IV. 4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengamati kegiatan-kegiatan dan pola kerja dari aktivitas pemetikan teh. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menyesuaikan metode pengambilan data yang cocok dengan mengamati aktivitas pemetikan teh, cara pemetikan teh, lama bekerja, dan lain-lain. Pemetik teh melakukan pemetikan secara manual. Setiap harinya, pemetik memulai pekerjaannya dari pukul 07.00 – 14.00 WIB. Untuk sampai ke lokasi pemetikan, para pemetik harus jalan terlebih dahulu dengan kondisi jalan yang naik-turun. Setelah tiba di tempat pemetikan, para pemetik istirahat terlebih dahulu dan kadang-kadang para pemetik tersebut sarapan di kebun sebelum bekerja. Disela-sela waktu istirahat tersebut, pemetik mempersiapkan diri untuk memulai bekerja, yaitu dengan memakai sarung tangan, plastik, dan celemek. Selanjutnya, para pemetik memulai untuk memetik pucuk teh. Pucuk-pucuk teh yang sudah dipetik tersebut diletakkan terlebih dahulu ke dalam carangka. Pemetik membutuhkan waktu 30 menit sampai 1 jam hingga carangka dirasa penuh dan berat. Setelah carangka penuh, pucuk-pucuk tersebut dipindahkan ke dalam waring. Lalu pemetik melanjutkan kembali aktivitas pemetikannya. Waring tersebut dapat terisi penuh apabila sudah 4-5 kali diisi. Pucuk-pucuk yang di dalam waring itulah yang nantinya akan ditimbang. Penimbangan dilakukan dua kali yaitu pada pukul 11.00 WIB dan 14.00 WIB. Kemudian pucuk-pucuk tersebut diangkut oleh truk ke pabrik. Satu siklus aktivitas pemetikan tehdisajikan pada Gambar 10. Melihat pola kerja di atas maka pengukuran beban kerja dimulai dari rumah subjek hingga aktivitas pemetikan di kebun. Data istirahat rendah subjek dapat diperoleh saat subjek masih di rumah, karena jika sudah di kebun maka denyut jantung sudah dipengaruhi oleh aktivitas jalan pada sebelumnya. Di rumah, subjek melakukan step test sebelum memulai aktivitasnya. Di kebun, subjek istirahat terlebih dahulu sekaligus melakukan persiapan sebelum kerja. Namun, aktivitas sarapan di kebun ditiadakan karena subjek sudah disarankan untuk makan 2 (dua) jam sebelum pengukuran dimulai. Pengukuran beban kerja dilakukan 3 (tiga) kali ulangan dengan masing-masing ulangan selama 30 menit. Waktu kerja saat pengukuran tersebut dipilih berdasarkan waktu ketika carangka sudah cukup penuh oleh pucuk-pucuk teh. Pengukuran beban kerja ini hanya dilakukan pada pagi hari, yaitu pada penimbangan pertama. Pucuk-pucuk yang diperoleh selama pengukuran ditimbang untuk mengetahui berat pucuk (kuantitas) dari masing-masing subjek.
1.
Jalan ke kebun
4. Meletakkan pucuk ke carangka
2. Persiapan kerja
3. Memetik teh
5. Carangka penuh
6. Pucuk dipindahkan ke waring
7. Penimbangan di kebun
8. Pucuk dipindahkan ke truk
Gambar 10. Aktivitas pemetikan teh
23
Lokasi pemetikan berbeda setiap harinya tergantung dari kondisi pucuk-pucuknya. Lokasi pemetikan ditentukan oleh mandor petik. Oleh karena itu, sangat sulit untuk melakukan pengukuran denyut jantung subjek pada elevasi dan kondisi pucuk yang sama, sehingga pada saat pengukuran, subjek diminta untuk melakukan pemetikan pada daerah yang tidak terlalu ekstrim agar setiap subjek berada pada kondisi lahan yang hampir sama. Selain pengukuran denyut jantung, pengukuran produktivitas juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh energi yang dikeluarkan dengan output yang dihasilkan. Berdasarkan peraturan dari perusahaan, bahwa produktivitas seorang pemetik dapat dilihat dari berat pucuk yang dihasilkan (kuantitas) dan kualitas pucuk berdasarkan analisa pucuk yang dilakukan pabrik. Parameter kuantitas dapat dilihat dari basic yield yang ditentukan perusahaan. Setiap bulannya basic yield itu berbedabeda tergantung dari keadaan pucuk dan lingkungan. Sedangkan parameter kualitas dapat dilihat dari analisa pucuk. Perusahaan telah memiliki indeks penilaian berdasarkan analisa pucuk yang dilakukan pabrik (Lampiran 2). Perusahaan melakukan analisa pucuk dengan mengambil sampel 1 kg dari masing-masing Withering Trough (WT) lalu pucuk tersebut diambil lagi 100 gram. Pucuk yang 100 gram itulah yang kemudian dipisah-pisahkan berdasarkan jenis pucuknya. Pucuk-pucuk yang sudah dipisahkan berdasarkan jenisnya tersebut ditimbang untuk dihitung persentasenya. Analisa pucuk yang dilakukan untuk masing-masing subjek pun dapat dilakukan dengan mengacu dari prosedur yang dilakukan perusahaan. Namun, perbedaannya adalah pada jumlah sampel yang diambil. Pada penelitian ini, sampel diambil sebanyak 500 gram sesuai dengan teori teknik sampling.
4.2 KALIBRASI SUBJEK PENELITIAN (METODE STEP TEST) Pengukuran denyut jantung menggunakan alat Heart Rate Monitor (HRM) yang dipasang tepat di dada menyentuh kulit agar detak jantung dapat terdeteksi dan terukur, dan kemudian secara otomatis akan diterima sekaligus disimpan oleh Data Receiver and Memory (perekam) yang berupa jam tangan yang dipakai di pergelangan tangan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan HRM adalah pemasangan sensor di dada yang harus benar-benar menempel dan Data Receiver and Memory yang digunakan pada pergelangan tangan harus diletakkan agak ke atas agar datanya tidak bias. Jika pemasangan HRM yang sudah tepat ditandai dengan berkedipnya lambang jantung pada bagian perekam. Sebelum melakukan pengukuran denyut jantung, subjek terlebih dahulu diukur tinggi dan berat badannya. Hasil pengukuran dimensi tubuh digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh subjek agar dapat diketahui nilai BME dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (Tabel 3). Perhitungan luas permukaan tubuh dan penentuan nilai BME dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai BME untuk semua subjek disajikan pada Tabel 4.
24
Tabel 4. Data dimensi tubuh subjek
Subjek
Usia (tahun)
Tinggi Badan (cm)
Berat Badan (kg)
Luas Permukaan Tubuh (m2)
VO2 (L)
BME (kkal/menit)
F1
45
146.5
54.5
1.47
182
0.865
F2
53
143
34.5
1.19
147
0.698
F3
34
155
53
1.52
188
0.893
F4
45
156
63
1.64
203
0.964
M1
46
157
58.5
1.60
198
0.990
M2
45
157
47
1.45
179
0.895
M3
50
159
50
1.51
187
0.935
M4
60
154
43
1.38
171
0.855
Contoh perhitungan luas permukaan tubuh dan BME untuk subjek F3 adalah :
H 155 cm ; W 53 kg A H 0.725 W 0.425 0.007246 A (155) 0.725 (53) 0.425 0.007246 1.52 m2 VO2 = 188 [Tabel 3]
BME
(188 0.95 5) 0.893 kkal/menit 1000
Kalibrasi denyut jantung perlu dilakukan pada masing-masing subjek untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja. Semua kegiatan step test dilakukan pada bangku dengan ketinggian yang sama, yaitu setinggi 27 cm. Step test dilakukan dengan 4 frekuensi, yaitu 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit, dimana satu siklus terdiri dari empat langkah kaki ketika naik-turun bangku. Pengaturan langkah kaki agar sesuai siklus dapat menggunakan alat bantu digital metronome. Bunyi yang dikeluarkan oleh digital metronome diatur sebanyak empat kali frekuensi yang akan digunakan. Grafik pengukuran denyut jantung dengan metode step test untuk subjek F3 dan M2 disajikan pada Gambar 11. Grafik denyut jantung dengan metode step test untuk subjek yang lain terdapat pada Lampiran 3. Kedua grafik pada Gambar 11 menunjukkan bahwa pada awal pengukuran (istirahat awal), denyut jantung subjek terlihat naik-turun tidak beraturan, artinya denyut jantung tersebut kurang stabil. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian subjek dengan pengukuran dan alat ukur yang digunakan. Selain itu, pada step test pertama pun (15 siklus/menit) denyut jantung masih kurang stabil, hal ini dikarenakan subjek juga masih mengalami penyesuaian terhadap langkah kaki dan bunyi digital metronome saat melakukan step test. Namun, seiring berjalannya waktu pengukuran, denyut jantung sudah mulai stabil dan dengan pola yang diharapkan. Gambar 11 menunjukkan bahwa denyut jantung meningkat sesuai dengan peningkatan frekuensi step test. Denyut jantung yang meningkat tersebut menggambarkan bahwa beban kerja subjek meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi step test. Pada grafik juga terlihat bahwa denyut jantung F3 lebih besar daripada M2. Selain itu, pola perubahan denyut jantung pada subjek F3 lebih terlihat jelas, artinya setiap perubahan frekuensi step test dapat mengakibatkan perubahan denyut jantung yang cukup tinggi.
