HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Cianjur dikenal dan lekat dengan pameo ngaos, mamaos dan maenpo. Ngaos adalah tradisi mengaji sebagai salah satu pencerminan kegiatan keagamaan. Mamaos adalah pencerminan kehidupan budaya daerah dimana seni mamaos tembang sunda Cianjuran berasal dari tatar Cianjur. Sedangkan maenpo adalah seni bela diri tempo dulu asli Cianjur yang sekarang lebih dikenal dengan seni bela diri Pencak Silat. Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 berjumlah 1.931.840 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,11 %. Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62,99 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar 14,60 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80 % disusul sektor perdagangan sekitar 24,62%. Secara administratif Pemerintah Kabupaten Cianjur terbagi dalam 26 Kecamatan, 335 Desa dan 6 Kelurahan di wilayah kota Cianjur, dengan batas-batas administratif sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan.
Wilayah Utara meliputi 13 Kecamatan : Cianjur, Cilaku,
Warungkondang, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi dan Pacet. Wilayah Tengah meliputi 7 Kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran dan Kadupandak. Wilayah selatan meliputi 6 Kecamatan : Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun , Naringgul dan Cikadu. Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan.
Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi. Sebagai daerah agraris yang pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur. Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek. Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang Tengah terletak di wilayah utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan Ciranjang terdiri dari 5 Desa yaitu Desa Ciranjang, Desa Cibiuk, Desa Nanggala Mekar, Desa Sindang Sari dan Desa Mekar Galih, dengan jumlah RT 202 dan RW sebanyak 61. Berdasarkan susenas tahun 2004 jumlah penduduk di Kecamatan Ciranjang sebanyak 85.424 jiwa. Sarana Kesehatan yang terletak di wilayah Kecamatan Ciranjang terdiri dari 1 Puskesmas DTP yang terletak di Desa Ciranjang, 1 Puskesmas lengkap terletak di Desa Cipeuyeum dan 57 Posyandu. Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 16 Desa. Pada akhir tahun 2006 terjadi pemekaran sehingga Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 8 Desa, 8 Desa lainnya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Ciherang. 8 Desa yang termasuk Kecamatan Karang Tengah yaitu Desa Sukamanah, Desa Bojong, Desa Sindanglaka, Desa Maleber, Desa Sindangasih, Desa Sukataris, Desa Sabandar dan Desa Sukamulya. Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 305 RT dan 75 RW. Berdasarkan susenas tahun 2004 jumlah penduduk Kecamatan Karang Tengah sebanyak 120.642 jiwa. Sarana Kesehatan yang terletak di wilayah Kecamatan Karang Tengah terdiri dari 1 Puskesmas lengkap terletak di Desa Karang Tengah dan 78 Posyandu.
Gambaran Umum Contoh
Karakteristik Keluarga Gambaran umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan, umur dan Karakteristik Responden Pendidikan : Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tidak tamat SMP Tamat SMP Tamat SMU Diploma Sarjana Total Umur : < 20 tahun 21 - 35 tahun ≥ 36 tahun Total Pekerjaan : Tidak bekerja Petani Pedagang PNS/ABRI/POLISI Jasa Ibu rumah tangga Guru bantu Karyawan swasta Total
Pendidikan
Ayah
pekerjaan
Ibu
n
%
n
%
0 6 42 2 22 21 4 3
0.0 6.0 42.0 2.0 22.0 21.0 4.0 3.0
1 5 56 0 17 13 7 1
1.0 5.0 56.0 0.0 17.0 13.0 7.0 1.0
100
100.0
100
100.0
0 67 33
0.0 67.0 33.0
7 76 17
7 76.0 17.0
100
100.0
100
100.0
1 20 42 8 18 0 0 11
1.0 1.0 30.0 7.0 17.0 0.0 0.0 11.0
0 0 2 5 3 89 1 0
0.0 0.0 2.0 5.0 3.0 89.0 1.0 0.0
100
100.0
100
100.0
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting sebagai salah satu indikator menilai kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan kepala keluarga pada umumnya adalah tamat Sekolah Dasar (SD) sebesar 42%, sebesar 6% kepala keluarga yang tidak tamat SD dan yang memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi (sarjana) hanya 3%, sedangkan rata-rata pendidikan ibu sama dengan kepala keluarga yaitu tamat Sekolah Dasar sebesar 56%, sebesar 5% ibu tidak tamat SD dan 1% ibu yang tidak sekolah sama sekali.
Umur Pada tabel tersebut rata-rata umur kepala keluarga adalah 33.12 tahun, sedangkan rata-rata umur ibu adalah 28.31 tahun. Kepala keluarga sebesar 67.0% berusia antara 2135 tahun, sedangkan sisanya sebesar 33 % berusia diatas 36 tahun. Ibu sebesar 76% berusia 21 - 35 tahun, sedangkan sisanya sebesar 7% berusia dibawah 20 tahun dan 17% berusia diatas 36 tahun. Berdasarkan data tersebut rata-rata umur kepala keluarga termasuk ke dalam kategori usia produktif dan rata umur ibu termasuk ke dalam usia reproduksi sehat.
Pekerjaan Pada umumnya pekerjaan kepala keluarga adalah sebagai pedagang sebesar 42%, yang bekerja sebagai jasa baik itu sebagai tukang ojek,tukang cukur dan calo sebesar 18%, kepala keluarga yang menjadi petani sebesar 20%, sebagai PNS/ABRI/POLISI sebesar 8% dan sebagai karyawan swasta sebesar 11%. Kepala keluarga yang tidak bekerja sama sekali sebesar 1%. Pada umunya ibu sebesar 89% hanya sebagai ibu rumah tangga. Tapi ada juga ibu yang bekerja yaitu sebagai pedagang sebesar 2%, PNS/ABRI/POLISI sebesar 5%, jasa 3% dan sebagai guru bantu 1%.
