PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
1. PENDAHULUAN
Hak cipta :
A. LATAR BELAKANG Pajak
“Seluruh tulisan pada modul ini merupakan milik dari Pusdiklat Pajak – BPPK, hasil tulisan dari Widyaiswara Pusdiklat Pajak, Heru Supriyanto, Dev, BEM, M.Si.”
“Modul ini dapat digunakan dalam rangka proses pembelajaran, dengan tetap mencantumkan penulis dan pemilik sah dokumen ini. Dilarang mengunakan sebagian atau seluruh isi dari modul ini untuk kepentingan komersial. “
punggung
merupakan negara
pembiayaan
tulang
di
bidang
pemerintahan
pembangunan.
dan
Hal ini dapat dilihat
sejak zaman kerajaan baik di Benua Eropa,
Kerajaan-kerajaan
hingga
Negara
di
Modern
Asia yang
demokratis seperti Amerika Serikat sekarang penerimaan
ini
pajak
merupakan
negara
yang
paling
zaman
pemerintahan
diandalkan. Pada
Hindia Belanda dahulu, di Nusantara, salah satu pajak yang dilaksanakan adalah Bea Balik Nama atas tanah yang
dilaksanakan
berdasarkan
Ordonansi
Bea
Balik
Staatsblad
1924
Nomor
Nama 291
(
selanjutnya disingkat Ordonansi BBN, Stbl. 1924 No.291 ).
Pajak ini
dipungut atas peristiwa hukum yang terjadi karena pemindahan hak atas harta tetap ( tanah dan atau bangunan) sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil (KUHP/S) yang terkenal dengan sebutan Hak Barat atau yang disamakan dengan orang barat ( orang Timur Asing ). Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan zaman kemerdekaan Republik Indonesia sebelum tahun 1960 terdapat dualisme hukum yang berlaku di bidang pertanahan. Bagi masyarakat yang berasal dari Eropa, Amerika dan orang Asia / Timur Asing termasuk Cina, India, Jepang dan lain-lain berlaku Hukum Barat yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil.
Sedangkan untuk orang Indonesia asli
(Bumiputra) berlaku Hukum Adat masing-masing daerahnya. Perbedaan perlakuan atas hukum yang berlaku ini sangat terasa dan besar dampaknya bagi masyarakat. Khusus bagi BBN sebagaimana yang tertuang dalam Stbl 1924 No.291 hanya diberlakukan kepada orang atau badan yang hak hukumnya diatur dalam KUHP/S yang dalam setiap MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
1
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
peralihan atau perolehan hak penguasaannya atas tanah dan atau bangunan dicatat dalam Akte.
Sedangkan bagi mereka para pribumi (bumiputra) bahkan dulu disebut
Inlander tidak dikenakan BBN karena tidak diatur peralihan haknya dalam KUHP/S tetapi diatur dalam Hukum Adat dan tidak melalui Akte. Dalam pelaksanaannya peralihan hak ini hanya dicatatkan melalui Lurah/Kepala Desa dan dicatat dalam Buku Wira-Wiri Desa guna pemungutan Pajak Bumi yang nantinya akan dilaporkan kepada Jawatan Pajak Bumi (sekarang Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan, Direktorat Jenderal Pajak) atau Kantor Pendaftaran Tanah Milik. Pada tahun 1960 lahir Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ( UUPA No.5/1960 ), dimana melalui Undang-undang ini dualisme di bidang hukum pertanahan DIFUSIKAN, artinya hak-hak atas tanah menurut Hukum Barat dan Hukum Adat dilebur menjadi Hak Indonesia. Sejalan dengan itu maka Ordonansi BBN Stbl 1924 No.291 kehilangan objeknya karena telah dibekukan dengan keluarnya UUPA No.5 Tahun 1960. Keadaan atau kekosongan dasar pemungutan BBN tersebut berjalan mulai 1960 sampai dengan 1997 dan pada tanggal 29 Mei 1997 lahirlah Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44. Namun baru berjalan kurang lebih selama 3(tiga) tahun Undang-undang ini telah mengalami perubahan dengan keluranya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang BPHTB. Beberapa pokok pikiran yang melatarbelakangi perubahan Undang-undang ini adalah: 1. Memperluas cakupan objek pajak untuk mengakomodir adanya perolehan hak atas tanah dan bangunan yang belum diatur ; 2. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam pengenaan pajak ; 3. Lebih memberikan kepastian hukum mengenai ketentuan dan sanksi bagi wajib pajak dan pejabat pemerintah/fiskus ; 4. Menyesuaikan dengan ketentuan baku dan istilah yang tercantum dalam Undangundang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ( UU KUP ) ; 5. Menyesuaikan dengan ketentuan yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL 1. Tujuan Instruksional Umum
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
2
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Setelah mendapatkan pelajaran ini para peserta didik diharapkan dapat mengerti, memahami, dan menjelaskan serta melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam Undang Undang BPHTB beserta segala aturan pelaksanaannya mulai dari latar belakang, dasar
arif, sampai dengan sanksi yang dikenakan terhadap pejabat yang
melanggar ketentuan. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mendapatkan pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat : a. Mengerti dan memahami latar belakang dan tujuan ditetapkannya Undangundang BPHTB. b. Memahami falsafah, dasar
arif, terminology, ketentuan dan segala peraturan
ikutan dari Undang-undang BPHTB. c. Memahami dan menjelaskan tentang objek, subjek,
ariff, dan dasar
pengenaan BPHTB. d. Memahami dan menjelaskan serta melaksanakan tatacara perhitungan BPHTB. e. Memahami dan menjelaskan tempat dan saat terutang BPHTB, tempat dan tatacara pembayaran serta tatacara penagihan BPHTB. f.
