tiap individu dalam subjective wellbeing dapat dijelaskan melalui perbedaan genetis yang dimiliki, dan tentu saja ekspresi gen dalam beraktivitas dapat terpancar melalui beberapa proses fisiologis. Akan tetapi, sampai saat ini mekanisme pasti dampak genetis yang ditimbulkan kepada aktivitas fisiologis manusia belum juga dapat diketahui. Melalui tinjauan tersebut, studi behavioral-genetic, yang digunakan semata-mata, tidak dapat untuk menegaskan bagaimana gen dan fisiologi mempengaruhi subjective well-being. Untuk itu perlu penelusuran yang lebih spesifik mengenai sistem psikofisiologis yang memiliki keterlibatan dalam pengalaman afeksi individu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Studi psikofisiologi yang sering dibahas dalam kaitannya dengan kebahagian adalah mengenai aktivasi/ proses kerja dua hemisfer/ bagian asimetris pada prefrontal korteks (PFC). Wade dan Travis (2007) menjelaskan bahwa PFC terletak pada bagian paling depan lobus frontal. PFC sendiri memiliki peran dalam emosi dan pembentukan kepribadian individu. Davidson (2004), peneliti dalam studi bio-behavior, menyelidiki apakah lebih besarnya aktivitas PFC hemisfer kiri daripada kanan berhubungan dengan emosi yang berorientasi pada pendekatan (approachoriented emotions), seperti kebahagiaan dan kegembiraan, atau apakah lebih besarnya aktivitas hemisfer kanan daripada kiri berhubungan dengan emosi yang berorientasi pada penjauhan diri (withdrawal-oriented emotions), seperti ketakutan dan rasa muak. Davidson (2004) melakukan penelitian mengenai hubungan aktivitas otak dengan afek positif atau negatif melalui pengamatan aktivitas otak subjek selama ditayangkannya sejumlah gambar yang dirancang untuk menginduksi perasaan bahagia atau jijik. Penelitian ini menghasilkan penemuan bahwa tayangan gambar yang menggembirakan berhubungan dengan lebih besarnya aktivitas PFC bagian kiri daripada bagian kanan, sedangkan tayangan gambar yang menjijikkan berhubungan dengan lebih besarnya aktivitas PFC bagian kanan daripada bagian kiri, sehingga penelitian psikofisiologi ini menunjukkan korelasinya bahwa emosi positif berlawanan dengan emosi negatif. Penelitian Davidson commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
tersebut telah berhasil menunjukkan bahwa perbedaan individual dalam asimetris hemisfer PFC mempunyai korelasi dengan kebahagiaan, yaitu individu dengan aktivitas PFC kiri yang relatif lebih tinggi dilaporkan memiliki afek positif yang lebih tinggi dan afek negatif yang lebih rendah daripada individu dengan aktivitas PFC kanan yang relatif lebih tinggi. 3) Kepribadian Subjective well-being adalah suatu studi yang berhubungan dengan evaluasi subjektif individu mengenai kualitas hidupnya, sehingga dapat dikatakan bahwa subjective well-being yang dirasakan tergantung pada masing-masing individu. Beberapa dugaan tercetus bahwa studi subjective well-being ini dapat berubah dan memiliki kesensitifan pada kondisi eksternal, seperti keberhasilan atau bahkan perceraian, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa kemunculan subjective well-being tetap stabil sepanjang waktu dan itu cukup kuat hubungannya dengan karakteristik (trait) kepribadian yang dibawa (Diener, dkk., 1999). Telah banyak penelitian yang mengungkap mengenai korelasi antara subjective well-being dengan karakteristik kepribadian yang spesifik, seperti makin tinggi sikap kesetujuan (agreebleness) maka akan tinggi pula afek positifnya dan sebaliknya. Begitu pula dengan karakteristik lain yang berkorelasi cukup tinggi dengan tinggi rendahnya level subjective well-being, yaitu optimisme, kepercayaan, dan locus of control. Namun, meskipun telah banyak penelitian yang mengupas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
korelasi antara karakteristik kepribadian dengan subjective well-being, tetap muncul ketidakpastian mengenai apakah tiap karakter ini menyumbangkan variasi yang unik dalam memprediksi subjective wellbeing, sehingga penggunaan faktor tunggal untuk memprediksi subjective well-being tidak mungkin untuk ditegakkan. b. Faktor eksternal Stabilitas dari subjective well-being, sebagai subjektivitas individu itu sendiri, sangat ditentukan oleh peran faktor internal, walaupun begitu tetap saja faktor eksternal dapat berpengaruh terhadap level subjective well-being. Diener (2009d) menegaskan bahwa level subjective well-being dipengaruhi pula oleh faktor-faktor diluar individu, atau sering disebut sebagai demographic factor. Hal ini mencakup: 1) Penghasilan Banyak peneliti telah mengakui bahwa orang yang bahagia mampu mengumpulkan uang diatas rata-rata daripada orang yang kurang berbahagia (Diener, 2009d). Beberapa penelitian juga menunjukkan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Larson (dalam Diener, 2009d), bahwa ada hubungan yang positif antara penghasilan dan subjective wellbeing di beberapa negara. 2) Jenis kelamin Cukup diyakini bahwa ada perbedaan level subjective well-being antara pria dan wanita, yaitu dengan pernyataan bahwa kaum wanita commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
melaporkan afek negatif yang lebih tinggi daripada kaum pria, tetapi juga dilaporkan bahwa kaum wanita mengalami hal-hal yang menyenangkan lebih banyak daripada kaun pria, sehingga perbedaan level subjective wellbeing yang disimpulkan masih terlalu kecil (Diener, 2009d). 3) Pendidikan Campbell
(dalam
Diener,
2009d)
mengungkapkan
bahwa
pendidikan mempengaruhi subjective well-being, akan tetapi masih terdapat bantahan yang menyatakan bahwa hubungan antara pendidikan dan level subjective well-being tidak terlalu kuat, tingkat pendidikan seseorang lebih berpengaruh terhadap variabel lain seperti variabel penghasilan. Namun demikian faktor pendidikan masih merupakan faktor yang diyakini memiliki pengaruh terhadap subjective well-being individu. 4) Status pernikahan Glenn (dalam Diener, 2009d) menyebutkan bahwa walaupun wanita yang menikah dilaporkan memiliki simtom stress yang lebih tinggi daripada wanita yang belum/tidak menikah, wanita yang menikah cenderung memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi daripada kategori wanita yang tidak/belum menikah. Glenn dan Weaver (dalam Diener, 2009d), bahkan menyatakan bahwa pernikahan adalah prediktor subjective well-being yang paling kuat daripada faktor lain, seperti pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
5) Umur Beberapa penelitian yang lalu, menunjukkan bahwa anak muda lebih bahagia daripada orang yang lebih tua, akan tetapi Braun (dalam Diener, 2009d) menemukan bahwa memang benar responden yang berusia muda menunjukkan afek positif dan negatif yang lebih kuat, akan tetapi orang yang lebih tua menunjukkan level kebahagiaan secara keseluruhan yang jauh lebih tinggi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Diener (2009d) subjective well-being pada individu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor yang pertama, yaitu internal, adalah faktor yang menekankan bahwa subjective well-being yang dimiliki individu dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri individu itu sendiri, yaitu genetis (keturunan), psikofisiologis (dominasi individu dalam menggunakan belahan otaknya, yang kiri atau kanan), dan kepribadian (yang menentukan individu dalam bersikap dan cenderung stabil). Faktor yang ke dua adalah faktor eksternal yang menekankan bahwa subjective well-being yang diperoleh individu berasal dari hal-hal di luar dirinya, yaitu faktor penghasilan, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, dan umur. Dilihat melalui faktor internal yang menekankan fenomena dalam diri individu sendiri, kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam pencapaian subjective well-being nya. Karakter kepribadian yang terbuka terhadap lingkungannya dan mudah beradaptasi secara positif merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
sikap yang memiliki pengaruh yang baik bagi subjective well-being. Karakter tersebut merupakan sikap-sikap yang biasanya dibawa oleh individu dengan kepribadian yang cenderung ekstrovert. Individu yang memiliki tingkat ekstrovert yang tinggi dapat mudah menerima dirinya sendiri sebagai bagian dari dunia sekitarnya, sehingga dapat dengan mudah meningkatkan emosi positif yang juga dapat berasal dari hubungan yang baik dengan lingkungannya. Masih dalam lingkup faktor internal, faktor gen dipercaya juga mempengaruhi karakter yang dibawa individu , salah satunya adalah kemampuan individu dalam menangkap kelucuan-kelucuan disekitarnya. Individu dalam merespons dan mengeluarkan humor dianggap diperoleh dari dasar gen. Hal ini dijelaskan dengan pernyataan bahwa perilaku humor individu dengan orangtua dan saudara sekandungnya cenderung saling mirip, meskipun tak bisa dipungkiri hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dimana individu tersebut bersosialisasi setiap harinya. Kemampuan atau karakter individu dalam menangkap dan mengeluarkan stimulus humor sering disebut dengan sense of humor.
B. Sense of Humor 1. Pengertian sense of humor Menurut Eysenck (1988), tokoh dan peneliti di studi sense of humor, sense of humor adalah karakter kepribadian yang penting dan berharga, yang melibatkan kemampuan individu dalam mengapresiasi dan memproduksi suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
humor/ kelucuan, yaitu melalui sense of humor yang dimiliki, individu mampu untuk mengapresiasi/tertawa terhadap stimulus yang dipersepsi lucu, dan mampu pula untuk mencetuskan hal jenaka yang membuat orang disekelilingnya tertawa. Martin (2007) menyatakan bahwa sense of humor adalah karakteristik yang merujuk pada perbedaan respons emosional individu dalam konteks kegembiraan sosial, yang ditunjukkan melalui persepsi mengenai keganjilan yang lucu dan diekspresikan melalui senyuman dan tawa. Lefcourt (dalam Snyder dan Lopez, 2002) juga memberikan definisi mengenai sense of humor, yaitu ciri yang dimiliki seseorang, yang mendorong individu untuk tidak terlalu serius dalam mengahadapi dirinya sendiri dan hal-hal lain yang dialami. Drever (dalam Roeckelein, 2002) juga menjelaskan bahwa sense of humor merupakan sensasi psikologis melalui rasa simpati (secara langsung) dan empati (secara tidak langsung) mengenai karakter dalam situasi kompleks yang membangkitkan kegembiraan dan tawa. Bahkan Ruch (dalam Raskin, 2008) menyatakan bahwa sense of humor merupakan kontributor yang potensial, yang dimiliki individu, dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sense of humor adalah karakteristik penting yang dimiliki oleh setiap individu dalam mempersepsikan dan merespons hal lucu yang mampu untuk membangkitkan kegembiraan dan tawa, sehingga individu dapat mencapai keutuhan dan kebahagiaan hidup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
2. Aspek sense of humor Menurut Eysenck (1998), ranah sense of humor menekankan tiga aspek yang berdiri secara sendiri-sendiri. Dalam beberapa kasus, pengaruh dari salah satu aspek dapat lebih kuat daripada pengaruh dari aspek yang lain, aspek-aspek tersebut adalah: a. Kognitif Penekanan pada aspek ini adalah mengenai keganjilan, kekontrasan antara beberapa ide, dan terkecoh dari apa yang diduga sebelumnya. Merujuk pada teori Freud (dalam Eysenck, 1998), aspek kognitif dapat dikategorikan sebagai comic. Comic adalah kategori pengalaman individu dalam humor yang berkaitan dengan hal-hal jenaka yang bersumber dari bentuk nonverbal, seperti badut sirkus dan komedi slapstick (komedi yang menggunakan kekasaran, seperti memukul dan menampar). Pada saat mengalami kelucuan, observer mengerahkan sejumlah energi mental untuk menantikan kejadian sesuai apa yang diharapkan, ketika yang disangka sebelumnya ternyata tidak terjadi, akhirnya energi mental yang terkumpul dikeluarkan sebagai tawa. b. Afektif Aspek afektif pada sense of humor ditekankan oleh individu yang lebih condong mengarahkan perhatiannya pada komponen emosional yang dimiliki. Komponen emosi yang dimaksudkan adalah dapat mengenai kegembiraan sepenuhnya (pure joy), atau kegembiraan lain yang dikombinasikan dengan beberapa emosi lain, seperti ketakutan atau kemarahan.Merujuk pada teori commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Freud (dalam Eysenck, 1998), aspek afektif ini dapat dikategorikan sebagai humor. Humor terjadi pada saat individu biasanya mengalami emosi negatif, seperti ketakutan, kemarahan, dan kesedihan, akan tetapi situasi negatif ini mampu menghasilkan persepsi yang menggembirakan atau elemen yang ganjil. Menurut Freud (dalam Eysenck, 1998), humor merupakan bentuk dari mekanisme pertahanan
ego yang memperbolehkan seseorang untuk
menghadapi situasi yang sulit tanpa dihujani oleh emosi yang negatif. c. Konatif Konatif dalam psikologi sering dikaitkan dengan ekspresi dari impuls dan motivasi individu untuk meraih sesuatu. Aspek konatif pada sense of humor menekankan pada hubungannya dengan kepuasan akan hasrat untuk menang, atau “keagungan diri”. Maksudnya di sini adalah saat seseorang merespons stimulus humor dengan sebuah tawa, itu menyebabkan rasa kemenangan dalam alam sadarnya. Merujuk pada teori Freud (dalam Eysenck, 1998), aspek konatif ini dapat dikategorikan sebagai wit/ joke. Joke adalah suatu kategori pengalaman humor yang memperkenankan individu untuk mengekspresikan sisi agresifnya yang selama ini berada di alam bawah sadar dan dorongan seksual yang biasanya ditekan. Berdasarkan tiga aspek yang diutarakan oleh Eysenck, Martin (2007) melakukan pendalaman dan menambahkan pendapatnya mengenai aspek sense of humor. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Eysenck (1988), sense of humor adalah karakter yang melibatkan kemampuan individu dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
mengapresiasi dan memproduksi suatu humor. Martin mendalaminya dengan mengungkapkan aspek proses kognitif-perseptual merupakan aspek yang berkaitan dengan produktivitas humor dan juga mengungkapkan aspek respons emosional dan ekspresi vokal-behavioral merupakan aspek yang berkaitan dengan apresiasi terhadap humor, sedangkan aspek yang terakhir merupakan tambahan dari Martin (2007), yaitu aspek sense of humor dalam kaitannya dengan konteks sosial karena aktivitas humor merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan saat individu bercengkrama dengan individu lainnya. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Aspek proses kognitif-perseptual Untuk dapat memproduksi humor, seseorang membutuhkan informasi proses mental yang datang dari lingkungan atau ingatan, lalu informasi tersebut bermain dengan ide-ide, kata-kata, atau perbuatan dalam suatu cara yang kreatif, lalu dengan cara itu diproduksilah pengucapan lucu secara verbal atau aksi jenaka secara nonverbal yang dipersepsikan lucu oleh orang lain. Selain itu, proses mental juga dilakukan individu saat mengapresisi humor, yaitu saat munculnya informasi,
indra penglihatan/ pendengaran akan
menangkap informasi tersebut, lalu akitivitas mental akan memproses artinya, dan akhirnya informasi tersebut akan dihargai sebagai sesuatu yang tidak begitu serius, menyenangkan, dan lucu. Beberapa hal yang merupakan fokus kognisi dalam hal humor adalah: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
1) Informasi humor yang akan diproses dapat diambil individu dari apa yang orang lain katakan atau lakukan, atau buku yang dibaca. 2) Humor melibatkan sebuah ide, gambaran, teks, atau peristiwa yang dirasa ganjil, aneh, unik, tak terduga, mengagetkan, atau jauh dari kesan biasa saja. 3) Individu juga membutuhkan hal-hal dan suasana kondusif yang menyebabkannya menghargai suatu stimulus sebagai hal yang tidak serius atau tidak penting. b. Aspek respons emosional Persepsi akan humor tanpa kecuali juga memunculkan sebuah kenikmatan respons emosional, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: 1) Emosi menyenangkan yang berkaitan dengan humor merupakan suatu perasaan unik yang sering dideskripsikan dengan ungkapan hiburan, keriangan, kelucuan, dan kegembiraan. 2) Studi psikologi telah menyingkap bahwa stimulus humor dapat meningkatkan suasana hati yang positif. 3) Humor adalah pengalaman yang membuat setiap orang berusaha mengulanginya sesering mungkin, karena individu akan mengalami tingkat emosi tinggi yang menyenangkan yang berakar dari proses biokimia yang ada di dalam otak. 4) Situasi menyenangkan yang dialami individu berkaitan pula dengan berbagai macam aktivitas yang menyenangkan pula, seperti makan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
mendengarkan musik yang nyaman, aktivitas seksual, dan bahkan proses modifikasi suasana hati yang dibawah pengaruh obat. c. Ekspresi vokal-behavioral dalam tawa Kegembiraan yang dibawa oleh humor mempunyai aspek ekspresif, yaitu tawa dan senyuman. Ekspresi dalam menyikapi humor secara rinci dijelaskan sebagai berikut: 1) Tawa merupakan fungsi sikap yang penting, yaitu dapat meletakkan individu dan lingkungan sekitarnya dalam keadaan emosi yang positif. 2) Pada intensitas yang kecil, reaksi akan humor diekspresikan dengan senyuman kecil. 3) Pada intensitas yang meningkat, ekspresi ini berubah menjadi seringai yang lebih luas dan ada tawa yang audibel. Pada intensitas yang sangat tinggi, emosi ini diekspresikan melalui tawa yang terbahak-bahak (guffaw), disertai dengan muka memerah, terguncangnya tubuh, dan memukul kawan disebelahnya. d. Aspek konteks sosial Pada dasarnya aktivitas humor merupakan fenomena sosial. Individu akan lebik sering tertawa dan bercanda ketika bersama orang lain daripada saat sendirian. Beberapa hal yang terkait dengan munculnya humor dalam sosial konteks, yaitu: 1) Individu yang mempunyai lagak/ gaya suka melucu (playful manner) memperbesar kesempatannya untuk bersosialisasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
2) Untuk bisa interaktif memunculkan kemampuan humor di dalam perilaku atau perbincangan yang lama, individu harus berada dalam suasana lepas dan santai. 3) Aktivitas humor dapat terjadi di dalam situasi apapun juga, akan tetapi humor akan lebih sering terjadi pada suasana sosial yang tidak begitu serius. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan, menurut Eysenck (1998), aspek sense of humor individu dibagi menjadi tiga, yaitu aspek kognitif yang menekankan pada keganjilan dan kekontrasan antara beberapa ide, aspek afektif yang menekankan pada sense of humor individu yang lebih condong perhatiannya pada komponen emosional yang dimiliki, dan aspek konatif yang lebih menekankan pada hubungannya dengan kepuasan individu terhadap humor dan ekspresi yang meliputinya. Tiga aspek sense of humor yang dikemukakan oleh Eysenck tersebut, diperdalam oleh Martin (2007), seorang pemerhati dalam studi humor, dengan mengemukakan empat aspek yang terlibat dalam proses sense of humor, yaitu aspek kognitif-perseptual yang mengkarakteristikkan humor sebagai jenis khusus dari proses kognisi, aspek respons emosional yang mengedepankan bahwa humor juga memunculkan sebuah kenikmatan respons emosional, aspek ekspresi vokal-behavioral dalam tawa yang berpendapat bahwa kegembiraan yang dibawa oleh humor mempunyai aspek ekspresif, dan konteks sosial yang berfokus bahwa aktivitas humor merupakan fenomena sosial. Melalui perkembangan dan pendalaman yang telah dilakukan, peneliti memutuskan untuk menggunakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
empat aspek yang ditegakkan oleh Martin (2007), yang dirujuk melalui tiga aspek sense of humor yang diusung terlebih dahulu oleh Eysenck.
