7
Persentase inhibisi
= K (S1 S 0 ) 100 K
K : absorban kontrol negatif S1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S0 : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al 2007) Isolasi flavonol. Sebanyak 100 g serbuk sampel MD Merah Sekali (MS) diekstraksi EtOH menggunakan metode maserasi selama 24 jam. Ekstrak kasar EtOH dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 35ºC. Ekstrak pekat dipartisi berturut-turut dengan heksana, kloroform, EtOAc. Ekstrak EtOAc dipekatkan dan diuji aktvitas inhibisi αglukosidase. Isolasi flavon. Prosedur ekstraksi sama dengan isolasi flavonol, namun partisi dalam isolasi flavon dilanjutkan dengan BuOH. Ekstrak BuOH dipekatkan dan diuji aktvitas inhibisi α-glukosidase Bagan alir isolasi golongan flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 5. Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck. Ekstrak pekat teraktif dari golongan flavonoid ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering langsung dielusi dalam ruang elusi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Eluen yang digunakan sebagai awal pemisahan adalah metanol, kloroform, dan etil asetat. Perbandingan kloroform: asam asetat: air (90:45:6) (Harbone 1987). Eluen akan diperbaiki lebih lanjut apabila pemisahan belum baik. Noda hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 1994) Fraksinasi dilakukan dengan pengemasan kolom sebanyak 40 g untuk pemisahan 2,5 gram ekstrak dengan diameter 2 cm dan tinggi kolom 30 cm. Dalam pengemasan kolom jumlah silika gel 15-20 kali jumlah ekstrak dan perbandingan tinggi adsorban dan diameter kolom 8:1. Ekstrak teraktif golongan flavonoid dilarutkan dalam eluen terbaik, kemudian dipisahkan komponenkomponennya dengan kolom kromatografi dengan elusi step gradient (peningkatan
kepolaran). Eluat ditampung setiap 5 mL dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT. Noda pemisahan dideteksi di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Eluat yang memiliki Rf dan pola KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi dan diuji aktivitas α-glukosidase sehingga diperoleh fraksi teraktif. Identifikasi Senyawa (Harborne 1987) Identifikasi senyawa menggunakan spektrofotometer UV dan IR. Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV dilakukan dengan mengukur spektrum serapan dalam larutan blanko yang sangat encer dengan pembanding blanko pelarut. Pelarut yang digunakan dalam pengukuran adalah pelarut sampel. Senyawa dalam sampel diukur pada panjang gelombang 250-560 nm. Indentifikasi menggunakan IR dilakukan dengan menimbang sebanyak ±0.8000 mg sampel dihaluskan bersamaan dengan 0.2004 gram KBr dalam mortar agat. Setelah dihaluskan dan bercampur, serbuk ini dimasukkan ke dalam alat pencetak pelat KBr dan ditekan sehingga diperoleh serbuk lempeng yang transparan. Lempeng yang diperoleh dimasukkan ke dalam spektrofotometer IR. Spektrum yang muncul biasanya digambarkan dalam bentuk kurva transmitan dan bilangan gelombang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar air Serbuk buah mahkota dewa disiapkan dari buah mahkota dewa MS, MH, dan HM yang telah dicuci bersih, diiris dan dipotong kecil-kecil, selanjutnya dikeringkan pada suhu 50ºC sampai kadar airnya di bawah 10%. Suhu ini relatif aman untuk mencegah terjadi kerusakan pada senyawa metabolit sekunder tertentu, khususnya flavonoid. Flavonoid merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki sistem aromatik yang terkonjugasi. Sistem aromatik terkonjugasi mudah untuk rusak pada suhu tinggi. Buah mahkota dewa MS memiliki kadar air 8.26%, MH 7.30%, dan HM 7.63% (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan kandungan air dalam buah mahkota dewa bervariasi tergantung pada tingkat kematangannya. Berdasarkan nilai rerata kadar air yang diperoleh berarti dalam 100 gram sampel terdapat kandungan 7-8 gram air. Hasil ini menunjukkan buah mahkota dewa
