HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Dekripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Kondisi umum dari lokasi penelitian tersebut tergambar secara sederhana pada uraian berikut ini: Kondisi Geografis dan Demografis Kelurahan Cikarawang adalah salahsatu Kelurahan di Kecamatan Bogor Barat dengan luas wilayah 226,56 Hektar. Jumlah penduduk 8.227 jiwa, terdiri dari 4.199 laki-laki dan 4.028 perempuan, jumlah kepala keluarga 2114, yang dapat digolongkan sebagai keluarga miskin sebanyak 777 KK (35,3 persen). Batas-batas administratif pemerintahan Kelurahan Cikarawang – Kecamatan Bogor Barat, meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Cisadane, sebelah Timur dengan Kelurahan Situ Gede – Kecamatan Bogor barat, sebelah Selatan dengan Sungai Ciapus, sebelah Barat dengan Sungai Ciapus (Sungai Cisadane). Dilihat dari aspek topografi dan kontur tanah, Kelurahan Cikarawang secara umum berupa dataran dan persawahan yang berada pada ketinggian sekitar 193 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar pada 25 sampai derajat Celcius. Kelurahan Cikarawang terdiri dari tiga dusun, tujuh RW dan tiga puluh dua RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibu kota kecamatan adalah lima kilometer dengan waktu tempuh 10 menit, sedangkan dari ibu Kota adalah 35 kilometer dengan waktu tempuh 45 menit. Selain institusi pemerintahan, di Kelurahan Cikarawang juga terdapat lembaga/ institusi kemasyarakatan seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Perkumpulan Kerukunan Keluarga (PKK), Kelompok Tani dan Perlindungan Masyarakat (Linmas). Kelurahan Cikarawang terletak sekitar dua kilometer dari kampus Institut Pertanian Bogor (IPB).Perguruan tinggi ini merupakan suatu perguruan tinggi pertanian terbesar di Asia Tenggara, dengan jumlah mahasiswa lebih dari 10.000 orang. Sebagai sebuah perguruan tinggi, salah satu pilar pokok tugasnya adalah pengabdian kepada masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, IPB secara rutin
52
melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat, khususnya yang berorientasi pada bidang pertanian, termasuk kepada daerah-daerah yang berada di dekat atau di sekitar kampus tersebut. Oleh karena itu, secara logis dapat diprediksi bahwa penduduk Kelurahan Cikarawang sedikit banyak akan terpengaruh baik secara sosial, maupun ekonomis oleh faktor kedekatan dengan perguruan tinggi tersebut. Sumberdaya Manusia (SDM) Potensi sumberdaya manusia di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor tergambar pada table-tabel berikut ini : Tabel 2 Populasi Penduduk Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat menurut umur dan jenis kelamin (Oktober, 2009) No.
Umur (Tahun)
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1.
0–5
495
560
1.055
2.
6 – 10
409
367
776
3.
11 – 15
391
389
780
4.
16 – 20
378
368
746
5.
21 – 25
389
374
763
6.
26 – 30
390
378
768
7.
31 – 35
303
285
588
8.
36 – 40
309
284
593
9.
41 – 45
258
251
509
10.
46 – 50
215
193
408
11.
51 – 55
181
160
341
12.
56 – 60
156
137
293
13.
61 – 65
186
147
333
14.
66 – 70
139
136
275
4.205
4.040
8.245
Total
Data dari Tabel 2 menujukkan bahwa dari sudut jumlah, penduduk Kelurahan Cikarawang didominasi oleh mereka yang berusia produktif (16– 55tahun), kemudian disusul oleh anak – anak dan remaja (5–15tahun), kemudian orang tua (56–70tahun). Berkaitan dengan upaya pengembangan bidang pertanian di daerah tersebut, gambaran komposisi penduduk di atas cukup mendukung. Namun demikian, fakta lapangan yang tercermin dari data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian menunjukkan bahwa penduduk yang berusia relatif
53
muda kurang tertarik untuk bekerja di bidang pertanian, menurutnya kegiatan usaha tani tidak memberikan masa depan yang baik. Tabel 3 Sebaran penduduk Kelurahan Cikarawang – Kecamatan Bogor Barat yang bekerja menurut mata pencaharian(Oktober, 2009) No.
Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase
1.
Petani
310
13,94
2.
Buruh Tani
225
10,11
3.
Pedagang
435
19,56
4.
PNS
175
7,87
5.
TNI/ Polri
2
0,09
6.
Karyawan Swasta
477
21,45
7.
Wirausaha lainnya
600
26,98
Data pada Tabel 3 menggambarkan bahwa lebih banyak penduduk yang memilih mata pencaharian lain, seperti karyawan swasta dan wirausaha lain daripada bertani. Sementara sebagian dari mereka yang bertani (hampir 50 persen) hanyalah buruh tani (mereka yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri). Berdasarkan informasi yang dihimpun melalui wawancara langsung dengan petani, ada beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya minat masyarakat untuk menjadi petani di daerah tersebut, di antaranya adalah: 1. Fakta menunjukkan bahwa mereka (para orang tua) yang selama ini memilih pekerjaan bertani tidak mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. 2. Akses untuk memperoleh pekerjaan lain (selain) bertani lebih mudah, mengingat kedekatan daerah tersebut dengan daerah perkotaan (Bogor dan Jakarta) 3. Persepsi masyarakat khususnya generasi muda yang menganggap bertani sebagai pekerjaan yang tidak bergengsi. Selain menurunkan minat masyarakat untuk memilih bertani, alasan-alasan tersebut sebelumnya juga menyebabkan banyak anggota masyarakat yang menjual lahan pertaniannya untuk dijadikan modal mencari mata pencaharian lain, misalnya membeli mobil untuk dijadikan mobil angkutan kota. Mereka yang kemudian gagal dalam mata pencaharian lain dan tidak mempunyai alternatif lain,
54
beralih kembali menjadi petani, di mana statusnya sudah berubah menjadi buruh tani. Kedekatan daerah ini dengan Institut Pertanian Bogor dan kondisi yang diuraikan sebelumnya menyebabkan banyak penduduknya yang lebih memilih bekerja di areal perguruan tinggi, dirumah dosen dan pegawai serta rumah-rumah kontrakan yang dihuni mahasiswa (sebagai pembantu rumah tangga, sopir,). Kondisi ini, berdampak semakin berkurangnya jumlah penduduk yang mau bekerja sebagai buruh tani. Uraian ini didapatkan dari diskusi bersama petani. Potensi Kelurahan. Di Kelurahan Cikarawang terdapat sarana pendidikan, meliputi empat buah lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dua buah Taman Kanak-Kanak (TK), empat buah Sekolah Dasar (SD), satu buah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam bidang ekonomi terdapat beberapa kegiatan yang dikelola masyarakat, meliputi satu
buah industri rumah tangga pembuatan miniatur
pesawat, tiga buah tempat pembuatan kerajinan anyaman bambu, lima buah tempat pembuatan makanan tradisionil, empat buah bengkel motor, satu buah peternakan domba, dan satu buah peternakan ikan (lele, gurami, dan patin). Adapun sarana/ personil kesehatan yang tersedia untuk masyarakat Kelurahan Cikarawang, meliputi satu buah Puskesmas pembantu, tujuh buah Posyandu, satu buah Poliklinik, serta seorang Bidan Kelurahan. Petani Kelurahan Cikarawang tergabung dari beberapa kelompok tani, yang saat ini masih aktif, meliputi Kelompok Tani Setia Dusun satu, Kelompok Tani Hurip Dusun dua, Kelompok Tani Subur Jaya Dusun tiga, Kelompok Tani Mekar Dusun tiga, serta Kelompok Wanita Tani Hurip Dusun dua. Kelompok-kelompok tani tersebut selain mendapat pembinaaan dan penyuluhan pertanian dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Dinas Pertanian Kota Bogor, juga mendapat bimbingan dari tenaga ahli dan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Topografi Kelurahan yang berupa dataran (tanah datar) yang dikelilingi oleh aliran sungai (Sungai Ciapus dan Cisadane) menyebabkan area tersebut sangat cocok untuk kegiatan pertanian dan peternakan. Kelurahan cikarawang memiliki empat kelompok Sebagaimana telah diuraikan pada bab terdahulu, meskipun di Kelurahan Cikarawang (lokasi
55
penelitian) terdapat empat kelompok tani yang aktif, sampling responden untuk penelitian ini diambil dari kelompok tani yang sudah mengikuti program SL-PTT padi, yaitu Kelompok Tani Suka Makmur. Kelurahan Cikarawang memiliki lima kelompok tani, empat diantaranya adalah kelompok tani yang usaha taninya bergerak dalam budidaya tanaman padi, sedangkan satu kelompok lagi yaitu kelompok tani wanita yang kegiatannya lebih banyak melakukan pengolahan hasil-hasil produksi pertanian, misalnya produksi saos sambel yang bahan bakunya selain dari cabe juga ubi jalar dan bengkoang.
Deskripsi SL-PTT Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) untuk tanaman padi, jagung dan kedelai dicanangkan pertama kali secara nasional pada tahun 2007, sedangkan pelaksanaan SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dimulai pada tahun 2008. Secara umum, berdasarkan hasil pengamatan lapangan, data dan keterangan dari semua pihak yang terlibat (petani dan pemandu lapang) menunjukkan bahwa pelaksanaan program tersebut belum optimal (tidak sesuai dengan konsep yang dianjurkan oleh DEPTAN). Dari aspek teknis, khususnya transfer teknologi dari pemandu lapang ke petani secara umum berlangsung dengan baik, meskipun tidak semua paket yang dianjurkan dalam program SL-PTT padi dapat diaplikasikan oleh petani disebabkan berbagai hal, misalnya ketersediaan sarana dan prasarana. Beberapa contoh keterbatasan sarana dan prasarana yang sangat dirasakan antara lain: (1) keterbatasan sarana pengolahan lahan, seperti traktor tangan atau kerbau yang digunakan untuk membajak sawah, sehingga penerapan teknologi jarak tanam jajar legowo, sulit dilaksanakan (harus menunggu antrian), (2) keterbatasan ketersediaan benih padi bermutu, dimana menurut konsep program SL-PTT padi benih yang digunakan disiapkan oleh Dinas Pertanian Kota, tetapi pengadaan benih unggul seringkali terlambat (tiba setelah masa tanam), akibatnya petani menggunakan benih lain, (3) keterbatasan ketersediaan pupuk, karena harga pupuk dipermainkan oleh para pemodal yang membeli dan menampung pupuk, sehingga sulit terjangkau oleh petani, (4) tidak tersedianya alat pengukur
56
kesuburan tanaman padi (kebutuhan nitrogen) berdasarkan pengamatan warna daun (Bagan Warna Daun = BWD), sehingga mereka harus menunggu kehadiran pemandu lapang, karena hanya pemandu lapang saja yang memiliki alat tersebut, ini menghambat penerapan teknologi pemupukan efisien dan efektif berdasarkan BWD. Sementara dari aspek komunikasi, terkait dengan empat komponen utama komunikasi (sumber, penerima, saluran dan pesan) ada beberapa kendala yang menyebabkan tidak optimalnya hasil yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut, yaitu: (1) satu-satunya narasumber yang dapat memberikan pemahaman dan contoh mengenai aplikasi komponen-komponen teknologi SL-PTT padi hanya pemandu lapang, padahal menurut konsep ideal dari program ini diharapkan Dinas Pertanian Kota menghadirkan pakar-pakar pertanian dari balaibalai penelitian pertanian untuk berperan sebagai nara sumber. (2) tidak tersedianya media komunikasi, baik cetak (leaflet, brosur, majalah, buku panduan, dll) maupun elektronik (siaran TV, siaran radio, DVD, CD, kaset, dll.), sehingga satu-satunya saluran komunikasi yang digunakan oleh petani dan pemandu lapang adalah komunikasi langsung dalam bentuk pertemuan rutin, pertemuan kelompok, diskusi serta praktek lapang. Sistem pengelolaan pelaksanaan program SL-PTT padi di lokasi penelitian ini belum terlaksana sebagaimana mestinya karena beberapa hal, meliputi: (1) kurangnya transparansi mengenai pengelolan program ini oleh Dinas Pertanian Kota sebagai penanggungjawab pelaksana, khususnya yang berkaitan penyediaan sarana dan prasarana, keuangan (misalnya berkaitan dengan honor pemandu lapang), (2) pemandu lapang tidak memiliki legalitas formal (tidak memiliki SK pengangkatan sebagai pemandu lapang), dimana SK tersebut harus dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Kota (hal ini kemungkinan berkaitan dengan honor), (3) evaluasi pelaksanaan program tidak dilakukan sebagaimana mestinya, sehingga tidak ada umpan balik untuk perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan program pada masa yang akan datang atau tempat yang berbeda.
