4
HASIL L DAN PEM MBAHASA AN ubsidi Ekplorasii Seluruh Datta KPR Bersu Secara kesulurahan k peersentase maccet pada data Kreditt Pemilikan Rumah Bersubsidi dalam penellitian ini sebesar 6,05%. Gaambar 3 menggambaarkan perbanndingan perrsentase lancar dan macet m dari keseluruhan dataa. 6.05%
yang berlebbihan semaakin mengh hambat pembayaran kredit k (Nurharri 2003). 12
8 6
Macet
n Gambar 4 menjelaskkan bahwa nasabah m dengan peekerjaan wiiraswasta memiliki persentase nasabah n maccet terbesar. Hal ini disebabkan karena pendapatan p seorang s bulan tiidak kontinyuu. Selain wiraswasta setiap itu keinginaan untuk mem mbeli berbagaii barang mewah lainnnya bila mem mperoleh keunntungan
4.3
4.0
2 0
Gambar 4 P Persentase nassabah macet berdas sarkan pekerjaaan Persentasee nasabah lanncar terbesar adalah nasabah berppenghasilan tiinggi dan meembeli rumah mahall. Hal ini terlihat dari perssentase nasabah maccet pada kaategori pengh hasilan tinggi dan harga mahhal paling kecil. h yang Berdasarkan jenis subsidiinya, nasabah mendapatakann jenis subssidi 1 lebih besar persentase macetnya m dibaandingkan kaategori lainnya. Naamun, kecennderungan naasabah macet tidak dapat dilihatt dari peubaah tipe rumah karenaa persentase nasabah macet antara tipe RIT daan RsS tidaak terlalu beerbeda. Persentase nasabah n lanccar lebih banyak b berasal dari luar Pulau JJawa. Perband dingan persentase naasabah macet pada setiap peubah p penjelas digaambarkan secaara lebih jelas pada Lampiran 3. a Diagram kotak garis merupakan analisis menjelaskan dengan d deskriptif yaang dapat m baik penyebaaran, pemusataan data, kemiiringan pola sebaran, dan keberadaaan pencilan. Untuk data KPR dalam penellitian ini teerdapat pencilan dii seluruh peubah peenjelas numeriknya, sehingga seebelum pemodelan data pencilan ini akan dieliiminasi. Lancar
Macet
Nilai KPR
Lancar
6.6
4
93,95 %
Gambar 3 Persentase staatus kredit padda data KPR Bersubssidi
9 10.9
10 Nasabah Macet
macet) dengan mennggunakan diagram d n kotak gaaris (box-plot)) untuk data numerik dan grafik untuk peubah kaategorik. Eksploraasi data dibaggi dua bagiann yaitu, analisis deskriptif d unttuk seluruh daata KPR Bersubsiidi dan analiisis deskriptiff untuk data K KPR Bersuubsidi berddasarkan kelompook harga rumaah. untuk 2. Membanngun modeel umum keseluruuhan data KPR R Bersubsidi Model umum dibaangun mengggunakan analisis regresi loggistik biner dengan metode pemilihan peubah bertatar (stepwisee). Model dibbangun dengann mempertimbaangkan keseluruhan peubah penjelas yang terlamppir pada Lamppiran 1. Data yanng digunakann dibagi menjjadi dua bagian, 70% untuk pemodelan p daan 30% untuk vaalidasi. 3. Membanngun model beerdasarkan keelompok harga rum mah Model dibangun meenggunakan analisis m logistik biner bertaatar untuk masingk harrga rumah. Sehingga masing kelompok akan terbbentuk tiga jeenis model keelompok harga rumah r mahaal, menengahh, dan rendah. Data D yang diggunakan untuuk setiap kelompook harga rumaah dibagi menjjadi dua bagian, 70% untuk pemodelan p daan 30% untuk vaalidasi. Metode pennelitian ini tergambarkan t n dalam diagram alurr pada Lampirran 2.
