HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 oC. Pagi 26,9oC, siang 30,2oC, dan sore 29,5oC. Kelembaban kandang juga cukup tinggi pada pagi hari namun siang dan sore hari rendah. Suhu kandang yang tinggi ini disebabkan oleh konstruksi kandang yaitu bagian atap kandang yang terbuat dari asbes, sehingga sangat mudah menyerap panas pada waktu siang hari dan menyebarkan panas tersebut keseluruh ruangan kandang. Rataan suhu kandang pada pagi, siang dan sore hari terdapat pada Tabel 4. Tabel 4.
Rataan Suhu Dalam, Luar, dan Kelembaban Kandang Selama Penelitian Rataan Pagi Siang Sore
Suhu dalam kandang (oC)
26,91
30,17
29,52
Suhu luar kandang (oC)
27,88
30,68
30,31
82
67
68
Kelembaban kandang (%)
Menurut Anggorodi (1990) iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan yang rendah pula. Lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Kelinci dapat mencapai optimal pada kondisi lingkungan dengan suhu udara 18oC dan tingkat kelembaban 70% (Lukefahr dan Cheeke, 1990). Kelinci adalah ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien, melalui sifat herbivora. Kelinci dapat mengkonsumsi dan memanfaatkan protein yang berasal dari hijauan atau limbah pertanian lebih efisien dibandingkan dengan ternak lainnya. Salah satu limbah pertanian yang sudah dikenal masyarakat sebagai bahan pakan ternak untuk ruminansia seperti sapi perah adalah ampas tahu. Ampas tahu selain bisa diberikan untuk sapi ataupun domba sebagai pakan pengganti konsentrat, ternyata ampas tahu bisa diberikan untuk kelinci.
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kelinci lokal yang umumnya dipelihara oleh peternak rakyat. Kelinci tersebut diberikan perlakuan pakan yang menggunakan rumput lapang dan ampas tahu pada level yang berbeda dan dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang menggunakan rumput lapang dan konsentrat ayam Broiler Starter. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan kelinci diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada kelinci, dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak.Ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Hasil konsumsi pakan selama penggemukan terdapat pada tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi Pakan Kelinci Selama Penggemukan Perlakuan
Kosumsi Pakan Rumput
Konsentrat
Ampas Tahu
Total
---------------------------------g/ekor/hari--------------------------------P1
201,90 ± 18,62
46,15 ± 3,23
0
248,05 ± 18,33c
P2
251,88± 30,54
0
120,65 ± 0,51
372,53 ± 30,78b
P3
179,29 ± 22,09
0
228,90 ± 12,03
408,20 ± 30,89ab
P4
116,17 ± 23,09
0
308,15 ± 45,16
424,32 ± 51,84a
Keterangan : *) Superskrip huruf kecil berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) *) P1 = 60% rumput dan 40% konsentrat P2 = 80% rumput dan 20% ampas tahu P3 = 60% rumput dan 40% ampas tahu P4 = 40% rumput dan 60% ampas tahu
Rataan konsumsi pakan segar kelinci setiap hari pada masing-masing perlakuan P1, P2, P3, dan P4 adalah 248,05; 372,53; 408,20; dan 424,32 gram/ekor/hari. Jumlah konsumsi pakan yang berbeda pada masing-masing perlakuan karena perbedaan jenis pakan dan level pemberian ampas tahu. Konsumsi pakan rumput pada P1 yang memiliki level yang sama pada perlakuan tiga yaitu 60% rumput lapang berbeda, konsumsi rumput perlakuan satu yang lebih tinggi daripada perlakuan tiga karena kebutuhan sumber serat kasar dari rumput sudah tersedia pada
19
ampas tahu. Perlakuan pemberian ampas tahu yang yang semakin meningkat levelnya maka konsumsi pakan rumput akan semakin menurun. Konsumsi Zat Makanan Jumlah zat makanan yang dikonsumsi (Bahan Kering/BK, Protein Kasar/PK, Serat Kasar/SK dihitung dari konsumsi pakan dikali kadar zat makanan dibagi 100) (Djajuli, 1992). Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Hasil konsumsi zat makanan kelinci selama penggemukan terdapat pada tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Zat makanan kelinci (g/ekor/hari) Peubah Bahan Kering
P1
P2
85,35 ± 4,58
P3
79,96 ± 6,82 C
C
P4
85,48 ± 6,64 B
87,30 ± 10,61
Protein Kasar
13,88 ± 0,71
13,56 ± 0,93
16,70 ± 1,13
18,70 ± 2,37A
Serat Kasar
17,98 ± 1,46
25,79 ± 2,43
25,26 ± 2,15
24,07 ± 2,92
Total Digestible Nutrient
55,43 ± 2,83a
47,76 ± 3,62b
55,62 ± 3,96a
60,21 ± 7,48a
Keterangan : Superskrip huruf kecil berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan superskrip huruf besar berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)
Kandungan bahan kering dalam pakan biasanya terdiri atas abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (Beta-N).
