NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN KEKERASAN DALAM PACARAN
Oleh: MUTHIA NURRAKHMI YULIANTI DWI ASTUTI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN KEKERASAN DALAM PACARAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc., Psikolog)
ii
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN KEKERASAN DALAM PACARAN
Muthia Nurrakhmi Yulianti Dwi Astuti
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecencerungan melakukan kekerasan dalam pacaran. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Islam Indonesia, berusia 18-24 tahun. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode accidental non random sampling. Skala yang digunakan adalah alat ukur yang yang dibuat sendiri oleh peneliti yaitu skala kecenderungan kekerasan dalam pacaran, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Reputrawati (Herawati, 2004) dan skala kepribadian feeling ekstrovert, mengacu pada aspek yang dikemukakan aspek yang dikemukakan Jung (Alwisol, 2004). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 15.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran. Spearman Correlation menunjukkan nilai r = 0,101 dengan p = 0,406 (p > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran. Jadi hipotesis penelitian ditolak.
Kata Kunci : Kepribadian Ektrovert, Kekerasan Dalam Pacaran
iii
PENGANTAR
Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk hubungan sosial antar manusia adalah sebuah hubungan yang lebih dekat antara pria dan wanita, dalam bahasa gaul anak muda saat ini dinamakan pacaran. Pacaran merupakan salah satu bentuk hubungan sosial antara satu manusia dengan manusia lainnya. Pacaran merupakan hubungan yang lebih dekat daripada sebuah pertemanan. Hubungan pacaran merupakan realisasi dari rasa suka, rasa nyaman, rasa saling sayang, yang kemudian ditindaklanjuti menjadi sebuah komitmen, yaitu berpacaran. Dalam pacaran tiap pasangan akan mengungkapkan rasa sayangnya dengan mengucapkan kata sayang atau melakukan hal-hal yang membuat senang pasangannya. Pacaran yang sehat adalah ketika individu dan pasangan membuat keputusan
bersama,
mampu
mendiskusikan
perbedaan
pendapat,
saling
mendengarkan, saling menghargai, mau berkompromi, merasa nyaman jika melakukan kegiatan sendirian tanpa pacar dan tidak ada yang berusaha mengontrol hubungan. Pada sebagian orang yang berpacaran terdapat hubungan yang tidak sehat, salah satunya terdapat kekerasan dalam hubungan tersebut. Menurut The National Clearinghouse on Family Violance (1996), kekerasan dalam berpacaran adalah serangan seksual, psikologis maupun fisik yang ditujukan terhadap pasangannya. Kekerasan dalam pacaran meliputi segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh
1
pasangan di luar hubungan pernikahan yang sah (Undang-undang Perkawinan 1/1974, pasal 2 ayat 2, dalam Rifka Annisa, 2006). Kekerasan yang terjadi dalam relasi personal ini biasanya terdiri dari beberapa jenis. Menurut Reputrawati (Herawati, 2004), bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran adalah: 1. Kekerasan fisik Kekerasan yang dilakukan dengan anggota badan pelaku, misalnya menggunakan tangan atau kaki, atau dengan bantuan alat tertentu seperti kayu, batu, besi, dan lain sebagainya. Kekerasan fisik ini contohnya menjambak, mendorong, mencekik, dan sejenisnya. 2. Kekerasan emosional Kekerasan yang cenderung tidak terlalu nyata atau jelas seperti kekerasan fisik. Kekerasan emosional lebih dirasakan atau berdampak pada perasaan sakit hati, tertekan, marah, perasaan terkekang, minder, dan lain-lain perasaan tidak nyaman. Contoh kekerasan emosional adalah pembatasan, yaitu seseorang membatasi aktivitas pasangannya tanpa alasan yang masuk akal, cemburu berlebihan, berselingkuh, menghina, dan lain-lain. 3. Kekerasan seksual Kekerasan yang bersifat seksual, atau yang berkaitan dengan penyerangan seksual atau agresivitas seksual seperti mencium dengan paksa, memeluk dengan paksa, memegang tangan atau meraba-raba kemaluan. Selain itu, kekerasan seksual yang termasuk pemberian perhatian yang berkonotasi seksual seperti memaksa melihat film porno, dan menunjukkan gambar porno.