8
dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lama. Penentuan kadar air berfungsi mengetahui kandungan kadar air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu berfungsi untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap penyimpanan (Harjadi 1993). Kadar air yang baik adalah kurang dari 10%, karena pada tingkat kadar air tersebut waktu simpan sampel akan relatif lebih lama dan terhindar dari pencemaran yang disebabkan oleh mikroba (Winarno 1992). Kadar air pada sampel tidak selalu sama karena dipengaruhi oleh kelembaban, perlakuan terhadap sampel, dan besarnya penguapan. Kandungan air dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 105ºC. Menurut Harjadi (1993), air yang terikat secara fisik dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 100-105ºC. Isolat Flavonoid Ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Ekstraksi flavonoid dilakukan dengan pelarut metanol:air dengan dua nisbah (9:1) dan (1:1). Ekstraksi dengan pelarut metanol:air (9:1) bertujuan menarik senyawa-senyawa bersifat polar contohnya flavonoid, sedangkan nisbah (1:1) bertujuan menarik senyawa bersifat lebih polar seperti flavonoid-O-glikosida (Markham 1988). Flavonoid-O-glikosida mengandung molekul gula. Molekul gula ini mengandung pula gugus hidroksil. Gugus hidroksil bersifat polar, sehingga akan mudah larut pula dengan kepolaran yang tinggi. Rendemen ekstrak kering flavonoid buah mahkota dewa jenis merah sekali (MS) 5.07%, merah kehijauan (MH) 7.69%, dan hijau kemerahan (HM) 8.23%. Rendemen ekstrak yang diperoleh telah memperhatikan kadar air buah mahkota dewa. Ekstrak akhir berupa pasta berwarna coklat dengan intensitas kepekatan warna coklat dari paling tertinggi ke rendah berturut-turut MS, MH, dan HM. Rendemen ekstrak flavonoid buah mahkota dewa MS paling kecil dari MH dan HM, karena kandungan flavonoid untuk MH dan HM lebih banyak daripada MS. Uji fitokimia. Uji fitokimia merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam sampel. Analisis fitokimia dilakukan terhadap simplisia buah mahkota dewa dan ekstrak flavonoid buah mahkota dewa. Terdapat perbedaan kandungan metabolit sekunder pada simplisia dan ekstrak flavonoid buah mahkota dewa.
Berdasarkan hasil uji fitokimia simplisia buah mahkota dewa (Tabel 2 ) ini sama dengan yang dilaporkan Rohimah (2008) bahwa simplisia mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Senyawa flavonoid memberikan intensitas warna pada buah mahkota dewa MS berwarna jingga lebih tua dibandingkan dengan buah mahkota dewa MH dan HM yang berwarna jingga muda. Tabel 2 Hasil uji fitokimia simplisia buah mahkota dewa (MS, MH, dan HM) Simplisia Senyawa MS MH HM Alkaloid Dragendrorf + ++ + Wagner ++ ++ + Meyer + + + Flavonoid +++ ++ ++ Saponin + + + Tanin ++ ++ ++ Triterpenoid Steroid Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): terdeteksi; Semakin banyak (+) intensitas warna semakin meningkat
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak flavonoid (Tabel 3) menunjukkan hasil positif tanin. Adanya senyawa tanin pada ekstrak dimungkinkan karena tanin dan flavonoid sama-sama senyawa fenol, sehingga walaupun ekstraksi dilakukan dengan maksud mengambil senyawa flavonoid, senyawa fenol lain seperti tanin juga ikut terekstraksi. Tabel 3 Hasil uji fitokimia ekstrak flavonoid buah mahkota dewa (MS, MH, dan HM) Ekstrak Flavonoid Senyawa MS MH HM Alkaloid Dragendrorf Wagner Meyer Flavonoid +++ ++ ++ Saponin ++ ++ ++ Tanin ++ ++ ++ Triterpenoid Steroid Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): terdeteksi; Semakin banyak (+) intensitas warna semakin meningkat
