BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Privatisasi merupakan fenomena negara-negara di dunia, privatisasi juga
menjadi fenomena di Indonesia. Fenomena privatisasi diawali ketika terjadinya kriris pada tahun 1997, ditandai dengan salah satu butir kesepakatan dengan IMF adalah privatisasi BUMN. Di Indonesia proses privatisasi diatur oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh m asyarakat. Privatisasi menurut Megginson, Netter dan Chahyadi (2005) adalah (i) meningkatkan penghasilan bagi negara, (ii) meningkatkan efisiensi ekonomi, (iii) mengurangi ukuran sektor publik dan intervensi pemerintah dalam perekonomian, (iv) mempromosikan kepemilikan saham yang lebih luas,
(v) memberikan
kesempatan untuk memperkenalkan persaingan, (vi) mengembangkan pasar modal nasional dan, (vii) melihat dari kedisiplinan pasar. Adapun tujuan ekonomi dari privatisasi adalah memperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan dalam perekonomian, mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk sektor swasta (Sri, 2008). Privatisasi telah menjadi model pembenahan manajemen di berbagai negara, privatisasi ini bahkan
sering kali dipandang sebagai alat yang efektif untuk mencegah intervensi birokrasi pemerintah maupun proteksi yang dilakukan pemerintah, karena BUMN maupun lingkungan organisasi bisnis tidak menumbuhkan kompetisi. Ide utama dalam gagasan privatisasi adalah seharusnya pemerintah tidak melakukan kegiatan yang erat kaitanya dengan bisnis, fungsi pemerintah adalah untuk menyelenggarakan kegiatan politik dan menjadi fasilitator berbagai kegiatan ekonomi sehigga tidak boleh menjadi pemilik maupun pengelola, tetapi organisasi bisnis (BUMN) kenyataannya seringkali dimanfaatkan bagi kepentingan politik. Privatisasi seringkali dilaksanakan untuk kepentingan kelompok politik dan kelompok ekonomi tertentu. Di negara maju seperti Inggris, isu privatisasi seringkali dipakai sebagai alat politik untuk memenangkan pemilu dan bahkan melemahkan kelompok oposisi seperti terjadi pada tahun 1980. Di negara-negara berkembang, ekonomi dan politik justru digunakan untuk
memperkaya diri
dengan kebijakan privatisasi yang “undervalue”. Pengelolahan BUMN oleh pemerintah yang dianggap tidak efisien memungkinkan terjadi proses ”buying votes & political power” (Pembelian suara untuk kekuatan ekonomi tertentu), dan kali ini dapat menyebabkan konflik seperti keputusan untuk menjual saham dalam upaya menumbuhkan kompetisi, atau perbedaan pemilihan metode privatisasi yang akan dipilih. Di Indonesia BUMN yang telah diprivatisasi sejak tahun 1991-2005, secara umum ditemukan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini terlihat dari peningkatan yang cukup tajam pada aspek profitability (dalam hal ini diwakili oleh net profit margin
meningkat dari 9,15% menjadi 24,66%), output
(nilai penjualan rill perusahaan) meningkat dari 76,08% menjadi 142,56%, operating efficiency (yang diwakili efisiensi penjualan naik dari 517,33 menjadi 712,66 dan efisiensi laba meningkat dari 22,03 menjadi 163,61) dan leverage (yang diwakili DER membaik dari 413,44% menjadi 203,77%) (www.bumnri.go.id). Namun fenomena privatisasi BUMN di Indonesia
memperlihatkan
bahwa terdapat perbedaan kinerja perusahaan setelah diprivatisasi, sebagian perusahaan
memperoleh
peningkatan laba setelah diprivatisasi,
sementara
beberapa perusahaan atau BUMN mengalami kerugian setelah diprivatisasi. Perolehan laba yang dicapai BUMN dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.1 Perolehan Laba BUMN tahun 2005-2011 (dalam jutaan rupiah) Tahun Total BUMN Total Laba 2005 139 32.973.811,75 2006 139 53.242.880,64 2007 139 71.187.397,00 2008 142 77.630.007,00 2009 141 88.060.664,00 2010 141 102.381.541,00 2022 141 125.436,750,00 Sumber : Kementerian BUMN Kenaikan lababa yang diperoleh BUMN tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
Grafik 1.1 Perolehan Laba BUMN Tahun 2005-2011 (dalam juta rupiah)
Sumber : Kementerian BUMN Dari tabel dan grafik di atas dapat terlihat bahwa dari tahun 2005 sampai 2011 laba yang diperoleh BUMN mengalami peningkatan tiap tahunnya, hal tersebut dikarenakan adanya upaya yang dilakukan BUMN untuk terus meningkatkan efesiensi dan efektivitas perusahaan sehingga kinerja perusahaan meningkat. Di lain pihak walaupun memperoleh laba yang selalu meningkat tiap tahunnya, namum Kementerian BUMN masih harus berkerja keras untuk mengantaskan BUMN-BUMN yang masih merugi (Herliani, 2012). Dimana pada tahun 2011 tercatat ada 23 BUMN yang masih membukukan kerugian. Dari 23 BUMN itu, total kerugiannya mencapai Rp 3,2 triliun (Herliani, 2012). Privatisasi di Indonesia telah mengundang pro dan kontra dikalangan masyarakat, beberapa kelompok masyarakat menolak privatisasi dengan alasan privatisasi dianggap merugikan negara. Privatisasi yang sahamnya dijual (kepada pihak asing) dianggap tidak nasionalisme, dan belum adanya bukti tentang
manfaat privatisasi kepada pihak asing yang diperoleh (Purwoko, 2002). Kelompok masyarakat lain berfikir secara realistis bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN yang terpenting adalah BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat indonesia. Kelompok ini berpendapat bahwa kinerja BUMN dapat ditingkatkan dan BUMN dapat menciptakan akses pasar internasional serta meningkatkan teknologi dan manajemen BUMN (Antonio dan Hasnawati, 2009). Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh privatisasi terhadap kinerja perusahaan memberikan hasil yang beragam. Peningkatan kinerja keuangan BUMN setelah diprivatisasi berupa peningkatan profitabilitas dan efisiensi ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Megginson, Nash dan Randenborgh (1994) yang
menyatakan bahwa privatisasi secara signifikan
meningkatkan output (nilai penjualan rill perusahaan), efisiensi operasi, profitabilitas, investasi modal, pembayaran deviden dan penurunan tingkat leverage.