Diagram kotakk garis peubaah nilai Gambar 5 D K terhadap status kredit KPR
5
Ekplorasi Data KPR Bersubsidi Berdasarkan Harga Rumah Eksplorasi data juga dilakukan untuk setiap kategori harga rumah. Gambar 6 menjelaskan bahwa nasabah yang membeli rumah dengan harga mahal, persentase macet terbesar terjadi pada nasabah yang bekerja dengan penghasilan tidak tetap (wiraswasta). Sedangkan untuk nasabah yang membeli rumah dengan harga menengah hingga murah dan bekerja di swasta maupun wiraswasta persentase kredit macetnya lebih besar dibandingkan kategori pekerjaan lainnya. Persentase nasabah macet berdasarkan peubah penjelas kategorik pada setiap kelompok harga rumah tergambarkan secara lengkap pada Lampiran 5. Untuk kelompok harga rumah mahal, nasabah dengan penghasilan menengah memiliki persentase macet lebih besar dibandingkan kategori lain. Namun, untuk kelompok harga murah, semakin besar penghasilan nasabah maka persentase nasabah
macet semakin kecil. Sedangkan untuk kelompok harga menengah, semakin besar penghasilan nasabah maka persentase nasabah macet semakin besar. Hal ini memungkinkan untuk terjadi, karena masih ada faktor lain yang belum diperhatikan dalam penelitian ini. Misalnya, nasabah berpenghasilan tinggi cenderung memiliki kredit lebih dari satu. Nurhari (2003) juga menjelaskan bahwa nasabah yang memiliki pendapatan lebih rendah cenderung lebih berhati-hati, bertanggung jawab dalam pengeuaran, cermat dalam menghitung dan mengalokasikan pendapatannya. Sedangkan untuk kelompok nasabah yang berpendapatan lebih tinggi cenderung lebih bebas dalam menggunakan pendapatannya, sehingga mengakibatkan alokasi pendapatan untuk pembayaran terganggu. 14 12 10 8 6 4 2 0
12.1
12.0
9.4
9.3 6.6 3.1
3.8
12.5
11.7
5.5
6.1
2.8
PNS Swasta TNI/Polri Wiraswasta PNS Swasta TNI/Polri Wiraswasta PNS Swasta TNI/Polri Wiraswasta
Nasabah Macet
Diagram kotak garis antara nilai KPR dan status kredit pada gambar 5 menjelaskan bahwa nasabah lancar memiliki nilai KPR yang lebih besar daripada nasabah macet. Hal ini terlihat dari garis pemisah kotak yang merupakan titik nilai median (Q2) terlihat lebih besar untuk kategori lancar. Nilai median lebih tepat digunakan saat ada data pencilan. Kemiringan pola sebaran data dapat dilihat dari posisi median di dalam kotak. Pada gambar di atas median pada kelompok nasabah lancar lebih mendekat ke Q1. Artinya, kemiringan sebaran data positif atau sebaran data memanjang ke nilai-nilai yang lebih besar. Sedangkan untuk nasabah macet pola sebaran data terlihat lebih simetris karena median membagi kotak menjadi dua bagian yang hampir sama besar. Pola garis yang menjulur ke luar dari kotak menjadi petunjuk adanya data yang jauh dari kumpulannya. Hal berbeda terjadi pada peubah persentase uang muka dan tenor (waktu kredit). Nasabah yang dikategorikan sebagai nasabah macet merupakan nasabah dengan persentase uang muka lebih besar dan lebih lama tenornya dibandingkan nasabah lancar. Namun, kecenderungan serupa belum dapat terlihat untuk peubah besaran subsidi karena berdasarkan hasil ekplorasi terhadap diagram kotak garisnya tidak terlihat ada perbedaan yang nyata pada nilai median untuk masingmasing status kredit. Diagram kotak garis untuk peubah numerik lainnya terlampir pada Lampiran 4.
Gambar 6 Persentase nasabah macet berdasarkan pekerjaan pada setiap kelompok harga rumah Jika dilihat dari peubah jenis subsidi, untuk kelompok harga rumah mahal persentase nasabah macet terbesar pada nasabah yang mendapat subsidi jenis 2. Sedangkan untuk harga rumah menengah dan murah, nasabah yang lebih banyak macet adalah nasabah bersubsidi 1. Perbedaan karakteristik status kredit nasabah tidak terlihat jelas pada peubah tipe rumah untuk kelompok data harga rumah mahal dan murah. Hal ini terlihat dari persentase nasabah macet yang hampir sama besar untuk setiap kategori. Namun, untuk kelompok harga rumah menengah hingga murah nasabah dengan tipe rumah RsS cenderung lebih banyak macet dibandingkan tipe RIT. Untuk kelompok harga rumah mahal persentase nasabah macetnya tidak terlalu berbeda antara daerah tempat tinggal. Namun, untuk kelompok harga menengah hingga
6
Nilai KPR
murah perseentase macet cenderung c lebih besar pada nasabaah yang tinggaal di Pulau Jaw wa. Diagram m kotak gaaris untuk semua pengelompookan berdasaarkan harga rumah memperlihatkan adanya pencilan p pada seluruh peubah peenjelas num meriknya. Sehingga sebelum peemodelan data pencilan inni akan dieliminasi. Gambar 7 menjelaskan bahwa untuk pengelompook harga rum mah mahal, nasabah n lancar meruupakan nasabaah dengan nillai KPR yang lebih besar daripada nasabah macet. Namun, hal h yang sama s tidak dapat disimpulkann pada penngelompokan harga rumah meneengah hinggaa murah karenna nilai median keduuanya hampir sama besar.