25
denyut jantung (denyut/menit)
HR step test F3 ST1
R1
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
R2
20
ST2
25
30
R3
35
40
45
ST4
R4
ST3
50
55
60
R5
65
70
waktu (menit)
Denyut jantung (denyut/menit)
HR step test M2 ST1
R1
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
R2
20
ST2
25
30
R3
35
ST3
40
45
R4
50
ST4
55
60
R5
65
70
Waktu (menit)
Gambar 11. Grafik denyut jantung subjek F3 dan M2 pada saat kalibrasi step test
26
Denyut jantung (denyut/menit)
HR step test M3
0
5
R2
ST1
R1
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
10
15
20
R3
ST2
25
30
35
ST3
40
45
ST4
R4
50
55
60
R5
65
70
Waktu (menit)
Gambar 12. Grafik denyut jantung subjek M3 pada saat kalibrasi step test
Keterangan Gambar 11 dan 12 : R1 ST1 R2 ST2 R3
: Rest 1 : Step test 15 siklus/menit : Rest 2 : Step test 20 siklus/menit : Rest 3
ST3 R4 ST4 R5
: Step test 25 siklus/menit : Rest 4 : Step test 30 siklus/menit : Rest 5
27
Namun, pada subjek M3 ada beberapa data yang tidak terdeteksi, yaitu yang bernilai 0, seperti terlihat pada Gambar 12. Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya kesalahan alat saat pengukuran berlangsung. Alat yang tidak bisa membaca denyut jantung sementara tersebut terjadi karena bagian sensor yang kurang terpasang dengan baik atau bagian perekamnya yang bergeser. Kesalahan yang disebabkan oleh alat pun terjadi pada F1 (Lampiran 4). Nilai denyut jantung (HR) yang digunakan untuk perhitungan nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) adalah nilai dari hasil rata-rata data denyut jantung minimal selama 30 detik atau 6 buah data yang dianggap stabil. Secara umum, data yang diambil tidak boleh data pada menit-menit awal dan menit-menit akhir. Nilai HRwork diambil dengan merata-ratakan data pada menit ke-3 (aerob) pada masing-masing step test, karena pada menit ke-1 dan ke-2 terjadi proses anaerob pada subjek. HRrest dipilih data yang rendah dan konstan. Berikut ini adalah contoh perhitungan data HR dan IRHR untuk subjek F3 pada step test 1 (15 siklus/menit) : HRrest (04’10’’ - 05’10’’) = HRrest
67 67 67 67 68 68 68 67 68 68 68 67 68 13
= 67.54
HRwork (12’40’’ – 13’25’’) =
104 103 101 103 103 102 104 104 103 102 10
= 102.90 IRHRwork
=
102.90 1.52 67.54
Pengukuran denyut jantung saat istirahat itu dilakukan selama 10 menit karena diharapkan memperoleh nilai denyut jantung terendah seseorang ketika tidak melakukan kerja. Setiap pergantian frekuensi step test pun subjek diminta untuk istirahat selama 10 menit untuk mengembalikan kondisi denyut jantung ke keadaan rendah meskipun tidak serendah pada saat istirahat awal karena istirahat kedua dan seterusnya sudah dipengaruhi oleh beban kerja sebelumnya. Oleh sebab itu, nilai HRrest yang digunakan sebagai pembanding dari nilai HRwork adalah nilai HRrest yang pertama dimana terdapat nilai HR terendah seseorang. Nilai IRHR step test dari masing-masing subjek dapat diperoleh dengan membandingkan nilai HRwork terhadap HRrest. Data IRHR step test semua subjek dapat dilihat pada Tabel 5. Selain nilai IRHR step test, nilai WECST (Work Energy Cost) yang merupakan laju konsumsi energi subjek saat melakukan kerja juga perlu dihitung. Nilai WECST dapat dipengaruhi oleh berat badan dari subjek, tinggi bangku step test, dan frekuensi step test. Kalibrasi step test ini menghasilkan empat buah data WECST untuk masing-masing subjek. Contoh perhitungan WECST untuk subjek F3 adalah sebagai berikut :
w g h 2 f 4.2 1000 w g h 2 f 4.2 1000 w g h 2 f 4.2 1000 w g h 2 f 4.2 1000
WEC ST 1 WEC ST 2 WEC ST 3 WEC ST 4
53 9.81 0.27 2 15 1.00 kkal/menit 4.2 1000 53 9.81 0.27 2 20 1.37 kkal/menit 4.2 1000 53 9.81 0.27 2 25 1.67 kkal/menit 4.2 1000 53 9.81 0.27 2 30 2.00 kkal/menit 4.2 1000
28
Nilai IRHRST dan WECST tersebut dimasukkan ke dalam grafik yang akan membentuk garis linier, yang berfungsi menghasilkan suatu persamaan daya yang berbeda pada masing-masing subjek. Persamaan daya tersebut yaitu Y = aX + b, dimana Y merupakan nilai IRHR dan X merupakan nilai WECST. Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST untuk subjek F3 dan M2 dapat dilihat pada Gambar 13 dan grafik untuk subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
F3 2,50
IRHR
2,00 y = 0,5993x + 0,966 R² = 0,9915
1,50
1,00 0,50 0,00 0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
WEC (kkal/menit)
M2 2,00 IRHR
1,50
y = 0,4177x + 1,0019 R² = 0,98
1,00 0,50 0,00 0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
WEC (kkal/menit)
Gambar 13. Grafik hubungan IRHRST dan WECST pada subjek F3 dan M2 Perbedaan nilai kenaikan IRHR terhadap beban kerja dapat dilihat dari nilai slope yang berbeda-beda dari setiap subjek, semakin curam kemiringannya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap tingkat beban kerja (WECST), begitu pula sebaliknya. Nilai b yang dihasilkan umumnya akan mendekati angka 1 (satu). Hal ini menunjukkan nilai laju denyut jantung subjek saat tidak bekerja sama dengan atau mendekati laju denyut jantung saat dalam kondisi istirahat. Data keseluruhan IRHRST dan WECST disajikan pada Tabel 5. Data persamaan daya yang terbentuk dari hubungan IRHRST dan WECST dapat dilihat pada Tabel 6.
29
Tabel 5. Data IRHRST dan WECST Subjek
HR (steptest)
IRHRST [Y]
WECST (kkal/menit) [X]
F1
Rest 85.33
ST1 114.50
ST2 128.56
ST3 131.13
ST4 141.50
Rest 1.00
ST1 1.34
ST2 1.51
ST3 1.54
ST4 1.66
Rest 0.00
ST1 1.03
ST2 1.37
ST3 1.72
ST4 2.06
F2
65.10
96.77
108.00
113.00
121.90
1.00
1.49
1.66
1.74
1.87
0.00
0.65
0.87
1.09
1.31
F3
67.54
102.90
118.87
131.40
150.11
1.00
1.52
1.76
1.95
2.22
0.00
1.00
1.37
1.67
2.00
F4
85.63
128.71
131.44
137.45
140.54
1.00
1.50
1.53
1.61
1.64
0.00
1.19
1.59
1.99
2.38
M1
64.58
114.42*
109.83
114.39
126.00
1.00
1.70
1.77
1.95
0.00
0.74
0.92
1.11
M2
62.29
83.78
95.05
103.82
105.87
1.00
1.34
1.53
1.67
1.70
0.00
0.89
1.19
1.48
1.78
M3
75.03
101.63
112.41
121.57
139.54
1.00
1.35
1.50
1.62
1.86
0.00
0.95
1.26
1.58
1.89
M4
55.85
83.08
96.63
98.50
98.50*
1.00
1.49
1.73
1.76
0.00
0.81
1.08
1.36
Keterangan : * Data tidak digunakan untuk persamaan daya
Tabel 6. Data persamaan daya hubungan IRHRST dan WECST R2
F1
Persamaan kalibrasi (Y = IRHR; X = WEC) Y = 0.321X + 1.013
F2
Y = 0.668X + 1.028
0.988
F3
Y = 0.599X + 0.966
0.991
F4
Y = 0.273X + 1.065
0.916
M1
Y = 0.854X + 1.013
0.992
M2
Y = 0.417X + 1.001
0.98
M3
Y = 0.437X + 0.969
0.979
M4
Y = 0.591X + 1.014
0.974
Subjek
0.983
30
Masing-masing subjek memiliki persamaan yang berbeda-beda tergantung kemampuan fisiologisnya. Secara umum, nilai a (slope) subjek laki-laki lebih tinggi dibandingkan subjek perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap pekerjaannya dibandingkan perempuan. Pada kondisi beban kerja yang sama, laki-laki memiliki tingkat kejerihan yang lebih tinggi. Nilai a tertinggi pada subjek perempuan dimiliki oleh subjek F2, artinya ketika F2 memiliki IRHR maksimal sebesar 1.87, tetapi tingkat beban kerja maksimalnya 1.31 kkal/menit. Nilai a terendah untuk subjek perempuan dimiliki oleh subjek F4. Jika dilihat di Tabel 5, F4 memiliki tingkat beban kerja yang cukup tinggi yaitu 2.38 kkal/menit namun IRHR dari F4 hanya sekitar 1.64. Pada subjek laki-laki, M1 memiliki nilai a tertinggi dan M2 memiliki nilai a terendah. Subjek M1 memiliki tingkat beban kerja maksimal sebesar 1.11 kkal/menit dengan nilai IRHR yang tinggi yaitu 1.95 sedangkan subjek M2 memiliki tingkat beban kerja maksimal sebesar 1.78 kkal/menit dengan nilai IRHR sebesar 1.70. Pada kondisi ini, subjek dengan slope rendah lebih baik karena tingkat kejerihan yang dirasakan pada kondisi beban kerja yang sama akan lebih kecil dibandingkan dengan subjek yang memiliki slope tinggi. Pada Tabel 5 terlihat bahwa ada beberapa data yang tidak digunakan untuk menghitung persamaan daya seperti data yang dimiliki M1 dan M4. Step test pertama yang dilakukan M1 memiliki HR yang lebih tinggi dibandingkan step test kedua. Selain itu, pada M4 pun, step test keempat yang dilakukan memiliki nilai HR yang sama dengan step test ketiga. Padahal, seharusnya nilai IRHR akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat beban kerja. Kesalahan tersebut terjadi disebabkan oleh subjek yang belum bisa menyesuaikan langkah kaki dengan bunyi digital metronome. Hal itulah yang menjadi pertimbangan untuk tidak menggunakan data step test pertama M1 dan data step test keempat M4 dalam penentuan persamaan daya. Selain itu, jika data-data yang aneh tersebut tetap dimasukkan ke dalam penentuan persamaan daya, maka nilai R2 dari kedua subjek tersebut akan rendah. Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi X terhadap variansi/keragaman. Koefisien determinasi juga dapat diartikan sebagai koefisien korelasi linier sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak X dan Y. Pada hasil hubungan korelasi antara WECST dan IRHRST diperoleh titik-titik yang menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang tinggi antara WEC ST dan IRHRST. Nilai dari koefisien determinasi tersebut adalah berkisar dari nol sampai dengan satu (0