57
Karakteristik Petani Karakteristik petani dianggap sebagai salah satu unsur penting yang menentukan tingkat partisipasi serta efektivitas komunikasi sebagai sasaran akhir. Karakteristik petani yang dikaji pengaruhnya dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman bertani serta status petani. Karakteristik petani dikelompokkan menjadi tiga kategori. Tabel 3 menunjukkan karakteristik petani yang menjadi responden dalam penelitian ini, meliputi umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman bertani serta status petani. Tabel 4 Karakteristik petani (responden) Karakteristik Petani Umur
Kategori Muda ( ≤ 34 tahun) Sedang ( 35 – 48 tahun) Tua ( ≥ 49 tahun)
Jumlah 13 6 11
persentase (%) 43,33 20,00 36,67
Pendidikan
SD SMP SMU
24 4 2
80,00 13.33 6,67
Luas Lahan
Kecil ( < 0,1 ha) Sedang ( 0,1 – 1,0 ha) Luas ( > 1 ha)
2 9 19
6,67 30,00 63,33
Pengalaman Bertani
Baru ( < 9 tahun) Sedang ( 9 – 24 tahun ) Lama ( > 24 tahun )
11 11 8
36,67 36,67 26,67
Status Petani
Penggarap Pemilik Buruh Tani dan Penggarap
20 7 3
66,67 23,33 10,00
(1) Umur Data dari Tabel 4 menunjukkan bahwa umur responden tersebar hampir merata dimana umur muda 43,33 persen, sedang 20,00 persen, dan yang tua 36,67 persen, artinya dikelompok tani yang aktif mengikut kegiatan SL-PTT padi secara teoritis termasuk umur yang produktif. Dimana umur dalam kisaran produktif dapat melakukan usaha tani dan aktivitas lainnya dengan sebaik mungkin. Umur yang relatif muda antara 34 sampai umur 43 tahun diharapkan lebih aktif dari yang lainnya untuk mencari informai pertanian khususnya budi daya
58
tanaman padi agar usaha tani diKelurahan Cikarawang lebih maju dari sebelumnya. (2) Pendidikan Unsur pendidikan didominasi oleh mereka yang berpendidikan sekolah dasar (80,00 persen). artinya pendidikan anggota kelompok tani yang ikut kegiatan SL-PTT padi relatif berpendidikan rendah, diketahui secara teoritis bahwa kemampuan seseorang untuk menerima suatu perubahan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Dari fakta ini dapat diduga bahwa sosialisasi perubahan teknologi pertanian yang di bawa oleh SL-PTT padi akan mengalami kesulitan. Olehnya itu harus diawali dengan suatu pendekatan persuasif agar petani bisa terbuka dan dengan senang hati mengikuti program SLPTT padi. Pendidikan SMU dan SMP sangat kecil presentasinya hanya 6,67 persen dan 13,30 persen artinya petani-petani yang ada diKelurahan Cikarawan ini mungkin memandang pendidikan itu belum begitu penting atau keadaan ekonominya yang sangat memprihatinkan, memaksa dirinya tidak menyekolahkan anak-anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Akibatnya mereka beranggapan bahwa dengan usaha tani padi tidak dapat memberikan jaminan kehidupan yang memadai. (3) Luas lahan Sebagian besar responden (63,33 persen) mengelola lahan > 1 ha, sementara yang mengelola lahan 0,1 – 1,0 ha mencapai 30,00 persen. Artinya petani di Kelurahan Cikarawang mata pencaharian mereka betul-betul tergantung pada usaha pertanaman padi mereka, ini terlihat dari paruh waktu mereka yang lebih banyak di lahan pertaniannya dibandingan dengan sisa waktu yang setiap harinya, Luas lahan <0,1 ha ada 6,67 persen. Luas lahan >1 ha untuk satu orang petani dengan cara dan sistem pertaniaan yang klasik akan banyak menyita waktu, tenaga dan juga biaya, misalnya dengan pengolahan tanah mengandalkan hewan bajakan tanpa dibantu dengan alat traktor. (4) Pengalaman bertani Data pada Tabel 3
menunjukkan bahwa petani dengan kategori lama
berusaha tani (>24tahun) adalah 26,67 persen sedangkan kategori sedang (9-
59
24tahun) adalah 36,67 persen dan kategori baru (<9tahun) adalah 36,67 persen artinya, telah terjadi regenerasi dari orang Tua ke yang lebih muda. Lebih tepatnya adalah berusaha mewariskan ke anak-anaknya, atau ke anggota keluarga lainnya yang lebih muda. (5) Status Petani Nampaknya petani di Kelurahan Cikarawang khususnya yang mengikuti program SL-PTT padi tidak banyak diantara mereka yang memiliki lahan garapan, adapun lahan yang dia kelola adalah lahan orang lain yang pemiliknya beragam. Ada yang berdomisidi di Kelurahan Cikarawang, tetapi lebih banyak yang berdomisidi di luar kota Bogor. Terbukti dari data yang disajikan pada Tabel 3 bahwa petani penggarap persentasenya mencapai 67 persen sedangkan petani pemilik hanya 23 persen sisanya buruh tani 10 persen. Kenyataan ini membuktikan bahwa petani yang melakukan usaha tani di Kelurahan Cikarawang tidak memiliki keberdayaan untuk menerima perubahan terkait sistem usaha taninya, disebabkan petani pengarap ini tidak memiliki modal dan keterbatasan keterampilan dan pengetahuan. Suatu bentuk karakteristik petani di lokasi penelitian yang tidak terekam dalam profil SDM Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor Barat adalah bahwa sebagian besar petani di daerah tersebut tidak melakukan kegiatan pertanian secara keseluruhan (mulai dari pengelohan lahan hingga paskapanen). Mereka pada umumnya menyewa buruh tani untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pertanian yang sarat fisik, seperti kegiatan pengelohan tanah dan penanaman. Sementara petani yang mau bekerja sebagai buruh tani jumlahnya sangat terbatas dan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini ada tiga orang buruh tani yang terpilih sebagai responden.
Karakteristik Pemandu Lapang Dalam pelaksanaan program SL-PTT padi, pemandu lapang merupakan tokoh kunci yang mempunyai peranan sangat penting dalam mendiseminasikan komponen-komponen teknologi yang dicanangkan kepada petani, Karakteristik individu pemandu yang dikaji meliputi: penguasaan materi (mengenai program SL-PTT), pengalamannya sebagai pemandu lapang serta kemampuannya dalam
60
berkomunikasi dalam hubungannya dengan partisipasi komunikasi petani, yang diuraikan sebagai berikut:
(1) Penguasaan Materi Penguasaan materi, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan program SL-PTT bagi pemandu lapang merupakan faktor yang sangat penting. Penguasaan materi dimaksud meliputi penguasaan terhadap komponen-komponen teknologi yang akan disampaikan kepada petani. Penguasaan materi dari pemandu lapang yang dikaji dalam penelitian ini meliputi penguasaan materi terhadap komponenkomponen teknologi, yaitu komponen utama (Varietas Moderen, Bibit Bermutu, Pemupukan Efisien dan PHT) dan komponen pilihan (Jarak Tanam Legowo). Pada hakekatnya, berdasarkan panduan pelaksanaan program SL-PTT padi, seorang pemandu lapang harus memperoleh pelatihan mengenai komponenkomponen teknologi program SL-PTT padi yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Kota, dimana instrukturnya sudah memperoleh pelatihan pada tingkat provinsi. Instruktur tingkat provinsi sudah memperoleh pelatihan di tingkat yang lebih tinggi (Balai Besar Penelitian Padi). Melalui pelatihan sistematis dan yang berjenjang tersebut, diharapkan pemandu lapang dapat menguasai dengan baik komponen-komponen teknologi yang akan mereka sosialisasikan kepada petani peserta program. Penguasaan materi dalam hal ini meliputi penguasaan teoritis serta praktek lapangan. Namun demikian, meskipun pada tataran teoritis dan paraktek lapangan pemandu lapang telah memperoleh arahan dan bimbingan yang lengkap, mereka tetap diberikan kebebasan untuk menyesuaikan pelaksanaan komponen-komponen teknologi tersebut sesuai dengan kondisi lokasi setempat. Karena itulah dalam pelaksanaan SL-PTT padi diawal pelaksanaannya diwajibkan melaksanakan PRA yang bertujuan agar pelaksanaan SL-PTT ini benar-benar sesuai kondisi setempat, melihat kebutuhan, peluang dan tantangan setempat. Sehingga tidak terkesan memaksakan konsep yang sudah ada, khususnya apabila aplikasi komponen teknologi dimaksud tidak didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana setempat. Sebagai contoh, berdasarkan pengamatan lapangan, di lokasi penelitian, (1) sebagian besar pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan hewan
61
(kerbau) karena kondisi lahan yang berbatu-batu dan berada pada tebing-tebing (penggunaan traktor tidak memungkinkan), (2) penempatan laboratorium lapang menurut panduan harus berada di tepi jalan, sehingga mudah terlihat oleh petani. Hal ini tidak memungkinkan di lakukan di lokasi penelitian, karena petani perserta program tidak memiliki lahan yang berada di tepi jalan. Penilaian petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini terhadap penguasaan komponen-komponen teknologi tersebut di atas oleh pemandu lapang ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi pemandu lapang menurut penguasaan materi Penguasaan Materi Pemandu Lapang (%) Materi
Tidak Menguasai
Menguasai Sedikit
Menguasai Sebagian Besar
Mengusai
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
Varietas Moderen
Bibit Bermutu
Pemupukan Efisien (BWD dan PUTS)
PHT
Jarak Tanam Legowo
Dari Tabel 5 nampak bahwa hampir semua (96,67 persen) responden menyatakan bahwa pemandu lapang mereka menguasai pengetahuan tentang komponen-komponen teknologi SL-PTT, meliputi varietas moderen, bibit bermutu, pemupukan efisien, PHT serta jarak tanam legowo. Penguasaan pengetahuan tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemandu lapang dalam melaksanakan tugasnya mentransfer pengetahuan tersebut kepada petani yang berada di wilayah tanggungjawabnya. Data ini sesuai dengan fakta lapangan, dimana hampir semua petani mengenal dengan baik pemandu lapang yang bertugas di lokasi tersebut serta percaya dan menganggap yang bersangkutan sangat menguasai komponen-
62
komponen teknologi program SL-PTT, serta teknologi pertanian lainnya. Pernyataan petani tersebut didukung oleh fakta bahwa yang bersangkutan telah beberapa kali terpilih sebagai penyuluh pertanian teladan se-Kota Bogor. (2) Pengalaman Pengalaman dalam hal ini adalah pengalaman pemandu lapang dalam menjalankan tugasnya, khususnya sebagai pemandu lapang program SL-PTT Padi. Untuk mengetahui secara utuh penilaian responden tentang hal itu, maka tingkat pengalaman dimaksud diuraikan dalam beberapa indikator terkait, yaitu lamanya masa tugas sebagai pemandu lapang SL-PTT Padi, popularitasnya di kalangan petani yang menjadi bimbingannya, popularitasnya di mata masyarakat di lokasi tempat dia bertugas, kemampuan mengatasi masalah yang dihadapi selama bertugas sebagai pemandu lapang, tingkat harapan masyarakat terhadap yang bersangkutan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pemandu serta sikapnya terhadap petani. Faktor-faktor tersebut di atas dianggap erat hubungannya dengan tingkat pengalaman seseorang dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan konsep program SL-PTT padi yang tertuang di dalam buku panduan pelaksanaan, pemandu lapang dapat berasal dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) atau dipilih dari anggota kelompok tani yang dianggap mempunyai kemampuan setara dengan PPL. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa belum ada pemandu lapang yang berasal dari petani (anggota kelompok tani). Sebagaimana diketahui bersama, tugas pokok seorang PPL adalah mensosialisasikan teknologi pertanian yang terbukti efektif pada tataran uji coba lapangan, sehingga tugas sebagai pemandu lapang program SL-PTT bukan merupakan tugas yang asing buat mereka. Dalam kaitan ini, yang dianggap sebagai pemandu lapang yang berpengalaman untuk program SL-PTT padi adalah mereka sudah cukup lama bertugas sebagai PPL. Pengalaman dalam hal ini juga dapat diartikan sebagai pengalaman bertugas pada lokasi dimana program SL-PTT di laksanakan, sehingga mereka sudah mengenal dengan baik kondisi masyarakat petani di lokasi tersebut, demikian pula sebaliknya, masyarakat sudah mengenal dengan baik sifat dan karakter individu yang bersangkutan. Dengan demikian mereka dapat menjalankan tugasnya sebagai pemandu lapang SL-PTT padi dengan baik tanpa kendala yang berarti.