Memahami, menjelaskan , dan melaksanakan pemberian pelayanan atas permohonan keberatan, banding, dan pengurangan BPHTB.
g. Memahami
dan
menjelaskan
penggunaan
SSB,
penerbitan
SKBKB/
SKBKBT/SKBLB/SKBN, pemberian restitusi dan imbalan bunga. h. Memahami dan menjelaskan mekanisme pembayaran, pengiriman, dan pembagian hasil BPHTB. i.
Memahami dan menjelaskan ketentuan bagi pejabat, pelaporan, dan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan.
C. ALAT PENUNJANG Dalam pelaksanaannya, mata ajar BPHTB ini perlu ditunjang dengan alat dan kemudahan untuk memahami aturan/Undang-undang BPHTB seperti: 1. Buku Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB dan Buku Undangundang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berkaitan dengan BPHTB. 3. Surat Keputusan Menteri, Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Surat Keputusan maupun Surat Edaran lainnya yang berkaitan dengan BPHTB. 4. Transparansi Materi Ajar.
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
3
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
2. KEGIATAN BELAJAR 1
OBJEK , SUBJEK dan WAJIB PAJAK BPHTB
A. OBJEK BPHTB Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:
1. Pemindahan Hak karena : a. Jual Beli b. Tukar Menukar c. Hibah d. Hibah Wasiat e. Waris f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan h. Penunjukan pembeli dalam Lelang i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap j. Penggabungan Usaha k. Peleburan Usaha l. Pemekaran Usaha MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
4
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
m. Hadiah
2 . Pemberian Hak Baru karena : a. Kelanjutan Pelepasan Hak b. Diluar Pelepasan Hak Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah
yang perolehan haknya dikenakan BPHTB
sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi : a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun f. Hak Pengelolaan
Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu : 1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik 2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
dengan
syarat
tidak
menjalankan
4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK
atau karena
usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya
perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama 5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF 6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH
B SUBJEK BPHTB Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.
C. WAJIB PAJAK BPHTB Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.
Latihan MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
5
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
1. Apa yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan menurut UU BPHTB? 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak. 3. Jelaskan maksud dari perlakuan azas timbal balik dalam pengenaan BPHTB
3. KEGIATAN BELAJAR 2
TARIF, DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG BPHTB A. T A R I F Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan.
B. DASAR PENGENAAN Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB. Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jual Beli = Harga Transaksi 2. Tukar Menukar = Nilai Pasar 3. Hibah = Nilai Pasar 4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar 5. Waris = Nilai Pasar 6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar 7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar 8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar 9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
6
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar 11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar 12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar 13. Hadiah = Nilai Pasar 14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang
Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai berikut: a. untuk perolehan hak karean waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah) c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha
kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
7
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d f.
dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud
pada huruf c
ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.
Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan. C. CARA MENGHITUNG BPHTB Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah : BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP
Contoh : 1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,-
Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar
Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah : 5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil atau dengan kata lain Bapak Sumarno tidak terutang BPHTB.
