Pelengkap Buku Pegangan 2014
Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan April 2014
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Gedung Radius Prawiro Lantai 9 - Jl. DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710 Website: www.djpk.depkeu.go.id
ii
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Kata Pengantar
M e nte ri K e ua ng a n repu blik indones ia Puji syukur senantiasa kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah, rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya-lah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyelesaikan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah. Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014 ini mengambil tema “Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik”. Kebijakan otonomi daerah bertujuan mendorong pemerintah daerah dalam menciptakan pelayanan publik yang dekat kepada masyarakat daerah secara lebih berkualitas dengan memaksimalkan peran serta dan inisiatif seluruh komponen masyarakat setempat. Kebijakan ini memiliki konsekuensi logis adanya penyerahan sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah diikuti dengan penyerahan pendanaan pusat ke daerah berupa kebijakan desentralisasi fiskal dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah memiliki arti bahwa pemerintah pusat dan daerah harus bersama-sama terus berupaya untuk melakukan komunikasi, koordinasi, harmonisasi dan sinergi kebijakan fiskal. Hal ini tercermin dari kualitas kebijakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang koheren semata-mata dalam rangka mencapai keberhasilan pembangunan nasional yang mantap, berdaya saing, berkualitas, inklusif, dan stabil untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, terdapat sejumlah risiko dan tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2014, antara lain masih adanya persoalan pada perekonomian global. Di sisi lain tantangan juga datang dari komoditas dan harga minyak, ketersediaan infrastruktur untuk mendukung pembangunan yang inklusif, serta terkait konsumsi dan subsidi harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi domestik.
Kata Pengantar Menteri Keuangan
iii
Namun demikian, di balik tantangan tersebut terdapat beberapa peluang yang harus dicermati dengan tetap menjaga sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan indikator perekonomian nasional tahun 2013, secara umum pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi kendati ada tekanan inflasi, pemotongan anggaran, serta tren investasi yang relatif mengarah ke moderat. Pertumbuhan ini diyakini akan meningkat kembali di tahun 2014 dengan adanya pesta demokrasi dan membaiknya iklim investasi yang dapat mendorong perekonomian nasional. Momentum tersebut diharapkan dapat direspon secara positif dalam kebijakan transfer pemerintah pusat di satu sisi dan kebijakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah di sisi yang lain. Upaya yang harus dilakukan dengan tetap fokus menjaga momentum tersebut antara lain melalui penguatan penggalian potensi perpajakan daerah guna mendorong kemandirian pendanaan daerah, pengendalian belanja daerah dengan menggunakan instrumen insentif dan sanksi, penyaluran dana transfer bersyarat, prioritas belanja pada bidang infrastruktur yang mendukung layanan publik, pengendalian defisit serta peningkatan kualitas aparatur daerah dalam mengelola keuangan daerah. Dengan diterbitkannya pelengkap buku pegangan ini diharapkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat saling bersinergi dalam kerangka pemahaman yang sama yaitu menyukseskan tujuan akhir dari otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yaitu mendorong pertumbuhan perekonomian nasional untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak lupa dalam kesempatan berharga ini, saya menyampaian ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang telah bekerja dengan sungguh-sungguh, penuh pengorbanan untuk menyelesaikan Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014 ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan bimbingan dan kemurahan-Nya dalam setiap perjuangan untuk meraih tujuan berbangsa dan bernegara yang termaktub dalam konstitusi kita yaitu memajukan kesejahteraan umum. Amin.
MENTERI KEUANGAN,
MUHAMAD CHATIB BASRI
iv
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Daftar Isi
Kata Pengantar Menteri Keuangan Republik Indonesia................................................ iii Daftar Isi........................................................................................................................ v Daftar Gambar............................................................................................................. vii Daftar Tabel.................................................................................................................. ix Bab I Pendahuluan......................................................................................................I/1 Bab II Pengaturan Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah Saat Ini.....................................................................................II/9 2.1. Kewenangan Perpajakan Dan Retribusi Daerah..........................................................II/9 2.2. Transfer Daerah Dana Perimbangan.........................................................................II/16 2.3. Pembiayaan Daerah..................................................................................................II/42 2.4. Sistem Informasi Keuangan Daerah..........................................................................II/50 Bab III Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2014.................................................... III/53 3.1. Dana Perimbangan.................................................................................................. III/53 3.1.1. Dana Bagi Hasil (DBH).................................................................................. III/53 3.1.2. Dana Alokasi Umum...................................................................................... III/68 3.1.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)........................................................................... III/72 3.2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian............................................................... III/100 3.2.1. Kebijakan Dana Otonomi Khusus (Otsus)................................................... III/100
Daftar Isi
v
3.2.2. Kebijakan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI)............................................. III/101 3.2.3. Dana Keistimewaan DIY.............................................................................. III/101 3.2.4. Kebijakan Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tambahan Penghasilan (Tamsil) PNSD......................................................................... III/103 3.2.5. Kebijakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)................................. III/107 3.2.6. Kebijakan Dana Insentif Daerah (DID)......................................................... III/108 3.2.7. Kebijakan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2)..... III/115 Bab IV Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat Daerah dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.................................................................IV/119 4.1. Peningkatan Pendapatan Daerah Kebijakan Perpajakan dan Retribusi Daerah.....IV/119 4.2. Pengendalian Belanja Daerah ...............................................................................IV/128 4.3. Peningkatan Kualitas Aparatur Daerah..................................................................IV/136 Bab V Penutup........................................................................................................V/141 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 143 Lampiran Alokasi Dana Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2014........................... 147
vi
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Daftar Gambar
Gambar 2.1
Formula Penghitungan Dana Alokasi Umum...........................................II/19
Gambar 2.2
Penghitungan Besaran DAU Untuk Provinsi Dan Kabupaten/Kota..........II/20
Gambar 2.3
Proses Penghitungan Split Daerah Induk dan Daerah Otonomi Baru......II/21
Gambar 2.4
Pola Hubungan Antar Lembaga Dalam Hibah Daerah............................II/36
Gambar 3.1 Tahap Penyaluran DBH SDA.................................................................. III/65 Gambar 4.1 Mekanisme Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok Sesuai PMK No. 115/PMK.07/2013......................................................IV/124 Gambar 4.2
Grafik Penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 – 2013 Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia.........................................IV/129
Gambar 4.3
Trend Belanja Daerah TA 2009 – 2013 ................................................IV/130
Gambar 4.4
PENYERAPAN BELANJA APBD TAHUN ANGGARAN 2013..................IV/131
Gambar 4.5
Tren SiLPA Tahun Berkenaan 2009 – 2012...........................................IV/132
Gambar 4.6
Trend Dana Pemda di Perbankan 2010 – 2013....................................IV/132
Gambar 4.7 Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2008 - 2012................................................................................IV/133
Daftar Gambar
vii
viii
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Daftar tabel
Tabel 1.1
Dana Transfer Tahun Anggaran 2014 ............................................................I/3
Tabel 2.1
Peraturan Pelaksanaan UU 28/2009............................................................II/11
Tabel 2.2
Hasil Evaluasi Raperda dan Perda PDRD Tahun 2010 - 2013......................II/12
Tabel 2.3
Data Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2......................................II/13
Tabel 2.4
Jenis Pelanggaran dan Sanksi Terhadap Peraturan PDRD..........................II/15
Tabel 2.5
Alokasi Dana Otonomi Khusus setara 2% DAU Nasional Tahun 2007-2013.........................................................................................II/25
Tabel 2.6
Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur Tahun 2009 – 2013...........................II/25
Tabel 2.7
Alokasi TPG PNSD dan Alokasi Dana Tamsil Guru PNSD............................II/29
Tabel 2.8.
Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD............................................................II/32
Tabel 2.9
Hibah Kepada Pemerintah Daerah..............................................................II/38
Tabel 2.10
Komposisi Pendanaan JUMFP/JEDI...........................................................II/46
Tabel 2.11
Daerah Yang Melakukan Pinjaman Kepada PIP..........................................II/49
Tabel 2.12
Penyampaian APBD 2010-2014..................................................................II/51
Tabel 3.1
Jenis dan Persentase DBH Pajak............................................................... III/54
Tabel 3.2
Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat (DJP) dengan Pemerintah Daerah................................. III/55
Daftar Tabel
ix
Tabel 3.3
Penyaluran DBH Pajak dan CHT................................................................ III/59
Tabel 3.4
Jenis dan Porsi Bagi Hasil DBH SDA......................................................... III/61
Tabel 3.5
Jenis dan Tarif PNBP yang Dibagihasilkan................................................. III/62
Tabel 3.6
Perhitungan Alokasi DBH Bagi DOB.......................................................... III/67
Tabel 3.7
Komposisi Alokasi Dasar dan Celah Fiskal untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2014...................................................................... III/69
Tabel 3.8
Data dalam Perhitungan DAU.................................................................... III/69
Tabel 3.9
Penetapan Bobot Variabel Kebutuhan Dan Kapasitas Fiskal Dalam Penghitungan DAU Tahun 2014....................................................... III/70
Tabel 3.10
Daerah Otonomi Baru................................................................................ III/72
Tabel 3.11
Alokasi DAK Tahun 2014............................................................................ III/74
Tabel 3.12
Jumlah Daerah Penerima DAK 2014 per Bidang........................................ III/97
Tabel 3.13
Resume Alokasi DAK TA 2014.................................................................... III/98
Tabel 3.14
Petunjuk Teknis Penggunaan DAK TA 2014................................................ III/99
Tabel 3.15 Tabel Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013 Berdasarkan Bidang Kewenangan .......................................................... III/101 Tabel 3.16
Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2014 Berdasarkan Bidang Kewenangan .......................................................... III/102
Tabel 3.17
Kebijakan Perhitungan DID Tahun 2010-2014.......................................... III/109
Tabel 3.18 Bobot Penilaian Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014........................... III/113 Tabel 3.19
Kebijakan Alokasi Minimum Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014 ..... III/114
Tabel 4.1
Perda Pajak Rokok...................................................................................IV/126
Tabel 4.4 Tabel Perkembangan jumlah peserta kegiatan LKD, KKD, dan KKDK......IV/138
x
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Bab I Pendahuluan
Indonesia sebagai negara berkembang telah mencatat kinerja perekonomian yang cukup membanggakan pada sepuluh tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5,7 persen pada tahun 2013, dan angka tersebut masih lebih baik dibandingkan rata-rata negara setara itu yang pertumbuhannya hanya 3,6 persen. Di tingkat regional, pada tahun 2012 perekonomian daerah menunjukkan kinerja yang relatif baik. Bahkan hal yang cukup mengejutkan terjadi, bahwa pertumbuhan yang cukup tinggi setelah kawasan Jakarta dan Jawa, berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI), yaitu mencapai 6,0 persen. Kinerja ekspor atas sumber daya alam (SDA) dan investasi di bidang infrastruktur menjadi penyumbang pertumbuhan yang tinggi di KTI tersebut. Sedangkan di kawasan lain permintaan domestik yang kuat ditopang oleh daya beli riil masyarakat yang meningkat dan basis konsumen yang luas seiring dengan berkembangnya kelompok kelas menengah di Indonesia merupakan penyumbang pertumbuhan perekonomian tersebut. Namun demikian, tantangan perekonomian Indonesia ke depan akan selalu membayangi dari waktu ke waktu. Indonesia sebagai negara dengan kebijakan makro ekonomi yang dipengaruhi oleh ekonomi global (small open economic) diyakini rentan oleh perubahan indikator perekonomian global. Kebijakan makro ekonomi negara-negara maju menjadi faktor yang terus membayangi kebijakan makro ekonomi Indonesia, antara lain yaitu kebijakan likuiditas global, kenaikan harga komoditas pangan dan energi, dan volatilitas daya tukar Rupiah. Di samping itu, berdasarkan McKinsey Global Institute dalam “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential”, Indonesia di tahun 2030 diprediksi menjadi
Pendahuluan
I/1
negara dengan kekuatan ekonomi di urutan ke-7 dunia apabila bisa mengatasi tantangantantangan pembangunannya. Bergesernya raksasa perekonomian dunia dari belahan Benua Amerika dan Eropa menuju Benua Asia berpotensi mengubah Indonesia menjadi negara yang secara makro ekonomi akan mempengaruhi negara-negara lain (large open economic). Namun demikian, saat ini tantangan kebijakan fiskal seperti kebijakan politik anggaran, kepastian hukum, iklim investasi, dan tingkat pembangunan infrastruktur masih belum menunjukkan indikator yang sejalan dengan gambaran di masa depan. Menghadapi tantangan di masa mendatang, Indonesia harus fokus mengembangkan kebijakan perekonomian yang bersifat inklusif. Dalam konteks desentralisasi fiskal, pertumbuhan perekonomian harus dapat diciptakan secara merata oleh seluruh daerah dan dirasakan pula dampaknya seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dibangunnya koridor pusat-pusat pertumbuhan perekonomian (pool of growth) adalah salah satu prasyarat dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Tujuan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang berdampak pada perekonomian di daerah menjadi sangat krusial. Seyogyanya, pelayanan publik juga menunjukkan peningkatan baik secara kuantitas dan kualitas. Pelayanan publik yang baik setidaknya mengacu kepada dua hal pokok yaitu memberikan kepuasan kepada publik dan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan minimum (minimum local public service delivery standards). Dengan demikian, peningkatan pelayanan publik dapat mendorong pembangunan ekonomi yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik (social welfare). Sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional tersebut, kebijakan desentralisasi fiskal telah mempergunakan kerangka hubungan keuangan pusat dan daerah (HKPD) sebagai acuan. Kerangka kebijakan HKPD mengamanatkan bahwa pengaturan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus dilaksanakan secara adil, proporsional, dan akuntabel yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 (UU 33/2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan berbagai sumber daya, diantaranya adalah dalam hal pendanaan. Kebutuhan pendanaan ini cenderung meningkat seiring dengan kompleksitas dan dinamika masalah di daerah. Dengan adanya penyerahan sebagian kewenangan pusat ke daerah baik di sisi pendapatan maupun belanja, Pemda berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak Daerah
I/2
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
dan Retribusi Daerah (PDRD) didorong agar dapat menggali potensi pendapatan daerah melalui instrumen PDRD (local taxing power). Sedangkan di sisi belanja, melalui asas money follows function yaitu penyerahan pendanaan dari pusat ke daerah yang mengikuti arah ke mana beban tersebut berada, pengalokasiannya dilakukan melalui mekanisme kebijakan dana perimbangan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah. Sejalan dengan semakin banyaknya pelimpahan tugas pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemda maka semakin besar pula dana yang diserahkan dari pusat ke daerah. Untuk Tahun Anggaran (TA) 2014, alokasi dana transfer ke daerah memiliki porsi yang cukup besar, yaitu sebesar 30 persen dari total belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk TA 2014 alokasi dana transfer ke daerah termasuk hibah dialokasikan sebesar Rp595,05 Triliun. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Dana Transfer Tahun Anggaran 2014 Jenis Dana Transfer
dalam triliun Rp
Dana Alokasi Umum (DAU)
341,21
Dana Alokasi Khusus (DAK)
33,00
Dana Bagi Hasil Pajak (DBH Pajak)
51,78
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA)
61,92
Dana Otonomi Khusus Aceh (Otsus Aceh)
6,82
Dana Otonomi Khusus Papua (Otsus Papua))
6,82
Dana Tambahan Infrastruktur (DTI)
2,50
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
0,52
Dana Hibah
2,54
Dana Penyesuaian:
Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) Dana Tambahan Penghasilan Guru (Tamsil) Biaya Operasional Sekolah (BOS)
87,94
60,54 1,85 24,07
Dana Insentif Daerah (DID)
1,39
Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2)
0,09
Total Dana Transfer
595,05
Sumber : UU 23/2013 APBN TA 2014
Pendahuluan
I/3
Anggaran transfer ke daerah tersebut setiap tahun mengalami peningkatan, namun apakah anggaran transfer ke daerah yang besar itu sudah mencerminkan semakin baiknya pelayanan publik di daerah atau malah sebaliknya? Apakah pengelolaan keuangan daerah sudah dijalankan dengan baik? Hal tersebut tentu saja menjadi pendorong bagi kita untuk bekerja lebih keras lagi guna menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih, karena berangkat dari kesadaran bahwa pelayanan publik yang baik hanya dapat dicapai dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dapat diartikan pula bahwa setiap Rupiah dana yang dialokasikan harus dapat dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Setiap peningkatan besaran dana yang ditransfer ke daerah harus bisa dirasakan oleh masyarakat seperti tersedianya infrastruktur dan program-program kesejahteraan rakyat. Kebijakan desentralisasi diarahkan untuk memberikan diskresi yang besar dalam pengelolaan keuangan sejalan dengan pemberian tanggung jawab yang besar pula dalam pelayanan. Kewenangan daerah dalam perpajakan daerah terus ditingkatkan baik dari jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah maupun dalam penetapan tarif pajak. Kebijakan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengendalikan pengeluaran daerah dengan mengkaitkan pembayaran pajak dengan tingkat pelayanan di daerah. Selain itu, dana transfer yang disalurkan kepada daerah sebagian besar berupa Dana Alokasi Umum (DAU). Kebijakan ini diambil agar daerah dapat mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap daerah. Perlu kita sadari bahwa kebijakan desentralisasi yang diambil oleh Pemerintah Pusat belum sepenuhnya sejalan dengan capaian tingkat kesejahteraan di tingkat lokal. Pertama, Pelayanan publik yang disediakan oleh Pemda yaitu penyediaan barang-barang untuk kebutuhan publik (public goods) seperti jalan, jembatan, pasar terminal, rumah sakit, dan lain-lainnya. Kedua adalah pengaturan-pengaturan publik (public regulations) yang dikemas dalam bentuk peraturan daerah (Perda) seperti Perda Izin Mendirikan Bangunan, Perda Kependudukan, Perda PDRD, dan lain-lainnya belum banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat. Setelah lebih dari satu dekade pasca reformasi, pelaksanaan otonomi daerah masih memerlukan pembenahan dalam penyediaan pelayanan publik khususnya yang terkait dengan penyediaan pelayanan dasar yang masih belum menunjukkan pencapaian yang signifikan dari standar pelayanan minimal (SPM).
I/4
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Buruknya pengelolaan keuangan akan berimbas pada rendahnya kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang disediakan. Jika pelayanan publik belum optimal, maka kesejahteraan rakyat akan sulit terwujud. Misal, jika Pemerintah Pusat gagal menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, hak rakyat untuk hidup sehat dan terjangkau akan sulit diperoleh, yang berakibat pada kesejahteraan rakyat akan sulit dicapai. Pengelolaan keuangan daerah yang
bertumpu pada kepentingan publik (public
oriented) tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendalian keuangan daerah. Dalam ruang lingkup keuangan daerah, maka akan selalu melekat konsep anggaran terutama terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu suatu rencana keuangan tahunan daerah. APBD merupakan kebijakan politik yang paling mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebab melalui kebijakan ini, para pembuat keputusan bisa melakukan alokasi sumber daya keuangan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama-sama dengan Pemda menjabarkan secara terpadu tentang arah serta sasaran Rencana Kerja Pemda untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah masing-masing. Perlu juga diketahui bahwa penyusunan APBD yang baik, harus juga diikuti dengan penetapan APBD secara tepat waktu, karena jika terlambat dapat pula menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Berdasarkan data penetapan APBD sepanjang tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, menunjukkan perkembangan ke arah yang positif atas penetapan APBD tepat waktu pada tahun 2010 terdapat 214 daerah menjadi 354 daerah pada tahun 2014. Namun demikian, dari total keseluruhan sebanyak 524 daerah, masih banyak daerah yang terlambat menetapkan APBD-nya. Sedangkan tren daerah yang terkena sanksi penundaan DAU dari tahun ke tahun juga menunjukkan indikator yang kurang memuaskan. Selama 3 tahun terakhir daerah yang terkena sanksi mengalami peningkatan yaitu dari tahun 2012, 2013, dan 2014 secara berturut-turut adalah 16, 17, dan 23 daerah. Selanjutnya, tata kelola keuangan daerah yang baik bersumber dari kualitas APBD yang mencerminkan kehendak rakyat untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas, transparan, dan akuntabel. Namun demikian, hal tersebut belum tergambar dari postur APBD yang ideal. Struktur belanja daerah masih didominasi oleh belanja pegawai,
Pendahuluan
I/5
minimnya belanja infrastruktur, dan tingginya penggunaan sisa lebih perhitungan (SiLPA) anggaran daerah dari tahun sebelumnya. Selain itu, upaya konkret dalam mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dilingkungan Pemda mengharuskan setiap pengelola keuangan daerah menyampaikan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dengan cakupan luas dan tepat waktu. Jika merujuk kepada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) seluruh Indonesia Tahun 2011, tentu kita dapat sedikit berbangga karena jumlah daerah yang mendapatkan opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) mengalami peningkatan yaitu sejumlah 67 LKPD dari 524 LKPD atau sekitar 13 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 19 LKPD dari 524 LKPD atau sebesar 3 persen dari total LKPD, namun di sisi lain angka ini dapat juga diartikan bahwa masih banyak laporan keuangan Pemda yang tidak disajikan dengan wajar sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP). Pengaturan mengenai hubungan pusat dan daerah baik terkait politik, pembagian urusan, dan fiskal akan disesuaikan terus dengan arah memperkuat otonomi daerah. Saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Pemerintahan Daerah sedang dibahas di DPR. Sementara itu, RUU terkait desentralisasi fiskal (pengganti UU 33/2004) juga akan disampaikan ke DPR untuk dibahas menjadi undang-undang (UU). UU tersebut akan diarahkan untuk memperbaiki formulasi dana transfer dan pengendalian terhadap belanja APBD. Sistem pendanaan urusan akan diatur dengan jelas dan bahkan akan dikenakan sanksi bagi setiap level pemerintahan yang mengalokasikan dana untuk kegiatan di luar tanggung jawabnya. Pengalokasian dana perimbangan akan direformulasi dengan arah memberikan kepastian sumber pendanaan bagi daerah dan memberikan insentif bagi peningkatan kualitas pelayanan. Alokasi dana akan lebih diarahkan pada pencapaian SPM pelayanan dasar dibidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi, dan air minum. Kementerian dan Lembaga (K/L) yang menangani urusan tersebut akan lebih berperan untuk menilai tingkat pencapaian pelayanan pada bidang tersebut dan penilaian tersebut menjadi dasar untuk mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK). Di tahun 2014, kebijakan desentralisasi fiskal di fokuskan pada penguatan kemampuan keuangan daerah di sisi pendapatan asli daerah (PAD) melalui implementasi Pajak Rokok dan pemantapan pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Implementasi Pajak Rokok mulai diterapkan sejak 1 Januari 2014 dengan mekanisme bagi hasil kepada Pemerintah Provinsi yang pemungutannya dilakukan oleh
I/6
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Pemerintah Pusat dengan mengenakan tambahan pajak pada rokok meskipun sudah dikenakan cukai (piggyback tax system). Selanjutnya bagian Pemerintah Provinsi tersebut akan dibagihasilkan kembali ke kabupaten/kota. Penerapan Pajak Rokok ini akan terus dimonitor mengingat mekanismenya yang sama sekali baru di Indonesia. Dalam rangka pemantapan pelaksanaan PBB-P2, percepatan kesiapan pemungutan dan penguatan pengelolaan pajak ini masih terus dilakukan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemda. Momentum ini akan terus dioptimalkan mengingat tahun 2013 merupakan tahun terakhir untuk melakukan
berbagai persiapan pemungutan pajak tersebut. Pemerintah
Pusat mulai tahun 2014 tidak lagi berhak untuk memungutnya. Implikasinya, Pemda tidak lagi mendapatkan bagi hasil PBB-P2 seperti pada tahun-tahun sebelumnya apabila daerah dalam tahun 2014 belum memungut PBB-P2 tersebut. Selanjutnya, kebijakan desentralisasi fiskal tetap konsisten mencermati sisi belanja di daerah. Pemerintah Pusat sangat serius mendorong efektivitas dan efisiensi belanja daerah melalui mekanisme pengendalian belanja daerah. Mekanisme seperti penetapan sanksi keterlambatan penyampaian APBD, penetapan indikator layanan publik dasar dalam pengalokasian DAK, dan pengendalian defisit secara nasional diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan publik dasar. Terakhir, untuk mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah tersebut, Pemerintah Pusat telah melakukan perbaikan sistem penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang didukung dengan peningkatan kapasitas (capacity building) sumber daya manusia (SDM) Pemda. Program ini diwujudkan dalam bentuk kursus atau pelatihan singkat di dalam negeri. Program dilaksanakan bekerja sama dengan universitas negeri terkemuka dengan nama Latihan Keuangan Daerah (LKD) bagi pejabat pemegang kebijakan strategis dan Kursus Keuangan Daerah (KKD) bagi pelaksana/ staff pengelola keuangan daerah. Program LKD dan KKD tersebut diselenggarakan setiap tahun secara reguler.