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga dihitung dari seluruh pendapatan anggota keluarga baik itu dari pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Sebesar 58% pendapatan perkapita/bulan diatas garis kemiskinan menurut BPS Kabupaten Cianjur. Sedangkan sisanya sebesar 42% dibawah garis kemiskinan (Tabel 4). Apabila terjadi peningkatan pendapatan perkapita pada masyarakat miskin di suatu negara maka akan menyebabkan peningkatkan pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan. Sebagai contoh pertumbuhan ekonomi di Negara Jepang sejak abad XXIII secara tidak langsung merubah pola konsumsi pangan masyarakatnya menjadi lebih baik (Sanjur 1982).
Tabel 4 Sebaran keluarga menurut pendapatan per kapita/bulan Kategori
n
%
Miskin
42
42.0
Tidak miskin
58
58.0
100
100.0
Total
Karakteristik Bayi Karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin bayi. Umur yang diambil dalam penelitian ini adalah bayi yang berusia 0-11 bulan. Umur bayi dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan kelompok umur angka kecukupan gizi 2004 yaitu rentang usia antara 0-6 bulan dan 7-11 bulan. Bayi yang berusia 0-6 bulan sebanyak 57%, sedangkan bayi yang berusia 7-11 bulan sebanyak 43% dari 100 bayi yang dijadikan sampel penelitian. Sedangkan bayi laki-laki yang berusia 0-6 bulan sebesar 52.6% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 47% dari 57 bayi yang berusia 0-6 bulan. Bayi lakilaki yang berusia 7-11 bulan sebesar 39.5% dan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 60.5% dari 43 bayi yang berusia 7-11 bulan. Sebaran jenis kelamin bisa dilihat di tabel 5.
Tabel 5 Sebaran bayi menurut jenis kelamin Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
47
47.0
Perempuan
53
53.0
Total
100
100.0
Pengeluaran Pangan Pengeluaran pangan dalam keluarga biasanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuan pangan. Pengeluaran pangan keluarga rata-rata 179687 Rp/kap/bln (53.3%) dari total rata-rata pengeluaran pangan. Pengeluaran pangan diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu kurang dari 120.000 Rp/kap/bln dan lebih dari 120.000 Rp/kap/bln. Pengeluaran pangan keluarga yang termasuk kategori kurang dari 120.000 Rp/kap/bln 27%, kategori lebih dari 120.000 Rp/kap/bln sebesar 73% (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran keluarga menurut pengeluaran pangan Rp/Kap/Bln Pengeluaran Pangan Kategori n
%
< 120000
27
27.0
> 120000
73
73.0
Total
100
100.0
Tabel 7 Sebaran keluarga menurut pengeluaran pangan Rp/Kap/Bln dan status ekonomi keluarga Kategori
Miskin
Tidak Miskin n %
n
%
> 120000
21 21
21.0 21.0
6 52
6.0 52.0
Total
42
42.0
58
58.0
< 120000
Pengeluaran pangan bagi keluarga miskin dengan kategori kurang dari 120000 Rp/Kap/Bln sebesar 21% sedangkan sisanya sebesar 21% masuk dalam kategori lebih dari 120000 Rp/Kap/Bln. Pengeluaran pangan bagi keluarga tidak miskin kategori kurang dari 120000 Rp/Kap/Bln sebesar 6% sedangkan sisanya sebesar 52% masuk dalam kategori lebih dari 120000 Rp/Kap/Bln (Tabel 7). Pengeluaran pangan sangat erat kaitannya dengan pendapatan keluarga sehingga apabila terjadi peningkatan pendapatan maka akan meningkatkan alokasi pengeluaran untuk pangan.
Persepsi Ibu tentang Program Gizi Menurut Green (1980) bahwa faktor predisposing dari sebuah perilaku adanya keyakinan terhadap nilai sesuatu. Persepsi merupakan respon yang merupakan hasil dari penilaian terhadap sesuatu merupakan bagian penting juga dalam perilaku atau tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Persepsi ibu menyusui diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan mengenai perlu tidaknya peningkatan pelaksanaan program posyandu meliputi kegiatan : penyuluhan, PMT, penimbangan balita, imunisasi, tablet tambah darah, penyediaan KMS, pelayanan KB, pemeriksaan kehamilan, pemberian vitamin A dan pelakanaan kegiatan posyandu secara rutin per bulan dengan pilihan jawaban perlu ditingkatkan atau tidak. Nilai tertinggi 10 dengan jawaban bahwa semua program sudah bagus dan tidak perlu ditingkatkan. Persepsi dan pengetahuan merupakan predisposing dari sebuah tindakan seseorang sehingga kategori persepsi disamakan dengan kategori pada pengetahuan gizi ibu yaitu apabila skor kurang dari 60% dari total skor masuk dalam kategori rendah, skor antara 60-80% dari total skor kategori sedang dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor. Pada umumnya program di posyandu yang dianggap responden dengan kategori sedang sebesar 60%, sedangkan persepsi dalam kategori kurang sebesar 27% sedangkan sisanya masuk dalam kategori baik sebesar 13% (Tabel 8).