3. Gaya sense of humor
Martin (2007), sebagai peneliti dalam studi sense of humor juga merancang gaya-gaya sense of humor yang digunakan untuk membedakan antara gaya humor yang berpotensi menimbulkan keuntungan dan kerugian bagi individu yang mengusungnya. Meskipun rancangan ini tidak berkaitan dengan aspek-aspek yang diperdalamnya dari teori Eysenck (1998) yang digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam penelitiannya, namun studi ini dapat memperluas wawasan dalam mempelajari karakter sense of humor itu sendiri. Ada empat gaya sense of humor yang ditegakkan, dua diantaranya dianggap cenderung bersifat adaptif atau sehat (gaya afiliatif dan gaya memperbaiki diri) dan dua yang lain dianggap cenderung berpotensial merugikan atau tidak sehat (gaya agresif dan gaya penyerangan diri). Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Afiliatif Afiliatif dalam humor adalah suatu kecenderungan individu untuk mengemukakan hal-hal lucu, canda, mengaitkan gurauan cerdik yang spontan untuk membuat sekelilingnya terhibur atau gembira, untuk membuat sekelilingnya merasa damai, memperlancar pertemanan, dan mengurangi tegangan dalam bersosialisasi. Gaya humor afiliatif ini merupakan humor yang “menghina” diri sendiri dalam arti positif, maksudnya adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
kecenderungan seseorang untuk berbincang hal yang lucu atau kebodohan mengenai dirinya sendiri, akan tetapi tetap mempertahankan rasa penerimaan diri (self acceptance). Gaya humor ini juga termasuk gaya humor toleran yang menguatkan dirinya sendiri dan orang lain. b. Memperbaiki diri (self-enhancing) Sense of humor gaya memperbaiki diri (self-enhancing) ini menyangkut kecenderungan untuk mempertahankan perspektif mengenai hal lucu walaupun sedang dalam keadaan tertekan dan kemalangan. Humor selfenhancing ini berkaitan dengan penggunaan humor sebagai regulasi emosi atau coping mechanism, yang diharapkan dapat membantu individu untuk mengatasi dan menanggulangi kecemasan hidup. c. Agresif Gaya sense of humor agresif melibatkan unsur humor negatif, seperti sindiran tajam (sarkasme), mengganggu, ejekan, cacian, dan hinaan. Gaya agresif ini merupakan gaya sense of humor yang terfokus pada humor yang maladaptif, karena kecenderungannya untuk mengekspresiakn humor tanpa memandang dampaknya bagi orang lain. Gaya humor ini juga adalah suatu gaya humor dengan ekspresi kompulsif, yang mana individu dengan gaya humor ini sulit untuk melawan dorongannya untuk melontarkan hal-hal lucu yang membuat orang lain terluka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
d. Menyerang diri (self-defeating) Humor gaya ini melibatkan humor “menghina” pada diri sendiri yang sudah kelewatan. Gaya sense of humor ini merupakan gaya yang cenderung tidak baik, karena membiarkan dirinya sendiri menjadi sasaran humor yang negatif dan maladapatif. Individu dengan gaya humor ini berupaya untuk menyenangkan orang lain lewat perbuatan dan perkataan jenaka mengenai diri sendiri dengan cara mengizinkan orang lain untuk merendahkannya. Gaya humor menyerang diri ini cenderung untuk melibatkan perilaku humornya sebagai wujud menyembunyikan diri dari perasaan negatif. Individu yang sering menggunakan gaya humor ini terlihat cukup gembira atau menikmati, akan tetapi juga merasakan elemen lemahnya emosi yang dimiliki, penghindaran, dan rendahnya harga diri yang terjadi karena gaya humor yang digunakan ini. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Martin (2007) mengemukakan empat gaya dari sense of humor, yaitu sense of humor gaya afiliatif, perbaikan diri (self-enhancing), agresif, dan penyerangan diri (selfdefeating). Sense of humor gaya afiliatif berfokus pada kecenderungan individu untuk melakukan aktivitas humor untuk membuat sekelilingnya gembira dan mengurangi tegangan dalam bersosialisasi, sense of humor gaya perbaikan diri menitik beratkan pada penggunaan humor sebagai regulasi emosi atau coping mechanism yang diharapkan dapat membantu individu untuk mengatasi dan menanggulangi kecemasan hidup, sense of humor gaya agresif melibatkan unsur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
humor negatif yang digunakan untuk menyerang dan menyakiti orang lain, sedangkan sense of humor gaya penyerangan diri melibatkan humor “menghina” pada diri sendiri yang membiarkan dirinya sendiri menjadi sasaran humor yang negatif dan maladapatif.
C. Tipe Kepribadian Ekstrovert 1. Pengertian tipe kepribadian ekstrovert Kepribadian menurut Allport (dalam Sobur, 2003) adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisis dalam individu yang turut menentukan caracaranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Menurut Jung (1991), kepribadian (psyche) memiliki sebuah sistem penilaian yang secara luar biasa berkembang dengan baik, nilai tersebut sering dianggap sebagai energi yang keluar. Jung (1953) menambahkan, ada dua tipe karakteristik kepribadian yang memiliki fungsi sangat berbeda diperannya dalam adaptasi dan orientasi hidup tiap individu, dua tipe tersebut adalah tipe ekstrovert dan tipe introvert. Individu dengan tipe introvert adalah individu yang terfokus pada dunia subjektifnya, yang orientasi libidonya tertuju dalam dirinya sendiri, sedangkan individu dengan tipe ekstrovert adalah individu yang terfokus pada dunia objektifnya, orientasi utamanya tertuju keluar sehingga baik pikiran, perasaan, maupun tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Selain itu, Eysenck (1991), pemerhati dan peneliti mengenai tipe introvert-ekstrovert, menyatakan tiga perbedaan pokok antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, yang pertama adalah individu dengan tipe kepribadian introvert mempunyai wawasan yang lebih subjektif daripada individu ekstrovert yang memiliki pandangan lebih objektif. Kedua, individu dengan tipe kepribadian introvert menunjukkan aktivitas berpikir (cerebral activity) yang lebih sering daripada individu ekstrovert yang cenderung sering melakukan aktivitas yang ditunjukkan dalam perilakunya (behavioral activity). Perbedaan yang terakhir adalah individu dengan tipe kepribadian introvert lebih mampu untuk melakukan kontrol diri daripada individu tipe ekstrovert yang cenderung meledak-ledak. Arndt (1974) menjelaskan mengenai tipe ekstrovert, yaitu suatu tipe yang mengarahkan
individu
untuk
berorientasi
secara
positif
kepada
dunia
disekelilingnya, sedangkan menurut Lucas (dalam Eid dan Larsen, 2008), individu dengan kepribadian introvert lebih pendiam dan pasif dalam bersosialisasi. Memang kedua tipe ini tetap melakukan sosialisasi dengan lingkungannya, akan tetapi karena individu ekstrovert lebih dapat bersosialisasi daripada individu introvert, individu ekstrovert akan lebih menikmati suasana sosial daripada individu introvert. Meskipun memiliki kecenderungan dan minat yang berbeda-beda, tetap saja bersosialisasi dengan orang lain adalah hal yang menyenangkan, dan individu ekstrovert yang akan lebih berbahagia sehingga dapat meraih subjective well-being nya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian ekstrovert adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisis dalam individu yang menentukan cara-caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, yaitu dengan kesadarannya, individu mengarahkan energi psikisnya untuk berorientasi secara positif kepada dunia disekelilingnya sehingga baik pikiran, perasaan, maupun tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial.
2. Aspek-aspek dari tipe kepribadian ekstrovert Telah dijelaskan sebelumnya, kedua tipe kepribadian introvert dan ekstrovert ini dimiliki oleh setiap individu dan penentuan apakah individu dapat disebut memiliki tipe ekstrovert ataupun introvert didasarkan pada kecenderungan tipe mana yang paling menonjol dan paling tampak dalam pembawaan keseharian individu (dalam Jung, 1953). Individu dengan tipe ekstrovert, dalam kondisi sadar mempunyai orientasi yang sangat dominan pada objek dan objektif data di luar dirinya daripada orientasinya ke dalam dirinya/ proses subjektif yang berada dalam kondisi tak sadarnya, dan pernyataan Jung (1953) ini menekankan bahwa dominasi suatu tipe ditunjukkan pada keaadaan saat individu dalam keadaan sadar (consciousness) yang ditunjukkan dalam beberapa aspek, yaitu: a. Minat (interest) Individu dengan sikap ekstrovert selalu menekankan bahwa penilaian objektif mempunyai peran yang lebih besar daripada penilaian subjektif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
sebagai faktor penentu dalam kesadarannya. Alasan mengapa individu yang ekstravert sangat tertarik dan mempunyai minat pada kondisi objektif di luar dirinya adalah karena, menurut individu pada tipe ini, objek disekitar dirinya memiliki kerja layaknya magnet yang menarik individu untuk lebih condong kearah objektif daripada subjektif ke dalam dirinya. Sebaliknya, bila dibandingkan dengan minat pada individu introvert, individu dengan tipe ekstrovert memiliki anggapan yang tak pernah berubah bahwa subjek adalah pusat dari setiap ketertarikan/ minat. Subjek adalah magnet yang akan merenggut godaan objek di luar dirinya dan menjauhkannya untuk mendekat ke arah subjek/ ke dalam dirinya. b. Perhatian (attention) Atensi/ perhatian adalah aspek selektif yang membuat individu mengarahkan proses persepsinya pada sejumlah elemen stimulus yang dipilih dan menyingkirkan elemen stimulus yang mengganggu/ yang lain. Individu ekstrovert mengatur kedudukan bahwa subjek berada dibawah kepentingan objek, dimana objek memiliki perhatian dan nilai yang lebih berkuasa dalam kehidupannya. Kontras dengan perhatian pada individu ekstrovert, individu introvert mengatur diri dan proses psikologis subjektifnya diatas objek dan proses objektifnya, atau dapat dikatakan subjektivitas yang dimiliki selalu berusaha untuk mengandaskan gerak objektivitas, sehingga sikap ini memberikan nilai yang lebih tinggi pada subjek dalam dirinya daripada objek yang berada di luar/ sekeliling dirinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
c. Tindakan (action) Seperti yang telah berkali-kali dijelaskan, bahwa individu ekstrovert meletakkan orientasi pada objek dan fakta objektif di luar dirinya, objek juga merupakan penilaian yang paling berkuasa pada keputusan dan tindakan yang diambil oleh individu pada tipe ini. Tindakan-tindakan yang diambil juga sebagai hasil dari pengaruh hal dan orang-orang disekitar dirinya, dan itu sangat berhubungan dengan kondisi objektif. Meskipun demikian, tindakan objektif yang dilakukan ini tidak semata-mata murni reaktif karena adanya rangsangan lingkungan. Karakter ekstrovert ini sangat konstan terhadap keadaan yang aktual, sehingga pada akhirnya dapat menemukan tindakan yang tepat dan sesuai dalam keterbatasan situasi objektif yang ditangkap. Dua tipe kontras yang dikemukakan oleh Jung merupakan teori fenomenal yang menginspirasi banyak peneliti untuk mengamati dan menelusuri keberadaan dua sikap yang berbeda ini dalam diri tiap individu. Salah satunya adalah Eysenck, namun tidak seperti Jung yang lebih menekankan pada libido yang masuk atau keluar, Eysenck lebih menekankan pada beragam sifat/ karakteristik yang dibawa oleh tipe kepribadian ekstrovert-introvert (dalam Ewen, 2003). Menurut Eysenck, dkk. (1992), aspek karakteristik yang memberikan kontribusi bagi kemunculan kepribadian ekstrovert adalah sebagai berikut: a. Active-inactive Pribadi yang ekstrovert adalah pribadi yang tidak bisa berdiam diri atau hanya merenung dalam suatu jangka waktu yang lama. Individu dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
karakter ini akan selalu mencari kesibukan dan kegiatan. Karakter yang biasanya dilakukan adalah: 1) Individu dengan kepribadian ekstrovert akan selalu bertindak penuh dengan semangat dan selalu berhasrat untuk melakukan kegiatan. 2) Individu yang aktif biasanya memiliki gaya berbicara yang cepat. Hal ini membantu individu untuk menuangkan banyaknya pendapat yang ada di dalam benaknya. Kebalikan dari ekstrovert yang active adalah individu tipe introvert yang cenderung inactive. Individu ini lebih memilih dan menyukai kegiatankegiatan yang tidak menuntut dirinya untuk mengeluarkan energi yang banyak. Individu dengan tipe introvert cenderung memilih kegiatan yang pasif, seperti menjadi pendengar dalam suatu acara, pengamat dalam suatu kegiatan, ataupun penikmat, dan menyukai kegiatan yang tidak menguras tenaga, seperti membaca di tempat yang sepi dan menulis dalam ketenangan. b. Sociable-unsociable Telah menjadi sebuah tendensi diantara ahli psikologi dan pendidik di Amerika untuk memandang ekstraversi sebagai reinterpretasi dari ranah sikap sosial (social behavior). Ekstraversi selalu didekatkan oleh kemampuan dalam bersosialisasi, sedangkan introversi dipandang sebagai kecenderungan untuk menjauhkan diri dari kontak sosial. Kontras dengan individu bertipe ekstrovert yang suka bersosialisasi, individu introvert tidak begitu memiliki kemampuan untuk mencairkan suasana disekelilingnya, namun hal ini bukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
berarti individu introvert tidak melakukan sosialisasi dengan lingkungannya. Individu bertipe introvert memang kurang menyukai berkumpul dengan teman-temannya dan lebih suka merenung dan berpikir, namun bukan berarti individu ini sama sekali tidak berinteraksi dengan yang lain. c. Assertive-unassertive Individu dengan tipe ekstravert memiliki sikap yang asertif. Sikap asertif adalah sikap tegas yang dimiliki seseorang agar daya otonomi terhadap dirinya sendiri dapat berjalan optimal sehingga tidak terus tunduk kepada intimidasi di dunia sekitar. Sikap ini mengarah pada: 1) Individu ini mampu menjadi pemimpin bagi dirinya untuk membuat suatu keputusan sendiri mengenai suatu hal mengenai dirinya tanpa merasa terbebani akan pendapat atau tekanan dari sekitarnya. 2) Sikap asertif juga ditunjukkan dengan kesediaan seseorang untuk terbuka dengan tantangan yang ada disekitarnya. 3) Sikap asertif ini juga akan mengarahkan individu untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri. 4) Individu yang asertif tidak akan ragu untuk mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkan kepada lingkungannya. Tidak seperti individu ekstrovert yang mampu mengutarakan apa yang telah menjadi prinsip hidupnya, individu introvert cenderung kurang dapat asertif untuk menunjukkan ke sekitarnya akan apa sebenarnya yang diinginkan dan dirasakan, sehingga sering ditemukan sikap yang cenderung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