Ekstrak flavonoid buah mahkota dewa juga mengandung adanya saponin. Hal ini disebabkan ekstraksi flavonoid menggunakan campuran pelarut metanol dan air. Pelarut air
9
dapat mengekstraksi senyawa saponin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiawati (2005), bahwa saponin terdapat dalam buah mahkota dewa yang diekstrak dalam pelarut air. Hasil uji fitokimia ekstrak flavonoid buah mahkota dewa dapat dilihat pada Tabel 3. Uji Aktivitas α-Glukosidase. Kemampuan buah mahkota dewa menginhibisi α-glukosidase bersifat sebagai inhibitor kompetitif karena buah mahkota dewa dan substrat (p-nitropenil) saling berkompetisi untuk berikatan pada sisi aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim (Sugiawati 2005). Inhibisi terhadap aktivitas α-glukosidase oleh ekstrak flavonoid buah mahkota dewa MS, MH, dan HM pada konsentrasi 1% menunjukkan bahwa buah mahkota dewa MS memberikan inhibisi lebih besar daripada MH dan HM (Gambar 7). Daya inhibisi buah mahkota dewa MS sebesar 40.26%, MH 23.06%, dan HM 32.13%. Daya inhibisi buah mahkota dewa dipengaruhi oleh tingkat kematangan, daya inhibisi buah HM lebih tinggi dari pada MH, hal ini menandakan aktivitas inhibisi ekstrak flavonoid mengalami fluktuatif. Hal ini dipengaruji oleh kandungan metabolit sekunder buah mahkota dewa. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Sugiawati (2005) dinyatakan bahwa ekstrak metanol buah mahkota dewa muda lebih tinggi daya inhibisinya daripada buah tua. Hasil yang berbeda ini disebabkan oleh faktor pelarut dan sumber mahkota dewa yang digunakan berbeda, yaitu berasal dari Jawa Tengah. 120 100
96,8
%Inhibisi
80 60 40,26 40
32,13 23,06
20 0 Akarbosa
MDMS
MDMH
MDHM
Sampeα-glukosidase l Gambar 7 Inhibisi aktivitas dari akarbosa, ekstrak flavonoid buah mahkota dewa MS, MH, dan HM
Daya inhibisi akarbosa sebagai kontrol positif mempunyai daya inhibisi sangat tinggi sebesar 96.80%. Tinggi daya inhibisi akarbosa menyebabkan akarbosa dijadikan sebagai obat diabetes. Penggunaan obat sintetik ini menyebabkan efek samping, misalnya
kembung, diare, dan kram usus. Oleh karena itu diperlukan substansi alam sebagai alternatif, salah satunya adalah buah mahkota dewa. Isolat Senyawa Golongan Flavonoid Ekstraksi. Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dilakukan pada buah mahkota dewa jenis MS yang memiliki inhibisi enzim tertinggi, yaitu 40.26%. Berdasarkan hasil pengujian golongan flavonoid, menunjukkan ekstrak mengandung senyawa flavonol dan flavon (Lampiran 9). Ekstraksi flavon dan flavonol dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol. Menurut Harborne (1987), bahan segar dapat diekstraksi dengan alkohol, tetapi untuk bahan kering dan kayu diekstraksi menggunakan campuran alkohol dan air. Alkohol merupakan pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi. Etanol juga merupakan pelarut yang sering digunakan untuk ekstraksi karena menghasilkan bahan aktif yang optimal dan kemungkinan jumlah pengotor yang ikut dalam larutan pengekstraksi sangat kecil. Ekstrak etanol flavonol dipartisi berturutturut dengan heksana, kloroform, etil asetat. Ekstrak flavon dipartisi sama dengan flavonol tetapi ditambah dengan butanol. Partisi dengan heksana dan kloroform untuk memisahkan senyawa yang non polar dan sedikit polar. Partisi dengan etil asetat bertujuan mengambil senyawa flavonol yang larut baik dalam etil asetat. Partisi flavon dengan butanol bertujuan mengambil senyawa flavon dalam pelarut butanol. Flavonol lebih polar daripada flavon karena flavonol memiliki kelebihan gugus hidroksi pada posisi 3. Oleh karena itu flavonol dapat larut dalam etil asetat yang kepolarannya lebih tinggi daripada flavon yang larut dalam butanol dengan kepolaran yang sedikit lebih rendah (Wijono 2003). Rendemen ekstrak kering flavonol lebih sedikit dibandingkan flavon yaitu flavonol 2.68% dan flavon 3.06%. Hal ini menandakan buah mahkota dewa MS mengandung senyawa flavon lebih banyak dibandingkan flavonol. Ekstrak flavonol berwarna lebih coklat daripada flavon. Penampilan kedua ekstrak berbentuk pasta. Uji fitokimia. Berdasarkan hasil pengujian fitokimia, ekstrak flavonol mengandung senyawa flavonoid dengan intensitas warna jingga lebih tua dibandingkan flavon. Tanin ditemukan pada kedua ekstrak, namun ekstrak tersebut tidak mengandung