2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
Bila NPOPTKP HALAMAN
8
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali tersebut adalah : 5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-
Latihan: 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tarif pajak tunggal 2. Sebukan yang menjadi dasar pengenaan dari: a. Perolehan hak karena jual beli b. Perolehan hak karena putusan hakim c. Perolehan hak karena lelang 3. Apa sebab pemerintah menentukan batas nilai tidak dikenakan pajak (NPOPTKP) dalam perhitungan BPHTB?
4. KEGIATAN BELAJAR 3
PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS, HIBAH WASIAT DAN PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN
A. PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT Sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat (2) UU BPHTB pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah terbit Peraturan Pemerintah No: 111/2000, tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut : 1. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar
: 50 % dari yang
seharusnya terutang. 2. Saat terutang pajak adalah
sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan 3. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak. 4. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB 5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis : a. Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
9
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri. b. Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.
Contoh : 1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp325 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar : 50% x 5% x (Rp325 juta – Rp250 juta) = Rp1.875.000,2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta.
Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut
ditentukan sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar : 50% x 5% x (Rp300 juta – Rp50 juta ) = Rp6.250.000,3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Jannah” menerima hibah wasiat dari seorang dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp800 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh Yayasan tersebut adalah sebesar : 50% x 5% x ( Rp800 juta – Rp60 juta) = Rp18.500.000,B. PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No: 112 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut : 1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah
yang
kewenangan
pelaksanaannya
sebagian
dilimpahkan
kepada
pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga. 2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah : MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
10
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota,.
Lembaga
Pemerintah
Lain
dan
Perum
Perumnas b. 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas. c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan d. Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar e. Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.
Contoh : 1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3 milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas tersebut adalah : 0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ). 2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar : 50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta Latihan: 1. Apa yang dimaksud dengan hibah wasiat? Jelaskan! 2. Apa yang menjadi dasar pengenaan BPHTB karena waris? 3. Bagaimana menetukan NPOPTKP untuk waris dan hibah wasiat? 4. Apakah yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan?
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
11
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
5. KEGIATAN BELAJAR 4
SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG SERTA TATA CARA PEMBAYARAN
A. SAAT TERUTANG PAJAK Ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut : 1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 3. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan 5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang 8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap 9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya ke Kantor Pertanahan
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
12
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian Hak 11. Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 12. Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 13. Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 14. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.
B. TEMPAT PAJAK TERUTANG : Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan C. TATA CARA PEMBAYARAN Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB yang
dijabarkan
lebih
lanjut
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai berikut : 1. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak. 2. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk 3. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan Kewajiban Bayar pada saat : 1. Dibuat & ditandatanganinya Akta 2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat 3. Ditunjuknya pemenang Lelang 4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru 5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
Latihan: 1. Kapankan saat terutangnya BPHTB dan dimana harus dibayar? 2. Sebutkan tat cara pembayaran BPTHB! 3. Bagaimana kalau BPHTB ternyata nihil? Jelaskan!
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
13
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
6. KEGIATAN BELAJAR 5 TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN A. TATA CARA PENETAPAN Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut : 1. Dalam jangka waktu
5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil
pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama
menerbitkan Surat
Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ). 2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah,
maka
Kepala
Kantor
Pelayanan
PBB/KPP
Pratama
menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan Contoh : Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari 2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
14
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,-
Atas temuan-temuan tersebut
diatas Kepala Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- ?
Jawab : 1. BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah : 5% x (300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,-
2. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 : 5% x (350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000,BPHTB yang telah dibayar
= Rp12.500.000,-
BPHTB kurang bayar
= Rp 2.500.000,-
Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,-
= Rp
SKBKB
100.000,-
= Rp 2.600.000,-
3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2003 : 5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000,BPHTB yang telah dibayar
= Rp15.000.000,-
BPHTB kurang bayar
= Rp 2.500.000,-
Sanksi administrasi ( 100% )
= Rp 2.500.000,-
SKBKBT
= Rp 5.000.000,-
B. TATA CARA PENAGIHAN Sesuai dengan pasal 13, 14 dan 15 UU BPHTB maka apabila : 1. Pajak terutang tidak/kurang bayar 2. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar 3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan. Surat Tagihan BPHTB setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) SKBKB, SKBKBT, STB, SK Pembetulan / SK Pengurangan / SK Keberatan / SK Banding merupakan Dasar Penagihan Pajak. MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
15
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Pajak terutang berdasar SURAT-SURAT tersebut diatas harus dilunasi paling lambat 1(satu) bulan sejak diterima oleh wajib pajak, lewat batas waktu dapat ditagih dengan SURAT PAKSA.