4.3 PENGUKURAN BEBAN KERJA SAAT AKTIVITAS PEMETIKAN TEH Pada penelitian ini, subjek yang digunakan adalah 4 (empat) orang laki-laki dan 4 (orang) perempuan. Hal ini dilakukan untuk membandingkan tingkat energi yang dikeluarkan oleh laki-laki dan perempuan. Subjek-subjek tersebut dipilih secara acak baik oleh mandor maupun pilihan sendiri. Aktivitas yang dilakukan subjek adalah memetik pucuk-pucuk teh secara manual, artinya subjek memetik teh dengan menggunakan tangan dan tanpa alat bantu. Pengukuran dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 06.00 WIB sampai dengan 09.30 WIB. Keadaan cuaca pada saat pengukuran berubah-ubah, pada pukul 06.00 – 06.30 WIB cuaca masih berkabut sedikit, namun pada pukul 06.30 – 09.30 WIB keadaan cuaca sudah mulai panas. Hal ini terjadi pada setiap subjek sehingga dapat
31
dikatakan bahwa subjek berada pada kondisi yang hampir sama sehingga pengaruhnya untuk subjek diperkirakan sama. Pada saat pengukuran beban kerja fisik, parameter yang digunakan adalah waktu bekerja (aktivitas pemetikan teh). Hal ini dilakukan karena sangat sulit untuk menggunakan parameter luas lahan atau berat pucuk yang dihasilkan. Waktu yang digunakan pada masing-masing kerja yaitu selama 30 menit, dan diselingi dengan istirahat selama 10 menit. Sebelum melakukan aktivitas pemetikan teh, setiap subjek dikondisikan untuk istirahat selama 10 menit untuk mengetahui nilai denyut jantung saat istirahat. Setelah itu, subjek melakukan step test dengan frekuensi 15 siklus/menit selama 5 menit. Step test tersebut berfungsi sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung subjek. Aktivitas istirahat dan step test tersebut dilakukan di rumah agar didapat nilai denyut jantung yang terendah (saat istirahat) dan belum terpengaruh oleh kegiatan sebelumnya. Setiap subjek harus berjalan terlebih dahulu ke kebun dengan jarak dan kondisi jalan yang berbeda-beda. Kondisi jalan yang berbeda itulah yang menyebabkan nilai WEC yang berbeda-beda juga untuk setiap subjek. Tabel 7. Data IRHR dan WEC saat jalan ke kebun Subjek F1
IRHR 1.30
WEC jalan (kkal/menit) 0.89
F2
1.42
0.59
F3
1.63
1.11
F4
-
-
M1
1.27
0.30
M2
1.54
1.29
M3
1.21
0.55
M4
1.41
0.67
Pada Tabel 7 terlihat bahwa secara umum nilai WECjalan perempuan 0.59 – 1.11 kkal/menit sedangkan WECjalan subjek laki-laki 0.30 – 1.29 kkal/menit. Namun, nilai WEC saat jalan untuk subjek M2 diperoleh sangat tinggi, yaitu 1.29 kkal/menit karena saat jalan ke kebun subjek M2 harus melewati kondisi jalan yang sangat menanjak untuk sampai ke lokasi pemetikan. Kondisi lahan yang seperti itu dapat menguras tenaga dan menaikkan denyut jantung dari subjek itu sendiri, sehingga untuk meminimalisir kondisi yang dapat menguras tenaga tersebut, maka perusahaan menyediakan kendaraan (truk) bagi para pemetik perempuan. Fasilitas ini hanya digunakan untuk tujuan lokasi yang cukup jauh dari rumah pemetik, seperti yang dilakukan oleh subjek F4. Ketika pengukuran berlangsung, lokasi pemetikan untuk subjek F4 agak jauh dari rumah subjek sehingga F4 memutuskan naik truk. Hal itulah yang menyebabkan data HR jalan untuk subjek F4 tidak ada. Setiap subjek memiliki waktu yang berbeda-beda untuk menuju ke lokasi pemetikan. Subjek F1 dan F2 membutuhkan waktu 11 menit untuk berjalan, subjek F3 menghabiskan waktu 22 menit untuk sampai ke lokasi pemetikan, sementara M2 menghabiskan waktu yang tidak jauh berbeda dengan F3 yaitu selama 20 menit, subjek M1 hanya membutuhkan waktu 8 menit, dan subjek M4 jalan ke kebun selama 16 menit. Subjek yang paling lama menghabiskan waktu jalan yaitu M3, kurang lebih selama 27 menit, hal ini dikarenakan rumah M3 yang sangat jauh dari lokasi pemetikan saat itu. Namun, nilai WEC untuk subjek M3 tidak terlalu tinggi karena M3 menempuh jalan yang menurun sehingga tidak terlalu menguras energi.
32
Setelah subjek tiba di lokasi pemetikan, subjek dikondisikan istirahat agar terjadi proses recovery sebelum aktivitas utama dilakukan. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, diperoleh laju denyut jantung dan energi yang dikeluarkan dari setiap subjek berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik setiap orang dalam menerima suatu beban kerja. Pengukuran denyut jantung saat kerja ini dilakukan selama 30 menit dengan diselingi istirahat selama 10 menit pada setiap ulangan untuk memulihkan kembali kondisi fisik subjek dan pola denyut jantung subjek hampir mendekati keadaan awal. Sebelum memulai pemetikan, sebagian subjek melakukan persiapan di kebun seperti menggunakan sarung tangan dan celemek. Namun, tidak semua pemetik melakukan hal itu karena bisa saja pemetik sudah menggunakan peralatan tersebut dari sejak di rumah. Grafik data pengukuran denyut jantung saat aktivitas pemetikan subjek F3 dan M2 disajikan pada Gambar 14 dan 18, sedangkan untuk grafik lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Jika dilihat pada Gambar 14, titik maksimum denyut jantung pada setiap pengulangan tidak jauh berbeda (pada selang yang tidak terlalu besar). Denyut jantung mulai naik saat subjek mulai bekerja namun seiring berjalannya waktu denyut jantung saat bekerja mulai relatif stabil. Setiap pengulangan pengukuran denyut jantung terdapat perbedaan nilai denyut jantung dalam satu unit kerja yang sama. Pada gambar 14, terlihat bahwa subjek F3 pada pengulangan pertama memiliki grafik denyut jantung yang lebih tinggi dibandingkan grafik pada pengulangan kedua dan ketiga. Hal ini menandakan bahwa subjek pada pengukuran awal masih menyesuaikan dengan keadaan dan pekerjaannya namun saat pengukuran selanjutnya sudah mulai bisa stabil karena subjek sudah mulai terbiasa dengan kondisi lingkungan saat pengukuran berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan, pola denyut jantung subjek M2 cenderung lebih stabil dibandingkan pola denyut jantung F3. Tetapi, nilai denyut jantung subjek M2 saat bekerja hampir sama dengan saat istirahat bahkan nilai denyut jantung istirahat disela-sela aktivitas pemetikan pun jauh berbeda dengan denyut jantung istirahat awal. Hal ini menandakan bahwa subjek M2 membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan kembali denyut jantungnya seperti semula. Selain itu, subjek M2 merokok saat pengukuran dilakukan. Aktivitas merokok juga dapat sangat mempengaruhi denyut jantung subjek. Ketika istirahat subjek seharusnya dikondisikan tidak menerima beban kerja apapun, namun sangat sulit untuk mengontrol subjek sehingga hal tersebut tidak bisa dihindari. Kesalahan yang terjadi pada saat kalibrasi step test juga terjadi pada pengukuran beban kerja saat aktivitas pemetikan teh. Kenaikan dan penurunan data yang terlalu ekstrim seperti pada Gambar 15 disebabkan oleh kesalahan perekaman data.