2
4. Kekerasan ekonomi Kekerasan ini berhubungan dengan uang dan barang, misalnya pacar suka meminta uang, utang tidak pernah dibayar, pinjam barang tidak pernah dikembalikan. Menurut penelitian, ada beberapa hal yang menyebabkan perilaku kekerasan dalam pacaran yaitu adanya relasi gender yang tidak setara atau adanya pola patriarkis dalam hubungan, adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat (Rismiyati, 2005). Pengaruh teman sebaya, masalah perilaku seperti penggunaan alkohol dan narkoba, faktor kepribadian dan interpersonal juga merupakan salah satu penyebab perilaku kekerasan dalam pacaran (O’Keefe, 2005). Pelaku kekerasan dalam pacaran biasanya
merupakan
mengontrol
diri,
seseorang
kesulitan
yang
mengelola
memiliki amarah,
ketidakmampuan kurangnya
dalam
kemampuan
memecahkan masalah, dan memiliki keprcayaan diri yang rendah. Kontrol diri, kepercayaan diri dan cara pemecahan masalah merupakan bagian dari kepribadian. Kepribadian merupakan karakteristik berpikir, merasa dan berperilaku, untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan dalam menghadapi situasi. Cara berpikir, perasaan dan tingkah laku yang diperlihatkan seseorang merupakan gambaran kepribadian yang dimiliki individu tersebut. Pelaku kekerasan dalam pacaran memperlihatkan karakteristik-karakteristik seperti kurang pandai mengontrol emosi (O’Keefe, 2005). Serta kurang pandai mengendalikan diri, kurang mampu memecahkan masalah, perilaku memaksa dan menuntut, dan merasa memiliki pasangannya (Rismiyati, 2005). Semua
3
karakteristik-karakteristik tersebut merupakan bagian dari kepribadian pelaku kekerasan dalam pacaran. Dalam ilmu psikologi banyak sekali tipe kepribadian, salah satu tipe kepribadian yang populer dan sering dibahas adalah kepribadian ekstrovert dan introvert. Salah satu tokoh psikologi yang membahas kepribadian ini adalah Jung. Menurut Jung (Alwisol, 2004) dari kombinasi sikap dengan fungsi akan diperoleh delapan tipe manusia yaitu introvert-pikiran, introvert-perasaan, introvert pengindraan, introvert-intuisi, ekstrovert-pikiran, ekstrovert-perasaan, ekstrovert-pengindraan, dan ekstrovert-intuisi. Ciri-ciri kepribadian introvertpikiran yaitu orang yang emosinya datar, mengambil jarak dengan orang lain, cenderung menyenangi ide-ide abstrak. Terkesan keras kepala, kurang perhatian, arogan dan tidak ramah. Introvert-perasaan adalah orang yang mengalami perasaan emosional yang kuat tapi menyembunyikan perasaan itu. Orang yang menilai segala hal dengan memakai persepsi subyektif, mengabaikan pandangan dan keyakinan tradisional, pendiam, sederhana, tidak dapat diduga. Terkesan memiliki rasa percaya diri dan kehidupan jiwa yang harmonis. Kemudian tipe introvert-pengindraan yaitu orang yang cenderung terbenam dalam sensasi-sensasi jiwanya sendiri dan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak menarik. Orang yang tampil kalem, bisa mengontrol diri, tetapi juga membosankan. Jenis introvert yang terakhir yaitu introvert-intuisi, cenderung tidak praktis dan memahami fakta secara subjektif. Persepsi intuitif sering sangat kuat dan mampu mendorong orang lain mengambil keputusan yang istimewa. Ciri-ciri kepribadian ekstrovert-pikiran yaitu orang yang cenderung tampil
4
seperti tidak kenal orang, dingin atau angkuh, menekan fungsi perasaanya, orang yang berprinsip kenyataan objektif, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga mengharap orang lain seperti dirinya. Sedangkan ekstrovert-intuisi yaitu orang yang orientasinya faktual, tetapi pemahamannya sangat dipengaruhi intuisi, yang mungkin sekali bertentangan dengan fakta itu. Ekstrovert-pengindraan yaitu orang yang realistik, praktis, dan keras kepala. Menerima fakta apa adanya tanpa pikiran mendalam. Terkadang juga mereka sensitif, menikmati cinta dan kegairahan. Yang terakhir yaitu ekstrovert-perasaan (feeling ekstrovert) yaitu orang yang perasaannya mudah berubah begitu situasinya berubah, emosional dan penuh perasaan, tetapi juga senang bergaul dan pamer, mudah bergaul akrab dalam waktu yang singkat dan mudah menyesuaikan diri (Alwisol, 2004). Pelaku kekerasan