Pendahuluan
I/7
I/8
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Bab II Pengaturan Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah Saat Ini
2.1. Kewenangan Perpajakan Dan Retribusi Daerah Desentralisasi fiskal di Indonesia merupakan kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Pusat dalam rangka memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong pembangunan daerah setempat. Kebijakan ini menganut prinsip “money follows function” di mana pendanaan mengikuti fungsi atau urusan yang diserahkan kepada daerah baik yang meliputi kebijakan expenditure dan revenue assignment. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka mendukung pemenuhan sumber-sumber pendapatan daerah, Pemda diberikan kewenangan untuk penggalian potensi pungutan pajak dan retribusi (local taxing power) berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Arah kebijakan yang membedakan UU ini dengan yang sebelumnya antara lain adalah: 1. Kebijakan dalam penetapan PDRD yang tadinya open-list menjadi closed-list system diharapkan dapat mendukung kejelasan, kepastian, dan kesederhanaan regulasi. 2. Kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan dan retribusi daerah (local taxing empowerment) antara lain melalui perluasan basis PDRD yang sudah ada, menambah jenis, menaikkan tarif maksimum, dan diskresi penetapan tarif PDRD sehingga
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/9
berdampak positif bagi pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan sedikit menimbulkan efek disinsentif dalam kegiatan perekonomian. 3. Kebijakan earmarking untuk jenis pajak tertentu dalam rangka mengarahkan kebijakan belanja daerah untuk mengatasi eksternalitas negatif di bidang kesehatan, perhubungan, dan infrastruktur. 4. Kebijakan efektivitas pengawasan pungutan daerah dari sistem represif menjadi sistem preventif dan korektif sehingga sejalan dengan prinsip perpajakan yang bersifat nasional.
Alur Penetapan Peraturan Daerah (Perda) PDRD Sebelum PDRD tersebut dipungut, Pemda diwajibkan menerbitkan Perda. Prosedur rancangan Perda (Raperda) PDRD sampai ditetapkan menjadi Perda tersebut melalui beberapa tahapan yang harus ditempuh oleh Pemda, yaitu: 1. Menyampaikan Raperda PDRD paling lambat 3 hari kerja sejak tanggal persetujuan Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kepada: a. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu), bagi Raperda Provinsi. b. Gubernur dan Menkeu, bagi Raperda Kabupaten/Kota. 2. Menyesuaikan Raperda dengan hasil evaluasi sebelum ditetapkan menjadi Perda. 3. Menyampaikan Perda PDRD kepada Mendagri untuk Perda Provinsi, Gubernur untuk Perda Kabupaten/Kota, dan Menkeu, baik Perda Provinsi maupun Perda Kabupaten/ Kota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. 4. Menghentikan pelaksanaan Perda yang telah dibatalkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembatalan Perda dimaksud.
II/10
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Peraturan Pelaksanaan UU 28/2009 Untuk mendukung pelaksanaan UU 28/2009 telah diterbitkan peraturan yang memberikan arahan secara operasional mulai dari Peraturan Pemerintah (PP), Perpres, Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Bersama (Perber) antara Menkeu dan Mendagri. Tercatat sampai dengan tahun 2013 telah terbit sejumlah peraturan yang lebih jelasnya terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Peraturan Pelaksanaan UU 28/2009 No.
Produk Hukum
Tentang
Keterangan
1.
PP No. 91/2010
Sistim Pemungutan Pajak Daerah
2010
2.
PP No. 69/2010
Tatacara Pemberian Insentif Pemungutan PDRD
2010
3.
PP No. 97/2012
Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan lain Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
2012
4.
Perpres No. 36/2011
Perubahan atas Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)
2011
5.
Perber Menkeu & Mendagri No. 186/PMK.07/2010 & 53/2010 serta No. 127/ PMK.07/2012 & 53/2012
Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai Pajak Daerah
2010, 2012
6.
Perber Menkeu & Mendagri No. 213/PMK.07/2010 dan 58/2010
Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah
2010
7.
PMK No. 11/PMK.07/2010
Tatacara Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Ketentuan PDRD
2009
8.
PMK No. 147/PMK.07/2010
Badan atau Perwakilan Internasional yang Dikecualikan sebagai Subjek BPHTB
2010
9.
PMK No. 148/PMK.07/2010
Badan atau Perwakilan Internasional yang Dikecualikan sebagai Subjek PBB-P2
2010
10.
PMK No. 115/PMK.07/2013
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok
2013
11.
Permendagri
Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)
Setiap tahun
Sumber: DJPK, Kemenkeu
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/11
Dengan adanya aturan yang bersifat operasional tersebut diharapkan daerah menerbitkan Perda PDRD berdasarkan azas dan prinsip yang konsisten dengan peraturan di atasnya. Selain itu, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan pemungutan PDRD di daerah agar menjamin kejelasan serta kepastian hukum. Sejak tahun 2010 sampai dengan 2013, Pemerintah Pusat telah melakukan evaluasi Perda dan Raperda sebanyak 5.879. Dari jumlah tersebut tercatat 3.912 Perda dan hasil evaluasinya telah sesuai dengan peraturan perundangan PDRD. Jumlah ini dipastikan akan terus meningkat dari tahun ke tahun mengingat bahwa daerah diberikan diskresi untuk menetapkan Perda PDRD sesuai dengan arah kebijakan perekonomian daerah.
Tabel 2.2 Hasil Evaluasi Raperda dan Perda PDRD Tahun 2010 - 2013 Perda dan Hasil Evaluasinya
No.
Tahun
Raperda
1.
2010
687
31
31
100%
-
0%
2.
2011
3.297
1.501
1.471
98%
30
2%
3.
2012
1.220
1.503
1.436
96%
67
4%
4.
2013
675
1.271
974
77%
22
2%
Total
Sesuai
%
Tidak Sesuai
%
Sumber : DJPK, Kemenkeu
Implementasi Kebijakan PDRD Untuk Peningkatan PAD Sebagai bagian dari kebijakan Pemerintah Pusat atas PDRD, penerbitan peraturan pelaksanaan mendorong Pemda untuk semakin bersemangat untuk menggali potensi pemungutan PDRD. Hal ini mengingat bahwa pungutan kepada masyarakat tidak boleh dilakukan sebelum ada penetapan Perda pungutan, maka diperlukan langkah-langkah atas masukan yang bersifat bottom up agar tidak terjadi potential loss yang akan dihadapi oleh Pemda akibat dari kekosongan peraturan pungutan PDRD. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah-langkah implementasi kebijakan yang dijalankan Pemerintah Pusat. Pertama, percepatan kesiapan pemungutan dan penguatan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di mana tahun 2013 merupakan tahun terakhir untuk melakukan berbagai persiapan pemungutan pajak tersebut. Apabila daerah dalam tahun 2014 belum memungut PBB-P2 tersebut, maka
II/12
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Pemda tidak lagi mendapatkan bagi hasil PBB-P2 seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah Pusat sejak tahun 2014 tidak lagi berhak untuk memungutnya. Data per 13 Desember 2013 menunjukkan bahwa terdapat 405 daerah atau 82,32 persen dari jumlah daerah yang telah menetapkan Perda PBB-P2. Potensi PBB-P2 dari daerah tersebut mencakup sekitar 98,72 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Sementara itu, terdapat 60 daerah atau 12,20 persen dari jumlah daerah yang masih dalam proses menetapkan Perda PBB-P2. Dari keseluruhan daerah ini, potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Daerah lainnya sebanyak 27 daerah atau 5,49 persen dari jumlah daerah yang belum menyusun Perda PBB-P2 dengan potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 0,18 persen dari total penerimaan tahun 2011. Data kesiapan daerah dalam memungut PBB-P2 selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.3 Data Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2 Jumlah
Potensi Berdasarkan Penerimaan Tahun 2011
Daerah
Potensi Berdasarkan Penerimaan Tahun 2011 (Rp)
405
8.154.534.488.521
82,32
98,72
a. Memungut tahun 2011
1
498.640.108.488
0,20
6,04
b. Memungut tahun 2012
17
1.074.236.906.348
3,46
13,01
c. Memungut tahun 2013
105
4.905.980.775.043
21,34
59,39
d. Memungut tahun 2014
264
1.645.474.664.781
53,65
19,92
No.
1.
Prosentase (%)
Kesiapan Daerah
Perda yang telah siap:
Jumlah Daerah
2.
Proses menyusun Perda
60
90.515.508.056
12.20
1,10
3.
Belum menyusun Raperda
27
15.053.012.135
5,49
0,18
492
8.260.103.008.712
100,00
100,00
Total Sumber : DJPK, Kemenkeu
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/13
Kedua, penguatan pemungutan Pajak Rokok yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.07/2013 akan mulai berlaku 1 Januari 2014. Hal ini memerlukan sinergi yang baik antara Pemerintah Pusat dalam hal ini Kantor Bea dan Cukai bersama dengan Pemda terkait pemungutan Pajak Rokok. Ketiga, percepatan pemungutan Retribusi Perpajangan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 (PP 97/2012). Dengan tarif IMTA sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar US$100/org per bulan, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia tahun 2012 sekitar 57 ribu orang dan berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI) dengan rata-rata 88% TKA memperpanjang izin bekerja di Indonesia maka potensi penerimaan retribusi ini diperkirakan cukup besar di daerah-daerah tertentu. Keempat, percepatan atau optimalisasi pemungutan PDRD lainnya yaitu: a. PDRD lainnya yang menjadi andalan PAD sebagian besar daerah; b. Tambahan retribusi daerah dari PNBP yang dapat dialihkan menjadi retribusi daerah sesuai dengan kewenangan Pemda dan potensi daerah.
Pengawasan Pungutan Daerah Secara prinsip, pelaksanaan desentralisasi fiskal khususnya pemungutan PDRD berupa penetapan besaran tarif mempertimbangkan dampak ekonomi yang akan dirasakan oleh daerah. Iklim investasi yang baik, kompetisi yang baik, hubungan kerjasama yang lebih baik antara Pemda dengan pengusaha merupakan tujuan dari sejalannya kebijakan fiskal pusat dengan daerah. Dengan
memperhatikan
hal-hal
tersebut,
maka
Pemerintah
Pusat
diberikan
kewenangan untuk melakukan pengawasan. Pemerintah Pusat memastikan bahwa Pemda menetapkan Perda PDRD benar-benar melalui proses evaluasi, menetapkan Perda PDRD sejalan dengan hasil evaluasi, dan menyampaikan Perda yang telah ditetapkan agar terhindar dari pelanggaran yang bersifat prosedural (administratif). Selain yang bersifat administratif, Pemerintah Pusat juga melakukan pengawasan yang bersifat substantif. Pengawasan ini meliputi antara lain memastikan bahwa Pemda tidak melaksanakan pemungutan atas Perda yang telah dibatalkan.
II/14
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Tabel 2.4 Jenis Pelanggaran dan Sanksi Terhadap Peraturan PDRD No. 1.
Jenis Pelanggaran Pelanggaran Prosedur (Administratif): a. Menetapkan Perda PDRD tanpa melalui proses evaluasi
Bentuk dan Besaran Sanksi Penundaan 10% DAU atau 10% DBH PPh bagi daerah yang tidak memperoleh DAU untuk setiap penyaluran.
• Penyaluran DAU bulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi.
Pemotongan DAU/DBH PPh sebesar:
Penyaluran DAU bulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi.
b. Menetapkan Perda PDRD tidak sejalan dengan hasil evaluasi c. Tidak menyampaikan Perda yang telah ditetapkan 2.
Pelanggaran Substantif:
Pelaksanaan Sanksi
Pencabutan Sanksi Perda telah diterima dan selesai dievaluasi.
• Penyaluran DBH Pajak PPh triwulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi
(Tetap melaksanakan a. perkiraan jumlah pemungutan atas dasar PDRD yang dipungut Perda yang telah dibatalkan) Penyaluran DBH berdasarkan Perda yang telah dibatalkan; Pajak Penghasilan triwulan berikutnya atau setelah tanggal b. 5% dari DAU atau DBH PPh (terbesar) penetapan sanksi
Surat/ keputusan penghentian pelaksanaan pemungutan PDRD dari KDH ybs. telah diterima Dirjen P.K
dalam hal perkiraan jumlah PDRD yang dipungut tidak tersedia. Sumber: DJPK, Kemenkeu
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/15
2.2. Transfer Daerah Dana Perimbangan Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 (UU 33/2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat mengalokasi dana transfer ke daerah berupa dana perimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal horizontal (horizontal fiscal imbalance) dan kesenjangan fiskal vertikal (vertical fiscal imbalance). Ketimpangan tersebut terjadi akibat dari pembagian kewenangan antara tingkat pemerintahan, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Instrumen dalam mengatasi ketimpangan fiskal tersebut adalah Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
DBH DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dialokasikan berdasarkan prinsip by origin, dimana daerah penghasil penerimaan negara mendapatkan bagian (persentase) yang lebih besar dan daerah lainnya dalam satu provinsi mendapatkan bagian (persentase) berdasarkan pemerataan. Sedangkan penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip by actual, dimana besarnya DBH yang disalurkan kepada daerah, baik daerah penghasil maupun yang mendapat alokasi pemerataan didasarkan atas realisasi penyetoran Penerimaan Negara Pajak (PNP) dan PNBP tahun anggaran berjalan. DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH SDA. DBH Pajak meliputi DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), DBH Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh Pasal 25/29 WP OPDN) dan PPh Pasal 21, dan DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT). DBH SDA berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Perhitungan DBH SDA dilakukan berdasarkan PNBP dari masing-masing jenis sumber daya alam yang menurut ketentuan UU 33 tahun 2004 dibagihasilkan kepada daerah. Dasar Perhitungan DBH SDA adalah sebagai berikut:
II/16
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
1. DBH SDA Minyak Bumi, dihitung berdasarkan produksi minyak yang terjual (lifting) dan produksi gas yang terjual dari masing-masing Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) setelah dikurangi dengan Domestic Market Obligation (DMO), Fee Usaha Hulu Migas, Pajak-pajak (PPN dan PBB), serta PDRD. 2. DBH SDA Pertambangan Umum, dihitung berdasarkan penerimaan dari iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi atau eksploitasi pada suatu wilayah kerja (Landrent/Iuran tetap) dan iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/ eksploitasi (Royalty). 3. DBH SDA Kehutanan, dihitung berdasarkan penerimaan negara dari Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi (DR). IIUPH merupakan pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin usaha diberikan. PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari Hutan Negara. Sedangkan DR adalah dana yang dipungut dari Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Hutan Alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan. 4. DBH SDA Perikanan, dihitung berdasarkan Pungutan Pengusahaan Perikanan (P3) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Pungutan Pengusahaan Perikanan adalah pungutan negara yang dikenakan kepada pemegang Izin Usaha Perikanan dan/atau Persetujuan Penggunaan Kapal Asing (PPKA) sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah untuk melakukan usaha perikanan dalam Wilayah Perikanan Republik Indonesia. Pungutan Hasil Perikanan adalah pungutan negara yang dikenakan kepada pemegang Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan atau Surat Izin Kapal Penangkap dan Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPPII) dan atau Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sesuai dengan hasil produksi perikanan yang diperoleh dan dijual di dalam negeri dan atau luar negeri. DBH SDA Panas Bumi, dihitung berdasarkan setoran bagian Pemerintah Pusat setelah dikurangi kewajiban perpajakan dan pungutan lainnya atas dasar kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum UU No. 27/ 2003 tentang Panas Bumi ditetapkan. Iuran Tetap merupakan iuran yang dibayarkan kepada negara sebagai kesempatan atas eksplorasi, studi kelayakan, dan ekspoitasi pada suatu wilayah, sedangkan Iuran Produksi adalah iuran yang diberikan kepada negara atas hasil yang diperoleh dari usaha
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/17
pertambangan panas bumi. Selanjutnya PNBP SDA dimaksud dibagihasilkan ke daerah secara triwulan sesuai dengan proporsi dana bagi hasil SDA yang diatur dalam ketentuan UU No. 33/2004.
DAU DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan dalam negeri yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan instrumen transfer yang dimaksudkan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah (horizontal imbalances), sekaligus memeratakan kemampuan antar daerah (equalization grant). Besaran pagu DAU nasional berdasarkan amanat UU 33/2004 ditetapkan sekurangkurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Neto. PDN Neto adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah (DBH). Proporsi DAU untuk provinsi ditetapkan sebesar 10% dan untuk kabupaten/kota ditetapkan 90% dari besaran DAU secara nasional. DAU sebagai salah satu komponen dana perimbangan dialokasikan berdasarkan atas formula yang memperhitungkan konsep Alokasi Dasar (AD) dan Celah Fiskal (CF) atau disebut sebagai Fiscal Gap. Fiscal Gap suatu daerah adalah selisih antara Kebutuhan Fiskal (KbF) dengan Kapasitas Fiskal (KpF) daerah tersebut. AD dihitung berdasarkan jumlah dan belanja gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan serta tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian PNS termasuk di dalamnya tunjangan beras dan tunjangan PPh. KbF mencerminkan kebutuhan dana yang diperlukan oleh daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. KbF diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sementara KpF mencerminkan kemampuan fiskal daerah dalam mendanai pelaksanaan layanan dasar umum. KpF dalam perhitungan DAU adalah PAD dan DBH.
II/18
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Gambar 2.1 Formula Penghitungan Dana Alokasi Umum
Sumber: DJPK, Kemenkeu
DAU = AD + CF Keterangan: DAU
= Dana Alokasi Umum
AD
= Alokasi Dasar
CF
= Celah Fiskal
CF = KbF – KpF Keterangan: CF
= Celah Fiskal
KbF
= Kebutuhan Fiskal
KpF
= Kapasitas Fiskal
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/19
KbF = TBR (a1IP + a2IW + a3IKK + a4IPM + a5IPDRB)
Keterangan: TBR
= Total Belanja Daerah Rata-rata
IP
= Indeks Penduduk
IW
= Indeks Wilayah
IKK
= Indeks Kemahalan Konstruksi
IPM
= Indeks Pembangunan Manusia
IPDRB = Indeks PDRB per kapita
a
= bobot indeks masing-masing variabel
KpF = PAD + DBH SDA + DBH Pajak Keterangan: PAD
= Pendapatan Asli Daerah
DBH SDA
= Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
DBH Pajak
= Dana Bagi Hasil Pajak
Gambar 2.2 Penghitungan Besaran DAU Untuk Provinsi Dan Kabupaten/Kota
Sumber: DJPK, Kemenkeu
II/20
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU atas dasar celah fiskal seluruh provinsi, di mana angka bobot provinsinya diperoleh dari perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dengan total celah fiskal seluruh provinsi. Begitu pula dengan DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota, besarnya dihitung berdasarkan perkalian bobot kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU atas dasar celah fiskal seluruh kabupaten/kota. Bobot kabupaten/kota diperoleh dari perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dengan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota.
Gambar 2.3 Proses Penghitungan Split Daerah Induk dan Daerah Otonomi Baru
Sumber: DJPK, Kemenkeu
DAU untuk daerah otonom baru (DOB) dialokasikan setelah adanya penetapan definitif daerah yang bersangkutan melalui UU pembentukan daerah. Penghitungan DAU untuk DOB dilakukan setelah tersedianya data yang digunakan untuk menghitung AD dan CF. Apabila data tidak tersedia, penghitungan DAU untuk DOB dilakukan dengan cara membagi DAU secara proporsional (split) dengan daerah induknya berdasarkan data jumlah penduduk,
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/21
luas wilayah, dan belanja pegawai. Dalam hal data belanja pegawai atau jumlah pegawai PNSD tidak tersedia, maka digunakan data jumlah penduduk dan luas wilayah. Penyaluran DAU kepada daerah dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari besaran alokasi masing-masing daerah. Dalam rangka penyaluran tersebut, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen PK) atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) setiap bulan dan menyampaikannya kepada Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN)-Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta II – Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb).
DAK DAK merupakan dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Kegiatan khusus yang didanai DAK adalah penyediaan/perbaikan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat serta kegiatan yang dapat mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. Adapun kebijakan umum pengalokasian DAK adalah sebagai berikut: 1. mendukung pencapaian prioritas nasional, termasuk program-program prioritas nasional yang bersifat lintas sektor/kewilayahan sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). 2. membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka pemerataan pelayanan dasar dan mendorong pencapaian SPM. 3. meningkatkan kualitas perhitungan alokasi DAK, serta mempercepat penyusunan petunjuk teknis penggunaan DAK yang ditujukan untuk mendorong penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang efektif, efisien, dan tepat waktu. 4. meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah sehingga terwujud sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai dari sumber-sumber pendanaan lainnya.
II/22
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
5. meningkatkan penyediaan data-data teknis yang lebih akurat sebagai basis kebijakan kementerian dan lembaga dalam rangka meningkatkan keserasian dan menghindari duplikasi kegiatan antar Bidang DAK. 6. mendorong penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan kriteria pengalokasian DAK. Penentuan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu (1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK dan (2) penentuan alokasi DAK untuk masing-masing daerah. Penentuan daerah tertentu didasarkan atas tiga kriteria, yaitu: Pertama; Kriteria Umum (KU), yang ditentukan berdasarkan kemampuan keuangan daerah (indeks fiskal neto) yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja PNS di daerah. Penerimaan umum APBD terdiri dari PAD, DAU, dan DBH kecuali DBH yang penggunaannya diarahkan (earmarking). Daerah dengan KU dibawah rata-rata KU secara Nasional adalah daerah yang menjadi prioritas mendapatkan DAK. Kedua; Kriteria Khusus (KK), yang ditentukan berdasarkan peraturan perundangundangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan aspek karakteristik daerah. Karakteristik daerah, meliputi: a. Daerah tertinggal; b. Daerah perbatasan dengan negara lain; c. Daerah rawan bencana; d. Daerah pesisir dan/atau kepulauan; e. Daerah ketahanan pangan; f. Daerah pariwisata Ketiga; Kriteria Teknis (KT), yang ditentukan berdasarkan indikator-indikator teknis yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana yang akan didanai dari DAK. Kriteria ini dirumuskan melalui indeks teknis yang disusun oleh Menteri Teknis terkait.
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/23
Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Penyesuaian Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan kepada daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan UU Otsus. Ada dua UU yang mengatur Otsus, yaitu UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua jo. UU Nomor 35 Tahun 2008 dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Alokasi Dana otsus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat besarnya setara 2% dari Pagu DAU Nasional, dengan pembagian 70% untuk Provinsi Papua dan 30% untuk Provinsi Papua Barat yang ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Dalam rangka otsus pula Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga mendapatkan alokasi Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan tambahan porsi DBH SDA Minyak Bumi dan DBH SDA Gas Bumi masing-masing sebesar 55% dan 40%. Pendanaan Otsus Provinsi Papua dan Papua Barat oleh Pemerintah Pusat menurut UU 21/2001 harus disertai dengan terbitnya Perda Khusus (Perdasus) yang mengatur diantaranya mengenai alokasi dana kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota di lingkungan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dana Otsus Provinsi Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 tahun sejak 2008, yang alokasinya dibedakan menjadi dua, yakni: 1. untuk tahun pertama s.d. tahun kelimabelas, besarnya setara dengan 2% plafon DAU Nasional, dan 2. untuk tahun keenambelas s.d. tahun keduapuluh, besarnya setara dengan 1% plafon DAU Nasional. Arah penggunaan Otsus Aceh ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan (Pasal 183, ayat 1 UU 11/2006).