10
senyawa saponin yang berbeda dengan ekstraksi flavonoid sebelumnya. Hal ini disebabkan ekstraksi flavonol dan flavon tidak menggunakan pelarut air (Tabel 4). Tabel 4 Hasil uji fitokimia ekstrak senyawa flavonoid Ekstrak Senyawa Flavonol flavon Alkaloid Dragendrorf Wagner Meyer Flavonoid +++ ++ Saponin Tanin ++ ++ Triterpenoid Steroid Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): terdeteksi; Semakin banyak (+) intensitas warna semakin meningkat
Uji Aktivitas α-Glukosidase. Daya inhibisi flavonol lebih tinggi dari pada flavon (Gambar 8). Persentase daya inhibisi keduanya sangat berbeda jauh, dan dapat dipastikan flavonol memberikan daya inhibisi terbesar. Hal ini disebabkan oleh segi strukturnya flavonol memberikan kelebihan gugus hidroksil pada posisi 3 daripada flavon sehingga kemampuan sebagai inhibitor jauh lebih tinggi daripada flavon (Lukacinova et al. 2008). 45
(peningkatan kepolaran), hal ini bertujuan agar dengan peningkatan polaritas sistem eluen, semua komponen akan terbawa lebih cepat (Harvey 2000). Elusi diawali dengan pelarut kloroform, kemudian campuran ketiga pelarut dan diakhiri dengan pelarut air. Hasil pemisahan ekstrak ditampung sebanyak 5 ml dalam tiap tabung reaksi. Pemisahan ekstrak tersebut diperoleh 95 tabung reaksi. Hasil pengkoloman dimonitor dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Fase gerak yang digunakan dalam KLT adalah eluen terbaik kloroform:asam asetat:air (67.5:45:6). Pemisahan dengan KLT dan kolom didasarkan pada interaksi antara fase gerak, fase diam, dan analat. Pergerakan suatu senyawa pada bidang adsorban tergantung pada kepolaran antara eluen dengan senyawa tersebut. Fraksinasi ini menggunakan adsorban silika gel. Sifat dari silika gel adalah polar sehingga silika gel akan mengikat senyawa yang bersifat polar juga, sedangkan hubungannya dengan eluen yaitu senyawa yang polar akan cepat bergerak jika menggunakan pelarut yang polar begitu juga sebaliknya (Harvey 2000). Senyawa yang kurang polar akan keluar terlebih dahulu dari kolom dengan eluen kloroform dan dilanjutkan dengan senyawa semi polar dengan campuran ketiga eluen, dan terakhir senyawa polar dengan eluen air.
41,97
40 35
%Inhibisi
30 25 20 15 8,81
10 5 0 Flavonol
Flavonoil
Sampel α-glukosidase Gambar 8 Inhibisi aktivitas dari ekstrak flavonol dan flavon buah mahkota dewa MS.
Fraksinasi Fraksinasi dilakukan terhadap ekstrak flavonol buah mahkota dewa MS, karena memiliki inhibisi terhadap aktivitas αglukosidase lebih tinggi dibandingkan flavon yaitu 41.97%. Fraksinasi menggunakan eluen terbaik dengan perbandingan kloroform:asam asetat:air (67.5:45:6) (Gambar 9). Pemisahan dilakukan dengan metode step gradient
Gambar 9 Profil KLT eluen terbaik kloroform: asamasetat: air (67.5:45:6) buah mahkota dewa MS isolasi senyawa flavonol. (Kondisi KLT: plat KLT SiO2 60 F254, visualisasi spot: UV 254 nm dan 366 nm). Spot yang terbentuk dapat dideteksi dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, pada panjang gelombang ini adanya senyawa yang berfloresens jika disinari dengan sinar ultra lembayung sehingga spot akan terlihat. Eluen dalam tabung reaksi yang memiliki pola dan Rf yang sama dijadikan satu fraksi. Oleh karena itu, hasil fraksinasi senyawa flavonol buah mahkota dewa MS diperoleh 7 fraksi. Hasil fraksinasi ini dapat dilihat pada Lampiran 12.