dalam pacaran merupakan seseorang yang memiliki karakteristik antara lain kurang pandai mengontrol emosi, kurang pandai mengendalikan diri, kurang mampu memecahkan masalah, perilaku memaksa dan menuntut, serta merasa memiliki pasangannya (O’Keefe, 2005). Sedangkan ciriciri kepribadian feeling ekstrovert (salah satu dari delapan tipe kepribadian yang disebutkan oleh Jung di atas) antara lain perasaan mudah berubah begitu situasi berubah, emosional dan penuh perasaan (Alwisol, 2004). Dari perbandingan kedua karakteristik tersebut, yaitu karakteristik pelaku kekerasan dalam pacaran dan karakteristik kepribadian feeling ekstrovert, ada beberapa keterkaitan antara keduanya sehingga menyebabkan peneliti ingin membuktikan kebenaran dugaan hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan perilaku kekerasan dalam pacaran. Dimana dari perbandingan tersebut di atas, pada ciri kepribadian feeling
5
ekstrovert terdapat beberapa karakteristik pelaku kekerasan dalam pacaran seperti emosional. Beberapa penelitian tentang kekerasan dalam pacaran telah dilakukan oleh beberapa peneliti berikut. Raiford, Wingood, dan Diclemente (2007), melakukan penelitian dengan judul Prevalence, Incidence, and Predictors of Dating Violence: A Longitudinal Study of African American Female Adolescents. Penelitian ini dilakukan terhadap 522 wanita Afrika Amerika berusia 14-18 tahun. Metode penelitian ini menggunakan analisa longitudinal. Hasil analisa regresi logistik mengidentifikasi empat faktor yang mendasari kekerasan dalam pacaran. Empat faktor tersebut yaitu kurangnya pengetahuan mengenai hubungan yang sehat, penggunaan obat-obatan, tidak pernah mengalami kekerasan dalam pacaran sebelumnya (tidak berpengalaman) dan menyukai film X. Penelitian tentang kekerasan dalam pacaran juga dilakukan oleh Houston dan Tucker (2008) dengan judul Date Right! Assessment of Teen Dating Violence Definitions and Resource Utilization Factors. Subjek dalam penelitian ini adalah 32 remaja berusia 13-24 tahun direkrut dari komunitas klinik remaja kota melalui program jarak jauh. Hasil penelitian ini menunjukkan anak muda melakukan kekerasan dalam pacaran baik secara verbal dan emosional maupun fisik dan seksual. Mereka melakukan kekerasan dalam pacaran, termasuk perusakan harta benda dan pengambilalihan kontrol keuangan. Faktor personal mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam pacaran, termasuk pengalaman kekerasan fisik atau seksual yang pernah dialami. Definisi dan faktor kekerasan dalam pacaran tidak dibedakan dari usia, gender dan orientasi seks.
6
Penelitian lainnya oleh Gover (2004) dengan judul penelitian Risky Lifestyles and Dating Violence: A Theoritical Test of Violent Victimization. Subjek penelitian ini adalah pelajar SMU di South Carolina. Dalam studi teori ini, penipuan atau pembodohan ditengarai sebagai pencetus perilaku coba-coba (mengambil resiko) seperti penyalahgunaan narkoba, alkohol, menyetir di bawah usia, maupun hubungan seksual sebelum menikah, dan kemudian merambah kepada mempengaruhi hubungan sosial dan kadar emosi yang mendorong terjadinya kekerasan dalam pola hubungan berpacaran remaja. Hasil ini menegaskan teori yang diprediksi sebelumnya dan mengindikasikan pengaruh hubungan sosial pada kasus kekerasan dalam sebuah hubungan secara tidak langsung. Rismiyati (2005) dalam penelitian serupa dengan judul Kekerasan Terhadap Perempuan, Suatu Renungan. Subjek penelitian ini adalah perempuan yang mengalami tindakan kekerasan. Hasil penelitian ini menjelaskan secara konseptual terdapat latar belakang yang kompleks yang memberikan peluang untuk munculnya tindak kekerasan laki-laki terhadap perempuan. Tulisan ini mengungkapkan sumber kekerasan, pendekatan teoritik, serta tinjauan dan ajakan melakukan penelitian tindak kekerasan terhadap perempuan melalui kajian psikologis.
7
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Variabel tergantung
:
kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran
Variabel bebas
:
kepribadian feeling ekstrovert
Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, berusia 18-24 tahun.