II/24
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Tabel 2.5 Alokasi Dana Otonomi Khusus setara 2% DAU Nasional Tahun 2007-2013 (miliar Rupiah) Tahun
Papua
Papua Barat
Aceh
2007
3.295,7
-
-
2008
3.590,1
-
3.590,1
2009
2.609,8
1.118,5
3.728,3
2010
2.694,9
1.154,9
3.849,81
2011
3.157,5
1.353,2
4.510,70
2012
3.833,4
1.642,9
5.476,3
2013
4.355,9
1.866,8
6.222,79
Sumber: DJPK, Kemenkeu
Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) a. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otsus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah Pusat dan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. b. Pembangunan infrastruktur dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25 tahun seluruh kota-kota Provinsi, Kabupaten/Kota, Distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut, dan udara yang berkualitas, sehingga Provinsi Papua dapat melakukan aktivitas ekonominya secara baik dan menguntungkan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dan global.
Tabel 2.6 Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur Tahun 2009 – 2013 (miliar Rupiah) Tahun
Papua
Papua Barat
2009
800,00
600,00
2010
800,00
600,00
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/25
Tahun
Papua
Papua Barat
2011
800,00
600,00
2012
571,40
428,60
2013
571,40
428,60
Sumber: DJPK, Kemenkeu
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dana keistimewaan DIY merupakan dana yang berasal dari APBN dalam rangka pelaksanaan kewenangan Keistimewaan DIY yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah sesuai dengan kebutuhan Provinsi DIY dan kemampuan keuangan negara. Sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2012 (UU 13/2012) tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, kewenangan urusan dalam keistimewaan DIY meliputi: a. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, b. Kelembagaan Pemerintahan Daerah DIY, c. Kebudayaan d. Pertanahan, dan e. Tata ruang Kewenangan keistimewaan tersebut lebih lanjut diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) No.1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keisitimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewenangan keistimewaan DIY tersebut berada di Provinsi DIY. Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan keistimewaan DIY dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan Provinsi DIY dan kemampuan keuangan negara. Dana dalam rangka pelaksanaan Keistimewaan DIY tersebut dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan pengajuan Pemerintah Provinsi DIY. Dana keistimewaan yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Mekanisme pengalokasian dan penyaluran dana
II/26
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
keistimewaan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.07/2013 (PMK 103/2013) tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Dana Keistimewaan DIY. Dalam rangka pengajuan usulan Dana Keistimewaan DIY, Gubernur DIY mengajukan usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan kepada Mendagri dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait dengan tembusan kepada Menkeu dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas). Usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan tersebut dilampiri dengan dokumen Kerangka Acuan Kegiatan yang mengacu pada Perdais, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Selanjutnya, Mendagri sebagai koordinator bersama-sama dengan kementerian/ lembaga pemerintah non kementerian yang terkait dengan kewenangan keistimewaan DIY melakukan penilaian terhadap usulan rencana kebutuhan tersebut. Mendagri kemudian menyampaikan hasil pembahasan penilaian usulan rencana kebutuhan kepada Menkeu. Sesuai dengan mekanisme APBN, Menkeu dan Kepala Bappenas melakukan pembahasan untuk menentukan usulan pagu indikatif Dana Keistimewaan berdasarkan kemampuan keuangan negara. Menkeu menetapkan alokasi Dana Keistimewaan pada APBN berdasarkan hasil pembahasan Pemerintah Pusat dengan DPR. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY dilakukan berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Dana Keistimewaan yang disampaikan oleh Gubernur DIY atau pejabat yang diberi kuasa kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dana Keistimewaan. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY berdasarkan PMK 103/2013 dilakukan dengan rincian sebagai berikut: a. Tahap I disalurkan sebesar 25% dari pagu Dana Keistimewaan; b. Tahap II disalurkan sebesar 55% dari pagu Dana Keistimewaan setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I mencapai minimal 80%; dan c. Tahap III disalurkan sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu Dana Keistimewaan setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I dan tahap II mencapai minimal 80%. Dalam rangka pelaporan, Pemprov DIY wajib menyampaikan Laporan Akhir Realisasi Penggunaan Dana Keistimewaan kepada KPA Dana Keistimewaan DIY dan Laporan Akhir Pencapaian Kinerja Penggunaan Dana Keistimewaan kepada menteri/pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian terkait. Menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi atas laporan pencapaian kinerja.
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/27
Guna pemantauan dan evaluasi atas penggunaan Dana Keistimewaan DIY, Menkeu melakukan pemantauan dan evaluasi atas penyaluran dana keistimewaan DIY. Sementara itu, menteri/pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian terkait melakukan pemantauan dan evaluasi atas kinerja teknis dan pencapaian output.
Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD dan Dana Tambahan Penghasilan (Tamsil) Guru PNSD Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu pilar penting untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah melalui Pendidikan. Untuk mewujudkan pranata sosial yang kuat dan berwibawa memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, diperlukan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Dalam konteks inilah, fungsi, peran, dan kedudukan Guru menjadi sangat stategis. UU Nomor 14 Tahun 2005 (UU 14/2005) tentang Guru dan Dosen, mendudukkan Guru sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan usia dini. Sebagai pendidik profesional, guru diwajibkan memiliki kualitas akademik, kompetensi, sertifikat pendidik serta kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Dalam melaksanakan keprofesionalannya, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji serta tunjangan lain berupa tunjangan profesi pendidik bagi guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Pasal 16 ayat (2) UU 14/2005 mengamanatkan bahwa guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat serta memenuhi persyaratan lainnya berhak mendapatkan tunjangan profesi guru setara 1 (satu) kali gaji pokok. Sejak tahun 2007, Guru PNSD maupun non PNSD yang sudah bersertifikasi menerima TPG PNSD yang langsung dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sementara untuk Guru PNSD yang belum bersertifikat mendapatkan
II/28
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
tunjangan kemaslahatan berupa dana Tamsil Guru PNSD yang jumlahnya tetap setiap tahun berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil. Berkenaan dengan penyelarasan prinsip-prinsip otonomi daerah, di mana kewenangan atas pegawai daerah termasuk Guru PNSD merupakan kewenangan Pemda, sejak tahun 2009 pembayaran Tamsil Guru PNSD yang semula dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Kemendikbud) ke Guru yang bersangkutan, diubah mekanismenya melalui Transfer ke Daerah, sementara untuk TPG PNSD diubah mekanisme penyalurannya sejak tahun 2010. Kebijakan pengalihan pengelolaan TPG PNSD dan dana Tamsil Guru PNSD dari Pemerintah Pusat (Kemendikbud) kepada pemerintah Kabupaten/Kota merupakan wujud pelaksanaan desentralisasi dalam pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan Pemda. Hal tersebut sejalan dengan amanat Pasal 6 dan 7 PP Nomor 38 Tahun 2007, bahwa pendidikan termasuk salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Pemerintah Pusat (Kemenkeu) melakukan pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD masing-masing Pemda yang selanjutnya dibayarkan kepada masing-masing guru yang berhak. Alokasi TPG PNSD dan Dana Tamsil Guru PNSD per Daerah merupakan usulan dari Kemendikbud yang disampaikan kepada Kemenkeu setiap tahun berdasarkan hasil rekonsiliasi data Guru PNSD. Berdasarkan usulan tersebut, Kemenkeu menerbitkan PMK yang menjadi dasar hukum penyaluran dari RKUN ke RKUD masing-masing Pemda. Alokasi TPG PNSD dan Alokasi Dana Tamsil Guru PNSD dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 adalah sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.7 Alokasi TPG PNSD dan Alokasi Dana Tamsil Guru PNSD (dalam miliar rupiah) Tahun
Tambahan Penghasilan Guru PNSD
Tunjangan Profesi Guru PNSD
2009
7.800,00
-
2010
5.800,00
10.994,89
2011
3.696,18
18.537,69
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/29
Tahun
Tambahan Penghasilan Guru PNSD
Tunjangan Profesi Guru PNSD
2012
2.898,90
30.559,80
2013
2.412,00
43.057,80
2014*
945,86
56.136,31
Keterangan: * = PMK tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Tambahan Penghasilan Guru PNSD masih dalam proses. Sumber: DJPK, Kemenkeu
TPG PNSD Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945 salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu pilar penting untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah melalui Pendidikan. Untuk mewujudkan pranata sosial yang kuat dan berwibawa memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, diperlukan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Dalam konteks inilah, fungsi, peran dan kedudukan Guru menjadi sangat stategis. Undang - Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mendudukan Guru sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan usia dini. Sebagai pendidik profesional, guru diwajibkan memiliki kualitas akademik, kompetensi, sertifikat pendidik serta kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Dalam melaksanakan keprofesionalannya, guru berhak memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan diatas kebutuhan minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji serta tunjangan lain berupa tunjangan profesi pendidik bagi guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Pasal 16 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat serta memenuhi persyaratan lainnya
II/30
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
berhak mendapatkan tunjangan profesi guru setara 1 (satu) kali gaji pokok. Sejak tahun 2007, Guru PNSD maupun non PNSD yang sudah bersertifikasi menerima Tunjangan Profesi Guru PNSD yang langsung dibayarkan oleh Pemerintah Pusat (Kemendikbud), sementara untuk Guru PNSD yang belum bersertifikat mendapatkan tunjangan kemaslahatan berupa dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang jumlahnya tetap setiap tahun berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil. Berkenaan dengan penyelarasan prinsip-prinsip otonomi daerah, dimana kewenangan atas pegawai daerah termasuk Guru PNSD merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, sejak tahun 2009 pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang semula dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Kemendikbud) ke Guru yang bersangkutan, diubah mekanismenya melalui Transfer ke Daerah, sementara untuk Tunjangan Profesi Guru PNSD diubah mekanisme penyalurannya sejak tahun 2010. Kebijakan pengalihan pengelolaan Tunjangan Profesi Guru PNSD dan dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Pemerintah Pusat) kepada pemerintah Kabupaten/Kota merupakan wujud pelaksanaan desentralisasi dalam pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal tersebut sejalan dengan amanat Pasal 6 dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, bahwa pendidikan termasuk salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Pemerintah Pusat (Kemenkeu) melakukan pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) masingmasing Pemerintah Daerah yang selanjutnya dibayarkan kepada masing-masing guru yang berhak. Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD per Daerah merupakan usulan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan setiap tahun berdasarkan hasil rekonsiliasi data Guru PNSD. Berdasarkan usulan tersebut, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan yang menjadi dasar hukum penyaluran dari RKUN ke RKUD masing-masing Pemerintah Dearah. Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 adalah sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini.
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/31
Tabel 2.8. Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD (dalam miliar rupiah) Tahun
Tambahan Penghasilan Guru PNSD
Tunjangan Profesi Guru PNSD
2009
7.800,00
-
2010
5.800,00
10.994,89
2011
3.696,18
18.537,69
2012
2.898,90
30.559,80
2013
2.412,00
43.057,80
2014*
945,86*
56.136,31
Keterangan: * PMK tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tambahan Penghasilan Guru PNSD masih dalam proses.
Tunjangan Profesi Guru PNSD dimaksudkan untuk meningkatkan mutu guru PNSD sebagai amanat UU Nomor 14 Tahun 2005. Tunjangan Profesi Guru PNSD yang disalurkan melalui mekanisme Transfer ke Daerah adalah tunjangan profesi yang diberikan kepada seluruh guru PNSD yang telah memiliki sertifikat pendidik kecuali guru pendidikan agama. Sementara itu, untuk Guru belum menerima tunjangan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diberikan dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang besarnya Rp250.000,00 per bulan (sebanyak 12 bulan). Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD mulai diberikan tanggal 1 Januari 2009 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil. Tambahan Penghasilan Guru PNSD diberhentikan pembayarannya apabila guru yang bersangkutan diangkat dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional lain atau sudah menerima tunjangan profesi atau karena hal lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
II/32
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sesuai dengan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan urusan daerah. Oleh sebab itu, pada tahun 2014 dana BOS akan tetap dialokasikan sebagai dana penyesuaian. Dana BOS dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar sebagai urusan daerah melalui penyaluran BOS ke RKUD Provinsi, untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah dengan mekanisme hibah. BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pemberian dana BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain sehingga memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun. Dana BOS merupakan stimulus bagi daerah dan bukan pengganti (substitusi) dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan. Sehubungan dengan itu pemberian dana BOS akan diikuti dengan perkuatan monitoring dan evaluasi untuk menghindari terjadinya penyimpangan sekaligus memastikan bahwa daerah tidak mengurangi alokasi anggaran untuk penyelenggaraan BOS Daerah (BOSDA). BOS akan dikelola oleh Tim Pusat, Tim Provinsi, dan Tim Kabupaten/Kota yang berkoordinasi secara teratur untuk menjamin agar pelaksanaan BOS mulai dari perencanaan, penganggaran, pengalokasian, penyaluran, pelaporan, monitoring dan evaluasi berjalan lancar dan dapat meminimalkan permasalahan.
Dana Darurat Dana Darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 48 UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dana Darurat digunakan untuk keperluan mendesak yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan pendanaan yang bersumber dari APBD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/peristiwa luar biasa tersebut ditetapkan oleh Presiden, sehingga hanya daerah yang
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/33
terkena bencana dan telah mendapat penetapan sebagai bencana nasional oleh Presiden yang dapat mengajukan dana darurat kepada Pemerintah Pusat. Terkait dengan Dana Penanggulangan Bencana yang didanai APBN, terdapat tiga tahap dalam penanggulangan bencana, yaitu Tahap Pra-bencana, Tahap Tanggap Darurat dan Tahap Pasca-bencana. Berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 2012 tentang Dana Darurat, Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan daerah. Batas waktu rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana ditetapkan oleh Presiden. Dengan demikian, Dana Darurat tersebut merupakan bagian dari dana desentralisasi yang digunakan untuk mendanai kewenangan daerah dalam penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana. Sementara itu, pendanaan pada tahap prabencana, tanggap darurat, dan tahap pasca bencana yang menjadi urusan Pemerintah Pusat menjadi kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pengelolaan Dana Darurat diatur dalam PMK Nomor 81/PMK.07/2013 (PMK 81/2013) tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat. Dalam proses penganggaran Dana Darurat, Pemda mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menkeu dengan melampirkan kerangka acuan kegiatan. Menkeu bersama Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap permintaan Dana Darurat. Selanjutnya, Menkeu menetapkan alokasi Dana Darurat berdasarkan mekanisme APBN. Penyaluran Dana Darurat dilakukan melalui tata cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. Dana Darurat tersebut disalurkan secara bertahap sesuai dengan pencapaian kinerja. Menkeu, Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan lembaga pemerintahan non kementerian terkait melakukan pemantauan dan evaluasi atas penyaluran dan penggunaan Dana Darurat. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Dana Darurat, Pemda wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Darurat kepada Menkeu dan laporan akhir pencapaian kinerja Dana Darurat kepada Kepala BNPB dan menteri/ pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait. Kebijakan Dana Darurat sampai saat ini belum dapat direalisasikan mengingat belum adanya peraturan perundangan yang ditetapkan Presiden mengenai keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/peristiwa luar biasa. Dalam rangka implementasi kebijakan Dana Darurat, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama BNPB
II/34
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
bersinergi untuk mempercepat Rancangan Perpres tentang Penetapan Status Bencana dan Batas Waktu Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Implementasi Dana Darurat akan menjadi alternatif sumber pendanaan penanggulangan bencana bagi Daerah yang tidak mampu mendanai melalui APBD.
Kebijakan Hibah Daerah Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah Pusat atau pihak lain kepada Pemda atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Kebijakan hibah daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan otonomi daerah. Pemberian hibah oleh Pemerintah Pusat kepada Pemda atau sebaliknya merupakan wujud pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemda. Dasar hukum yang mengatur mengenai pemberian dan penggunaan hibah kepada pemerintah daerah tersebut telah diatur dalam PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah. Sebagai pelaksanaannya, telah diterbitkan pula PMK Nomor 168/ PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah
dan PMK Nomor 169/PMK.07/2008 Tentang Tata
Cara Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah. Sebagai upaya perbaikan dalam peningkatan akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan hibah daerah, pada tahun 2012 telah diterbitkan PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah sebagai pengganti PP Nomor 57 Tahun 2005. Sebagai peraturan pelaksanaannya telah ditetapkan PMK Nomor 188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Beberapa ketentuan yang diatur dalam PP 2/2012 antara lain: a. Penegasan bahwa hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemda atau sebaliknya dilaksanakan melalui mekanisme APBN dan APBD. b. Pengaturan mengenai perencanaan hibah, baik yang bersumber dari luar negeri maupun penerimaan dalam negeri yang diberikan berdasarkan kriteria tertentu dan kewenangan pihak-pihak yang terkait pemberian atau penerusan hibah. c. Pengakuan terhadap variasi metode penyaluran hibah dalam bentuk uang untuk Pemda guna menampung berbagai bentuk metode penyaluran untuk pemberian dan/atau penerusan hibah yang selama ini telah dikenal oleh pemberi pinjaman/hibah luar negeri
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/35
dan telah diatur dalam PP 10/2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. d. Pengaturan bahwa penyaluran hibah kepada Pemda dapat disalurkan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja dan dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian. e. Penerapan asas fleksibilitas dalam penerimaan, penganggaran, dan pelaksanaan hibah kepada daerah terutama yang bersumber dari hibah luar negeri. Perubahan peraturan sebagaimana dimaksud di atas merupakan respon akomodatif atas permasalahan pelaksanaan hibah daerah dan perubahan peraturan terkait pelaksanaan hibah daerah. Salah satu karakteristik khas dalam mekanisme hibah kepada daerah adalah upaya mendorong peningkatan kualitas belanja publik. Karakteristik ini didukung oleh 2 (dua) hal yang menjadi pilar dalam praktek dan termuat dalam peraturan pelaksanaan hibah kepada daerah, yaitu: penguatan hubungan antar lembaga berbasis pada penegasan fungsi dalam penyaluran dana hibah ke daerah dan penerapan pola penyaluran dana hibah berbasis kinerja (performance-based grant).
Gambar 2.4 Pola Hubungan Antar Lembaga Dalam Hibah Daerah
Sumber: DJPK, Kemenkeu
II/36
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Pertama, pola hubungan antar lembaga berbasis fungsi di atas pada dasarnya adalah mengembalikan kewenangan kepada masing-masing pihak yang memiliki dan bertanggung jawab atas tugas dan fungsi kelembagaan yang dilaksanakan. Dalam kerangka ini, Pemda selaku implementing agency memiliki tugas untuk melaksanakan kegiatan hibah berdasarkan kewenangannya sesuai pedoman pelaksanaan kegiatan hibah. Selaku executing agency, kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian akan melakukan supervisi dan asistensi untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan di daerah sudah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dan memenuhi kriteria yang ditentukan. Sementara itu, Kemenkeu berfungsi sebagai BUN yang melaksanakan tugas penyaluran dana hibah kepada daerah berdasarkan rekomendasi kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian. Kedua, penyaluran dana hibah didasarkan pada kinerja daerah dalam pelaksanaan kegiatan hibah. Mekanisme hibah kepada daerah menerapkan persyaratan tertentu yang memungkinkan dilaksanakannya transfer dana kepada Pemda. Hal ini merupakan perwujudan mekanisme hibah berbasis kinerja (performance-based grant) dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara. Penerapan prinsip ini juga merupakan upaya mendorong Pemda agar melaksanakan kegiatannya dengan berorientasi pada hasil yang telah direncanakan. Kegiatan hibah dapat bersifat multi–years sehingga pendanaan dengan hibah cocok diterapkan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang pelaksanaannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun, misalnya investasi di bidang infrastruktur. Selain itu, kegiatan hibah dilaksanakan dengan pembiayaan pendahuluan (prefinancing) dari APBD. Penyaluran dana hibah dapat dilakukan apabila seluruh persyaratan teknis dan administratif telah dipenuhi. Hal ini dapat membantu untuk menjaga terlaksananya kegiatan sesuai dengan standar yang ditentukan sekaligus meningkatkan rasa kepemilikan (sense of belonging) oleh Pemda. Mekanisme hibah kepada daerah mulai efektif pada tahun 2010 dengan disalurkannya dana hibah untuk kegiatan Local Basic Education Capacity (L-BEC), yang penganggarannya sudah tercatat sejak APBN-Perubahan TA 2009. Hal ini menandai warna baru dalam sistem pendanaan desentralisasi dalam rangka otonomi daerah di Indonesia selain dana perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) yang sudah dikenal selama ini. Hal ini sejalan dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang memuat kewajiban Pemerintah Pusat untuk mengalokasikan dana perimbangan dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk memberikan
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/37
pinjaman dan/atau hibah kepada Pemda baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah juga mengatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah, Pemda diberikan peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan yang sah.
Tabel 2.9 Hibah Kepada Pemerintah Daerah No.
