HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil dari tiga lokasi di Kabupaten Garut yaitu dari Cioyod, Cimencek, dan Rancabeet. Lokasi kebun berada pada kisaran ketinggian 650-800 m dpl dengan suhu rata-rata 24-27ºC. Keadaan kebun pada masing-masing lokasi memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan diantaranya kurangnya perawatan kebun, jarak tanam yang terlalu rapat sehingga menyebabkan kebun menjadi sangat rimbun, namun lokasi-lokasi tersebut masih mampu menghasilkan buah jeruk keprok Garut pada setiap tahunnya dan setidaknya masih ada yang konsisten untuk tetap menanam jeruk keprok Garut.
Gambar 1. Kondisi Kebun Cioyod
Gambar 2. Kondisi Kebun Cimencek
Gambar 3. Kondisi Kebun Rancabeet
18
Buuah yang dipanen memiliki m kriteria k kuulit buah berwarna hijau kekuningaan dan cukuup empuk. Secara S umu um buah meemiliki konndisi yang sangat baik dan segar. Buaah yang telah dipanen n kemudiann diseleksi ukurannyaa dan s buah jeruk k disimpan dalam suhhu kamar untuk u dibawa kee Bogor, selanjutnya mengetahuui perubahaan kualitas yang terjad di selama penyimpana p an. Penyimp panan dan analissis buah jeruuk dilakukann di Laboraatorium Pascca Panen IP PB.
G Gambar 4. Buah B Jeruk Keprok K Garuut Segar Pengamatan dan d pengujiaan buah jeru uk dilakukaan setiap sattu minggu sekali s pada malaam hari pukkul 20.00 WIB. W Pengu ujian buah jeruk yangg dilakukan pada malam haari disebabkkan suhu ruaangan padaa malam harri relatif staabil yaitu seekitar 28ºC sehiingga penggaruh suhu terhadap pengamatan p n buah jerruk tidak teerlalu signifikann. Pada penngamatan minggu keetiga (3MS SP) buah jjeruk cendeerung mengalam mi pembusuukan. Pembusukan buaah terjadi karena k posiisi penyimp panan yang terlaalu berdekatan dengaan sumber air sehinggga menyebbabkan keaadaan disekitar penyimpana p an menjadi lembab. Buah B yang busuk b digannti dengan buah yang lain karena k banyyaknya buahh pada saat penyimpannan sengaja dilebihkan. Hasill Reekapitulasi hasil sidik ragam pad da setiap peubah p yanng diamati dapat dilihat padda Tabel 2.. Pengaruh nyata perlaakuan terjaddi pada peuubah bobot buah jeruk keprrok Garut pada p 4 MSP P, kekerasan n pada 1 MSP, M kadar jjus pada 3 dan d 4 MSP, PTT T pada 3 dan d 4 MSP, dan tingkaat kesukaann pada 0-4 MSP. perlaakuan memberikkan pengaruuh yang saangat nyataa pada peuubah warnaa pada 3 MSP, M
19
kekerasan pada 0 dan 2 MSP, kadar jus pada 0 MSP, PTT pada 0-2 MSP, TAT pada 0,1 dan 4 MSP, rasa 4 MSP, serta tingkat kesukaan pada 4 MSP. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-Peubah yang Diamati pada Pengamatan Buah Jeruk Keprok Garut Selama Penyimpanan No
Peubah
1
Bobot
2
Warna
3
Kekerasan
4
Kadar Jus
5
PTT
6
TAT
7
Organoleptik: Rasa Aroma
Umur (MSP) 0-3 4 0-2; 4 3 0; 2 1 3-4 0-2 3-4 0-3 4 0-1 2-4
Pengaruh Penyimpanan tn ** tn ** ** * tn tn * ** * ** tn
0-3 4
tn **
0-4
tn
* 0-3 ** 4 Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5% ** = berbeda sangat nyata pada taraf 5% tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% MSP = Minggu Setelah Panen Tingkat Kesukaan
