Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2017 Vol. 2, No. 1, Hal 65-73
PERBEDAAN SABAR PADA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DEWASA AWAL Rachma Fatmawati
[email protected] Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA ABSTRAK Kepribadian merupakan bagian dari jiwa, yang dipahami secara utuh dan dilihat dari konteks tingkah laku, pikiran, perasaan serta kegiatan individu (Alwisol, 2012). Sabar merupakan respon awal yang aktif pada individu dalam menahan pikiran, perkataan, dan perilaku yang tidak sesuai nilai/norma yang berlaku dengan tujuan kebaikan (El Hafiz dkk, 2015). Sabar merupakan salah satu nilai yang dapat dilihat dan dipahami dengan melihat tingkah laku, pikiran, perasaan dan perkataan yang ada pada setiap kepribadian seorang individu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya perbedaan sabar pada individu dengan kepribadian ekstrovert dan introvert. Penelitian ini menggunakan Metode Kuantitatif dengan jumlah partisipan sebanyak 136 reponden, yang terdiri dari 27 (19.8%) responden laki-laki dan 109 (80.2%) responden perempuan. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur, yaitu: EPI (Eysenck’s Personality Inventory) dan Tes Kesabaran (El Hafiz, 2015). Teknik analisa data pada penelitian ini adalah Independent-Sample T Test. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sabar yang signifikan pada individu dengan kepribadian ekstrovert dan introvert. Maka dapat disimpulkan bahwa individu dengan kepribadian ekstrovert maupun introvert dapat memiliki kesabaran dalam semua tingkatan. Kata Kunci: Sabar, Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ditunjukan pada masa kanak-kanak dengan kepribadian yang terbentuk dimasa dewasa (Santrock, 2012). Pada masa dewasa muda sifat dan kepribadian individu relatif lebih stabil (Papalia dkk, 2009). Hal ini, didukung juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Caspi & Robberts; McCrae & Costa; Robert & Del Vecchio yang menghasilkan kesimpulkan bahwa pengukuran trait kepribadian sepanjang masa dewasa terdapat stabilitas yang relatif tinggi, hal tersebut diperoleh dari pengukuran trait kepribadian yang sama pada periode waktu yang berbeda dengan hasil yang tetap signifikan (Corvone & Pervin, 2011). Istilah kepribadian adalah gambaran yang diperlihatkan individu apa adanya dalam berprilaku, tanpa penilaian yang memasukan unsur-unsur norma (Suryabrata, 2008). Kepribadian
PENDAHULUAN Arnett menggunakan kata beranjak dewasa (emerging adulthood) pada transisi dari masa remaja ke dewasa yang terjadi pada usia 18 hingga 25 tahun, individu pada masa ini memiliki keingintahuan secara logis dan realistis dengan membuktikannya secara empiris dan eksplorasi yaitu dimana individu akan mencari tahu lebih dalam mengenai apa yang sudah diketahuinya (Santrock, 2012). Selaras dengan Bowman yang mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa transisi dari sekolah menengah (remaja SMA) ke perguruan tinggi (mahasiswa/i), yang ditandai oleh adanya stabilitas dan perubahan yang berlangsung dari masa kanak-kanak hingga dewasa dan hal tersebut didukung oleh para peneliti pada masanya, yang juga menemukan keterkaitan antara tempramen yang [65]
merupakan karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku, konsistensis individu dalam pola perasaan dan pemikiran yang secara berulang-ulang ditunjukan pada kejadian yang hampir sama hingga memperlihatkan pola perilaku yang juga sama pada suatu keadaan yang ditunjukan secara berbeda-beda oleh setiap individu (Pervin dkk, 2010). Menurut Allport sendiri karakter adalah kepribadian, dan kepribadian adalah karakter sehingga dapat dikatakan bahwa karakter dan kepribadian adalah satu dan sama (Suyabrata, 2008). Kepribadian merupakan bagian dari jiwa, dipahami secara utuh yang dilihat dari konteks tingkah laku, fikiran, perasaan dan kegiatan individu (Alwisol, 2012). Sehingga dapat dikatakan bahwa kepribadian bersifat komprehensif karena mengacu pada semua aspek dari individu, yaitu kehidupan mental, pengalaman emosional, dan perilaku sosial (Corvone & Pervin, 2011). Namun, kepribadian juga merupakan manifestasi individu dalam bertingkah laku secara spesifik dengan dan dalam berhadapan dengan lingkungannya (Fudyartanta, 2012). Eysenk berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas perilaku-perilaku yang muncul dan terorganisasi berdasarkan keumuman dan kepentingannya, hal tersebut diurutkan dari hal yang tertinggi dan hingga mencangkup ke hal yang paling rendah, yaitu 1) type; 2) trait; 3) habitual dan; 4) spesific response. Spesific response yang dimaksud disini adalah dimana individu merespon atau bertindak mengenai keadaan atau sebuah kejadian, sedangkan habitual adalah sebuah tindakan atau respon-respon yang dilakukan secara berulang-ulang dalam menghadapi peristiwa yang hampir sama, dan trait adalah habitual yang cenderung ada pada individu tertentu, terakhir adalah type yang artinya organisasi yang ada pada individu secara umum (Suryabarata, 1993).