Lancar
Macet
Gambar 7 Diagram kottak garis berddasarkan nilai KPR paada setiap keelompok harga rumah Diagram m kotak garis untuk peubaah tenor pada Lampirran 6 menggaambarkan bahw wa pada pengelompookan harga ruumah mahal nasabah n lancar dan macet m memiliiki karakteristtik yang
hampir samaa. Hal ini teerlihat dari bentuk b diagram kotaak garis yang tidak jauh berbeda dan nilai median m tenor yang sama untuk nasabah lanccar dan maceet. Sedangkan n pada pengelompokkan harga rumah men nengah hingga muraah, tenor untuuk nasabah dengan d kategori maccet lebih lamaa daripada naasabah lancar. dilihat nasabah Jika kaarakteristik berdasarkan besarnya subbsidi yang ditterima, nasabah maccet pada kelompok harga rumah mahal menddapatkan subbsidi lebih besar daripada nasaabah lancar. H Hal ini tidak terlihat t pada pengellompokan haarga rumah murah hingga menenngah karena ddiagram kotak k garis antara nasabaah lancar dan m macet hampir sama. Perbedaann karakteristikk nasabah lanccar dan macet tidak terlihat jelas jika menggu unakan peubah persentase uang m muka. Hal ini terlihat t dari besarnyaa median perrsentase uang muka yang dibayarrkan nasabahh lancar dan macet untuk seluruhh kelompok hharga hampirr sama besar. Model Um mum (Keseluru uhan Data K KPR Bersubsid di) Berdasarkkan hasil ddeskriptif terrhadap peubah num merik data yang digu unakan mengandung pencilan. Sehingga seebelum pemodelan dilakukan, d ppencilan yang g ada dibuang. Tahhap ini menggurangi jumlah data dari data aw wal berjumlahh 395.552 naasabah menjadi 3844.538 nasabaah. Data teersebut dibagi menjaadi dua bagiaan, 70% digu unakan untuk pemodeelan dan 30% untuk validassi.
Tabbel 2 Hasil reegresi logistik biner model umum u P Peubah β0 P Pekerjaan P Penghasilan H Harga rumah B Bentuk subsidii Tipe rumah T D Daerah
PNS vs wiiraswasta swasta vs wiraswasta w TNI/POLR RI vs wiraswaasta P. menenggah vs P. tingg gi P. rendah vs v P. tinggi H. mahal vs v H. murah H. menenggah vs H. murrah subsidi 1 vs v subsidi 3 subsidi 2 vs v subsidi 3 RIT vs RsS daerah lainn vs Sumatra Jabodetabeek vs Sumatraa Jawa vs Suumatra
Nilai KPR N B Besaran subsiddi P Persentase uanng muka T Tenor
-0,83993 -0,6034 -0,30662 -0,86882 -0,06669 -0,24005 -0,02000 0,30777 0,52554 0,16553 -0,15772 -0,3235 0,38661 0,2718 -7E--8 1,408E--7 -0,0433 0,04442
Nilai-p Uji Wald d <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 0,0077 <,0001 0,7550 <,0001 <,0001 0,1335 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001
Rasio Odds 0,432 0,547 0,736 0,420 0,935 0,786 0,980 1,360 1,691 1,180 0,855 0,724 1,471 1,312 1,000 1,000 0,958 1,045
7
Regresi logistik biner bertatar menunjukan bahwa keseluruhan peubah berpengaruh. Pengujian parameter secara simultan dengan uji G didapatkan nilai khi-kuadrat sebesar 9039.35 dan nilai-p <0.0001, artinya minimal ada satu parameter yang berpengaruh terhadap model. Uji Wald dilakukan untuk melihat peubah yang berpengaruh tersebut. Hasil analisis regresi logistik bertatar terlihat pada Tabel 2. Interpretasi untuk parameter regresi akan lebih mudah dilihat dari nilai rasio odds. Sebagai contoh, untuk peubah pekerjaan kategori pembandingnya adalah wiraswasta. Nilai rasio odds untuk PNS sebesar 0,547 menggambarkan bahwa nasabah yang bekerja sebagai PNS memiliki kecenderungan 0,547 kali lebih besar untuk dikategorikan sebagai nasabah macet dibandingkan nasabah wiraswasta. Hal