Program Hibah
APBN 2009
APBN 2010
APBN 2011
APBN 2012
APBN 2013
APBN 2014
1
Local Basic Education Capacity (L-BEC)
V
V
V
V
-
-
2
Support to Community Health Services (SCHS)
V
-
-
-
-
-
3
Dana Hibah Ke Daerah APBN
-
V
-
-
-
-
4
Mass Rapid Transit (MRT)
-
V
V
V
V
V
5
Hibah Air Minum
-
V
V
V
V
V
6
Hibah Air Limbah
-
V
V
-
V
V
7
Water Sanitation Program D (WASAP-D)
-
V
V
-
-
-
8
Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Sanitasi
-
-
V
-
-
V
9
Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Transportasi
-
-
V
-
-
-
10
Water Resources and Irrigation Sector Management Program 2 (WISMP-2)
-
-
-
V
V
V
11
Simeulue Physical Infrastructure Project
-
-
-
V
-
-
12
Exploration of Seulawah Agam Geothermal Working Area Project
-
-
-
V
V
V
13
Sanitation – Australia Indonesia Infrastruture Grants (SAIIG)
-
-
-
-
V
V
II/38
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
No. 14
Program Hibah
Provincial Road Improvement and Maintenance (PRIM)
APBN 2009
APBN 2010
APBN 2011
APBN 2012
APBN 2013
APBN 2014
-
-
-
-
-
V
Sumber: DJPK, Kemenkeu
APBN-P TA 2009 mencatat 2 (dua) program hibah, yaitu L-BEC dan Support to Community Health Services (SCHS). L-BEC merupakan penerusan hibah yang bersumber dari hibah Pemerintah Kerajaan Belanda dan Uni Eropa dengan perwalian (Trustee) Bank Dunia dan telah selesai dilaksanakan pada tahun 2012. Hibah ini diberikan kepada 50 (lima puluh) pemerintah kabupaten/kota dengan tujuan meningkatkan kapasitas penyelenggara pendidikan dalam hal perencanaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban anggaran sekolah berbasis teknologi informasi. Sedangkan SCHS merupakan hibah dari Uni Eropa yang dikelola oleh World Health Organization (WHO) untuk pembangunan instalasi perawatan pasien flu burung di 10 (sepuluh) daerah. Namun, pada tahun ini tidak ada dana hibah yang disalurkan kepada Pemda karena masih terdapat perbedaan penafsiran dalam penatausahaan hibah ke daerah. Pada APBN 2010, sempat tercantum alokasi hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri. Seiring dengan proses politik anggaran, dana hibah ini direalokasi menjadi salah satu instrumen dalam mekanisme Transfer Ke Daerah pada APBN-P 2010. Namun dalam APBN-P 2010 tersebut muncul tambahan alokasi dan program hibah selain L-BEC, yaitu Mass Rapid Transit (MRT), Hibah Air Minum, Hibah Air Limbah, dan Water and Sanitation Program D (WASAP-D). Pendanaan Hibah MRT ini bersumber dari pinjaman luar negeri yang berasal dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Program ini merupakan program yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan transportasi di Jakarta yang menjadi prioritas pembangunan nasional dan telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hibah Air Minum dan Hibah Air Limbah merupakan penerusan hibah yang bersumber dari hibah Pemerintah Australia. Hibah Air Minum bertujuan untuk meningkatkan akses penyediaan air minum bagi masyarakat yang belum memiliki akses sambungan air minum perpipaan secara berkesinambungan dalam upaya mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) di 35 daerah. Sedangkan Hibah Air Limbah bertujuan untuk meningkatkan akses sistem air limbah perpipaan bagi masyarakat khusus untuk kota-kota yang sudah memiliki sistem pengelolaan air limbah terpusat di 5
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/39
(lima) daerah. Program ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan output-based dalam mengupayakan percepatan penambahan jumlah sambungan rumah baru. Dalam kegiatan WASAP-D, Bank Dunia memberikan hibah yang ditujukan untuk pembangunan sarana pengelolaan air limbah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di 6 (enam) daerah. APBN 2011 mencatat 7 (tujuh) program hibah yang sebagian besar merupakan kelanjutan dari program tahun sebelumnya. Program baru yang muncul dalam tahun ini adalah Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Sanitasi dan Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Transportasi. Kedua program ini merupakan hibah dari Pemerintah Australia untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di sektor sanitasi dan transportasi. IEG Sanitasi diberikan kepada 22 (dua puluh dua) daerah yang memiliki kepedulian dan komitmen dalam pembangunan sanitasi sedangkan IEG Transportasi diberikan kepada 2 (dua) daerah yang telah memenuhi syarat tertentu dan ditetapkan oleh Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait. Tercatat 3 (tiga) program hibah baru dalam APBN 2012 mendampingi 2 (dua) program lama (L-BEC dan MRT). Ketiganya adalah Simeulue Physical Infrastructure Project II (SPIP II), Exploration of Seulawah Agam Geothermal Working Area Project (Seulawah Geothermal), dan Water Resources and Irrigation Sector Management Program Phase 2 (WISMP-2). SPIP II merupakan penerusan hibah yang bersumber dari pinjaman Islamic Development Bank (IDB) kepada Pemerintah Kabupaten Simeulue untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana tsunami dan dalam kelanjutannya, program tersebut tidak dilaksanakan melalui mekanisme hibah daerah. Adapun Program Seulawah Geothermal merupakan hibah dari Kreditanstalt fur Wiedeaufbau (KfW) Jerman kepada Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk eksplorasi energi panas bumi. Sedangkan WISMP-2, merupakan kegiatan peningkatan pengelolaan irigasi partisipatif di 115 daerah yang telah berkinerja baik pada WISMP-1 dan memenuhi syarat yang ditentukan oleh K/L terkait. Pada APBN 2013, program hibah yang dianggarkan sebanyak 6 (enam) program meliputi: MRT, WISMP-2, dan Seulawah Geothermal yang merupakan kelanjutan dari program tahun anggaran sebelumnya, hibah air minum dan hibah air limbah yang merupakan program lanjutan dari tahap pertama yang telah sukses dilaksanakan pada tahun 2012 serta Hibah Australia-Indonesia Infrastructure Initiative (sAIIG) yang merupakan program hibah baru. Program Hibah sAIIG merupakan bantuan dari Pemerintah Australia
II/40
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
yang akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2015 untuk mempercepat pencapaian pembangunan bidang air limbah dan persampahan. Sementara pada APBN 2014 ini telah dianggarkan belanja hibah kepada daerah sebesar Rp3,54 Triliun untuk 8 (delapan) program hibah, yang satu diantaranya adalah program hibah baru yaitu program Provincial Road Improvement and Maintanance (PRIM) kepada Provinsi Nusa Tenggara Barat. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Provinsi dalam pengelolaan dan pemeliharaan jalan serta untuk mendorong Pemerintah Provinsi agar meningkatkan alokasi dana pemeliharaan jalan. Pada akhirnya, pelaksanaan hibah kepada daerah, khususnya yang bersumber dari luar negeri, telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Namun demikian, masih terbuka kemungkinan-kemungkinan upaya optimalisasi dalam kebijakan pemberian hibah kepada daerah sehingga diharapkan dapat memperkuat kapasitas fiskal daerah dan mewujudkan pemerataan antar-daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah. Upaya optimalisasi tersebut salah satunya dilakukan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu permasalahan-permasalahan yang menyangkut hibah kepada daerah yang bersumber dari pinjaman luar negeri ataupun hibah luar negeri. Hal yang cukup menarik adalah perubahan mekanisme pendanaan pada program WISMP yang semula menggunakan mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi mekanisme hibah daerah. Kondisi ini tentu saja merupakan perwujudan komitmen K/L untuk ikut mendukung upaya desentralisasi pendanaan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki (prinsip money follows function). Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan komitmen Pemda untuk bersama-sama mendukung pencapaian target dan prioritas nasional. Hal lain adalah terkait dengan pemberian hibah kepada daerah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri. Selain penerapan kebijakan-kebijakan di atas, upaya optimalisasi dapat dilakukan antara lain dengan penataan ulang atas dana APBN yang didesentralisasikan. Diperlukan adanya konsistensi dan ketegasan kriteria antar dana-dana yang dilaksanakan di daerah agar tercipta pola pendanaan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel.
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/41
2.3. Pembiayaan Daerah Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pinjaman daerah serta menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dilakukan revisi PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah menjadi PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Revisi PP ini dilakukan sejalan dengan dilakukannya revisi PP Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri menjadi PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Beberapa perubahan pokok yang dimuat dalam PP 30/2011 tentang Pinjaman Daerah antara lain: a. Peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman daerah melalui pengaturan bahwa pinjaman jangka panjang digunakan untuk mendanai kegiatan investasi prasarana dan/ atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang: i. Menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut; ii. Menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau iii. Memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Namun demikian, khusus untuk pinjaman jangka panjang berupa obligasi daerah dibatasi hanya untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. b. Penambahan prinsip umum pinjaman daerah, seperti: i. Penegasan peran Menkeu selaku BUN yang mempunyai kewenangan untuk memberikan pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintahan Daerah; ii. Penegasan bahwa Pemda dapat melakukan pinjaman dan pinjaman tersebut harus merupakan inisiatif Pemda dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
II/42
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
iii. Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah Pusat diberikan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah; dan iv. Pemda dapat meneruskan Pinjaman Daerah sebagai pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintahan Daerah dan BUMD. c. Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah Pusat berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah Pusat yang dilaksanakan melalui Pusat Investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri. d. Persyaratan Pemda dalam melakukan pinjaman daerah adalah: i.
Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
ii. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan Pemerintah Pusat yaitu paling sedikit 2,5 (dua koma lima). iii. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman. iv. Dalam hal pinjaman daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemda juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat. v.
Untuk pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.
e. Optimalisasi mekanisme penarikan dana pinjaman mencakup pembayaran langsung, rekening khusus, pemindahbukuan ke RKUD, Letter of Credit (L/C), dan pembiayaan pendahuluan. Dalam rangka pengendalian batas maksimal defisit dan pinjaman Pemda, Menkeu setiap bulan Agustus menetapkan PMK mengenai batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal pinjaman daerah. Untuk TA 2014, telah ditetapkan PMK Nomor 125/PMK.07/2013 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah TA 2014. Dalam PMK tersebut diatur hal-hal sebagai: a. Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD untuk TA 2014 ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma Tiga persen) dari proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) TA 2014;
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/43
b. Batas maksimal kumulatif pinjaman daerah TA 2014 ditetapkan sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB TA 2014, di mana dalam pinjaman tersebut termasuk pinjaman yang digunakan untuk mendanai pengeluaran pembiayaan; c. Batas Maksimal Defisit APBD masing-masing daerah ditetapkan berdasarkan kategori kapasitas fiskalnya, sebagai berikut: 1) sebesar 6,5% (enam koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2014 untuk kategori sangat tinggi; 2) sebesar 5,5% (lima koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2014 untuk kategori tinggi; 3) sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2014 untuk kategori sedang; dan 4) sebesar 3,5% (tiga koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah TA 2014 untuk kategori rendah. d. Defisit yang dimaksud dalam Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD adalah defisit yang dibiayai dari Pinjaman Daerah; e. Kategori kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud di atas sesuai dengan kategori kapasitas fiskal sebagaimana ditetapkan dalam PMK mengenai kapasitas fiskal untuk TA 2013 f. Dalam hal defisit APBD melampaui batas yang telah ditetapkan, maka defisit APBD tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Menkeu; g. Persetujuan tersebut diberikan berdasarkan penilaian sebagai berikut: 1. Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD yang dibiayai dari pinjaman sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB tidak terlampaui; 2. Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari proyeksi PDB tidak terlampaui; 3. Pinjaman sudah dinyatakan efektif, untuk pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat; dan 4. Rencana Pinjaman sudah mendapat Pertimbangan Mendagri, untuk pinjaman yang bersumber dari Pemda, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank.
II/44
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
h. Persetujuan atau penolakan Menkeu terhadap pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD yang dibiayai dari Pinjaman Daerah menjadi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses evaluasi Raperda tentang APBD atau evaluasi Raperda tentang APBDPerubahan (APBD-P). Tata cara pengajuan permohonan persetujuan melebihi Batas Maksimal Defisit APBD dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: I. Permohonan persetujuan pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD diajukan oleh kepala daerah kepada Menkeu c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen PK) sebelum APBD/APBD-P ditetapkan. II. Format permohonan persetujuan tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan No. 125/PMK.07/2013. III. Dirjen PK atas nama Menkeu memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD. IV. Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud diberikan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah surat permohonan dari kepala daerah diterima secara lengkap. Kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman daerah:
Proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI)/ Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUMFP) JUMFP/JEDI bertujuan untuk mendukung peningkatan operasional dan pemeliharaan sistem pengendalian banjir di wilayah DKI Jakarta melalui: a) Pengerukan sungai/kanal dan waduk b) Rehabilitasi dan konstruksi tanggul c) Peningkatan kapasitas intansi yang bertanggung jawab dalam meningkatkan operasional, pemeliharaan, dan pengelolaan sistem pengendalian banjir. Berdasarkan simulasi banjir yang terjadi pada tahun 2007 bisa diprediksikan bahwa 40% dari dampak banjir dapat dihindari jika sistem pengendalian banjir yang ada bisa berfungsi pada kapasitas yang semestinya.
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/45
Rencana komposisi pendanaan untuk keseluruhan proyek JUMFP/JEDI adalah sebagai berikut:
Tabel 2.10 Komposisi Pendanaan JUMFP/JEDI Total
Item
Counterpart Funding
IBRD
Bilateral Grant
(US$ million) COMPONENT 1 Dredging and rehabilitation of selected key floodways, canals and retention basins.
1
a. Directorate General of Water Resources (DGWR)
53.2
10.8
42.4
b. DGCK
22.4
4.6
17.8
c. DKI Jakarta
100.5
31.16
69.34
Subtotal Component 1
176.1
46.56
129.54
COMPONENT 2
2
Supervision Consultant (contracts management, engineering design reviews and construction supervision, support to project GRS and implementation of RPs)
9.6
3
Flood Management Information System (FMIS)
0.5
4
Panel of Experts
0.5
5
Resettlement Costs (DKI Jakarta)
2.8
2.8
13.4
2.8
10.1
0.5
189.5
49.36
139.64
0.5
0.35
0.35
189.9
49.71
139.64
0.5
Subtotal Component 2 Total Project Cost Front End Fee (0.25%) Total Financing Required
9.6
0.5 0.5
Sumber : DJPB, Kemenkeu
Pada tanggal 17 Januari 2012, Board of Executive Directors The World Bank telah menyetujui pinjaman untuk JUFMP/JEDI dan secara resmi telah disampaikan melalui surat Executive Director The World Bank tanggal 20 Januari 2012. Pada tanggal 17 Februari 2012
II/46
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
telah dilakukan penandatangan Loan Agreement (LA) antara Goverment Of Indonesian (GoI) dan World Bank. Proses selanjutnya adalah Penandatangan Penerusan Pinjaman Luar Negeri (Subsidiary Loan Agreement/SLA) antara Pemerintah Pusat c.q. Kemenkeu dan Pememerintah Provinsi DKI Jakarta. Direktur Jenderal Perbendaharaan (Dirjen Perbendaharaan) memberitahukan Gubernur DKI Jakarta melalui Surat Nomor S-7617/PB/2013 tanggal 25 November 2013 bahwa syarat efektif dari perjanjian penerusan pinjaman Nomor SLA-1247/DSMI/2012 tanggal 16 Mei 2012 sudah dinyatakan lengkap, sehingga Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinyatakan berlaku efektif sejak tanggal surat tersebut ditetapkan. Rencana Penarikan Tahunan (RPT) JEDI untuk Tahun 2014 adalah sebesar USD44.250.000, sedangkan Kemenkeu hanya mengalokasikan dana APBN 2014 sebesar USD15.940.000,-, sehingga Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI meminta agar Kekurangan alokasi dana sebesar USD28.310.000 untuk dialokasikan di APBN-P 2014.
Rencana Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jawa Barat Obligasi Daerah merupakan salah satu alternatif pembiayaan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pemda dapat menerbitkan Obligasi Daerah sepanjang memenuhi persyaratan Pinjaman Daerah. Obligasi Daerah merupakan efek yang diterbitkan oleh Pemda dan tidak dijamin oleh Pemerintah Pusat. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan Pelayanan Publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengajukan usulan rencana penerbitan Obligasi Daerah kepada Menkeu untuk membiayai Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati yang direncanakan akan mulai dilaksanakan pada tahun 2015. Nilai proyek diperkirakan sebesar Rp8 triliun, dengan sharing dari Pemerintah Pusat sebesar Rp4 triliun dan Rp4 triliun sisanya adalah jumlah yang akan dibiayai dari penerbitan Obligasi Daerah oleh Pemprov Jawa Barat. Dari inisiasi awal yang sudah dilakukan Kemenkeu yang bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) dan Lembaga rating diketahui bahwa
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/47
Pemprov Jawa Barat sudah layak untuk menerbitkan Obligasi Daerah yang ditandai dengan hasil kajian yang berupa: • Berdasarkan hasil penilaian kemampuan keuangan, Pemprov Jawa Barat bisa dan mampu untuk menerbitkan obligasi dengan nilai emisi hingga Rp4 triliun. • Atas hasil shadow rating oleh Pefindo Pemprov Jawa Barat memperoleh peringkat obligasi idAA– (double A minus) yang bisa digolongkan sebagai kriteria investment grade. • Jangka waktu (tenor) Obligasi Daerah bisa dilakukan jangka panjang dan diperkirakan bisa dilaksanakan selama-lamanya 10 tahun jadi tidak terlalu membebani APBD. • Berdasarkan penilaian tingkat bunga (kupon) yang dikenakan atas penerbitan Obligasi Daerah tersebut adalah setinggi-tingginya 10% per tahun. • Dana hasil penerbitan obligasi daerah tersebut digunakan sebagai penyertaan modal Pemprov Jawa Barat pada BUMD dan pinjaman kepada BIJB. • Kesanggupan Pemprov Jawa Barat untuk Penyisihan dana (sinking fund) menjamin pelunasan pokok dan pembayaran bunga (kupon) atas penerbitan Obligasi Daerah.
Pinjaman Daerah Dari Pemerintah Yang Dananya Bersumber Dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Salah satu sumber pinjaman dari Pemerintah Pusat yaitu Dana Investasi Pemerintah, termasuk di dalamnya dana yang dikelola oleh PIP. PIP merupakan Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia dan menjadi operator investasi Pemerintah Pusat. Adapun cakupan sektor investasi PIP meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang ditetapkan oleh Menkeu. Investasi di bidang pembangunan infrastruktur sebagai salah satu fokus dari investasi PIP didasarkan pada alasan filosofis bahwa pembangunan infrastruktur merupakan salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Salah satu bentuk investasi langsung PIP adalah pemberian pinjaman kepada Pemda. Pinjaman yang diberikan PIP kepada Pemda dibatasi hanya untuk pembangunan infrastruktur dasar, antara lain mencakup: ketenagalistrikan, jalan/jembatan, transportasi, pasar, rumah sakit, terminal, dan air bersih. Pemda yang sudah menerima pinjaman ke PIP hingga saat ini adalah sebagai berikut:
II/48
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Tabel 2.11 Daerah Yang Melakukan Pinjaman Kepada PIP No 1
Nama Daerah Pemprov Sultra
Tgl TTD Perjanjian
Jangka Waktu (th)
Penggunaan
190.000.000.000
28 Januari 2011
9
RSUD Tipe B
130.000.000.000
21 Oktober 2012
5
Jalan dan jembatan
Komitmen Pinjaman
2
Pemkot Surakarta
40.500.000.000
27 Juni 2011
4
RSUD Tipe C
3
Pemkab Mukomuko
53.670.000.000
3 Mei 2012
3, 2
RSUD Tipe C
47.500.000.000
17 Oktober 2013
5
Jalan dan jembatan
49.870.000.000
25 Mei 2012
5
Pasar
46.000.000.000
8 Agustus 2012
5
RSUD Tipe C
4
Pemkab Karangasem
5
Pemkab Lombok Timur
34.350.000.000
14 Mei 2012
5
Pasar
6
Pemkot Bandar Lampung
96.000.000.000
4 Juni 2012
5
Jalan dan jembatan
7
Pemkot Medan
77.454.148.000
6 September 2012
5
Pasar
8
Pemkab Lombok Tengah
91.610.000.000
6 November 2012
5
Jalan
9
Pemkot Palu
100.000.000.000
21 November 2013
5
RSUD Tipe B
10 Pemkot Gorontalo
35.000.000.000
30 November 2013
5
Terminal Tipe C
Pemprov Sulawesi Selatan
500.000.000.000
29 Desember 2012
5
Jalan dan jembatan
90.172.435.000
14 Juni 2013
5
Pasar
11
12 Pemkab Temanggung Sumber: DJPK, Kemenkeu
Implementasi Municipal Infrastructure Development Fund (MIDF) Sebagai Alternatif Percepatan Pembangunan Infrastruktur Di Daerah Dalam rangka mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di daerah, Pemerintah Pusat telah memberikan alternatif pembiayaan melalui pinjaman daerah. Namun mengingat rendahnya minat daerah dalam melakukan pinjaman, diperlukan suatu skema alternatif pinjaman yang dapat memenuhi kebutuhan Pemda akan sumber pembiayaan
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/49
infrastuktur yang terbuka, berkesinambungan, berbasis demand-driven, dan atraktif bagi Pemda melalui suatu lembaga financial intermediary. Saat ini Kemenkeu bekerja sama dengan Tim Asistensi Desentralisasi Fiskal (TADF) sedang mengkaji untuk menerapkan Municipal Infrastructure Development Fund (MIDF) di Indonesia. MIDF merupakan suatu lembaga perantara pembiayaan yang dikhususkan kepada pembiayaan infrastruktur bagi Pemda. MIDF dapat memberikan pinjaman langsung, pinjaman tidak langsung, menerbitkan surat hutang, maupun meneruskan hibah. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilaksanakan, tujuan utama pendirian MIDF adalah untuk menghimpun dana baik dari Pemerintah Pusat, lembaga donor, maupun pihak swasta untuk selanjutnya disalurkan kepada Pemda dalam bentuk pinjaman berfasilitas untuk pembangunan infrastruktur. Manfaat dari pendirian MIDF adalah meningkatkan jumlah dan kualitas infrastuktur daerah, meningkatkan akses Pemda terhadap pasar kredit, meningkatkan belanja modal, serta mendorong akuntabilitas dan disiplin pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
2.4. Sistem Informasi Keuangan Daerah Ketersediaan data dan informasi yang memenuhi prinsip TRUST (compleTe, Reliable, Up-to-date, Secure, accurate) menjadi salah satu hal terpenting, tidak saja dalam proses penyusunan/perumusan kebijakan tapi juga untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas yang sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu, perwujudan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagaimana diatur dalam UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan dijabarkan lebih lanjut melalui PP 56/2005 sebagaimana direvisi dengan PP 65/2010 menjadi sangat penting dan mutlak untuk dilaksanakan bersama-sama antara Pemerintah Pusat dengan Pemda sesuai dengan lingkup masing-masing. Dalam PP tersebut diamanatkan bahwa penyelenggara SIKD secara nasional adalah Menkeu, sedangkan Pemda menyelenggarakan SIKD di daerahnya masing-masing dengan menggunakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. SIKD Nasional yang diselenggarakan oleh Kemenkeu c.q Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) selama ini dilakukan berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Pemda dalam bentuk hardcopy.
II/50
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Kewajiban daerah menyampaikan informasi tersebut dan tatacara penyampaian telah diatur dalam PMK Nomor 46/PMK.02/2006 sebagaimana diubah dengan PMK Nomor 04/ PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah. Salah satu perubahan yang mendasar baik di tataran PP maupun PMK adalah mengenai concern lebih Pemerintah Pusat agar Pemda dapat menetapkan dan menyampaikan data keuangan daerah secara lebih cepat. Hal tersebut menunjukan arti pentingnya ketersediaan data dan informasi sekaligus juga bertujuan untuk meningkatkan tata kelola keuangan daerah yang transparan, akuntabilitas, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tabel 2.12 Penyampaian APBD 2010-2014* Penetapan
Penyampaian Jumlah
Sampai dengan 31 Januari
Setelah 31 Januari
Jumlah
Daerah yang Terkena Sanksi
310
524
221
303
524
2
211
313
524
224
300
524
19
2012
274
250
524
267
257
524
16
2013
327
197
524
349
175
524
17
2014
354
162
516
325
191
516
23
Tahun
Sebelum 1 Januari
Setelah 1 Januari
2010
214
2011
*TA 2014 masih ada 23 daaerah yg belum menyampaikan APBD Sumber: DJPK, Kemenkeu, data diolah
Pelaksanaan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah di 539 daerah menggunakan
aplikasi
pengelolaan
keuangan
yang
sangat
beragam.
Sebagian
besar diantaranya menggunakan Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang dikembangkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Di luar SIMDA dan SIPKD, Pemda menggunakan aplikasi pengelolaan keuangan daerah yang berbeda-beda tergantung pada kebijakan di daerah masing-masing. Beragamnya sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang ada tentunya berpengaruh terhadap proses kompilasi dan konsolidasi data keuangan Pusat dan Daerah. Untuk mempermudah hal ini, Pemerintah Pusat tengah berencana untuk menstandarkan elemen data yang ada sehingga proses kompilasi dan konsolidasi data nantinya dapat dilakukan secara lebih mudah.
Pengaturan HKPD Saat Ini
II/51
Pada sisi yang lain, dalam rangka mempercepat penyampaian informasi keuangan daerah dari daerah kepada pusat telah dibangun sistem komunikasi dan manajemen data nasional (KOMANDAN). Tata cara mengenai penyampaian data dengan KOMANDAN tersebut telah diterbikan Surat Edaran Dirjen PK Nomor SE-03/PK/2011 tentang Tata Cara Teknis Penyampaian Informasi Keuangan Daerah melalui Sistem Komunikasi dan Manajemen Data Nasional SIKD (KOMANDAN SIKD).