Latihan: 1. Jelaskan bagaimana tata cara penetapan BPHTB 2. Jelaskan bagaimana tata cara penbagihan BPHTB 3. Apa yang harus dilakukan oleh fiskus apabila Dasar Penagihan sudah jatuh tempo?
7. KEGIATAN BELAJAR 6
KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN
A. KEBERATAN Keberatan diatur dalam pasal 16 dan 17 yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPPBB/KPP Pratama atas : SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN ; 2. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan dilampiri : a.Copy SSB ; b.Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN c.Copy Akta/Risalah Lelang / SK Pemberian Hak / Putusan Hakim d.Copy identitas 3. Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak diterimanya SK oleh wajib pajak 4. Yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai surat keberatan dan tidak dipertimbangkan 5. Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
16
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
6. Keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterima permohonan dari wajib pajak, lewat waktu dianggap diterima 7. Keputusan dapat berupa : a. mengabulkan seluruhnya / sebagian b. menolak, atau c. menambah besar pajak terutang 8. Wajib Pajak yang tidak setuju atas keputusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( sekarang Pengadilan Pajak )
B. B A N D I N G Banding diatur dalam pasal 18 dan 19 Undang-undang BPHTB yang dapat disarikan sebagai berikut :
Diajukan ke BPSP ( Pengadilan Pajak ) dalam jangka waktu 3 bulan sejak terima SK Keputusan Keberatan
Pengajuan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak
Bila Keberatan dan Banding dikabulkan, kelebihan pembayaran dapat imbalan bunga 2%/bulan maksimum 24 bulan yang dihitung sejak pelunasan pajak sampai dengan terbit Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar
C. PENGURANGAN Pengurangan diatur dalam pasal 20 Undang-undang BPHTB yang kemudian dijabarkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25 Nopember 2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian diubah dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 91/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Perubahan Kedua atas KMK No.561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Dalam hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak : a. WP pribadi memperoleh hak baru melalui program Pemerintah di bidang Pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan ekonomis mendapat pengurangan sebesar 75% b. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun mendapat pengurangan sebesar 50%
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
17
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
c. WP pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan RS dan RSS langsung
dari
pengembang
dan
membayar
secara
angsuran
mendapat
pengurangan sebesar 25% d. WP pribadi menerima hibah dari keluarga sedarah satu derajad keatas dan kebawah mendapat pengurangan sebesar 50% 2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu : a. WP memperoleh hak dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah NJOP mendapat pengurangan sebesar 50%. b. WP memperoleh hak sebagai penggantian dari tanah yang dibebaskan pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, mendapat pengurangan sebesar 50% c. WP Badan terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai kebijaksanaan pemerintah, mendapat pengurangan sebesar 75%
d. WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo dan Bank Exim dalam rangka merger, mendapat pengurangan sebesar 100% e.
WP Badan melakukan Merger
atau Konsolidasi dengan atau tanpa terlebih
dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan
persetujuan
pengunaan Nilai Buku dlm rangka penggabungan atau peleburan usaha tersebut dari Dirjen Pajak, mendapat pengurangan sebesar 50% f.
WP memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi karena bencana alam dlsb yang terjadi dalam waktu 3 bulan setelah penandatanganan Akta, mendapat pengurangan sebesar 50%
g.
WP pribadi (Veteran, PNS, TNI, Polri, pensiunan, purnawirawan, janda/dudanya) yang memproleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah, mendapat pengurangan 75%
h.
WP Badan Korpri yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka
pengadaaan
perumahan
bagi
anggota
Korpri/PNS,
mendapat
pengurangan sebesar 100% i.
WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari peusahaan
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
18
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan KepMenKeu
tentang
Kesehatan
Keuangan
Perusahaan
Asuransi
dan
Perusahaan Reasuransi, mendapat pengurangan sebesar 50%. j.
WP yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan rekonstruksi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan atau WP yang objek pajaknya terkena bencana lam gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi NAD dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara, mendapat pengurangan sebesar 100%.
k.
WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY dan sebagian Propinsi Jawa Tengah yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar 100%.
l.
WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami di pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa yang perolehan haknya atau saat terhutangnya
terjadi
3(tiga)
bulan
sebelum
terjadinya
bencana,
diberi
pengurangan sebesar 100%.