Perubahan Bobot Bobot buah jeruk keprok Garut seperti dapat dilihat pada tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penyimpanan terhadap bobot buah jeruk. Bobot buah jeruk memberikan pengaruh nyata pada 4 MSP. Nilai rata-rata bobot buah jeruk mengalami penurunan setiap minggu pengamatan. Hal tersebut diduga karena buah mengalami kehilangan bobot akibat dari proses kehilangan air selama penyimpanan dan adanya perombakan gula menjadi senyawa CO2 dan H2O melalui proses respirasi. Bobot buah jeruk keprok Garut dari Cioyod mengalami
20
penurunan sebesar 2,36 %, dari Cimencek sebesar 1,35% dan dari Rancabeet sebesar 2,06 %. Tabel 5. Rata-rata Perubahan Bobot Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut Lokasi
Bobot (gram) 2 MSP 3 MSP 144.47 143.08
Cioyod
0 MSP 146.23
1 MSP 145.55
4 MSP 142.78 a
Cimencek
131.43
131.05
130.13
129.79
129.66 b
Rancabeet
137.26
136.05
135.33
134.48
134.43 b
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen Perubahan Warna Perubahan warna kulit buah jeruk diukur dengan menggunakan metode skoring warna yang dimodifikasi dari Color Chart Index for Lemon. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap perubahan warna kulit buah jeruk, kecuali pada 3 MSP hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan warna kulit buah jeruk (Tabel 6). Buah jeruk dari masing-masing lokasi mengalami peningkatan skor perubahan warna yang signifikan pada setiap minggunya. Buah jeruk keprok Garut dari Cimencek menunjukkan perubahan warna yang lebih baik daripada Cioyod dan Rancabeet. Tabel 6. Perubahan Warna Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut Warna Lokasi Cioyod Cimencek Rancabeet H P
0 MSP
1 MSP
2 MSP
3 MSP
4 MSP
Skor 2 2 2 1.81 tn
Skor 3.5 3 3.5 0.33 tn
skor 4 4 3.5 3.88 tn
Skor 4 5 4 9.89 **
Skor 4.5 5 4 0.88 tn
Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, ** = P value < 0.01, tn = P value > 0.05
21
Perubahan Kelunakan Kelunakan buah jeruk diukur menggunakan pnetrometer dengan satuan mm/150 g/5 det. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 7) menunjukan bahwa daya simpan buah jeruk pada 0 dan 2 MSP memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kelunakan buah jeruk, serta berpengaruh nyata pada 1 MSP, sedangkan pada 3 dan 4 MSP tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan buah jeruk. Nilai rata-rata tingkat kelunakan buah jeruk keprok Garut mengalami peningkatan pada setiap minggunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelunakan buah jeruk juga semakin besar yang menyebabkan buah jeruk menjadi lunak. Tabel 7. Rata-rata Perubahan Kelunakan Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut Kelunakan Buah (mm/150 g/5 det) 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP Cioyod 12.45 a 17.97 a 22.58 a 29.36 29.40 Cimencek 11.42 a 13.14 b 15.32 b 24.81 25.82 Rancabeet 6.71 b 11.90 b 20.93 a 27.76 27.99 Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen Lokasi
Perubahan Kadar Jus Hasil analisis sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar jus pada buah jeruk keprok Garut pada 3 dan 4 MSP. Nilai rata-rata kadar jus paling tinggi yaitu jeruk dari Cioyod sebesar 69,91 ml/100 g yang terdapat pada pengamatan 0 MSP. Nilai kadar jus buah jeruk keprok Garut mengalami penurunan setiap minggunya seiring dengan penurunan bobot buah yang disebabkan oleh kehilangan air melalui proses respirasi dan transpirasi.