Kepribadian yang dibahas oleh Jung adalah mengenai psikhe, yaitu totalitas segala peristiwa psikis yang disadari maupun yang tidak disadari dan psikhe memiliki dua komponen pokok yang mempunyai peran penting bagi orientasi manusia dalam dunianya, yaitu sikap psikhe dan fungsi psikhe (Semiun, 2013). Jung menggunakan kombinasi sikap dan fungsi tersebut dalam mendeskripsikan tipe-tipe kepribadian manusia, kombinasi sikap (ekstrovent dan introvert) dengan fungsi (fikiran, perasaan, penginderaan dan intuisi) yang akan mengasilkan delapan macam tipe manusia, yaitu ekstrovert-fikirian, perasaan, penginderaan dan intuisi dan introvertfikiran, perasaan, penginderaan dan intuisi (Alwisol, 2012). Eysenk menjelaskan ekstroversi adalah individu yang secara umum mudah bersosialisas, aktif, dan ramah, mereka juga dianggap memiliki keterangsangan otak yang relatif berada pada tingkat yang lebih rendah dan cenderung mencari stimulasi. Menurut pendekatan Big Five, istilah ini merujuk pada dimensi kepribadian yang meliputi antusiasme, dominasi, dan sosiabilitas. Individu yang rendah dalam dimensi ektraversi ini dianggap individu yang introvert. Dalam teori biologis Eysenk istilah introversi menggambarkan individu yang cenderung pendiam, suka menyediri, bijaksana, dan juga memiliki tingkat aktivitas otak yang relatif lebih tinggi, hingga membuat mereka berusaha menghindari lingkungan sosial yang menstimulasi mereka. Menurut pendekatan Big Five, istilah introversi digunakan untuk menggambarkan individu yang rendah pada dimensi ekstraversion. Individu yang introver cenderung pemalu, submisif, manarik diri, dan pendiam (Friedman & Schustack, 2008). Menurut Jung individu yang lebih cenderung pada kepribadian ekstrovert adalah individu yang memiliki pandangan objektif, tidak mempersonalisasikan sesuatu mengenai dunia dan individu dengan kepribadian introvert secara esensi [66]
memiliki pandangan subjektif dan terindividualisasikan dalam melihat hal-hal mengenai dunia (Feist & Feist, 2011). Jung mendeskripsikan ekstroversi sebagai pengarahan libido/energi psikis terhadap hal-hal diluar dirinya, sedangkan introversi adalah pengarahan libido/energi psikis ke hal-hal dalam dunia internal (Friedman & Schustack, 2008). Berbeda dengan Eysenck yang mendeskripsikan individu ektrovert dengan beberapa karakteristik utama, yaitu kemampuan bersosialisasi dan sifat impulsif, senang bercanda, penuh gairah, cepat dalam berpikir, optimis, serta sifat-sifat lain yang mengindikasi pada hubungan baik dengan orang lain. Sedangkan individu introvert memiliki karateristik utama yang pendiam, pasif, tidak terlalu bersosialisasi, hati-hati, tertutup, penuh perhatian, pesimistis, damai, tenang dan terkontrol (Feist & Feist, 2011). Dalam menghadapi sebuah peristiwa atau kejadian, individu dengan kepribadian ekstrovert dan introvert akan memanifestasikan peristiwa atau kejadian tersebut dengan respon yang berbeda. Peristiwa atau kejadian yang dianggap menyulitkan pun akan berbeda pada setiap individu yang memiliki kepribadian berbeda tersebut. Namun, kesabaran yang ada pada setiap individu merupakan sebuah nilai yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap individu meski dengan tipe kepribadian yang berbeda. Sabar adalah salah satu nilai yang dapat digunakan/tidak digunakan ketika seorang individu menghadapi suatu peristiwa atau kejadian yang dirasa menyulitkan untuk individu tersebut. Asal kata sabar adalah berarti mencegah dan menghalangi, yang berarti bahwa sabar adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah dalam mengahadapi kesulitan, hal-hal yang tidak disenangi, mencegah lisan untuk mengeluh akan hal tersebut dan menghalangi anggota tubuh untuk tidak merusak diri, barang, menyakiti orang lain dan yang lainnya (AlJauziyah, 2006). Kesabaran adalah sebuah