3. Tanah
dan bangunan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak
mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 50% 4. Tanah dan atau bangunan di Propinsi NAD yang selama masa reahbilitasi berlangsung digunakan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 100%. TATA CARA PERMOHONAN PENGURANGAN 1. Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP / Dir.Jen.Pajak dalam bahasa Indonesia dengan lampiran : a. Fotokopi Surat Setoran Bea ( SSB ) b. Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Kep.Pemberian Hak Baru / Putusan Hakim c. Fotokopi identitas d. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa e. Fotokopi persetujuan Merger dari Dirjen Pajak 2. Permohonan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal pembayaran 3. Khusus untuk MERGER, permohonan diajukan sebelum Akta ditandatangani oleh Notaris/PPAT
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
19
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
4. Atas permohonan kemudian dilakukan Pemeriksaan Sederhana dan dituangkan dalam Berita Acara 5. Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan KEPUTUSAN PENGURANGAN 1. Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga) bulan sejak terima permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima. Keputusan oleh Kakanwil DJP dalam waktu 4(empat) bulan sejak diterima pemohonan dari WP, lebih dari 4 bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6(enam) bulan, lebih dari 6 bulan dianggap dikabulkan. 2. Bentuk Keputusan : mengabulkan seluruhnya / sebagian atau menolak 3. Wewenang Keputusan : a. Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama b. Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP c. Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal Pajak
PENGURANGAN YANG DIHITUNG SENDIRI OLEH WP Terhadap WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besar pengurangan sebelum pembayaran BPHTB. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “ pengurangan dihitung sendiri” dan jumlah setoran setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila permohonannya ditolak / dikabulkan namun BPHTB masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut , maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali
Latihan: 1. Sebutkan syarat-syarat untuk mengajukan keberatan BPHTB 2. Siapa yang berwenang untuk memberi keputusan atas pengajuan keberatan BPHTB? Jelaskan! 3. Sebutkan dan jelaskan kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak yang dapat mengajukan penguranagn BPHTB 4. Jelaskan tata cara pengurangan yang dihitung sendiri oleh Wajib Pajak MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
20
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
8. KEGIATAN BELAJAR 7
RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA SERTA PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB A. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB diatur dalam pasal 21 dan pasal 22 yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Sebab-sebab Restitusi : a. Pajak dibayar > pajak terutang yang disebabkan oleh : -
Permohonan pengurangan dikabulkan
-
Permohonan keberatan dikabulkan
-
Permohonan banding dikabulkan
-
Perobahan peraturan
b. Pajak dibayar tidak seharusnya terutang
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
21
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
2.Tata Cara Pengajuan Restitusi dan Imbalan Bunga a. Permohonan restitusi diajukan oleh WP dalam
bahasa Indonesia dengan
alasan dan dilampiri : 1) Asli Surat Setoran Bea ( SSB ) 2) Fotokopi SK Keberatan / Banding / Pengurangan 3) Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Keputusan Hak Baru / Putusan Hakim 4) Fotokopi identitas Wajib Pajak b. Yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan c. Berdasarkan
pemeriksaan
atas
permohonan,
KPPBB/KPP
Pratama
menerbitkan : 1) SKBLB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP ternyata lebih besar dari jumlah pajak yang terutang. 2) SKBN apabila jumlah pajak yang dibayar oleh WP sama besarnya dengan jumlah pajak yang terutang 3)
SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih kecil dari jumlah pajak terutang
d. Keputusan dalam waktu 12 bulan sejak terima permohonan apabila waktu 12 bulan tersebut terlampaui, maka permohonan tersebut dianggap diterima dan paling lambat 1 bulan
setelah 12 bulan harus terbit SKBLB dan apabila
penerbitan SKBLB lewat waktu maka WP mendapat bunga 2% per bulan dihitung sejak lewat waktu sampai dengan terbit SKBLB. e. Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB) yang dikirim ke : WP, BO, KPKN dan Kanwil DJP. f.
Dalam
waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pembayaran BPHTB ( SPMKPB ), lewat dari waktu yang ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per bulan. g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga ( SKIB ) dan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga ( SPMIB )
B. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam pasal 23 Undang-undang BPHTB dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No:519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 sebagai berikut : MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
22
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
1. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan. 2. Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai berikut : a.16% untuk Daerah Propinsi b.64% untuk Daerah Kabupaten/Kota Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 04/PMK.07/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk daerah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran melimpahkan sebagian kewenangan perintah pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan kewenangan ini dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat Kuasa Umum (SPMSKU). Berdasarkan SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank Operasional III untuk melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara mingguan.