KONSEP KOMANDAN SIKD KOMANDAN SIKD merupakan media penyampaian data keuangan daerah dalam bentuk softcopy dengan tujuan untuk mengurangi sumber daya dalam melakukan input dan mengolah data sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas sumberdaya yang ada. Pendekatan yang dilakukan dalam KOMANDAN SIKD adalah pembakuan elemen data melalui standarisasi output dari aplikasi pengelolaan keuangan daerah. KOMANDAN SIKD yang ada saat ini dapat menampung data APBD, APBD Perubahan, Laporan Realisasi APBD Semester I, serta Laporan Realisasi APBD Audited/Perda. Kedepannya, KOMANDAN SIKD akan dikembangkan sehingga dapat menampung Laporan Realisasi APBD Triwulanan, Neraca, dan informasi keuangan daerah lain yang digunakan oleh stakeholders sebagai bahan pengambilan kebijakan. Penyelenggaraan KOMANDAN SIKD sebagai perwujudan SIKD secara nasional bertujuan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberi kemudahan bagi Pemda dalam mengirimkan Informasi Keuangan Daerah kepada DJPK. 2. Menyediakan Informasi Keuangan Daerah secara nasional yang lengkap, dapat diandalkan, akurat dan up-to-date. 3. Menyediakan analisis pengelolaan keuangan daerah sebagai bahan evaluasi dalam perumusan kebijakan. 4. Menyediakan informasi keuangan daerah yang diperlukan dalam perhitungan alokasi transfer ke daerah.
II/52
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Bab III Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2014
3.1. Dana Perimbangan 3.1.1. Dana Bagi Hasil (DBH) DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dengan presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil dan untuk pemerataan. DBH tersebut digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).
DBH Pajak Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 (UU 33/2004), penerimaan pajak yang dibagihasilkan ke daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21. Sejalan dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), sejak tahun 2011 BPHTB telah menjadi pajak daerah sehingga tidak lagi dibagihasilkan kepada daerah. Demikian juga dengan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2), untuk semua daerah mulai tahun 2014 telah menjadi pajak daerah sehingga tidak dibagihasilkan lagi melalui Pemerintah Pusat. Selanjutnya
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/53
berdasarkan ketentuan Pasal 66A UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, sejak tahun 2008 penerimaan negara dari cukai hasil tembakau termasuk penerimaan negara yang dibagihasilkan ke daerah. Persentase bagian provinsi dan kabupaten/kota dari PBB, PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN telah ditetapkan dalam UU 33/2004. Secara lengkap besaran persentase pembagian dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Jenis dan Persentase DBH Pajak Jenis
Pusat
Provinsi
Kab./Kota
Keterangan
1.
PBB
10%
16,2%
64,8%
9% biaya pemungutan dibagi antara Pusat, provinsi dan kab/kota, 10 % bagian pusat dikembalikan 6,5% secara merata ke seluruhkab/kota dan 3,5% sisanya sebagai insentif
2.
PPh Pasal 21, Pasal 25/29
80%
8%
12%
Bagian Kab/Kota 12% dibagi antara Kab/ Kota WP terdaftar 8,4%, 3,6% bagi rata dalam provinsi bersangkutan
1,4%
Pembagian per Provinsi berdasarkan penerimaan cukai dan produksi tembakau, Pembagian per Kab/Kota dilakukan oleh Provinsi
3.
CHT
98%
0,6%
Sumber: DJPK, Kemenkeu
PBB sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan non migas dibagi berdasarkan realisasi penerimaan dari daerah yang bersangkutan. Sementara itu, PBB sektor pertambangan migas dari areal on shore dibagikan berdasarkan realisasi penerimaan dari daerah yang bersangkutan, sedangkan PBB sektor pertambangan migas yang dikenakan atas tubuh bumi dan PBB sektor pertambangan Migas perairan (offshore) dibagi kepada seluruh daerah termasuk kepada daerah bukan penghasil Migas dengan menggunakan formula tertentu. Hal ini disebabkan sampai dengan saat ini PBB Migas untuk tubuh bumi dan off shore belum bisa ditatausahakan per daerah. Bagian Pemerintah Pusat dari PBB sebesar 10% dibagihasilkan lagi kepada daerah dengan ketentuan 6,5% dibagikan secara merata kepada kabupaten/kota dan 3,5%
III/54
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
dibagikan sebagai insentif bagi kabupaten/kota yang penerimaan PBB sektor perkotaan dan pedesaannya melebihi target penerimaan. Pemberian insentif ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melibatkan kabupaten/kota dan Provinsi DKI Jakarta dalam pemungutan PBB–P2. Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) adalah dana yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Pemerintah Daerah (Pemda). BP PBB dibagi antara Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dengan Pemda. Pembagiannya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB. Imbangan pembagian BP PBB antar DJP dan Pemda didasarkan pada besar atau kecilnya peranan masing-masing dalam melakukan kegiatan operasional pemungutan PBB. Besarnya imbangan pembagian BP PBB adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat (DJP) dengan Pemerintah Daerah No
Sektor
Pusat
Daerah
1
Perdesaan
10
90
2
Perkotaan
20
80
3
Perkebunan
60
40
4
Perhutanan
65
35
5
Pertambangan
70
30
Sumber: DJP, Kemenkeu
Sementara untuk imbangan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) dengan kabupaten/ kota diatur oleh masing-masing gubernur yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur yang selanjutnya ditetapkan dalam PMK Nomor 145/PMK.07/2013. BP PBB merupakan bagian dari dana perimbangan, dengan demikian BP PBB dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan yang menjadi urusan daerah sesuai peraturan perundangan.
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/55
Perhitungan DBH PBB migas dan panas bumi Perhitungan alokasi DBH PBB migas dan panas bumi ditatausahakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. PBB migas onshore dan panas bumi ditatausahakan berdasarkan letak dan kedudukan objek pajak dan dibagi by origin; 2. PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi ditatausahakan per kabupaten/ kota dengan menggunakan formula dan dibagi sesuai persentase DBH PBB. perhitungan PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi per kabupaten/kota dari PBB migas yang ditanggung Pemerintah Pusat ditetapkan sebagai berikut: -
10% menggunakan formula
- 90% dibagi secara proporsional sesuai realisasi PBB migas tahun anggaran sebelumnya. Formula yang digunakan untuk menghitung PBB migas yang ditanggung Pemerintah Pusat:
PBB per kab/kota =
{
(20% x rasio JP)+(10% x rasio LW)+ (5% x rasio PAD)+(65% x rasio lifting Migas)
}
PBB Migas offshore dan
x PBB Migas tubuh bumi
PBB migas yang dibayar langsung oleh KKKS ke bank persepsi menggunakan formula: PBB per kab/kota = Rasio lifting Migas x PBB Migas offshore dan PBB Migas tubuh bumi PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 dibagihasilkan kepada daerah sebesar 20% dari penerimaan pajak tersebut per kabupaten/kota. Selanjutnya dibagi kepada provinsi yang bersangkutan sebesar 8%, kepada kabupaten/kota yang bersangkutan sebesar 8,4% dan sebesar 3,6% dari penerimaan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 dari daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dibagi rata kepada seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi yang bersangkutan. PPh Pasal 21 dipotong oleh pemberi kerja (bendahara di Pemerintahan) tempat karyawan yang bersangkutan bekerja, tidak dikenakan berdasarkan domisili. Demikian juga dengan karyawan swasta PPh Pasal 21 dikenakan dan diadministrasikan di wilayah daerah tempat kerja.
III/56
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN - Pajak penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WPOP dalam negeri. Pajak Penghailan Pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggaraan kegiatan. Pelaporan penerimaan PPh Pasal 21 dilakukan berdasarkan tempat kerja -
PPh Pasal 25 terkait dengan Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas atau memperoleh penghasilan teratur lainnya yang bersifat tidak final yang diangsur setiap bulannya. Sedangkan PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah disetor sendiri. Pencatatan penerimaan PPh Pasal25/29 berdasarkan asas domisili wajib pajak. Sementara itu, pembagian DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) kepada kabupaten/kota
sebesar 1,4% dapat dijabarkan sebesar 0,8% dibagikan kepada kabupaten/kota penghasil dan 0,6% dibagikan kepada kabupaten/kota lainnya. Pembagian lebih lanjut kepada kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.
Perencanaan dan Penganggaran Berdasarkan PMK Nomor 145/PMK.07/2013 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah, indikasi kebutuhan dana dan rencana dana pengeluaran untuk bagi hasil disusun oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) berdasarkan perkiraan penerimaan PBB, PPh dan CHT setelah berkoordinasi dengan DJP, Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen BC), dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Indikasi kebutuhan dana DBH Pajak dan CHT digunakan sebagai dasar penyusunan indikasi kebutuhan dana pengeluaran
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/57
Bendahara Umum Negara (BUN), sedangkan rencana dana pengeluaran DBH Pajak dan CHT digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan UU mengenai APBN.
Penetapan Alokasi Perhitungan alokasi DBH Pajak dan CHT dilakukan setelah ditetapkannya pagu penerimaan pajak dan CHT tersebut dalam APBN. Berdasarkan PMK Nomor 145/ PMK.07/2013, perhitungan alokasi dilakukan berdasarkan data rencana penerimaan PBB dan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 untuk perkiraan alokasi DBH Pajak dan data rencana penerimaan CHT untuk perkiraan alokasi DBH CHT. Perkiraan alokasi tersebut merupakan dasar untuk penyaluran DBH PBB, PPh Pasal 21 serta Pasal 25/29 dan CHT. Khusus untuk DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 sesuai amanat PP Nomor 55 Tahun 2005 (PP 55/2005) ditetapkan perubahan perkiraan alokasi (alokasi definitif) yang didasarkan pada prognosa realisasi penerimaan. Sesuai ketentuan PMK Nomor 145/PMK.07/2013, perkiraan alokasi DBH dapat diubah dalam hal terdapat: a. Perubahan rencana penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH dalam UU mengenai APBN Perubahan lebih besar atau sama dengan 10% (sepuluh persen); b. Prognosa realisasi penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh WPOPDN; c. Prognosa PNBP SDA yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH SDA melebihi 5 (lima persen) perkiraan alokasi secara nasional; d. Perubahan data daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil DBH SDA dan PNBP SDA; dan/atau e. kesalahan hitung. Perkiraan alokasi DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan pagu rencana penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, perubahan perkiraan alokasi yang ditetapkan berdasarkan prognosa realiasi penerimaan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 ditetapkan paling lambat bulan Oktober tahun anggaran berjalan. Penetapan perkiraan alokasi oleh DJPK dalam PMK dilakukan setelah data rencana dan prognosa penerimaan disampaikan oleh DJP. Dalam hal rencana penerimaan yang disampaikan DJP sangat berbeda dengan data realisasi tahun sebelumnya, alokasi
III/58
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
sementara DBH dapat disesuaikan dengan realisasi penerimaan tahun sebelumnya. Apabila data prognosa realisasi penerimaan tidak disampaikan oleh DJP, maka penyaluran DBH PPh untuk triwulan IV menggunakan perkiraan alokasi. Perkiraan alokasi DBH CHT ditetapkan berdasarkan rencana penerimaan CHT yang ditetapkan dalam APBN dan perubahan perkiraan alokasi DBH CHT ditetapkan apabila terdapat perubahan rencana penerimaan CHT yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH CHT lebih besar atau sama dengan 10%. Alokasi DBH CHT provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dalam PMK berdasarkan ketetapan pembagian DBH CHT per kabupaten/ kota oleh gubernur.
Formula Pembagian DBH – CHT Provinsi DBH suatu Provinsi = (58% A + 38% B + 4% C) x total DBH-CHT Keterangan: A = persentase realisasi penerimaan CHT suatu provinsi 2 tahun sebelumnya B = persentase rata-rata produksi daun kering tembakau 3 tahun sebelumnya satu provinsi C = persentase (100- IPM) tahun sebelumnya suatu provins.
Penyaluran DBH Pajak dan CHT Tabel 3.3 Penyaluran DBH Pajak dan CHT I
Dana Bagi Hasil Pajak A DBH PBB a. DBH PBB Bagian Pusat (6,5%) bagi rata
Tahap I: 25%; Tahap II: 50%; dari alokasi sementara Tahap III: selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan Disalurkan bulan November
Insentif PBB (3,5%)
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/59
b. DBH PBB Bagian Daerah sektor P3, selain PBB Migas dan Panas Bumi
Secara mingguan mulai bulan Agustus, berdasarkan perkiraan alokasi.
c.
Secara mingguan mulai bulan Agustus berdasarkan perkiraan alokasi
DBH Biaya Pemungutan PBB sektor P3, selain PBB Migas dan Panas Bumi
d. DBH PBB & Biaya Pemungutan DBH PBB Sektor Pertambangan Migas & Panas Bumi
Setiap triwulan sebesar 25% (Maret, Juni, September, Desember); dari perkiraan alokasi
B DBH PPh
II
a. DBH PPh Pasal 21
Triwulan I: 20%; Triwulan II: 20%; Triwulan III: 20%; dari alokasi sementara; Triwulan IV: selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan
b. DBH PPh Pasal 25/29
Triwulan I: 20%; Triwulan II: 20%; Triwulan III: 20%; dari alokasi sementara; Triwulan IV: selisih alokasi definitif dengan yang telah disalurkan
DBH Cukai Hasil Tembakau
Tahap I: 40%; Tahap II: 40%;dari perkiraan alokasi; Tahap III: selisih antara pagu perkiraan alokasi/perubahan perkiraan alokasi dengan jumlah dana Tahap I dan II yang telah disalurkan
Sumber: DJPK, Kemenkeu
Penyaluran DBH PBB dan BP PBB sektor pertambangan migas dan panas bumi yang dilaksanakan setiap triwulan sebesar 25% dari perkiraan alokasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Demikian juga dengan penyaluran PBB bagi rata, insentif, DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29, dan DBH CHT dilaksanakan dari Pusat melalui pemindahbukuan. Sementara itu PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan non migas serta panas bumi termasuk BP yang merupakan bagian daerah disalurkan secara mingguan mulai bulan Agustus berdasarkan perkiraan alokasi DBH PBB masing-masing sektor. Penyaluran DBH CHT dapat ditangguhkan dan/atau dihentikan bilamana terkena sanksi. Penangguhan dan/atau penghentian atas penyaluran DBH CHT dapat disalurkan kembali setelah dipenuhinya kewajiban yang menjadi dasar pengenaan sanksi selama belum melampaui tahun anggaran berjalan.
III/60
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Dana Bagi hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) merupakan dana yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA). Jenis dan besaran persentase bagian daerah dari PNBP SDA tersebut ditetapkan dalam UU 33/2004. DBH SDA terdiri dari Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi. DBH SDA diberikan kepada daerah kabupaten/kota penghasil dan daerah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Provinsi Papua, Papua Barat, dan Aceh selain mendapatkan bagi hasil yang sama seperti provinsi lainnya, juga mendapatkan tambahan bagi hasil minyak dan gas bumi masing-masing sebesar 55% dan 40%. Berikut tabel mengenai jenis dan porsi masing-masing jenis DBH SDA.
Tabel 3.4 Jenis dan Porsi Bagi Hasil DBH SDA Jenis
Pusat
Provinsi
Kab/Kota
Kab/Kota dalam satu Provinsi (bagi rata)
Tambahan Khusus Papua, Papua Barat dan Aceh
Kehutanan -
IIUPH
20%
16%
64%
-
-
PSDH
20%
16%
32%
32%
-
Dana Reboisasi
60%
-
40%
Pertambangan Umum -
Landrent
20%
16%
64%
-
Royalti
20%
16%
32%
20%
-
Perikanan
32% 80%
Minyak Bumi -
Wilayah Kab/Kota
-
Wilayah Provinsi
55% 84,5%
3,1%
6,2%
5,17%
6.2% 10,33%
Gas Bumi -
Wilayah Kab/Kota
-
Wilayah Provinsi
Panas Bumi
40% 69,5%
6,1
12,2%
10,17% 20%
16%
12.2% 20,33%
32%
32%
Sumber: UU 33/2004, UU 11/2006 dan UU 35/2008
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/61
Tarif dan dasar perhitungan PNBP yang dibagihasilkan kepada daerah sangat bervariasi dan diatur dalam peraturan perundangan. Khusus penerimaan dari pertambangan Migas dan Panas Bumi (WKP eksisting), bagian daerah dihitung setelah dikurangi dengan kewajiban perpajakan dan pungutan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan. Selanjutnya, jenis dan tarif PNBP yang dibagihasilkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.5 Jenis dan Tarif PNBP yang Dibagihasilkan Jenis
Dasar Hukum
Dasar Perhitungan Pungutan
Tarif
Luas areal Hutan
Rp/ha
Keterangan
1. Kehutanan -
IIUPH
PP 92/1999
Besarnya tarif tergantung dari (1) kategori wilayah; (2) status HPH (baru/ perpanjangan/ HPHTI). IHPH dikenakan satu kali untuk jangka waktu berlakunya HPH (atau sekitar 20 tahun)
-
PSDH
Volume kayu
- PP 6/1999
Rp/m3
- KepMen Kehutanan dan Perkebunan Nomor 859/ Kpts-II/1999
-
Dana Reboisasi
III/62
PP 92/1999
- Besarnya tarif tergantung dari (1) kategori wilayah; (2) kelompok jenis kayu/ bukan kayu. - PSDH dikenakan terhadap pemegang HPH, pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) dan pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).
Volume kayu/bahan baku serpih
Pelengkap Buku Pegangan 2014
USD/m3
DR dihitung dengan menjumlahkan penerimaan kayu bulat dan/atau bahan baku serpih yang berasal dari HPH sesuai dengan SAKB atau DKB dengan mengalikan tarif DR yang berlaku
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Jenis
Dasar Hukum
Dasar Perhitungan Pungutan
Tarif
Keterangan
2. Pertambangan Umum: -
Landrent
PP 9/2012
Luas Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (ha)
USD
-
Royalti
PP 9/2012
Jumlah Produksi yang terjual
% Harga Jual (USD)
- PP 19/2006
Ijin Tonase Kapal dan Harga Patokan Ikan
Rp/GT
3. Perikanan
- Kepmen KP No.22/ MEN/2004 4. Minyak Bumi
UU 21/2001
PNBP dihitung dari hasil usaha minyak bumi dengan porsi pembagian pusat 84,5 %, Daerah 15,5 %
5. Gas Bumi
UU 21/2001
PNBP dihitung dari hasil usaha gas bumi dengan porsi pembagian Pusat 69,5%, Daerah 30,5%
6. Panas Bumi -
Setoran bagian Pemerintah (WKP Existing)
Keppres 49/1991
34% Net Operating Income (NOI)
Rp
Dikenakan atas kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani sebelum ditetapkan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
-
Iuran Tetap
PP 9/2012
Luas wilayah ijin
USD
Dikenakan atas kontrak pengusahaan panas bumi yang ditandatangani setelah berlakunya UU No. 27 Tahun 2003.
-
Iuran Produksi
PP 9/2012
Jumlah produksi yang terjual
USD
Sumber: Berbagai peraturan perundang-undangan
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/63
Perencanaan dan Penganggaran Berdasarkan
PMK
Nomor
145/PMK.07/2013
tentang
PengalokasianAnggaran
Transfer ke Daerah, DJPK menyusun Indikasi Kebutuhan Dana DBH SDA serta Rencana Dana Pengeluaran DBH SDA setelah berkoordinasi dengan kementerian teknis yang mengelola SDA Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Migas dan Panas Bumi. Indikasikebutuhan dana DBH SDA digunakan sebagai dasar penyusunan indikasi kebutuhandana pengeluaran BUN, sedangkan rencana dana pengeluaran DBHSDA digunakan sebagai dasar penyusunan RUU mengenai APBN.
Penetapan Alokasi Berdasarkan pagu yang ditetapkan dalam UU APBN, Menteri Teknis menerbitkan surat penetapan daerah penghasil dan dasar penghitungan bagian daerah penghasil PNBP SDA tahun anggaran bersangkutan dan menyampaikan kepada Menkeu c.q. Dirjen PK paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan. Berdasarkan surat penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil PNBP SDA tersebut, DJPK melakukan perhitungan perkiraan alokasi DBH SDA untuk provinsi, kabupaten, dan kota yang dituangkan dalam PMK tentang Perkiraan Alokasi DBH SDA paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya Surat Penetapan tersebut. PMK Perkiraan Alokasi dimaksud merupakan angka perkiraan besaran alokasi DBH SDA per daerah dan menjadi dasar penyaluran DBH SDA. Adapun dalam tahun 2014 ini, besaran alokasi PMK Perkiraan Alokasi didasarkan atas total pagu yang telah ditetapkan dalam APBN TA 2014. Apabila terdapat perubahan terhadap target penerimaan SDA dalam APBN-P, maka kementerian teknis menyampaikan kembali Surat Ketetapan tentang Perubahan Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Bagian Daerah Penghasil DBH SDA paling lambat bulan Oktober tahun anggaran bersangkutan. Berdasarkan perubahan tersebut Kemenkeu c.q. DJPK dapat melakukan perubahan terhadap PMK Perkiraan Alokasi DBH SDA. Hal ini sesuai ketentuan PMK Nomor 145/PMK.07/2013, yang menyatakan bahwa perkiraan alokasi DBH SDA dapat diubah dalam hal terdapat: a. Perubahan rencana penerimaan pajak dan PNBP yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH dalam UU mengenai APBN Perubahan lebih besar atau sama dengan 10% (sepuluh persen);
III/64
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
b. Prognosa PNBP SDA yang mengakibatkan perubahan alokasi DBH SDA melebihi 5% (lima persen) perkiraan alokasi secara nasional; c. Perubahan data daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil DBH SDA dan PNBP SDA; dan/atau d. kesalahan hitung.
Penyaluran Berdasarkan
PMK
Nomor
183/PMK.07/2013
tentang
Pelaksanaan
dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, penyaluran DBH SDA dilakukan secara triwulanan melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD dengan rincian sebagai berikut: -
Triwulan I (Maret) sebesar 20% PMK Perkiraan Alokasi
-
Triwulan II (Juni)sebesar 20% PMK Perkiraan Alokasi
-
Triwulan III (September)sebesar 30% Perkiraan Alokasi
-
Triwulan IV (Desember)sebesar prognosa realisasi s.d triwulan IV dikurangi penyaluran s.d triwulan III
Gambar 3.1 Tahap Penyaluran DBH SDA
Sumber: PMK 183/PMK.07/2013
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/65
Dalam rangka perhitungan DBH SDA triwulan IV, kementerian teknis terlebih dahulu melakukan penghitungan prognosa realisasi penerimaan SDA sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan untuk masing-masing daerah penghasil melalui rekonsiliasi data antara kementerian teknis bersama Kemenkeu dan daerah penghasil. Khusus untuk SDA Migas dan Panas Bumi (WKP Eksisting), penghitungan final prognosa realisasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) karena harus diperhitungkan dengan faktorfaktor pengurang perpajakan dan pungutan lainnya. Hasil prognosa realisasi dimaksud disampaikan kepada Kemenkeu c.q. Dirjen PK paling lambat minggu pertama bulan Oktober sebagai dasar penghitungan penyaluran DBH SDA triwulan IV tahun anggaran bersangkutan. Dalam hal hasil prognosa dimaksud terdapat perubahan alokasi DBH SDA hingga melebihi 5% (lima persen) dari perkiraan alokasi secara nasional, maka perlu dilakukan perubahan PMK Perkiraan Alokasi sesuai dengan besaran prognosa realisasi. Namun, apabila perubahan alokasi tersebut masih dibawah 5%, maka PMK perkiraan Alokasi tidak perlu diubah sehingga PMK Perkiraan Alokasi menjadi dasar penyaluran DBH SDA dalam satu tahun anggaran.