tidak mandiri, pengaruhnya lemah terhadap yang lain, dan tidak begitu menuntut atas hak-hak yang seharusnya diterima. d. Expressive-inhibited Bila dikaitkan dengan tipe kepribadian ekstrovert-introvert, individu bertipe ekstrovert cenderung untuk dapat melepaskan emosinya ke setiap perilaku, perkataan, dan mimik wajahnya dengan bebas. Individu yang ekspresif, sesungguhnya melibatkan ekspresi emosi yang dimilikinya dengan emosi komunikasi nonverbal sebagai petunjuknya, dan tentu saja dalam kesesuaian konteks dan situasi sosial. Proses inilah yang membuat individu dengan sikap ekstrovert mudah untuk ekspresif, karena pandangannya yang objektif ke lingkungannya. Hal ini tidak seperti individu dengan tipe introvert yang cenderung segan untuk melepaskan ekspresinya (inhibited). Menurut Eysenck (1998), individu yang introvert menunjukkan derajat yang lebih tinggi dalam aktivitas otaknya (cerebral activity), sedangkan individu yang ekstrovert menunjukkan derajat yang lebih tinggi dalam aktivitas perilakunya (behavioral activity). Hal inilah yang membuat individu introvert lebih akan berpikir dua kali untuk melepaskan ekspresinya daripada individu ekstrovert yang lebih bebas dan spontan. e. Dogmatic-flexible Individu dengan kepribadian ekstrovert cenderung untuk memiliki karakter seperti ini, karena spontanitas dan kurang mampunya dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
merenungkan kembali suatu hal. Dogmatis merupakan kecenderungan untuk memiliki keyakinan yang pasti dan dipegang teguh, didasarkan kepada otoritas dan menerima secara independen fakta-fakta dan dukungan empiris lainnya, namun pandangan yang dipegang tidak menggunakan pembuktian, sehingga amat besar kemungkinannya untuk mengalami kesalahan dalam membuat suatu kesimpulan. Sikap dogmatis yang dimiliki oleh individu dengan tipe ekstrovert ini berkebalikan dengan sikap fleksibel pada individu introvert. Individu dengan kepribadian introvert akan memikirkan kembali tentang kebenaran ataupun kesalahan dari pendapat yang telah diambil, akan tetap berkompromi dengan pihak yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan akan mudah berhenti saat terjadi perdebatan yang alot dengan orang lain. f. Aggression-peaceful Menurut Eysenck, individu dengan tipe ekstrovert tidak selalu dapat dipercaya dan terkadang mudah marah. Perilaku agresi ini ditunjukkan oleh individu dengan tipe ekstrovert, seperti mengekspresikan kemarahan baik secara langsung maupun tak langsung, sering mengeluarkan pendapat dengan kasar, dan cenderung melakukan sindiran tajam/ cemoohan. Meskipun tak bisa dipungkiri kombinasi dari perilaku agresif dan kemauan yang tinggi merupakan realisasi ideal dari individu yang kuat dalam mengahadapi persaingan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Kebalikan dari karakter agresif yang dimiliki oleh individu dengan tipe ekstrovert, individu dengan tipe introvert cenderung untuk jarang marah dan memilih menghindar dari konflik personal. Karakter ini dapat diterima secara positif sebagai anggapan karena individu tersebut lebih memilih menggunakan rasa empati dan pengertian antara satu sama lain saat peristiwa agresivitas datang, atau malah dapat dipandang dari sisi negatinya, yaitu individu tidak memiliki kepercayaan dan kekuasaan kendali atas dirinya sendiri terhadap apa yang dimiliki dan diinginkan. g. Ambitious-unambitious Perilaku ambisius merupakan aspek perilaku yang dimiliki oleh tipe kepribadian ekstrovert. Tujuan dari perilaku ambisius individu dalam lingkup ekstraversi ini adalah untuk meningkatkan kedudukan sosialnya dan nilai dalam produktivitasnya dalam meraih apa yang diinginkan. Individu ekstrovert ini sangat berambisi, pekerja keras, dan kompetitif. Tujuan hidupnya adalah keinginan yang sangat untuk dapat berusaha sekeras mungkin dalam meraih semua yang dicita-citakannya. Kebalikan dari individu tipe ekstrovert yang ambisius, individu tipe introvert cenderung memiliki perilaku yang unambitious. Individu tipe introvert akan menempatkan nilai harapan kecil dalam performansinya yang kompetitif, cenderung malu-malu, tak mempunyai tujuan. Kecenderuangn tersebut dapat terjadi karena perasaan asing terhadap tujuan demi kekuasaan sosial, atau bahkan tidak memiliki identitas diri dan visi yang jelas untuk masa depannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, menurut Jung (1953), aspek tipe kepribadian ekstrovert individu dibagi menjadi tiga, yaitu aspek minat, aspek perhatian, dan aspek tindakan. Tiga aspek tipe kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Jung tersebut, diperdalam oleh Eysenck (1992), yang lebih menekankan pada beragam sifat/ karakteristik yang dibawa oleh tipe kepribadian ekstrovert-introvert, pada tipe kepribadian ekstrovert, aspek-aspek yang ditegakkan yaitu aspek aktif yang menjelaskan bahwa individu dengan kepribadian ekstrovert akan selalu mencari kesibukan dan kegiatan, aspek sosial yang menekankan kemampuan individu ekstrovert dalam bersosialisasi, aspek asertif
yang memastikan agar daya otonomi terhadap dirinya dapat berjalan
optimal, aspek ekspresif yang cenderung untuk melepaskan emosinya dengan bebas, aspek dogmatis yang memiliki kecenderungan dalam menyatakan opini secara arogan, aspek agresi yang menyatakan dimana individu dengan tipe kepribadian
ekstrovert
cenderung
sulit
untuk
mengendalikan
ledakan
emosionalnya, dan aspek ambisius yang bertujuan meningkatkan kedudukan sosialnya dan nilai dalam produktiivtasnya dalam meraih apa yang diinginkan. Melalui perkembangan dan pendalaman yang telah dilakukan, peneliti memutuskan untuk menggunakan tujuh aspek yang ditegakkan oleh Eysenck, dkk (1992), yang dirujuk melalui tiga aspek tipe kepribadian ekstrovert yang diusung terlebih dahulu oleh Jung (1953).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
3. Tipe-tipe fungsi psikologi tipe kepribadian ekstrovert Menurut Jung (1953), setiap orang dapat didiferensiasikan dengan lebih luas, tidak hanya melalui perbedaan umum ekstrovert-introvert saja, tetapi juga melalui fungsi dasar psikologis individual. Ada empat macam fungsi dasar psikologis, yaitu pikiran (thinking), perasaan (feeling), pengindera (sensation), dan intuisi (intuition). Setiap fungsi ini dapat berperan sebagai tipe kepribadian ekstovert ataupun introvert tergantung hubungan yang nanti tercipta dengan objeknya. Kolaborasi antara empat fungsi jiwa dengan tipe kepribadian ekstrovert-introvert akan membentuk delapan tipe, yaitu pemikir ekstrovert, perasa ekstrovert, pendria ekstrovert, intuitif ekstrovert, pemikir introvert, perasa introvert, pendria introvert, dan intuitif introvert. Penjelasannya sebagai berikut: a. Pemikir ekstrovert Tipe pemikir adalah tipe yang dimiliki individu yang dalam sebagian besar masa hidupnya sering bergantung dari refleksi kognitif, sehingga disetiap aksi penting yang dikeluarkan merupakan hasil dari motif-motif yang dipertimbangkan secara intelektual. Sebagai hasil dari sikap ekstravert, individu tipe ini selalu menggunakan fungsi intelektualnya dalam setiap pengambilan keputusan, yang mana keputusan akhirnya selalu terarah pada data objektif maupun ide-ide yang menurutnya sudah valid. Ciri-ciri yang dimiliki adalah sebagai berikut: 1) Keputusan yang diambilnya ditentukan tidak semata-mata untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi teman-teman atau lingkungannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
2) Keputusannya berdasar pada formula intelektual yang telah terbentuk dan menghasilkan keyakinan, yaitu semua benar bila sesuai dengan pemikirannya dan semua salah bila tidak sesuai dengan pemikirannya. 3) Tipe ini cocok untuk menjadi seorang reformator dalam permasalahan publik, penyuluh masyarakat, dan inovator. b. Perasa ekstrovert Fungsi
perasaan
memberikan
kepada
individu
pengalaman-
pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan, ketakutan, kegembiraan, kesedihan, cinta, dan kebencian. Perasaan dalam pendirian ekstrovert terarah pada data objektif, sehingga hal-hal diluar dirinya merupakan penentu penting dalam proses ini. Ciri-ciri yang dibawa oleh tipe ini adalah: 1) Meski individu selalu mengarahkan perasaannya pada objektivitas, individu tetap dapat memiliki perasaan pribadi mengenai apa yang dirasa, hanya keputusan akhir nanti tetap berfokus pada lingkungannya. 2) Individu tipe ini akan menggunakan perasaan ekstrovertnya untuk merasakan hal-hal yang positif mengenai lingkungannya dan ditunjukkan dengan perilaku, misal pergi ke acara konser, teater, dan peragaan busana. 3) Mengadakan tekanan pada proses pikirnya, karena pikiran adalah fungsi psikis yang paling mengganggu individu ini dalam merasa. 4) Sering ditemukan pada kaum wanita karena fokusnya yang lebih menegakkan afeksi daripada kognisi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
c. Pengindera ekstrovert Fungsi pengindera adalah fungsi perseptual yang menghasilkan faktafakta konkret, sehingga individu akan melihat suatu hal semata-mata seperti apa adanya, sesuai dengan realitas yang ada. Tentu saja, sebagai tipe ekstrovert, pendriaan yang dilakukan dikondisikan oleh objek yang berada diluar diri individu. Ciri-ciri yang dibawa oleh tipe ini adalah: 1) Pemahaman individu mengenai objeknya dikembangkan secara tidak biasa, akumulasi dari pengalaman pribadinya yang actual dengan obek konkret yang diamati. 2) Pemahamannya menjadi tidak masuk akal karena individu tersebut menjadi subjek dalam pengindraan irasional dan sikap rasionalnya. 3) Tujuan hidupnya adalah mewujudkan kesenangannya tetapi juga mengedepankan moralitas. d. Intuitif ekstrovert Fungsi intuisi adalah fungsi persepsi yang bekerja melalui prosesproses tak sadar dan di bawah ambang kesadaran yang dapat melampaui fakta-fakta, perasaan-perasaan, dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan. Sesuai dengan sikap ekstrovert, maka intuisi adalah fungsi psikis yang proses persepsinya di bawah kesadaran dan sepenuhnya terarah pada objek di luar diri individu. Dalam kesadaran, fungsi intuitif ditunjukkan melalui sikap ekspektasi tertentu, yaitu dengan imajinasi mengenai masa depan (vision) yang tajam dan perseptif dimana hanya bisa dibuktikan di kemudian hari. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Ciri-ciri yang diusung oleh tipe ini adalah: 1) Individu dengan tipe intuitif ekstrovert ini selalu dinamis dan selalu muncul ketika ada peluang-peluang atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. 2) Tidak pernah ingin stabil dalam posisi atau keadaan tertentu 3) Aspek moral yang dimiliki tidak didapat dari perasaan/ pemikirannya, tetapi individu mempunyai sendiri karakteristik moralnya, yang terdiri dari pandangan intuitifnya yang setia terhadap lingkungannya dan sikap tunduknya terhadap otoritas. 4) Selalu siap untuk memperluas kemampuannya di bidang apapun, sehingga individu pernah atau sedang menggeluti berbagai profesi. Namun individu pada tipe ini tidak begitu profesional dalam bidang sosial. e. Pemikir introvert Pikiran individu introvert sangat diarahkan oleh faktor subjektif, atau setidaknya faktor subjektif ini diwakili oleh arahan dari perasaan subjektif, dimana pada akhirnya akan menentukan keputusan yang akan diambil. Pikiran subjektif ini dapat berasal dari faktor yang konkret atau abstrak, namun poin yang menentukan akan selalu diarahkan oleh data subjektif, oleh karena itu pemikiran ini tidak mengarah dari pengalaman konkret yang kembali lagi menuju hal-hal yang objektif, akan tetapi akan selalu tertuju pada konten subjektivitas. Selain itu, tujuannya tidak pernah bersentuhan dengan intelektualitas yang memproses hal konkret dan aktual. Tujuannya adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
untuk membenarkan bahwa fakta yang ada sudah sesuai dan memenuhi dengan kerangka ide yang diciptakan. f. Perasa introvert Perasa introvert sangat ditentukan oleh faktor subjektif. Fakta objektif dipandang hanya sebagai pelengkap yang muncul setelah intensitas pengaruh dari dalam diri individu, jadi bila diamati, perasa introvert sangat identik dengan pemikir introvert, hanya saja perasa introvert lebih menggunakan perasaannya, sedangkan pemikir introvert lebih condong pada buah pikiran/ ide yang dihasilkan. Perasaan yang dimiliki cenderung diperdalam (intensif) daripada diluaskan (ekstensif), individu ini mengembangkan perasaannya hingga lubuk yang terdalam. Contohnya, dimana ada suatu peristiwaa yang dapat saja membuat individu mengekspresikan rasa simpatinya secara ekstensif kedalam tindakan ataupun ucapan, individu dengan tipe ini akan cepat menghilangkan pengaruh ini kedalam rasa simpati yang intensif ke lubuk perasaannya yang terdalam dan tidak mengekspresikannya. g. Intuitif introvert Individu tipe intuitif introvert, fungsi psikologisnya diarahkan pada objek yang ada didalam dirinya (inner object), dimana biasanya berhubungan dengan elemen bawah kesadaran. Individu pada tipe ini memfokuskan dirinya pada penilaian tentang pandangan pribadinya. Individu ini tidak begitu merepotkan mengenai nilai estetika yang dimiliki dan bisa dikatakan sangat parah dalam hal moral yang muncul berasal dari pemaknaan intrinsiknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Individu dengan tipe ini dapat beradaptasi dengan dirinya sendiri dan mampu memaknai sebuah peristiwa, namun tidak mampu beradaptasi dengan realitas pada masa kini yang aktual, sehingga ini menghalangi dirinya sendiri untuk terpengaruh dari berbagai macam realitas yang ada dan cenderung menjadi sosok yang tidak masuk akal. h. Pengindera introvert Tipe pengindera sangat bergantung pada pengindraan/ sensasi yang ditangkap oleh panca indera individu. Tipe ini juga memiliki faktor subjektif yang memberikan kontribusi pada pembawaan subjektif untuk mengatasi stimulus objektif. Akan tetapi sensasi tetaplah sensasi, kekuasaan faktor subjektif terkadang mendapat suatu gencetan yang sempurna dari pengaruh objek, meskipun demikian tetap saja sensasi itu akan menjadi persepsi dari faktor subjektif dan pengaruh dari objek akan tenggelam ke tingkat stimulator saja. Secara normal, objek yang tampak bukannya diperkecil pengaruhnya hingga akhirnya tak ada dalam kesadaran individu, namun stimulus objek ini dihapus dari proses ini, karena segera digantikan oleh reaksi subjektif yang tidak lagi berhubungan dengan realitas yang dimiliki objek. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa, menurut Jung (1953) setiap orang dapat didiferensiasikan dengan lebih luas, tidak hanya melalui perbedaan umum ekstrovert-introvert saja, tetapi juga melalui fungsi dasar psikologis individual. Ada empat macam fungsi dasar psikologis, yaitu pikiran (thinking), perasaan (feeling), pengindraan (sensation), dan intuisi (intuition). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Kolaborasi antara empat fungsi jiwa dengan tipe kepribadian ekstrovert-introvert akan membentuk delapan tipe, yaitu pemikir ekstrovert, perasa ekstrovert, pengindera ekstrovert, intuitif ekstrovert, pemikir introvert, perasa introvert, pengindera introvert, dan intuitif introvert. Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu melakukan pengamatan dan pengukuran pada tipe kepribadian ekstrovert, maka peneliti lebih berfokus pada tipe fungsi pada sikap ekstrovert, yaitu pemikir ekstrovert, perasa ekstrovert, pendria ekstrovert, dan intuitif ekstrovert, namun tanpa menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan munculnya tipe-tipe fungsi dari sikap introvert.
D. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya 1. Hubungan antara sense of humor dan kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya Masa dewasa madya adalah masa yang dianggap paling menakutkan dibanding seluruh jenjang periode lain yang dialami individu. Hal ini terjadi karena adanya anggapan yang tidak menyenangkan mengenai jenjang usia ini, yaitu mengenai penurunan kondisi fisik dan juga mental, sehingga cepat atau lambat individu harus melakukan suatu penyesuaian kembali terhadap perubahanperubahan yang dialami, agar supaya siap menyongsong masa lanjut usia dikemudiannya (Hurlock, 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Masa dewasa madya memang merupakan masa yang menakutkan, akan tetapi pada masa ini pula individu mendapatkan masa puncak kepuasan hidupnya. Kepuasan hidup ini, menurut Veenhoven (dalam Dockery, 2000), ditandai dengan mempunyai kehidupan penikahan yang sehat dan kehidupan karir yang mantap. Pencapaian optimal dan ideal dari kedua hal tersebut akan menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Setiap individu, secara subjektif, memaknai kepuasan dan kebahagiaan yang dialami dengan berbeda-beda. Konsep kepuasan secara luas dan dirasakan sebagai akumulasi dari perasaan yang dialami di sepanjang masa kehidupannya disebut subjective well-being. Menurut Veenhoven (dalam Eid dan Larsen, 2008), subjective well-being adalah hasil daya kognitif dalam memberikan evaluasi bahwa individu memiliki kehidupan yang bagus/ layak dan hasil aspek afeksi yaitu perasaan bahagia yang menurut individu sering dirasakan dalam setiap waktunya. Diener (2005) juga menyatakan bahwa subjective well being merupakan konsep yang luas, meliputi afek positif mengenai pengalaman menyenangkan, rendahnya tingkat afek negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi. Menurut Mroczek and Kolarz (dalam Ehrlich dan Isaacowitz, 2002), pada masa dewasa madya ini individu cenderung mempunyai afek positif yang lebih tinggi dan memiliki level afek negatif yang cenderung lebih rendah, sehingga kebahagiaan hidup pun dapat tercapai. Ruch (dalam Raskin, 2008) menyatakan bahwa ada satu hal yang dimiliki individu dan dapat menjadi kontributor yang sangat potensial dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life), yaitu sense of humor. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Sense of humor, menurut Martin (dalam Roeckelein, 2002), adalah karakteristik yang merujuk pada perbedaan respons emosional individu dalam konteks kegembiraan sosial, yang ditunjukkan melalui persepsi mengenai keganjilan yang lucu dan diekspresikan melalui senyuman dan tawa. Lefcourt (dalam Snyder dan Lopez, 2002) menerangkan bahwa sense of humor adalah ciri yang dimiliki seseorang, yang mendorong individu untuk tidak terlalu serius dalam mengahadapi dirinya sendiri dan hal-hal lain yang ia alami. Kemampuan ini membuat individu lebih santai dalam menghadapi permasalahan yang sedang menekan dan membuat individu untuk lebih menikmati hidupnya. Selain sense of humor yang berperan dalam kebahagiaan dan kepuasan hidup individu, kepribadian yang dibawa juga turut menentukan perannya. Santrock (1999) mengemukakan bahwa kepribadian yang mendukung dapat membantu individu dalam meraih fungsi psikologis yang positif, sehingga individu mampu untuk memberikan makna yang positif mengenai hidupnya. Jung (1991) menyatakan bahwa kepribadian (psyche) memiliki sebuah sistem penilaian yang secara luar biasa berkembang dengan baik, nilai tersebut sering dianggap sebagai energi yang keluar. Melalui pandangan energi yang mengalir ini, dibedakan dua tipe kepribadian yang didasarkan pada kemana energi/ libido dalam dirinya akan mengarah, dan ini akan menentukan tipe mana yang dimiliki oleh individu tersebut, kedua tipe tersebut adalah tipe ekstrovert dan introvert. Individu dengan tipe introvert adalah individu yang terfokus pada dunia subjektifnya, yang orientasi libidonya tertuju dalam dirinya sendiri, sedangkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
individu dengan tipe ekstrovert adalah individu yang terfokus pada dunia objektifnya, orientasi utamanya tertuju keluar sehingga baik pikiran, perasaan, maupun tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Menurut Suryabrata (2005), penyesuaian individu dengan kepribadian ekstrovert terhadap dunia luar berlangsung dengan baik dan mempunyai ciri-ciri hatinya terbuka, mudah bergaul, dan hubungan dengan orang lain lancar, sedangkan penyesuaian individu dengan kepribadian introvert terhadap dunia luar kurang berlangsung dengan baik, individu dengan kepribadian introvert mempunyai ciri-ciri jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, dan kurang dapat menarik perhatian orang lain. Uraian diatas menunjukkan bahwa masa dewasa madya, selain menjadi masa krisis, merupakan masa puncak kepuasan hidupnya baik dalam hal karir maupun dalam membina keluarga. Istilah yang lebih luas mengenai kepuasan hidup sebagai perasaan yang dirasakan individu pada sepanjang masa hidupnya adalah subjective well-being. Subjective well-being merupakan keadaan yang dicapai saat individu menilai bahwa kebahagiaan merupakan hal yang dirasakan dalam totalitas waktu hidupnya. Sense of humor sebagai karakter individu yang dinilai dapat meningkatakan kegembiraan, merupakan potensi yang dirasa mampu agar individu dapai mencapai keadaan subjective well-being. Selain sense of humor, individu juga dapat merasakan kebahagiaan hidup karena kepribadian yang dibawanya, terutama bila kepribadian yang dimiliki selain mampu berfungsi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
secara baik dengan dunia intrapersonal, juga mampu melakukan fungsinya dengan baik terhadap dunia interpersonalnya, yaitu lingkungan sekitarnya. Tipe kepribadain ekstrovert merupakan tipe yang mengarahkan individu untuk berinteraksi secara positif dengan dunia disekelilingnya sehingga penyesuaian dirinya terhadap dunia luar berlangsung dengan baik. Melalui karakter sense of humor yang dimiliki dan kepribadian ekstrovert sebagai pembawaannya, individu dapat mampu untuk mengevaluasi hidupnya menjadi lebih positif dan tak tertutup bagi individu untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam masa rentang kehidupannya, atau keadaan ini sering disebut dengan subjective well-being.
2. Hubungan antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya Sense of humor merupakan karakter individu yang paling penting, yang dirancang untuk membuat individu tak gentar dalam menjalani kehidupannya sehingga dapat meraih keutuhan hidup, karena sense of humor yang dimiliki individu merupakan bahan bakar yang dapat mengaktifkan hasrat dalam bermain, sehingga individu mampu untuk menikmati permainan-permainan atau tantangantantangan yang disuguhkan oleh kehidupan. Melalui sense of humor pula individu dapat mengambil makna positif atas pengalaman pahit dan negatif yang dihadapinya (Ruocco, 2007). Sependapat dengan pernyataan Ruocco, Ruch (dalam Raskin, 2008) menyatakan bahwa sense of humor merupakan kontributor yang sangat potensial, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
yang dimiliki individu, dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life). Bagi Veenhoven (dalam Eid dan Larsen, 2008), istilah yang cocok untuk menggambarkan kebahagiaan manusia secara utuh (overall happiness) adalah subjective well-being. Diener (2009d) menyatakan bahwa subjective well-being akan terpenuhi bila afek positif muncul dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada frekuensi kemunculan afek negatif, sehingga keadaan ini dapat memberikan perasaan nyaman dan riang (joyful). Selain itu subjective well-being juga diiringi dengan pemaknaan postif individu akan hidupnya, yaitu apabila individu dapat mencapai tujuannya dan merasa puas maka pemaknaan mengenai hidupnya akan baik pula sehingga subjective well-being akan terpenuhi. Keadaan puas yang dikemukakan oleh Diener seolah memiliki keterkaitan dengan karakter dari sense of humor. Kartono (2005) menjelaskan mengenai pentingnya seseorang untuk memiliki kesadaran akan humor. Kesadaran akan humor merupakan kemampuan untuk mengerti sifat-sifat yang bertentangan dan menerima keterbatasan dari diri sendiri dan manusia lain, disertai oleh perasaanperasaan lembut. Apabila individu dapat menerima dirinya sendiri dan lingkungannya berserta kekurangan-kekurangannya dengan tangan terbuka, kepuasan hidup atau bahkan subjective well-being pun sangat mungkin untuk dapat tercapai. Berdasarkan uraian di atas terlihat pentingnya karakter sense of humor yang dimiliki individu untuk menghadapi tantangan-tantangan dan permasalahancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
permasalahan hidup, namun tetap dalam suasana yang menyenangkan. Selain itu sense of humor merupakan kemampuan yang sangat berguna, yang dimiliki oleh individu, untuk dapat menyadarkan dan menerima dengan lapang dada mengenai kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri individu sendiri atau lingkungannya. Hal tersebut penting untuk mengembangkan kepuasan akan hidupnya dan menaikkan level afek positif melalui kegembiraan yang dihasilakan, sehingga individu dapat meraih keadaan subjective well-being nya.
3. Hubungan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masa dewasa madya adalah masa transisi yang dapat disebut masa krisis, namun pada masa ini pulalah individu mencapai puncak kejayaan dan mencapai kepuasan hidupnya. Staudinger dan Bluck (dalam Lachman, 2001), menyatakan bahwa pada masa madya ini, individu diharapkan dapat mencapai kemantapan dalam keluarga yang selama ini telah dibina, mendapatkan arah yang jelas dan mencapai masa puncak dalam berkarir, dan dapat secara bijak memangku tanggung jawab atas anak-anak, orangtua yang telah lanjut, dan tanggung jawab dalam komunitasnya. Pernyataan Staudinger dan Bluck tersebut juga menyatakan bahwa dalam masa dewasa madya, individu juga diharapkan untuk mencapai kemantapan dalam bersosialisasi. Pencapaian dalam hal bersosialisasi ini dapat mudah tercapai pada individu yang memiliki kepribadian yang terbuka dalam melakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
hubungan interpersonal terhadap lingkungan sekitarnya, karakter ini seperti yang dijunjung oleh tipe kepribadian ekstrovert. Arndt (1974) menjelaskan bahwa tipe ekstrovert adalah suatu tipe yang mengarahkan individu untuk berorientasi secara positif kepada dunia disekelilingnya dan individu pada tipe ini menemukan suatu kepuasan terbesar apabila individu tersebut berinteraksi dengan dunia objektifnya dan orang lain disekitarnya. Diener dan Suh (2000) juga menegaskan bahwa kehidupan bersosialisasi dengan lingkungan atau ikut serta dalam suatu komunitas merupakan satu hal yang diperlukan bagi individu untuk mendapat tingkat komponen kognitif yang diharapkan dalam mencapai subjective well-being. Komponen kognitif yang diharapkan tersebut adalah individu mempunyai pemikiran bahwa berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang memberikannya kepuasan hidup. Berdasarkan uraian di atas, pada umumnya individu pada masa dewasa madya, selain meraih kepuasan hidup melalui kesuksesan karir dan mebina keluarga, juga melalui kesuksesannya dalam bersosialisasi dalam komunitasnya. Ada satu tipe kepribadian yang dimiliki individu yang dapat mendukung dan memudahkannya untuk mencapai kesuksesan dalam bersosialisasi, kepribadian itu adalah tipe kepribadian ekstrovert. Individu dengan kepribadian ekstrovert memiliki penyesuaian diri terhadap dunia luar dengan baik. Kelebihan ini yang memungkinkan individu dengan kepribadian ini untuk dapat meraih kepuasan hidupnya dan bahkan subjective well-being nya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
E. Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya
Sense of humor Subjective Well-being pada Dewasa Madya Tipe Kepribadian Ekstrovert
Keterangan Anak panah biru
: Hipotesis 1
Anak panah merah
: Hipotesis 2
Anak panah hitam
: Hipotesisi 3 F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya. 2. Ada hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya. 3. Ada hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Variabel Kriterium
: Subjective well-being
2.
Variabel Prediktor
: a. Sense of humor : b. Tipe kepribadian ekstrovet
B. Definisi Operasional Variabel Pada penelitian ini, definisi operasional variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Subjective well-being Subjective well-being adalah keadaan yang dialami individu sebagai hasil evaluasi afektif dan kognitifnya, yaitu keadaan lebih seringnya merasakan afek positif daripada afek negatif sebagai hasil evaluasi afektifnya dan mendapatkan kepuasan hidup baik pada periode masa lalu, masa sekarang, maupun kepuasan pada pengharapannya di masa depan, dan juga kepuasan terhadap ranah di kehidupannya (demografis), sebagai hasil evaluasi kognitifnya. Tingkat subjective well-being dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan Skala Subjective Well-being yang disusun berdasar komponen subjective well-being yang dikemukakan oleh Diener, dkk. (1999). Menurut Diener, dkk. (1999) komponen-komponen tersebut terdiri atas commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
komponen afek positif, afek negatif, kepuasan hidup secara global, dan kepuasan dalam ranah kehidupan. Semakin tinggi
skor skala yang diperoleh maka akan
menunjukan semakin tinggi level subjective well-being yang dimiliki individu, sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh maka akan menunjukkan semakin rendah level subjective well-being nya.
2. Sense of humor Sense of humor adalah karakteristik yang merujuk pada fenomena konteks sosial dalam mengapresiasi stimulus humor, sehingga dapat menimbulkan kenikmatan emosional yang dapat diekspresikan melalui tawa/senyuman, dan juga dalam memproduksi humor, yaitu individu mampu untuk menghasilkan hal-hal jenaka yang didapat dari informasi-informasi disekitarnya sebagai hasil proses daya kognitif perseptual yang dimiliki. Sense of humor dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan Skala Sense of Humor yang disusun berdasar aspek sense of humor yang dikemukakan oleh Martin (2007), merupakan pendalaman dari aspekaspek yang dikemukanan oleh Eysenck (1998). Martin (2007) mengemukakan empat aspek dalam proses sense of humor, yaitu aspek kognitif-perseptual, aspek respons emosional, aspek ekspresi vokalbehavioral, dan aspek konteks sosial. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh, maka akan menunjukan semakin tinggi tingkat sense of humor yang dimiliki individu, sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh maka akan menunjukan semakin rendah tingkat sense of humor nya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
3. Tipe kepribadian ekstrovert Kepribadian ekstrovert adalah tipe kepribadian yang mengarahkan minat, perhatian, dan tindakan individu untuk berorientasi secara positif terhadap dunia sekelilingnya, sehingga terwujud pada karakter-karakternya yang khas, yaitu perilaku yang aktif, mudah untuk bersosialisasi, asertif, ekspresif, dogmatis, agresif, dan penuh ambisi. Kepribadian ekstrovert dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert yang disusun berdasar aspek kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1992). Aspek-aspek yang ditegakkan yaitu aspek aktif, aspek sosial, aspek asertif, aspek ekspresif, aspek dogmatis, aspek agresi, dan aspek ambisius. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh maka akan menunjukan semakin tinggi tingkat ekstraversi yang dimiliki individu, sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh maka akan menunjukan semakin rendah tingkat ekstraversi nya.
C. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT Telkom Divisi Telekomunikasi (Distel) Jogjakarta yang terletak di Kotabaru, yang memiliki karyawan berusia dewasa madya sebanyak 97 jiwa dengan ciri-ciri berusia 40-60 tahun, pria dan wanita, dan telah berkeluarga. Peneliti tidak mencermati mengenai pengaruh jenis kelamin, baik pria maupun wanita, karena menurut Diener (2009d), perbedaan yang dihasilkan melalui perbandingan level subjective well-being antara pria dan wanita masih terlalu kecil, yaitu dengan r sebesar 0,04, sehingga dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
penelitian ini tidak bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat subjective well-being tersebut baik pada wanita maupun pria. Peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di PT Telkom karena PT Telkom mengedepankan visi yang sesuai dengan penelitian subjective well-being, khususnya dalam hal mengembangkan afek positif karyawannya. Visi PT Telkom secara umum adalah ingin menyentuh para customer dari hati ke hati, maka dari itu PT Telkom menetapkan lima nilai yang menuntun perilaku pegawai-pegawainya dalam menyediakan produk dan jasa bagi customer, yaitu heart, assured, progressive, empowering,dan expertise, atau sering disingkat dengan sebutan HAPEE. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan PT Telkom Distel Jogjakarta yang terletak di Kotabaru, yang dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti yang menganggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam diri subjek dan sesuai dengan kriteria yang sebelumnya telah ditentukan. Peneliti menggunakan studi populasi karena mempertimbangkan jumlah populasi yang tidak begitu besar, dengan demikian untuk try out, peneliti menggunakan 42 karyawan di kantor Telkom Plasa Kabupaten Sleman yang diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, dan menggunakan keseluruhan 97 karyawan
kantor
Telkom Distel yang terletak di Kotabaru sebagai populasi yang digunakan untuk penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
D. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan tiga jenis skala sikap yang dibuat oleh peneliti sendiri, yaitu Skala Subjective Well-being, Skala Sense of Humor, dan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert. Skala yang digunakan berpedoman pada skala Likert yang telah dimodifikasi. Tiap skala memiliki keterangan jawaban yang berbeda. Penyusunan aitem-aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi aitem favorable dan unfavorable yang dibuat dalam empat jawaban. 1. Skala Subjective Well-being Skala subjective well-being ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan empat komponen yang dikemukakan oleh Diener (1999), yaitu aspek afek positif, afek negatif, kepuasan hidup secara global, dan kepuasan dalam ranah kehidupan. Penjelasannya sebagai berikut: a. Afek positif Afek positif adalah suatu kondisi yang didapat saat individu merasa bahwa dirinya dalam keadaan yang baik/ positif. Kebahagiaan seutuhnya/ subjective well-being tidak didapatkan melalui kuatnya intensitas afek positif yang dialami oleh individu, namun lebih ditekankan pada frekuensi seringnya individu merasakan dan mengalami afek potif tersebut. Selain itu afek positif dapat memberikan sebuah motivator dan ganjaran (reward) internal yang dapat meningkatkan kemungkinan individu untuk melanjutkan usahanya dalam meraih harapan yang ingin dicapai. b. Afek negatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Saat hubungan antara afek negatif dan positif menjadi perdebatan, Bradburn dan Caplovitz (dalam Diener, dkk., 1999) berpendapat bahwa afek positif dan afek negatif merupakan dua hal yang independen sehingga harus diukur secara terpisah. Hal ini juga dibenarkan oleh Diener, Smith, dan Fujita (dalam Diener, dkk., 1999) dengan penelitiannya yang menggunakan pengukuran multimetode untuk mengontrol kesalahan dalam mengukur kerja kedua afek ini. Penelitian ini menghasilkan suatu penemuan bahwa kedua komponen afek positif dan negatif ini memang memiliki hubungan yang bertolak belakang secara moderat, namun memiliki hubungan yang terpisah secara lebih jelas. Afek negatif merupakan suatu kondisi yang diperoleh saat individu merasa bahwa dirinya berada dalam kondisi yang negatif yang membuatnya tidak nyaman. Hal ini dapat dirasakan individu saat mengalami suatu peristiwa yang membuatnya pesimis dan sulit memaknai hal-hal positif yang ada dalam diri dan lingkungan sekitarnya. c. Kepuasan hidup Komponen kepuasan hidup ini menekankan bahwa subjective wellbeing diidentifikasi dengan sikap bersahabat individu terhadap kehidupannya secara keseluruhan. Ini meliputi penerimaan individu terhadap apa yang telah dicapai pada masa lalu, puas dan menghargai apa yang telah didapat pada masa sekarang, dan memiliki pandangan positif akan apa yang terjadi pada masa depannya. Tidak seperti komponen afek yang didapat melalui kuantitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
peristiwa positif yang dialaminya, komponen kepuasan hidup didapat melalui kualitas hidup individu yang diambil berdasarkan evaluasi hidupnya secara keseluruhan. d. Kepuasan dalam Ranah Kehidupan Melalui pertimbangan bahwa kepuasan hidup juga dipengaruhi oleh kepuasan individu berdasarkan ranah-ranah kehidupannya, maka Diener, dkk. (1999) menambahkan satu komponen lagi dalam subjective well-being, yaitu kepuasan hidup dalam ranah kehidupan (domain satisfaction). Kepuasan domain ini menekankan fokusnya pada beberapa aspek spesifik dalam kehidupan seperti kepuasan dalam pekerjaan, dalam pernikahan, kesehatan, pendapatan, adanya waktu luang, kepuasan terhadap diri sendiri, dan kepuasan dalam berkelompok. Perlu diperhatikan bahwa dalam subjective well-being, komponen afek negatif merupakan komponen yang kontra terhadap komponen yang lain dan subjective well-being itu sendiri. Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa subjective well-being merupakan kondisi lebih seringnya individu merasakan afek positif daripada afek negatifnya. Penskoran komponen afek ini dijelaskan Pavot (dalam Eid dan Larsen, 2008) dengan menyatakan bahwa skor mengenai kondisi afek yang dirasakan individu didapat dari jumlah total skor afek positif dikurangi afek negatif. Melalui penjelasan itulah peneliti, dalam penskoran, akan menggunakan formula subjective well-being dari Libran (2006), yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
dikembangkannya dari teori Diener, dkk. (1999) dan Pavot (dalam Eid dan Larsen, 2008). Formula tersebut adalah: SWB = SWL + (PA - NA) Keterangan: SWB
: Subjective Well-being
SWL
: Kepuasan hidup (gabungan antara kepuasan ranah kehidupan dan kepuasan hidup secara global)
PA
: Afek positif
NA
: Afek negatif Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri atas 27 aitem
favorable dan 9 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Subjective Well-being sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Blueprint Skala Subjective Well-being No
Komponen
Indikator Perilaku
Favorable
commit to user
Unfavorable
Total
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
1. Afek positif
a. b. c. d. e. f. g.
2. Afek negatif
a. b. c.
3. Kepuasan hidup secara global
d. e. f. g. a. b. c. d. e.
4. Kepuasan dalam ranah kehidupan
a. b. c. d. e. f. g.
Keriangan Rasa suka cita Kepuasan Harga diri Rasa kasih sayang Kebahagiaan Kegembiraan yang sangat Bersalah dan malu Kesedihan Kecemasan dan kekhawatiran Kemarahan Tekanan Depresi Kedengkian Hasrat untuk mengubah hidup Kepuasan pada kehidupan saat ini Kepuasan pada kehidupan masa lalu Kepuasan pada kehidupan masa depan kelak Pendapat orangorang terdekat mengenai hidupnya Pekerjaan Keluarga Waktu luang Kesehatan Keuangan Self One’s group
Total
1 2,7 4,8 9 13 15 17
9
3,10 5
9
6,11 12 14 16 18 19
21
22
27
25
28
34
29
9
23
20 26 30 32
9 31 33 35 24
36 27
9
36
2. Skala Sense of Humor Peneliti memutuskan untuk menggunakan empat aspek yang digunakan oleh Martin (2007) dalam skala yang akan digunakan untuk mengukur sense of commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
humor. Empat aspek tersebut hasil pendalamannya yang berasal dari tiga aspek sense of humor yang diusung terlebih dahulu oleh Eysenck (1998). Empat aspek yang ditegakkan oleh Martin adalah sebagai berikut: a. Aspek kognitif-perseptual Aspek ini menekankan fokusnya pada sense of humor yang merupakan hasil dari proses kognisi atau sistem mental, sehingga individu akan mampu mengapresiasi dan memproduksi humor. Beberapa hal yang ditekankan pada aspek ini adalah mengenai keganjilan, kekontrasan, dan keterkecohan individu dalam meraih stimulus humor. Pada saat munculnya stimulus humor, individu sebagai observer akan mengerahkan sejumlah energi mental untuk menantikan kejadian sesuai apa yang diharapkan, ketika yang disangka sebelumnya ternyata tidak terjadi, akhirnya energi mental yang terkumpul dikeluarkan sebagai tawa. b. Aspek respons emosional Aspek ini menekankan bahwa sense of humor memiliki keterlibatan dengan komponen yang memunculkan sebuah kenikmatan respons emosional bagi individu. Melalui sense of humor, individu juga dapat merasakan emosi positif walaupun dirinya dalam keadaan tertekan dan panik. Ini terjadi karena sense of humor yang dimiliki individu mampu untuk memodifikasi perspektif dalam situasi negatif tersebut, sehingga memperkenankan individu untuk menghindar dalam mengalami afek negatif di situasi ini. c. Aspek ekspresi vokal-behavioral commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Setiap individu menangkap informasi yang diartikan sebagai sesuatu yang lucu, individu dapat secara bebas mengekspresikannya denga tawa. Aspek ini sangat berhubungan dengan aspek sense of humor dalam kaitannya dengan konteks sosial, karena ekspresi yang dibebaskan individu berasal dari luar dirinya atau lingkungannya. Tawa yang dilepaskan, bukan hanya keadaan gembira yang diungkapkan oleh indivu yang bersangkutan saja, namun juga membujuk lingkungannya untuk mengalami situasi atau keadaan positif yang sedang dialaminya, sehingga kegembiraan akan menular ke lingkungannya. d. Aspek dalam konteks sosial Aspek ini berfokus pada dasar bahwa sense of humor merupakan kemampuan individu untuk bersosilasi dengan lingkungannya dengan cara yang menyenangkan. Individu dapat merasa gembira karena humor yang diingat dan melalui bacaan saat individu itu sedang sendiri, akan tetapi ini tetap disebut fenomena sosial karena individu merespons humor yang diangkat oleh karakter dalam ingatan atau buku yang dibaca. Aspek interpersonal ini diartikan merupakan studi mengenai bagaimana pendapat, perasaan, dan perilaku individu mengenai humor yang didapat atau dipengaruhi oleh lingkungan atau orang lain disekitarnya. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri atas 18 aitem favorable dan 18 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Sense of Humor sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 2. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Tabel 2 Blueprint Skala Sense of Humor No
Aspek
1. Daya kognitifperseptual
2. Daya afektif/ respons emosional
3. Daya ekspresi vokal-behavioral
Indikator Perilaku
Favorable
a. Melalui pengamatan dan bacaan b. Melibatkan ide yang tak terduga c. Menanggapi hal dengan tidak serius d. Memberikan apresiasi pada stimulus humor
1
6
16
9
17,30
21
33
26
5
2
15
10
19
22
28 3
31,34 8
12,20 23
11,24 27,35
4,13
7
18 29 36
14 25 32
18
18
a. Kebahagiaan dalam menghadapi humor b. Meningkatkan suasana hati c. Pengalaman yang selalu ingin diulang d. Gemar bersenang-senang a. Ekspresi dalam humor merupakan sikap yang penting b. Tertawa (audible) c. Tertawa terbahak-bahak (guffaw)
4. Daya konteks sosial a. Humor dalam bersosialisasi sehari-hari b. Adaptasi c. Menarik perhatian d. Menyerang Total
Unfavorable Total 9
9
9
9
36
3. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert Skala Kepribadian Ekstrovert ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tujuh aspek yang dikemukakan oleh Eysenck, dkk. (1992), yaitu aspek aktif,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
aspek sosial, aspek asertif, aspek ekspresif, aspek dogmatis, aspek agresi, dan aspek ambisius. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Aspek perilaku aktif (active) Pribadi yang ekstrovert adalah pribadi yang aktif, tidak bisa berdiam diri, dinamis, dan enerjik. Individu dengan kepribadian ekstrovert akan selalu bertindak penuh dengan semangat dan memiliki gaya berbicara yang cepat. Individu dengan pribadi ekstrovert akan selalu dinamis dan enerjik. Sikap ini menunjukkan bahwa individu dengan kepribadian ekstrovert sulit untuk menekuni kegiatan yang bersifat pasif dan lebih menyukai pekerjaan yang aktif seperti di lapangan. b. Aspek kemampuan dalam bersosialisasi (sociable) Individu yang memiliki tingkat ekstraversi yang tinggi memang dikategorikan sebagai individu yang mampu bersosialisasi dengan baik dan nyaman dengan orang disekitarnya. Aspek ini menekankan bahwa individu dengan kecenderungan ekstrovert akan sangat menikmati berkumpul dan bertemu dengan teman-temannya dan termotivasi dengan kuat untuk sering melakukan berbagai macam interaksi sosial.
c. Aspek ketegasan (assertiveness) Sikap asertif adalah sikap kepemimpinan natural/bawaan yang dimiliki oleh indivdu. Sikap ini menjadikan individu bebas dan merdeka untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
mengungkapkan persetujuan atau keengganannya mengenai suatu hal berdasarkan prinsip yang dipegang, jadi keputusan yang diambil bukan karena tekanan atau mengikuti pihak lain. Sikap asertif ini akan membebaskan individu untuk mengutakan pendapatnya sebagai wujud dari perilaku spontan dan independen. d. Aspek perilaku yang ekspresif (expressive) Ekspresif merupakan sebuah istilah yang biasanya digunakan terkait dengan tampilan wajah, suara dan gestur tubuh. Individu bertipe ekstrovert cenderung untuk dapat melepaskan emosinya ke setiap perilaku, perkataan, dan mimik wajahnya dengan bebas. Individu dengan tipe ekstrovert mudah untuk ekspresif, karena pandangannya yang objektif ke lingkungannya. e. Aspek dogmatis (dogmatic) Individu dengan kecenderungan ekstraversi cenderung untuk memiliki karakter yang dogmatis, suatu karakteristik kepribadian yang berhubungan dengan sebuah kecenderungan untuk memiliki kebiasaan dalam menyatakan opini secara arogan. Ini terjadi karena individu kurang mampu dalam memikirkan/ merenungkan kembali fakta yang masih prematur yang diambil dari fenomena yang muncul.
f. Aspek perilaku yang agresif (aggressive) Agresivitas pada individu dengan tipe kepribadian ekstrovert terlihat dari perilakunya yang penuh semangat dan antusias, besarnya usaha untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
menunjukkan penegasan diri, kecenderungan untuk mencapai dominasi sosial, akan tetapi itu semua dilingkupi oleh tindakan yang kasar. g. Aspek perilaku yang ambisius (ambitious) Kemampuan dalam bersosialisasi dan perilaku ambisius merupakan petunjuk dari adaptasi sosial dalam tipe kepribadian ekstrovert. Tujuan dari perilaku ambisius dalam lingkup ekstraversi ini adalah untuk meningkatkan kedudukan sosialnya dan nilai dalam produktivitasnya dalam meraih apa yang diinginkan. Individu ekstrovert ini sangat berambisi, pekerja keras, dan kompetitif. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 35 butir, yang terdiri atas 18 aitem favorable dan 17 aitem unfavorable. Distribusi aitem Skala Kepribadian Ekstrovert sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Blueprint Skala Kepribadian Ekstrovert
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
No
Aspek
1. Perilaku aktif
2. Kemampuan dalam bersosialisasi
3. Asertif
4. Ekspresif
5. Dogmatis
6. Agresif
7. Ambisius
Indikator Perilaku a. Selalu mencari kesibukan b. Bertindak penuh semangat c. Memiliki gaya berbicara yang cepat a. Membutuhkan teman b. Menyukai tempat yang ramai c. Memiliki teman yang banyak dan beragam a. Pemimpin b. Terbuka dengan tantangan c. Mengutarakan apa yang dirasakan dan diinginkan a. Perilaku b. Perkataan c. Gestur dan mimik wajah a. Menyatakan opini secara arogan b. Memiliki keyakinan yang pasti c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali a. Menunjukkan penegasan diri b. Mencapai dominasi sosial c. Mudah marah a. Berambisi b. Pekerja keras c. Kompetitif
Total
Favorable Unfavorable Total 1
4
5
20 9
5
15,30
2 28,33
19 3 16
10 18
7
31 14 27 34 5
24
25
8 26
5
5
5
35 12 17,32 13 23 29 18
5 11 21 6 22 17
5
35
Model skala yang digunakan pada Skala Subjective Well-being adalah skala Likert. Metode penskalaan ini menggunakan distribusi respons yang memiliki lima kategori jawaban. Peneliti menggunakan dua jenis kategori jawaban, yaitu kategori commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
jawaban dengan pilihan Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) untuk mengukur komponen kepuasan hidup dan kepuasan dalam ranah domain; dan kategori jawaban dengan pilihan Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP) untuk mengukur komponen afek positif dan afek negatif. Pemisahan dilakukan karena adanya perbedaan penekanan subjective well-being terhadap komponen afek dan komponen kepuasan hidup, yaitu individu dapat mencapai subjective well-being bila kuantitas frekuensi afek positif lebih sering muncul daripada afek negatif, sedangkan dalam hal kepuasan hidup, subjective well-being dapat dicapai bila individu memberikan nilai tinggi terhadap kualitas hidup keseluruhannya secara global. Skor responden pada skala secara keseluruhan diperoleh dengan cara menjumlahkan skor pada tiap-tiap aitem. Skala Subjective Well-being ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari lima sampai satu, sedangkan skor untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima. Skor responden pada skala secara keseluruhan diperoleh dengan cara menjumlahkan skor pada tiap-tiap aitem yang merujuk pada formula yang dikembangkan oleh Libran (2006). Sama seperti Skala Subjective Well-being, Skala Sense of Humor yang digunakan oleh peneliti juga merupakan skala model Likert yang menggunakan lima kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala Sense of Humor dalam penelitian ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Peneliti juga memilih model skala Likert dalam menyusun Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert. Model skala ini memiliki lima kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-ragu (R), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari lima sampai satu, sedangkan skor untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima.