63
Tabel 6 menunjukkan penilaian responden mengenai faktor-faktor yang terkait dengan pengalaman pemandu lapang. Tabel 6 Distribusi pemandu lapang menurut pengalaman Pengalaman Pemandu Lapang % Indikator Tidak
Kurang
Cukup
Sangat
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
20
9
(3,33)
0
(66,67)
(30,00)
1
1
6
22
(3,33)
(3,33)
(20,00)
(73,34)
1
1
8
20
(3,33)
(3,33)
(26,67)
(66,67)
8
4
9
9
(26,67)
(13,33)
(30,00)
(30,00)
Masa Tugas
Popularitas dikalangan petani
Popularitas di Masyarakat
Kemampuan mengatasi masalah
Harapan Masyarakat
Sikap
Tabel 6 memperlihatkan bahwa dari aspek masa tugas dan popularitasnya di kalangan petani yang menjadi bimbingannya pada program SL-PTT padi, hampir semua responden maing-masing (96,67 persen) mempunyai penilaian bahwa pemandu lapang yang membimbingnya sangat baik. Artinya pemandu lapang mempunyai hubungan kedekatan dengan petani yang sangat baik. Pemandu nampaknya dapat membuat
hati para petani terkagum dan memposisikannya
sebagai orang yang sangat penting. Sesungguhnya popularitas petani dikalangan petani dapat saja dikatakan populer (100 persen) karena yang menganggapnya tidak populer hanya satu orang dan rupanya satu orang tersebut umurnya sudah sangat tua dan mengalami perubahan atau penurunan daya ingat. Sedangkan dari aspek popularitasnya di masyarakat di lokasi tempatnya bertugas kebanyakan responden (66,67 persen) menganggapnya cukup populer. Artinya secara umum pemandu lapang dikenal dimasyarakat Kelurahan Cikarawang tidak saja dikalangan petani tetapi yang bukan petanipun mengenalnya. Baik itu dikalangan anak-anak, remaja atupun orang dewasa.
64
Demikian juga dengan kemampuannya mengatasi masalah, dianggap oleh petani SL-PTT padi sangat mampu mengatasi masalah sebesar nilai (73,34 persen), artinya pemandu lapang ini memiliki kemampuan dan kepedulian yang tinggi kepada petani, petani merasa apabilah ada masalah ada tempat dia untuk mengadu dan bertukar pikiran. Petani juga merasa bahwa pemandu lapang yang bertugas di Kelurahannya mendahulukan kepentingan petani dibandingkan kepentingan dirinya. Harapan responden (petani) terhadap pemandu lapang dianggap cukup dan sangat tinggi masing-masing (26,67 persen) dan (66,67 persen). Artinya petani punya harapan kepemandu lapang sangat besar untuk membantu mereka memikirkan dan mendapingi dirinya untuk waktu yang lebih lama, dan bukan hanya itu petani menganggap bahwa pemandu lapang dapat melindungi dan mengayomi dirinya sehingga petani punya harapan yang lebih besar di masa yang akan datang. Dari aspek sikap, penilaian responden tersebar hampir merata, (26,67 persen) menyatakan tidak berpengalaman, (13,33 persen) menganggap kurang berpengalaman, (30,00 persen) menganggap cukup berpengalaman dan (30,00 persen) menilai sangat berpengalaman. Artinya bagi petani pengalaman pemandu lapang tidaklah penting menurutnya, yang mereka perlukan adalah kepedulian, keberpihakan dan pembimbingan dari seorang pemandu lapang lebih penting dari segala-galanya. Data pada Tabel 6 sesuai dengan hasil pengamatan lapangan, dimana pemandu lapang program SL-PTT yang bertugas di lokasi penelitian ini memang sudah cukup mengenal daerah tersebut, yang bersangkutan
sudah bertugas
sebagai PPL kurang lebih 5 tahun sebelum bertugas sebagai pemandu lapang program SL-PTT padi. Masyarakat di daerah tersebut sudah cukup mengenalnya, khususnya masyarakat petani (kelompok tani) yang selama ini menjadi bimbingannya. (3) Kemampuan Berkomunikasi Kemampuan berkomunikasi bagi seorang pemandu lapang merupakan faktor yang sangat penting dalam mensosialisasikan inovasi teknologi yang dicanangkan dalam program SL-PTT padi. Dalam kajian ini kemampuan
65
berkomunikasi dianggap dapat dicerminkan oleh beberapa indikator, meliputi kemampuan berbicara, mendengarkan, merespon, mencontohkan, memperagakan, menyampaikan secara tertulis, pendekatan kepada masyarakat, penguasaan bahasa, serta menyikapi kondisi dan permasalahan yang ada, kemampuan memberikan
pemahaman,
keakraban
terhadap
petani,
kejelasan
tulisan,
penggunaan alat bantu, keramahan serta kepedulian dan kerajinan. Banyak fakta yang membuktikan bahwa kepiawaian berkomunikasi seorang sumber atau komunikator dalam menyampaikan pesannya dapat dengan jelas membuat seseorang yang tadinya tidak sependapat, tidak ingin mendukung dan bahkan cendrung memprovokasi rekan-rekannya, tetapi dengan komunikasi yang baik semua kecendrungan perbedan berubah menjadi dukungan yang sangat kuat. Inilah output dari seorang komunikator atau pemandu lapang yang handal dan profesional. Sesungguhnya pemandu lapang yang terampil berkomunikasi tidak akan mengalami kesulitan yang terlalu berarti sepanjang dirinya didorong
oleh
perasaan dari dalam dirinya (intra pribadi yang kuat) untuk mengabdi, melakukan tugasnya dengan baik dan ditempat manapun ditugaskan. Beberapa hal yang dikemukakan oleh petani yang berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi pemandu lapang, meliputi: 1. Berkomunikasi dengan baik pada setiap kesempatan dan kondisi. 2. Memberikan arahan dan bimbingan yang jelas. 3. Merespon dan memberikan solusi terhadap setiap permasalahan yang disampaikan kepadanya. 4. Meluangkan banyak waktu untuk berkomunikasi dengan petani. 5. Pemandu mampu menciptakan suasana yang hangat kepada petani didlam berinteraksi.
66
Tabel 7 Distribusi pemandu lapang menurut kemampuan berkomunikasi Kemampuan Berkomunikasi Indikator Kurang
Sedang
Baik
Sangat Baik
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
1
2
8
19
(3,33)
(6,66)
(26,67)
(63,33)
1
0
7
22
(3,33)
0
(23,33)
(73,33)
1
0
8
21
(3,33)
0
(26,67)
(70,00)
1
1
0
28
(3,33)
(3,33)
0
(93,34)
2
2
1
25
(6,66)
(6,66)
(3,33)
(83,33)
1
1
0
28
(3,33)
(3,33)
0
(93,33)
1
1
4
24
(3,33)
(3,33)
`(13,32)
(79,02)
1
1
0
28
(3,33)
(3,33)
0
(93,33)
1
22
6
1
(3,33)
(73,33)
(20,0)
(3,33)
1
0
2
27
(3,33)
0
(6,66)
(90,00)
1
1
0
28
(3,33)
(3,33)
0
(93,33)
1
0
0
29
(3,33)
0
0
(96,67)
Berbicara
Mendengarkan
Merespon
Mencontohkan
Memperagakan Menyampaikan Secara Tertulis Pendekatan Kepada Masyarakat Penguasaan Bahasa
Menyikapi
Memberikan Pemahaman
Keakraban dengan Petani
Kejelasan Tulisan
Penggunaan Alat Bantu
Keramahan
Kepedulian dan kerajinan Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
67
Tabel 7 menunjukkan penilaian responden (petani) terhadap faktor-faktor kemampuan berkomunikasi seorang pemandu lapang dalam melaksanakan tugasnya mensosialisasikan program SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang. Hasil-hasil penilaian responden yang tertera menunjukkan bahwa hampir semua responden (>90 persen) menganggap pemandu lapang mempunyai kemampuan berkomunikasi yang sangat baik. Pemandu lapang yang bertugas mendampingi petani memiliki kemampuan berbicara yang sangat baik (96,67 persen), sehingga petanipun bertahan untuk berlama-lama berbicara dengannya. Karena petani mau dan tahan berlama-lama berbicara dengan petani maka, pemandu lapang dapat memanfaatkan kesempatan untuk memberi pemahaman tentang pentingnya suatu teknologi. Agar pembicaraan itu tidak satu arah saja maka seorang pemandu lapang dituntut untuk mampu membuat lawan bicaranya memberi tanggapan, masukan dan saran-saran yang dikehendakinya. Ini dapat terjadi apabila seorang pemandu dapat menyimak dengan baik manakala petani yang pada gilirannya berbicara. Dengan kata lain pemandu lapang selain memulai pembicaraan dia pun harus men jadi pendengar yang baik, agar petani merasa dirinya dihargai. Terbukti pemandu lapang yang bertugas di Kelurahan Cikarawang oleh petani dianggap sangat baik mendengarkan manakala petani berbicara, dan dalam persepsinya dinilai (96,67 persen). Dalam Tabel 7 di tunjukkan bahwa pemandu lapang dapat merepon dengan baik ditunjukkan dengan hasil persentase yang sangat baik yaitu (96,67 persen). Artinya pemandu lapang senantiasa merespon apabilah ada pertanyaan dari petani, sekalipun pada suasana yang tidak kondusif untuk kebanyakan orang. Pemandu lapang senantiasa memberikan respon yang baik mana kala petani tiba-tiba menanyakan sesuatu yang agaknya keluar dari inti pembicaraan atau keluar dari topik diskusi. Ini dilakukan untuk menjaga keharmonisan dan suasana diskusi agar tetap berlagsung dengan baik. Kejadian seperti itu sering terjadi pada pemandu lapang tetapi tetap saja dapat mengendalikan suasana diskusi dengan baik. Dari data pada Tabel 7 tentang kemampuan pemandu lapang mencontohkan, petani beranggapan bahwa pemandu lapang di nilai sangat baik yaitu (63,33
68
persen), baik (26,67 persen) , sedang (6,67 persen) kurang (3,3 persen). Artinya pemandu lapang sangat baik dalam hal mencontohkan, disusul dengan baik untuk mencontohkan. Kemampuan berkomuniksi tidak hanya berbicara dan mendengar saja tetapi merespon dan bahkan mencontohkan, sesekali harus dilakukan untuk memperjelas pesan-pesan yang dimaksud. Mencontohkan merupakan poin-poin penting dalam upaya memahamkan suatu informasi baru kepada penerima pesan dan khususnya kepada petani yang memiliki pendidikan yang relatif rendah, memberi contoh lebih mudah dimengerti dan dipahami dari pada sekedar memberi penjelasan. Memperagakan dengan nilai (73,33 persen) berarti pemandu lapang cukup baik dalam memperakan sesuatu diantaranya: pemakaian alat-alat yang digunakan dalam teknologi padi. Misalnya pemakain BWD, PHT, ataupun persiapan perlakuan benih padi. Kemampuan mempergakan dari pemandu lapang cukup membantu penyampain pesan. Selain penyampaian secara lisan sering pula pemandu lapang melakukan penyampaian informasi dengan sistem tertulis. Ini dilakukan agar petani dapat juga melatih dirinya untuk membaca, merangsang diri petani untuk senantiasa mencari informasi terbaru, misalnya di media tercetak. Kemampun berkomunikasi pemandu lapang berhasil dengan baik karena didukung dengan pendekatan kepada masyarakat jauh sebelum pemandu lapang mendapat tugas sebagai pemandu lapang SL-PTT padi, terbukti dengan data yang diperoleh dilapangan bahwa
persentasenya mencapai (93,34 persen) dinilai
sangat baik oleh petani. Pemandu lapang yang bertugas di Kelurahan Cikarawang mengenal sangat baik pemuka-pemuka masyarakat dan sering pula mereka berkunjung untuk menjaring umpan balik demi kelancaran tugas dan tanggungjawabnya. Dari Tabel diperoleh bahwa persentase penguasaan bahasa pemandu lapan sangat tinggi (83,33 persen). Artinya dalam berkomunikasi pemandu lapang banyak komponen yang diperhatikan diantaranya penguasaan bahasa. Bahasa yang digunakan menyesuaiakan dengan daerah dan kondisi dimana kita berada saat itu. Di lokasi penelitian nampaknya penduduk sangat beragam, tidak lagi tersekat-sekat ras dan etnis tetapi disana nampak perbauran antara penduduk
69
setempat dengan para pendatang dari daerah lain. Dilikasi penelitian petani umumnya menggunakan bahasa Indonesia. Sesekali saja mengunakan bahasa Sunda, misalnya kalau lagi pesta adat atau perkawinan. Tabel 7 menunjukkan bahwa pemandu lapang sangat baik (93,33 persen). Ini membuktikan kalau pemandu lapang mampu menyikapi pembicaraan, diskusi atau keluahan yang terjadi pada petani, dan berusaha mengakomodir harapanharapan dan keinginan petani, tentunya sebatas kemampuan pemandu lapang. Dikatakan pula pada Tabel 7 bahwa pemandu lapang sangat baik dalam memberi pemahaman kepada petani, ditunjukkan dengan
persentase (79,02
persen). Ini sejalan dengan fakta lapangan bahwa petani sangat mampu menjelaskan teknologi-teknologi yang disosialisasikan, baik komponen utama maupun komponen pilihan. Agar komunikasi berjalan dengan baik perlu upaya yang maksimal dari seorang pemandu lapang yang bertugas mendapingi petani dalam program SLPTT ini, misalnya yang sering dilakukannya adalah mengupayakan adanya keakraban dengan petani dan juga masyarakat Kelurahan Cikarawang secara umum. Sesuai dengan
persentase dalam Tabel 6 membuktikan bahwa
keakrabannya sangat baik yaitu (93,33 persen). Dari data yang diperoleh ternyata pemandu lapang SL-PTT merasa kesulitan menyajikan tulisan yang jelas untuk dapat dimengerti dan dibaca oleh petani. persentasenya sedang yaitu (73,33 persen). Sesuai fakta lapangan dikemukakan oleh petani bahwa pesan tertulis dari pemandu lapang, tidak bisa dipahami karena tulisan tidak jelas dan tidak dapat dibaca. Dalam berkomunikasi, pemandu lapang sering menggunakan alat bantu misalnya alat peraga yang tujuannya tidak lain mempermudah petani memahami apa yang disampaikan, terlebih-lebih kalau informasi teknologi tersebut relatif baru, misalnya pelaksanaan komponen pilihan yaitu jajar legowo. Petani menilai sangat baik dalam hal menggunakan alat bantu yaitu persentase (93,33 persen) Sangat banyak komponen yang dapat membantu seorang pemandu lapang untuk mewujudkan cara berkomunikasi yang baik demi suksesnya tugas dan tanggungjawabnya. Misalnya bersikap ramah. Sifat ramah
sangat membantu
70
pemandu lapang diterima di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Cikarawang dan mempermudah dirinya mendapat kawan, rekan dalam waktu yang relatif singkat. Dari sekian banyak komponen yang menjadi indikator dalam kemampuan berkomunikasi seorang pemandu lapang adalah kepedulian dan kerajinan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melaksanakan dan mensukseskan tugas yang dibebankan kepada dirinya, dan pemandu lapang nampaknya berhasil mengembannya. Sesuai di Tabel 7 persentase persepsi petani kepada pemandu lapang adalah (96,67 persen). Karakteristik Inovasi Teknologi Salahsatu tujuan utama dari pelaksanaan program SL-PTT padi adalah agar petani di lokasi SL-PTT padi dapat mengadopsi dan mengaplikasikan komponenkomponen teknologi penanaman padi yang merupakan hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan oleh institusi penelitian Departemen Pertanian. Komponenkomponen teknologi yang dimaksud mencakup paket utama dan paket pilihan. Dalam penelitian ini, yang dikaji adalah semua komponen teknologi yang tergolong paket utama, meliputi penggunaan varietas moderen, bibit bermutu dan sehat, metode pemupukan efisien, sistem PHT serta salah satu komponen pilihan, yaitu jarak tanam legowo. Karakteristik komponen-komponen teknologi tersebut akan sangat menentukan diterimanya teknologi oleh masyarakat petani. Karakteristik penentu yang dikaji dalam hal ini mencakup keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat dicoba dan mudah diamati seperti diuraikan berikut ini: (1) Keuntungan Relatif Suatu inovasi teknologi dapat diterima oleh masyarakat petani apabila teknologi tersebut dianggap dan terbukti memiliki keuntungan-keuntungan relatif dibandingkan dengan teknologi sejenis yang sudah diaplikasikan sebelumnya oleh mereka. Keuntungan dapat ditinjau dari berbagai aspek, seperti biaya, ketersediaan sarana dan prasarana, waktu, dll.