Metode Pengumpulan Data Kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran diukur dengan angket yang disusun oleh peneliti sendiri. Skala ini akan mengukur kecenderungan individu dalam melakukan kekerasan dalam pacaran, yaitu kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Respon jawaban terdiri atas empat pilihan yaitu jawaban SS= sangat sesuai, S= sesuai, TS= tidak sesuai, dan STS= sangat tidak sesuai. Untuk item favourable skornya SS=4, S=3, TS=2, dan STS=1, sedangkan untuk item unfavourable skornya SS=1, S=2, TS=3, dan STS=4. Semakin tinggi skor maka mengindikasikan adanya kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran, dan
sebaliknya
semakin
rendah
skor
mengindikasikan
tidak
adanya
kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran.
8
Kepribadian feeling ekstrovert diukur dengan angket yang disusun oleh peneliti sendiri dengan menggunakan teori Jung. Skala ini akan mengukur kepribadian feeling ekstrovert. Skor kepribadian feeling ekstrovert yang diukur akan dikategorisasikan sesuai dengan respon jawaban. Respon jawaban terdiri atas empat pilihan yaitu jawaban SS= sangat sesuai, S= sesuai, TS= tidak sesuai, dan STS= sangat tidak sesuai. Untuk item favourable skornya SS=4, S=3, TS=2, dan STS=1, sedangkan untuk item unfavourable skornya SS=1, S=2, TS=3, dan STS=4. Semakin tinggi skor mengindikasikan tipe kepribadian feeling ekstrovert, dan semakin rendah skor mengindikasikan bukan termasuk tipe kepribadian feeling ekstrovert.
Metode Analisis Data Pada penelitian ini alat ukur akan diuji validitasnya berdasarkan validitas soal (item validity). Pengujian validitas item dilakukan dengan mengkorelasikan nilai tiap-tiap item dan nilai total tes. Formula yang digunakan yaitu teknik korelasi Product Moment Pearson dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 15.0. Sedangkan reliabilitas alat ukur diuji dengan menggunakan reliabilitas koefisien Alpha Cronbach dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 15.0 Metode analisis data yang akan digunakan peneliti yaitu dengan metode Product Moment Pearson. Peneliti menggunakan metode tersebut karena penelitian ini adalah merupakan penelitian korelasional antara satu variabel tergantung (kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran) dan satu
9
variabel bebas (kepribadian feeling ekstrovert). Analisis data penelitian ini juga akan dibantu dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 15.0.
10
HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui terpenuhi atau tidak syarat untuk melakukan uji hipotesis, dengan menggunakan uji parametrik atau apabila tidak terpenuhi menggunakan non parametrik. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas.
Uji normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov – Smirnov Z. Variabel kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran menunjukkan KSZ = 0,385; P = 0,998 (P>0,05) dan variabel kepribadian feeling esktrovert menunjukkan KSZ = 0,582; P = 0,887 (P>0,05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa skor subjek pada kedua variabel tersebut memiliki sebaran normal.
Uji linearitas Berdasarkan hasil pengujian linearitas diperoleh F = 3,590 dan P = 0,065 (P>0,05). Hasil uji linearitas ini menunjukkan bahwa antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran bersifat tidak linear.
11 11
Hasil Analisis Data
Metode yang digunakan untuk pengujian hipotesis yaitu menggunakan Spearman Correlation (non parametrik) pada program SPSS 15.0 for windows, ini disebabkan hasil uji asumsi menunjukkan adanya syarat yang tidak terpenuhi untuk melakukan pengujian dengan uji parametrik (data tidak linear) sehingga harus dilakukan uji non parametrik. Hasil analisis data menunjukkan nilai r = 0,101 dengan P = 0,406 (P>0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Sehingga kesimpulannya hipotesis ditolak.