kompetensi yang dapat memberikan energi untuk memikul berbagai kesulitan yang timbul karena rintangan-rintangan yang muncul, penderitaan, cobaan dan perjuangan dalam menghadapi hal-hal negatif yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri, seperti menghadapi hal-hal yang tidak disenangi oleh dalam diri tetapi individu harus mampu menghadapinya (Malahayati, 2002). Hasil penelitian yang diambil dari berbagai perspektif agama bahwa sabar memiliki berbagai macam makna, yaitu pengendalian diri dalam konteks emosi dan keinginan dalam diri, memiliki usaha untuk mengatasi masalah, bertahan dalam menghadapi penderita maupun kesulitan, merasakan kepahitan hidup tanpa berkeluh kesah, kegigihan dalam usaha penyelesaian masalah, bekerja keras, dan ulet untuk mencapai suatu tujuan (Subandi, 2011). Selain itu, sabar juga dikatakan sebagai usaha awal individu dalam menahan pikiran, perkataan, dan perilaku yang tidak sesuai nilai/norma yang berlaku dengan tujuan kebaikan yang disertai dengan keselarasan munculnya sifat optimis, pantang menyerah, semangat mencari informasi/ilmu dan berbagai alternatif solusi, konsisten dalam usahanya, dan tidak mudah mengeluh atas setiap proses yang ada didalamnya serta memaafkan akan segala sesuatu yang membuat usahanya semakin sulit (El Hafiz dkk, 2015). Dilihat dari konsep sabar El Hafiz dkk (2015) diatas, sifat-sifat yang menjadi komponen utama dan komponen penunjang pada nilai sabar terlihat pada sifat-sifat yang juga muncul sebagai karakteristik pada kepribadian ekstrovert maupun introvert. Beberapa sifat telah dimiliki oleh tipe kepribadian ekstrovet dan sebagian lainnya juga dimiliki oleh tipe kepribadian introvert. Hal ini dapat diartikan bahwa nilai sabar dimiliki oleh individu dengan kepribadian ekstrovert maupun introvert. Salah satu sifat yang menjadi kompenen penunjuang sabar adalah sifat [67]
optimis, yang dijadikan sebagai salah satu aspek sabar dalam melihat tingkat sabar yang dimiliki seorang individu. Individu dengan tipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat optimis, sedangkan individu dengan tipe kepribadian introvert memiliki sifat pesimis karena Eysenck berpendapat bahwa kepribadian introvert memunculkan karakteristik yang berlawanan dengan karakteristik kepribadian ekstrovert. Sehingga dapat dikatakan bahwa individu yang cenderung memiliki tipe kepribadian ekstrovert optimis dalam mencapai tujuannya (Eysenck & Wilson, 1980). Selain itu, sifat aktif yang juga menjadi salah satu unsur komponen pada sabar ditemukan pada individu dengan tipe kepribadian ekstrovert sebagai salah satu karakteristik yang ada pada individu tersebut. Individu dengan kepribadian ekstrovert memiliki sifat aktif dalam beraktifitas. sehingga dapat dikatakan bahwa individu dengan tipe kepribadian tersebut memiliki keaktifan dalam mencari ilmu/informasi agar mendapatkan solusi ketika ditimpa oleh permasalahan attau dalam usaha mencapai tujuannya (Eysenck & Wilson, 1980). Adapun sifat semangat yang juga menjadi salah satu unsur pada komponen penunjang pada sabar, dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian ekstrovert. Individu dengan tipe kepribadian tersebut memiliki sifat semangat, khususnya dalam mencari solusi atau dalam mencapai tujuannya (Eysenck & Wilson, 1980). Hal ini juga didukung oleh Jung yang menjelaskan bahwa dalam tipe ekstrovert-perasaan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat semangat (Semiun, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Watson & Clark pada tahun 1997, ditemukan penemuan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert lebih berprestasi dalam bidang akademik, khususnya dalam bidang studi yang sukar dibandingkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert (Cervone & Pevin, 2011). Hal tersebut terbantahkan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Paramitha (2010) mengenai prestasi, yaitu individu dengan tipe kepribadian ekstrovert memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan prestasi yang dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian introvert. Individu dengan tipe kepribadian introvert lebih mampu menahan emosi positif maupun negatif, yaitu menahan diri dengan mengontrol dirinya dalam berkata, bertindak dan berprilaku (Eysenck & Wilson, 1980). Menahan emosi juga merupakan sifat yang menjadi salah satu unsur komponen utama dalam sabar (El Hafiz, dkk, 2015). Sehingga dapat dikatakan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert memiliki sifat dalam menahan emosi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ratnaningsing (2015) bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert lebih mampu menejemen emosinya dibandingkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert. Selain itu, individu dengan tipe kepribadian ekstrovert lebih banyak bertindak tanpa berpikir sehingga individu tersebut seringkali masuk dalam sebuah permasalahan (Burger, 2011). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sinuraya (2009) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi kecenderungan ekstrovert pada individu akan semakin tinggi perilaku agresinya. Ditemukan hasil penelitian yang dilakukan Suyanto (2005) bahwa kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik dibandingkan individu dengan tipe keprinbadian ekstrovert. Namun, tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarti (2012) dan Karomah (2014) dengan hasil yang serupa, yaitu individu dengan tipe kepribadian introvert lebih memiliki tingkat kecenderungan bunuh diri yang tinggi dibandingkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert. Menurut Eysenck individu dengan tipe kepribadian introvert memiliki sifat yang konsisten karena tidak mudah berubah-ubah (Cervone &Pervine, 2011). [68]
Sebaliknya individu dengan tipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat mudah berubah-ubah pikirannya (changeable) yang berarti bahwa individu dengan tipe kepribadian tersebut tidak konsisten dalam berprilaku atau dalam mencapai tujuannya (Eysenck & Wilson, 1980). Sehingga dapat dikatakan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert memiliki sifat konsisten sebagai salah satu sifat yang menjadi unsur komponen penunjuang pada sabar. Sifat-sifat yang menjadi unsur komponen utama dan komponen pendukung yang terdapat pada sabar, terdapat juga pada sifat-sifat dalam karakteristik tipe kepribadian ekstrovert maupun introvert. Meski tidak semua sifatsifat dimiliki oleh salah satu tipe kepribadian secara menyeluruh, hal tersebut menunjukan bahwa nilai sabar dimiliki oleh dua tipe kepribadian. Namun, terdapat beberapa aspek yang menunjukan tingkat kesabaran pada salah satu tipe kepribadian lebih tinggi dibandingkan tipe kepribadian yang lain. Hal ini membuat peneliti merasa tertarik dalam meneliti tingkat kompetensi yang ada pada tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Sehingga diharapkan mampu berkontribusi dalam menambah pengetahuan mengenai adanya perbedaan sabar pada kepribadian ekstrovert dan introvert pada individu dewasa awal. Serta dapat mengembangkan perbedaan karakteristik pada kepribadian ektrovert dan introvert.