Kandungan bahan kering yang diamati yaitu protein kasar, serat kasar, Total Digestible Nutrient (TDN). Konsumsi Bahan Kering Tabel 6. menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering harian kelinci pada penelitian berkisar 5,7% dari bobot badan (79,96 - 87,30 gram/ekor/hari). Konsumsi bahan kering total P1, P2, P3, dan P4 sudah memenuhi kebutuhan bahan kering kelinci berdasarkan NRC (1977) dalam Ensminger (1991) yaitu kebutuhan bahan kering kelinci muda berkisar 5,4-6,2%. Konsumsi bahan kering pada semua perlakuan yang rendah disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan kering dari rumput (22,18%) dan ampas tahu (19,97%). Rendahnya bahan kering pada rumput
20
disebabkan rumput diambil pada saat musim hujan sehingga kadar airnya tinggi yaitu 77,82%. Sumber protein terbanyak pada penelitian ini yaitu berasal dari pakan konsentrat, ampas tahu. Konsentrat dalam bahan segar memiliki kandungan protein kasar sebesar 19,19% dan ampas tahu sebesar 24,69%. Ampas tahu mempunyai kandungan protein kasar lebih besar dibanding dengan rumput lapang dan konsentrat karena ampas tahu berasal dari kedelai. Oleh karena itu antinutrisi yang terdapat pada ampas tahu sama dengan pada kedelai hanya konsentrasinya lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu dilihat dari komposisi kimianya dapat digunakan sebagai sumber protein dan mengandung bahan kering yang rendah. Selain kandungan zat gizinya cukup baik, ampas tahu juga memiliki antinutrisi berupa asam pitat. Konsumsi Protein Kasar Perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi protein kasar total harian (P<0.01). Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing perlakuan P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut sebesar 13,88; 13,56; 16,70 dan 18,70 g/ekor/hari. Persentase rataan konsumsi protein kasar harian yaitu 16,27; 16,96; 19,54 dan 21,42% dari konsumsi bahan kering. Konsumsi protein ini sudah sesuai kebutuhan untuk kelinci yang sedang tumbuh yaitu sebesar 16% (Banerjee, 1982). Rataan konsumsi protein kasar pada P1 dan P2 hampir sama, ini artinya penggunaan pakan ampas tahu dengan taraf 20% dengan konsumsi pakan 10% dari bobot badan bisa menggantikan konsumsi protein konsentrat dengan taraf 40% sedangkan nilai rataan protein pada P3 dan P4 berbeda sangat nyata, rataan konsumsi protein kasar pada P4 lebih tinggi daripada P3 karena taraf konsumsi pakan yang diberikan juga berbeda yaitu P3 sebesar 40% ampas tahu sedangkan P4 sebesar 60% ampas tahu. Rendahnya konsumsi protein kasar pada P1 disebabkan kandungan protein kasar dari konsentrat lebih rendah daripada ampas tahu dalam bahan kering. Bentuk pakan bisa mempengaruhi konsumsi. Hal ini sesuai dengan penyataan Cheeke (1999) bahwa pakan kelinci sebaiknya dalam bentuk pellet karena pakan yang tidak berbentuk pellet akan ditolak oleh kelinci dan menyebabkan tingginya sisa pakan.