33
denyut jantung (denyut/menit)
HR kerja F3 ST1 P
R1
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
10
20
jalan
30
W1
R2
40
50
60
70
W2
R3
80
90
100
110
W3
R4
120
130
140
150
R5
160
170
180
Waktu (menit)
denyut jantung (denyut/menit)
HR kerja M2 R1
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
10
ST1
20
jalan
30
R2
40
50
P
W1
60
70
80
90
100
110
W3
R4
W2
R3
120
130
140
150
R5
160
170
Waktu (menit)
Gambar 14. Grafik data pengukuran denyut jantung saat aktivitas pemetikan subjek F3 dan M2
34
denyut jantung (denyut/menit)
HR kerja M3 R1 ST1
240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
R2
Jalan
P
50
60
70
80
90
100
110
W2
R3
W1
120
130
140
150
160
J
R4
170
180
W3
190
200
R5
210
220
Waktu (menit)
Gambar 15. Grafik Grafik data pengukuran denyut jantung saat aktivitas pemetikan subjek M3 Keterangan Gambar 14 dan 15 : R1 ST1 P Jalan R2 W1
: Rest 1 : Step test 1 (15 siklus/menit) : Persiapan : Jalan ke kebun : Rest 2 : Work 1 (memetik I)
R3 W2 J R4 W3 R5
: Rest 3 : Work 2 (memetik II) : Jalan pindah kebun : Rest 4 : Work 3 (memetik III) : Rest 5
35
Nilai HRwork didapatkan dengan merata-ratakan nilai denyut jantung ketika subjek melakukan aktivitas pemetikan teh. Sementara nilai HRrest diperoleh dari data denyut jantung istirahat awal dimana nilainya masih rendah. Pengambilan data denyut jantung untuk HRrest dan HRwork setelah menit ke-3 dan diambil minimal 6 data denyut jantung. Nilai IRHR untuk masing-masing subjek dapat diperoleh dengan membandingkan nilai HRwork terhadap HRrest. Contoh perhitungan nilai HR dan IRHR untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : HRrest (07’15’’ - 08’10’’) =
65 63 66 65 63 62 62 61 64 64 65 63 12
HRrest = 63.58 HRwork (12’40’’ – 13’25’’)
100 100 101 100 100 107 102 100 100 103 105 103 103 102 14 = = 101.86 IRHRwork
=
101.86 1.60 63.58
Nilai IRHR dari setiap subjek dapat dilihat pada Tabel 8. Klasifikasi tingkat beban kerja berdasarkan nilai IRHR untuk masing-masing subjek dapat mengacu dari Tabel 1. Klasifikasi tingkat beban kerja kualitatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai IRHR pada Tabel 9 diperoleh dengan merata-ratakan ketiga nilai HRwork dari tiga kali pengulangan. Dari data hasil rata-rata tersebut terlihat bahwa nilai IRHR laki-laki cenderung lebih besar daripada perempuan. Subjek laki-laki diklasifikasikan pada kategori ringan hingga sedang sedangkan seluruh subjek perempuan diklasifikasikan pada kategori ringan. Subjek laki-laki yang termasuk dalam kategori sedang adalah subjek M1, M2, dan M4. Heart Rate (HR) secara ergonomika merupakan indikator psychophisiology. Oleh karena itu, denyut jantung dapat mengindikasikan beban fisik dan psikologis. Pada saat subjek termasuk klasifikasi kerja ringan maka faktor non fisik lebih besar pengaruhnya terhadap denyut jantung, begitu pula sebaliknya. Hal ini bisa terlihat dari variasi subjek perempuan yang lebih tinggi dibandingkan subjek laki-laki sehingga dapat mengindikasikan adanya beban psikologis yang besar pada subjek perempuan. Selain itu, laju denyut jantung saat bekerja dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan kerja sedangkan faktor internal bisa disebabkan oleh beban pikiran dari subjek itu sendiri seperti memiliki masalah, tingkat konsentrasi, dan keseriusan.
36
Tabel 8. Nilai IRHR saat aktivitas pemetikan teh Subjek
HR (work)
IRHR
F1
Rest 79.88
ST(15) 116.06
Jalan 103.90
W1 93.70
W2 101.41
W3 95.19
ST(15) 1.45
Jalan 1.30
W1 1.17
W2 1.27
W3 1.19
F2
73.07
104.63
103.42
113.33
100.97
92.72
1.43
1.42
1.55
1.38
1.27
F3
63.58
101.86
103.71
97.32
97.92
90.52
1.60
1.63
1.53
1.54
1.42
F4
81.10
126.00
110.95
109.20
114.26
1.55
1.37
1.35
1.41
M1
52.91
93.41
67.22
93.07
86.19
90.50
1.77
1.27
1.76
1.65
1.71
M2
62.13
84.00
95.86
95.75
102.31
100.20
1.35
1.54
1.54
1.65
1.61
M3
76.83
100.69
92.83
102.00
102.59
105.00
1.31
1.21
1.33
1.34
1.37
M4
54.55
91.62
76.97
86.79
95.85
94.63
1.68
1.41
1.59
1.76
1.73
Tabel 9. Klasifikasi tingkat beban kerja kualitatif berdasarkan nilai IRHR Subjek
IRHR (work)
Tingkat beban kerja
F1
1.21
Ringan
F2
1.40
Ringan
F3
1.50
Ringan
F4
1.38
Ringan
M1
1.71
Sedang
M2
1.60
Sedang
M3
1.35
Ringan
M4
1.69
Sedang
37
Nilai WEC saat aktivitas pemetikan teh untuk setiap subjek akan didapatkan dengan memasukkan nilai IRHR sebagai nilai Y ke dalam persamaan daya hubungan IRHRST dan WECST. Selain mendapatkan nilai WEC, nilai TEC (Total Energy Cost) yang merupakan total konsumsi energi yang diperlukan subjek untuk metabolisme tubuh dan bekerja juga bisa didapat. Nilai TEC merupakan hasil penjumlahan dari WEC dan BME. Konsumsi energi setiap individu berbeda-beda sesuai dengan karakteristik tubuh masing-masing subjek, sehingga nilai TEC perlu dinormalisasi, yaitu dengan membagi nilai TEC dengan berat badan subjek sehingga diperoleh nilai TEC’ (kkal/menit.kg). Nilai TEC’ ini menunjukkan besarnya konsumsi energi setiap individu dalam menerima beban per satuan waktu dan per satuan berat badan. Contoh perhitungan WEC, TEC, dan TEC’ untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : IRHR = 1.50 Y = aX + b Y = 0.599X + 0.966 (1.50) = 0.599X + 0.966 0.599X = 1.50 – 0.966 0.599X = 0.534 X = 0.891 kkal/menit Sehingga, nilai WEC adalah 0.891 kkal/menit. TEC = BME + WEC TEC = 0.893 + 0.891 TEC = 1.784 kkal/menit TEC’ =
1.784 0.033660 kkal / kg.menit 33.660kal / kg.menit 53
Nilai WEC, TEC, BME, dan TEC’ pada saat aktivitas pemetikan teh disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai konsumsi energi aktivitas pemetikan teh Subjek
IRHR (work)
WEC (kkal/menit)
BME (kkal/menit)
TEC (kkal/menit)
TEC' (kal/kg.menit)
F1
1.21
0.614
0.865
1.479
27.128
F2
1.40
0.557
0.698
1.255
36.384
F3
1.50
0.891
0.893
1.784
33.660
F4
1.38
1.154
0.964
2.118
33.623
Rata-rata
32.699
M1
1.71
0.816
0.990
1.806
30.872
M2
1.60
1.436
0.895
2.331
49.596
M3
1.35
0.872
0.935
1.807
36.140
M4
1.69
1.144
0.855
1.999
46.488
Rata-rata
40.774
Semua subjek melakukan pekerjaan yang relatif sama, akan tetapi terdapat perbedaan respon fisiologis tiap subjek. Ada faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut di antaranya karakteristik seseorang, kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler/jantung dan serat otot) serta pengaruh lingkungan fisik (suhu dan kelembaban). Hasil analisis konsumsi energi (Total Energy Cost) menunjukkan bahwa rata-rata TEC’ untuk subjek laki-laki adalah 40.774 ± 8.756 kal/kg.menit, sedangkan rata-rata TEC’ subjek perempuan adalah 32.699 ± 3.932 kal/kg.menit. Dari nilai tersebut
38
dapat diketahui bahwa nilai TEC’ laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Artinya, laki-laki lebih banyak mengkonsumsi energi untuk kerja pemetikan teh per satuan waktu dibandingkan subjek perempuan. Grafik nilai TEC’ rata-rata dapat dilihat pada Gambar 16.