yang sama juga berlaku untuk seluruh nilai rasio odds pada masing-masing kategori. Untuk peubah pekerjaan, seluruh nilai rasio odds (PNS, Swasta, TNI/POLRI) dengan pembanding wiraswasta lebih kecil dari 1. Hal ini mengartikan bahwa nasabah yang bekerja tanpa penghasilan tetap (wiraswasta) lebih memiliki kecenderungan untuk macet dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Hal ini diperkuat dari hasil eksplorasi data sebelumnya yang menyatakan persentase nasabah macet untuk status pekerjaan terbesar adalah nasabah wiraswasta. Rasio odds pada peubah nilai KPR dan besaran subsidi bernilai 1. Artinya, setiap kenaikan ataupun penurunan nilai KPR dan besaran subsidi tidak mempengaruhi besarnya risiko nasabah macet. Hal ini berlawanan dengan hasil uji Wald yang menyatakan peubah ini berpengaruh nyata terhadap status kredit dengan nilai-p yang sangat kecil. Keadaan ini telah dijelaskan oleh Agresti (2002). Untuk ukuran data yang lebih besar biasanya beberapa peubah yang signifikan secara statistik kemungkinan lemah dan sebenarnya tidak penting. Hal ini menggambarkan keterbatasan dari pengujian signifikasi paramater. Hipotesis nol dalam hal ini jarang ditolak. Hasil eksplorasi data pada tahap sebelumnya mendukung pernyataan bahwa besaran subsidi tidak mempengaruhi risiko nasabah macet. Rasio odds untuk peubah tenor sebesar 1,045. Artinya, nasabah dengan tenor lebih lama satu bulan memiliki kecenderungan kredit macet lebih besar 1,045 kali. Hal ini sesuai dengan eksplorasi data pada diagram kotak-garis sebelumya. Konsistensi hasil
antara analisis regresi logistik biner dan eksplorasi data dalam penelitian ini juga terlihat pada peubah pekerjaaan, bentuk subsidi, asal daerah, tipe rumah, nilai KPR, dan besaran subsidi. Dengan mengasumsikan ketepatan pengklasifikasian lancar dan macet sama pentingnya, titik potong optimal yang diperoleh pada model ini yaitu 0,067. Jika dugaan peluang macet yang dihasilkan dari model lebih besar dari 0,067 maka nasabah tersebut dikategorikan sebagai nasabah macet. Dengan menggunakan titik potong ini maka ketepatan dari model secara keseluruhan sebesar 66,04% dan ketepatan validasinya sebesar 66,41%. Persentase ketepatan model dan data validasi yang tidak terlalu berbeda menyatakan bahwa model tersebut konsisten untuk digunakan dalam pendugaan. Klasifikasi model terlihat pada Tabel 3 dan klasifikasi dari data validasi terlihat pada Tabel 4. Tabel 3 Klasifikasi model umum (n=269.177) Prediksi Model Aktual Lancar Macet Lancar 66,04% 33,96% Macet 33,97% 66,03% CCR Keseluruhan 66,04% Tabel 4 Klasifikasi validasi model umum (n=115.361) Prediksi Model Aktual Lancar Macet Lancar 66,36% 33,64% Macet 32,87% 67,13% CCR Keseluruhan 66,41% Kelayakan model juga dapat dilihat dari luas daerah di bawah kurva ROC. Nilainya sama besar untuk data model dan validasi yaitu c = 0,72. Hal ini menunjukan bahwa model pengelompokan nasabah ke dalam status kredit yang dibangun sudah cukup baik. Model Kelompok Harga Mahal Setelah data pencilan dikeluarkan dalam analisis, regresi logisik biner dengan pemilihan peubah melalui regresi betatar diterapkan untuk membangun model kelompok harga mahal yaitu kelompok nasabah yang membeli rumah dengan harga mahal. Keseluruhan data untuk kelompok harga rumah mahal terdiri dari 252.105 nasabah. Metode pembagian data yang sama juga diterapkan pada kelompok data harga rumah mahal.