21
Konsumsi Serat Kasar Konsumsi serat kasar yang rendah pada P1 disebabkan P1 kandungan sumber serat kasar dari konsentrat yaitu 4,85% sehingga serat kasar dari konsentrat hanya menyumbangkan serat kasar sebesar 1,97 g/ekor/hari. Kandungan serat kasar rumput lapang yang tinggi (35,76%) merupakan faktor yang dapat menurunkan daya cerna. Menurut Tilman et al. (1998) faktor yang mempengaruhi daya cerna makanan diantaranya adalah komposisi zat makanan yaitu serat kasar. Serat kasar yang terlalu tinggi akan mengurangi konsumsi dari nutrien yang tercerna. Konsumsi serat kasar pada penelitian ini lebih tinggi dari pada kebutuhan kelinci menurut Banerjee (1982) yaitu kebutuhan serat kasar kelinci pada periode pertumbuhan adalah 10-12%. Hal ini disebabkan perbedaan kandungan nutrien serat kasar pakan. Kandungan serat kasar rumput (35,79%) dan ampas tahu (24,14%) yang tinggi inilah menyebabkan konsumsi serat kasar tinggi. Selain itu kelinci adalah herbivora yang bukan ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna protein dari tanaman berserat dan memanfaatkannya secara efektif sehingga konsumsi serat kasar pada penelitian ini menjadi tinggi. Pencernaan di dalam saluran bagian belakang pada kelinci merupakan penyesuaian diri terhadap hijauan yang mempunyai kadar serat yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi akan menghambat pencernaan pakan di dalam alat pencernaan dan menyebabkan degradasi karbohidrat maupun zat-zat makanan lainnya. Semakin tinggi porsi hijauan dengan kandungan serat kasar yang tinggi akan meningkatkan sifat bulk (zat pengisinya). Penambahan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (serat kasar) mempunyai pengaruh positif dalam mencegah penyakit enteritis (radang usus). Kecukupan konsumsi serat kasar akan berpengaruh pada pertumbuhan. Konsumsi serat kasar yang semakin tinggi bukan berarti akan menghasilkan pertumbuhan ternak dan produksi yang lebih baik. Hal ini disebabkan serat kasar bersifat menurunkan daya cerna. Hal ini sejalan dengan Cheeke dan Patton (1980) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum, semakin cepat pula laju pergerakan zat makanan sehingga dapat diperkirakan bahwa kecernaan zat-zat makanan akan semakin rendah karena untuk mencerna serat kasar
22
diperlukan banyak energi akibatnya terjadi pertambahan bobot badannya kurang optimum. Total Digestible Nutrient Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah dari zat-zat makanan yang dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari semua zat-zat makanan organik yang dapat dicerna: protein, lemak, serat kasar, dan Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Anggorodi, 1990). Perhitungan TDN pakan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan rumus Hartadi et al. (1990) untuk menghitung rumput lapang dan ampas tahu sedangkan untuk menghitung konsentrat dengan rumus Sutardi (1980) dalam Irawan (2002). Kandungan TDN rumput lapang, konsentrat, dan ampas tahu tersebut sebesar 54,82, 78,31 dan 75,71% (dalam bahan kering). Rataan TDN harian kelinci pada tiap perlakuan terdapat pada Tabel 6. Rataan TDN untuk masing-masing P1, P2, P3 dan P4 sebesar 55,43; 47,76 ; 55,62 dan 60,21 g/ekor/hari. Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap TDN. Menurut Banerjee (1982) kelinci dengan status fisiologis pada periode pertumbuhan membutuhkan TDN sebesar 65% atau sekitar 55,5 gram/ekor/hari dari total konsumsi ransum. TDN ini untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhan. Jumlah TDN pada P1 dan P3 hampir sama sedangkan pada P2 terlihat tingkat TDN paling rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini bisa disebabkan taraf konsumsi pakan pada P2 memiliki imbangan ampas tahu hanya 20% dari jumlah konsumsi pakan sehingga TDN lebih rendah. Hal ini tercantum pada tabel 6 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf perlakuan ampas tahu yang diberikan maka tingkat TDN juga meningkat. Peningkatan dan penurunan TDN berkorelasi positif terhadap konsumsi bahan kering pakan. Kandungan TDN ampas tahu (75,71%) dan konsentrat (78,31%) lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan TDN rumput lapang (54,82%). Performa Produksi Penampilan ternak bisa diamati dengan melihat performa produksi ternak tersebut. Performa produksi tersebut misalnya dengan melihat pertambahan bobot badan. Nilai pertambahan bobot badan yang tinggi menunjukkan bahwa ternak