TEC' rata-rata (kal/kg.menit)
TEC' rata-rata 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 F
M Jenis Kelamin
Gambar 16. Data TEC’ rata-rata Pada Tabel 10, terlihat bahwa subjek M2 memiliki TEC’ yang paling tinggi di antara semua subjek. Sedangkan di antara perempuan, nilai TEC’ terbesar di antara subjek perempuan dimiliki oleh F2 dengan nilai IRHR yang tidak jauh berbeda dan bukan yang tertinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan persamaan daya yang dimiliki masing-masing subjek dari hasil kalibrasi step test. Subjek F2 memiliki nilai a yang tertinggi, yaitu sebesar 0.668, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan nilai WEC yang kemudian berpengaruh pula pada nilai TEC. Pada subjek laki-laki, nilai a tertinggi dimiliki oleh M1 (0.854) tapi nilai TEC’ yang dimiliki oleh M1 adalah paling rendah. Hal ini disebabkan oleh nilai IRHR saat kalibrasi step test yang dimiliki M1 adalah sekitar 1.70, hampir sama dengan IRHR saat aktivitas pemetikan, sehingga menghasilkan nilai WEC yang tidak jauh berbeda dengan step test. Penyesuaian setiap subjek terhadap suatu pekerjaan memerlukan waktu dan cara yang berbedabeda. Berdasarkan data yang diperoleh, berat badan setiap subjek berbanding terbalik dengan nilai IRHR. Jika berat badan subjek tinggi maka nilai IRHR akan menjadi rendah. Sebagai contoh, subjek F4 memiliki berat badan 63 kg tetapi nilai IRHR yang dihasilkan sebesar 1.38. Sebaliknya, subjek F2 yang memiliki berat badan 34.5 kg tetapi nilai IRHR yang dihasilkan sebesar 1.40. Berat badan subjek juga akan mempengaruhi nilai BME dari masing-masing subjek. Nilai BME dan berat badan berbanding lurus. Lalu, nilai TEC juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh berat badan subjek. Semakin besar berat badan subjek maka nilai TEC subjek tersebut akan besar pula, seperti subjek F4. Meskipun nilai IRHR subjek F4 termasuk kecil namun nilai TEC subjek F4 paling besar dibandingakan subjek lainnya. Hal itu terjadi karena ada pengaruh BME yang dimiliki oleh subjek F4. Namun, berbeda dengan nilai TEC’ yang merupakan normalisasi dari nilai TEC, nilai TEC’ subjek F4 termasuk rendah. Hal itu menunjukkan bahwa jika berat badan yang besar maka nilai konsumsi energi (per satuan waktu dan berat badan) akan kecil, sebaliknya, jika berat badan kecil maka nilai konsumsi energi akan besar.
39
4.4
PRODUKTIVITAS
Pada penelitian ini, nilai produktivitas dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh konsumsi energi terhadap output yang dihasilkan. Nilai produktivitas yang dicari adalah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Cara pengambilan data untuk mengetahui nilai produktivitas pada penelitian ini mengadopsi dari cara yang ditetapkan oleh perusahaan. Perusahaan menggunakan parameter berat pucuk dan analisa pucuk untuk mengetahui output dari masing-masing pekerja. Pucuk-pucuk yang dipetik oleh para pemetik ada berbagai jenis, di antaranya P+1, P+2, P+3, P+4, P+5, B+1M, B+2M, B+3M, B+4M, B+5M, daun tua, dan rusak. Jenis-jenis petikan pun ada tiga macam, yaitu petikan halus, petikan medium, dan petikan kasar. Perusahaan memiliki dua analisa untuk melihat kualitas pucuk yang dihasilkan, yaitu analisa petik dan analisa pucuk. Analisa petik digunakan untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan pemetikan dan kondisi tanaman, antara lain menilai kondisi tanaman, yaitu tanaman yang kurang sehat ditandai dengan banyaknya persentase pucuk burung. Selain itu, analisa petik juga bisa digunakan untuk menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan, baik daur petik maupun cara pemetikannya. Daur pemetikan yang panjang akan tampak dalam analisa persentase pucuk kasar seperti P+4 dan burung tua, sedangkan daur petik yang pendek akan tampak pada persentase pucuk halus seperti P+1, P+2m. Analisa pucuk bertujuan untuk mengevaluasi jenis petikan dan mutu pucuk yang merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan disamping untuk dasar penentuan upah. Kriteria pucuk yang dikehendaki untuk analisa pucuk adalah P+2, P+3, B+1M, B+2M, dan B+3M. Berdasarkan kegunaan tersebut, analisa pucuk lebih cocok untuk dijadikan parameter output para subjek pada penelitian ini (Arsip PTPN VIII Kebun Gunung Mas). Perusahaan memiliki standar-standar tertentu untuk setiap pucuk yang dihasilkan. Perusahaan menetapkan berat pucuk yang dihasilkan berbeda-beda untuk setiap bulannya tergantung dari cuaca, iklim, kondisi tanaman, dan lingkungan. Standar untuk berat pucuk sering disebut basic yield. Basic yield pemetikan secara manual ditentukan secara umum, yaitu sebesar 35-40 kg. Perhitungan analisa pucuk pada penelitian ini dilakukan pada bulan April, sehingga basic yield yang digunakan adalah 40 kg. Sedangkan analisa pucuk setiap bulannya sama karena standarnya sudah ditentukan oleh perusahaan pusat (Lampiran 2). Pada penelitian ini, berat pucuk didapatkan dari hasil petik para subjek selama pengukuran beban kerja berlangsung, sedangkan analisa pucuk dilakukan tiga kali pengulangan seperti pengulangan pengukuran beban kerja. Data kuantitas dan kualitas pucuk yang dihasilkan subjek selama pengukuran berlangsung dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa setiap subjek menghasilkan berat pucuk yang berbedabeda. Hasil analisis berat pucuk pada subjek laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa berat pucuk rata-rata untuk perempuan sebesar 8.83 kg/jam sedangkan untuk laki-laki sebesar 8.50 kg/jam. Data tersebut menunjukkan bahwa volume pucuk yang dihasilkan perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Subjek F3 menghasilkan berat pucuk yang sangat besar bahkan nilainya sangat jauh dibandingkan data-data subjek lainnya, yaitu sebesar 13.33 kg/jam. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan pucuk yang banyak saat pengukuran subjek F3 dilakukan dan usia dari subjek F3 pun yang masih termasuk muda sehingga masih memiliki kecepatan yang tinggi. Namun, subjek F1 memiliki volume yang terendah dibandingkan subjek perempuan lainnya. Hal ini dikarenakan ketersediaan pucuk saat itu sedang sedikit dan bisa juga dipengaruhi oleh sifat dari subjek F1 yang terlihat lamban saat beraktivitas. Kuantitas yang dihasilkan para subjek laki-laki relatif sama yaitu sekitar 7-10 kg/jam. Meskipun subjek-subjek laki-laki berada pada lahan yang berbeda-beda tapi subjek-subjek tersebut dapat menghasilkan berat pucuk yang hampir seragam. Subjek laki-laki yang menghasilkan berat pucuk terbesar adalah subjek M1 dan subjek yang menghasilkan berat pucuk terendah adalah subjek M3.