Tabel 8 Sebaran ibu menurut persepsi terhadap program posyandu Kategori (Skor)
n
%
Kurang (60%)
27
27.0
Sedang (60-80%)
60
60.0
Baik ( >80%)
13
13.0
100
100.0
Total
Pengetahuan Gizi Ibu Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, namun pengetahuan juga merupakan faktor predisposing dalam sebuah perilaku (Green 1980). Pengetahuan gizi dibagi menjadi 3 kategori yaitu baik, sedang dan rendah. Kategori rendah apabila skor kurang dari 60% dari total skor; kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% sampai 80% dari total skor dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor. Pengetahuan responden tentang gizi mayoritas masuk ke dalam kategori sedang sebesar 59%, sedangkan kategori kurang sebesar 26% dan sisanya sebesar 15% masuk dalam kategori
baik (Tabel 9). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Mulyati et al (2007) yang dilakukan di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang bahwa pengetahuan ibu berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi energi sebesar 18.8% dan peningkatan konsumsi protein sebesar 21.39% pada bayi dibawah lima tahun (Balita) yang menderita penyakit tuberculosis. Tabel 9 Sebaran ibu menurut pengetahuan gizi Kategori (Skor)
n
%
Kurang (60%)
26
26.0
Sedang (60-80%)
59
59.0
Baik ( >80%)
15
15.0
100
100.0
Total
Tabel 10 Sebaran ibu menurut jawaban benar dan salah dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi No 1.
2.
3.
4. 5. 6.
7. 8. 9.
10.
Pertanyaan Zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anak-anak adalah protein Untuk mendukung pertumbuhan anak sebaiknya makanan tambahan selain ASI diberikan setelah usia satu bulan Za-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdirir dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral Pangan yang termasuk sumber karbohidrat adalah ikan Pangan yang termasuk sumber protein adalah singkong Porsi makan ibu selama hamil adalah lebih banyak dari kondisi sebelum hamil Pangan yang termasuk ke dalam sumber vitamin A adalah bayam Gejala anemia (kurang darah) adalah leher membengkak Jika ibu mengalami anemi (kurang darah) maka hal tersebut disebabkan oleh kekurangan zat besi Sumber zat besi pada makanan adalah daging dan telur
Jawaban Benar n % 99 99.0
Jawaban Salah n % 1 1.0
n 100
% 100.0
81
81.0
19
19.0
100
100.0
94
94.0
6
6.0
100
100.0
40
40.0
60
60.0
100
100.0
52
52.0
48
48.0
100
100.0
80
80.0
20
20.0
100
100.0
72
72.0
28
28.0
100
100.0
69
69.0
31
31.0
100
100.0
74
74.0
26
26.0
100
100.0
55
55.0
45
45.0
100
100.0
Total
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa 80% ibu menjawab dengan benar mengenai fungsi protein, waktu pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, zat gizi utama yang dibutuhkan oleh tubuh dan peningkatan kebutuhan zat gizi selama hamil. Ibu masih belum mengetahui sumber karbohidrat yang menjadi sumber energi. Hal ini bisa dilihat dari pertanyaan nomor 4 tentang sumber karbohidrat sebesar 60% dari ibu menjawab salah. Sebesar 45% ibu belum mengetahui sumber zat besi yang sangat diperlukan pada masa kehamilan dan menyusui.
Pemanfaatan Program Gizi
Pemanfaatan program gizi di posyandu dapat dilihat dari jumlah kunjungan responden selama 6 bulan terakhir dan partisipasi ibu serta bayinya terhadap kegiatan yang dilaksanakan posyandu. Program gizi yang dilaksakan oleh posyandu bagi ibu menyusui adalah penyuluhan gizi dan kesehatan, pelayanan KB, pemberian vitamin A, sedangkan untuk bayinya adalah imunisasi, penimbangan, pemberian PMT, pemberian vitamin A. Kunjungan ibu dan bayinya dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori tinggi dengan jumlah kunjungan ke posyandu antara 4-6 sedangkan kategori rendah 1-3 kunjungan selama 6 bulan terakhir. Sebesar 59% kunjungan ibu dan bayinya masuk dalam kategori tinggi sedangkan sisanya sebesar 41% termasuk dalam kategori rendah (Tabel 11).
Tabel 11 Sebaran ibu menurut pemanfaatan program gizi Kategori
n
%
Rendah
41
41.0
Tinggi
59
59.0
Total
100
100.0
Sebesar 91% ibu menyusui tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan dan gizi dari posyaandu, berdasarkan persepsi ibu sebesar 75% mengatakan bahwa kegiatan penyuluhan di posyandu perlu ditingkatkan. Sebesar 92% ibu tidak mendapatkan pelayanan KB di posyandu karena ibu banyak yang menggunakan pelayanan KB dari bidan setempat. Program pemberian kapsul vitamin A berwarna merah pada ibu menyusui (nifas) diberikan sebanyak 2 (dua) kali paling lambat 30 hari setelah melahirkan dengan dosis 200.000 SI. Program pemberian kapsul vitamin A berwarna biru pada bayi berusia 6-11 bulan dengan dosis 100.000 SI (Depkes 2000). Ibu menyusui mendapatkan kapsul vitamian A setelah melahirkan yang merupakan bagian dari program
gizi di posyandu sebanyak 13% sedangkan program pemberian vitamin A untuk bayi sebesar 73.5% dari 49 bayi yang berusia 6-11 bulan. Pada saat menyusui kebutuhan vitamin A ibu meningkat untuk pemenuhan zat gizi yang terkandung dalam ASI. Vitamin A tidak dapat disimpan dalam tubuh dalam jangka waktu yang panjang sehingga ibu menyusui dan bayinya memerlukan suplemen vitamin A untuk memenuhi kebutuhannya (Riordan 2005). Penimbangan bayi dan balita sudah dilaksanakan dengan baik karena setiap pelaksanaan posyandu kegiatan penimbangan menjadi kegitan rutin posyandu, terlihat dari jumlah bayi yang ditimbang yaitu 94% bayi mendapatkan pelayanan penimbangan sebagai program monitoring pertumbuhan bayi. Imunisasi merupakan sarana untuk memberikan kekebalan tubuh sehingga bayi terhindar dari penyakit. Sebesar 75% bayi mendapatkan imunisasi dari posyandu dan sebesar 82% bayi tidak mendapatkan PMT dari posyandu karena kegiatan PMT di posyandu tidak dilaksanakan secara periodik.