71
Tabel 8 memperlihatkan penilaian masyarakat petani (responden) terhadap keuntungan relatif dari aplikasi teknologi yang ditawarkan dalam program SLPTT padi di lokasi penelitian. Tabel 8 Distribusi responden menurut penilaian tentang keuntungan relatif dari paket teknologi SL-PTT padi Penilaian Petani % Jenis Teknologi
Tidak Setuju
Raguragu
Setuju
Sangat Setuju
1
2
3
24
(3,33)
(6,67)
(10,00)
1
0
2
27
(3,33)
0
(6,67)
(90,00)
1
0
3
26
(3,33)
0
(10,00)
(86,67)
1
1
1
27
(3,33)
(3,33)
(3,33)
(90,00)
0
0
9
20
(3,33)
0
(30,00)
(66,67)
3,33
2,00
12,00
82,67
Varietas Moderen (80,00)
Bibit Bermutu dan Sehat Metode Pemupukan PUTS)
Efisien (BWD dan
Sistem PHT
Jarak Tanam Legowo persentase Rata-rata
Data dalam Tabel 8 menunjukkan bahwa keseluruhan responden sangat setuju bahwa paket teknologi utama, yaitu varietas moderen, bibit bermutu dan sehat, metode pemupukan efisien memiliki keuntungan
relatif tinggi
dibandingkan dengan teknologi yang digunakan petani sebelumnya. Demikian juga untuk paket teknologi pilihan (jarak tanam legowo) petani sangat setuju (66,67 persen) kalau komponen tersebut memiliki keuntungan relatif yang tinggi. Dari lima komponen yang diujikan, ada dua (bibit bermutu dan sehat, sistem PHT) memiliki persentase yang sangat tinggi yaitu masing-masing (90,00 persen) artinya petani beranggapan bahwa kedua komponen ini yang sangat berpeluang memiliki keuntungan relatif yang tinggi. Komponen BWD dan PUTS menurut petani komponen ini yang diperhitungkan untuk mereka terapkan. Kepercayaan petani dalam persentase Tabel 8 adalah (86,67 persen). Petani beranggapan bahwa selain bibit bermutu dan sistem PHT, BWD dan PUTS itu juga sangat menentukan keberhasilannya.
72
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa sistem tanam dengan jarak tanam legowo, petani sangat setuju dengan persentase (66,67 persen), Berarti petani merasa masih berkendala melakukan teknologi ini. Alasannya teknologi ini agak merepotkan dan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dari sistem tanam sebelumnya, sistem tanam jarak legowo tidak dapat dikerjakan sendiri minimal dua orang berarti akan sangat tergantung dengan orang lain lagi. (2) Kesesuaian Kesesuaian yang dimasud dalam kajian ini adalah kesesuaian komponenkomponen teknologi dengan kondisi petani, lahan pertanian serta faktor-faktor lain yang berhubungan. Tabel 8 menunjukkan penilaian responden terhadap kesesuaian komponen-komponen teknologi program SL-PTT Padi terhadap kondisi petani dan lahan setempat. Tabel 9 Distribusi responden menurut penilaian tentang kesesuaian komponen teknologi SL-PTT padi dengan kondisi petani dan lahan setempat Penilaian Petani Jenis Teknologi
Tidak setuju
Rauragu
Setuju
Sangat Setuju
1
9
6
14
(3,33)
(30,00)
(20,00)
(46,67)
1
0
6
23
(3,33)
0
(20,00)
(76,67)
1
0
8
21
(3,33)
0
(26,67)
(70,00)
1
2
10
17
(3,33)
(6,67)
(33,33)
(56,67)
1
2
10
17
(3,33)
(6,67)
(33,33)
(56,67)
3,33
8.67
26.67
61.33
Varietas Moderen
Bibit Bermutu dan Sehat
Metode Pemupukan Efisien (BWD dan PUTS)
PHT
Jarak Tanam Legowo persentase Rata-rata Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Data Tabel 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar (46,67 persen–76,67 persen) responden sangat setuju bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT padi sesuai dengan kondisi petani dan keadaan lahan setempat. Dari Tabel 8 dapat diartikan bahwa petani beranggapan komponen bibit bermutu dan sehat serta metode pemupukan efisien (BWD dan PUTS) lebih sesuai dari komponen lainnya.
73
Dua komponen lainnya yaitu PHT dan Jarak tanam legowo menjadi poin kedua dari kesesuaiannya terhadap kondisi dan keadaan lahan setempat yang digarapnya. Sedangkan varietas merupakan poin terakhir dari lima komponen yang diujikan kesesuaiannya. (3) Kerumitan Rendahnya kerumitan suatu inovasi teknologi dianggap sebagai salah satu faktor diterimanya teknologi tersebut oleh masyarakat, mengingat teknologi yang tidak rumit akan lebih mudah untuk diterapkan. Suatu teknologi dapat dianggap rumit apabila dalam aplikasinya dibutuhkan banyak tahapan-tahapan pekerjaaan. Membutuhkan ketersediaan sarana prasarana, peralatan dan bahan penunjang yang lebih banyak lagi pada saat pelaksanaannya. Tabel 10 memperlihatkan penilaian responden terhadap tingkat kerumitan komponen teknologi SL-PTT Padi. Dalam hal ini responden dihadapkan pada pernyataan bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT padi yang dianjurkan kepada mereka tergolong mudah (tidak rumit) untuk dilaksanakan dan mereka dapat menilainya dengan pilihan sangat setuju, setuju, ragu-ragu atau tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Tabel 10 Distribusi responden menurut penilaian tentang tingkat kerumitan dari komponen teknologi SL-PTT padi Penilaian Petani Jenis Teknologi Tidak setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat setuju
1
0
4
25
(3,33)
0
(13,33)
(83,33)
1
1
3
25
(3,33)
(3,33)
(10,00)
(83,33)
1
0
5
24
(3,33)
0
(18,67)
(80,00)
1
1
4
24
(3,33)
(3,33)
(13,33)
(80,00)
1
0
4
25
(3,33)
0
(13,33)
(83,33)
3.33
1.33
13.33
82.00
Varietas Moderen
Penggunaan Bibit Bermutu
Penerapan Pemupukan Efesien
Sistem PHT
Jarak Tanam Legowo persentase Rataan
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
74
Penilaian responden di dalam Tabel 10 menunjukkan sebagian besar (80,00 persen-83.33 persen) responden menyatakan sangat setuju terhadap pernyataan bahwa paket teknologi SL-PTT padi tergolong mudah (tidak rumit). Komponen jarak tanam legowo, penggunaan bibit bermutu, dan varietas moderen merupakan komponen yang diterima sangat setuju oleh petani. Ini berarti petani tidak merasa komponen sulit dilaksanakan. Kemudian berikutnya pemupukan efisien (80,00 persen) dan sistem PHT juga (80,00 persen) berarti dalam pemikirannya teknologi ini pada dasarnya dapat mereka kerjakan dengan baik. (4) Dapat Dicoba Kondisi dapat dicoba dalam semua skala dari suatu inovasi teknologi juga merupakan salah satu
syarat yang menentukan
diterimanya suatu inovasi
teknologi oleh masyarakat petani. Apabila suatu inovasi teknologi dapat dicoba dalam skala kecil berarti memberi peluang untuk petani lebih berani mencobanya dalam skala yang lebih besar lagi, dan diharapkan berangsur-angsur akan menerapkan ke dalam usaha taninya. Tabel 11 Distribusi responden menurut penilaian tentang kemudahan untuk dicoba komponen teknologi SL-PTT padi Penilaian Petani Jenis Teknologi Tidak setuju
Ragu-ragu
Setuju
Sangat setuju
1
0
3
26
(3,33)
0
(10,00)
(86,67)
1
0
2
27
(3,33)
0
(6,67)
(90,00)
1
1
2
26
(3,33)
(3,33)
(6,67)
(86,67)
1
0
2
27
(3,33)
0
(6,67)
(90,00)
1
0
3
26
(3,33)
0
(10,00)
(86,67)
3,33
0,67
8,00
88,00
Varietas Moderen
Bibit Bermutu dan Sehat
Sistem Pemupukan Efisien
Sistem PHT
Jarak Tanam Legowo persentase Rataan
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
75
Tabel 11 adalah penilaian responden (petani) terhadap kemudahan komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi untuk dicoba oleh petani berdasarkan ketersediaan bahan, lahan dan peralatan penunjang lainnya. Dalam hal ini, petani (responden) dihadapkan pada pernyataan bahwa komponenkomponen teknologi SL-PTT Padi yang dianjurkan dapat dicoba dalam semua skala, kemudian mereka diminta untuk menilai pernyataan tersebut dengan memilih salah satu dari empat jawaban Alternatif yang tersedia, yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu atau tidak setuju terhadap pernyataan yang disebutkan. Data Tabel 11 menggambarkan bahwa sebagian besar (87,67 persen–90,00 persen) responden sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan. Dengan kata lain, sebagian besar responden berpendapat bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi dapat dicoba. Petani sangat setuju masing-masing (90,00 persen) untuk dua komponen yaitu komponen bibit bermutu dan sehat, dan sistem PHT. Artinya petani sudah sering melakukan lima komponen ini sehingga memberikan penilaian bahwa dua komponen mudah dilakukan dan tiga lainnya sulit yaitu varietas modern, sistem pemupukan efisien dan jarak tanam legowo. Ketiga komponen dinilai sangat setuju dengan persentase (86,67 persen).