Dalam rangka penyaluran transfer ke daerah, setiap tahun anggaran selambatlambatnya pada minggu pertama bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai, pemerintah daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan: 1)asli rekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah; dan 2)fotokopi keputusan kepala daerah mengenai penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah yang disahkan oleh kepala daerah.
Latihan: 1. Sebutkan sebab-sebab terjadinya kelebihan bayar BPHTB 2. Jelaskan tata cara pengajuan restitusi BPHTB 3. Jelaskan secara singkat pembagian hasil penerimaan BPHTB
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
23
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
9. KEGIATAN BELAJAR 8
KEWAJIBAN, PELAPORAN DAN SANKSI A. KEWAJIBAN PEJABAT Ketentuan bagi pejabat diatur dalam pasal 24 Undang-undang BPHTB yang mengatur tentang kewajiban bagi pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan BPHTB yaitu : 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) / Notaris hanya dapat menandatangani Akta pada saat WP menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) dengan menyerahkan fotokopi dan menunjukkan aslinya. 2. Pejabat Lelang hanya dapat menanda tangani Risalah Lelang pada saat WP menyerahkan SSB.
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
24
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan SK dimaksud pada saat WP menyerahkan SSB. 4. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris/hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat WP menyerahkan SSB.
B. PELAPORAN Masalah pelaporan pelaksanaan BPHTB diatur dalam pasal 25 Undang-undang BPHTB yang mengatur hal-hal sebagai berikut : 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) /Notaris, Kepala Kantor Lelang wajib menyampaikan laporan tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disertai salinan SSB kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama 2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberitahukan perolehan hak atas tanah karena pemberian hak baru kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama disertai salinan SSB. 3. Laporan/Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, bila libur hari kerja berikutnya.
C. S A N K S I Sanksi yang dikenakan kepada para pejabat terkait diatur dalam pasal 26 Undang-undang BPHTB sebagai berikut : 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris / Kepala Kantor Lelang yang melanggar ketentuan Kewajiban Bagi Pejabat, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.7.500.000,-
setiap pelanggaran dan denda sebesar Rp.250.000,-
untuk setiap laporan. 2. Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar
ketentuan bagi
pejabat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (PP 30/80) tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Latihan:
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
25
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
1. Sebutkan kewajiban bagi para pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan BPHTB 2. Sebutkan pula sanksi yang dpat dikenakan kepada para pejabat terkait dalam pelaksanaan BPHTB apabila mereka melanggar ketentuan bagi pejabat.
TEST FORMATIF: I. Pilihan Ganda Berikanlah tanda lingkaran ( O ) atau tanda silang ( X ) untuk jawaban yang Saudara anggap paling benar menurut ketentuan pada huruf didepannya ( a,b,c,d ). 1. Perubahan UU No.21 Tahun 1997 menjadi UU No.20 Tahun 2000 tentang BPHTB diharapkan dapat mencapai sasaran: a. Meningkatkan penerimaan pajak sebesar-besarnya b. Memberikan kepastian hokum c. Memberikan rasa keadilan d. Memberikan rasa keadilan, kepastian hokum, dan memperluas cakupan objek pajak
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
26
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
2. Badan atau Organisasi Internasional yang tidak dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam Kep.Men.Keu.RI No:630/KMK.04/1997 antara lain adalah seperti di bawah ini, kecuali: a. Badan-badan Internasional PBB b. Colombo Plan c. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) d. Kerjasama Bilateral 3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak: a. yang dikenakan atas nilai tanah dan atau bangunan b. atas harga jual yang ditetapkan oleh Kakanwil DJP c. yang dikenakan pada kepemilikan tanah dan atau bangunan d. yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan 4. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) adalah jumlah kewajiban yang harus dibayar berupa: a. Pajak yang kurang dibayar ditambah denda administrasi b. Pajak yang kurang dibayar ditambah bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan c. Pajak yang kurang dibayar ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar d. Pajak yang kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak 5. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP. Bila NJOP belum ditetapkan maka yang digunakan adalah: a. NJOP tahun yang lalu b. Nilai Pasar tahun yang lalu c. Harga transaksi tahun yang lalu d. NJOP yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan 6. Tanda penerimaan surat keberatan sangat penting bagi wajib pajak yaitu sebagai: a. Perhitungan