22
Tabel 8. Rata-rata Kadar Jus Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut Lokasi Cioyod Cimencek Rancabeet
0 MSP 69.91 65.78 66.44
Kadar Jus (ml/100 g buah) 1 MSP 2 MSP 3 MSP 69.87 67.09 65.34 a 65.20 64.80 58.15 ab 64.92 63.19 54.85 b
4 MSP 64.60 a 56.94 ab 46.99 b
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) Hasil
sidik
ragam
menunjukkan
bahwa
proses
penyimpanan
mempengaruhi kandungan padatan terlarut total (PTT) pada buah jeruk keprok Garut dimana kadarnya cenderung mengalami peningkatan seiring lamanya penyimpanan (Tabel 9). Hasil uji F memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 0 sampai 3 MSP dan memberikan pengaruh nyata pada 4 MSP. Nilai PTT tertinggi jeruk Cimencek mencapai nilai sebesar 10,94 ºBrix pada 1 MSP yang merupakan nilai rata-rata terbesar, sedangkan nilai PTT terkecil terdapat pada pengamatan 0 MSP yaitu jeruk Rancabeet dengan nilai PTT sebesar 8,56 ºBrix. Kadar gula buah jeruk keprok Garut dari Cimencek telah mengalami kadar gula maksimum pada 1 MSP, sehingga pada 2 MSP mengalami penurunan secara bertahap. Tabel 9. Rata-rata Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut PTT (˚brix) 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP Cioyod 9.75 b 9.81 b 9.97 a 10.27 a 10.52 a Cimencek 10.85 a 10.94 a 10.60 a 10.58 a 10.56 a Rancabeet 8.56 c 8.65 c 8.78 b 9.27 b 9.35 b Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen Lokasi
Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Berdasarkan hasil analisis ragam (tabel 10) dapat diketahui bahwa perubahan TAT berpengaruh sangat nyata pada 0, 1 dan 4 MSP. Nilai rata-rata
23
TAT tertinggi adalah jeruk keprok Garut dari Cimencek sebesar 0,71 % sedangkan yang terendah adalah jeruk keprok Garut dari Cioyod sebesar 0,38%. Nilai rata-rata kadar asam mengalami penurunan setiap minggunya seiring dengan peningkatan kadar gula buah jeruk keprok Garut. Tabel 10. Rata-rata Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut TAT (%) 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP Cioyod 0.51 b 0.46 b 0.42 0.40 0.39 Cimencek 0.71 a 0.61 a 0.50 0.48 0.46 Rancabeet 0.45 b 0.45 b 0.43 0.43 0.41 Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen Lokasi
Perubahan Rasa Berdasarkan hasil pengujian rasa, diketahui bahwa pada pengamatan terakhir (4 MSP) jeruk dari daerah Cimencek lebih enak daripada jeruk dari daerah Cioyod dan Rancabeet. Pada pengamatan awal (0 MSP) sampai pengamatan 3 MSP jeruk dari Cioyod dan Cimencek memiliki skor yang sama kecuali pada 4 MSP yang mencapai 4 (Tabel 11). Angka skor 3 menunjukkan bahwa probandus mengakui rasa jeruk tersebut enak sedangkan skor 4 menunjukkan bahwa jeruk tersebut sangat enak. Hasil uji Kruskal Wallis ini menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap rasa buah jeruk keprok Garut pada 4 MSP. Tabel 11. Uji Organoleptik (Rasa) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut Rasa Lokasi Cioyod Cimencek Rancabeet H P
0 MSP Skor 3 3 2 3.62 tn
1 MSP Skor 3 3 2 3.38 tn
2 MSP Skor 3 3 2 5.46 tn
3 MSP Skor 3 3 2 5.80 tn
4 MSP Skor 3 4 2 9.68 **
Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, ** = P value < 0.01, tn = P value > 0.05
24
Perubahan Aroma Berdasarkan hasil pengujian aroma (Tabel 12), diketahui bahwa secara keseluruhan dari pengamatan 0 sampai 4 MSP jeruk Cimencek memiliki skor 3 yang artinya wangi. Buah jeruk keprok Garut dari Cioyod lebih terasa aromanya pada 1 MSP, sedangkan buah jeruk keprok Garut dari Rancabeet terasa aromanya pada pengamatan 4 MSP. Secara keseluruhan buah jeruk keprok Garut dari masing-masing lokasi memiliki aroma yang wangi pada akhir pengamatan (4 MSP). Hasil uji Kruskal Wallis ini menunjukkan bahwa penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma buah jeruk keprok Garut. Tabel 12. Uji Organoleptik (Aroma) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut Aroma 0 MSP 1 MSP 2 MSP Skor Skor Skor Cioyod 2 3 3 Cimencek 3 3 3 Rancabeet 2 2 2 H 2.94 5.42 5.66 P tn tn tn Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, tn = P value > 0.05 Lokasi
3 MSP skor 3 3 2 5.42 tn
4 MSP Skor 3 3 3 1.00 tn
Perubahan Tingkat Kesukaan Berdasarkan hasil pengujian tingkat kesukaan, diketahui bahwa pada pengamatan terakhir (4 MSP) jeruk dari daerah Cimencek dengan skor 4 walaupun pada pengamatan awal (0 MSP) jeruk dari Cioyod yang lebih disukai (Tabel 13). Buah jeruk keprok Garut dari Rancabeet kurang disukai pada pengamatan awal dan tidak disukai seiring dengan lamanya penyimpanan. Hasil uji Kruskal Wallis ini menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh nyata pada 0-3 MSP dan berpengaruh sangat nyata pada 4 MSP terhadap tingkat kesukaan probandus pada buah jeruk keprok Garut.