Pelayanan Program Posyandu Pelayanan program posyandu dilihat dari cakupan pelayanan yang diberikan oleh posyandu di Kecamatan Karang Tengah dan Ciranjang kepada sasarannya yaitu dengan memberikan 9 pertanyaan tentang pelaksanaan program posyandu meliputi : penyuluhan kesehatan dan gizi, imunisasi, penimbangan, pelayanan KB, Pelayanan ANC ibu hamil, program PMT, program tablet tambah darah, program kapsul iodium dan program kapsul vitamin A untuk bayi dan ibu nifas. Nilai tertinggi 9 apabila posyandu bisa memberikan semua pelayanan kepada sasarannya. Skor akhir dibagi menjadi 3 kategori yaitu : skor dibawah 33% (posyandu hanya memberikan maksimal 3 pelayanan) masuk kategori kurang,
44%-66% dari total skor (posyandu memberikan 4-6 pelayanan) kategori
sedang, dan diatas 77% dari total skor minimal posyandu memberikan pelayanan sebanyak 7 program masuk dalam kategori baik. Sebanyak 96% responden tidak mendapatkan pelayanan posyandu secara lengkap sedangkan yang mendapatkan pelayanan posyandu secara lengkap sebesar 4% . Dilihat dari program serta cakupan programnya bahwa posyandu yang ada di Kecamatan Karang Tengah dan Ciranjang
tergolong ke dalam posyandu tingkat madya karena pelaksanaan posyandu berjalan setiap bulan tetapi cakupan program utama dan cakupannya masih rendah (Tabel 12).
Tabel 12 Sebaran ibu menurut pelayanan program posyandu Kategori
n
%
Baik
4
4.0
Sedang
0
0.0
Kurang
96
96.0
Total
100
100.0
Akses Pelayanan Program Gizi Akses pelayanan program gizi untuk mengetahui jarak antara pelayanan program gizi dengan tempat tinggal. Jarak dibagi menjadi 3 kategori yaitu dekat, sedang dan jauh. Rata-rata jarak rumah responden dengan pelayanan program gizi adalah 107.70 meter dan dari data yang diperoleh responden mengunjungi posyandu dengan berjalan kaki. Jarak antara pelayanan program gizi dengan tempat tinggal secara tidak langsung mempengaruhi keputusan dalam pemanfaatan pelayanan, namun karena mayoritas jarak antara pelayanan program gizi dengan tempat tinggal sehingga banyak ibu yang berkunjung ke posyandu antara 4-6 kunjungan sebesar 59% selama 6 bulan terakhir (Tabel 13).
Tabel 13 Sebaran ibu menurut akses pelayanan program gizi Kategori (Jarak)
n
%
Dekat ( < 100 meter)
56
56.0
Sedang (100 - 500 meter)
34
34.0
Jauh ( 500 -1000 meter)
10
10.0
Total
100
100.0
Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Ibu Menyusui Setiap makanan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Kurangnya pangan yang dikonsumsi akan mengakibatkan kurangnya zat gizi yang dikonsumsi. Pada masa menyusui terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi. Apabila asupan zat gizi kurang selama menyusui secara langsung mempengaruhi kualitas dari produksi Air Susu Ibu (ASI) yang merupakan makanan pokok bagi bayi yang berusia 0-6 bulan. Sebaran kategori tingkat konsumsi ibu menyusui bisa dilihat pada tabel 14.