subjek pada penelitian ini adalah subjek yang berusia 18 hingga 25 dengan status sebagai seorang mahasiswa pada sebuah institusi perguruan tinggi, baik laki-laki maupun perempuan. Data diambil melalui sistem online dan disebar secara manual selama kurang lebih dua minggu pada bulan Maret 2017. Desain Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, penelitian kuantitatif merupakan metode-motode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel yang biasanya diukur dengan instrumen-instrumen penelitian sehingga data-data yang didapat berupa angka-angka yang dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik (Creswell, 2013). Penelitian ini menggunakan desain penelitian ex post facto field study, yang berati bahwa penelitian ini tidak melakukan manipulasi terhadap independent variabel dan dilakukan pada siatuasi alami dengan keadaan sewajarnya atau sehari-hari (Seniati dkk, 2015). Penelitian ini menggunakan dua alat ukur, yaitu: 1. EPI (Eysenck’s Personality Inventory) From-A adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur tipe kepribadian. EPI Form-A ini merupakan salah satu dari instrumeninstrumen yang pernah dikembangkan oleh Eysenck yang dipakai oleh banyak pakar yang digunakan untuk melakukan penelitian (Alwisol, 2011). Skala pengukuran tipe kepribadian ini merupakan adaptasi berdasarkan alat tes EPI (Eysenck’s Persoality Inventory). EPI merupakan alat ukur kepribadian dari Eysenck yang telah baku. EPI ini digunakan untuk menggolongkan individu ke dalam dua tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Alat ukur EPI ini terdiri dari 57 aitem, terdiri dari aitem Ekstrovert sebanyak 24 aitem, aitem Lie sebanyak 9 aitem, dan aitem Neuroticism sebanyak 24 aitem. Pada
METODE Partisipan Penelitian ini menggunakan metode sampling nonprobability atau yang biasa disebut dengan sampel tidak acak dengan teknik sampling sampling insidental. sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti yang akan digunakan sebagai sampel bila dipandang cocok sebagai sumber (Sugiyono, 2009). Karakteristik [69]
penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dan menilai aspek yang mengandung penilaian tentang ekstrovert dan introvert yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. 2. Tes Kesabaran (El Hafiz, 2015) dengan nilai realibilitas sebesar sebesar
signifikan sebesar 0,208 dengan nilai PValue (P>0,005) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kepribadian ekstrovert dan introvert pada dewasa awal. Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa individu dengan kepribadian ekstrovert maupun introvert dapat memiliki kesabaran dalam semua tingkatan. DISKUSI Penelitian ini dilakukan pada 136 reponden, yang terdiri dari 27 (19.8%) responden laki-laki dan 109 (80.2%) responden perempuan, dan jumlah subjek dengan tipe kepribadian ekstrovert sebanyak 90 (66.2%) responden dan subjek dengan tipe kepribadian sebanyak 46 (33.8%) responden. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat adanya perbedaan sabar pada kepribadian ekstrovert dan introvert dewasa awal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada responden dengan rentan umur 18 hingga 25, menggambarkan bahwa tidak adanya perbedaan sabar yang signifikan pada kepribadian ekstrovert dan introvert pada dewasa awal. Sehingga dapat dikatakan bahwa individu dengan kepribadian ekstrovert maupun introvert dapat memiliki kesabaran dalam setiap tingkatan. Hal ini juga didukung oleh penemuan peneliti terhadap sifat-sifat yang menjadi unsur komponen sabar berjumlah seimbang disetiap kepribadiannya. Terdapat dua sifat yang dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian ekstrovert, salah satunya adalah optimis yang menjadi komponen penunjang dalam sabar. Sifat optimis tersebut dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian ekstrovert yang berarti bahwa individu tersebut optimis dalam mencapai tujuannya (Eysenck & Wilson, 1980). Begitu pula sifat semangat yang juga didukung oleh pernyataan Jung dalam ektrovert-perasaan bahwa sifat tersebut dimiliki oleh individu dengan kepribadian ekstrovert, yang berarti bahwa individu tersebut bersemangat dalam mencari