25
Tabel 13. Uji Organoleptik (Tingkat Kesukaan) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut Tingkat Kesukaan 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP Skor Skor Skor Skor Skor Cioyod 4 3 3 3 3 Cimencek 3 3 3 3 4 Rancabeet 2 1 1 1 1 H 6.66 9.05 8.72 8.01 10.50 P * * * * ** Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, ** = P value < 0.01, * = P value < 0.05 Lokasi
26
Pembahasan Perubahan Fisik Perubahan bobot menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi kualitas buah jeruk keprok Garut. Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan bahwa penurunan bobot pada buah jeruk terjadi akibat kehilangan air melalui proses respirasi dan transpirasi yang terjadi selama proses penyimpanan buah. Buah jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup. Beberapa proses hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi, transpirasi, dan proses pematangan buah. Menurut Sutopo (2011), laju respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semangkin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang sehingga zat gizi hilang. Lehningger (1994) menambahkan bahwa selama aktivitas respirasi berjalan, maka produk akan mengalami proses pematangan dan kemudian diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan. Kecepatan respirasi produk tergantung pada temperatur penyimpanan dan ketersediaan oksigen untuk respirasi. Makin banyak oksigen yang digunakan maka makin aktif respirasinya. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pasca panen produk segar (Ryal dan Lipton, 1972). Transpirasi atau penguapan air dapat terjadi karena perbedaan tekanan uap air di dalam bagian tanaman dengan tekanan uap air di udara. Proses transpirasi akan menyebabkan susut bobot pada buah dan sayur yang disimpan. Untuk melindungi transpirasi, buah dan sayur harus
27
disimpan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tepat. Purwoko dan Magdalena (1999) menyatakan bahwa peningkatan susut bobot selain disebabkan oleh proses transpirasi yaitu hilangnya air dari permukaan buah juga adanya proses respirasi yaitu perubahan gula menjadi senyawa sederhana CO2 dan H2O. Perubahan warna kulit buah terjadi karena adanya perombakan klorofil yang dipengaruhi oleh perubahan kimiawi dan fisiologis yang berlangsung selama proses penyimpanan. Winarno (2002), Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan bahwa adanya warna buah disebabkan oleh kandungan pigmen yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu klorofil, antosianin (flavonoid) dan karotenoid, atau dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non polar (tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik). Perubahan warna tersebut disebabkan oleh klorofil yang terdegradasi menjadi pigmen warna kuning hingga merah (karotenoid). Klorofil umumnya menghilang selama pematangan buah di pohon, namun klorofil juga terdegradasi selama penanganan dan penyimpanan. Perubahan yang terlihat jelas pada buah jeruk adalah semakin lama warna kulit buah jeruk yang awalnya berwarna hijau (0 MSP) berubah menjadi kuning dan semakin mendekati jingga pada akhir pengamatan (4 MSP). Purba (2006) menyatakan bahwa semakin lama waktu panen dan waktu simpan maka persentase warna kulit buah yang berwarna kuning semakin besar. Senyawa etilen yang timbul selama proses penyimpanan buah juga berpengaruh pada proses degreening. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perubahan warna kulit buah. Pracaya (1999) menyatakan bahwa semakin bertambah ketinggian lahan maka intensitas sinar semakin bertambah sehingga buah jeruk yang dipanen dari daerah pegunungan berwarna lebih cerah. Hasil penelitian Sulistyaningrum dan Susanto (2004) menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian lahan berpengaruh terhadap warna kulit buah yang dihasilkan, semakin tinggi ketinggian lahan warna jingga semakin menonjol. Biale dan Young (1947) melaporkan bahwa perubahan warna lemon dari hijau menjadi kuning adalah nyata dipercepat oleh tingkat O2 yang tinggi. Selanjutnya Sutopo (2011) menambahkan bahwa terjadinya respirasi dapat menyebabkan buah mengalami proses perubahan fisik, kimia dan biologi antara lain proses pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan bobot.
