BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Epilepsi merupakan penyakit kronis di bidang neurologi dan penyakit kedua terbanyak setelah stroke (Blum, 2003). Epilepsi disebabkan oleh berbagai etiologi dengan gejala tunggal yang khas yaitu serangan yang terjadi tiba-tiba dan berulang yang disebabkan oleh lepas muatan listrik kortikal secara berlebihan (Mustarsid, dkk., 2011). Epilepsi pada anak berbeda dengan dewasa jika didasarkan pada etiologi, respon terhadap pengobatan, dan efek terhadap keluarga penderita (Ravat dan Gupta, 2008). Selain itu juga ada faktor yang membedakan antara epilepsi anak dan dewasa, yaitu otak anak lebih rentan untuk epileptogenesis, adanya epileptogenik tinggi, dan aktivitas kejang yang berat dapat membuat terganggunya fungsi dan struktur otak (Nurmalasari, 2012). Epilepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak morbiditas di bidang saraf anak yang menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kesulitan belajar, gangguan tumbuh-kembang, dan menentukan kualitas hidup anak. Insiden epilepsi pada anak dilaporkan dari berbagai negara dengan variasi yang luas, sekitar 4-6 per 1000 anak, tergantung pada desain penelitian dan kelompok umur populasi (Aydin dkk., 2002; Major dan Thiele, 2007). Sedangkan kasus epilepsi di Indonesia berjumlah sedikitnya 700.000-1.400.000 kasus dengan pertambahan sebesar 70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan sekitar 40-50% dari prevalensi tersebut terjadi pada anak-anak (Suwarba, 2011). Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita, tanpa memandang umur dan ras. Kejadian epilepsi
1
dapat dimulai pada umur berapa saja, tetapi di negara berkembang kejadian epilepsi sering terjadi pada keadaan ekstrim seperti pada bayi, usia anak-anak, usia remaja, dan pada usia tua. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insiden epilepsi menunjukkan bahwa puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan orang tua (WHO, 2006). Obat antiepilepsi yang secara luas digunakan di Indonesia dan merupakan obat utama yang digunakan pada anak dengan epilepsi adalah asam valproat. Asam valproat merupakan obat antiepilepsi yang bisa digunakan pada semua tipe epilepsi, terutama pada epilepsi umum yang idiopatik (Brodie dan Dichter, 1996). Mekanisme kerja asam valproat dalam pengobatan epilepsi adalah dengan meningkatkan inaktivasi kanal Na+, sehingga menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik (Ikawati, 2011). Tingginya prevalensi epilepsi dapat berimbas pada tingginya penggunaan obat-obat antiepilepsi dan hal tersebut dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping obat. Semua obat antiepilepsi secara umum dapat menyebabkan toksisitas pada hepar walaupun reaksi yang fatal sangat jarang terjadi (Nurmalasari, 2012). Obat antiepilepsi yang memiliki efek hepatotoksik adalah karbamazepin, fenitoin, dan asam valproat. Adapun efek samping dari asam valproat adalah kerusakan hepar (peningkatan enzim ALT dan AST), gangguan gastrointestinal (mual, diare dan pancreatitis), gangguan sistem saraf (sedasi), gangguan metabolism (hyperammonaemia) (Lacy dkk., 2009). Asam valproat selain memiliki banyak efek samping juga termasuk dalam golongan obat-obat dengan indeks terapi sempit dengan kisar terapi 50-100 mg/L
2
(Winter, 1994). Obat dengan indeksi terapi sempit merupakan obat-obat dengan batas keamanan yang sempit. Pada obat dengan indeks terapi sempit, perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan efek toksik. Oleh karena itu, obat-obat ini memerlukan pengawasan pada level obat dalam plasma dan penyesuaian dosis untuk mencegah timbulnya efek toksik (Kang dan Lee, 2009). Pelaksanaan TDM (Therapeutic Drug Monitoring) di Indonesia belum dapat dilakukan mengingat biaya yang diperlukan relatif mahal. Padahal penggunaan obat dengan indeks terapi sempit salah satunya asam valproat masih cukup banyak. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dilakukan pemantauan terhadap penggunaan obat tersebut. Keberhasilan terapi dengan obat terletak pada pendekatan sejauh mana optimalisasi keseimbangan antara efek terapetik yang diinginkan dengan efek samping atau efek toksik yang tidak diinginkan (Usman, 2007; Shargel dkk., 2005). Monitoring melalui tinjauan secara farmakokinetika dengan menghitung perkiraan kadar obat berdasarkan dosis terapi yang diberikan pada pasien dapat dilakukan apabila pengukuran kadar obat dalam darah secara langsung belum dapat dilakukan (Usman, 2007). Sehingga, diperoleh gambaran bagaimana kadar obat dalam serum dan dihubungkan dengan outcome clinic yang diperoleh. Berdasarkan uraian, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perkiraan kadar asam valproat dalam serum berdasarkan dosis terapi yang diberikan, serta outcome clinic yang diperoleh pada pasien epilepsi anak jika dilihat dari durasi bebas kejang.