0,686 dari 11 item, meliputi beberapa dimensi yaitu pantang menyerah, optimis, konsisten, mencari ilmu, dan tidak mengeluh, serta memaafkan. Teknik Analisa Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik pengujian hipotesis komparatif yang berati bahwa parameter populasi yang berbentuk perbandingan melalui ukuran sampel yang juga berbentuk perbandingan dan juga menguji kemampuan generalisasi yang berupa perbandingan keadaan variabel dari dua sampel atau lebih (Sugiyono, 2015). Sehingga penelitian ini akan memperlihatkan perbandingan tingkat sabar pada sampel yang dikategorikan sebagai individu dengan kepribadian ekstrovert dan introvert, dibantu dengan program Statical Packages For Social Science (SPSS) versi 22 For Windows HASIL ANALISA Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai mean sabar pada tipe kepribadian ekstrovert sebesar 50,77 dan nilai mean pada kepribadian introvert sebesar 48,48 yang berarti bahwa adanya perbedaan sabar pada individu dengan kepribadian ekstrovert dan introvert. Namun, berdasarkan Tabel 2 nilai Sig. pada Levene’s Test penelitian ini sebesar 0,379 dengan nilai P-Value (P>0,005) yang berarti varians dari tipe kepribadian ekstrovert dan introvert adalah sama. Hal ini, menunjukan bahwa nila t pada penelitian ini adalah 1.264 dan [70]
solusi/mencari ilmu untuk setiap tujuannya (Semiun, 2013). Sedangkan pada individu dengan tipe kepribadian introvert mampu menahan emosi postif maupun negatifnya. Menahan emosi disini adalah sebagai salah satu unsur komponen utama dalam sabar, yang berarti bahwa individu dengan kepribadian ini mampu menahan emosinya dalam setiap kejadian atau peristiwa yang menimpanya (Eysenck & Wilson, 1980). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ratnaningsing (2015) yang dilakukan pada wiraniaga yang harus menghadapi tuntutan kerja, yang mengharuskannya tetap berekspresi positif seperti tersenyum meskipun mereka memiliki resiko ditolak oleh konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert lebih mampu menejemen emosinya dibandingkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert. Selain itu, hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sinuraya (2009) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi kecenderungan ekstrovert pada individu akan semakin tinggi perilaku agresinya, yang berarti bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert memiliki unsur kompenen utama sabar dengan mengendalikan pikiran, perkataan, dan perilaku yang tidak sesuai nilai/norma yang berlaku. Selain sifat tersebut, sifat konsisten juga dimiliki oleh kepribadian introvert sebagai salah satu unsur komponen penunjang dalam sabar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa individu dengan kepribadian introvert tidak mudah berubah-ubah dalam mencapai tujuannya meskipun terdapat banyak rintangan yang menghampirinya, entah sebuah kebahagiaan atapun kesulitan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dengan demikian, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah Hipotesis Null pada penelitian ini diterima dan Hipotesis Alternatifnya ditolak yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kepribadian ekstrovert dan introvert. Nilai mean sabar pada tipe kepribadian ekstrovert sebesar 50,77 dan nilai mean pada kepribadian introvert sebesar 48,48 yang berarti bahwa adanya perbedaan sabar pada individu dengan kepribadian ekstrovert dan introvert, namun tidak signifikan karena nilai t pada penelitian ini adalah 1.264 dengan nilai P Value (P>0,005) yaitu 0,208. Saran 1. Subjek Peneliti Sebagai individu yang memiliki karakter/kepribadian yang berbeda-beda hendaknya sebagai manusia yang diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan senantiasa meningkatkan nilai sabar pada diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 2. Peneliti Lain Saran bagi peneliti yang merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan kajian yang hampir sama, disarankan mengambil subjek dewasa awal yang lebih luas, tidak hanya berstatus sebagai mahasiswa/mahasiswi disebuah institusi perguruan tinggi karena banyak individu dengan rentan usia tersebut yang juga tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. DAFTAR PUSTAKA Alwison (2012). Psikologi Kepribadian: Edisi Revisi. Malang: UMM Press. Al Jauziyah, I.A.Q. (2006). Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur. Yogyakarta: Mitra Pustaka. [71]