E. Validitas dan Reliabilitas Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Validitas Instrumen Penelitian Secara lazim, validitas diartikan sejauh mana peneliti sungguh-sungguh mengukur ihwal yang memang ingin diukur. Apabila peneliti menggunakan tes atau skala sebagai alat ukur mengenai fenomena psikologis yang akan diungkap, validitas alat ukurnya pun harus diperhatikan, karena suatu tes atau skala dapat valid atau tidak valid untuk maksud ilmiah atau praktis yang hendak dicapai oleh si pengguna/ pemakai skala tersebut (Kerlinger, 2006). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi/ muatan. Menurut Azwar (2007), validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement, sehingga validitas ini memiliki pengertian mengenai sejauh mana aitem-aitem isi objek yang hendak diukur dan sejauh mana aitem-aitem tes mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Skala dalam penelitian ini diuji daya beda aitemnya menggunakan korelasi product moment dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. 2. Reliabilitas Instrumen Penelitian Menurut Kerlinger (2006), reliabilitas atau keandalan adalah kejituan atau ketepatan instrumen pengukur. Pernyataan ini menyiratkan suatu definisi reliabilitas dalam kaitannya dengan stabilitas/ kemantapan, keterpercayaan (dependability), dan keteramalan (predictability). Menurut Azwar (1998), tinggirendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Semakin tinggi koefisien korelasinya, berarti konsistensi yang didapatkan semakin baik dan dapat disebut sebagi alat ukur yang reliabel. Sebaliknya, apabila korelasi yang didapatkan ternyata tidak tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa reliabilitasnya rendah. Koefisien reliabilitas sebesar 1,00 menunjukkan adanya konsistensi yang sempurna pada alat ukur yang bersangkutan, namun konsitensi sempurna seperti demikian tidak dapat diharapkan akan terjadi pada pengukuran aspek-aspek psikologis, karena manusia, sebagai subjek dari pengukuran psikologis, juga berpotensi sebagai sumber kesalahan dalam suatu penelitian (dalam Kerlinger, 2006). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha yaitu dengan membelah aitem-aitem sebanyak dua atau tiga bagian, sehingga setiap belahan berisi aitem dengan jumlah yang seimbang (Azwar, 2005). Guna commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
F. Uji Hipotesis Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu sense of humor dan kepribadian ekstrovert, sehingga peneliti memilih menggunakan Analisis Regresi Ganda menguji hipotesis yang pertama, yaitu membuktikan adanya hubungan positif antara sense of humor dan kepribadian ekstrovert dengan subjective wellbeing pada dewasa madya. Teknis Analisis Regresi dipilih karena metode ini dapat menganalisis pengaruh-pengaruh bersama atau terpisah dari dua variabel bebas terhadap suatu varibel terikat (Kerlinger, 2006). Untuk menguji hipotesis yang kedua dan ketiga, yaitu menguji adanya hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya dan menguji adanya hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya, peneliti menggunakan Uji Korelasi Parsial. Perhitungan untuk menguji hipotesis ini selengkapnya menggunakan bantuan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
commit to user
BAB IV
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi kancah penelitian Penelitian mengenai hubungan antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya dilakukan di PT Telkom Divisi Telekomunikasi (Distel) Jogjakarta yang terletak di Jl. Jendral Sudirman No 60, Kotabaru. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan survei awal untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan subjek penelitian. PT Telkom adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan telekomunikasi secara lengakap di Indonesia. Telkom merupakan salah satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (51,19%) dan oleh publik sebesar 48,81%. Sebagian besar kepemilikan saham publik (45,58%) dimiliki oleh investor asing, dan sisanya (3,23%) oleh investor dalam negeri. Telkom juga menjadi pemegang saham mayoritas di 9 anak perusahaan, termasuk PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Sampai saat ini PT Telkom adalah perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 15 juta dan pelanggan telepon seluler sebanyak 50 juta. PT Telkom berdiri pada tahun 1961 dengan nama P.N. Postel dan masih menjadi satu dengan PT Pos. Pada Tahun 1965, P.N. Postel dipecah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan 94 commit to user
95
Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Pada tahun 1974, PN perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Telekomunikasi diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional maupun internasional. Pada tahun 1991 Perumtel berubah bentuk menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi
Indonesia berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (atau lebih sering disebut dengan PT Telkom). Pada 23 Oktober 2009, Telkom meluncurkan "New Telkom" yang ditandai dengan penggantian identitas perusahaan dengan tagline “The world in your hand”, yang bermakna usaha Telkom untuk menyediakan segala produk dan layanan yang akan memudahkan hidup customer, customer semakin yakin dengan kehidupan ini sehingga seakan-akan “dunia” berada di genggaman customer. Visi PT Telkom secara umum adalah ingin menyentuh para customer dari hati ke hati, sedangkan misi PT Telkom adalah tetap kompetitif secara berkelanjutan, memahami apa yang diinginkan customer dengan memberikan pelayanan yang terbaik, membina kompetensi karyawan sehingga dapat menjadi orang-orang yang berkemampuan tinggi sekaligus termotivasi, dan menjadi mitra bisnis yang dapat diandalkan. Melalui interaksi dengan produk dan layanannya, PT Telkom mengharapkan para customer puas dan memandang Telkom sebagai perusahaan yang melayani dengan sepenuh hati (heart), membuat customer merasa assured, progressive dalam menyediakan produk dan pelayanan, meng-empowering customer serta akan membuktikan bahwa PT Telkom
commit to user
96
mempunyai expertise tinggi. Hal ini sesuai dengan lima nilai yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dikedepankan
oleh
PT
Telkom,
yaitu
heart,
assured,
progressive,
empowering, dan expertise (HAPEE). Berdasarkan hasil survey awal tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di PT Telkom Divisi Telekomunikasi (Distel) Jogjakarta. Peneliti PT Telkom Distel Jogjakarta sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Penelitian mengenai “Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya” belum pernah dilakukan di PT Telkom sendiri. b. Jumlah karyawan yang berusia dewasa cukup banyak sehingga memenuhi criteria untuk penelitian. c. Visi, misi, dan lima nilai (HAPEE) yang diterapkan oleh PT Telkom kepada karyawan-karyawannya sejalan dengan pengembangan subjective well-being, yaitu usaha untuk meningkatkan afek positif dan kepuasan hidup individu. d. Adanya ijin yang diperoleh untuk mengadakan penelitian di PT Telkom itu sendiri.
2. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian.
commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Persiapan administrasi Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1) Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada Manajer Human Resource (HR) PT Telkom Jogjakarta dengan no 827/H27.06.7.1/TU/2011 agar bisa melakukan penelitian di PT Telkom Jogjakarta Distel Kotabaru. 2) Mengajukan surat ijin penelitian kepada Manajer HR PT Telkom Jogjakarta. 3) Setelah mendapatkan ijin dari pihak perusahaan, peneliti baru bisa melaksanakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. b. Persiapan alat ukur Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah Skala Subjective Well-being, Skala Sense of Humor, dan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert. 1) Skala Subjective Well-being Skala Subjective Well-being digunakan untuk mengungkap sejauh mana tingkat subjective well-being yang dimiliki oleh subjek dalam penelitian ini. Skala Subjective Well-being ini disusun berdasarkan
komponen-komponen
commit to user
subjective
well-being
yang
98
diungkapkan oleh Diener, dkk. (1999) yang meliputi: komponen afek perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id positif, komponen afek negatif, komponen kepuasan hidup, dan komponen kepuasan domain. Penyusunan alternatif jawaban pada skala ini menggunakan model Skala Likert yang terdiri dari lima alternatif jawaban. Dalam mengukur komponen afek positif dan afek negatif, peneliti menggunakan
lima
alternatif
jawaban
yang
berfungsi
untuk
mengungkap frekuensi atau seberapa sering subjek merasakan/ mengalaminya, yaitu S (Selalu) bernilai 5, SR (Sering) bernilai 4, KD (Kadang-kadang) bernilai 3, JR (Jarang) bernilai 2, dan TP (Tidak Pernah) bernilai 1 untuk pernyataan favorabel. Penilaian untuk pernyataan unfavorabel yaitu S (Selalu) bernilai 1, SR (Sering) bernilai 2, KD (Kadang-kadang) bernilai 3, JR (Jarang) bernilai 4, dan TP (Tidak Pernah) bernilai 5. Selanjutnya, untuk mengukur komponen kepuasan hidup dan komponen kepuasan domain, alternatif jawaban yang digunakan adalah pilihan jawaban yang dapat mengungkapkan kecocokan subjek mengenai ada/tidaknya stimulus yang diajukan dalam kehidupannya. Lima alternatif tersebut adalah SS (Sangat Sesuai) bernilai 5, S (Sesuai) bernilai 4, R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 1. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 36 butir, yang terdiri atas 27 aitem favorabel dan 9 aitem unfavorabel. Distribusi aitem sebelum ujicoba dapat dilihat pada Tabel 4.
commit to user
99
Tabel 4. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being sebelum uji coba No
Komponen
Indikator Perilaku
No Aitem Favorable
1. Afek positif
a. b. c. d. e. f. g.
2. Afek negatif
a. b. c.
3. Kepuasan hidup secara global
d. e. f. g. a. b. c. d. e.
4. Kepuasan dalam ranah kehidupan
a. b. c. d. e. f. g.
Keriangan Rasa suka cita Kepuasan Harga diri Rasa kasih sayang Kebahagiaan Kegembiraan yang sangat Bersalah dan malu Kesedihan Kecemasan dan kekhawatiran Kemarahan Tekanan Depresi Kedengkian Hasrat untuk mengubah hidup Kepuasan pada kehidupan saat ini Kepuasan pada kehidupan masa lalu Kepuasan pada kehidupan masa depan kelak Pendapat orangorang terdekat mengenai hidupnya Pekerjaan Keluarga Waktu luang Kesehatan Keuangan Self One’s group
Total
Unfavorable
1 2,7 4,8 9 13 15 17
9
3,10 5
9
6,11 12 14 16 18 19
21
22
27
25
28
34
29
9
23
20 26 30 32
9 31 33 35 24
36 27
commit to user
Total
9
36
100
2) Skala Sense of Humor perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Skala Sense of Humor digunakan untuk mengungkap sejauhmana tingkat sense of humor subjek dalam penelitian ini. Skala Sense of Humor disusun berdasarkan teori dari Martin (2007) yang memuat 4 aspek, yaitu aspek kognitif-perseptual, aspek respon emosional, aspek ekspresi vokal-behavioral, dan aspek konteks sosial. Skala Sense of Humor dalam penelitian ini berjumlah 36 aitem yang terdiri atas 18 aitem favorabel dan 18 aitem unfavorabel. Pada setiap aitem disediakan lima alternatif jawaban yang terdiri dari SS (Sangat Sesuai) bernilai 5, S (Sesuai) bernilai 4, R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 1 untuk pernyataan favorabel. Penilaian untuk pernyataan unfavorabel yaitu SS (Sangat Sesuai) bernilai 1, S (Sesuai) bernilai 2, R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 4, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 5. Distribusi aitem skala sense of humor sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 5.
commit to user
101
Tabel 5. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba No
Aspek
Indikator Perilaku
No Aitem Favorable
1. Daya kognitifperseptual
2. Daya afektif/ respons emosional
a. Melalui pengamatan dan bacaan b. Melibatkan ide yang tak terduga c. Menanggapi hal dengan tidak serius d. Memberikan apresiasi pada stimulus humor a. Kebahagiaan dalam menghadapi humor b. Meningkatkan suasana hati c. Pengalaman yang selalu ingin diulang d. Gemar bersenang-senang
a. Ekspresi dalam humor 3. Daya ekspresi merupakan sikap yang vokal-behavioral penting b. Tertawa (audible) c. Tertawa terbahak-bahak (guffaw) a. Humor dalam 4. Daya konteks sosial bersosialisasi sehari-hari b. Adaptasi c. Menarik perhatian d. Menyerang Total
commit to user
Total
Unfavorable
1
6
16
9
17,30
21
33
26
5
2
15 19
10 22
28
31,34
3
8
12,20 23
11,24 27,35
4,13
7
9
18 29 36 18
14 25 32 18
36
9
9
9
102
3) Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dalam penelitian ini disusun berdasarkan tujuh aspek yang dikemukakan oleh Eysenck, dkk. (1992), yaitu aspek aktif yang menekankan pada perilaku aktif dan dinamis individu,
aspek
sosial
yang
menekankan
kemampuan
dalam
berinteraksi dengan lingkungan, aspek asertif yang menggambarkan ketegasan diri individu mengenai apa yang diinginkan/dipegang teguh, aspek ekspresif yang menunjukkan kebebasan individu dalam melepaskan emosi, aspek dogmatis yang menitikberatkan pada kecenderungan individu dalam meyakini suatu hal secara arogan, aspek agresif mengenai kecenderungan untuk melepaskan amarah secara langsung maupun tidak langsung, dan aspek ambisius yang menunjukkan keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dalam penelitian ini berjumlah 35 butir, yang terdiri dari 18 aitem favorabel dan 17 aitem unfavorabel. Pada setiap aitem disediakan lima alternatif jawaban yang terdiri dari SS (Sangat Sesuai) bernilai 5, S (Sesuai) bernilai 4, R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 1 untuk pernyataan favorabel. Penilaian untuk pernyataan unfavorabel yaitu SS (Sangat Sesuai) bernilai 1, S (Sesuai) bernilai 2, R (Ragu-ragu) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 4, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 5. Distribusi aitem skala tipe kepribadian ekstrovert sebelum uji coba dapat dilihat pada Tabel 6.
commit to user
103
Tabel 6. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Kepribadian Ekstrovert Sebelum Uji Coba No
Aspek
Indikator Perilaku
No Aitem
Total
Favorable Unfavorable 1. Perilaku aktif
2. Kemampuan dalam bersosialisasi
3. Asertif
4. Ekspresif
5. Dogmatis
6. Agresif
7. Ambisius
a. Selalu mencari kesibukan b. Bertindak penuh semangat c. Memiliki gaya berbicara yang cepat a. Membutuhkan teman b. Menyukai tempat yang ramai c. Memiliki teman yang banyak dan beragam a. Pemimpin b. Terbuka dengan tantangan c. Mengutarakan apa yang dirasakan dan diinginkan a. Perilaku b. Perkataan c. Gestur dan mimik wajah a. Menyatakan opini secara arogan b. Memiliki keyakinan yang pasti c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali a. Menunjukkan penegasan diri b. Mencapai dominasi sosial c. Mudah marah a. Berambisi b. Pekerja keras c. Kompetitif
Total
commit to user
1 15,30
4
5
20 2 28,33
9
5
19 3 16
10 18
5
31
8 26
14 27 34
5
7
5
5
24
25 35
12
5
17,32
11 21
13 23 29 18
6
5
22 17
35
104
3. Pelaksanaan Uji Coba perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari skala tersebut. Tahap uji coba adalah prosedur seleksi aitem berdasarkan data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Menurut Azwar (2008) uji coba terhadap aitem perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa aitem-aitem tersebut memang berfungsi dengan benar. Skala penelitian diujicobakan kepada kelompok subjek yang mempunyai karakteristik setara dengan subjek yang hendak dikenai penelitian itu nantinya (Azwar, 2008). Uji coba dilaksanakan pada hari Senin, 21 Februari di kantor Plasa Telkom daerah Sleman. Jumlah karyawan yang melakukan uji coba adalah 45 orang, dari 45 eksemplar yang dibagikan, yang terkumpul dan memenuhi syarat untuk dilakukan skoring kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya adalah sebanyak 42 eksemplar.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Perhitungan validitas aitem untuk Skala Subjective Well-being, Skala Sense of Humor, dan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dilakukan dengan pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem total dengan menggunakan formula product moment Pearson. Uji validitas ini akan menentukan aitem yang gugur atau valid. Keterangan mengenai aitem yang valid dapat dilihat melalui adanya tanda bintang (*) pada skor total tiap aitem. Aitem bertanda satu bintang (*) menunjukkan keselarasan antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan dengan taraf kesalahan sebesar 5%,
commit to user
105
sedangkan aitem yang bertanda dua bintang (**) menunjukkan keselarasan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan taraf kesalahan sebesar 1%. Aitem yang tidak memiliki tanda bintang dinyatakan gugur dan akan dihilangkan. Selanjutnya reliabilitas dihitung dengan teknik analisis reliabilitas Cronbach’s Alpha. Perhitungan validitas dan reliabilitas skala pada pendekatan ini menggunakan program analisis validitas dan reliabilitas butir program statistic SPSS 16.0 for Windows. a. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Subjective Well-being Hasil uji validitas Skala Subjective Well-being dapat diketahui bahwa dari 36 aitem yang diujicobakan, ada 15 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem nomor 3, 7, 8, 12, 17, 19, 20, 21, 27, 29, 31, 32, 33, 35, dan 36; sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 21 aitem. Aitemaitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 30, dan 34; sedangkan reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,795. Dengan demikian, Skala Subjective Well-being ini dianggap cukup andal sebagi alat ukur penelitian. Perincian aitem yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.
commit to user
106
Tabel 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being yang Valid dan Gugur No Komponen
Indikator
No Aitem
Perilaku
Favorable Valid
1. Afek positif
2. Afek negatif
3. Kepuasan hidup secara global
4. Kepuasan dalam ranah domain
Total
a. Keriangan b.Rasa suka cita c. Kepuasan d.Harga diri e. Rasa kasih sayang f. Kebahagiaan g.Kegembiraan yang sangat a. Bersalah dan malu b.Kesedihan c. Kecemasan dan kekhawatiran d.Kemarahan e. Tekanan f. Depresi g.Kedengkian a. Hasrat untuk mengubah hidup b.Kepuasan kehidupan saat ini c. Kepuasan pada kehidupan masa lalu d.Kepuasan pada kehidupan masa depan e. Pendapat orang mengenai hidupnya a. Pekerjaan b.Keluarga c. Waktu luang d.Kesehatan e. Keuangan f. Self g.One’s group
Jumlah
Unfavorable
Gugur
Valid
7 8 -
-
-
15 -
17
-
-
10
3
-
-
5
-
-
-
6,11 14 16 18 -
12 19
-
21
22
-
-
27
25
-
28
-
34
-
-
29
-
-
23
-
26 30 -
20 32 36
24 -
31 33 35 -
commit to user
9
3
Gugur
6
3
7
2
5
4
3
6
21
15
Gugur
1 2 4 9 13
18
Valid
6
107
b. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sense of Humor perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sense of Humor dapat diketahui bahwa dari 36 aitem yang diujicobakan, ada lima aitem yang gugur, yaitu nomor 14, 17, 26, 31, dan 33; sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 31 aitem. Aitem-aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 32, 34, 35, dan 36. Selanjutnya pada penghitungan reliabilitas, koefisien Alpha menunjukkan statistik reliabilitas sebesar 0,907. Melalui data yang dihasilkan, Skala Sense of Humor ini dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.