11
Uji aktivitas α-glukosidase pada hasil fraksinasi. Pengujian selanjutnya dilakukan pada hasil fraksinasi dari ekstrak flavonol buah mahkota dewa MS dengan konsentrasi yang sama (Gambar 10). Berdasarkan pengujian terhadap ke tujuh fraksi, fraksi terakif adalah fraksi 2 dengan persentase 80.08 %, sedangkan fraksi 6 memberikan daya inhibisi terendah yaitu 9.13%. Daya inhibisi fraksi 2 hampir sama dengan fraksi 3. Namun terdapat perbedaan jumlah komponen yang dihasilkan pada saat fraksinasi. Fraksi 2 terdapat 2 komponen senyawa dan fraksi 3 terdapat 4 komponen (Lampiran 12). Daya inhibisi fraksi teraktif ini hampir mendekati daya inhibisi akarbosa. 90
80,8
80
(Gambar 11). Hasil tersebut menunjukkan terjadinya transisi п- п* yang dihasilkan dari kromofor C=O dan C=C (Sujdadi 1983). Berdasarkan hasil monitor KLT terdapat dua komponen senyawa, sedangkan dalam identifikasi UV hanya terdapat satu λmaks. Kemungkinan dua komponen senyawa tersebut memiliki kemiripin karakter senyawa yang sama sehingga hanya terlihat satu puncak saja.
78,79
70 54,8
%Inhibisi
60 50
43,18
40,25
40 30 15,63
20 9,13
10
Gambar 11
0 fraksi 1
fraksi 2
fraksi 3
fraksi 4
fraksi 5
fraksi 6
fraksi 7
Sampel
Gambar 10 Inhibisi aktivitas α-glukosidase dari hasil fraksinasi ekstrak flavonol buah mahkota dewa MS. Berdasarkan pengujian aktivitas inhibisi α-glukosidase dari awal ekstrak flavonoid buah mahkota dewa, flavonol, dan hasil fraksinasi memberikan persen inhibisi semakin meningkat. Peningkatan daya inhibisi menunjukkan bahwa jumlah komponen senyawa dari hasil isolasi golongan flavonoid dan fraksinasi memberikan daya inhibisi lebih tinggi daripada ekstrak kasarnya. Oleh karena itu daya inhibisi α-glukosidase dipengaruhi oleh senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak. Senyawa ini bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap α-glukosidase sehingga dapat menghambat kerja enzim untuk menghidrolisis substrat menjadi produk yaitu glukosa. Identifikasi Spektrofotometer Ultraviolet (UV) dan Inframerah (IR) Identifikasi senyawa flavonol dengan spektrofotometer UV terdapat pada panjang gelombang 250-385 nm (Markham 1988). Identifikasi fraksi teraktif (fraksi 2) dengan spektrofotometer UV memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 257 nm
Spektrum UV fraksi teraktif dengan serapan maksimun pada 257 nm.
Berdasarkan spektrum inframerah fraksi teraktif (Lampiran 14) terdapat 3 gugus fungsi dengan intensitas kuat, yaitu uluran–OH pada serapan 3417.30 cm-1, dan gugus C=O (keton) pada serapan 1715.84 cm-1. Dugaan adanya gugus cincin heterosiklik terlihat pada serapan 1516.23 dan 1457.01 dengan intesitas sedang, dan terakhir terdapat gugus fungsi benzena osubsitusi pada serapan 720.96 cm-1 dengan intensitas lemah. Berdasarkan dugaan gugus fungsi yang didapatkan, terbukti adanya senyawa golongan flavonoid (Tabel 5). Tabel 5
Absorpsi inframerah gugus-gugus fungsi fraksi teraktif hasil fraksinasi ekstrak pekat flavonoid MS
Bilangan Gelombang (cm-1) 3417.30
Literatur*
Gugus Dugaan
3100-3700
Uluran –OH
1715.84
1550-1900
C=O (Keton)
1516.23 dan 1457.01
1500-1600 dan 1430-1500
Cincin heteroaromatik
720.96
720-760
Benzena osubstitusi
*) Sumber: Colthup et al. 1975 dan Pavia et al. 1996