28
Kelunakan buah merupakan salah satu indikator kerusakan buah karena berpengaruh langsung terhadap penampilan buah yang berujung pada kelayakan buah tersebut diterima oleh konsumen. Data kelunakan buah yang diperoleh (Tabel 8) secara keseluruhan buah jeruk dari masing-masing lokasi mengalami peningkatan kelunakan. Menurut Broto (2003) dan Mattoo et al (1997) senyawa pektin merupakan derivat asam poligaratukronat dan terdapat dalam bentuk protopektin (pektin yang tidak larut), asam pektinat, dan asam pektat (pektin yang larut). Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan buah. Saat buah matang maka kandungan protopektin dan pektinat secara keseluruhan jumlahnya akan menurun, perubahan pektin yang larut menjadi pektat tersebut menyebabkan kekerasan buah dan daya kohesi dinding sel menurun. Penurunan kekerasan buah selama penyimpanan terjadi karena adanya perombakan komponen penyusun dinding sel sehingga buah semakin melunak. Winarno (2002) menjelaskan bahwa proses transpirasi berpengaruh terhadap kelayuan dan kelunakan buah. Perubahan Kimia Penyimpanan mempengaruhi kandungan PTT jeruk keprok Garut dimana kadarnya cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan meskipun tidak terlalu besar. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) peningkatan PTT antara lain terjadi karena perubahan kandungan asam organik menjadi gula melalui proses respirasi. Pengujian padatan terlarut total (PTT) dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kemanisan pada buah. Kadar gula yang terkandung dalam buah merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan rasa buah yang baik melalui perimbangan gula dan asam. Pemasakan buah dapat meningkatkan jumlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa fenolik yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam. Selama pemasakan buah, zat pati terhidrolisis dan terbentuk sukrosa (Matto et. al., 1984). Susanto (2004) menyatakan bahwa selama proses pemasakan buah, kandungan pati menurun dan kandungan PTT meningkat oleh konsentrasi senyawa-senyawa terlarut dalam buah terutama gula. Nilai PTT tertinggi adalah jeruk dari Cimencek dengan derajat kemanisan sebesar 10,94 ºBrix sedangkan nilai PTT terendah
29
berasal dari jeruk Rancabeet dengan derajat kemanisan sebesar 8,56 ºBrix. Pada jeruk keprok yang berasal dari Cimencek nilai PTT tertinggi diperoleh pada pengamatan 1 MSP, hal tersebut disebabkan peningkatan kadar gula total tidak berlangsung lama karena setelah mencapai maksimum kadar gula total secara bertahap akan mengalami penurunan kembali (Pantastico, et al., 1986). Helmiyesi et. al., (2008) dalam penelitiannya melaporkan bahwa persentase kadar gula pada penyimpanan 15 hari tidak mengalami perubahan dibandingkan kontrol tetapi mengalami penurunan bila dibandingkan dengan penyimpanan 5 hari dan 10 hari. Penurunan tersebut dikarenakan cadangan polisakarida yang terbentuk tinggal sedikit. Pada awal penyimpanan kadar gula masih tinggi meskipun aktivitas respirasi tetap berlangsung. Hal ini disebabkan karena polisakarida yang terbetuk masih banyak dan pada penyimpanan 15 hari kadar gula mulai menurun karena polisakarida yang ada tinggal sedikit. Pada jeruk keprok yang berasal dari Cioyod dan Rancabeet nilai PTT terus meningkat seiring dengan proses pemasakan selama penyimpanan. Ting dan Rouseff (1986) dalam Mbogo et. al., (2010) menyatakan bahwa gula dalam jeruk sebagian besar terdiri dari glukosa, fruktosa dan sukrosa dalam rasio sekitar 01:01:02. Isi dari gula-gula pereduksi, total gula dan padatan terlarut dalam varietas jeruk dipelajari meningkat selama pematangan. Kandungan Total Asam Tertitrasi (TAT) merupakan salah satu indikator penentu kematangan buah. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa masing-masing nilai TAT secara umum mengalami penurunan. Penurunan kadar asam yang terjadi selama penyimpanan menunjukkan bahwa asam organik buah semakin rendah sejalan dengan proses pematangan buah tersebut. Asam organik pada buah klimaterik menurun jumlahnya segera setelah proses klimaterik terjadi. Semakin rendah nilai asam tertitrasi menunjukkan asam yang terkandung di dalam buah semakin sedikit (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Menurut Baldwin (1993), penurunan kandungan asam organik buah disebabkan penggunaan asam organik dalam siklus Kreb dan konversi asam organik membentuk gula untuk memproduksi energi. Terhambatnya respirasi dan transpirasi buah yang disimpan pada suhu dingin menghambat pula proses perombakan asam organik pada buah tersebut. Selama pemasakan, pada umumnya terjadi penurunan total asam