8
Tabel 5 Hasil regresi logistik biner model kelompok harga mahal Peubah
β0 Pekerjaan
Bentuk subsidi Daerah
PNS vs wiraswasta swasta vs wiraswasta TNI/POLRI vs wiraswasta subsidi 1 vs subsidi 3 subsidi 2 vs subsidi 3 daerah lain vs Sumatra Jabodetabek vs Sumatra Jawa vs Sumatra
Nilai KPR Besaran subsidi Persentase uang muka Tenor
Dari 9 peubah penjelas (tanpa peubah harga rumah) yang dipertimbangkan, didapatkan bahwa peubah penghasilan dan tipe rumah tidak signifikan pada α=5% sehingga tidak masuk model. Pengujian parameter secara simultan menghasilkan nilai uji G sebesar 3343,58 dan nilai-p <0,0001, artinya minimal ada satu parameter yang berpengaruh terhadap model. Hasil analisis regresi logistik bertatar pada tahap akhir terlihat pada Tabel 5. Dari nilai-p uji Wald yang dihasilkan, hanya ada satu kategori yang tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% yaitu kategori subsidi 2 terhadap kategori pembanding subsidi 3. Ini menyatakan bahwa nasabah yang mendapat bantuan subsidi 2 dan subsidi 3 memiliki kecenderungan dikategorikan sebagai nasabah macet sama besar. Nilai rasio odds untuk seluruh kategori peubah pekerjaan menunjukan bahwa nasabah yang bekerja tanpa penghasilan tetap (wiraswasta) memiliki kecenderungan lebih besar untuk macet dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Hal ini diperkuat dari hasil eksplorasi data sebelumnya. Sama halnya dengan model umum, rasio odds pada peubah nilai KPR dan besaran subsidi bernilai 1. Nilai-p yang sangat signifikan namun interpretasi rasio odds yang berlawanan disebabkan karena besarnya data dalam penelitian. Hal ini telah dijelaskan pada pembahasan model umum sebelumnya dan telah dibahas lebih lanjut oleh Agresti (2002). Rasio odds untuk peubah persentase uang muka dan tenor secara berturut 0,967 dan 1,022. Artinya, nasabah yang membayar uang muka lebih banyak 1% memiliki kecenderungan untuk macet sebesar 0,967 kali
0,0263 -0,6068 -0,5127 -0,8274 0,2989 -0,0487 -0,4188 0,2975 -0,2773 -8,6E-8 2,0E-7 -0,0340 0,0220
Nilai-p Uji Wald 0,9156 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 0,6958 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001 <,0001
Rasio Odds 1,027 0,545 0,599 0,437 1,348 0,953 0,658 1,346 0,758 1,000 1,000 0,967 1,022
dan nasabah dengan waktu kredit lebih lama satu bulan memiliki kecenderungan kredit macet lebih besar 1,022 kali. Dengan menggunakan titik potong optimal sebesar 0,037, didapatkan nilai ketepatan pengklasifikasian model sebesar 66,18% dan ketepatan validasi sebesar 66,00%. Klasifikasi model terlihat pada Tabel 6 dan klasifikasi data validasi terlihat pada Tabel 7. Luas daerah di bawah kurva ROC sebesar c model = 0,71 dan c validasi = 0,70. Hal ini menunjukan model pengelompokan status kredit nasabah yang dibangun sudah dapat diterima atau modelnya cukup baik. Tabel 6 Klasifikasi model kelompok harga mahal (n=176.474) Prediksi Model Aktual Lancar Macet Lancar 66,18% 33,82% Macet 33,81% 66,19% CCR Keseluruhan 66,18% Tabel 7 Klasifikasi validasi model kelompok harga mahal (n=75.631) Prediksi Model Aktual Lancar Macet Lancar 66,06% 33,94% Macet 35,48% 64,52% CCR Keseluruhan 66,00% Model Kelompok Harga Menengah Analisis regresi logistik biner bertatar diterapkan pada 118.554 nasabah yang termasuk dalam kelompok harga rumah menengah. Namun sebelum pemodelan dilakukan data tersebut dibagi dalam dua kelompok data, 70% untuk pemodelan dan 30% untuk validasi.