40
Tabel 11. Data kuantitas dan kualitas pucuk yang dihasilkan subjek selama pengukuran berlangsung Subjek
F1
F2
F3
F4
M1
M2
M3
M4
Gross yield (kg/jam) 5.33
9.33
13.33
7.33
10.00
8.00
7.33
8.67
Kualitas (%) Ulangan
P+1
B+1M
P+2
P+3
B+2M
P+4
P+5
B+5M
D.Tua
B+3M
B+4M
Rusak
1
1
12
4
9
20
8
-
2
1
22
7
14
2
-
6
0.2
9
14
8
3
3
-
29
20
7.8
3
-
14
4.4
10
15.6
10
4
1
-
20
11
10
1
-
7
1
6
21
7
-
-
-
26
10
22
2
0.2
14.6
1.4
6
15
7
-
5.4
-
23
13.4
14
3
-
5.2
2.2
9
9.2
19.2
9.4
7.2
-
16.2
19.2
3.2
1
-
6.6
3.4
9
9.4
5.4
3.8
5.4
0.2
15.8
19.6
21.4
2
0.4
8.6
8.6
38
1.6
32.2
2.6
-
-
4.6
0.6
2.8
3
0.4
9.6
5.6
19.2
9.6
15.6
3.6
1.6
-
15.6
9.6
9.6
1
-
16.4
0.6
0.2
25.4
0.4
-
1
-
40.2
8.4
7.4
2
-
15.2
-
1
19.2
0.8
-
3.2
4.2
32.8
10.8
12.8
3
-
13
-
1.2
22
-
-
-
0.8
42
10
11
1
-
12
2
8
15
6
1
6
2
13
11
24
2
0.8
15.6
1
8.6
18.6
8.8
1
1
2.6
22
8.4
12.4
3
-
12
1
3
18
4
-
-
4
20
14
24
1
-
28.8
-
2.6
18.8
1.6
-
1
1.2
22.8
9
14.2
2
-
30
0.4
-
22.6
0.2
-
0.2
-
24.6
11
11
3
-
13
-
4
27
1.4
-
2
-
28
18.6
6
1
0.4
56
0.6
1
12
-
-
-
2
12
4
12
2
0.2
43.6
2
6
14
0.2
-
-
4
14
4
12
3
0.4
14.6
1.8
8.8
10.8
7
-
5
1.8
22.6
14.6
12.6
1
-
19
1
-
18
5
-
1
-
30
18
8
2
-
18.4
1
2.4
18.4
2.4
4.4
-
1
21.6
18.4
12
3
-
34
1
4
20
0.4
-
0.6
2
22
4
12 41
Setiap subjek tidak selalu menghasilkan keduabelas jenis pucuk teh tersebut. Jenis pucuk yang paling sering dihasilkan oleh para subjek adalah pucuk burung terutama B+1M, B+2M, B+3M, dan B+4M. Selain itu, para subjek juga masih menghasilkan pucuk yang rusak. Pucuk rusak adalah pucuk yang tidak utuh dan biasanya terjadi karena material handling. Berdasarkan Tabel 11, seluruh subjek menghasilkan pucuk rusak yang cukup banyak. Pucuk-pucuk tersebut akan tetap diolah di pabrik namun nantinya akan mempengaruhi kualitas bubuk teh yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas bubuk teh, perusahaan memiliki kebijakan kepada para pemetik untuk menghasilkan analisa pucuk yang tinggi, yaitu sebesar 70%. Namun, tidak semua pemetik dapat menghasilkan analisa pucuk lebih besar dari 70%. Penjumlahan persentase pucuk P+2, P+3, B+1M, B+2M, dan B+3M maka akan menhasilkan besarnya persentase analisa pucuk untuk masing-masing subjek. Analisa pucuk dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing subjek, sehingga ketiga data analisa pucuk pada masing-masing subjek tersebut dirata-ratakan untuk dikonversi menjadi indeks kualitas. Pengkonversian persentase analisa pucuk dapat menggunakan Lampiran 2. Contoh perhitungan persentase analisa pucuk beserta pengkonversiannya untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : Ulangan I = 6.6 + 3.4 + 9 + 9.4 + 15.8 = 44.2% Ulangan II = 8.6 + 8.6 + 38 + 1.6 + 4.6 = 61.4% Ulangan III = 9.6 + 5.6 + 19.2 + 9.6 + 15.6 = 59.6% Rata-rata =
44.2 61.4 59.6 55.07% 3
Berdasarkan Lampiran 2, nilai 55.07% memiliki indeks 0.61. Data persentase analisa pucuk disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Data persentase analisa pucuk Subjek
% Ancuk
Indeks
I
II
III
Rata-rata
F1
67
51.2
64
60.73
0.71
F2
61
60
41.8
54.27
0.60
F3
44.2
61.4
59.6
55.07
0.61
F4
82.8
68.2
78.2
76.40
1.38
M1
50
65.8
54
56.60
0.63
M2
73
77.6
72
74.20
1.24
M3
81.6
79.6
58.6
73.27
1.12
M4
68
61.8
81
70.27
1.00
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan bahwa para pemetik diharapkan seorang perempuan karena dirasa memiliki ketelitian yang lebih tinggi daripada laki-laki sehingga dapat menghasilkan pucuk yang baik. Namun, Tabel 12 justru memperlihatkan kenyataan yang sebaliknya. Indeks kualitas yang diperoleh laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sebagian besar subjek laki-laki dapat menghasilkan analisa pucuk lebih dari 70% seperti yang diharapkan pihak perusahaaan, hanya ada satu subjek yang menghasilkan analisa pucuk di bawah 70%, yaitu subjek M1. Faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya kualitas yang dihasilkan oleh M1 adalah sifat dari subjek M1 itu sendiri yang terlihat kurang peduli dengan kualitas yang dihasilkan, subjek M1 hanya memperhitungkan berat pucuk yang dihasilkan. Hal ini terbukti dengan besarnya volume pucuk subjek M1 jika dibandingkan subjek lainnya. Kualitas pucuk tidak terlalu dipengaruhi oleh ketersediaan pucuk di lahan saat itu, karena
42
pada saat pengukuran berlangsung, subjek M1 dan subjek M4 berada pada lahan yang hampir sama baik elevasi maupun ketersediaan pucuk. Namun, subjek M4 dapat menghasilkan kualitas pucuk sekitar 70.27% dengan indeks 1.00, sedangkan subjek perempuan cenderung hanya mampu menghasilkan analisa pucuk kurang dari 70%, hanya subjek F4 yang berhasil meraih analisa pucuk lebih dari 70%, yaitu tepatnya 76.40%. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas yang dihasilkan subjek perempuan adalah kurangnya konsentrasi subjek perempuan saat aktivitas pemetikan berlangsung. Hal ini terlihat dari seringnya subjek mengobrol dengan pekerja lainnya. Aktivitas yang dilakukan pemetik selain memetik teh akan mengurangi konsentarsi pemetik sehingga pemetik cenderung mengambil pucuk dengan asal dan akhirnya menghasilkan pucuk yang kurang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pucuk secara keseluruhan antara lain sifat subjektif dari individu-individu itu sendiri, ketersediaan pucuk, tingkat konsentrasi, dan kecepatan tangan. Faktor ketersediaan pucuk memang tidak bisa dihindari karena setiap subjek tidak mungkin melakukan suatu aktivitas pada lokasi yang sama sehingga perlu adanya suatu tindakan untuk mengeliminir perbedaan ketersediaan pucuk tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghitung kuantitas (gross yield). Kuantitas ini digabungkan dengan nilai kualitas (indeks) sehingga menghasilkan nilai produk bersih. Nilai produk bersih inilah yang digunakan sebagai nilai produktivitas subjek karena subjek dengan jumlah pucuk yang banyak belum tentu memiliki indeks yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Idealnya, seorang pemetik dapat menghasilkan analisa pucuk yang tinggi dengan berat pucuk yang banyak pula karena dengan begitu para karyawan tersebut akan mendapatkan gaji yang besar pula sesuai dengan kebijakan perusahaan. Pada penelitian ini akan dilihat output subjek secara keseluruhan sehingga perlu mengkalikan antara gross yield dan kualitas pucuk yang telah dikonversi kedalam indeks. Sebelumnya, gross yield yang satuannya kg/jam dirubah terlebih dahulu menjadi gram/menit agar lebih mudah untuk membandingkannya dengan konsumsi energi. Nilai produk bersih (Y’) itulah yang akan digunakan untuk parameter penilaian kualitas subjek. Selain itu, rata-rata pucuk rusak juga dapat menjadi parameter kualitas masing-masing subjek karena dengan jumlah berat pucuk yang besar tidak menutup kemungkinan banyak pucuk yang rusak. Data nilai Y’ dan rata-rata persentase pucuk rusak disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Data kualitas, kuantitas dan rata-rata persentase pucuk rusak Subjek
indeks
Gross Yield (gram/menit)
Y' (gram/menit)
rata-rata %pucuk rusak
F1
0.71
89
63.19
10.60
F2
0.60
156
93.6
13.07
F3
0.61
222
135.42
11.27
F4
1.38
122
168.36
10.40
Rata-rata
0.825
147.25
115.143
11.34
M1
0.63
167
105.21
20.13
M2
1.24
133
164.92
10.40
M3
1.12
122
136.64
12.20
M4
1.00
144
144
10.67
Rata-rata
0.998
141.5
137.693
13.35
43
Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa subjek M1 memiliki nilai Y’ yang paling terendah dibandingkan subjek laki-laki lainnya padahal secara gross yield subjek M1 mendapatkan nilai yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas subjek sangat berpengaruh terhadap kualitas pucuk subjek secara keseluruhan. Selain itu, rata-rata persentase pucuk rusak subjek M1 pun sangat tinggi yaitu mencapai 20.13% dari total berat pucuk yang dihasilkan. Bertolak belakang dengan M1, subjek M2 justru mampu menghasilkan Y’ yang paling tinggi meskipun nilai gross yield tidak tertinggi. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks subjek M2 yang terbesar di antara subjek laki-laki lainnya dan ratarata persentase pucuk rusaknya pun terendah, yaitu 10.40%. Namun, tidak selamanya indeks terendah menghasilkan nilai Y’ yang terendah pula, sebagai contoh subjek F3 yang mendapatkan nilai Y’ sebesar 135.42 gram/menit padahal nilai indeksnya hanya 0.61. Hal ini bisa terjadi karena ketersediaan pucuk saat pngukuran F3 melimpah sehingga gross yield yang dihasilkan pun sangat tinggi, dan hal tersebut sangat membantu untuk menaikkan nilai kualitas keseluruhan. Secara umum, kualitas terbaik adalah subjek F4 dengan nilai Y’ 168.36 gram/menit dan rata-rata persentase pucuk rusak terendah sebesar 10.40%.