Tabel 14 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi ibu menyusui
Zat Gizi
Energi (kcal) Protein (gram) Vitamin A (µgRE) Vitamin C (mg) Vitamin B1 (mg) Kasium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)
Tingkat Kecukupan
Konsumsi
Konsumsi (% AKG)
Rata-Rata
Std
Rata-Rata
Std
1452 48.2 658.3 28.4 0.42 452.2 709 11.5
608.6 25.5 650.6 25.1 0.2 372.9 359.2 13.2
51.9 79.9 79.3 36.1 32.4 49.8 100.1 42.0
21.8 42.5 77.6 31.8 15.2 41.5 49.9 48.2
Konsumsi Energi Ibu. Rata-rata konsumsi energi Ibu adalah 1452kkal/hari dengan rata-rata kecukupan energi baru memenuhi 52% angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Konsumsi Protein Ibu. Rata-rata konsumsi protein Ibu 48.2 g/hari dengan ratarata tingkat kecukupan baru memenuhi 80% angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Konsumsi Vitamin A Ibu. Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara (WNPG 2004) dan masih menjadi masalah
utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Rata-rata konsumsi vitamin A adalah 658.3µgRE/hari sehingga tingkat kecukupan vitamin A baru memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar 79%. Konsumsi Vitamin C Ibu. Manusia memerlukan vitamin C dari makanan karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase yang diperlukan yntuk sintesis vitamin C. Rata-rata konsumsi vitamin C sebesar 28.4g/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 36%. Konsumsi Vitamin B1 Ibu. Vitamin B1 atau Thiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Rata-rata konsumsi vitamin B1 (Thiamin) ibu sebesar 0.42 mg/hari dengan tingkat kecukupan vitamin B1 (Thiamin) baru memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar 32.4%. Konsumsi Kalsium Ibu. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat di tulang. Konsumsi rata-rata ibu sebesar 452 mg dengan tingkat kecukupan kalsium baru memenuhi angka kecukupan kalsium yang diajurkan sebesar 49.8%. Konsumsi Fosfor Ibu. Fosfor sangat mempunyai peran penting dalam memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa nukleotida. Konsumsi ratarata ibu sebesar 709 mg dengan tingkat kecukupan fosfor sudah memenuhi angka kecukupan fosfor yang diajurkan sebesar 100%. Konsumsi Besi Ibu. Rata-rata konsumsi besi ibu sebesar 11.5 mg/hari dengan tingkat kecukupan Besi baru memenuhi angka kecukupan besi yang diajurkan sebesebesar 42%. Tingkat kecukupan energi dan protein masih rendah, walaupun pada saat pengambilan data yaitu bulan September-Oktober merupakan bulan setelah panen raya. Masa panen di daerah Cianjur mulai bulan Juli dan panen raya terjadi pada bulan Agustus. Melihat dari ketersediaan pangan setidaknya kebutuhan pangan akan terpenuhi akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan kondisi tingkat kecukupan konsumsi masih rendah walaupun dalam kondisi pasca panen raya, kondisi ini salah satunya karena keterjangkauan secara ekonomi yaitu daya beli masyarakat masih rendah terlihat dari status rumah tangga hampir setengahnya masuk dalam kategori keluarga miskin.
Departemen Kesehatan RI tahun 1995 membagi klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi menjadi 4 kategori yaitu baik (≥ 100% AKG), sedang (80-90% AKG), kurang (7080% AKG) dan defisit (< 70% AKG). Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi bisa dilihat pada tabel 15.
Tabel 15 Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi Kategori Zat Gizi
Baik
Energi Protein Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Kasium Fosfor Besi
Sedang
Total
Kurang
Defisit
n
%
n
%
n
%
n
%
n
2 24 30 8 0 11 45 13
2.0 24.0 30.0 8.0 0.0 11.0 45.0 13.0
6 18 10 4 1 5 14 0
6.0 18.0 10.0 4.0 1.0 5.0 14.0 0.0
8 11 3 1 1 4 7 1
8.0 11.0 3.0 1.0 1.0 4.0 7.0 1.0
84 47 57 87 98 80 34 86
84.0 47.0 57.0 87.0 98.0 80.0 34.0 86.0
100 100 100 100 100 100 100 100
% 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Bayi
Setiap makanan mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Kurangnya pangan yang dikonsumsi akan mengakibatkan kurangnya zat gizi yang dikonsumsi. Makanan pertama dan utama seorang bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). Kebutuhan zat gizi dan mineral yang dibutuhkan oleh bayi dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari ASI dan MPASI karena rentang usia bayi 0-11 bulan. Sebaran kategori tingkat konsumsi dan kecukupan konsumsi bayi bisa dilihat pada tabel 16.
Tabel 16 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi bayi Zat Gizi
Konsumsi
Tingkat Kecukupan Konsumsi (% AKG)
Energi (kcal) Protein (gram) Vitamin A (µgRE) Vitamin C (mg) Vitamin B1 (mg) Kasium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)
Rata-Rata
Std
Rata-Rata
Std
662.58 14.02 500.65 38.29 0.20 379.99 615.70 4.76
481.54 11.87 396.04 44.79 0.14 395.88 315.55 8.61
100.9 107.0 142.0 119.0 59.0 114.0 279.3 123.0
71.8 86.0 118.1 142.1 43.3 115.4 148.6 207.0
Konsumsi Energi Bayi. Rata-rata konsumsi energi bayi adalah 663 kkal/hari dengan rata-rata kecukupan energi sudah memenuhi 100% angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Konsumsi Protein Bayi. Protein berfungsi sebagai zat pembangun sehingga sangat penting bagi masa pertumbuhan. Rata-rata konsumsi protein bayi 14 g/hari dengan tingkat kecukupan protein sebesar 107.0%. Konsumsi Vitamin A Bayi. Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara (WNPG 2004) dan masih menjadi masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Rata-rata konsumsi vitamin A adalah 500.65 µgRE/hari sehingga tingkat kecukupan vitamin A sudah memenuhi angka kecukupan vitamin A yang diajurkan sebesar 142%. Konsumsi Vitamin C Bayi. Manusia memerlukan vitamin C dari makanan karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase yang diperlukan yntuk sintesis vitamin C. Rata-rata konsumsi vitamin C sebesar 38.3g/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 119%. Konsumsi Vitamin B1. Vitamin B1 atau Thiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Rata-rata konsumsi vitamin B1 (Thiamin) sebesar 0.2 mg/hari dengan tingkat kecukupan vitamin B1 (Thiamin) sebesar 59%. Konsumsi Kalsium Bayi. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat di tulang. Konsumsi rata-rata bayi sebesar 380 mg dengan tingkat kecukupan sebesar 114%.