9
Tabel 8 Hasil regresi logistik biner model kelompok harga menengah Nilai-p Peubah Uji Wald β0 -4,1246 <,0001 Pekerjaan PNS vs wiraswasta -0,6900 <,0001 swasta vs wiraswasta -0,2127 0,0038 TNI/POLRI vs wiraswasta -1,1362 <,0001 Penghasilan P. menengah vs P. tinggi -0,1878 <,0001 P. rendah vs P. tinggi -0,4302 <,0001 Bentuk subsidi subsidi 1 vs subsidi 3 0,8561 <,0001 subsidi 2 vs subsidi 3 0,2257 0,3929 Tipe rumah RIT vs RsS -0,1596 0,0002 Daerah daerah lain vs Sumatra -0,0353 0,5197 Jabodetabek vs Sumatra 0,5178 <,0001 Jawa vs Sumatra 0,6657 <,0001 Nilai KPR 1,644E-8 <,0001 Besaran subsidi 2,992E-8 0,0059 Tenor 0,0579 <,0001 Dari 9 peubah penjelas (tanpa peubah harga rumah) yang dipertimbangkan dalam model, peubah persentase uang muka tidak berpengaruh signifikan sehingga tidak masuk dalam model. Hal ini sesuai dengan diagram kotak garisnya. Nilai statistik uji G sebesar 1799,21 dengan nilai-p <0,0001. Hal ini mengindikasikan bahwa minimal ada satu parameter yang berpengaruh terhadap model. Hasil analisis regresi logistik untuk model kelompok harga menengah terlihat pada Tabel 8. Meskipun peubah subsidi dan asal daerah signifikan sehingga peubah tersebut masuk dalam model, namun nilai-p uji Wald untuk tiap kategori pada Tabel 8 menunjukan bahwa kecenderungan nasabah macet untuk kategori subsidi 2 tidak berbeda nyata dengan kategori subsidi 3 pada α=5%, dan kategori daerah lain juga tidak berbeda nyata dengan kategori Sumatra. Hal ini didukung dengan eksplorasi data sebelumnya yang memperlihatkan persentase nasabah macet untuk peubahpeubah tersebut hampir sama besar. Peubah nilai KPR dan besaran subsidi pada model kelompok harga menengah ini memberikan kesimpulan yang sama dengan model-model sebelumnya. Hal ini terlihat dari nilai rasio odds di tiap model sama dengan 1. Hal ini bersesuaian dengan diagram kotak garis antara nasabah lancar dan macet pada kedua peubah tersebut hampir sama. Secara keseluruhan terlihat banyak persamaan hasil regresi logistik biner melalui perbandingan nilai rasio odds antara kategori dengan analisis deskriptif pada tahap sebelumnya. Titik potong optimal pada model kelompok harga menengah ini sebesar 0,117.
Rasio Odds 0,016 0,502 0,808 0,321 0,829 0,650 2,354 1,253 0,852 0,965 1,678 1,946 1,000 1,000 1,060
Ketepatan pengklasifikasian model kelompok harga menengah sebesar 60,54% dan ketepatan validasinya 60,51%. Klasifikasi model terlihat pada Tabel 9 dan klasifikasi data validasi terlihat pada Tabel 10. Tabel 9 Klasifikasi model kelompok harga menengah (n=82.988) Prediksi Model Aktual Lancar Macet Lancar 60,54% 39,46% Macet 39,49% 60,51% CCR Keseluruhan 60,54% Tabel 10 Klasifikasi kelompok (n=35.566) Aktual Lancar Macet CCR Keseluruhan
validasi model harga menengah Prediksi Model Lancar Macet 60,61% 39,39% 35,39% 64,61% 66,51%
Luas daerah di bawah kurva ROC sama besar untuk data model dan validasi yaitu c = 0,64. Nilai ini menunjukan bahwa pengklasifikasian status kredit dengan model ini masih lemah. Model Kelompok Harga Murah Nasabah yang termasuk dalam kelompok harga rumah murah sebanyak 11.879 nasabah. Berdasarkan dari eksplorasi data pada tahap sebelumnya terlihat bahwa untuk kelompok harga rumah murah, persentase nasabah macet kategori subsidi 2 sebesar 0%. Sehingga untuk menghindari adanya sel amatan yang bernilai 0 maka untuk model kelompok harga murah
10