23
tersebut berproduksi dengan baik. Selama dalam proses pertumbuhan, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, pemberian pakan, suhu, kemampuan beradaptasi dan lingkungan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tabel 7. Rataan Bobot Awal, Rataan Bobot akhir, Total PBB, Rataan PBB, Rataan konversi Pakan, Mortalitas Kelinci. Penampilan Produksi Kelinci
P1
P2
P3
P4
Rataan Bobot Awal
g/ekor
809,8 ± 64,11
736,2 ± 58,48
809,4 ± 83,97
797,2 ± 104,21
Rataan Bobot Akhir
g/ekor
1510,4 ± 73,33
1277,2 ± 149,3
1587 ± 162,43
1532 ± 254,13
Total PBB
g/ekor
700,6 ± 80,51
541 ± 106,08
777,6 ± 89,79
734,8 ± 181,80
Rataan PBBH
g/ekor/hari
12,51 ± 1,44ab
9,66 ± 1,89b
13,88 ± 1,60a
13,12 ± 3,25a
6,89 ± 0,82ab
8.46 ± 1,28a
6,18 ± 0,35b
6,97 ± 1,66ab
0
0
0
0
Rataan Konversi Pakan Mortalitas
%
Keterangan: *) Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) *) P1 = 60% rumput dan 40% konsentrat P2 = 80% rumput dan 20% ampas tahu P3 = 60% rumput dan 40% ampas tahu P4 = 40% rumput dan 60% ampas tahu *) PBB = Pertambahan Bobot Badan PBBH= Pertambahan Bobot Badan Harian BK= Bahan Kering
Performa produksi terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot awal untuk semua perlakuan mempunyai koefisien keragaman yang rendah. Bobot akhir penelitian tertinggi pada P1, P3, dan P4, bobot akhir kelinci penelitian ini tidak dapat dikatakan sebagai fryer (kelinci pedaging) karena rataan bobot akhir untuk P1, P2, P3, dan P4 hanya 1510; 1277; 1587; 1532 gram/ekor sedangkan untuk mencapai kelinci fryer menurut Ozimba dan Lukefahr (1991) yaitu sebesar 2047 gram. Bobot potong untuk kelinci fryer perlu waktu penggemukan kira-kira dua kali delapan minggu sedangkan penelitian ini hanya dilakukan selama delapan minggu sehingga bobot akhir belum mencapai bobot kelinci fryer. Aspek genetik juga berpengaruh terhadap bobot kelinci. Jenis kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal. Kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg. Kelinci fryer adalah jenis kelinci persilangan antara kelinci Flemish Giant (FG) cross dengan kelinci New Zealand White (NZW).
24
Pertambahan Bobot Badan Perlakuan mempunyai pengaruh yang nyata (P<0,05) pada pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan terendah dicapai oleh P2 (9,66 gram). Pertambahan bobot badan rendah disebabkan konsumsi bahan kering P2 terendah daripada perlakuan lainnya. Konsumsi bahan kering P2 terendah disebabkan imbangan pakan pada P2 yaitu 80% rumput lapang dan 20% ampas tahu. Kandungan bahan kering dari rumput lapang (22,18%) dan ampas tahu (19,97%). Rendahnya bahan kering pada rumput disebabkan rumput diambil pada saat musim hujan sehingga kadar airnya tinggi yaitu 77,82% dan ampas tahu (80,03%). Namun ampas tahu sebelum diberikan kadar airnya sudah dikurangi sampai (26-31)% dari kadar air awal yang sekitar 80,03%. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah konsumsi pakan. Hal ini sangat terkait dengan nutrien yang terkandung dalam pakan dan tingkat kecernaan pakan tersebut. Ransum yang memiliki nilai nutrien tinggi dan tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukan. Tabel 7 menunjukkan bahwa P3 memperlihatkan total pertambahan bobot badan yang lebih besar daripada perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh level pemberian ampas tahu yang lebih tinggi daripada P2, namun P4 pertambahan bobot badan hampir sama dengan P3 walaupun levelnya lebih tinggi. Alasannya karena ampas tahu mempunyai kandungan protein kasar lebih besar dibandingkan dengan rumput lapang dan konsentrat sehingga P4 hampir sama walaupun level pemberian ampas tahu ditingkatkan. Tingkat nutrient yang terkandung pada P3 memiliki kandungan ampas tahu 40% dengan kandungan protein kasar yang cukup tinggi yaitu 24,69% lebih tinggi daripada P1 yang sebagai kontrol yaitu konsentrat ayam Broiler Starter hanya 19,19%. Alasan ini sesuai dengan pernyataan Murtisari (2004) peningkatan konsumsi pakan disebabkan peningkatan kandungan ampas tahu dalam pakan, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang terus meningkat. P2 cenderung pertambahan bobot badannya paling rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan level ampas tahu lainnnya. Hal ini disebabkan karena P2 imbangan pakannya lebih banyak rumput daripada ampas tahu sehingga pertambahan bobot badannya lebih rendah. Peningkatan taraf ampas tahu sampai 40% justru