Kurang/Lebih Bayar Mengingat bahwa penyaluran DBH SDA berdasarkan ketentuan UU 33/2004 didasarkan atas realisasi penerimaan yang baru akan diketahui pada tahun berikutnya, maka jumlah DBH yang telah disalurkan berdasarkan perkiraan alokasi dapat melampaui (lebih bayar) atau lebih rendah (kurang bayar) dari realisasi penerimaan. Hal ini dikarenakan penetapan perkiraan alokasi DBH SDA dilakukan berdasarkan rencana penerimaan pada awal tahun anggaran. Untuk mengetahui realisasi DBH SDA dalam satu tahun anggaran, DJPK melakukan rekonsiliasi perhitungan realisasi alokasi DBH SDA untuk masing-masing daerah provinsi, kabupaten dan kota terhadap data realisasi PNBP SDA yang disampaikan oleh kementerian teknis. Data dimaksud disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu setelah hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dikeluarkan oleh BPK. Dalam hal realisasi alokasi DBH SDA lebih besar dari perkiraan alokasi dan/atau perubahan perkiraan alokasinya, maka terdapat kurang bayar DBH SDA. Sedangkan apabila realisasi alokasi DBH SDA yang lebih kecil dari perkiraan alokasi dan/atau perubahan perkiraan alokasinya, maka terdapat lebih bayar DBH SDA. Alokasi kurang bayar dan lebih bayar DBH
III/66
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
SDA dimaksud akan ditetapkan dalam PMK yang merinci alokasi masing-masing provinsi, kabupaten dan kota. Dalam prosesnya, penyelesaian kurang bayar DBH SDA dalam satu tahun anggaran dimulai dengan penganggaran alokasi kurang bayar dalam APBN/APBN-P. Adapun penyelesaian atas lebih bayar DBH SDA dilakukan dengan memperhitungkan alokasi DBH SDA dan/atau dana transfer lainnya masing-masing daerah untuk tahun anggaran berikutnya.
Penghitungan Alokasi DBH Bagi DOB Dalam tahun 2014 juga telah dialokasikan DBH untuk 15 (lima belas) DOB hasil pembentukan tahun 2012 dan 2013 dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.6 Perhitungan Alokasi DBH Bagi DOB Jenis DBH Pajak
Penghitungan •
Alokasi DBH PPh Perorangan dan PBB non migas yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB sesuai dengan rencana penerimaan;
•
Alokasi DBH PBB Migas yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah;
•
Alokasi DBH Pajak hasil pemerataan yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara merata;
•
Alokasi DBH CHT yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
DBH SDA • •
Alokasi DBH SDA yang diperoleh daerah induk penghasil SDA dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah; Alokasi DBH SDA hasil pemerataan yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara merata
Sumber: Hasil Pembahasan APBN TA 2014
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/67
3.1.2. Dana Alokasi Umum Kebijakan DAU Tahun 2014 Pagu DAU untuk Tahun 2014 ditetapkan sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri (PDN) Netto sesuai dengan UU Nomor 33/2004 dengan penetapan proporsi pembagian DAU untuk provinsi sebesar 10% dan kabupaten/kota sebesar 90%. Alokasi DAU untuk Tahun 2014 ditetapkan sebesar Rp341.219,33 miliar dengan pembagian Rp34.121,93 miliar untuk provinsi dan Rp307.097,39 miliar untuk kabupaten/kota.
Perhitungan Alokasi DAU 1) Parameter Williamson Index (WI) digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. WI terpilih adalah WI yang menggambarkan tingkat pemerataan yang paling optimal, relatif lebih baik dari tahun lalu, dan memperhatikan jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU, serta total penurunannya relatif kecil. 2) Alokasi Dasar (AD) dihitung berdasarkan data jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dan besaran belanja gaji PNSD dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan terkait dengan perbaikan penghasilan PNS antara lain kenaikan gaji pokok, gaji bulan ke-13, formasi Calon PNSD (CPNSD) tahun 2013, dan kebijakan-kebijakan lain terkait penggajian. Adapun data dasar yang digunakan adalah data gaji induk bulan Juni 2013 yang terdiri dari komponen Gaji Pokok, Tunjangan Keluarga, Tunjangan Jabatan, Tunjangan PPh, dan Tunjangan Beras. 3) Untuk lebih mengoptimalkan peranan formula celah fiskal (CF) dalam perhitungan DAU porsi AD terhadap DAU secara nasional sebesar 40% untuk provinsi dan 49% untuk kabupaten/kota. Komponen AD dalam DAU tidak dimaksudkan untuk menutup seluruh kebutuhan belanja gaji PNSD, terlebih untuk daerah yang memiliki fiskal tinggi (Penjabaran dari Pasal 32 UU 33/2004). Komposisi AD dan CF untuk provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat sebagai berikut:
III/68
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Tabel 3.7 Komposisi Alokasi Dasar dan Celah Fiskal untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2014 Porsi
Persentase
DAU Nasional
Alokasi 341.219,33
DAU Provinsi
10%
34.121,93
AD Provinsi
40%
34.121,93
CF Provinsi
60%
20.473,16
90%
307.097,39
AD Kabupaten/Kota
49%
150.477,72
CF Kabupaten/Kota
51%
156.619,67
DAU Kabupaten/Kota
Sumber: DJPK, Kemenkeu
4) Data-data yang digunakan dalam penghitungan DAU adalah:
Tabel 3.8 Data dalam Perhitungan DAU Jenis Data
Basis Data
Sumber/Keterangan
1.
Belanja Gaji PNSD
2013
Daerah
2.
Formasi CPNSD
2013
Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
3.
Jumlah penduduk
2013
BPS
4.
Luas Wilayah
2013
• Luas wilayah daratan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Daerah. • Luas wilayah perairan (laut) yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data luas wilayah perairan laut dimaksud dihitung 4 mil dari garis pantai untuk kabupaten/kota dan 12 mil untuk provinsi.
5.
IKK
2013
BPS
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/69
Jenis Data
Basis Data
Sumber/Keterangan IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat kesulitan geografis suatu daerah, semakin sulit letak geografis suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat harga di daerah tersebut.
6.
IPM
2012
BPS IPM merupakan indikator komposit yang mengukur kualitas hidup manusia melalui pendekatan 3 (tiga) dimensi yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Indikator ini penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk) atau secara komprehensif dianggap sebagai ukuran kinerja suatu negara/wilayah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.
7.
PDRB
2012
Untuk daerah dengan PDRB per kapita outlier atau pencilan, nilainya diperhitungkan untuk ditarik ke tingkat PDRB per kapita tertinggi di dalam layer dibawahnya agar hasil perhitungan lebih mencerminkan pemerataan yang lebih baik.
8.
Belanja Rata-Rata
2012
Laporan Realisasi APBD dari Daerah dan Kementerian Keuangan
9.
PAD
2012
Laporan Realisasi APBD dari Daerah dan Kementerian Keuangan
Sumber: DJPK, Kemenkeu
5) Bobot masing-masing variabel untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 3.9 Penetapan Bobot Variabel Kebutuhan Dan Kapasitas Fiskal Dalam Penghitungan DAU Tahun 2014 Jenis Data
Bobot Provinsi
Kab/Kota
30%
30%
Keterangan
Variabel Kebutuhan Fiskal 1.
Indeks Jumlah Penduduk
III/70
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Jenis Data
Bobot Provinsi
Keterangan
Kab/Kota
2.
Indeks Luas Wilayah
14%
13%
3.
Indeks IKK
27%
28%
4.
Indeks Invers IPM
15%
15%
5.
Indeks PDRB
14%
14%
58%
60%
a. Pajak
55%
57%
b. SDA
63%
57%
Untuk provinsi daratan dihitung 100% sedangkan perairan dihitung 35%. Kabupaten/kota daratan dihitung 100% sedangkan perairan dihitung 40%.
Variabel Kapasitas Fiskal 6.
PAD
7.
DBH:
Sumber: DJPK, Kemenkeu
3.1.2.3 Penghitungan DAU Untuk DOB DAU untuk DOB dialokasikan setelah undang-undang pembentukan daerah disahkan. Penghitungan DAU untuk DOB dilakukan setelah tersedia data AD dan CF, apabila data tidak tersedia penghitungan DAU dilakukan dengan membagi secara proporsional (split) dengan DAU daerah induk. Penghitungan split tersebut dilakukan dengan menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai. Dalam hal tidak tersedia data belanja pegawai atau jumlah pegawai PNSD, maka dipergunakan data jumlah penduduk dan luas wilayah. Penghitungan split DAU tahun 2014 diterapkan kepada 15 DOB yang terdiri dari 1 DOB provinsi dan 14 DOB kabupaten, karena masih menjadi beban fiskal daerah induk. Namun demikian, ke-15 DOB tersebut akan dihitung secara mandiri untuk penghitungan DAU tahun 2015. Ke-15 DOB pada tahun 2015 sudah menjadi beban fiskal nasional, karena DOB akan cenderung menyerap lebih banyak alokasi.
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/71
Tabel 3.10 Daerah Otonomi Baru No
Daerah Otonomi Baru
Provinsi
Daerah Induk
Dasar Pembentukan
Tahun 2012 1.
Provinsi Kalimantan Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
UU No. 20 Tahun 2012
2.
Kab. Pangandaran
Jawa Barat
Kab. Ciamis
UU No. 21 Tahun 2012
3.
Kab. Pesisir Barat
Lampung
Kab. Lampung Utara
UU No. 22 Tahun 2012
4.
Kab. Manokwari Selatan
Papua Barat
Kab. Manokwari
UU No. 23 Tahun 2012
5.
Kab. Pegunungan Arfak
Papua Barat
Kab. Manokwari
UU No. 24 Tahun 2012
Tahun 2013 1.
Kab. Mahakam Ulu
Kalimantan Timur
Kab. Kutai Barat
UU No. 2 Tahun 2013
2.
Kab. Malaka
Nusa Tenggara Timur
Kab. Belu
UU No. 3 Tahun 2013
3.
Kab. Mamuju Tengah
Sulawesi Barat
Kab. Mamuju
UU No. 4 Tahun 2013
4.
Kab. Banggai Laut
Sulawesi Tengah
Kab. Banggai Kep
UU No. 5 Tahun 2013
5.
Kab. Pulau Taliabu
Maluku Utara
Kab. Kep Sula
UU No. 6 Tahun 2013
6.
Kab. Penukal Abab Lematang Ilir
Sumatera Selatan
Kab. Muara Enim
UU No. 7 Tahun 2013
7.
Kab. Kolaka Timur
Sulawesi Tenggara
Kab. Kolaka
UU No. 8 Tahun 2013
8.
Kab. Morowali Utara
Sulawesi Tengah
Kab. Morowali
UU No. 12 Tahun 2013
9.
Kab. Konawe Kepulauan
Sulawesi Tenggara
Kab. Konawe
UU No. 13 Tahun 2013
10. Kab. Musi Rawas Utara
Sumatera Selatan
Kab. Musi Rawas
UU No. 14 Tahun 2013
Sumber: DJPK, Kemenkeu
3.1.3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Kebijakan DAK Tahun 2014 Arah kebijakan umum DAK Tahun 2014 adalah sebagai berikut : 1. Membantu daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat untuk mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM).
III/72
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
2. Membantu daerah dalam membiayai kegiatan tertentu dalam rangka pencapaian sasaran prioritas nasional. 3. Menyempurnakan penyusunan kebijakan DAK yang berbasis hasil (output) sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). 4. Meningkatkan koordinasi penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) agar lebih tepat sasaran dan tepat waktu. 5. Meningkatkan sinkronisasi dan sinergitas pelaksanaan DAK baik di pusat maupun di daerah. 6. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan DAK melalui koordinasi perencanaan dan pengelolaan DAK di berbagai tingkatan pemerintahan (mulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah/Musrenbangda); 7. Mendukung upaya percepatan pelaksanaan kegiatan di daerah dalam rangka mewujudkan output dan outcome yang diharapkan; 8. Menggunakan kinerja pelaporan pelaksanaan DAK dari daerah sebagai salah satu pertimbangan dalam pengalokasian DAK; 9. Meningkatkan koordinasi dan kualitas pemantauan dan evaluasi pelaksanaan DAK. Sejalan dengan arah kebijakan dimaksud, DAK tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp33,0 triliun, terdiri dari: 1. DAK sebesar Rp30,2 triliun yang dialokasikan kepada daerah-daerah yang memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, serta diperuntukkan bagi 19 (sembilan belas) bidang, yaitu (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur Sanitasi; (7) Prasarana Pemerintahan Daerah; (8) Kelautan dan Perikanan; (9) Pertanian; (10) Lingkungan Hidup; (11) Keluarga Berencana; (12) Kehutanan; (13) Sarana Perdagangan; (14) Energi Perdesaan; (15) Transportasi Perdesaan; (16) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal; (17) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan; (18) Perumahan dan Permukiman; serta (19) Keselamatan Transportasi Darat. 2. DAK Tambahan sebesar Rp2,8 triliun yang dialokasikan sebagai affirmative policy kepada daerah tertinggal, dan digunakan untuk mendanai kegiatan di bidang infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, dan infrastruktur sanitasi.
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/73
Adapun alokasi DAK tahun 2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.11 Alokasi DAK Tahun 2014 dalam juta rupiah No.
BIDANG
DAK
DAK Tambahan
TOTAL
1
Pendidikan
10.041.300
-
10.041.300
2
Kesehatan
3.129.900
-
3.129.900
3
Infrastruktur Jalan
4.414.630
1.691.130
6.105.760
4
Infrastruktur Irigasi
1.654.980
633.980
2.288.960
5
Infrastruktur Air Minum
640.110
245.210
885.320
6
Infrastruktur Sanitasi
599.580
229.680
829.260
7
Prasarana Pemerintahan Daerah
499.740
-
499.740
8
Kelautan dan Perikanan
1.851.910
-
1.851.910
9
Pertanian
2.579.560
-
2.579.560
10 Lingkungan Hidup
548.100
-
548.100
11 Keluarga Berencana
462.910
-
462.910
12 Kehutanan
558.460
-
558.460
13 Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
754.740
-
754.740
14 Sarana Perdagangan
730.990
-
730.990
15 Energi Pedesaan
467.940
-
467.940
16 Perumahan dan Permukiman
234.800
-
234.800
17 Keselamatan Transportasi Darat
235.940
-
235.940
18 Transportasi Perdesaan
301.340
-
301.340
19 Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
493.070
-
493.070
30.200.000
2.800.000
33.000.000
Total Sumber : Kementerian Keuangan, 2013
Dengan adanya affirmative policy melalui DAK Tambahan tersebut, distribusi alokasi DAK di 183 daerah tertinggal mencapai Rp15.299,1 miliar, atau 49,19 persen dari total alokasi DAK sebesar Rp33.000 miliar. Dengan jumlah alokasi yang mencapai 49,19 persen tersebut, rata-rata alokasi DAK yang diterima oleh masing-masing daerah mencapai
III/74
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Rp83,60 miliar, yang berarti lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata alokasi DAK yang diterima oleh masing-masing daerah non-tertinggal sebesar Rp50,65 miliar. Sementara itu, sejalan dengan affirmative policy tersebut, juga ditetapkan kebijakan penyediaan dana pendamping untuk DAK Tambahan bagi daerah tertinggal sebagai berikut: 1. Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, diwajibkan menyediakan dana pendamping minimal 0% (nol persen); 2. Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, diwajibkan menyediakan dana pendamping minimal 1% (satu persen); 3. Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping minimal 2% (dua persen); 4. Kemampuan Keuangan Daerah Tinggi, diwajibkan menyediakan dana pendamping minimal 3% (tiga persen); Selanjutnya, jumlah alokasi, arah kebijakan, dan ruang lingkup kegiatan untuk masingmasing bidang DAK adalah sebagai berikut:
1. DAK Bidang Pendidikan Dialokasikan sebesar Rp10.041,30 miliar, terdiri dari alokasi untuk: - Sekolah Dasar (SD) sebesar Rp4.016,52 miliar; - Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar Rp2.510,33 miliar; - Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar Rp1.506,20 miliar; dan - Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar Rp2.008,26 miliar. Arah kebijakan: mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang bermutu dan merata, serta mendukung pelaksanaan program Pendidikan Menengah Universal. DAK Bidang Pendidikan TA 2014 diprioritaskan untuk pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya bagi sekolah yang kekurangan ruang kelas, rehabilitasi ruang kelas rusak beserta perabotnya, pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, pembangunan ruang belajar lainnya, penyediaan buku teks pelajaran/perpustakaan/referensi, dan penyediaan sarana penunjang mutu pendidikan
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/75
yang cukup, layak, dan merata. Sasaran program DAK Bidang Pendidikan TA 2014 meliputi SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK baik negeri maupun swasta, yang secara bertahap diarahkan dalam rangka pemenuhan SPM pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Lingkup kegiatan: DAK Bidang Pendidikan untuk jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMLB/SMK adalah: (1) rehabilitasi ruang kelas/ruang belajar yang rusak beserta perabotnya (dapat digunakan untuk membangun rumah/asrama guru, apabila rehabilitasi ruang kelas/ruang belajar telah selesai); (2) pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya (termasuk sanitasi sekolah); (3) pembangunan ruang belajar lainnya beserta perabotnya; (4) pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; (5) pembangunan laboratorium; (6) pengadaan buku teks/buku referensi kurikulum 2013; (7) pengadaan peralatan laboratorium; (8) pengadaan peralatan pendidikan; (9) pengadaan sarana peningkatan mutu pendidikan (termasuk olahraga dan kesenian); (10) pembangunan ruang penunjang dan prasarana pendukung.
2. DAK Kesehatan Dialokasikan sebesar Rp3.129,90 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
Pelayanan Dasar sebesar Rp1.251,60 miliar;
-
Pelayanan Rujukan untuk provinsi sebesar Rp121,19 miliar;
-
Pelayanan Rujukan untuk kabupaten/kota sebesar Rp656,42 miliar;
-
Pelayanan Kefarmasian untuk provinsi sebesar Rp59,00 miliar; dan
-
Pelayanan Kefarmasian untuk kabupaten/kota sebesar Rp1.041,69 miliar; Arah kebijakan: Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar,
pelayanan kesehatan rujukan dan pelayanan kefarmasian dalam rangka akselerasi pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang difokuskan untuk menurunkan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi serta pengendalian penyakit (menular dan tidak menular) dan penyehatan lingkungan terutama bagi penduduk miskin dan penduduk di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) melalui peningkatan sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan di Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota serta penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan, vaksin, yang berkhasiat,
III/76
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
aman, dan bermutu untuk mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan Tahun 2014. Lingkup kegiatan: (1) pelayanan kesehatan dasar yakni pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi Poskesdes, Puskesmas, dan jaringannya meliputi: (a) pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Puskesmas di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), (b) peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di wilayah terpencil/sangat terpencil di DTPK dan peningkatan Puskesmas menjadi mampu Puskesmas dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED), (c) pembangunan sarana Instalasi Pengolahan Limbah, (d) rehabilitasi Puskemas karena rusak berat atau rehabilitasi total, (e) perawatan, termasuk rumah dinas dokter dan paramedis, (f) penyediaan alat kesehatan, (g) penyediaan Puskesmas Keliling (Roda 4 dan Pusling Perairan), (h) pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)/Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu); (2) pelayanan kesehatan rujukan yakni pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana, dan peralatan Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota meliputi: (a) pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan Tempat Tidur Kelas III, (b) pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan Instalasi Gawat Darurat (IGD), (c) pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan Intensive Care Unit (ICU), (d) pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Rumah Sakit, (e) pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan Instalasi Pengolah Limbah (IPL), (f) pemenuhan sarana dan prasarana Unit Transfusi Darah (UTD) di RS/Bank Darah Rumah Sakit (BDRS), (g) Pemenuhan Peralatan Kalibrasi di RS; (3) pelayanan kefarmasian, antara lain meliputi (a) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk fasilitas pelayanan kesehatan dasar untuk kabupaten/kota yang mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), (b) pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, (c) pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung Instalasi Farmasi Provinsi.
3. DAK Infrastruktur Jalan Dialokasikan sebesar Rp6.105,76 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
provinsi sebesar Rp662,19 miliar;
-
kabupaten/kota sebesar Rp3.752,44 miliar. dan
-
DAK Tambahan untuk affirmative policy kepada daerah tertinggal sebesar Rp1.691,13 miliar.
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/77
Arah kebijakan: (1) mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota yang menghubungkan outlet pelabuhan dan bandara dalam memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional, (2) menunjang aksesibilitas dan keterhubungan wilayah (domestic connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/ kawasan (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia/MP3EI), (3) menangani Jalan dan Jembatan melalui alokasi DAK diarahkan untuk pemeliharaan Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, dan Jalan Kota dan pembangunan Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota secara selektif, (4) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, (5) mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 6 di Bidang Infrastruktur. Lingkup kegiatan: (1) Jalan: pemeliharaan berkala, rehabilitasi, peningkatan struktur, dan pembangunan Jalan Provinsi/Kabupaten/Kota, (2) Jembatan: pemeliharaan, rehabilitasi, penggantian, dan pembangunan di Jalan Provinsi/ Kabupaten/Kota, (3) Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan Ibukota Provinsi dengan Ibukota Kabupaten/Kota, atau antar Ibukota Kabupaten/Kota; dan Jalan Strategis (4) Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer selain Jalan Nasional dan Jalan Provinsi yang menghubungkan Ibukota antar Kabupaten dengan Ibukota Kecamatan, antar-Ibukota Kecamatan, Ibukota Kabupaten dengan Pusat Kegiatan Lokal, antar Pusat Kegiatan Lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam Wilayah Kabupaten, dan Jalan Strategis Kabupaten, (5) Jalan Kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
4. DAK Infrastruktur Irigasi Dialokasikan sebesar Rp2.288,96 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
provinsi sebesar Rp496,49 miliar;
-
kabupaten/kota sebesar Rp1.158,49 miliar, dan
III/78
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
-
DAK Tambahan untuk affirmative policy kepada daerah tertinggal sebesar Rp633,98 miliar Arah kebijakan: (1) mengembalikan fungsi dan meningkatkan kinerja layanan jaringan
irigasi/rawa kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan yaitu Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Surplus Beras 10 Juta Ton pada Tahun 2014, (2) penanganan jaringan irigasi melalui alokasi DAK diarahkan untuk pencapaian SPM provinsi/kabupaten/kota, (3) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan. Lingkup kegiatan: Dalam rangka mendukung kebijakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Surplus Beras 10 Juta Ton, pelaksanaan DAK Bidang Irigasi difokuskan kepada rehabilitasi jaringan irigasi/rawa kewenangan Pemprov dan kabupaten/kota yang dalam kondisi rusak. Pemanfaatan DAK Bidang Irigasi tidak dapat digunakan untuk membiayai Operasi dan Pemeliharaan (OP). Pemerintah provinsi dan kab./kota sebagai penerima DAK Bidang Irigasi bertanggung jawab dalam pelaksanaan OP Irigasi yang menjadi kewenangannya sehingga harus dialokasikan dalam APBD masing-masing.
5. DAK Infrastruktur Air Minum Dialokasikan sebesar Rp885,32 miliar, termasuk di dalamnya DAK Tambahan Rp245,21 miliar dalam rangka affirmative policy kepada daerah tertinggal. Arah kebijakan: (1) meningkatkan cakupan pelayanan air minum layak dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan air minum di kawasan perkotaan, perdesaan, termasuk daerah tertinggal, (2) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, (3) mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas RPJMN 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan dan Prioritas Nasional 4 di Bidang Penanggulangan Kemiskinan. Lingkup kegiatan: (1) perluasan dan peningkatan jaringan distribusi sampai dengan retikulasi termasuk sambungan rumah (SR) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan masyarakat yang belum terlayani air minum, dengan sasaran adalah kabupaten/ kota yang memiliki kapasitas yang tidak terpakai (idle capacity) yang memadai untuk dibangun SR perpipaan, (2) pemasangan Sistem Meter Komunal (master meter) untuk
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/79
MBR khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan dengan sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun Sistem Meter Komunal termasuk SR perpipaan; dan (3) pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perdesaan dengan sasaran adalah desa-desa dengan sumber air baku yang relatif mudah.