Tabel 11 Hasil regresi logistik biner model kelompok harga murah Nilai-p Peubah Uji Wald β0 -2,0543 <,0001 Pekerjaan PNS vs wiraswasta -0,9553 <,0001 swasta vs wiraswasta -0,4872 0,0009 TNI/POLRI vs wiraswasta -1,5224 <,0001 Bentuk subsidi subsidi 2+3 vs subsidi 1 -1,2430 <,0001 Daerah daerah lain vs Sumatra -0,8690 <,0001 Jabodetabek vs Sumatra 0,3726 0,0006 Jawa vs Sumatra 0,7002 <,0001 Tenor 0,0337 0,0149 ini kategori subsidi 2 dan subsidi 3 digabungkan. Sehingga peubah bentuk subsidi dibedakan atas “subsidi 1” dan “subsidi 2+3” dengan kategori pertama sebagai pembanding. Kelompok data model kelompok harga murah tersebut dibagi dalam dua kelompok data, 70% untuk pemodelan dan 30% untuk validasi. Dari 9 peubah penjelas (tanpa peubah harga rumah) yang dipertimbangkan dalam model, hanya ada empat peubah yang masuk ke dalam model melalui pemilihan peubah dengan regresi bertatar. Peubah penghasilan, tipe rumah, nilai KPR, besaran subsidi dan persentase uang muka tidak berpengaruh nyata pada model sehingga dengan metode regresi betatar peubah tersebut tidak masuk dalam model. Diagram kotak garis dan grafik persentase nasabah macet untuk peubah nilai KPR, besaran subsidi, persentase uang muka, dan tipe rumah menunjukan hal yang sama. Hasil uji G sebesar 311,76 dengan nilai-p <0,0001. Hal ini mengindikasikan bahwa minimal ada satu parameter yang berpengaruh terhadap model. Hasil analisis regresi logistik untuk model kelompok harga murah terlihat pada Tabel 11. Titik potong optimal yang dihasilkan pada model kelompok harga murah ini sebesar 0,119. Ketepatan pengklasifikasian model sebesar 64,98% dan validasi sebesar 65,37%. Luas daerah di bawah kurva ROC yaitu c model = 0,68 dan c validasi = 0,70. Klasifikasi model terlihat pada Tabel 12 dan klasifikasi data validasi terlihat pada Tabel 13. Tabel 12 Klasifikasi model kelompok harga murah (n=8.315) Prediksi Model Aktual Lancar Macet Lancar 65,37% 34,63% Macet 38,32% 61,68% CCR Keseluruhan 64,98%
Rasio Odds 0,128 0,385 0,614 0,218 0,289 0,419 1,451 2,014 1,034
Tabel 13 Klasifikasi validasi model kelompok harga murah (n=3.564) Prediksi Model Aktual Lancar Macet Lancar 65,31% 34,69% Macet 34,15% 65,85% CCR Keseluruhan 65,37%
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara keseluruhan hasil dari analisis deskriptif melalui grafik dan diagram kotak garis berhubungan dengan analisis regresi logistik biner. Eksplorasi untuk keseluruhan data menunjukan bahwa persentase nasabah macet terbesar adalah nasabah dengan pekerjaan wiraswata, jenis subsidi 1, tipe rumah RsS, dan daerah Jabodetabek. Kelompok nasabah macet juga memiliki persentase uang muka dan tenor lebih besar dibandingkan kelompok nasabah lancar. Peubah-peubah yang berperan signifikan pada keempat model berbeda. Model umum menunjukan kesepuluh peubah penjelas secara signifikan mempengaruhi model. Dengan pemilihan peubah melalui regresi bertatar, model kelompok harga mahal tidak menyertakan peubah penghasilan dan tipe rumah dalam model karena tidak signifikan pada α=5%. Model kelompok harga menengah menyatakan bahwa peubah persentase uang muka tidak signifikan. Sedangkan, peubah yang berpengaruh pada model kelompok harga murah yaitu pekerjaan, subsidi, daerah, dan tenor. Namun, jika kita bandingkan nilai rasio odds dari tiap kategori peubah pada masing-masing model maka terlihat bahwa kecenderungan macet di setiap kategori peubah memiliki pola yang hampir sama meskipun nilai rasio oddsnya berbeda.