commit to user
108
Tabel 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Sense of Humor yang Valid dan Gugur No
Aspek
Indikator
No Aitem
Perilaku
Favorable Valid
1. Daya kognitif- a. Melalui pengamatan dan perseptual bacaan b.Melibatkan ide yang tak terduga c. Menanggapi hal dengan tidak serius d.Memberikan apresiasi pada stimulus humor 2. Daya afektif/ respons emosional
a. Kebahagiaan menghadapi humor b.Meningkatkan suasana hati c. Pengalaman yang selalu ingin diulang d.Gemar bersenangsenang 3. Daya ekspresi a. Ekspresi humor merupakan vokalsikap yang behavioral penting b.Tertawa (audible) c. Tertawa terbahak-bahak 4. Daya konteks a. Humor dalam sosial bersosialisasi sehari-hari b.Adaptasi c. Menarik perhatian d.Menyerang Total
Jumlah
Unfavorable
Gugur
Valid
Gugur
6
3
8
1
9
0
8
1
Gugur
1
-
6
-
16
-
9
-
30
17
21
-
-
33
-
26
5
-
2
-
15
-
10
-
19
-
22
-
28
-
34
31
3
-
8
-
12,20
-
11,24
-
23
-
27,35
-
4,13
-
7
-
18 29
-
25
14 -
36 16
2
32 15
3
commit to user
Valid
31
5
109
c. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Melalui hasil Uji Validitas Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dapat diketahui bahwa dari 35 aitem yang diujicobakan, ada 17 aitem yang gugur, yaitu nomor 2, 3, 6, 8, 10, 12, 13, 14, 16, 17, 21, 23, 26, 27, 32, dan 33; sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 18 aitem. Aitemaitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 4, 5, 7, 9, 11, 15, 18, 19, 20, 22, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 34, dan 35. Selanjutnya pada penghitungan reliabilitas, koefisien Alpha menunjukkan statistik reliabilitas sebesar 0,790. Melalui data yang dihasilkan, Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert ini dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang valid dan gugur dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.
commit to user
110
Tabel 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert yang Valid dan Gugur No
Aspek
Indikator
No Aitem
Perilaku
Favorable Valid
1. Perilaku aktif a. Selalu mencari kesibukan b.Bertindak penuh semangat c. Memiliki gaya berbicara yang cepat 2. Kemampuan a. Membutuhkan dalam teman bersosialisasi b.Menyukai tempat ramai c. Memiliki teman yang banyak dan beragam 3. Asertif a. Pemimpin b.Terbuka dengan tantangan c. Mengutarakan yang dirasakan dan diinginkan 4. Ekspresif a. Perilaku b.Perkataan c. Gestur dan mimik wajah 5. Dogmatis a. Beropini secara arogan b.Memiliki keyakinan pasti c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali 6. Agresif a. Menunjukkan penegasan diri b.Dominasi sosial c. Mudah marah 7. Ambisius a. Berambisi b.Pekerja keras c. Kompetitif Total
Jumlah
Unfavorable
Gugur
Valid
Valid
Gugur
5
0
3
2
2
3
Gugur
1
-
4
-
15,30
-
-
-
-
-
20
-
-
2
9
-
28
33
-
-
-
-
19
-
-
3 16
18
10 -
-
-
31
-
-
8 26 -
34
14 27 -
1
4
7
-
-
5
4
1
24
-
25
-
-
-
35
-
-
12
-
-
1
4
29 7
17,32 13 23 11
11 22 11
21 6 6
2
3
18
17
commit to user
111
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya butir-butir aitem yang valid dipergunakan untuk mengambil data penelitian yang sesungguhnya, sedangkan butir-butir yang gugur tidak diikutsertakan dalam pengambilan data yang sesungguhnya. Adapun distribusi ulang skala untuk penelitian dapat dilihat pada Tabel 10, Tabel 11, dan tabel 12. Tabel 10. Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being No
1.
2.
Komponen
a. b. c. d. e. f. Afek negatif a. Afek positif
b. c.
3.
d. e. f. a.
Kepuasan hidup secara b. global c. d.
4.
Kepuasan dalam ranah domain Total
No Aitem
Indikator Perilaku
a. b. c.
Keriangan Rasa suka cita Kepuasan Harga diri Rasa kasih sayang Kebahagiaan Bersalah dan malu Kesedihan Kecemasan dan kekhawatiran Tekanan Depresi Kedengkian Kepuasan kehidupan saat ini Kepuasan hidup pada masa lalu Kepuasan hidup pada masa depan Pendapat orang mengenai hidupnya Keluarga Kesehatan Self
Total
Favorable
Unfavorabel
1(1) 2(2) 4(3) 9(6) 13(9) 15(11) 10(7)
-
5(4) 6(5),11(8)
-
14(10) 16(12) 18(13) 22(14)
-
25(17)
28(19)
34(21)
-
-
23(15)
26(18) 30(20) -
24(16)
3
18
3
21
6
7
5
Keterangan:nomor dalam tanda kurung () adalah nomor baru untuk penelitian
commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id No
Aspek
Tabel 11. digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Sense of Humor Indikator Perilaku
No Aitem Favorable
1.
2.
3.
4.
Total
Unfavorable
1(1) a. Melalui 6(6) pengamatan dan 9(9) 16(15) bacaan b. Melibatkan ide 21(19) yang tak terduga 30(27) c. Menanggapi hal dengan tidak serius 5(5) 2(2) a. Kebahagiaan Daya dalam menghadapi afektif/respon 15(14) 10(10) humor emosional b. Meningkatkan 19(17) 22(20) suasana hati c. Pengalaman yang 28(25) 34(29) selalu ingin diulang d. Gemar bersenangsenang 8(8) 3(3) a. Ekspresi dalam Daya humor merupakan ekspresi sikap yang penting vokalb. Tertawa (audible) 12(12),20(18) 11(11),24(22) behavioral 27(24),35(30) c. Tertawa terbahak23(21) bahak (guffaw) 7(7) 4(4),13(13) Daya konteks a. Humor dalam bersosialisasi sosial sehari-hari 18(16) b. Adaptasi 25(23) 29(26) c. Menarik perhatian 32(28) 36(31) d. Menyerang Total 16 15 Daya kognitifperseptual
Keterangan:nomor dalam tanda kurung () adalah nomor baru untuk penelitian
commit to user
6
8
9
8
31
113
perpustakaan.uns.ac.id No
Komponen
Tabel 12. digilib.uns.ac.id Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert Indikator Perilaku
No Aitem Favorabel
1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
1(1) Perilaku aktif a. Selalu mencari kesibukan 15(6),30(15) b. Bertindak penuh semangat c. Memiliki gaya bicara yang cepat Kemampuan a. Membutuhkan teman dalam 28(13) b. Menyukai tempat bersosialisasi yang ramai c. Memiliki teman yang banyak dan beragam a. Terbuka dengan Asertif tantangan b. Mengutarakan apa yang dirasa dan diinginkan Gestur dan mimik Ekspresif wajah 7(3) a. Menyatakan opini Dogmatis secara arogan 24(11) b. Memiliki keyakinan yang pasti c. Kurang mampu untuk merenungkan kembali Mencapai dominasi Agresif sosial Kompetitif 29(14) Ambisius Total
7
Total
Unfavorable 4(2) 20(9) 9(4)
3
19(7) 18(8)
2
31(16) 34(17)
1
-
4
25(12) 35(18)
11(5)
1
22(10)
2
11
18
Keterangan:nomor dalam tanda kurung () adalah nomor baru untuk penelitian
commit to user
5
114
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pelaksanaan Penelitian
digilib.uns.ac.id
1. Penentuan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan di PT Telkom Divisi Telekomunikasi (Distel) Jogjakarta yang terletak di Jl. Jendral Sudirman No 60, Kotabaru sebanyak 97 orang, pria dan wanita, dan berada dalam usia dewasa madya, yaitu individu dengan umur 40-60 tahun (Hurlock, 2002). Menurut Arikunto (2002) apabila subjek kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. 2. Pengumpulan Data Penelitian Proses pengambilan sampel penelitian dilaksanakan di PT Telkom Distel Jogjakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 April 2011. Pengumpulan data dengan menggunakan alat ukur berupa Skala Subjective Well-being yang terdiri dari 21 aitem, Skala Sense of Humor yang terdiri dari 31 aitem, dan Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert yang terdiri dari 18 aitem. Ketiga skala tersebut tersebut diberikan secara lansung dan pengambilan skala dilakukan sehari setelahnya, yaitu pada tanggal 12 April 2011. Data penelitian yang diperoleh sebanyak 97 eksemplar. 3. Pelaksanaan Skoring Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan skor untuk keperluan analisis data. Skor untuk tiap-tiap skala bergerak dari satu sampai empat dengan memperhatikan sifat aitem favorable dan unfavorable. Skor dari aitem favorabel adalah 5 untuk pilihan jawaban Selalu (SL) dan Sangat Sesuai (SS), 4 untuk jawaban Sering (SR) dan Sesuai (S), 3 untuk jawaban Kadang-kadang (KD) dan Ragu-ragu (R), 2 untuk jawaban
commit to user
115
Jarang (JR) dan Tidak Sesuai (TS), dan 1 untuk jawaban Tidak Pernah (TP) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan skor aitem unfavorabel adalah 1 untuk pilihan jawaban Selalu (SL) dan Sangat Sesuai (SS), 2 untuk jawaban Sering (SR) dan Sesuai (S), 3 untuk jawaban Kadang-kadang (KD) dan Raguragu (R), 4 untuk jawaban Jarang (JR) dan Tidak Sesuai (TS), dan 5 untuk jawaban Tidak Pernah (TP) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Kemudian skor yang diperoleh dari subjek penelitian dijumlahkan untuk tiap-tiap skala. Total skor skala yang diperoleh dari subjek penelitian ini dipakai dalam analisis data. C. Analisis Data Penelitian Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi Uji Normalitas
Sebaran,
Uji
Linearitas
Hubungan,
Uji
Autokorelasi,
Uji
Multikolinearitas, dan Uji Heteroskedastisitas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan computer seri program statistic SPSS for MS Windows release versi 16. 1. Uji Asumsi Dasar a. Uji normalitas sebaran Uji normalitas sebaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam variabel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas sebaran ini menggunakan teknik one sample Kolmogorov-Smirnov test (ksz) yang dikatakan normal jika p>0,05 (Priyatno, 2008). Hasil uji normalitas sebaran terhadap ketiga variabel sebagai berikut:
commit to user
116
1) Hasil uji normalitas sebaran variabel subjective well-being, nilai ks-z perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id adalah 0,696 dengan p=0,717 (p>0,05) termasuk kategori normal. 2) Hasil uji normalitas sebaran variabel sense of humor, nilai ks-z adalah 0,759 dengan p=0,611 (p>0,05) termasuk dalam kategori normal. 3) Hasil uji normalitas sebaran variabel tipe kepribadian ekstrovert, nilai ks-z adalah 0,637 dengan p=0,811 (p>0,05) termasuk dalam kategori normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Uji Normalitas Variabel
Ks-z
p
Keterangan
Subjective well-being
0,696
0,717
Normal
Sense of humor
0,759
0,611
Normal
Tipe kepribadian ekstrovert
0,637
0,811
Normal
Hal ini berarti bahwa pada data variabel subjective well-being, sense of humor, dan tipe kepribadian ekstrovert memiliki sebaran yang normal. b. Uji linearitas hubungan Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada taraf signifikansi 0,05 mempunyai arti bahwa dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2008)
commit to user
117
Berdasarkan hasil pengujian linearitas variabel subjective wellperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id being dengan sense of humor diperoleh nilai signifikansi pada linearity sebesar 0,00, karena signifikansi kurang dari 0,05 maka antara variabel subjective well-being dan sense of humor terdapat hubungan yang linear. Berdasarkan hasil pengujian linearitas variabel subjective well-being dengan tipe kepribadian ekstrovert diperoleh nilai signifikansi pada linearity sebesar 0,00, karena signifikansi kurang dari 0,05 maka antara variabel subjective well-being dan tipe kepribadian ekstrovert terdapat hubungan yang linear. Berdasarkan uji linearitas yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa asumsi linear dalam penelitian ini terpenuhi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15 di bawah ini.
Tabel 14. Uji Linearitas Sense of Humor terhadap Subjective Well-being ANOVA Table Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
F
Sig
(Combined)
3520,812
37
95,157
2,410
0,001
Linearity
951,851
1
951,851
24,112
0,000
Devistion from Linearity
2568,961
36
71,360
1,808
0,021
Within Groups
2329,106
59
39,476
Total
5849,918
96
commit to user
118
Tabel 15. Uji Linearitas Tipe Kepribadian Ekstrovert terhadap perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Subjective Well-being ANOVA Table
Between Groups
(Combined) Linearity Devistion from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares
df
Mean Square
F
2827.052
23
122.915
2.968
.000
1451.300
1
1451.300
35.048
.000
1375.752
22
62.534
1.510
.098
3022.865
73
41.409
5849.918
96
Sig
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mendeteksi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Untuk menguji adanya autokorelasi dalam penelitian ini digunakan uji DW (Durbin-Watson). Hasil pengujian Durbin-Watson dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 16.Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1
R .532
R Square a
.283
Adjusted R Square .267
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .31820
1.946
a. Predictors: (Constant), TK, SO b. Dependent Variable: SW
Cara membaca hasil analisis yakni dengan kriteria pengambilan jika nilai DW=2, maka tidak terjadi autokorelasi sempurna sebagai rule of
commit to user
119
tumb (aturan ringkas) jika nilai DW di antara 1,5 sampai 2,5 maka data perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tidak mengalami autokorelasi (Nugroho, 2005). Hasil analisis SPSS tabel model summary menunjukkan nilai DW (Durbin-Watson) sebesar 1,946. melalui hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen (Ghozali, 2006). Apabila terjadi hubungan linear yang “sempurna” pada beberapa atau semua variabel bebas, maka terdapat korelasi yang sangat kuat di antara variabel independen. Pendeteksian multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), jika berkisar dari 1 sampai dengan 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1 dapat dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model terbebas dari multikolinearitas. Tabel 17.Uji Multikolinearitas Variabel
Tolerance
VIF
Sense of Humor
.766
1.306
Tipe Kepribadian Ekstrovert
.766
1.306
c. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Cara memprediksi ada tidaknya heterokedastisitas, dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot
commit to user
120
yang menyatakan model regresi tidak terdapat gejala heterokedastisitas. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Menurut Ghozali (2006), dasar analisis yang digunakan adalah: 1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. 2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
Gambar 2. Scatterplot untuk pengujian heterokedastisitas. Dari hasil analisis diperoleh bahwa penyebaran residual adalah tidak teratur. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada plot yang terpencar dan tidak membentuk pola tertu, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah model regresi terbebas dari asumsi klasik heterokedastisitas. 3. Uji Hipotesis Setelah dilakukan uji asumsi, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik analisis
commit to user
121
regresi berganda. Langkah pengujian hipotesis melalui dua tahap, pertama perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id adalah pengujian secara simultan, yaitu menguji hubungan variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tergantung, dan yang kedua adalah pengujian secara parsial hubungan untuk tiap variabel bebas terhadap variabel tergantung. Kriteria pengambilan kesimpulan melihat pada kolom Sig. (signifikansi), apabila berada di bawah 0,05, maka terdapat hubungan signifikan, serta melihat jika r-hitung>r-tabel, maka hipotesis dapat diterima. a. Uji F (simultan) Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan uji simultan dengan F-Test dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen secara bersama-sama. Berdasarkan tabel model summary terlihat bahwa koefisien korelasi berganda antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective wellbeing adalah sebesar 0,532. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang sedang antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being. Hasil pengujian tersebut disajikan pada tabel di bawah: Tabel 18 Hasil Analisis Regresi Ganda Model Summary
g
Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a 1 .532 .283 .267 .31820 a. Predictors: (Constant), Tipe kepribadian Ekstrover, Sense of humor
Hasil F-test pada output SPSS dapat dilihat pada Tabel Anova. Berdasarkan hasil output SPSS menunjukkan hasil uji simultan p=0,000
commit to user
122
yang berarti signifikan (p<0,05), sedangkan F Hitung 18,506> F Tabel perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3,09 pada tingkat signifikansi 5%, sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert memiliki hubungan terhadap variabel subjective well-being. Hasil pengujian F-Test adalah sebagai berikut: Tabel 19 Uji F-Test ANOVAb
Model 1 Regression Residual
Sum of Squares 3.748
df
9.518
Mean Square 2 1.874 94
F 18.506
Sig. .000a
.101
Total 13.265 96 a. Predictors: (Constant), Tipe kepribadian ekstrovert, Sense of humor b. Dependent Variable: Subjective well-being
b. Uji korelasi parsial Hasil perhitungan analisis hipotesis ke dua dan ke tiga diperoleh besarnya korelasi antar variabel yakni digunakan untuk menguji kekuatan hubungan antar dua variabel, yang ditunjukkan melalui koefisien korelasi. Tabel 20 Uji Korealasi Parsial antara Sense of Humor dengan Subjective Well-being Correlations Control Subjective Variables well-being Tipe Subjective Correlation 1.000 kepribadian well-being Significance (2-tailed) . ekstrovert df 0 Sense of Correlation .214 humor Significance (2-tailed) .036 df 94
commit to user
Sense of humor .214 .036 94 1.000 . 0
123
Tabel 21 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Uji Korealasi Parsial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being Correlations Control Variables Sense of humor
Subjective well-being Subjective Correlation 1.000 well-being Significance (2-tailed) . df 0 Sense of Correlation .378 humor Significance (2-tailed) .000 df 94
Tipe kepribadian ekstrovert .378 .000 94 1.000 . 0
Berdasarkan hasil analisis seperti yang tampak pada Tabel 20.dan Tabel 21., uji hipotesis parsial diperoleh hasil berikut: 1) Nilai koefisien korelasi antara variabel sense of humor dengan subjective well-being (rx1y) sebesar 0,214 dengan p=0,036 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara sense of humor dengan subjective well-being. Maka dapat diartikan terdapat hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being, yaitu semakin tinggi sense of humor maka semakin tinggi pula subjective well-being. 2) Nilai koefisien korelasi antara variabel tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being (rx1y) sebesar 0,378 dengan p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being. Maka dapat diartikan terdapat hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being, yaitu semakin tinggi tingkat tipe
commit to user
124
kepribadian ekstrovert yang dimiliki maka semakin tinggi pula perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id subjective well-being. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan terdapat hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being diterima dan hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being juga diterima. 4. Analisis Deskriptif Dari skor kasar subjective well-being, sense of humor, dan tipe kepribadian ekstrovert diperoleh hasil statistik deskriptif subjek penelitian. Hasil statistik deskriptif tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 22.Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
ME
MH
Nilai Tengah Skor Skala
Skor Tinggi
Skor Rendah
Rentang Skor
SD
Subjective wellbeing
40,711
63
3
63
-21
84
14
Sense of humor
112,268
93
3
155
31
124
20,67
Tipe kepribadian ekstrovert
59,206
54
3
90
18
72
12
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, sampel penelitian pada masingmasing variabel dikategorisasikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi dengan kriteria dan persentase sebagai berikut: a. Subjective well-being Skala Subjective Well-being akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari
commit to user
125
97 subjek penelitian, 76,29% berada dalam level subjective well-being perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang tinggi, 23,71% level subjective well-being sedang, dan tidak ada yang memiliki tingkat subjective well-being yang rendah. Berdasarkan mean empirik, maka dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki subjective well-being tinggi seperti yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 23. Kriteria Kategorisasi Skala Subjective Well-being Kategorisasi
Norma
Jumlah subjek
Persentase
Rendah
X <7
-
-
Sedang
7 < X <35
23
23,71%
Tinggi
X > 35
74
76,29%
97
100%
Jumlah
Mean empirik
40,711
b. Sense of humor Kategorisasi Skala Sense of Humor bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 97 subjek penelitian, 53,61% individu berada dalam tingkat sense of humor yang sedang, 46,39% berada dalam tingkat sense of humor yang tinggi, dan tidak ada yang berada dalam tingkat sense of humor yang rendah. Berdasarkan
mean empirik, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki sense of humor sedang seperti yang terlihat pada tabel berikut.