4.5
ANALISIS BEBAN KERJA FISIK
Analisis beban kerja fisik dilakukan untuk mengetahui korelasi antara konsumsi energi suatu individu dengan output yang dihasilkan. Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan antara subjek lakilaki dan perempuan dari beberapa parameter yang diukur, yaitu IRHR, TEC’, gross yield, dan indeks kualitas. Tabel 14. Data semua parameter subjek perempuan dan laki-laki Subjek
IRHR
TEC' (kal/kg.menit)
Indeks
Gross yield (gram/menit)
Y' (gram/menit)
Rata-rata %pucuk rusak
F1
1.21
27.128
0.71
89
63.19
10.60
F2
1.40
36.384
0.60
156
93.60
13.07
F3
1.50
33.660
0.61
222
135.42
11.27
F4
1.38
33.623
1.38
122
168.36
10.40
Rata-rata
1.371±0.12
32.699±3.932
0.825±0.373
147.25±56.847
115.143±46.211
11.34±1.215
M1
1.71
30.872
0.63
167
105.21
20.13
M2
1.60
49.596
1.24
133
164.92
10.40
M3
1.35
36.140
1.12
122
136.64
12.20
M4
1.69
46.488
1.00
144
144.00
10.67
Rata-rata
1.587±0.165
40.774±8.756
0.998±0.264
141.5±19.227
137.693±24.721
13.35±4.589
Berdasarkan Tabel 14, nilai IRHR rata-rata laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Sebanding dengan IRHR, nilai rata-rata TEC’ laki-laki pun lebih besar dibandingkan perempuan. Nilai IRHR atau denyut jantung individu sangat dipengaruhi oleh physical load dan mental load sementara nilai TEC dapat dipengaruhi oleh physical load saja. Contoh physical load adalah beban dari berat badan individu itu sendiri sedangkan contoh mental load adalah beban pikiran individu. Beban mental/pikiran itulah yang sangat sulit untuk dihindari bagi para subjek sehingga sangat berpengaruh terhadap nilai IRHR.
44
Beban mental individu tidak hanya mengenai perasaan atau emosi individu saat itu, tetapi beban mental juga dapat dipengaruhi karena adanya pemikiran lebih (konsentrasi tinggi) saat aktivitas kerja. Pada penilitian ini, mental load berpengaruh terhadap indeks kualitas subjek. karena setiap subjek perlu berkonsentrasi tinggi untuk menghasilkan pucuk-pucuk teh yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari korelasi antara IRHR dan indeks kualitas pucuk. Subjek laki-laki yang memiliki nilai ratarata IRHR tinggi dapat memperoleh indeks kualitas pucuk yang tinggi pula. Hal ini menunjukan suatu hal yang baru karena biasanya perempuan dikatakan lebih teliti dibandingkan laki-laki dan dianggap bisa mendapatkan kualitas pucuk yang baik, namun dari hasil pengukuran, terlihat justru sebaliknya. Selain itu, indeks kualitas juga dapat berkorelasi dengan persentase pucuk rusak. Berdasarkan hasil rata-rata persentase pucuk rusak terlihat bahwa subjek laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan perempuan. Tetapi, 25% dari subjek laki-laki atau sekitar 1 orang dari subjek laki-laki memiliki data yang jauh berbeda dengan subjek laki-laki lainnya. Nilai pencilan yang dimiliki oleh subjek laki-laki itu sangat mempengaruhi nilai rata-rata dari subjek laki-laki itu sendiri. Standar deviasi dari data subjek laki-laki pun tinggi, dapat mencapai 4.59. Sedangkan perempuan memiliki standar deviasi yang rendah, yaitu sebesar 1.21. Hal tersebut menandakan bahwa dengan adanya nilai pencilan tersebut dapat mempengaruhi keragaman data yang didapat. Parameter output lain yang dapat berkorelasi dengan tingkat konsumsi energi adalah berat pucuk teh yang dipetik atau bisa disebut dengan gross yield. Konsumsi energi subjek perempuan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki mampu menghasilkan gross yield yang lebih tinggi. Tetapi, 25% dari subjek perempuan atau 1 orang dari subjek perempuan termasuk dalam data pencilan. Sama seperti halnya indeks, nilai pencilan pada subjek perempuan juga sangat mempengaruhi standar deviasinya, yaitu dapat mencapai 56.847. Namun, gross yield yang besar belum tentu menghasilkan kualitas yang bagus juga. Itulah sebabnya perlu dicari Y’ untuk menggabungkan antara kualitas dan kuantitasnya. Sehingga jika dihubungkan dengan konsumsi energi maka akan terlihat bahwa semakin tinggi konsumsi energinya maka akan semakin besar juga nilai Y’ (gabungan kuantitas dan kualitas). Meskipun dari data kuantitas terdapat pencilan tetapi pada nilai y’ tidak ada pencilan. Hal ini menandakan bahwa dengan gross yield yang sangat tinggi, belum tentu menghasilkan indeks yang sangat tinggi pula, sehingga dapat mengakibatkan nilai Y’ menurun. Berdasarkan data, konsumsi energi sebanding dengan output kerja yang dihasilkan. Subjek laki-laki memiliki konsumsi energi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal tersebut diimbangi dengan output yang baik pula. M1 dapat menghasilkan pucuk teh terbanyak yaitu 167 gram/menit dengan tenaga yang paling kecil di antara subjek laki-laki. Gross yield yang besar tersebut ternyata tidak diimbangin dengan kualitas yang besar pula. Hal ini menyebabkan nilai Y’ yang dimiliki M1 tetap terendah yaitu 105.21. Bahkan persentase pucuk rusaknya pun bisa mencapai 20.13%. Ada banyak faktor yang menyebabkan keadaan tersebut terjadi di antaranya sifat subjektif dari M1 yang terlihat cuek dan cara pengambilan pucuk teh yang terlihat kasar, sehingga banyak pucuk teh yang tidak terambil dengan baik. Tenaga yang dikeluarkan F1 cukup rendah dan hal tersebut dapat berpengaruh pada kinerja F1 yang tergolong rendah pula. Hal ini terlihat dari gross yield yang dihasilkan oleh F1 hanya sekitar 89 gram/menit. Namun, kelebihan dari F1 ini adalah memiliki indeks kualitas yang lumayan baik yaitu sekitar 0.71 atau setara dengan 60% pucuk medium. Rata-rata persentase pucuk yang rusak pun termasuk rendah yaitu hanya sekitar 10.60%. Keadaan-keadaan tersebut dapat memperlihatkan bahwa F1 masih memiliki kualitas pucuk yang baik. Nilai gross yield yang rendah dapat disebabkan oleh sifat subjek yang tidak gesit dan kondisi pucuk di lahan yang memang persediaannya sedikit. Subjek F2 mengeluarkan tenaga paling besar di antara subjek perempuan lainnya, yaitu mencapai 36.384 kal/kg.menit. Namun, indeks kualitas pucuknya paling rendah yaitu 0.60 atau setara dengan 54%
45
tetapi gross yield mencapai 156 gram/menit sehingga nilai Y’ adalah 93.60. Begitu pula dengan %pucuk rusaknya paling besar, yaitu 13.07%. Berdasarkan data-data tersebut terlihat bahwa F2 mengeluarkan tenaga yang besar untuk mendapatkan hasil yang cukup besar. Hasilnya memang tidak sebesar F3 karena F2 memiliki umur yang lebih tua dibandingkan dengan F3 sehingga F2 memiliki keterbatasan. Faktor usialah yang juga mempengaruhi kualitas pucuk yang dihasilkan oleh F2. Umur yang sudah lebih dari 50 tahun dapat menyebabkan ketelitian yang semakin menurun. F3 memiliki gross yield yang sangat tinggi yaitu sebesar 222 gram/menit. Namun, kelemahan dari F3 ini adalah kualitas yang dihasilkan hanya 55% atau indeksnya 0.61. Indeks tersebut terendah dibandingkan subjek perempuan yang lain. Gross yield yang tinggi menunjukkan bahwa F3 memiliki kecepatan yang tinggi saat memetik tetapi energi yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi dibandingkan subjek yang lain. Hal ini didukung oleh umur F3 yang masih muda yaitu 34 tahun dan pucuk yang melimpah saat proses pemetikan berlangsung. Kualitas yang rendah diperoleh F3 bisa dipengaruhi oleh pengalaman F3 yang masih rendah yaitu baru 8 tahun bekerja sebagai pemetik teh. Subjek F4 mengkonsumsi energi yang hampir sama dengan subjek F3, namun F4 hanya mampu mendapatkan gross yield sebesar 122 gram/menit. Kelebihan dari F4 adalah indeks kualitas yang dimilikinya tinggi mencapai 1.38 atau setara dengan 76%. Berdasarkan keputusan perusahaan, persentase yang lebih dari 72% akan mendapatkan reward. Berarti dengan kualitas yang diperoleh F4 tersebut sudah bisa dikatakan bahwa kualitasnya sangat bagus. Sehingga meskipun nilai gross yieldnya tidak terlalu tinggi tapi F4 memperoleh Y’ yang paling tinggi di antara subjek perempuan lainnya. Selain itu, nilai %pucuk rusaknya pun sedikit, yaitu hanya 10.40%. Hal ini menunjukkan bahwa F4 lebih mengutamakan kualitas. Selain itu, umur F4 yang lebih tua dibandingkan F3, menyebabkan