Konsumsi Fosfor Bayi. Fosfor sangat mempunyai peran penting dalam memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa nukleotida. Konsumsi ratarata bayi sebesar 616 mg/hari dengan tingkat kecukupan 279%. Konsumsi Besi Bayi. Anak apabila dilahirkan cukup waktu akan mempunyai cadangan zat besi yang diperoleh dari ibunya untuk mencukupi kebutuhan selama tiga bulan. Tetapi karena badan bayi dapat menggunakan zat besi secara hemat, maka pada usia setahun 70% dari total zat besi dalam badannya masih berasala dari zat besi yang diperoleh dari ibunya (Winarno 1995). Rata-rata konsumsi besi bayi sebesar 4.8 mg/hari dengan tingkat kecukupan sebesar 123%. Klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi berdasarkan Departemen Kesehatan tahun 1995 bisa dilihat pada tabel 17. Klasifikasi dibagi 4 yaitu baik (≥ 100% AKG), sedang (8090% AKG), kurang (70-80% AKG) dan defisit (< 70% AKG).
Tabel 17 Sebaran bayi menurut tingkat kecukupan zat gizi Kategori Zat Gizi
Energi Protein Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Kasium Fosfor Besi
Baik
Sedang
Total
Kurang
Defisit
n
%
n
%
n
%
n
%
n
39 33 70 41 10 30 95 26
39.0 33.0 70.0 41.0 10.0 30.0 95.0 26.0
19 10 20 11 5 23 2 30
19.0 10.0 20.0 11.0 5.0 23.0 2.0 30.0
12 17 5 9 8 7 0 5
12.0 17.0 5.0 9.0 8.0 7.0 0.0 5.0
30 40 5 39 77 40 3 39
30.0 40.0 5.0 39.0 77.0 40.0 3.0 39.0
100 100 100 100 100 100 100 100
% 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Status Gizi Ibu Status gizi ibu diklasifikasikan menjadi 5 kategori berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yaitu kategori kurus tingkat berat jika IMT ibu < 17.0, kurus ringan jika IMT ibu 17.0-18.5, normal jika IMT ibu 18.5-25.0, gemuk tingkat ringan jika IMT ibu 25.0-27.0, dan kategori gemuk tingkat berat jika IMT ibu >27.0. Status gizi ibu menyusui lebih dari setengahnya masuk dalam kategori normal
sebesar 76% sedangkan untuk kategori gemuk sebesar 17% dan kategori kurus sebesar 7%. Sebaran status gizi bisa dilihat lebih jelas pada tabel 18. Menurut As’ad (2002) masalah gizi pada ibu menyusui biasanya karena mereka mempunyai riwayat antenatal dan posnatal yang jelek dan status gizi lebih pada ibu menyusui jarang sekali terjadi pada status ekonomi keluarga miskin. Sedangkan menurut Riordan (2004) bahwa status gizi ibu menyusui dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan kenaikan berat badan selama kehamilan, apabila tingkat konsumsi ibu dan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan maka status gizi ibu pada saat menyusui akan rendah karena ibu tidak mempunyai cadangan energi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang sangat tinggi pada masa menyusui.
Tabel 18 Sebaran ibu menurut satus gizi Kategori Kurus (Berat) Kurus (Ringan) Normal Gemuk (Ringan) Gemuk (Berat) Total
n
%
1 6 76 7 10
1.0 6.0 76.0 7.0 10.0
100
100.0
Status Gizi Bayi Status gizi pada penelitian ini dilihat dalam 3 kategori yaitu status gizi bayi menurut BB/U, status gizi bayi menurut BB/PB dan PB/U. Status gizi bayi menurut indeks BB/U yang menunjukan gambaran status gizi bayi saat ini hampir 100% masuk dalam kategori normal sedangkan sisanya masuk dalam kategori underweight sebesar 4% dan kategori underweight berat sebesar 3%. Kondisi berat badan sangat labil sehingga status gizi bayi yang termasuk ke dalam kategori underweight dan underweight berat bisa disebabkan karena perubahan mendadak yang disebabkan karena penurunan nafsu makan karena terserang penyakit infeksi. Dan kekurangan dalam penelitian ini tidak digali
penyakit infeksi yang menyertai bayi pada saat penelitian berlangsung.
Sedangkan
indeks berat badan menurut panjang badan ditemukan prevalensi wasting sebesar 2% ,wasting berat sebesar 7%, sebesar 61% masuk dalam kategori normal dan sisanya 30% masuk dalam kategori overweight. Pada indeks Panjang badan menurut umur ditemukan prevalensi stunting sebesar 21% dan stunting berat sebesar 28% . Prevalensi stunting dan stunting berat memberikan gambaran bahwa terdapat defisiensi gizi dalam waktu yang cukup lama. Jadi hampir setengahnya bayi yang menjadi contoh penelitian berada dalam kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan secara optimal kondisi disebabkan karena keadaan gizi atau kesehatan yang tidak optimal. Masing-masing sebaran bisa dilihat pada tabel 19.
Tabel 19 Sebaran status gizi bayi menurut indeks BB/PB, PB/U, BB/U Kategori
n
%
Indeks BB/PB: Overweight Normal Wasting Wasting Berat
30 61 2 7
30.0 61.0 2.0 7.0
100
100.0
4 47 21 28
4.0 47.0 21.0 28.0
100
100.0
3 90 4 3
3.0 90.0 4.0 3.0
100
100.0
Total Indeks PB/U : Overweight Normal Stunting Stunting Berat Total Indeks BB/U: Overweight Normal Underweight Underweight Berat Total
Hubungan Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dengan Status Gizi
Pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terdapat hubungan positif antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu menyusui (P<0.005). Nilai parsial R2 yang menujukan kontribusi langsung antara variabel pemanfaatan program gizi di posyandu terhadap status gizi ibu menyusui sebesar 16.8%. Semakin sering ibu mengunjungi posyandu untuk mendapatkan pelayanan program gizi di posyandu semakin baik status gizi ibu menyusui.
Pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi bayi Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terdapat hubungan positif antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi bayi menurut indeks BB/PB (P<0.05). Nilai parsial R2 yang menunjukan kontribusi langsung antara variabel pemanfaatan program gizi di posyandu terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB sebesar 23.17%. Pemanfaatan program gizi di posyandu oleh ibunya secara tidak langsung berhubungan dengan status gizi bayi menurut indeks BB/PB. Sedangkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemanfaatan program gizi gizi di posyandu dengan status gizi menurut indeks PB/U (P>0.05) dengan nilai R2 sebesar 2.4%. Kondisi ini walaupun kunjungan ibu semakin sering ke posyandu untuk memanfaatkan program gizi namun tidak menjadikan status gizi bayi menurut indeks PB/U baik. Hal ini bisa disebabkan karena adanya gangguan pada keadaan gizi dan kesehatan bayi terbukti dengan prevalensi stunting pada penelitian ini sebesar 49%, didukung dengan akses ke pelayanan kesehatan yang cukup jauh serta kondisi ekonomi keluarga contoh sebesar 42% pendapatan per kapita per bulannya dibawah garis kemiskinan. Hal ini serupa dengan kondisi status gizi menurut indeks BB/U. Secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemanfaatan program gizi di posyandu dengan ststus gizi menurut indeks BB/U (P>0.05).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui Untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dan terikat dilakukan analisis korelasi pearson. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor, tingkat kecukupan zat besi dengan nilai korelasi (r) dan peluang bisa dilihat pada tabel 20.
Tabel 20
Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson Variabel
Nilai Korelasi (r)
Peluang
0.384 0.505 0.581 0.703 0.439 0.573 0.530
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8)
Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin A berpengaruh positif terhadap status gizi ibu menyusui. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik tingkat kecukupan konsumsi ibu menyusui semakin baik status gizinya (Tabel 21).
Tabel 21 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis berganda Variabel
Koefesien
Parsial
Model
regresi
R2
R2
Peluang
regresi
Konstanta Tingkat kecukupan B1/ tiamin (X5) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3)
3.240 0.283 0.111 0.426
0.058 0.026 0.022
0.058 0.084 0.106
0.0251 0.0280 0.0001
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
Y = 3.240+0.426X3 + 0.111X4 + 0.283X5 Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 3.240 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari variabel tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin B1 (tiamin) maka nilai satus gizi ibu adalah 3.240. Nilai koefesien regresi tingkat kecukupan vitamin A sebesar 0.426, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 0.111, tingkat kecukupan vitamin B1 sebesar 0.283 menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi ibu menyusui akan memberikan kenaikan nilai sebesar 0.426 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin A, 0.111 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin C, 0.283 untuk variabel tingkat kecukupan vitamin B1. Variabel tingkat kecukupan vitamin A memberikan kontribusi langsung kepada status gizi ibu sebesar 2.2%, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 2.6% sedangkan tingkat kecukupan vitamin B1 sebesar 5.8%. Menurut Setiawan dan Rahayuningsih (2004) bahwa vitamin B1 merupakan koenzim pada metabolisme energi karbohidrat sehingga secara langsung memberikan pengaruh paling besar tehadap status gizi ibu menyusui dibandingkan dengan variabel lainnya. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu selain faktor tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral adalah pengetahuan gizi ibu menyusui dan pemanfaatan program gizi di posyandu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu menyusui. Kondisi ini menunjukan semakin baik pengetahuan gizi ibu dan semakin sering ibu memanfaatkan program gizi di posyandu semakin baik status gizinya (Tabel 22).
Tabel 22 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analsis regresi berganda Koefesien
Variabel
regresi
Parsial 2
Model
R
R2
Peluang
Konstanta
1.952
Pengetahuan gizi ibu (X2)
1.048
0.354
0.354
0.0001
Pemanfaatan program gizi di posyandu
3.649
0.168
0.522
0.0001
(X4)
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
Y = 1.952+1.048X2 + 3.649X4 Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 1.952 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari variabel pengetahuan gizi ibu, Pemanfaatan program gizi di posyandu maka nilai satus gizi adalah 1.952. Nilai koefesien regresi pengetahuan gizi ibu sebesar 1.048, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 3.649 menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi ibu akan memberikan kenaikan nilai sebesar 1.048 untuk variabel pengetahuan gizi ibu, 3.649 untuk variabel pemanfaatan program gizi di posyandu. Variabel pengetahuan gizi ibu memberikan kontribusi langsung kepada status gizi ibu sebesar 35.4%, Pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 16.8%. Pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi dalam praktek kesehatan gizi, ketika ibu mempunyai pengetahuan gizi baik maka akan diikuti dengan status gizi anaknya yang baik pula (Leslie 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dengan status gizi bayi Untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dan terikat dilakukan analisis korelasi pearson. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan
vitamin B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor dan tingkat kecukupan besi dengan nilai korelasi (r) dan peluang pada tabel 23.
Tabel 23
Variabel yang bermakna pada α = 0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson Variabel
Menurut indeks BB/PB : Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8) Menurut indeks PB/U : Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8) Menurut indeks BB/U : Tingkat kecukupan Protein (X2) Tingkat kecukupan vitamin A (X3) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan B1/tiamin (X5) Tingkat kecukupan kalsium (X6) Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan zat besi (X8)
Nilai Korelasi (r)
Peluang
0.697 0.768 0.813 0.747 0.724 0.830 0.555
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.697 0.768 0.813 0.747 0.723 0.824 0.551
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.697 0.768 0.813 0.747 0.723 0.824 0.551
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB . Tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U. Kondisi ini menunjukan bahwa
semakin baik tingkat kecukupan konsumsi fosfor, protein, vitamin C dan vitamin A semakin baik status gizinya
(Tabel 24).