(5) Mudah Diamati Pengertian mudah diamati dalam kajian ini adalah kemudahan petani untuk mengamati hasil-hasil, keuntungan-keuntungan dan kelebihan-kelebihan dari komponen-komponen teknologi yang dianjurkan dibandingkan dengan hasil-hasil yang dicapai dengan menggunakan teknologi yang lama. Sebagai contoh, apabila menggunakan varietas moderen, petani dengan mudah dapat melihat perbedaan tingkat kesuburan tanaman, jumlah produksi atau keuntungan dan kelebihan lain dibandingkan menggunakan varietas yang lama. Tabel 12 memperlihatkan penilaian responden terhadap kemudahan mengamati hasil-hasil dan keuntungan-keuntungan lain dari aplikasi komponenkomponen teknologi SL-PTT Padi. Responden dihadapkan pada pernyataan bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi mudah (dapat) diamati,
76
kemudian meminta mereka untuk memilih salah satu dari empat jawaban alternatif, yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu atau tidak setuju. Tabel 12 Distribusi responden menurut penilaian tentang kemudahan untuk diamati dari komponen teknologi SL-PTT padi Penilaian Petani Jenis Teknologi
Tidak setuju
Raguragu
Setuju
Sangat setuju
0
0
2
28
0
0
(6,67)
(93,33)
0
0
2
28
0
0
(6,67)
(93,33)
0
0
3
27
0
0
(10,00)
(90,00)
0
0
2
28
0
0
(6,67)
(93,33)
0
0
2
28
0
0
(6,67)
(93,33)
0
0
7,33
92,67
Varietas Moderen
Bibit Bermutu dan Sehat
Sistem Pemupukan Efisien (BWD dan PUTS)
Sistem PHT
Jarak Tanam Legowo persentase Rataan Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Hasil penilaian responden yang tercantum pada Tabel 12 menunjukkan hampir semua responden (90,00 persen–93,33 persen) sangat setuju dengan pernyataan bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi dapat (mudah) diamati.
Saluran Komunikasi Saluran komunikasi yang dimaksud dalam kajian ini adalah saluran komunikasi yang digunakan oleh pemandu lapang sebagai sumber informasi (source) dan petani sebagai penerima (receiver) agar saling berinteraksi demi tercapainya tujuan komunikasi, yaitu tersosialisasikannya komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi kepada petani. Dalam penelitian ini unsur saluran komunikasi yang dikaji meliputi jenis media komunikasi, waktu pelaksanaan dan tempat pelaksanaan.
77
(1) Jenis Media Komunikasi Jenis media komunikasi di sini adalah jenis media komunikasi yang digunakan oleh pemandu lapang untuk mensosialisasikan komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi kepada petani atau media yang digunakan oleh petani untuk memperoleh informasi seputar program SL-PTT padi. Fakta lapangan menunjukkan bahwa petani SL-PTT padi memperoleh informai SL-PTT padi hanya dari Pemandu lapang tidak ada pengaruuh dari media tercetak atu media olektronik. Dalam penelitian ini media elektronik yang di uji yaitu Televisi , radio, kaset, CD, siaran rdio, sedangkan tercetak adalah leaflet, brosur, majalah tani, buku panduan SL-PTT padi, Data penelitian di lapangan menunjukkan bahwa satu-satunya saluran komunikasi yang dapat digunakan oleh pemandu lapang dan petani untuk saling berinteraksi adalah jenis komunikasi langsung. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan lapangan program SL-PTT padi, ada tiga bentuk komunikasi langsung yang dapat dipakai, yaitu pertemuan rutin, diskusi kelompok dan praktek lapang. Namun demikian, data lapangan menunjukkan bahwa ketiga bentuk komunikasi langsung ini belum digunakan secara sistematis, rutin dan terencana. Tabel 13 menunjukkan data intensitas komunikasi langsung (diskusi kelompok dan praktek lapang) yang dilakukan oleh pemandu lapang dan responden. Tabel 13 Distribusi responden menurut intensitas komunikasi langsung petani dengan pemandu lapang Intensitas / Minggu Sering ( 5 – 7 kali ) Sedang (2 – 4 kali ) Jarang ( 1 kali ) Tidak tentu
Jumlah Petani 0 0 10 20
persentase (%) 0 0 33,33 66,67
Data Tabel 13 menggambarkan bahwa sebagian besar (66,67 persen) responden menyatakan bahwa intensitas komunikasi langsung (diskusi kelompok/ praktek lapang) adalah tidak menentu, sementara 33,33 persen responden menyatakan hanya satu kali seminggu. Pelaksanaan tidak sesuai yang dianjurkan yang ada pada buku petunjuk pelaksanaan SL-PTT padi. Dikarenakan beberapa
78
kemungkinan diantaranya: tidak ada dukungan materi dari penanggungjawab kegiatan yaitu Dinas pertanian Kota,
petani merasa diskusi sekali dalam
seminggu sudah cukup lagi pula menurut petani kalau terlalu sering hanya pemborosan waktu saja. (2) Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan di sini adalah waktu yang dipilih oleh pemandu lapang dan petani untuk saling berkomunikasi langsung.Waktu pelaksanaan ini dianggap sebagai suatu faktor penting, mengingat pemilihan waktu komunikasi tersebut dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi. Dengan kata lain, waktu komunikasi yang tepat dapat mengoptimalkan pencapaian sasaran/ tujuan komunikasi, demikian pula sebaliknya. Data
menunjukkan
bahwa
seluruh
responden
menyatakan
bahwa
pelaksanaan komunikasi langsung (diskusi kelompok, praktek lapang) antara pemandu lapang dan petani berlangsung pada pagi hari dan sangat sesuai dengan kondisi petani.
(3) Tempat pelaksanaan Tempat pelaksanaan yang dimaksud yaitu tempat petani dan pemandu melakukan dikusi, atau praktek lapang dimana tempat sangat menentukan keefektivan komunikasi, menurut petani kalau tempatnya jauh dari jangkauan mereka, seringkali malas megikutinya akibatnya permasalahan yang harus dipecahkan atau dicari jalan keluarnya menjadi tertunda Selama mengikuti program SL-PTT. Menurut petani tempat tidak menjadi hambatan karena pemandu lapang mengikuti keinginan petani, dan lebih sering mengadakan pertemuan di sawah atau dipematang di bandingkan mencari tempat lain seperti di rumah petani. Efektivitas Komunikasi
SL-PTT (sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu) padi merupakan salahsatu metode penyampaian paket informasi tentang bududaya pengelolaan tanaman padi terpadu diantaranya varietas moderen, bibit bermutu dan sehat, sistem pemupukan yang efisien, sistem PHT, Jarak tanam legowo. Kegiatan
79
sekolah lapang ini merupakan komunikasi yang mencakup semua unsur komunikasi terdapat didalamya, diantaranya interaksi antara pemandu lapang dengan petani, dimana pemandu lapang merupakan sumber informasi dan petani sebagai penerima informasi. Pesannya berkaitan dengan teknologi budi daya tanaman padi. Medianya adalah sekolah lapang itu sendiri. Dimana dalam proses pelaksanaannya sarat dengan komunikasi. Keefektivan komunikasi pada penelitian ini sebagai peubah dependen yang dikaji berdasarkan pada tiga indikator yaitu peubah pemahan (cognitive), sikap (affective), perilaku atau tindakan (cognative). Ketiga indikator ini akan dilihat dalam Tabel 14 berikut:
Tabel 14 Sebaran dan rataan skor efektivitas komunikasi SL-PTT padi Rataan skor* Pemahaman Sikap Tindakan Varietas 3,69 2,67 2,23 Bibit bermutu dan sehat 3,77 2,87 2,40 Pemupukan efisien 3,63 2,90 2,17 PHT 3,53 2,87 2,27 Jarak tanam legowo 3,83 2,93 2,40 * rataan skor 1 - 2,4 = kurang efektif ; 2,5 - 4 = efektif Komponen yang di uji
Rata2* 2,86 3.01 2.90 2.89 3.05
Diketahui rataan skor 1-2,4 termasuk kategori kurang efektif dan 2,5-4 kategori efektif. Dalam Tabel 13 menunjukkan rata-rata rataan skor 2,86-3,05 artinya proses komunikasi didalam SL-PTT berlangsung secara efektif. Dari lima komponen yang diuji nampaknya jarak tanam legowo, bibit bermutu dan sehat memliki rata-rata rataan skor (3,05 dan 3,01) artinya masyarakat tani di Kelurahan cikarawang umumnya menerima dan melaksanakan dengan baik teknologi jarak tanam legowo dan bibit bermutu dan sehat, karena teknologi ini terlihat langsung manfaatnya, misalnya dari penampilan nampak sangat rapi, untuk melakukan pemeliharaan tanaman padi dapat dilakukan dengan mudah karena adanya selang untuk berjalan diantara tanaman padi tersebut. Sedangkan bibit bermutu dan sehat juga bagi petani Kelurahan Cikarawang menganggap lebih mudah dijangkau karena untuk mendapatkan bibit bermutu dan sehat sudah lama dilakukannya, mereka merasa tidak bermasalah untuk melakukannya.
80
Tabel 14 menunjukkan bahwa pemahaman mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang lainnya yaitu sikap dan tindakan. Menandakan upaya pemahaman yang dilakukan oleh pemandu lapang berlangsung secara efektif. Kemampuan pemandu lapang untuk memberi pemahaman yang baik di tempuh dengan beberapa upaya diantaranya: membangun komunikasi yang baik dengan petani dan menghubungkannya dengan Instansi terkait baik yang ada di Kelurahan, Kecamatan ataupun yang di Kota. Upaya ini membuahkan hasil yang sangat baik yaitu perhatian dari Intansi daerah dan Kota dibarengi dengan makin tingginya minat petani mengikuti penjelasanpenjelasan teknologi yang disosialisasikan. Pendekatan yang digunakan oleh pemandu lapang yaitu dengan hubungan interpersonal, diantaranya pemandu lapang berkunjung ke petani tetapi bukan membicarakan SL-PTT padi tetapi semata membangun komunikasi dengan petani misalnya, sore hari sekedar bersantai di saung-saung petani atau menghadiri undangan, menghadiri acaraacara yang dilakukan para petani. Penilaian tentang sikap petani memporoleh angka yang relatif lebih rendah dari angka pemahaman yaitu 2,67-2,93 artinya yang dipahami belum tentu memunculkan niat untuk mengikutinya, petani akan berpikir panjang mana yang menurut mereka menguntungkan dengan biaya sekecil mungkin dan pengerjaan yang tidak merepotkan. Jadi suatu pengetahuan dimengerti dengan baik belum tentu akan membuat bersikap untuk melakukannya. Dan bahkan sangant mungkin penolakannya justru lebih keras setelah mengetahui dengn jelas suatu informasi yang baru tersebut. Tindakan adalah merupakan rana tertinggi dari terjadinya efektivitas dalam suatu komunikasi. Pemahaman dan sikap yang baik belum tentu akan merimplikasi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk tindakan, Banyak hal yang meyebabkan kondisi tersebut. Misalnya Informasi cocok tanam telah diketahui hampir semua kelompok tani tetapi apakah mereka semua telah melaksanakannya belum tentu. Keefektivan komunikasi sebagai peubah tetap dalam penelitian ini dikaji berdasarkan pada tiga indikator yaitu perubahan pemahan (cognitive), sikap (affective), perilaku atau tindakan (conative). Ketiga indikator ini akan dilihat
81
pada penerimaan pemahaman, yaitu penambahan pengetahuan petani dengan menanyakan atau memintanya bercerita kembali, apa saja yang petani ketahui tentang SL-PTT padi, menggali apakah petani dapat memahami kemungkinan perbedaan keuntungan atau kemudahan sistem pertanian yang disosialisasikan dengan sistem sebelumnya. Mengenai sikap akan di amati bagaimana sikapnya setelah paham dengan teknologi yang ada dalam SLPTT padi, apakah bertekad untuk melaksanakan dalam usaha taninya dan apakah tergambar keseriusan untuk melaksanakannya. Berikutnya apa saja yang telah petani terapkan. Apa alasan mereka menerapkannya dan apa pula alasannya mengapa tidak dilakukan secara sempurna. Ukuran nyata dari suatu keefektivan komunikasi terlihat dari hasil akhir komunikasi itu sendiri. Dalam kegiatan SL-PTT padi yang dikomunikasikan tidak lain adalah paket teknologi yang diharapkan diterapkan oleh petani. Pertanyaan kemudian yang muncul adalah, sudahkah petani melakukan teknologi yang disosialiasikan. Setelah dilaksanakan apakah petani konsisten melaksakan teknologi tersebut, meskipun kegiatan SL-PTT tidak lagi dilaksanakan secara massal dari Dinas Pertanian Kota. Berikut ini sebaran petani berdasarkan pemahaman tentang paket teknologi SL-PTT Padi Tabel 15 Distribusi responden menurut pemahaman tentang paket teknologi SLPTT padi Sebaran (%) Keefektivan Komunikasi
Efektif
Rataan Skor
83,33
3,69
93,33
3,77
6,67
93,33
3,63
0,00
6,67
93,33
3,63
0,00
6,67
93,33
3,83
-
-
-
3,71
Tidak Efektif 0,00
Kurang Efektif 16,67
Bibit Bermutu dan Sehat
0,00
6,67
Pemupukan Efisien
0,00
PHT Jarak Tanam Legowo
Varietas Moderen
persentase Rata-rata
Distribusi responden menurut pemahaman pada dasarnya telah terjadi secara efektif. Dapat pada Tabel 14 menunjukkan bahwa semua data tentang pemahaman paket teknologi mendapat nilai rata-rata 91,33 persen artinya rata-rata responden memahami materi SL-PTT Padi yang disampaikan dalam kegiatan Sekolah
82
Lapang. Hanya varietas modern, pertanyaan kemudian yang muncul adalah parameter varietas bermutu mendapat nilai yang relatif tinggi. Nampaknya salah satu dari paket teknologi yang di sampaikan, salah satu dari lima paket yang sampaikan terdapat satu yang yan termasuk lebih rendah dari yang lainny, dikarenakan pembibingan dari pemandu sat penyuluhan lebih fokous pada jarak tanam legowo, PHT, Pemupukan efisien dan bibit bermutu dan sehat. Pemandu berangapan bahwa petani sudah pamam akan pentinnya variets modern. Tabel 16 Distribusi responden menurut sikap tentang paket teknologi SL-PTT padi Sebaran (%) Keefektivan Komunikasi
Efektif
Rataan Skor
76,67
2,67
13,33
86,67
2,87
10,00
90,00
2,90
0,00
13,33
86,67
2,87
0,00
6,67
93,33
2,93
-
-
-
2,80
Tidak Efektif 10,00
Kurang Efektif 13,33
Bibit Bermutu dan Sehat
0,00
Pemupukan Efisien
0,00
PHT Jarak Tanam Legowo
Varietas Moderen
persentase Rata-rata
Distribusi responden menurut sikap pada dasarnya telah terjadi secara efektif. Dapat pada Tabel 16 menunjukkan bahwa semua data tentang sikap paket teknologi mendapat nilai rata-rata 87,67 persen artinya rata-rata responden mensikapi materi SL-PTT Padi yang disampaikan dalam kegiatan Sekolah Lapang. Hanya varietas modern nampaknya lebih rendah dari elemen-elemen yang lainnya, ini disebabkan pemahaman yang kurang jelas bagi responden. Akibatnya respondenpun memiliki sikap
kurang yakin untuk menggunakan
varietas modern. Sikap responden terhadap komponen teknologi ( varietas modern, bibit bermutu dan sehat, PHT) kurang yakin untuk melakanakannya, dikarenakan kebiasaan-kebiasan petani setempat lebih banyak yang menggunakan varietas lokal, terasa sangat sulit mendapatkan bibit bermutu dan sehat. dan juga masyarakat setempat lebih senan mengkmsumsi beras dari varietas lokal.