waktu
yang
digunakan
saat
menunggu
keputusan
penyelesaian permohonan keberatan b. Tanda bukti bahwa wajib pajak telah menyampaikan surat keberatan c. Tanda bukti bahwa persyaratan surat keberatan telah terpenuhi d. Tanggal dimulainya pemberian keputusan atas keberatan 7. Menurut pasal 9 ayat(3) UU BPHTB, tempat BPHTB terutang adalah di wilayah kabupaten/kota, atau propinsi yang meliputi: a. Lokasi tempat tinggal atau domisili yang memperoleh hak b. Lokasi tanah dan atau bangunan MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
27
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
c. Letak kantor Notaris/PPAT yang membuat Akta d. Letak kantor bank tempat pembayaran 8. Besarnya NPOP dalam hal jual beli adalah: a. Harga transaksi objek pajak tersebut b. Nilai pasar objek pajak tersebut c. NJOP tahun yang lalu dari objek pajak tersebut d. Harga transaksi yang nilainya melebihi NJOP 9. Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat(3) UU BPHTB yaitu tidak mewajibkan menyerahkan bukti pembayaran BPHTB pada waktu pendaftaran hak, dikenakan sanksi: a. Denda sebesar Rp7.500.000,00 setiap pelanggaran b. Administrasi c. Sesuai PP No.30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS d. Denda sebesar Rp250.000,00 10. Orang pribadi penerima hibah wasiat yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas/ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, memperoleh: a. NPOPTKP paling banyak Rp300.000.000,00 b. NPOPTKP berdasarkan usulan Gubernur atau Kepala Daerah c. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang d. NPOPTKP yang ditetapkan setelah mempertimbangkan usulan Kepala Daerah secara regional paling banyak Rp300.000.000,00 11. Pengertian cakupan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam perubahan UU BPHTB Tahun 2000 adalah: a. Agar diperoleh penerimaan pajak yang sebesar-besarnya b. Mempertegas dasar hukum jenis perolehan hak yang belum diatur c. Memberikan dasar pengenaan atas UU No.16 Tahun 1985 tentang Undang-undang Rumah Susun d. Merumuskan kebijaksanaan pemerintah tentang Hak Pengelolaan 12. Apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa tanah dan bangunan, maka warisan tersebut: a. bukan objek pajak b. harus didaftarkan ke pengadilan untuk pembagian warisan c. objek BPHTB d. dibagi kepada ahli waris tanpa dipotong pajak 13. Surat Tagihan BPHTB (STB) adalah: MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
28
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
a. Surat untuk melakukan penagihan pajak b. Surat untuk melakukan tagihan pajak dan pemaksaan pembayaran c. Surat untuk melakukan tagihan pajak dtambah sanksi administrasi d. Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi 14. Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, kecuali: a. Jual beli, dan kelanjutan pelepasan hak b. Waris dan Hibah Wasiat c. Konversi hak atas nama yang sama d. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan 15. Penggabungan Usaha, Peleburan Usaha, dan Pemekaran Usaha merupakan: a. Pemindahan Hak b. Pemberian Hak Baru c. Perolehan Hak berdasarkan bisnis d. Perolehan Hak yang diatur dalam Hukum Perdata 16. Pemasukan dalam Perseroan atau badan Hukum lainnya merupakan: a. Pengalihan Hak yang merupakan Hak Perolehan b. Pemindahan Hak c. Pemisahan Hak yang mengakibatkan Peralihan Hak d. Kelanjutan Pelepasan Hak 17. Tempat dan Tata
cara pembayaran BPHTB sebagaimana diatur dalam
Kep.Men.KeuRI. No.517/KMK.04/2000 adalah: a. BPHTB dibayar keKas Negara di wilayah kbupaten/kota tempat domisili subjek pajak b. BPHTB dibayar di Bank/Kantor Pos
Tempat Pembayaran di wilayah