commit to user
126
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 24. digilib.uns.ac.id Kriteria Kategorisasi Skala Sense of Humor
Kategorisasi
Norma
Jumlah subjek
Persentase
Rendah
X <72,33
-
-
Sedang
72,33 < X <113,67
52
53,61%
Tinggi
X > 113,67
45
46,39%
97
100%
Jumlah
Mean empirik
112,268
c. Tipe kepribadian ekstrovert Kategorisasi Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai kepribadian ekstrovert dalam diri subjek penelitian. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 97 subjek penelitian, 88,66% individu berada dalam tingkat tipe kepribadian ekstrovert yang sedang, 11,34% berada dalam tingkat tipe kepribadian ekstrovert yang tinggi, dan tidak ada yang berada dalam tingkat tipe kepribadian ekstrovert yang rendah. Berdasarkan mean empirik, maka dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki tipe kepribadian ekstrovert sedang seperti yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 25. Kriteria Kategorisasi Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert Kategorisasi
Norma
Jumlah subjek
Persentase
Rendah
X <42
-
-
Sedang
42 < X < 66
86
88,66%
Tinggi
X > 66
11
11,34%
97
100%
Jumlah
commit to user
Mean empirik
59,206
127
5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Melalui metode Multiple Regression diperoleh koefisien determinasi yang menunjukkan nilai R2 (R square) sebesar 0,283. Artinya, sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert memberikan sumbangan sebanyak 28,3% terhadap subjective well-being. Hal ini berarti masih 71,7% faktor lain yang mempengaruhi subjective well-being pada individu berusia dewasa madya. Tabel 18.Hasil Analisis Regresi Ganda Model Summary Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a 1 .532 .283 .267 .31820 a. Predictors: (Constant), Tipe kepribadian Ekstrover, Sense of humor
Sementara itu, berdasarkan perhitungan manual didapatkan hasil sumbangan efektif sense of humor terhadap subjective well-being adalah sebesar 8,592%, sedangkan sumbangan efektif tipe kepribadian ekstrovert terhadap subjective well-being adalah sebesar 19,7%.
D. Pembahasan Hasil anilisis data menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya telah terbukti. Hubungan positif antara ketiga variabel ini menunjukkan hubungan yang searah, artinya semakin tinggi sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert yang dimiliki individu, maka semakin tinggi pula subjective well-being. Kekuatan hubungan ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar R=0,532; p=0,000 (p<0,05), dan F Hitung 18,506> F Tabel 3,09 pada tingkat signifikansi 5%.
commit to user
128
Sense of humor bersama-sama dengan tipe kepribadian ekstrovert akan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id mendukung subjective well-being pada individu dalam usia dewasa madya. Ketika individu usia dewasa madya memiliki sense of humor yang tinggi yang meliputi kemampuan untuk memproduksi humor yang didapat melalui pengamatannya di lingkungan sekitar, kemampuan untuk mengapresiasi humor dengan merespon stimulus yang muncul sebagai canda, mengekspresikan dengan senyuman atau tawa, dan menggunakan humor dalam bersosialisasi, serta didukung dengan tingginya tingkat kepribadian ekstrovert yang dimiliki, yaitu sikap yang aktif, hasrat untuk selalu melakukan kontak sosial dengan lingkungan, dan memiliki ketegasan diri terhadap intimidasi dari luar, maka akan meningkatkan subjective well-being pada individu usia madya tersebut. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan, yang dapat dilihat melalui output model summary, koefisien determinasi (R2) sebesar 0,283. Hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert secara bersama-sama mampu mendukung subjective well-being pada individu berusia dewasa madya sebesar 28,3%, sedangkan sisanya sebanyak 71,3% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diuji secara empiris dalam penelitian ini. Menurut Diener (2002) subjective well-being merupakan evaluasi kognitif dan afektif seseorang mengenai hidupnya, yaitu evaluasi kognitif mengenai kepuasan hidupnya dan evaluasi afektif mengenai afek positif individu dalam menghadapi berbagai kejadian yang dialami. Masa dewasa madya merupakan masa dimana individu meraih puncak karir, dan pada masa ini pula individu dapat memetik buah hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan
commit to user
129
didapatkan kepuasan atas apa yang telah diraihnya (Santrock, 2002), dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id subjective well-being akan dapat tercapai. Masa usia madya berlangsung antara umur 40-60 tahun. Seperti layaknya masa remaja, masa dewasa madya merupakan masa transisi. Masa transisi pada dewasa madya merupakan masa dimana individu meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya, dan memasuki suatu periode kehidupan yang akan diikuti oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru, oleh karena itu cepat atau lambat harus dilakukan suatu penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan yang dialami (Hurlock, 2002). Individu yang dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupannya akan lebih mudah untuk memaknai secara positif perubahan tersebut dan mendapatkan kepuasan hidup, keadaan seperti itulah yang mampu membimbing individu dalam meraih kebahagiaan utuh atau subjective well-being. Subjective
well-being
adalah
suatu
keadaan
yang
dibawa
oleh
kesubjektivitasan individu masing-masing dalam menilai positif mengenai kehidupannya. Tingginya jumlah perasaan/afek positif yang dimiliki dan penerimaan atas apa yang telah diraih dalam kehidupannya dapat menuntun individu dalam mencapai subjective well-being. Individu dalam usia madya merupakan periode usia yang matang sehingga dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan dan mengevaluasi apa yang telah dialami dalam kurun waktu kehidupannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menggambarkan bahwa individu dewasa madya, yakni karyawan PT Telkom Distel Jogjakarta memiliki subjective well-being secara umum termasuk kategori tinggi berdasarkan rerata empirik sebesar 40,711. Melalui bukti empiris tersebut dapat menunjukkan
commit to user
130
bahwa karyawan dewasa madya PT Telkom Distel Jogjakarta memiliki tingkat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id subjective well-being yang tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Diener, dkk. (1999) yang menyatakan bahwa kepuasan hidup dapat meningkat karena individu akan beradapatasi dengan lebih baik dalam menghadapi persoalan kehidupan seiring individu bertambah usia. Ehrlich dan Isaacowitz (2002) juga menyampaikan pendapatnya, yaitu saat individu mulai tumbuh dan berada dalam usia tengah baya, individu mulai dapat berpikir lebih bijak sehingga afek negatif yang dirasakannya lebih kecil daripada yang dialami oleh individu pada periode usia yang lebih muda. Rendahnya afek negatif, tingginya afek positif, kepuasaan akan hidup, dan kepuasan atas ranah-ranah domain yang telah didapatkannya merupakan syarat bagi individu dalam meraih kebahagiaan utuh atau subjective well-being dalam hidupnya. Ada berbagai macam cara yang dilakukan individu dalam meraih kebahagiaan. Salah satunya adalah berada dalam lingkungan atau keadaan yang penuh dengan humor. Sense of humor yang dimiliki dapat membuat individu lebih santai dan lebih dapat memaknai positif terhadap permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya. Hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,214 dengan p=0,036 (p<0,05) sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima dan dapat dinyatakan ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dengan subjective well-being. Individu yang memiliki sense of humor cenderung dalam keadaan yang memiliki subjective well-being pula. Sampel penelitian secara umum mempunyai sense of humor pada taraf sedang berdasarkan mean empirik
commit to user
131
sebesar 112,268. Bukti empiris ini menunjukkan bahwa individu dewasa madya di perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PT Telkom Distel Jogjakarta memiliki tingkat sense of humor yang cukup tinggi. Ruocco (2007) mengungkapkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan setiap individu dan sense of humor merupakan sikap mental yang tepat untuk mengarahkannya mencapai kebahagiaan yang lebih. Hal ini sesuai dengan hasil hitungan manual mengenai sumbangan efektif sense of humor terhadap subjective well-being, yaitu sebesar 8,52%, yang memiliki pengertian bahwa sense of humor memberikan kontribusi sebesar 8,52% untuk mendukung subjective well-being pada dewasa madya. Melalui hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi sense of humor yang dimiliki subjek, maka semakin tinggi pula subjective wellbeing yang dimiliki. Hayes dan Joseph (dalam Librán, 2006) mengungkapkan bahwa orangorang tertentu cenderung lebih bahagia dibanding yang lain karena kepribadian yang dibawanya. Individu yang mempunyai karakter kepribadian yang optimis dan mempunyai kompetensi sosial yang baik cenderung lebih bahagia daripada individu yang berkarakter pesimistis dan menarik diri dari lingkungannya. Pendapat yang dikemukakan oleh Hayes dan Joseph tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang melakukan pengujian secara parsial antara tipe kepribadian ekstorvert dengan subjective well-being yang menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,378 dengan p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being, sehingga hipotesis ketiga dalam penelitian ini dapat diterima. Penelitian ini juga menggambarkan bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini termasuk individu yang berada dalam tingkat tipe kepribadian
commit to user
132
ekstrovert yang sedang, yaitu ditunjukkan dengan mean empirik sebesar 59,206. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hal ini menunjukkan bahwa pada saat penelitian, individu dewasa madya di PT Telkom Distel Jogjakarta menunjukkan perilaku yang cukup aktif dan penuh semangat, bebas dalam mngespresikan apa yang diinginkan, memiliki hasrat bersosialisasi yang cukup tinggi dengan lebih menikmati berada di suasana ramai yang lebih dapat memberikan kesempatan luas untuk bergaul, memiliki sikap asertif yang membuat individu lebih terbuka dan berani dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depannya, berani untuk mengutarakan apa yang sesuai dengan prinsip yang dipegangnya, kesadaran untuk mengikuti berbagai kegiatan dalam bersosialisasi, dan memiliki daya saing yang cukup tinggi dalam meraih ambisinya. Individu yang cukup aktif dan positif dalam bersosialisasi dengan lingkungannya akan cenderung meraih subjective well-being dalam kehidupannya. Saat individu berinteraksi positif dengan orang lain, akan timbul suatu perasaan saling membutuhkan dan penerimaan atas kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga ini akan meningkatkan afek positif yang dimiliki individu. Hal ini sesuai dengan hasil hitungan manual mengenai sumbangan efektif tipe kepribadian ekstrovert terhadap subjective well-being, yaitu sebesar 19,7%, yang memiliki pengertian bahwa tipe kepribadian ekstrovert memberikan kontribusi sebesar 19,7% untuk mendukung subjective well-being pada dewasa madya. Maka dapat diartikan terdapat hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being, yaitu semakin tinggi tingkat tipe kepribadian ekstrovert yang dimiliki maka semakin tinggi pula subjective well-being.
commit to user
133
Jung (1953) menyatakan bahwa setiap jiwa dalam diri individu memiliki perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id energi yang akan mengalir, baik itu mengalir ke dalam dirinya sendiri (tipe introvert )maupun mengalir ke luar dirinya (tipe ekstrovert). Individu dengan tipe kepribadian yang lebih cenderung ekstrovert akan mudah untuk bersosialisasi dengan lingkungannya karena hasrat dalam dirinya memang bertujuan untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya. Menurut Diener dan Suh (2000) bersosialisasi secara positif dengan lingkungan merupakan hal yang diperlukan bagi individu untuk mendapat tingkat komponen kognitif yang diharapkan dalam mencapai subjective well-being, yaitu individu mempunyai penilaian bahwa berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang memberikannya kepuasan hidup. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya, namun hasil penelitian ini masih memiliki banyak keterbatasan di antaranya jumlah subjek masih berada dalam lingkup yang kecil, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subyek yang lebih banyak dan lingkup yang lebih luas, juga dapat dilakukan dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert secara bersama-sama memiliki hubungan positif yang signifikan dengan subjective well-being. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being, diterima. 2. Ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dengan subjective well-being. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being, diterima. 3. Ada hubungan positif yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being, diterima.
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
B. Saran 1. Bagi individu berusia dewasa madya Individu dalam usia dewasa madya hendaknya menggunakan sense of humor-nya dalam menghadapi problematika dalam masa transisi yang dilaluinya ini dan meningkatkan kegiatan dalam hal bersosialisasi secara positif dengan lingkungannya, sehingga akan mendukung tercapainya subjective well-being dalam kehidupannya. Hal ini dapat dilakukan secara terbuka dengan humor yang dicetuskan oleh rekan, menerima dan mencoba mencetuskan humor untuk mengurangi ketegangan, mengikuti kegiatan sosial yang diadakan oleh lingkungan sekitar atau tempat kerja. 2. Bagi institusi PT Telkom Distel Jogjakarta Disarankan kepada PT Telkom pada umumnya, dan PT Telkom Distel jogjakarta,
pada
khususnya,
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan
komitmennya dalam mensejahterakan karyawan serta mengadakan kegiatankegiatan guna mengembangkan sikap yang positif dalam bersosialisasi dengan lingkungannya, baik dalam berinteraksi secara internal dengan perusahaan dan karyawan-karyawan lainnya, maupun interaksi eksternal dalam menghadapi customer. Hal ini dapat dilakukan, antara lain dengan mempertahankan acara gathering yang diadakan setiap tiga bulan sekali, kegiatan olahraga rutin, mengadakan pelatihan untuk meningkatkan sense of humor dengan tujuan agar dapat mengurangi kecemasan karyawan dalam mengahadapi permasalahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
hidupnya dalam melalui masa madya ini, dan mengadakan pelatihan untuk meningkatkan strategi pelayanan yang lebih baik. Selain itu, perusahaan juga dapat menyisipkan unsur humor dalam setiap acara piknik/ gathering yang diselenggarakan agar suasana dapat lebih santai setelah kepadatan aktivitas yang dikerjakan oleh para karyawan selama lima hari kerja dalam seminggu. 3. Bagi peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya yang berminat meneliti dengan tema yang sama diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi subjective well-being seperti jenis pekerjaan, keharmonisan keluarga, sel esteem, dan disarankan juga untuk menggunakan alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Peneliti selanjutnya juga diharapkan mempertimbangkan gaya sense of humor yang dikembangkan oleh Martin (2007) untuk mengetahui apakah gaya humor yang dimiliki tiap individu dapat memberikan pengaruh bagi subjective well-being. Selain itu, penelitian ini telah menunjukkan bukti bahwa ada hubungan antara sense of humor dengan subjective well-being, sehingga peneliti selanjutnya dapat mengadakan pelatihan mengenai pengaruh sense of humor terhadap peeningkatan kebahagiaan individu khususnya dalam usia dewasa madya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menggunakan data tambahan seperti observasi dan wawancara,sebagai tambahan dalam menganalisis data, agar hasil yang didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak semua hal dapat diungkap dengan angket. commit to user