6. DAK Infrastruktur Sanitasi Dialokasikan sebesar Rp829,26 miliar, termasuk di dalamnya DAK Tambahan Rp229,68 miliar dalam rangka affirmative policy kepada daerah tertinggal. Arah Kebijakan: (1) mempercepat pemenuhan pelayanan akses aman sanitasi melalui penyediaan prasarana sarana yang mencakup pengelolaan air limbah dan persampahan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi
SPM penyediaan
sanitasi; (2) mendukung kebijakan keberpihakan (affirmative policy) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, (3) mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas RPJMN 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan dan Prioritas Nasional 4 di Bidang Penanggulangan Kemiskinan. Lingkup Kegiatan: (1) subbidang air limbah: pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah skala lingkungan/kawasan atau skala kota; dan (2) subbidang persampahan: pembangunan dan pengembangan fasilitas pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah kota.
7. DAK Prasarana Pemerintahan Daerah Dialokasikan sebesar Rp499,74 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
provinsi sebesar Rp19,99 miliar; dan
-
kabupaten/kota sebesar Rp479,75 miliar. Arah Kebijakan: meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan
pelayanan publik di daerah pemekaran, daerah induk, daerah yang terkena dampak pemekaran, serta daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai. DAK Prasarana Pemerintahan Daerah diharapkan dapat membantu penyelenggaraan dan pencapaian SPM dalam hal penyediaan prasarana pemerintahan. Prasarana tersebut selain untuk meningkatkan kredibilitas Pemda, diharapkan juga
III/80
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
mendukung sasaran dan indikator keberhasilan reformasi birokrasi dan tata kelola yang merupakan Prioritas Nasional, melalui peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat (integritas pelayanan publik di daerah). Untuk keberlanjutan atas pemanfaatan kegiatan, Pemda melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait harus menyatakan komitmennya untuk menyediakan biaya operasional dan pemeliharaan dari lingkup kegiatan yang ada, sesuai dengan umur ekonomis bangunan. Lingkup Kegiatan: (1) Pembangunan/perluasan gedung kantor gubernur/ bupati/ walikota, (2) Pembangunan/perluasan gedung kantor sekretariat daerah provinsi/kab/ kota, (3) Pembangunan/perluasan gedung kantor DPRD provinsi/kab/kota dan sekretariat DPRD provinsi/kab/kota; dan (4) Pembangunan/perluasan gedung kantor inspektorat daerah provinsi/kab/kota, (5) Pembangunan/perluasan gedung kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) provinsi/kab/kota, (6) Pembangunan/perluasan gedung kantor dinas daerah provinsi/kab/kota, (7) Pembangunan/perluasan gedung kantor lembaga teknis daerah provinsi/ kab/kota, (8) Pembangunan/perluasan gedung kantor kecamatan di kab/kota, (9) Pembangunan/perluasan gedung kantor di provinsi yang pembentukan perangkat dan kelembagaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
8. DAK Kelautan dan Perikanan (DAK KP) Dialokasikan sebesar Rp1.851,91 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
provinsi sebesar Rp187,50 miliar; dan
-
kabupaten/kota sebesar Rp1.664,41 miliar. Arah Kebijakan: meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan,
mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil. Lingkup Kegiatan: DAK KP Provinsi: untuk penyediaan kapal perikanan >30 Gross Ton (GT); DAK KP Kabupaten/Kota: (1) pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap, (2) pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya, (3) pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu, dan pemasaran hasil perikanan, (4) pengembangan sarana dan prasarana dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil, (5) pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan,
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/81
(6) pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan, dan (7) pengembangan sarana penyediaan data statistik kelautan dan perikanan.
9. DAK Pertanian Dialokasikan sebesar Rp2.579,56 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
provinsi sebesar Rp250,00 miliar; dan
-
kabupaten/kotasebesar Rp2.329,56 miliar. Arah Kebijakan: mendukung pencapaian target surplus beras 10 juta ton tahun
2014, dan peningkatan produksi komoditas pertanian strategis lainnya, dengan melakukan refocusing kegiatan DAK Bidang Pertanian 2014 pada pembangunan/perbaikan prasarana dan sarana dasar pertanian di provinsi dan kabupaten/kota. Lingkup Kegiatan: DAK Pertanian Provinsi (1) Pembangunan/rehabilitasi/ renovasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perbenihan dan sarana pendukungnya, (2) Pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD Proteksi Tanaman dan sarana pendukungnya, (3) Pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD Perbibitan dan Laboratorium Kesehatan Hewan dan sarana pendukungya; DAK Pertanian Kabupaten/Kota (1) Pengembangan Prasarana dan Sarana Air Mendukung Tanaman Pangan: (a) Irigasi Air Tanah; (b) Irigasi Air Permukaan; (c) Embung; (d) Dam Parit, (2) Pengembangan Prasarana dan Sarana Jalan Pertanian (Jalan Usaha Tani dan Jalan Produksi), (3) Pembangunan/Rehabilitasi/ Renovasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di kecamatan dan Penyediaan Sarana Penyuluhan Pertanian, (4) Pembangunan Lumbung Pangan Masyarakat dan/atau sarana pendukungnya, (5) Pembangunan/rehabilitasi/renovasi Balai Perbenihan dan Perbibitan serta sarana pendukungnya, (6) Pembangunan/rehabilitasi/renovasi Tempat Penampungan Susu dan Rumah Potong Unggas serta sarana pendukungnya.
10. DAK Lingkungan Hidup Dialokasikan sebesar Rp548,10 miliar. Arab Kebijakan: (1) mendorong pelaksanaan SPM bidang Lingkungan Hidup daerah, (2) mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/institusi pengelola lingkungan hidup di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran lingkungan, (3) menunjang percepatan
III/82
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
penanganan masalah lingkungan hidup di daerah, (4) mendukung kegiatan yang terkait dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Lingkup Kegiatan: (1) pengadaan peralatan laboratorium permanen untuk uji kualitas air, udara emisi sumber bergerak, udara emisi sumber tidak bergerak, udara ambient, dan tanah, (2) pengadaan peralatan portable untuk uji kualitas air, udara emisi, dan tanah, (3) pengadaan kendaraan operasional roda empat untuk pemantauan dan pengawasan lingkungan, (4) pengadaan sarana dan prasarana pengolahan air limbah untuk: (a). Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) UKM; (b). IPAL Komunal; (c). IPAL Puskesmas; (d). Pengolah sampah dengan prinsip 3R (reuse, recycle, recovery), (5) pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan prinsip 3R di tempat penampungan sampah sementara, fasilitas umum, dan fasilitas sosial, serta sekolah-sekolah, (6) Pembuatan Taman Kehati/ Taman Hijau/Ruang Terbuka Hijau, (7) Pengadaan unit pengolah limbah organik menjadi biogas, (8) Pembuatan Sumur resapan, (9) Pembuatan lubang resapan biopori, (10) Pembuatan embung (kolam tampungan air), (11) Penanaman pohon di sekitar mata air, sempadan sungai, dan danau, (12) Pengadaan pengolah gulma (tanaman pengganggu) dan pembuatan media tanam (bitumen), (13) Pengadaan penangkap endapan (sediment trap) vegetatif, dan (14) Pengadaan pencegah longsor ramah lingkungan.
11. DAK Keluarga Berencana (KB) Dialokasikan sebesar Rp462,91 miliar. Arah Kebijakan: untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui: a) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, pembinaan program KB lini lapangan, b) peningkatan sarana dan prasarana pelayanan KB, c) peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB, d) peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak; dan e) peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi. Lingkup Kegiatan: (1) Penyediaan sarana kerja dan mobilitas serta sarana pengelolaan data dan informasi berbasis teknologi informasi bagi tenaga lini lapangan, (2) Pemenuhan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis) dan sarana dan prasarana pelayanan KB keliling dan pembangunan gudang alat/obat kontrasepsi, (3) Penyediaan sarana dan prasarana penerangan KB keliling, pengadaan public address dan KIE kit, (4) Penyediaan
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/83
Bina Keluarga Balita (BKB) kit, (5) Pembangunan/renovasi Balai Penyuluhan KB tingkat kecamatan, dan (6) penyediaan kendaraan pendistribusian alokon/pengangkut akseptor.
12. DAK Kehutanan Dialokasikan sebesar Rp558,46 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
provinsi sebesar Rp27,92 miliar; dan
-
kabupaten/kota sebesar Rp530,54 miliar. Arah Kebijakan: (1) Peningkatan operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), (2) Peningkatan Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS), (3) Perlindungan Hutan dan Kawasan Esensial, (4) Pemberdayaan masyarakat. Lingkup Kegiatan: (1) Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, (2) Rehabilitasi Hutan dan Lahan, (3) Pemeliharaan dan pengamanan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya (T-2) dan T-1), (4) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan, (5) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan.
13. DAK Sarana Perdagangan: Dialokasikan sebesar Rp730,99 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
Pasar sebesar Rp560,99 miliar;
- Gudang sebesar Rp90,00 miliar; - Metrologi untuk propinsi sebesar Rp38,00 miliar; dan - Metrologi untuk kabupaten/kota sebesar Rp42,00 miliar Arah Kebijakan: Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk meningkatkan kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional pengamanan perdagangan dalam negeri, dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Hal tersebut dicapai dengan: (i) memantapkan ketersediaan dan kondisi sarana distribusi untuk mendukung kelancaran dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga daya beli dan kesejahteraan
III/84
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
masyarakat dapat terjaga, terutama di daerah yang memiliki potensi dan aktivitas perdagangan yang dilakukan secara reguler, serta daerah dengan kondisi sarana distribusi yang tidak memadai secara kuantitas dan kualitas; (ii) meningkatkan kuantitas dan kualitas peralatan, sarana dan fasilitas penunjang kegiatan tertib ukur sebagai upaya perlindungan konsumen, terutama di daerah yang memiliki potensi alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Periengkapannya (UTTP) yang cukup besar yang belum dapat ditangani serta daerah dengan kondisi peralatan, sarana, dan fasilitas kemetrologian yang minim; dan (iii) Memperluas sarana penyimpanan komoditas bagi petani dan pengusaha kecil dan menengah sebagai upaya mendapatkan harga terbaik dan menciptakan alternatif sumber pembiayaan untuk meningkatkan kesejahteraan, terutama di daerah sentra komoditas yang termasuk dalam Sistem Resi Gudang (SRG). Lingkup
Kegiatan: (1) Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi
perdagangan (pasar), (2) Pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal, melalui: (a) penyediaan sarana metrologi legal yang meliputi pembangunan gedung Laboratorium Metrologi Legal dan pengadaan peralatan pelayanan tera/tera ulang (meliputi peralatan standar kerja, unit berjalan tera/tera ulang roda empat, unit fungsional pengawasan roda empat dan unit mobilitas roda dua); serta (b) pengembangan (UPTD) metrologi legal provinsi dan peremajaan peralatan standar acuan untuk mendukung ketertelusuran di tingkat provinsi, serta (3) Pembangunan gudang komoditas pertanian dan pengadaan fasilitas penunjang (termasuk: alat pengering, sarana transportasi, dan sarana komunikasi) dalam kerangka SRG.
14. DAK Energi Perdesaan: Dialokasikan sebesar Rp467,94 miliar. Arah Kebijakan: diversifikasi energi. Secara khusus, DAK energi perdesaaan akan memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap energi modern. Lingkup Kegiatan: (1) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), (2) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dan/atau PLTS Tersebar, (3) pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga, (4) pemeliharaan/rehabilitasi PLTS dan PLTMH yang rusak; dan (5) perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH off-grid.
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/85
15. DAK Transportasi Perdesaan Dialokasikan sebesar Rp301,34 miliar. Arah Kebijakan: (1) meningkatkan pelayanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainnya yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah, dan diharapkan dapat menghilangkan keterisolasian dan memberi stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan sosial dan ekonomi, (2) mengembangkan sarana dan prasarana wilayah yang memiliki nilai strategis dan diprioritaskan pada wilayah pusat-pusat pertumbuhan kawasan yang memiliki sektor basis potensial seperti Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Strategis Pariwisata Nasionai (KSPN ) dan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang meliputi sektor pertanian, perikanan, pariwisata, industri, dan perdagangan, (3) Untuk keberlanjutan atas pemanfaatan kegiatan, Pemda melalui dinas terkait harus menyatakan komitmennya untuk membiayai operasional dan pemeliharaan dari lingkup kegiatan yang ada, sesuai masa umur ekonomis. Lingkup Kegiatan: (1) jalan Poros Wilayah: Pembangunan dan peningkatan jalan poros atau jalan antarwilayah yang menghubungkan pusat produksi dengan sentra pemasaran di pusat-pusat pertumbuhan seperti wilayah KSCT, KSPN dan KPI; (2) Angkutan Wilayah: Pengadaan sarana angkutan penumpang dan barang yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah, seperti mini bus, pick up, dump truck, kapal kayu/kapal mesin tempel/fiberglass dan bus potong.
16. DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal Dialokasikan sebesar Rp754,74 miliar. Arah Kebijakan: Mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014, yaitu “meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang relatif lebih maju”. Lingkup Kegiatan: (1) penyediaan sarana transportasi umum darat dan air untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal; (2) pembangunan/rehabilitasi dermaga/
III/86
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
tambatan perahu; (3) Pembangunan jalan/peningkatan kondisi permukaan jalan non status strategis, yang menghubungkan antardesa serta menghubungkan sentra produksi dengan pusat pelayanan distribusi dan membuka keterisolasian wilayah, yang bukan merupakan status jalan kabupaten dan provinsi; dan (4) pembangunan/rehabilitasi jembatan desa.
17. DAK Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan Dialokasikan sebesar Rp493,07 miliar. Arah Kebijakan: Mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang diamanatkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 yaitu untuk mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Lingkup Kegiatan: (1) Pembangunan/peningkatan kondisi permukaan jalan non-status dan/atau jembatan yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya; (2) Pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan; (3) Penyediaan moda transportasi perairan/ kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa; dan (4) penyediaan asrama sekolah (SLTP, SLTA) dan rumah dinas guru yang dibangun di kecamatan perbatasan yang tidak ditangani oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
18. DAK Perumahan dan Permukiman Dialokasikan sebesar Rp234,80 miliar. Arah Kebijakan: meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di kabupaten/ kota.
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/87
Lingkup Kegiatan: (1) Prasarana dan sarana air minum, (2) Sarana air limbah komunal, (3) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), (4) Jaringan distribusi listrik, (5) Penerangan jalan umum.
19. DAK Keselamatan Transportasi Darat Dialokasikan sebesar Rp235,94 miliar, terdiri dari alokasi untuk: -
provinsi sebesar Rp35,39 miliar; dan
-
kabupaten/kota sebesar Rp200,55 miliar. Arah Kebijakan: meningkatkan kualitas pelayanan, terutama keselamatan bagi
pengguna transportasi jalan di provinsi, kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas (jumlah korban meninggal) akibat kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20 persen pada akhir tahun 2014 dan menurunkan jumlah korban luka-luka sebesar 50 persen hingga akhir tahun 2014. Lingkup Kegiatan: Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi darat.
Perhitungan Alokasi DAK Berdasarkan UU 33/2004 dan PP 55/2005, perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 (dua) tahapan, yaitu: 1. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK. 2. Penentuan besaran alokasi DAK maisng-masing daerah. Penentuan daerah tertentu penerima DAK harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sementara itu, penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah dilakukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum disusun berdasarkan kemampuan keuangan daerah (KKD), yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja gaji PNSD. Penerimaan umum APBD terdiri dari PAD, DAU dan DBH. Daerah yang memiliki KKD di bawah rata-rata nasional Indeks Fiskal Nasional diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK.
III/88
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur otsus dan kharakteristik daerah. Peraturan perundang-undangan otsus dimaksud adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur
penyelenggaraan Otsus Papua
dan Papua Barat. Sementara itu, dalam kaitannya dengan kharakteristik daerah terdiri dari daerah tertinggal, daerah pesisir dan/atau kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan bencana, daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata. Selanjunya, dalam rangka affirmative policy
kepada daerah tertinggal disepakati bersama antara
Pemerintah Pusat dan DPR bahwa seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK. Selanjutnya, kriteria teknis disusun dengan melihat kondisi sarana dan prasarana di masing-masing daerah. Dalam hal ini lebih diarahkan untuk daerah-daerah dengan kondisi sarana dan prasarana pelayanan publik yang kurang baik. Untuk menunjang perhitungan alokasi DAK dimaksud, digunakan data-data sebagai berikut: 1) PAD, yang didasarkan pada laporan APBD realisasi tahun 2012 dari daerah yang dihimpun oleh Kemenkeu. 2) DBH Pajak yang didasarkan padadata Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun 2012, LRA dimaksud sudah memperhitungkan potongan lebih bayarselama tahun 2012 dan kurang bayar yang disalurkan selama tahun 2012, namun tidak termasuk DBH CHT. 3) DBH SDA, yang didasarkan pada data LRA tahun 2012 dengan memperhitungkan DBH SDA Panas Bumi, potongan lebih bayar selama tahun 2012, serta dana cadangan dan kurang bayar DBH yang disalurkan pada tahun 2012. Dalam hal ini, data dimaksud tidak termasuk dana cadangan DBH tahun 2012 yang disalurkan tahun 2013, DBH Migas dalam rangka otsus, DBH Dana Reboisasi dan DBH Migas 0,5% (earmark). 4) DAU yang didasarkan pada Perpres 96/2011 tentang DAU Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota TA 2012. 5) Gaji PNSD yang didasarkan pada data gaji PNSD Tahun 2012. 6) Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Tahun 2013. Selanjutnya, setelah diketahui daerah tertentu yang menerima DAK, dilakukan perhitungan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. Pada tahapan ini, perhitungan
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/89
besaran alokasi dilakukan dengan menggunakan indeks berdasarkan kriteria
umum
(indeks fiskal nasional/IFN), kriteria khusus (indeks kewilayahan, IKW), dan kriteria teknis (indeks teknis, IT). Sementara itu, masing-masing indeks diberikan bobot dengan kebijakan yang disepakati Pemerintah Pusat dan DPR sebagai berikut : 1. Penentuan daerah tertentu penerima DAK, digunakan bobot : -
Indeks fiskal dan wilayah (IFW) =
IFN : IKW =
-
Indeks fiskal wilayah teknis (IFWT)
=
50% : 50%.
IFW :IT=
50% : 50%.
2. Penentuan besaran alokasi DAK, digunakan bobot : a. IFW
= IFN : IKW
= 50% : 50%.
b. IFWT
= IFW : IT
= 20% : 80%.
Indikator teknis yang dipergunakan dalam perhitungan alokasi DAK tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1. DAK Bidang Pendidikan a. SD 1) Jumlah Sekolah 2) Jumlah Siswa 3) Jumlah Guru Kelas 1,2,4,5 4) Jumlah Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB) 5) Jumlah Ruang Kelas Rusak Sedang 6) Jumlah SD yang Belum Memiliki Perpustakaan 7) Kebutuhan Alat Pendidikan (Paket) 8) Angka Partisipasi Murni (APM) SD/SDLB b. SMP -
Rehab Minimal Sedang
1) Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB) 2) Kebutuhan Perpustakaan 3) Laboratorium IPA 4) Laboratorium Bahasa 5) Laboratorium Komputer 6) Ruang Serbaguna
III/90
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
7) Jumlah Kebutuhan Alat IPA 8) Jumlah Kebutuhan Alat IPS 9) Jumlah Kebutuhan Alat Matematika 10) Jumlah Kebutuhan Alat Olah Raga 11) Jumlah Kebutuhan Alat Lab. Bahasa 12) Jumlah Murid 13) Laporan 14) Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs c. SMA 1) Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB) 2) Kebutuhan rehabilitasi ruang belajar rusak 3) Kebutuhan Perpustakaan 4) Kebutuhan Ruang Laboratorium IPA 5) Kebutuhan Alat IPA 6) Kebutuhan Buku Referensi/Teks 7) Kebutuhan Asrama 8) Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA d. SMK 1) Kebutuhan Ruang Kelas Baru (RKB) 2) Kebutuhan rehabilitasi ruang belajar rusak 3) Kebutuhan Perpustakaan 4) Kebutuhan Ruang Laboratorium IPA 5) Kebutuhan Alat IPA 6) Kebutuhan Buku Referensi/Teks 7) Kebutuhan Asrama 8) Kebutuhan Ruang Praktek Siswa (RPS) 9) Angka Partisipasi Kasar (APK) SMK 2. DAK Kesehatan a. Pelayanan Dasar 1) Jumlah Puskesmas Pembantu 2) Jumlah Puskesmas Non Perawatan 3) Jumlah Puskesmas Perawatan 4) Jumlah Puskesmas Perawatan Mampu PONED 5) Jumlah Rumah Dinas Dokter dan Paramedis
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/91
6) Jumlah Puskesmas Keliling 7) Jumlah Instalasi Pengolahan Limbah (IPL)/IPAL 8) Jumlah Pos kesehatan desa b. Pelayanan Rujukan 1) Indeks Kelas Rumah Sakit 2) Indeks Jenis Rumah Sakit 3) Indeks Akreditasi 4) Indeks Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit/Tempat Tidur Kelas III 5) Indeks Fasilitas Tempat Tidur Kelas III 6) Indeks Rumah Sakit Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 7) Indeks Intalasi Gawat Darurat Rumah Sakit 8) Indeks Intensive Care Unit (ICU) 9) Indeks Unit Transfusi Darah di Rumah Sakit/Bank Darah Rumah Sakit 10) Indeks IPL dan IPAL 11) Indeks Alat Kalibrasi c. Pelayanan Kefarmasian 1) Indeks Alokasi Obat dan Perbekkes Kabupaten/Kota 2) Indeks Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota 3. DAK Infrastruktur Jalan Indikator Teknis DAK infrastruktur jalan meliputi panjang jalan, kondisi jalan tidak mantap, luas wilayah, jumlah penduduk, besaran APBD Pembangunan pada tahun berjalan, alokasi APBD untuk sektor jalan (diluar DAK), dan pelaporan. 4. DAK Infrastruktur Irigasi Indikator Teknis DAK Infrastruktur Irigasi mencakup luas daerah irigasi, kondisi daerah irigasi, besaran APBD Pembangunan pada tahun berjalan, alokasi APBD untuk sektor irigasi (diluar DAK), pertanaman (luas tanam padi dalam 1 tahun), serta pelaporan. 5. DAK Infrastruktur Air Minum Indikator Teknis DAK Infrastruktur Air Minum yang diperhitungkan meliputi masyarakat berpenghasilan rendah, cakupan air minum, Idle Capacity, kepedulian, dan pelaporan. 6. DAK Infrastruktur Sanitasi
III/92
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Indikator Teknis DAK Infrastruktur Sanitasi: Koefisien Program Sanitasi, Cakupan Pelayanan Sanitasi, Pelaporan, dan Rawan Sanitasi.
7. DAK Prasarana Pemerintahan Daerah Indikator
Teknis
Status
Otonomi:
Daerah
Pemekaran,
Daerah
Induk/Dampak
Pemekaran, dan Non Pemekaran, Status Kepemilikan Gedung (sewa, gabung, milik Pemda), Kondisi Bangunan (rusak berat, rusak sedang, rusak ringan), Rasio Kapasitas Gedung: ≥ 9,6 m2/orang dan < 9,6 m2/orang dan Kepatuhan Pelaporan (baik, cukup, buruk). 8. DAK Kelautan dan Perikanan
Indikator Teknis terdiri dari: a). Untuk provinsi mencakup: Produksi Tangkap Laut, Panjang Pantai, Jumlah Nelayan ; dan b). Untuk Kab./Kota mencakup: Jumlah produksi Perikanan, Jumlah Kapal Berlabuh, Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan, Luas Lahan Budidaya, Jumlah Tenaga Kerja Perikanan, Jumlah Pokmaswas, Luas Kawasan Konservasi Perairan, Jumlah Pasar Ikan Tradisional, Jumlah Unit Pengolahan Ikan, Jumlah Penyuluh Perikanan, Kawasan Minapolitan/Industrialisasi, dan Ketertiban laporan dan kinerja.