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis non parametrik Spearman Correlation diperoleh hasil tidak ada korelasi antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran. Hal ini ditunjukkan r sebesar 0,101 dengan P = 0,406 (p > 0,05). Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran, dengan demikian hipotesis penelitian “Hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran” ditolak. Menurut O'Keefe (2005) ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kekerasan dalam pacaran, yaitu faktor karakteristik
12
demografi, faktor pengalaman sebelumnya atau pernah melihat tindak kekerasan, faktor sikap penerimaan terhadap kekerasan, faktor teman sebaya, faktor variabel kepribadian dan interpersonal, faktor masalah perilaku lainnya seperti penggunaan alkohol dan obat-obatan, dan faktor variabel hubungan seperti konflik dan kepuasan hubungan. Namun hasil penelitian ini ternyata menunjukkan bahwa faktor variabel kepribadian feeling ekstrovert bukan menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam pacaran. Variabel kepribadian sebenarnya merupakan salah satu faktor penyebab kekerasan dalam pacaran, tapi dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bukan variabel tipe kepribadian feeling ekstrovert yang menjadi penyebab kekerasan dalam pacaran, karakteristik kepribadianlah yang menjadi penyebab kekerasan dalam pacaran seperti harga diri, sifat-sifat individu, dan kontrol diri, bukan tipe kepribadian feeling ekstrovert. O'Keefe (O’Keefe, 2005), pada penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa harga diri yang rendah berhubungan dengan kekerasan dalam pacaran. Schreck, Wright, dan Miller (Gover, 2004) menyatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki individu berhubungan dengan kontrol diri individu tersebut, sebagai pencegah individu melakukan kekerasan dalam pacaran. Faktor-faktor yang sangat kuat pengaruhnya dan merupakan variabel penting terjadinya kekerasan dalam pacaran bukanlah faktor kepribadian. Ada faktor lain yang pengaruhnya lebih kuat dan konsisten dibanding faktor kepribadian. Faktor pengalaman sebelumnya dan faktor penerimaan terhadap kekerasan merupakan variabel penting dan faktor yang paling konsisten dan kuat terhadap terjadinya kekerasan dalam pacaran. Faktor lain yang sangat kuat
13
hubungannya dengan kekerasan dalam pacaran adalah faktor penggunaan alkohol dan obat-obatan. O’Keefe (2005) mengatakan bahwa variabel penting dalam kekerasan dalam pacaran adalah pengalaman sebelumnya atau pengetahuan terhadap model tentang kekerasan dalam hubungan intim. Oleh Malik dkk dan O’Keefe (O’Keefe, 2005) faktor paling konsisten dan kuat terhadap terjadinya kekerasan dalam pacaran adalah sikap menghargai kekerasan atau sikap penerimaan terhadap kekerasan tersebut. Penggunaan alkohol dan obat-obatan secara konsisten berhubungan kuat dengan melakukan maupun menjadi korban kekerasan dalam pacaran (Burcky, Reuterman, & Kopsky; O’Keefe dkk; O’Keefe; Silverman, Raj, Mucci, & Hathway, dalam O’Keefe, 2005). Raiford, Wingood, & Diclemente (2007), dari penelitian yang dilakukan menunjukkan ada beberapa variabel yang signifikan berhubungan
dengan
kekerasan dalam pacaran, kurangnya pemahaman mengenai hubungan yang sehat, penggunaan alkohol, dan menyukai film X (film kekerasan). Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil individu yang kurang pemahaman mengenai hubungan yang sehat dua kali lebih banyak mengalami kekerasan dalam pacaran dibandingkan individu yang lebih memahami hubungan yang sehat, individu yang menggunakan obat-obatan dua kali lebih banyak melakukan kekerasan dalam pacaran dibandingkan yang tidak menggunakan obat-obatan, dan individu yang menyukai film X (film kekerasan) dua kali lebih banyak mengalami kekerasan dalam pacaran dibandingkan yang tidak menyukai film X.
14
Melihat hasil-hasil penelitian dan penjelasan mengenai kekerasan dalam pacaran tersebut maka ditolaknya hipotesis penelitian yang berjudul “Hubungan antara kepribadian ekstrovert dengan kecenderungan melakukan kekerasan dalam pacaran”, dapat diketahui bahwa bukan variabel kepribadian feeling ekstrovert yang menjadi penyebab seseorang melakukan kekerasan dalam pacaran. Selain itu, ada faktor-faktor lain atau variabel lain yang ternyata memiliki pengaruh lebih besar dalam terjadinya kekerasan dalam pacaran dan lebih kuat hubungannya dibandingkan variabel kepribadian ini, terutama kepribadian feeling ekstrovert, sehingga pada akhirnya hipotesis pada penelitian ini ditolak. Menurut Goldberg (Nindyati, 2006), individu ekstrovert memiliki karakteristik asertif dan aktif secara verbal dan fisik. Ditambahkan oleh Jung (Alwisol, 2004), individu tipe ekstrovert adalah individu yang santai dan cenderung berinteraksi dengan sekitarnya. Sehingga saat menghadapi situasi atau suatu permasalahan, individu tipe ini cenderung membicarakan permasalahan ataupun perasaan mereka kepada pasangan atau dengan sekitarnya. Mereka lebih suka mengeluarkan emosi mereka dengan cara mengomel dan berbicara. Namun ketidaktahuan dan anggapan bahwa mengomel bukanlah suatu bentuk kekerasan, maka bagi individu ini penyelesaian masalah dengan cara mengomel tersebut adalah suatu respon yang wajar. Jadi, alasan lain hipotesis penelitian ini ditolak adalah karena adanya karakteristik tipe ekstrovert seperti asertif, aktif secara verbal dan fisik serta sikap santai yang menjadikan individu tipe ini menyelesaikan masalah dalam hubungan pacaran lebih kepada membicarakan permasalahan tersebut, dan tidak melakukan penyelesaian masalah melalui
15
aktivitas fisik seperti menampar atau memukul yang merupakan bentuk kekerasan dalam suatu hubungan pacaran.