Sathye
(2005)
menyimpulkan
secara
keseluruhan
privatisasi
menunjukan peningkatan kinerja dan efisiensi perusahaan dalam beberapa tahun. Megginson, Netter dan Chahyadi (2005) menyatakan bahwa dengan dilakukannya privatisasi pangsa BUMN dilihat dari “GDP Global” telah mengalami penurunan lebih dari sepuluh persen pada tahun 1997 menjadi kurang dari enam persen. Proporsi kepemilikan perusahaan yang dimiliki oleh publik lebih efisien dan menguntungkan, dalam arti bahwa divertasi perusahaan hampir semua menjadi lebih efisien, lebih menguntungkan, meningkatkan investasi modal dan keuangan menjadi lebih sehat. Hasil dari penelitian ini bertolak belakang dengan hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Omran (2004) menyimpulkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dalam kinerja ekonomi struktur kepemilikan pada perusahaan setelah diprivatisasi. Hakro dan Akram (2009) menyimpulkan privatisasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan dilihat
dengan
membandingkan kinerja dan operasi keuangan sebelum dan sesudah privatisasi di Pakistan. Penelitian lain yang dilakukan di Indonesia menyatakan bahwa privatisasi memberikan pengaruh positif terhadap kinerja penelitian Lubis (2011) menyimpukan bahwa meningkatnya kepemilikan publik dapat meningkatkan kinerja financial dan operasional berupa peningkatan profitabilitas yang ditunjukan oleh hasil penjualan. Berbeda dengan pendapat beberapa peneliti yang menyatakan bahwa privatisasi justru memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan antara lain Tjager (2007) menyimpulkan bahwa rata-rata perusahaan setelah privatisasi cukup mampu untuk menghasilkan pendapatannya, akan tetapi pada sisi yang lain ternyata perusahaan belum mampu untuk mengelola biaya-biaya yang harus dikeluarkan hal ini menunjukan bahwa setelah privatisai kinerja perusahaan selain GPM tidak lebih baik setelah privatisasi. Penelitian Antonio dan Hasnawati (2009) tidak terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan setelah dilakukannya privatisasi, penelitian
ini menemukan
perbedaan yang signifikan hanya pada rasio return on equity dan sales efficiecny, dimana return on equity makin menurun setelah privatisasi dan sales efficiency makin meningkat setelah privatisasi.
Berdasarkan uraian diatas menujukan hasil bahwa pengaruh privatisasi terhadap kinerja keuangan masih bervariasi, hal ini mendorong dilakukannya suatu penelitian yang bertujuan memperoleh bukti tambahan terhadap perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. Berdasarkan uraian diatas melakukan penelitian tentang PENGARUH PRIVATISAS TERHADAP KINERJA KEUANGAN. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan pembahasan masalah
dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana bentuk privatisasi di Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh kinerja keuangan perusahaan antara sebelum dan setelah privatisasi? C.
Tujuan Penelitian Sejalan dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan, maka
penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Untuk mengetahui bentuk privatisasi di Indonesia. 2. Untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan perusahaan antara sebelum dan sesudah privatisasi. D.
Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi semua
pihak yang berkepentingan, yaitu:
1.
Akademisi sebagai tambahan pengetahuan dan informasi mengenai privatisasi BUMN di Indonesia khususnya pengaruh terhadap kinerja keuangan dan meningkatkan perhatian terhadap topik ini yang diharapkan mampu mendorong penelitian-penelitian selanjutnya.
2.
Pemegang saham dan calon investor sebagai informasi untuk pertimbangan investasi pada saham BUMN.
3.
Pemerintah khususnya Kementerian Negara BUMN sebagai masukan yang bermanfaat dalam menentukan kebijakan praktik privatisasi BUMN di Indonesia.
4.
Masyarakat sebagai informasi sehingga meningkatkan pemahaman mengenai privatisasi sehingga mampu mengarahkan respon terhadap privatisasi secara bijaksana dan memadai.