F4 kurang cepat untuk mendapatkan pucuk yang banyak. Kualitas yang tinggi yang diperoleh F4 juga bisa disebabkan oleh tingginya konsentrasi F4 saat memetik karena ketika pengukuran berlangsung F4 jarang sekali terlihat saling berbicara dengan pemetik yang lain, dan F4 juga termasuk orang yang rapi, telaten, dan teliti. Kualitas yang paling bagus juga diperoleh oleh M2. Indeks kualitasnya bisa mencapai 1.24 atau setara dengan 74%. M2 mengeluarkan tenaga 49.596 kal/kg.menit untuk mendapatkan 133 gram pucuk/menit. Dengan gross yield yang tidak terlalu tinggi dibandingkan subjek laki-laki yang lain, M2 berhasil mendapatkan nilai Y’ yang paling tinggi di antara subjek laki-laki lainnya. Hal ini dibantu oleh nilai indeks M2 yang paling tinggi dan %pucuk rusaknya yang paling rendang. Itu berarti menunjukan M2 juga masih mengutamakan kualitas. Keadaan tersebut sebanding dengan energi yang dikeluarkan oleh M2. Energi M2 yang tinggi juga dipengaruhi oleh kondisi lahan saat memetik. Selanjutnya, M4 mengeluarkan energi yang tidak jauh berbeda dengan M2. Nilai produk bersihnya pun sedikit lebih rendah dibandingkan M4. Namun, indeks kualitas dari M4 sangat jauh berbeda dengan M2. M4 hanya mampu mendapatkan indeks kualitas 1.00 atau setara dengan 70%. Tapi kualitas tersebut sudah bisa dibilang kualitas bagus, karena perusahaan menargetkan kualitas pucuk di atas 65%. Selain itu, %pucuk rusaknya punmasih bisa dikatakan rendah yaitu 10.67%. Keadaan tersebut sangat bagus, karena untuk seorang pemula seperti M4 yang baru 2 tahun bekerja, sudah dapat menghasilkan kualitas yang baik. Hal ini didukung pula dengan ketersediaan pucuk yang banyak sehingga memungkinkan M4 untuk menghasilkan pucuk yang banyak pula. Energi besar yang dikeluarkan oleh M4 bisa dipengaruhi juga oleh faktor umur dari M2 yang sudah mencapai 60 tahun. M3 mengeluarkan tenaga 36.140 kal/kg.menit untuk menghasilkan 122 gram pucuk/menit. Kualitasnya pun cukup tinggi yaitu 73% atau setara dengan indeks 1.12 sehingga M3 mendapatkan nilai Y’ sebesar 136.64 dan %pucuk rusaknya pun sekitar 12.20%. Jika dilihat dari umur M3 yang sudah 50 tahun, maka hasil yang diperoleh bisa dikatakan baik, karena kualitas sudah melebihi target kualitas yang ditentukan perusahaan. Untuk gross yieldnya sendiri memang paling rendah dibandingkan dengan
46
subjek laki-laki lainnya. Hal ini terjadi karena sifat dari M3 yang terlihat tidak terlalu gesit saat memetik teh. Mungkin hal tersebut dilakukan oleh M3 agar lebih bisa berkonsentrasi untuk memetik teh sehingga kualitasnya tetap terjaga. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh, subjek F4 memiliki hasil yang paling efisien karena dengan menghasilkan energi yang tidak terlalu besar namun dapat menghasilkan output yang baik. Jika tingkat konsumsi energi tiap subjek (TEC’) dan nilai Y’ (gram/menit) maka dapat diketahui nilai konsumsi energi kerja per satuan berat (kg) dan per satuan berat hasil (kg). Tabel 15. Data konsumsi energi per satu kilogram hasil Subjek
TEC' (kal/kg.kg)
F1
429.3154
F2
388.7186
F3
248.5628
F4
199.7091
Rata-rata
316.5765
M1
293.4302
M2
300.7261
M3
264.4906
M4
322.8359
Rata-rata
295.3707
Setelah digabungkan dengan nilai Y’, tingkat konsumsi setiap individu berubah. Sebagai contoh, subjek F1 dapat mengkonsumsi energi sangat tinggi untuk menghasilkan 1 kg pucuk, hal ini dikarenakan kecepatan subjek yang masih sangat rendah sehingga perlu ada energi yang lebih besar lagi yang dikonsumsi untuk menambah output yang dihasilkan. Semakin banyak kebutuhan untuk aktivitas otot bagi suatu jenis pekerjaan, maka semakin banyak pula energi yang dikonsumsi. Ada korelasi antara energi yang dikeluarkan dengan jumlah pucuk teh yang dihasilkan dan kualitas pucuk tehnya. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi energi yang dikeluarkan dengan jumlah pucuk yang dihasilkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada kasus ini, faktor-faktornya adalah ketersediaan pucuk di kebun, kondisi lahan, lingkungan kerja, karakteristik tubuh subjek, sifat subjektif subjek, umur, pengalaman, dll. Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan denyut jantung meningkat, di antaranya adalah temperature sekeliling tinggi, pembebanan otot statis tinggi, dan semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja (Nurmianto 2008).
4.6 UJI STATISTIK Pembuktian dari adanya pengaruh perbedaan subjek terhadap beban kerja saat melakukan aktivitas pemetikan teh secara manual dapat dilakukan dengan secara uji statistik dengan menggunakan Uji-t pada Selang Kepercayaan 90% atau dengan taraf nyata 10%.
47
4.6.1 IRHR Dari data IRHR subjek laki-laki dan perempuan dapat dianalisis sebagai berikut : H0 : Nilai IRHR subjek perempuan lebih besar atau sama dengan subjek laki-laki H1 : Nilai IRHR subjek perempuan lebih kecil daripada subjek laki-laki
n1 4
n2 4
X 1 1.371
X 2 1.587
S 1 0.120
S 2 0.165
(n1 1) S 1 (n 2 1) S 2 n1 n 2 2 2
S gab
2
(4 1)(0.120) 2 (4 1)(0.165) 2 442 0.144
S gab S gab
Statistik uji
:t
( X 1 X 2 ) ( 1 2 ) S gab
Titik kritis :
(1.371 1.587) 0
1 1 n1 n 2
2.11
1 1 0.144 4 4
t (6) 1.440
Keputusan dari uji statistik ini adalah tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa sudah cukup bukti yang menunjukkan bahwa nilai IRHR subjek perempuan lebih kecil daripada subjek laki-laki. 4.6.2 TEC TERNORMALISASI (TEC’) Dari data TEC’ subjek laki-laki dan perempuan dapat dianalisis sebagai berikut : H0 : Nilai TEC’ subjek perempuan lebih besar atau sama dengan subjek laki-laki H1 : Nilai TEC’ subjek perempuan lebih kecil daripada subjek laki-laki
n1 4
n2 4
X 1 32.699
X 2 40.774
S1 3.932
S 2 8.756
(n1 1) S 1 (n 2 1) S 2 n1 n 2 2 2
S gab
2
(4 1)(3.932) 2 (4 1)(8.756) 2 442 6.787
S gab S gab
48
Statistik uji
:t
( X 1 X 2 ) ( 1 2 ) S gab
Titik kritis :
(32.699 40.774) 0
1 1 n1 n 2
1.68
1 1 6.787 4 4
t (6) 1.440
Keputusan dari uji statistik ini adalah tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa sudah cukup bukti yang menunjukkan bahwa nilai TEC’ subjek perempuan lebih kecil daripada subjek laki-laki. 4.6.3 GROSS YIELD Dari data gross yield subjek laki-laki dan perempuan dapat dianalisis sebagai berikut: H0 : Nilai gross yield subjek perempuan lebih besar atau sama dengan subjek laki-laki H1 : Nilai gross yield subjek perempuan lebih kecil daripada subjek laki-laki
n1 4
n2 4
X 1 147.25
X 2 141.5
S1 56.847
S 2 19.226
(n1 1) S 1 (n 2 1) S 2 n1 n 2 2 2
S gab S gab S gab
2
(4 1)(56.847) 2 (4 1)(19.226) 2 442 42.434
Statistik uji
:t
( X 1 X 2 ) ( 1 2 ) S gab
Titik kritis :
(147.25 141.5) 0
1 1 n1 n 2
0.192
1 1 42.434 4 4
t (6) 1.440
Keputusan dari uji statistik ini adalah terima H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum cukup bukti yang menunjukkan bahwa nilai gross yield subjek perempuan lebih kecil daripada subjek laki-laki. Dari hasil uji tersebut terlihat bahwa nilai gross yield yang diperoleh perempuan justru lebih besar dibandingkan laki-laki meskipun nilai IRHR perempuan lebih kecil. 4.6.4 INDEKS Dari data indeks subjek laki-laki dan perempuan dapat dianalisis sebagai berikut: H0 : Nilai indeks subjek perempuan lebih kecil atau sama dengan subjek laki-laki H1 : Nilai indeks subjek perempuan lebih besar daripada subjek laki-laki
n1 4
n2 4
X 1 0.825
X 2 0.9975
S1 0.373
S 2 0.264
49
(n1 1) S 1 (n 2 1) S 2 n1 n 2 2 2
S gab S gab S gab
2
(4 1)(0.373) 2 (4 1)(0.264) 2 442 0.323
Statistik uji
:t
( X 1 X 2 ) ( 1 2 ) S gab
Titik kritis :
1 1 n1 n 2
(0.825 0.9975) 0
0.755
1 1 0.323 4 4
t (6) 1.440
Keputusan dari uji statistik ini adalah terima H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa belum cukup bukti yang menunjukkan bahwa nilai indeks subjek perempuan lebih besar daripada subjek laki-laki. Meskipun sebagian orang mengatakan bahwa perempuan bisa lebih teliti daripada lakilaki, namun dari hasil uji statistik tersebut justru memperlihatkan hal yang berbeda. Konsentrasi pemetik perempuan yang kurang baik dapat memicu redahnya kualitas pucuk yang dihasilkan perempuan.
50