83
Tabel 17 Distribusi responden menurut tindakan tentang paket teknologi SL-PTT padi Sebaran (%) Keefektivan Komunikasi
Efektif
Rataan Skor
26,67
2,23
53,33
43,33
2,40
3,33
76,67
20,00
2,17
3,33
66,67
30,00
2,27
3,33
56,67
40,00
-
-
-
Tidak Efektif 3,33
Kurang Efektif 70,00
Bibit Bermutu dan Sehat
3,33
Pemupukan Efisien PHT
Varietas Moderen
Jarak Tanam Legowo persentase Rata-rata
2,40 2,29
Dari Tabel 17 tentang distribusi tindakan pada paket teknologi SL-PTT Padi menunjukkan bahwa 30 persen melakukan komponen teknoloi yang ada dlam paket SL-PTT padi, fakta ini sangat kecl dikarenakan kondisi alam dan dukunan sarana prasarana yang menyebabkan responden kesulitan melakukan semua komponen teknoloi yng mereka ketahui. 66,67 persen responden melakukan sebagian teknologi yang ada dalam paket SL-PTT padi. Adapun yang menebabkan demikian petani memilih komponen yan menurutnya sudah biaa dilakukannya,
petani
takut
beralih
seelum
malihat
ada
yan
sukses
mengerjakannya. menilai paket dalam SL-PTT padi kurang efektif. Disebabkan bebrapa hal diantaranya dari petani karena tidak tepat dengan kondisi lingkunannya selain itu tidak didukung denggan sarana prsarana yan memadai. Dan ketiga yaitu dari pemandu yan nampaknya mengutamakan salah satu dari komponen yan disosialisasikan. Menurut petani yang di wawancarai mengatakan varietas moderen itu memang baik tapi seringkali sulit ditemukan dan juga harganya sangat mahal. Selain itu masyarakat
tidak suka mengkomsumsinya karena
terlalu gurih
akibatnya untuk dipasarkan terasa menyulitan petani. Demikian halnya dengan pemupukan efisien dan PHT, menurutnya baik tetapi tanpa melakukan anjuran SL-PTT tidaklah membuat akibat buruk bagi pertanaman padi di lokasi setempat. Jarak tanam legowopun dianggapnya sangat baik tetapi mereka membutuhkan biaya tambahan yang lebih banyak lagi dibandingkan dengan sistem tanam yang biasa.
84
Dari lima komponen yang dipertanyakan semuanya memiliki hambatan dan permasalahan jika mereka terapkan, itulah sebabnya mereka belum yakin betul untuk melakukannya Untuk melihat sejauh mana tingkat penerapan yang dilakukan petani di lahan garapannya. Dipertanyakan dengan empat kategori yaitu: tidak menerapkan, menerapkan sebagian kecil, menerapkan sebagian besar dan menerapkan sepenuhnya. Dan hasilnya pada Tabel 13 yaitu umumnya berada pada persentase antara (53,33 persen-76,67 persen) yaitu menerapkan sebagian kecil. Mengapa petani belum menerapkan sepenuhnya komponen teknologi yang dianjurkan kepadanya. Petani menjawab dengan beragam alasan diantaranya: benih bantuan lambat tiba dilokasi, akibatnya sulit mendapatkan benih bermutu dan sehat, pupukpun selain mahal juga seringkali terjadi kelangkahan pada saat diperlukan. Intinya sarana prasarana tidak mendukung pelaksanaan komponen teknologi yang disosialisasikan. Pemahaman yang diperoleh responden mengenai komponen-komponen teknologi SL-PTT padi di lokasi penelitian merupakan hasil dari proses komunikasi langsung antara petani (responden) dengan pemandu lapang, karena media cetak dan elektronik tidak ditemukan dilokasi. Data mengenai karakteristik responden dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa petani belum dapat menerapkan tekonologi yang sudah pahami. Alasannya karena keadan karakteristik responden.(67 persen) adalah petani penggarap, hanya sebagian kecil (23 persen) yang merupakan pemilik lahan, 10 persen buruh tani. Kondisi ini mengakibatkan para petani (responden) tersebut tidak leluasa untuk mengambil keputusan dalam memilih teknologi yang mereka gunakan, mengingat mereka hanya pekerja yang bekerja sesuai arahan/ aturan pemilik lahan.Pengadaan bahan dan peralatan yang digunakan dalam pengolahan lahan dan penanaman tentu sepenuhnya dilakukan atau diarahkan oleh pemilik lahan. Efektivitas komunikasi di dalam SL-PTT padi akan terlihat di lahan petani yaitu aplikasi pada usaha taninya. Dari pengamatan kasat mata dapat dikatakan bahwa SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang ini berjalan tanpa kemajuan yang berarti. Karena yang ada hanya kinerja pemandu lapang saja, padahal untuk
85
mewujudkan suatu kinerja yang baik dari suatu program tentu harus ada kordinasi yang baik dari semua elemen pendukungnya. Pemandu lapang berhasil memberikan pemahaman. Analisisnya berkorelasi sangat nyata. Apabila dukungan elemen yang lain optimal dapat dipastikan bahwa ranah tindakan akan memberikan hasil yang optimal. Partisipasi Komunikasi Partisipasi komunikasi dalam kajian ini merupakan peubah yang sangat penting, karena peubah ini menjadi perantara antara peubah bebas (karakteristik pemandu lapang, inovasi teknologi, karakteristik petani serta saluran komunikasi) dengan peubah tetap (efektivitas komunikasi). Partisipasi komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah partisipasi petani dalam setiap kegiatan dimana proses komunikasi antara personil pendukung program dengan petani diantaranya: pemandu lapang dengan petani (diskusi dan praktek lapang). Tabel 18 Distribusi responden menurut partisipasi komunikasi SL-PTT Padi Jenis Kegiatan
Aktif 3 (10,00) 5 (16,67) 6 (20,00) 5 (16,67)
PRA Pertemuan Diskusi Sub-Kelompok Diskusi Kelompok
Tingkat Partisipasi Biasa Kurang 3 1 (10,00) (3,33) 10 4 (33,33) (13,33) 11 4 (36,67) (13,33) 12 4 (40,00) (13,33)
Tidak ada 23 (76,67) 11 (36,67) 9 (30,00) 9 (30,00)
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Tabel 18 menunjukkan tingkat partisipasi responden terhadap beberapa kegiatan komunikasi pada program SL-PTT padi. Data dalam Tabel 18 menggambaran bahwa pada kegiatan PRA tidak dilakukan. persentase partisipasi (76,67 persen) responden tidak ikut terlibat. Artinya pelaksanaannya relatif sangat kecil, sesuai fakta di lapangan bahwa PRA tidak dilakukan, yang dilakukan hanya pertemuan di kantor Kelurahan dihadiri ketua kelompok. persentase pertemuan adalah (36,67 persen) artinya pertemuan pernah dilakukan hanya tidak intensif sebagaimana yang dianjurkan pada buku panduan. Pertemuan
seharusnya
dilakukan
sebelum
dan
sesudah
pengolahan
lahan.Tujuannya mendapatkan informasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya
86
kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan SL-PTT padi. Yang menjadi penanggungjawab kegiatan ini adalah Dinas Pertanian Kota, olehnya itu sulit dilakukan oleh kelompok tani karena dukungan meteri dikelola langung oleh Dinas Pertanian Kota, demikian pengakuan anggota kelompok tani dibenarkan oleh ketua kelompoknya. Diskusi sub kelompok persentasenya hampir merata artinya diskusi-diskusi kecil diantara anggota sering dilakukan, karena diskusi ini sifatnya interen saja tanpa harus melibatkan penanggungjawab kegiatan (Dinas Pertanian). Seketika langsung saja berdiskusi kalau ada masalah tentang kondisi tanamannya atau persoalan lainnya, pola keaktifan responden dalam diskusi kelompok dan subkelompok adalah serupa, yaitu (30,00 persen) tidak aktif, sisanya berpartisipasi bervariasi. Tabel 19 menunjukkan data intensitas responden mengikuti kegiatan praktek lapang. Pelaksanaan praktek lapang oleh petani dapat dilakukan di sekolah lapang (SL) atau di laboratorium lapang (LL). Tabel 19 Distribusi responden menurut frekuensi mengikuti kegiatan praktek lapang. Praktek Lapang Sekolah Lapang Laboratorium Lapang
1 kali 1 (3,33) 13 (43,33)
Frekwensi/ Minggu 3 kali 5 kali 6 4 (20,00) (13,33) 1 13 (3,33) (43,33)
7 kali 19 (63,33) 3 (10,00)
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Data dalam Tabel 19 menggambarkan bahwa petani yang melakukan praktek di Sekolah lapang sebanyak 7 kali seminggunya nilai
persentasenya
sebesar (63,33 persen), yang melakukan lima kali sebesar (13,33 persen), yang melakukan tiga kali adalah (20,00 persen), dan satu kali sebesar (3,33 persen). Sedangkan petani yang melakukan praktek lapang di Laboratorium lapang sebanyak 7 kali nilai persentasenya adalah (10,00 persen), yang melakukan lima kali adalah sebesar (43,00 persen), yang melakukan tiga kali (3,33 persen), dan satu kali adalah (43,33 persen) Data dalam Tabel 18 menggambarkan bahwa sebagian besar (63,33 persen) responden mengikuti kegiatan praktek lapang di sekolah lapang tujuh kali seminggu dan hanya 20 persen responden yang mengikuti kegiatan tersebut enam
87
kali seminggu, sisanya . persentase responden yang mengikuti kegiatan praktek lapang di laboratorium lapang satu kali seminggu mencapai 43 persen, sedangkan (43,33 persen) responden mengikuti kegiatan lima kali seminggu. persentase intensitas praktek lapang SL dan LL di Tabel 19 mengartikan bahwa keaktipan petani dilahannya sendiri lebih besar dari pada di lahan LL menandakan bahwa yang dilakukan di LL juga telah dilakukan di SL jadi merasa tidak penting berkunjung kelokasi LL. Lagi pula lokasi LL yang berada tidak ditepi jalan membuat petani harus berjalan jauh, membutuhkan waktu yang panjang untuk menuju kelokasi LL. Menurutnya satu sampai tiga kali sudah cukup. Inipun menandakan bahwa pelaksanaan SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang belum terlaksana dengan baik. Hubungan antara Efektivitas Komunikasi dengan Partisipasi Komunikasi Dalam penelitian ini, efektivitas komunikasi sebagai peubah tetap (tak bebas) merupakan sasaran utama kajian. Untuk mengetahui apakah efektivitas komunikasi berkorelasi atau dapat dipengaruhi oleh partisipasi komunikasi sebagai peubah antara, maka dilakukan uji statistik τ– Kendal. Ada tiga indikator (unsur) dari efektivitas komunikasi yang akan dikaji korelasinya secara statistik dengan partisipasi komunikasi, yaitu indikator pemahaman, sikap dan tindakan.