16
KESIMPULAN
Hasil dari penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Kepribadian Ekstrovert Dengan Kecenderungan Melakukan Kekerasan Dalam Pacaran” menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepribadian feeling ekstrovert dengan
kecenderungan
melakukan
kekerasan
dalam
pacaran,
sehingga
kesimpulannya bahwa hipotesis ditolak.
17
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka penulis ingin mengemukakan beberapa saran yaitu bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian serupa atau yang ingin menyempurnakan penelitian ini. Faktor sifatsifat individu seperti posesif atau dominan bisa dijadikan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan manggunakan pendekatan kualitatif agar memperoleh hasil yang lebih maksimal dan mendalam. Demikian juga dalam hal subjek penelitian, bisa mencari subjek yang memiliki kedekatan dengan kekerasan dalam pacaran seperti komunitas dunia malam, dimana pada komunitas tersebut banyak pengguna alkohol dan obat-obatan, yang merupakan salah satu variabel yang berhubungan dengan kekerasan dalam pacaran, sehingga bisa diteliti apakah pada kominitas dunia malam banyak terdapat kekerasan dalam hubungan pacaran dan bagaimana bentuk kekerasan dalam pacaran yang terjadi. Perbaikan alat ukur dengan meningkatkan reliabilitas dan validitas alat ukur juga sangat disarankan kepada peneliti selanjutnya. Dan mempertimbangkan penggunaan aitem favourable dan unfavourable, supaya apabila menggunakan keduanya diperhatikan penggunaan kalimatnya agar subjek mudah memahami kalimat tersebut dan tidak salah dalam mengartikan kalimat, terutama pada aitem unfavourable.
18
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UUM Press Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gover, A. R. 2004. Risky Lifestyles and Dating Violence: A Theoritical Test Of Violent Victimization. Journal of Criminal Justice, 32, 171-180 Herawati, L. 2004. Pemahaman Jender dan Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Houston, A. M dan Tucker, J. D. 2008. Date Right! Assessment of Teen Dating Violence Definitions and Resource Utilazation Factors. Journal of Adolesecent Health, 42, S15-S49 Mental Health Unit, Health Care and Issues Division and National Clearinghouse on Family Violence. 1996. Dating Violence: An Issue At Any Age. Canada: Mental Health Nindyati, A. D. 2006. Kepribadian dan Motivasi Berprestasi (Kajian Big Five Personality). Jurnal Psikodinamik, 8, 72-89 O’Keefe, M. 2005. Teen Dating Violence: A Review of Risk Factors and Prevention Efforts. A Project of National Resource Center on Domestic Violence. Pennsylvania: Coalition Againts Domestic Violence. From:http://www.vawnet.org.16/03/08 Raiford, J.L, Wingood., G. M., and Diclemente, R. J. 2007. Prevalance, Incidence, and Predictors of Dating Violence: A Longitudinal Study of African American Female Adolescents. Journal of Women’s Health, 16, 822-832 Rifka Annisa. 2006. Annual Report Data Kasus Tahun 2006 (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Rifka Annisa WCC Rismiyati, E. K., 2005. Kekerasan Terhadap Perempuan, Suatu Renungan. Jurnal Psikologi, 15, 92-102
19
IDENTITAS PENULIS
Nama
:
Muthia Nurrakhmi
Alamat
:
Komp. ABRI Mulawarman No. 13 A Rt. 065 Banjarmasin Kalimantan Selatan 70117
Nomor Telpon
:
081802717328 / 081392629133
E-mail
:
[email protected]
20