25
meningkatkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada P4 yang tarafnya lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan dengan imbangan 60% rumput lapang dan 40% ampas tahu mampu meningkatkan pertambahan bobot badan yang hampir sama dengan perlakuan kontrol. Ini artinya P3 dapat digunakan sebagai pakan pengganti konsentrat ayam Broiler Starter. Pertambahan bobot badan harian dalam penelitian ini berkisar 9,66-13,89 gram/ekor/hari dengan rata-rata sebesar 12,30±2,05 gram/ekor/hari. Pertambahan bobot badan ini masih sesuai dengan pernyataan Lukehfar dan Chekee (1999), bahwa penampilan pertumbuhan kelinci pada daerah tropis berkisar antara 10-20 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan oleh faktor pakan yang lebih dari kebutuhan bahan keringnya yaitu 10% dari bobot badan, serta faktor bangsa kelinci. Kelinci lokal mempunyai pertumbuhan lebih lambat daripada kelinci impor Vlaamse reus. Hal ini disebabkan kelinci lokal di Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg berbeda dengan Vlaamse reus yang bisa mencapai 5,5-7,0 kg (Lebas et al., 1986). Kelinci Vlaamse reus pernah diteliti oleh Lestari et al., (2004) yang menggunakan tiga perlakuan ransum, yaitu P1 (rumput Lapang+ampas tahu), P2 (rumput lapang+ampas tahu+bekatul), dan P3 (rumput Lapang+bekatul+konsentrat komersial). Penelitiannya menghasilkan PBBH masingmasing perlakuan sebesar 31,93; 30,53; dan 33,95 g/ekor/hari dengan konversi pakan 5,17; 5,16; dan 4,47. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian rumput lapang dan level ampas tahu yang berbeda pada kelinci lokal memberikan pengaruh yang berbeda terhadap performa kelinci dalam hal ini adalah pertumbuhannya. Konversi Pakan Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari dibagi dengan pertambahan bobot badan hariannya. Rataan konversi pakan untuk keempat perlakuan sebesar 7,13. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap penambahan bobot badan sebesar satu satuan maka dibutuhkan pakan sebanyak 7,13 satuan. Nilai rataan konversi pakan pada P1, P3, dan P4 hampir sama sedangkan P2 berbeda nyata. Rataan konversi pakan P2 yang tinggi disebabkan rataan konsumsi bahan kering kecil dan pertambahan bobot badannya juga rendah. Nilai konversi pakan yang semakin rendah berarti nilai efisiensi pakannya semakin baik, sehingga biaya produksi ternak tersebut efisien. Nilai konversi pakan
26
pada P3 paling rendah (6,18) daripada perlakuan lainnya. Ini artinya dengan penggunaan pakan rumput lapang sebesar 60% dan ampas tahu 40% lebih efisien daripada perlakuan lainnya. Meskipun konsumsi bahan kering pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05), tetapi PBBH dan konversi pakannya berbeda nyata (P<0,05). Hal ini kemungkinan karena kecernaan pakan yang dikonsumsi rendah sehingga ternak tidak dapat mendapatkan cukup zat-zat pakan seperti protein pakan yang diperlukan untuk berproduksi lebih tinggi. Mortalitas Mortalitas terjadi yaitu pada saat masa adaptasi yang dilakukan sebelum penelitian berlangsung. Hal ini disebabkan oleh kondisi kelinci yang lemah, tingkat stress yang tinggi akibat pengangkutan dari desa Leuwiliang ke Darmaga menyebabkan kelinci lemah, pengaruh lingkungan agak panas dan pakan yang waktu itu taraf perlakuan kontrolnya hanya diberikan rumput 100% tanpa pemberian konsentrat sehingga kebutuhan proteinnya hanya memenuhi kebutuhan hidup pokok. Penyebab lain karena kelinci masih kecil berumur sekitar satu setengah bulan dengan rataan bobot sebesar 300 gram. Selama penelitian berlangsung tidak terdapat mortalitas. Mortalitas tidak terdapat pada penelitian ini disebabkan oleh kelinci telah digemukkan terlebih dahulu hingga mencapai bobot rataan 789 gram dan pengaruh pakan perlakuan yang sudah memenuhi kebutuhan hidup pokok dan untuk pertumbuhan. Selain itu, kondisi kelinci yang baik, tingkat stress yang berkurang (mengalami masa adaptasi) dan proses pemeliharaan yang baik. Proses pemeliharaan yang baik adalah dengan memperhatikan dan menjaga kondisi kandang tetap bersih sehingga akan mengurangi mortalitas.
27