Burger, J.M. (2011). Introduction to Personality. Wadsworth: Cengange Learning. Corvone, D. & Pervine, L.A. (2011).Kepribadian (Teori dan Penelitian): Edisi 10 Buku 1.Jakarta: Salemba Humanika. Creswell, J.W (2013). Research Design:Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Jakarta: Pustaka Pelajar. Darmawan, D. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya El Hafiz, S., Mundzir, I., Rozi, F., & Pratiwi., L. (2015). Pergeseran Makna Sabar dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris. 1 (1). 33-38. El Hamdy, U. (2015). Sabar Tanpa Batas, Syukur Tiada Akhir. Jakarta: WahyuQolbu. Eysenck, H.J. & Wilson, G (1980).Mengenal Diri Pribadi. Jakarta: Ans Sungguh Bersaudara. Feist, J. & Feist, G.J. (2011). TeoriKepribadian: Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika. Feist, J. & Feist, G.J. (2014). TeoriKepribadian: Edisi 7 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Friedman, H.S. & Schustack, M.W. (2008).Kepribadian (Teori Klasik dan Riset Modern): Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Fudyartanta (2012). Psikologi Kepribadian:Paradigma Filosofis, Tipologis, Psikodinamik dan Organismik-Holistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Karomah, S. N. (2014). PerbedaanKecenderungan Perilaku Bunuh Diri Ditinjau Dari Tipe Kepribadian (Doctoral Dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya). Khalid, A.M. (2006). Sabar dan Bahagia: 3Metode Nabi Mencerdaskan Emosi. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Kritiyani, Y.M. (2009). Hubungan AntaraTipe Kepribadian Ekstrovert-
Introvert dengan Orientasi Ketrampilan Komunikasi Interpersonal Pada Distributor Multi Level Marketing. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Malahayati (2002). Ketika Wanita HarusBersabar. Semarang: Pustaka Widyamara. Papalia D.E., Olds, S.W, & Feldman, R.D.2009. Human Development (Perkembangan Manusia): Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika. Paramitha, R. (2010). Perbedaan PrestasiBelajar Ditinjau dari Tipe Kepribadian Ekstravert-Introvert pada Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling & Psikologi-Fakultas Ilmu Pendidikan UM. Pervin, L.A., Cervone, D., & John, O.P(2010). Kepribadian (Teori dan Penelitian): Edisi 9. Jakarta: Kencana. Ratnaningsih, I. Z. (2015). ManajemenEmosi Sesuai Tuntutan Kerja (Emotional Labor) Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Pada Wiraniaga. Jurnal Psikologi Undip, 14(1), 21-28. Santrock, J.W. (2012). Life SpanDevelopment: Edisi Ketigabelas Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Sarwono, J. (2006). Metode PenelitianKuantitatif & Kualitatif. Yogyakarrta: Graha Ilmu. Semiun, Y. (2013). Teori-Teori Kepribadian: Psikoloanalitik Kontemporer. Yogyakarta: Kanisius. Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B.N.(2015). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks. Subandi (2011). Sabar: Sebuah KonsepPsikologi. Jurnal Psikologi. 38 (2). 215-227. Sugiyono (2007). Metode PenelitianKuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono (2015). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sunarti, N. (2012). Tipe Kepribadian,Tingkat Pendidikan, Status Sosial Ekonomi dan Ide Bunuh Diri [72]
(Studi Kasus di Kota Surakarta) (Doctoral dissertation, Universitas Muham-madiyah Surakarta). Sinuraya, D. (2009). Hubungan antaraKepribadian Ekstrovert Dengan Perilaku Agresi Pada Remaja (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Suyabrata (1993). Psikologi Kepribadian.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Suryabrata (2008). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
[73]
[74]