Tabel 24 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis
regresi
berganda Koefesien
Parsial
Model
regresi
R2
R2
Menurut indeks BB/PB: (Y1) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan Protein (X2)
0.662 3.378 1.570 2.321
0.689 0.043 0.019
0.689 0.732 0.751
0.0001 0.0001 0.0001
Menurut indeks PB/U : (Y2) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3)
7.121 2.760 1.041 2.044
0.680 0.060 0.016
0.680 0.740 0.756
0.0001 0.0001 0.0001
Menurut indeks BB/U : (Y3) Konstanta Tingkat kecukupan fosfor (X7) Tingkat kecukupan vitamin C (X4) Tingkat kecukupan vitamin A (X3)
7.124 2.760 1.041 2.043
0.680 0.060 0.016
0.680 0.740 0.756
0.0001 0.0001 0.0001
Variabel
Peluang
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
Y1 = 0.662+ 2.321X2+ 1.570X4 +3.378X7 Y2 = 7.121+ 2.044X3 + 1.041X4 +2.760X7 Y3 = 7.124+2.043X3 + 1.041X4 + 2.760X7 Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 0.662 pada persamaan Y1, 7.121 pada persamaan Y2,, 7.121 pada persamaan Y3 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y1 dari variabel tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor maka nilai satus gizi bayi menurut indeks BB/PB adalah 0.662 sedangkan jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y2 dan
Y3 variabel tingkat kecukupan vitamin A, tingkat
kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor maka nilai satus gizi bayi menurut PB/U
sebesar 7.121 dan BB/U adalah sebesar 7.124. Nilai koefesien regresi tingkat kecukupan protein sebesar 2.321, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.570, tingkat kecukupan fosfor sebesar 3.378 pada persamaan Y1, tingkat kecukupan vitamin A sebesar 2.044, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.041, tingkat kecukupan fosfor sebesar 2.760 pada persamaan Y2, tingkat kecukupan vitamin A sebesar 2.043, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 1.041, tingkat kecukupan fosfor sebesar 2.760 pada persamaan Y3, menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi bayi akan memberikan kenaikan nilai sebesar nilai koefesien regresi pada masing-masing variabel setiap persamaan. Pada persamaan Y1 variabel tingkat kecukupan protein memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi menurut BB/PB sebesar 1.9%, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 4.3% sedangkan tingkat kecukupan fosfor sebesar 68.9%. Pada persamaan Y2 dan Y3 variabel tingkat kecukupan vitamin A memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi sebesar 1.6%, tingkat kecukupan vitamin C sebesar 6.0% sedangkan tingkat kecukupan fosfor sebesar 68%. Menurut Soekatri dan Kartono (2004b) bahwa fungsi utama dari fosfor adalah membantudalam pembentukan energi senyawa ATP, GTP, dan UDP sehingga mempunyai peran penting dalam proses metabolisme energi yang merupakan energi utama untuk pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi selain faktor tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral adalah pemanfaatan program gizi di posyandu berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB sedangkan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin baik pemanfaatan program gizi di posyandu dan pendapatan keluarga maka semakin baik status gizinya (Tabel 25).
Tabel 25 Variabel yang bermakna pada α = 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi berganda Variabel Menurut indeks BB/PB (Y1) Konstanta Pemanfaatan program gizi di posyandu (X6)
Koefesien
Parsial
Model
regresi
R2
R2
2.317 0.181
2.317
2.317
Peluang
0.0001
Variabel Pendapatan keluarga (X5) Menurut indeks PB/U (Y2) Konstanta Pendapatan keluarga (X5) Menurut indeks BB/U (Y3) Konstanta Pendapatan keluarga (X5)
Koefesien
Parsial
Model
regresi
R2
R2
0.196
0.099
2.416
0.0014
2.597 0.196
0.099
0.099
0.0014
2.597 0.196
0.099
0.099
0.0014
Peluang
Dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
Y1 = 2.317+0.196X5 + 0.181 X6 Y2 = 2.597+0.196X5 Y3 = 2.597+0.196X5 Persamaan regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai konstanta (intercept) sebesar 2.317 pada persamaan Y1, 2.597 pada persamaan Y2,, 2.597 pada persamaan Y3 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y1 dari variabel pendapatan keluarga, pemanfaatan program gizi di posyandu, maka nilai satus gizi bayi menurut BB/PB adalah 2.317 sedangkan jika tidak ada kenaikan nilai pada persamaan Y2 dan Y3 variabel pendapatan keluarga maka nilai satus gizi bayi menurut PB/U dan BB/U adalah sebesar 2.597. Nilai koefesien regresi pendapatan keluarga sebesar 0.196 pada persamaan Y1, Y2 dan Y3, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 0.181 pada persamaan Y1 menunjukan bahwa setiap penambahan karena tanda positif (+) satu nilai maka nilai status gizi bayi menurut BB/PB, PB/U dan BB/U akan memberikan kenaikan nilai sebesar nilai koefesien regresi pada masing-masing variabel setiap persamaan. Pada persamaan Y1 variabel pendapatan keluarga memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi menurut BB/PB sebesar 9.9%, pemanfaatan program gizi di posyandu sebesar 23.17% sedangkan pada persamaan Y2 dan Y3 variabel pendapatan keluarga memberikan kontribusi langsung kepada status gizi bayi sebesar 9.9%.