30
tertitrasi terutama karena katabolisme asam sitrat [asam organik utama sari jeruk (Monselise, 1986)] dan peningkatan gula, biasanya dinyatakan sebagai padatan terlarut total. Rasio padatan terlarut total dengan total asam tertitrasi umumnya dikenal sebagai indeks kematangan (Iglesias, et al., 2007). Herdiasti (2008) menyatakan bahwa nilai TAT yang masih tinggi pada saat pengamatan terakhir menunjukkan bahwa buah masih dapat disimpan lebih lama untuk menunggu buah menjadi manis. Kandungan jus pada buah jeruk terus mengalami penurunan selama penyimpanan. Nilai kadar jus tertinggi adalah sebesar 69,91 ml/100 g sedangkan yang terkecil adalah sebesar 46,99 ml/100 g. Penurunan nilai kadar jus terjadi seiring dengan penurunan bobot buah jeruk keprok Garut selama penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan air selama proses penyimpanan. Kehilangan air dapat menjadi penyebab utama deteriorasi karena berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) dan menyebabkan kehilangan kualitas dalam penampilannya (layu dan pengkerutan) serta kehilangan kualitas tekstur dan nutrisi (Santoso dan Purwoko, 1995). Pengujian Organoleptik Pengujian Organoleptik seperti pengujian aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena adanya sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama fase pemasakan. Senyawa volatile yang terbentuk paling banyak dan umum adalah etilen sebesar 50 –75% dari total karbon. Buah yang tergolong non klimaterik juga menghasilkan volatile selama perkembangannya, namun tidak sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini sangat penting bagi konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan suatu komoditi panenan seperti buah. Hasil uji Kruskal Wallis pengujian organoleptik (Tabel 11-13) menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kualitas buah jeruk keprok Garut. Pengujian organoleptik ini meliputi pengujian rasa, aroma dan tingkat kesukaan terhadap buah jeruk keprok Garut dari lima probandus. Berdasarkan skor dari pengujian rasa, aroma dan tingkat kesukaan pada minggu terakhir (4 MSP) menunjukkan bahwa jeruk Cimencek lebih diminati daripada jeruk Cioyod dan Rancabeet. Jeruk keprok Garut dari
31
Cioyod lebih diminati pada awal pengamatan (0 MSP) daripada jeruk Cimencek dan Rancabeet, akan tetapi pada pengamatan minggu keempat (4 MSP) buah jeruk keprok Garut dari Cioyod mengalami penurunan kualitas dalam hal rasa dan aroma. Penurunan kualitas rasa dan aroma berpengaruh terhadap tingkat kesukaan probandus terhadap buah jeruk keprok Garut, sehingga penurunan minat (tingkat kesukaan) sering terjadi seiring dengan penurunan kualitas rasa dan aroma buah jeruk tersebut. Buah jeruk keprok Garut dari Cimencek perlahan mengalami peningkatan kualitas, hal tersebut dibuktikan dengan skor dan peringkat yang terus naik sampai pada akhir pengamatan (4 MSP). Angka skor terkecil pada pengujian organoleptik ini ada pada pengujian aroma dan tingkat kesukaan yaitu jeruk keprok Garut dari Rancabeet dengan skor 1 yang menyatakan tidak wangi dan tidak suka, sedangkan angka skor terbesar adalah 4 pada pengujian rasa dan tingkat kesukaan yang menyatakan sangat enak dan sangat suka. Daya simpan buah merupakan kemampuan buah dalam mempertahankan kualitas mutu buah selama penyimpanan sehingga buah masih layak untuk dikonsumsi. Daya simpan buah dapat dilihat dari kelayakan mutu buah yang meliputi kesegaran buah, kelunakan buah dan rasa manis daging buah dalam jangka waktu tertentu (Peter, Sudher, dan Indira, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa buah jeruk keprok Garut memiliki daya simpan yang relatif lama yaitu sekitar lima minggu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa buah jeruk keprok Garut dari Cimencek dan Rancabeet memiliki masa simpan sekitar 4-5 minggu. Spiegel-Roy dan Goldschmidt (1996) menyatakan bahwa buah jeruk kultivar mandarin mempunyai daya simpan sekitar satu bulan. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Ashari (1992) yang menjelaskan bahwa umur simpan jeruk mandarin sekitar 4-5 minggu.