Tabel 20 Hubungan antara efektivitas komunikasi dengan partisipasi komunikasi No. 1. 2. 3.
Efektivitas Komunikasi Perubahan Pengetahuan (Cognitive) Perubahan Sikap (Affective) Perubahan Tindakan (Conative)
Partisipasi Komunikasi ( 0,657** 0,349* 0,077
τ)
** = berkorelasi sangat nyata (P < 0,01) * = berkorelasi nyata (P< 0,05) Τ = koef korelasi tau kendal
Data hasil pengujian dalam Tabel 20 menunjukkan bahwa indikator perubahan pengetahuan dan perubahan sikap memperlihatkan korelasi sangat nyata (koef. korelasi 0,657; p<0,01) dengan partisipasi komunikasi, artinya memberikan pemahaman kepada petani adalah pekerjaan yang tidak berat dapat dikerjakan dengan mudah oleh seorang pemandu lapang yang relatif tidak terdukung oleh sarana prasarana yang memadai, juga tidak terdapat pasilitas yang
88
baik, tetapi faktanya dapat mentransper pengetahuannya. Dalam fakta ini mengartikan bahwa pemandu lapang dapat menyampaikan pesan teknologi dengan tepat pada petani dengan sistem komunikasi langsung. Perubahan sikap berkorelasi nyata dengan koefisien korelasi 0,349; p
89
penggarap dan buruh tani, kendala tenaga kerja, kendala sarana prasarana pengolah tanah yang dapat membantu mempercepat pengolahan tanah, seringnya terjadi kelangkahan pupuk, semua itu dapat dikomunikasikan apabila pihak penanggunjawab kegiatan melakukan PRA dengan baik maka hailnyapun dapat optimal. Terkait dengan Karakteristik petani, khususnya yang berkaitan dengan status petani, memperlihatkan bahwa sebagian besar (76,67 persen) responden (petani) hanyalah petani penggarap dan hanya sebagian kecil (23,33 persen) yang merupakan pemilik lahan. Oleh karena itu, sebagai petani penggarap, mereka tidak mempunyai kebebasan mutlak menentukan teknologi yang dapat mereka gunakan dalam budidaya penanaman padi yang mereka lakukan, apalagi kalau penerapan teknologi tersebut terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk penyediaan peralatan dan bahan yang masih harus ditanggung oleh pemilik lahan. Karena alasan tersebut, mungkin saja mereka sudah mengetahui dengan baik tentang komponen-komponen teknologi yang dianjurkan dalam program SL-PTT serta sudah memiliki keinginan (sikap) untuk menerapkan teknologi tersebut, tetapi pemilik lahan tidak mengizinkan hal itu, maka mereka tidak dapat mewujudkannya dalam bentuk tindakan. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dibuat hubungan bahwa adopsi suatu inovasi teknologi oleh masyarakat hingga pada taraf penambahan pengetahuan (cognitive) dan perubahan sikap (affective) tidak menjamin akan sampai pada taraf tindakan (conative) untuk mengaplikasikan teknologi tersebut, karena adanya kendala dari faktor-faktor lain yang tidak terpenuhi. Dalam kasus program SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor Barat salah satu kendala adopsi teknologi dimaksud adalah status petani yang lebih banyak didominasi oleh buruh tani dan petani penggarap yang tidak memiliki lahan pertanian secara mandiri. Melalui data karakteristik responden tergambar bahwa sebagian besar responden (67 persen) adalah petani penggarap, hanya sebagian kecil (23 persen) yang merupakan pemilik lahan. Kondisi ini mengakibatkan para petani (responden) tersebut tidak leluasa untuk mengambil keputusan dalam memilih teknologi yang mereka gunakan, mengingat mereka hanya pekerja yang bekerja sesuai arahan/ aturan pemilik lahan.Pengadaan bahan
90
dan peralatan yang digunakan dalam pengolahan lahan dan penanaman tentu sepenuhnya dilakukan atau diarahkan oleh pemilik lahan. Kendala tersebut dapat diantisipasi dengan melibatkan para pemilik lahan pertanian di lokasi tersebut dalam program dimaksud, sehingga mereka dapat memahami keuntungankeuntungan yang dapat diperoleh dengan mengikuti program itu.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Petani Peubah antara dalam penelitian ini adalah partisipsi komunikasi, sehingga untuk melihat sejauh mana keefektivan komunikasi dalam SL-PTT padi akan tergambar dari hubungan Pemandu lapang dengan partisipasi komunikasi, hubungan karakteristik petani dengan partisipasi komunikasi, hubungan saluran komunikasi dengan partisipasi komunikasi
serta hubungan antara inovasi
teknologi dengan partisipasi komunikasi. Hubungan antara Karakteristik Pemandu Lapang dengan Partisipasi Komunikasi Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara karakteristik pemandu lapang dengan partisipasi komunikasi, maka dilakukan uji statistik
τ–
Kendal
terhadap data yang diperoleh dari kedua peubah tersebut. Tabel berikut ini menunjukkan hasil uji statistik dari tiga komponen peubah karakteristik pemandu lapang (penguasaan materi, pengalaman dan kemampuan berkomunikasi) terhadap peubah partisipasi komunikasi. Tabel 21 Hubungan karakteristik pemandu lapang dengan partisipasi komunikasi
No. 1. 2. 3.
Karakteristik Pemandu Lapang Penguasaan Materi Pengalaman Kemampuan Berkomunikasi
Partisipasi Komunikasi 0,900 ** 0,844 ** 0,731**
** = berkorelasi sangat nyata. pada p = 0,01
Hasil uji di atas menunjukkan bahwa penguasaan materi pemandu lapang berkorelasi sangat nyata dengan partisipasi komunikasi (koefisien korelasi = 0,900 ; p = 0,01), demikian pula halnya dengan pengalaman (koefisien korelasi = 0,844 ; p= 0,01) dan kemampuan berkomunikasi (koefisien korelasi = 0,731; p = 0,01).
91
Sehingga secara umum dapat dinyatakan bahwa peubah Karakteristik Pemandu lapang berkorelasi sangat nyata dengan Partisipasi. Partipasi Komunikasi dalam hal ini sejalan dengan fakta lapangan, dimana karakteristik individu dari pemandu lapang merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan petani di lokasi penelitian (Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kab.Bogor) ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan SLPTT padi.. Beberapa fakta lapangan yang ditemukan berkaitan dengan uraian sebelumnya adalah sebaai berikut: 1. Kedekatan antara petani dengan pemandu lapang di lokasi penelitian sangat nyata, dimana petani, khususnya yang terlibat dalam program SL-PTT mengenal sangat baik pemandu lapang dan mereka memliliki hubungan individu yang juga sangat kuat. Kondisi ini tercipta sebagai suatu hasil upaya pemandu lapang dalam membentuk citra yang baik di mata petani dan tentu saja tidak lepas dari kepribadian dan kemampuannya berkomunikasi serta bersosialisasi. 2. Tingkat kepercayaan petani terhadap pemandu lapang juga sangat tinggi. Hal ini tampak dari ketergantungan mereka terhadap sosok pemandu lapang, dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan pertanian, khususnya program SL-PTT dipercayakan sepenuhnya kepada pemandu lapang. Sebagai contoh pihak-pihak yang ingin memperoleh data atau informasi yang berhubungan dengan pertanian di lokasi tersebut harus mendapat rekomendasi dari pemandu lapang. Dengan kata lain petani hanya bersedia memberikan keterangan atau informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan (mahasiswa atau peneliti) apabila mendapat rekomendasi dari pemandu lapang. Kondisi ini dapat dibentuk oleh pemandu lapang bukan hanya atas dasar kepribadian dan kompetensi tetapi juga dibangun melalui kerja keras dalam mendampingi petani dan membantu atau terlibat langsung dalam kehidupan keseharian mereka tanpa menimbulkan singgungan yang fatal terhadap kepercayaan, dan adat istiadat masyarakat petani setempat. Dalam hal ini petani merasakan keberpihakan yang kuat dari pemandu lapang, sementara petani tidak merasakan adanya dukungan yang berarti dari pihak-pihak terkait (institusi terkait).
92
3. Tingkat kepercayaan petani terhadap penguasaan teknologi pertanian, khususnya komponen teknologi SL-PTT padi cukup tinggi. Beberapa responden menyatakan bahwa apa yang dianjurkan oleh pemandu lapang umumnya terbukti di lapangan. Menurut
Berlo
(1960),
sumber
informasi
yang
diharapkan
dapat
mempengaruhi penerimanya untuk menghasilkan tindakan atau reaksi yang diharapkan minimal mempunyai empat faktor meliputi keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkatan pengetahuan, posisi dalam sistem sosiokultural. Pendapat ini sejalan dengan hasil-hasil yang diuraikan di atas, dimana menurut penilaian petani (responden), pemandu lapang telah memiliki tiga di antara keempat faktor tersebut, yaitu faktor tingkatan pengetahuan, kemampuan berkomunikasi dan sikap. Namun demikian, untuk faktor posisi dalam sistem sosio-kultural tidak memungkinkan untuk dapat dipenuhi oleh pemandu lapang, mengingat yang bersangkutan bukan pemuka masyarakat yang memiliki tingkatan status (tingkat kepercayaan) yang tinggi di mata masyarakat, pemandu lapang bukan putera setempat tetapi mereka perantau dari pulau seberang. Hubungan antara Karakteristik Inovasi Teknologi dengan Partisipasi Komunikasi Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya tujuan utama dari program SLPTT padi adalah mensosialisasikan komponen-komponen teknologi budidaya tanaman padi hasil pengembangan lembaga penelitian Departemen Pertanian kepada masyarakat petani agar proses budidaya dapat berlangsung secara efektif dan efisien dengan hasil yang optimal. Untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara Karakteristik Inovasi Teknologi program SL-PTT padi dengan Partisipasi Komunikasi, maka dilakukan uji statistik
τ
– Kendal terhadap setiap unsur karakteristik inovasi teknologi
(keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat dicoba dan dapat diamati) dengan partisipasi komunikasi. Tabel berikut ini menampilkan hasil pengujian tersebut.
93
Tabel 22 Hubungan karakteristik inovasi teknologi dengan partisipasi komunikasi No.
Karakteristik Inovasi Teknologi
1. Keuntungan Relatif 2. Kesesuaian 3. Kerumitan 4. Dapat Dicoba 5. Dapat Diamati ** = berkorelasi sangat nyata pada p < 0,01
Partisipasi Komunikasi 0,139 0,128 0,189 0,684** 0,465**
Data hasil pengujian pada Tabel 22 menunjukkan bahwa unsur keuntungan relatif tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi, demikian juga halnya dengan unsur kesesuaian dan kerumitan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan petani peserta program SL-PTT padi mengatakan petani itu tidak susahsusah diberi penjelasan yang penting terlihat dan dapat kami buktikan sendiri. Kalau sudah terbukti tumbuhnya baik dan menguntungkan, tidak di perintahpun akan dikerjakannya sendiri. Petani tidak membutuhkan teori muluk-muluk bahwa sesuai atau tidak. Yang penting terbukti baik pertumbuhan dan menguntungkan, bahan tersedia ya pasti dikerjakannya. Petani tidak mengenal istilah rumit artinya pengerjaan sesulit apapun akan dikerjakannya apabilah mereka meyakini bahwa yang dikerjakan akan menghasilkan. Karena yang dapat mereka pikirkan adalah pemenuhan kebutuhan
sesaat
yang sangat
menKelurahank.