3
1. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: a. Berapa perkiraan kadar asam valproat dalam serum setelah pemberian dosis terapi pada pasien epilepsi anak di RSUD Sleman Yogyakarta? b. Bagaimana outcome clinic pada pasien epilepsi anak di RSUD Sleman Yogyakarta jika dilihat dari durasi bebas kejang?
2. Keaslian penelitian Sejauh ini belum menemukan penelitian tentang perhitungan perkiraan kadar asam valproat pada pasien epilepsi anak, namun untuk penelitian tentang asam valproat sudah banyak dilakukan. Penelitian terkait yang pernah dilakukan di Indonesia maupun di dunia yaitu: a. Penelitian oleh Kumar dkk (2010) yang berjudul ”Therapeutic Drug Monitoring of Valproic Acid in Pediatric Epileptic Patients”. Peneliti menggunakan kajian prospektif untuk mengukur kadar asam valproat dalam serum menggunakan HPLC pada pasien epilepsi anak umur 2-14 tahun yang mendapat monoterapi asam valproat. b. Penelitian oleh Forooghipour dkk (2009) yang berjudul “Therapeutic Drug Monitoring of Valproic Acid in Patients with Monotherapy at Steady State”. Peneliti menggunakan kajian prospektif untuk melakukan pemantauan terapetik obat asam valproat pada pasien dewasa yang mendapat monoterapi serta melakukan evaluasi terhadap respon terapi.
4
c. Penelitian oleh Nugroho (2007) yang berjudul “Perbandingan efek terapi fenitoin, karbamazepin dan asam valproat sebagai monoterapi pada anak dengan epilepsi general tonik klonik dan epilepsi parsial”. d. Penelitian oleh Nurmalasari (2012) yang berjudul “Hubungan antara hepatotoksisitas dengan usia, status gizi, dan lama pemberian asam valproat pada anak epilepsi”. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan desain penelitian observasional yang bersifat deskriptif untuk menghitung perkiraan kadar asam valproat dalam serum setelah pemberian dosis terapi pada pasien epilepsi anak di RSUD Sleman Yogyakarta, serta melihat outcome clinic berdasarkan durasi bebas kejang.
3. Manfaat penelitian Penelitian ini perlu dilaksanakan karena diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: a. Memberikan informasi pada pihak RSUD Sleman Yogyakarta mengenai perkiraan kadar asam valproat dalam serum setelah pemberian dosis terapi, serta outcome clinic pada pasien epilepsi anak jika dilihat dari durasi bebas kejang. b. Bagi farmasis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu perhatian pada pelaksanaan farmasi klinik terkait penanganan pasien epilepsi. c. Bagi institusi pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah acuan untuk melanjutkan penelitian di bidang epilepsi.
5
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1. Mengetahui perkiraan kadar asam valproat dalam serum setelah pemberian dosis terapi pada pasien epilepsi anak di RSUD Sleman Yogyakarta. 2. Mengetahui outcome clinic pada pasien epilepsi anak di RSUD Sleman Yogyakarta jika dilihat dari durasi bebas kejang.
6