kabupaten/kota tempat domisisli subjek pajak c. BPHTB dibayar di Tempat Pembayaran BPHTB di wilayah kabupaten/kota yang meliputi Bank/Kantor Pos terdekat dengan menggunakan SSB d. BPHTB dibayar ke Kas Negaradi Tempat P{embayaran BPHTB di wilayah kabupaten/kota yang meliputi klokasi objek pajak dengan menggunakan SSB 18. Apabila wajib pajak akan mengajukan permohonan pengurangan BPHTB karena merger, maka permohonannya diajukan kepada: a. Kepala KPPBB yang bersangkutan b. Kakanwil DJP yang bersangkutan c. Direktur Jenderal Pajak d. Menteri Keuangan 19. Keberatan dapat diajukan atas: MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
29
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
a. SKBKB, SKBKBT, SSB b. SKBKB, SKBLB, STB c. SKBKB, SKBLB, SKBN d. SKBKB, SSB, STB 20. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan keputusan pemberian pengurangan BPHTB atas tanah dan atau bangunan: a. karena dampak krisis ekonomi dan merger b. dengan jumlah pengurangan lebih dari Rp2,5 milyar sampai dengan Rp5 milyar c. atas objek yang sudah tidak berfungsi lagi karena bencana alam d. dengan jumlah pengurangan kurang dari Rp2,5 milyar
II. URAIAN/ESSAY: 1. Bapak Hasan Azhary, seorang hartawan dari Nangro Aceh Darussalam bermaksud memberikan hibah wasiat sebidang tanah seluas 2 Ha kepada sebuah Yayasan Yatim Piatu “Al-Khairat”. Untuk itu Pak Hasan Azhary menemui Saudara dan menanyakan segala sesuatu mengenai BPHTB karena hibah wasiat. Saudara diminta memberikan penjelasan selengkapnya kepada Pak Hasan Azhary mengenai BPHTB karena hibah wasiat tersebut. 2. Ibu Farida pada tanggal 5 Februari 2007 membeli sebidang tanah dan bangunan dari Ibu Ratna yang terletak di Jalan Anyelir No.9 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan luas tanah 400 M2 dan luas bangunan 180 M2 melalui transaksi jual beli dan harga yang dilaporkan kepada KPPBB Jakarta Selatan Dua sebesar Rp500 juta dan dibuktikan dengan SSB yang telah dibayar lunas di Bank tempat Pembayaran. Pada tanggal 10 Maret 2007, setelah laporan PPAT diterima oleh KPPBB dan dilakukan penelitian data klasifikasi NJOP, ternyata NJOP tanah di Jalan Anyelir No.9 Kebayoran Baru tersebut ditetapkan kelas A-12, sedangkan NJOP bangunan kelas A-1. Atas perbedaan ini KPPBB kemudian menerbitkan SKBKB pada tanggal 11 Maret 2007. Pada tanggal 10 Mei 2007 KPPBB mengadakan uji silang data dengan KPP. Dari hasil uji silang data tersebut ternyata ditemukan data yang lebih baru lagi yaitu Ibu Ratna (penjual) telah membayar PPh Final atas penjual tanah dan bangunan kepada Ibu Farida sebesar Rp50 juta. Atas temuan ini KPPBB menerbitkan SKBKBT pada tanggal 11 Mei 2007. Hitung besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh Ibu Farida berdasarkan SKBKB dan SKBKBT apabila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp60 juta.
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
30
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF: I. Pilihan Ganda: 1. d
11. b
2. c
12. c
3. d
13. d
4. d
14. c
5. d
15. a
6. b
16. b
7. b
17. d
8. d
18. c
9. c
19. c
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
31
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
10. d
20. a
II. Uraian/Essay: 1. Lihat kegiatan belajar 3 2. Lihat kegiatan belajar 5
UMPAN BALIK Cocokkanlah jawaban Anda dengan Jawaban Test Formatif yang ada pada Modul ini. Kemudian hitunglah jumlah jawaban yang benar dan gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui sampai sejauh mana Tingkat Pemahaman (TP) Anda.
TP = Jumlah jawaban yang benar x 100% Jumlah seluruh soal Apabila TP Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai: 91%
s.d
100%
: Amat baik
81%
s.d
90,99%
: Baik
71%
s.d
80,99%
: Cukup
61%
s.d
70,99%
: Kurang
Apabila TP Anda belum mencapai 81% ke atas (kategori baik), maka disarankan Anda untuk mengulang materi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB 2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB 3. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang BPHTB Karena Waris dan Hibah Wasiat 4. Peraturan Pemerintah Nomor 112 tahun 2000 tentang BPHTB Karena Pemberian Hak Pengelolaan
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
32
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
5. Peraturan Menteri Keuangan RI. Nomor 33/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 516/KMK.04/2000 tentang Tatacara Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB 6. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tatacara Pembayaran BPHTB 7. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 518/KMK.04/2000 tentang Tatacara Pemberian Pengurangan BPHTB 8. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 519/KMK.04/2000 tentang Tatacara Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB.
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN
33