Berkali-kali
ditegaskan oleh petani tiap kali saya mengunjuninya bahwa modal mereka hanya tenaga, jadi akan dipaksakan sekuat tenaga apa yang bisa dikerjakan dikerjaknnya yan penting menghasilkan untuk menyambun kehidupannya. Ini ciri sikap petani yang tidak dilandasi dengan penetahuan dan pendidikan yang tidak memadai. Secara umum hasil pengujian ini menggambarkan bahwa keuntungan relatif dan kesesuaian dan kerumitan dari komponen-komponen teknologi SL-PTT tidak mempengaruhi partisipasi petani. Unsur dapat dicoba dan dapat diamati berkorelasi sangat nyata dengan partisipasi komunikasi, masing- masing dengan koefisien korelasi 0,684 dan 0,465 (p = 0,01). Unsur dapat dicoba dan dapat diamati berdampak sangat baik kepada petani, banyak diantara petani yang mengakui bahwa secara diam-diam mencoba beberapa teknologi yang menurutnya menguntungkan dan sulit ternyata benarbenar memberikan hasil yang baik, apabila demikian maka sulitpn akan
94
dikerjakannya.Kedua unsur tersebut dapat menjadi pemicu petani (responden) untuk berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan SL-PTT, dimana proses komunikasi berlangsung. Mengacu pada data penilaian responden tentang unsur-unsur karakteristik inovasi teknologi yang mencakup unsur keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan yang tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi disebabkan juga karena latar belakang pendidikan yang relaitf rendah 80 persen SD, maka dapat diprediksi bahwa mereka tidak mempunyai kalkulasi analisis matematis dan logis yang baik untuk dapat memperhitungkan keuntungan relatif. Berbeda halnya dengan dapat dicoba, dan dapat diamati, dimana keduanya dapat disaksikan langsung oleh mereka tanp harus berpikir dan melakukan analisis. Dari hasil analisis di atas, ada dua hal penting yang dapat dicatat dari kajian ini, yaitu bahwa dalam mensosialisasikan suatu paket teknologi kepada petani yang berlatarbelakang pendidikan rendah, maka metode memberikan contoh langsung di lapangan yang dapat disaksikan dan dirasakan langsung oleh mereka akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan memberikan penjelasan oral atau tertulis yang bersifat teoritis. Tidak adanya korelasi yang nyata antara tiga unsur peubah karakteristik inovasi teknologi
(keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan) dengan
partisipasi komunikasi dapat diartikan bahwa ketiga unsur tersebut tidak berpengaruh terhadap partisipasi petani dalam setiap kegiatan utama program SLPTT padi di lokasi penelitian. Kondisi tersebut di atas adapat dijelaskan melalui logika berpikir berikut ini : 1. PRA (Participatory Rural Apprisal) yang dilaksanakan pada tahap awal dimulainya program tersebut. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data awal mengenai kondisi lokasi secara lengkap (kondisi lahan, sarana dan prasarana yang tersedia, sumberdaya manusia, sosial-budaya dan hal-hal lain yang terkait dengan program tersebut). Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam pelaksanaan program dimaksud (dengan kata lain proses pengambilan kebijakan berkaitan dengan pelaksanaan program berlangsung secara bottomup). Namun demikian, informasi lapangan menunjukkan bahwa kegiatan PRA
95
tidak dilaksanakan. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan program tidak berjalan optimal karena
tidak didasarkan pada masukan masyarakat
(khususnya tentang keinginan, kondisi dan keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia serta kendala-kendala lainnya) dan kebijakan yang diambil cenderung bersifat top-down (tidak memperhatikan saran-saran dari masyarakat). Dengan demikian, karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan) tentu saja tidak berkorelasi dengan keaktifan petani pada kegiatan ini, karena jelas-jelas kegiatan ini (PRA) tidak dilaksanakan. 2. Kegiatan pertemuan yang terdiri dari pertemuan rutin dan pertemuan khusus. Pertemuan rutin seharusnya dilaksanakan pada awal persiapan pelaksanaan program untuk menjalin komunikasi yang baik antara petani, pemandu lapang dan pihak-pihak terkait lainnya. Sedangkan pertemuan khusus diadakan untuk mengantisipasi keadaan darurat yang terjadi dalam pelaksanaan program, misalnya terjadinya kerusakan pada sistem irigasi (pengairan), serangan hama yang bersifat luas, dll. Informasi lapangan menunjukkan bahwa kedua pertemuan khusus ini tidak pernah dilaksanakan karena mereka menganggap keadaan darurat yang dimaksudkan di atas selama ini tidak pernah terjadi. Sedangkan pelaksanaan pertemuan rutin juga tidak berlangsung optimal karena hanya dilakukan 2 kali sebelum program SL-PTT dimulai dan hanya diikuti oleh ketua kelompok dengan latar-belakang pendidikan relatif rendah (SD), sehingga sangat mungkin informasi yang diterima tidak membuatnya mengerti dan sulit untuk menginformasikannya kepada anggota kelompoknya. Berdasarkan uraian di atas, maka hasil analisis statistik yang menunjukkan tidak adanya korelasi antara partisipasi petani dengan karakteristik inovasi teknologi (khususnya unsur keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan) cukup beralasan. 3. Diskusi kelompok yang secara konseptual (petunjuk pelaksanaan program SLPTT padi) dilaksanakan setiap hari setelah setiap anggota kelompok melakukan pengamatan terhadap tanaman padi
ditanam di lahan mereka
(Sekolah Lapang). Pada pelaksanaannya di lapangan, kegiatan ini disepakati oleh petani untuk dilaksanakan hanya 1 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Jum’at (setelah Sholat Jum’at), karena pada hari Jum’at petani tidak
96
melakukan kegiatan di lahan mereka. Kegiatan tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Namun demikian, persepsi petani terhadap keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan komponen-komponen teknologi SL-PTT tidak dapat mempengaruhi keaktifannya pada kegiatan tesebut, karena ketiga unsur karakteristik inovasi teknologi tersebut tidak dapat ditunjukkan secara nyata hanya melalui diskusi saja, mereka butuh pembuktian yang dapat dilihat secara nyata. Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan rendahnya latarbelakang pendidikan petani peserta program. 4. Praktek lapang yang dilakukan secara rutin oleh petani peserta SL-PTT baik di lahan mereka sendiri (SL) dan di laboratorium lapang (LL) hingga saat ini. Namun demikian, keaktifan mereka terhadap kegiatan tersebut ternyata tidak berkorelasi dengan 3 unsur karakteristik inovasi SL-PTT (keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan), karena persepsi petani terhadap ketiga unsur dimaksud pada hakekatnya lebih banyak ditentukan oleh kemampuan petani untuk menghitung dan menganalisis secara logis, bukan didasarkan pada pengamatan semata. Berbeda halnya dengan unsur dapat dicoba dan dapat diamati, dimana petani dapat melihat langsung pada kegian praktek lapang ini dan terbukti berkorelasi sangat nyata dengan partisipasi komunikasi petani. Menurut Rogers (2003), atribut penentu suatu inovasi teknologi sehingga dapat diterima dengan oleh masyarakat meliputi keuntungan relatif (relative advantage), kesesuaian (compatibility), kerumitan (complexibility), dapat dicoba (trialability) serta dapat diamati (observability). Dia menggambarkan suatu kegagalan suatu adopsi inovasi teknologi tentang pengujian kandungan nitrogen tanah sebelum petani melakukan penanaman jagung. Sosialisasi inovasi teknologi tersebut dilakukan di beberapa negara bagian di Amerika sekitar tahun 1990-an dalam rangka mengefisienkan penggunaan pupuk nitrogen serta mengatasi pencemamaran lingkungan akibat penggunaan pupuk tersebut. Namun demikian, adopsi inovasi tersebut dianggap gagal akibat dari tidak terpenuhinya beberapa atribut penentu yang disebutkan di atas (keuntungan relatif, kesesuaian dan keteramatan). Gambaran tersebut sangat relevan dengan hasil-hasil yang diuraikan di atas, di mana hanya ada dua atribut inovasi teknologi SL-PTT yang berpengaruh signifikan terhadap partisipasi komunikasi, yaitu atribut dapat dicoba
97
(trialability) dan dapat diamati (observability). Alasan logis dari terjadinya kondisi tersebut lebih dipengaruhi oleh karakteristik petani yang lebih didominasi oleh petani dengan latar belakang pendidikan yang rendah (mereka lebih mempercayai apa yang dapat disaksikan secara langsung dari pada informasi yang bersifat teoritis).
Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Partisipasi Komunikasi Hubungan peubah bebas saluran komunikasi dengan peubah antara partisipasi komunikasi diuji dengan uji statistik τ– Kendal. Data dari setiap unsur saluran komunikasi meliputi waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan jenis media komunikasi. Data pada Tabel 23 menunjukkan hasil analisis hubungan (korelasi) dari kedua peubah tersebut. Tabel 23 Hubungan saluran komunikasi dengan partisipasi komunikasi No. 1. 2. 3.
Saluran Komunikasi Waktu Pelaksanaan Tempat Pelaksanaan Jenis Media
Partisipasi Komunikasi -0,055 0,220 -0,120
Hasil uji korelasi pada Tabel 23 menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan berhubungan terbalik dengan partisipasi komunikasi, artinya petani menganggap waktu pelaksanaan sudah tepat akan tetapi tidak berpartisipasi. Alasan petani tidak berpartisipasi karena merasa sangat kelelahan, nampaknya petani sangat mengandalkan fisiknya dalam mengolah dan melakukan usaha taninya. Seringkali petani pada saat diundang tidak hadir karena tertidur alasannya istirahat sejenak, seringpula mengatakan menyelesaikan urusan lain yang sangat menKelurahank. Tempat pelaksanaan yang diujikan dalam indikator saluran komunikasi juga tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi. Jenis media yang diuji nampaknya berkorelasi terbalik dengan partisipasi komunikasi artinya dugaan tentang adanya media cetak dan elektronik dalam hal ini tidak membuat petani berpartisipasi., dan fakta dilapangan bahwa media cetak seperti (leafleat, brosur, majalah) dan elektronik (siaran TV, siaran radio, caset, CD) yang dapat diakses oleh responden untuk memperoleh informasi seputar program SL-PTT, khususnya tentang komponen-komponen teknologi yang dianjurkan tidak tersedia. Satu-
98
satunya saluran informasi yang dapat menghubungkan antara responden (petani) dengan pemandu lapang dalam hal ini hanyalah komunikasi langsung.
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Partisipasi Komunikasi Korelasi antara peubah bebas karakteristik petani dengan peubah antara partisipasi komunikasi diuji dengan uji statistik
τ–Kendal.
Ada empat unsur
karakteristik petani yang diuji, yaitu umur, pendidikan, luas lahan dan pengalaman bertani. Tabel 24 memuat data dari hasil-hasil pengujian tersebut. Tabel 24 Hubungan karakteristik petani dengan partisipasi komunikasi No. Karakteristik Petani 1. Umur 2. Pendidikan 3. Luas Lahan 4. Pengalaman Bertani ** = berkorelasi sangat nyata ( p = 0,01)
Partisipasi Komunikasi 0,616** 0,052 0,145 0,543**
Hasil-hasil pengujian dalam Tabel 24 menggambarkan bahwa unsur umur dan pengalaman bertani menunjukkan korelasi yang sangat nyata dengan partisipasi komunikasi. Sebaliknya, unsur pendidikan dan luas lahan tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi. Dengan kata lain, umur dan pengalaman bertani responden (petani) mempengaruhi tingkat partisipasi mereka pada kegiatan-kegiatan utama SL-PTT (dimana proses komunikasi antara responden dan pemandu lapang berlangsung). Sedangkan luas lahan dan pendidikan tidak berpengaruh. Pertanyaan kemudian yang muncul, adalah mengapa umur berkorelasi dengan partisipasi komunikasi, dikarenakan petani yang menjadi responden umumnya tergolong umur produktif, umur dimana aktif-aktifnya mencari informasi, kegiatan-kkeiatan yang mungkin menunjang kemaajuan pertaniannya. Jadi bagi mereka selalu mengupayakan berpartisipasi tiap kali diharapkan keikutsertaannya. Pengalaman bertanipun berkorelasi sangat nyata dengan partisipasi komunikasi, artinya yang berpengalaman justru lebih berpartisipasi dari pada yang kurang berpengalaman. Ini disebabkan yang tidak atau kurang berpartisipasi itu seringkali masih mengutamakan kegiatan yang lain sebagai sumber pencaharian,
99
sedangkan yang sudah berpengalaman konsisten dengan usaha pertanaman padi saja. Pendidikan dan luas lahan tidak berkorelasi dengan partisipasi. Pendidikan petani responden kurang lebih 80 persen berpendidikan SD, seringkali ditemui pada petani yang berpendidikan rendah kurang kreatif dan kecendrungannya hanya melakukan pertaniannya secara klasik terus-menerus. Kondisi masyarakat yang latar belakang pendidikan yang sangat rendah sangat tergantung oleh seorang pemandu lapang atau penyuluh pertanian. Kapan penyuluh pertanian tidak
mendampinginya
maka
dapat
dikatakan
pertaniannya
tidak
lagi
menghasilkan apa-apa. Hasil uji statistik pada Tabel 24 , khususnya untuk korelasi antara unsur umur dan pengalaman bertani dengan partisipasi komunikasi dapat dijelaskan berdasarkan logika berpikir bahwa mereka yang sudah berumur dan mempunyai pengalaman bertani
yang cukup memang sudah memilih bertani
sebagai mata pencaharian permanen dan tentu akan tertarik untuk mencari jalan meningkatkan pendapatan melalui peningkatan pengetahuan dan teknologi bertani.