9. DAK Pertanian a) Provinsi 1) Luas Penggunaan Lahan (meliputi sawah irigasi, sawah non irigasi, luas areal tebu, dan luas areal bawang merah) 2) Populasi sapi dan kerbau 3) Produktivitas pertanian (terdiri : padi, jagung, kedelai, cabai, tebu) 4) UPTD perbenihan dan proteksi tanaman pangan dan hortikultura 5) Laboratorium tanaman pangan dan hortikultura 6) Petugas pengawas benih, pengamat OPT, dan pengawas mutu tanaman pangan dan hortikultura 7) UPTD perbenihan dan proteksi perkebunan 8) Laboratorium Perkebunan 9) Petugas pengawas benih, pengamat OPT, dan pengawas mutu perkebunan 10) UPTD peternakan (UPTD Perbibitan, UPTD Pakan, Rumah Potong Hewan Ruminansia, RPH Unggas, Pos Inseminasi Buatan) 11) Laboratorium kesehatan hewan 12) Petugas peternakan dan kesehatan hewan
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/93
13) DPA DAK 2013 b) Kabupaten/Kota 1) Luas Penggunaan Lahan (meliputi sawah irigasi, sawah non irigasi) 2) Produktivitas pertanian (terdiri : padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar) 3) Balai Penyuluh dan sarana penyuluh (BPP Eksisting, BPP bangun baru dan BPP rehabilitasi/renovasi) 4) Penyuluh pertanian PNS 5) Penduduk rawan pangan 6) Lumbung Pangan Masyarakat (Lumbung Eksisting dan lumbung yang dibutuhkan) 7) Sarana
dan
Prasarana
Perbenihan
(Tanaman
Pangan,
Hortikultura,
Perkebunan) 8) Petugas perbenihan dan proteksi tanaman PNS 9) Sarana dan Prasarana Peternakan (Bangunan) 10) Petugas Peternakan dan Keswan PNS 11) Laporan akhir DAK 2012 12) DPA DAK 2013 10. DAK Lingkungan Hidup Indikator Teknis mencakup Kepadatan Penduduk, Jumlah Panjang Sungai, Luas Tutupan Lahan Terhadap Total Lahan Kritis, Kelembagaan Lingkungan, Luas Ruang Terbuka Hijau, Jumlah (Volume) Sampah per Kapita, dan Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan DAK. 11. DAK Keluarga Berencana Indikator Teknis: Jumlah Penyuluh KB (PKB)/Petugas Lapangan KB (PLKB), Jumlah Pengendali Petugas Lapangan KB (PPLKB) /Unit Pelaksana Teknis (UPT), Jumlah Desa/ Kelurahan, Jumlah Kecamatan, Jumlah Klinik KB dan Jumlah Kelompok Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M). 12. DAK Kehutanan
Indikator Teknis terdiri dari: a). Untuk provinsi: Kelembagaan KPH, Taman Hutan Raya, dan Kawasan Ekosistem Esensial; dan b). Untuk Kab./Kota: Kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Tingkat Kekritisan Lahan, Tingkat Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas, Rasio Rawan Longsor, dan Rasio Rawan Banjir.
III/94
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
13. DAK Sarana Perdagangan a) Pasar: Densitas Penduduk, Jumlah desa yang tidak memiliki pasar permanen/semi permanen pada jarak <3Km, Jumlah Pasar Tanpa Bangunan, dan Persentase jumlah pasar rusak. b) Metrologi: - Kabupaten/Kota 1) Potensi UTTP di luar M.kWh, M.Air, dan AT 2) Ketersediaan SDM yang dimiliki atau yang sedang mengikuti diklat 3) Komitmen membentuk UPTD 4) Ketersediaan Lahan 5) Dukungan dari Provinsi 6) Status Daerah Tertib Ukur atau mengusulkan menjadi Daerah Tertib Ukur 7) Jumlah Pasar Tertib Ukur 8) Status Penerima DAK 2013 -
Provinsi 1) Kondisi gedung kantor dan laboratorium rusak 2) Persentase peralatan dan standar rusak dan tua 3) Rata-rata klasifikasi hasil penilaian (terhadap UPTD) 4) Jumlah kabupaten/kota membentuk PTU dan DTU 5) Persentase kepatuhan laporan bulanan 2012.
c) Gudang: Produksi komoditi primer minimal : Padi > 200.000 ton, Jagung >100.000 ton, Kopi > 10.000 ton, Kakao > 15.000 ton, Lada > 15.000 ton, Karet > 250.000 ton, Rumput Laut > 100.000 ton, Rotan > 500 ton, dan Indeks kesiapan lahan . 14. DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal 1) Indeks Kebutuhan Pembangunan Jalan Non Status
Kabupaten yang memiliki desa (persentase desa) yang membutuhkan jalan beraspal
2) Indeks Kebutuhan Pembangunan Jembatan
Kabupaten (persentase desa) yang membutuhkan jembatan di jalan utama desa
3) Indeks Kebutuhan Pembangunan Dermaga kecil/tambatan perahu dan Moda Transportasi Perairan -
Persentase desa yang berbatasan dengan laut
-
Persentase desa yang ada danau waduk/danau/waduk/situ, sungai, dan untuk transportasi
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/95
4) Indeks Kebutuhan Moda Transportasi Darat
Kabupaten (persentase desa) yang membutuhkan tambahan moda transportasi roda 3/4 atau lebih
5) Pelaporan 6) Adanya kegiatan Prukab 7) Adanya kegiatan Bedah Desa. 15. DAK Energi Perdesaan
Indikator Teknis terdiri dari Rasio Elektrifikasi dan Rasio Ternak per Rumah Tangga.
16. DAK Perumahan dan Permukiman 1) Angka jumlah kekurangan rumah (Backlog); 2) Angka APBD Sektor Perumahan; 3) Rencana Pembangunan Rumah Tahun 2014; 4) Kinerja DAK Tahun 2012; dan 5) Kesiapan lokasi yang dilihat berdasarkan legalitas Rencana Tata Ruang dan Wilayah 17. DAK Keselamatan Transportasi Darat Indikator Teknis: Panjang Jalan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Penyampaian Laporan. 18. DAK Transportasi Perdesaan 1) Indeks Kebutuhan Prasarana Angkutan 2) Indeks Kebutuhan Sarana Angkutan 3) Indeks Karakteristik Wilayah 4) Indeks Penetapan
(Kawasan Strategis Cepat Tumbuh, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu dan Kawasan Perhatian Investasi).
19. DAK Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan 1) Kondisi prasarana transportasi dari desa/kelurahan menuju Jalan Raya ke kantor camat terdekat 2) Transportasi dari kantor Kepala Desa/Lurah ke kantor Camat
III/96
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
3) Transportasi dari kantor Kepala Desa/Lurah ke kantor Bupati/Walikota 4) Jumlah pulau-pulau kecil terluar 5) Jumlah sekolah 6) Jumlah murid 7) Jumlah guru 8) Jarak terdekat dari pemukiman ke sekolah Sementara itu, dalam tahun 2014 juga dialokasikan DAK untuk DOB dengan kebijakan sebagai berikut : -
DOB diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK Prasarana Pemerintahan (sesuai dengan amanat UU pembentukan DOB).
- Daerah induk yang terkena dampak pemekaran diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK Prasarana Pemerintahan. - DAK bidang lainnya dialokasikan pada tahun kedua dengan mempertimbangkan kesiapan perangkat daerah untuk melaksanakan kegiatan DAK. Berdasarkan perhitungan alokasi DAK dengan menggunakan indikator/indeks/data kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis tersebut di atas, diperoleh hasil perhitungan alokasi DAK TA 2014 kepada masing-masing daerah untuk 19 bidang DAK. Dari 34 Provinsi dan 503 kabupaten/kota, terdapat 33 provinsi yang mendapatkan alokasi DAK dan 495 kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi DAK, dengan perincian jumlah daerah yang menerima alokasi DAK untuk masing-masing bidang sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.12 Jumlah Daerah Penerima DAK 2014 per Bidang No
Bidang
Jumlah Daerah
1
Pendidikan
459
2
Kesehatan
482
3
Infrastruktur Jalan
473
4
Infrastruktur Irigasi
417
5
Infrastruktur Air Minum
444
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/97
No
Bidang
Jumlah Daerah
6
Infrastruktur Sanitasi
431
7
Prasarana Pemerintahan Daerah
90
8
Kelautan dan Perikanan
475
9
Pertanian
443
10
Lingkungan Hidup
422
11
Keluarga Berencana
442
12
Kehutanan
382
13
Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
183
14
Sarana Perdagangan
312
15
Energi Perdesaan
101
16
Perumahan dan Permukiman
30
17
Keselamatan Transportasi Darat
468
18
Transportasi Perdesaan
84
19
Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
28
Jumlah Penerima DAK
528
Sumber : Kementerian Keuangan, 2013 (data diolah)
Dari alokasi DAK tahun 2014 Rp33.000,0 miliar tersebut, terdistribusi kepada provinsi sebesar Rp1.897,68 miliar dan kabupaten/kota sebesar Rp31.102,32 miliar. Sementara itu alokasi tertinggi diterima oleh daerah adalah sebesar Rp193,81 miliar dan alokasi terendah sebesar Rp0,48 miliar, dengan rata-rata yang diterima oleh masing-masing provinsi sebesar Rp57,5 miliar dan kabupaten/kota Rp62,83 miliar. Hal ini dapat dilihat pada resume alokasi DAK tahun 2014 sebagaimana pada table berikut.
Tabel 3.13 Resume Alokasi DAK TA 2014 Keterangan
III/98
dalam Juta rupiah
Alokasi Tertinggi
193.813,03
Alokasi Terendah
481,02
Alokasi Kab/Kota
31.102.320,30
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Keterangan
dalam Juta rupiah
Alokasi Provinsi
1.897.680,70
Rata-Rata Alokasi Kab/Kota
62.832,97
Rata-Rata Alokasi Provinsi
57.505,45
Sumber : Kementerian Keuangan, 2013 (data diolah)
Hasil perhitungan alokasi DAK tahun 2014 dimaksud ditetapkan dengan PMK Nomor 180/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2014. Selanjutnya, penggunaan DAK di daerah mengacu pada petunjuk teknis DAK masingmasing bidang yang ditetapkan oleh K/L terkait. Adapun daftar petunjuk teknis DAK tahun 2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.14 Petunjuk Teknis Penggunaan DAK TA 2014 No Bidang 1
Nomor Juknis
Tanggal Ditetapkan
Pendidikan : a. SD
Permendikbud Nomor 100 Tahun 2013
29 – 11 – 2013
b. SMP
Revisi Permendikbud Nomor 13 Tahun 2014
17 – 02 – 2014
c. SMA/SMK 2
Kesehatan
Permenkes Nomor 84 Tahun 2013
16 – 12 – 2103
3
Keluarga Berencana
Peraturan Kepala BKKBN Nomor 342/PER/ B1/2013
19 – 12 – 2013
4
Kelautan dan Perikanan
Permen KP Nomor 36/PERMEN-KP/2013
18 – 12 – 2013
5
Kehutanan
Permenhut Nomor P.67/Menhut-II/2013
23 – 12 – 2013
6
Pertanian
Permentan Nomor 127/OT.140/12/2013
16 – 12 – 2013
7
Perdagangan
Permendag nomor 78/M.dag/PER/12/2013
27 – 12 – 2013
8
Lingkungan Hidup
Permen LH Nomor 09 Tahun 2013
28 – 11 – 2013
9
Infrastruktur PU (Jalan, Permen PU no. 15/PRT/M/2010 Irigasi, Air Minum, Sanitasi)
10 Sarpras Daerah Tertinggal
Permen PDT Nomor 1 Tahun 2014
01 – 11 – 2010 02 – 01 – 2014
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/99
No Bidang
Nomor Juknis
Tanggal Ditetapkan
11 Prasarana Pemerintahan
Permendagri Nomor 91 Tahun 2013
31 – 12 – 2013
12 Energi Pedesaan
Permen ESDM Nomor 03/2014
17 – 01 – 2014
13 Perumahan dan Permukiman Permenpera nomor 1 tahun 2014
29 – 01 – 2014
14 Keselamatan Transportasi Darat
Permenhub Nomor 96 Tahun 2013
27 – 12 – 2013
15 Transportasi Perdesaan
Permendagri Nomor 91 Tahun 2013
31 – 12 – 2013
16 Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
Peraturan Kepala BNPP Nomor 5 Tahun 2014
16 – 01 – 2014
3.2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 3.2.1. Kebijakan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Berdasarkan PMK Nomor 195/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum Dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2014, yang ditandatangani Menkeu pada 17 Desember 2013, Provinsi Aceh memperoleh alokasi Dana Otsus sebesar Rp6.824.386.514.000,00 (enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar tiga ratus delapan puluh enam juta lima ratus empat belas ribu rupiah) atau 2% dari pagu DAU. Adapun Provinsi Papua sesuai PMK Nomor 196/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum Dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat Serta Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2014, Dana Otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dialokasikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat setara 2% (dua persen) dari DAU Nasional yaitu sebesar Rp6.824.386.514.000,00 (enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar tiga ratus delapan puluh enam juta lima ratus empat belas ribu rupiah). Khusus untuk Papua dan Papua Barat, dengan rincian sebagai berikut: a. Dana Otsus Provinsi Papua sebesar Rp4.777.070.560.000,00 (empat triliun tujuh ratus tujuh puluh tujuh miliar tujuh puluh juta lima ratus enam puluh ribu rupiah); dan b. Dana Otsus Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.047.315.954.000,00 (dua triliun empat puluh tujuh miliar tiga ratus lima belas juta sembilan ratus lima puluh empat ribu rupiah).
III/100
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
3.2.2. Kebijakan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Pemerintah Pusat juga memberikan DTI dalam rangka otsus sebesar Rp2,5 triliun, dengan rincian DTI Provinsi Papua Rp2 triliun, dan DTI Provinsi Papua Barat sebesar Rp500 miliar.
3.2.3. Dana Keistimewaan DIY Menkeu sesuai dengan amanat UU 13/2012, mengalokasikan dan menyalurkan Dana Keistimewaan DIY guna mendanai kewenangan keistimewaan DIY. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY tersebut dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah. UU 13/2012 sebagai dasar hukum pengalokasian
Dana Keistimewaan DIY disahkan pada
akhir tahun 2012 pada saat proses pembahasan APBN 2013 telah berjalan. Oleh karena itu, Dana Keistimewaan DIY dalam APBN TA 2013 dialokasikan pada Bagian Anggaran Belanja Lainnya (BA 999.08) untuk selanjutnya dilakukan pergeseran anggaran ke Bagian Anggaran Transfer ke Daerah (BA 999.05). Adapun alokasi anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013 adalah sebesar Rp523.874.719.000,-. Alokasi Dana Keistimewaan DIY TA 2013 diberikan berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi DIY kepada kementerian/lembaga terkait dengan tembusan Menkeu dan Kepala Bappenas untuk selanjutnya dibahas bersama antara Pemerintah Provinsi DIY dengan kementerian/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah Provinsi DIY dengan kementerian/lembaga terkait tersebut disepakati Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013 sebesar Rp231.392.653.500. Anggaran Dana Keistimewaan DIY tersebut digunakan untuk 4 bidang kewenangan sebagai berikut:
Tabel 3.15 Tabel Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013 Berdasarkan Bidang Kewenangan No.
Bidang Kewenangan
Jumlah (rupiah)
1.
Kebudayaan
212.546.511.000
2.
Pertanahan
6.300.000.000
3.
Kelembagaan pemerintah
2.516.142.500
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/101
No.
Bidang Kewenangan
4.
Tata ruang
Jumlah (rupiah) 10.030.000.000
Total
231.392.653.500
Sumber: PMK Nomor 140/PMK.07/2013
Alokasi dan penyaluran Dana Keistimewaan DIY TA 2013 dilakukan berdasarkan PMK Nomor 140/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Keistimewaan DIY TA 2013. Penyaluran Dana Keistimewaan TA 2013 diberikan dalam 2 tahap, masing-masing sebesar 50% dari pagu alokasi Dana Keistimewaan. Namun demikian, pada pelaksanaanya Penyaluran Dana Keistimewaan TA 2013 hanya dapat disalurkan 1 tahap mengingat adanya keterbatasan waktu di mana Dana Keistimewaan DIY baru dapat disalurkan pada akhir bulan November 2013. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY tahap I diberikan sebesar Rp115,696 miliar dengan realisasi penyerapan dana sebesar Rp54,696 mililiar dengan sisa di kas daerah sebesar Rp61,134 miliar. Pada Tahun Anggaran 2014, alokasi Dana Keistimewaan DIY TA 2014 dianggarkan sebesar Rp523.874.719.000,- dengan rincian penggunaan dana sebagai berikut:
Tabel 3.16 Alokasi Anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2014 Berdasarkan Bidang Kewenangan No.
Bidang Kewenangan
Jumlah (rupiah)
1.
Tata Cara Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur
2.
Kebudayaan
375.178.719.000
3.
Pertanahan
23.000.000.000
4.
Kelembagaan pemerintah
5.
Tata ruang
123.620.000.000
Total
523.874.719.000
400.000.000
1.676.000.000
Sumber: Kementerian Keuangan
Penyaluran Dana Keistimewaan DIY TA 2014 dilaksanakan dalam 3 tahap berdasarkan pencapaian kinerja dengan rencana rincian masing-masing tahapan sebagai berikut: - Tahap I (sebesar 25%): Rp130,97 miliar - Tahap II (sebesar 55%): Rp288,13 miliar
III/102
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
- Tahap III (sebesar 20%): Rp104,78 miliar Penyaluran Dana Keistimewaan DIY TA 2014 tahap I memperhitungkan sisa anggaran Dana Keistimewaan DIY TA 2013 yang ada pada kas daerah Provinsi DIY.
3.2.4. Kebijakan Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tambahan Penghasilan (Tamsil) PNSD Kebijakan Tunjangan Profesi Guru PNSD 2014 Pelaksanaan Tunjangan Profesi Guru PNSD Tahun 2014 dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.07/2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD kepada Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran 2014.
Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD yang ditetapkan dalam
PMK tersebut merupakan hasil rekonsiliasi data guru antara Pemerintah Daerah dengan Kemendikbud dan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD Tahun 2014 yang ditetapkan dalam PMK tersebut adalah sebesar Rp56,136 triliun. Alokasi tersebut telah memperhitungkan kekurangan pembayaran dari tahun 2010 sampai dengan 2013 dan sisa dana Tunjangan Profesi Guru PNSD yang masih terdapat di Rekening Kas Umum Daerah. Data kekurangan pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNSD dan Sisa Dana di Rekening Kas Umum Daerah tersebut merupakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dilakukan di Pemerintah Daerah seluruh Indonesia. Berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tersebut diperoleh data sebagai berikut: a. Terdapat kelebihan pendanaan di 355 daerah dan total kelebihan pendanaan tersebut adalah sebesar Rp2.356,49 miliar (dikarenakan daerah-daerah tersebut memiliki sisa dana Tunjangan Profesi Guru PNSD di kas daerah sebesar Rp4.827,00 miliar, sementara total kekurangan pembayaran sebesar Rp2.471,51 miliar). b. Terdapat kekurangan pendanaan di 122 daerah dan total kekurangan pendanaan tersebut adalah sebesar Rp598,58 miliar (dikarenakan daerah-daerah tersebut memiliki sisa dana Tunjangan Profesi Guru PNSD di kas daerah sebesar Rp1.241,00 miliar, sementara total kekurangan pembayaran sebesar Rp1.839,56 miliar).
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/103
Sesuai dengan Laporan Hasil Audit tersebut, maka secara nasional, untuk menanggulangi kurang bayar Tunjangan Profesi Guru PNSD tahun 2010-2013, Pemerintah hanya perlu menyediakan dana sebesar Rp598,58 miliar saja dan pendanaan tersebut langsung dapat ditampung dalam alokasi TPG PNSD 2014. Alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD 2014 yang sudah memperhitungkan sisa dana di Rekening Kas Umum Daerah dan Kekurangan Pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNSD Tahun 2010-2013 diilustrasikan pada tabel dibawah ini.
Hasil audit BPKP tersebut juga dijadikan dasar bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerbitkan SK Kurang Bayar Tunjangan Profesi Guru PNSD Tahun 2010-2013 dan selanjutnya digunakan oleh Pemerintah Daerah sebagai dasar untuk membayar kurang bayar Tunjangan Profesi Guru PNSD. Daerah yang mempunyai sisa dana di Rekening Kas Umum Daerah, maka sisa dana tersebut diperhitungkan sebagai saldo awal dan langsung dapat digunakan untuk pembayaran guru pada Triwulan I Tahun 2014.
III/104
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Mekanisme Penyaluran Penyaluran Tunjangan Profesi Guru PNSD dari RKUN ke RKUD dilakukan setiap Triwulan. Jumlah penyaluran Triwulan I yang ditetapkan dalam PMK telah memperhitungkan sisa dana yang terdapat dalam RKUD, sehingga bagi daerah yang masih memiliki sisa dana maka penyaluran Triwulan I lebih sedikit dibandingkan dengan penyaluran Triwulan II, Triwulan III dan Triwulan IV. Hal ini dimaksudkan agar sisa dana yang terdapat di RKUD langsung digunakan oleh Pemda untuk membayar kebutuhan TPG PNSD di Triwulan I. Penyaluran Triwulan I dari RKUN ke RKUD dilakukan paling lambat bulan April, sementara untuk Triwulan II paling lambat bulan Juni, Triwulan III paling lambata bulan September dan Triwulan IV paling lambat bulan November. Penyaluran Triwulan I dilakukan secara serentak seluruh Indonesia dengan tanpa syarat, namun untuk penyaluran Triwulan II dilakukan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan laporan realisasi pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNSD Semester II Tahun Anggaran sebelumnya. Penyaluran Triwulan III dan Triwulan IV dilaksanakan tanpa syarat setelah penyaluran Triwulan II dilakukan. Pemerintah Daerah membayarkan Tunjangan Profesi Guru PNSD kepada Guru PNSD yang berhak paling lambat 1 (satu) bulan setelah diterimanya dana Tunjangan Profesi Guru PNSD di RKUD. Jadwal pembayaran ke Guru PNSD untuk Triwulan I adalah pada bulan April, Triwulan II pada bulan Juli, Triwulan III pada bulan Oktober dan Triwulan IV pada bulan Desember. Jika terdapat kekurangan pembayaran Guru PNSD setelah realisasi Triwulan IV, yang diakibatkan karena dana yang ditransfer ke RKUD tidak mencukupi seluruh kebutuhan pembayaran Tunjangan Profesi Guru PNSD selama 12 bulan, maka Pemerintah Daerah dapat melakukan optimalisasi dengan cara melakukan pembayaran berdasarkan jumlah bulan. Kebijakan ini diharapkan agar guru-guru di daerah memperoleh hak yang sama.
Kebijakan Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2014 Alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2014 yang ditetapkan dalam PMK adalah sebesar Rp945.865.970.000,00. Alokasi tersebut telah memperhitungkan kekurangan pembayaran Tambahan Pengahasilan Guru PNSD dari tahun 2010 sampai
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/105
dengan 2013 dan juga telah memperhitungkan sisa dana yang masih terdapat di Rekening Kas Umum Daerah. Terdapat beberapa daerah yang tidak mendapat alokasi Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD 2014 dikarenakan kebutuhan pembayaran lebih kecil dibandingan dengan sisa dana yang masih terdapat di Rekening Kas Umum Daerah.
Mekanisme Penyaluran Penyaluran Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD dari RKUN ke RKUD dilakukan tiap Triwulan dengan besaran tiap penyaluran adalah 1/4 (seperempat) dari alokasi per daerah. Jadwal penyaluran Triwulan I, Triwulan II, Triwulan III dan Triwulan IV masing-masing paling lambat bulan April, Juni, September, dan November. Penyaluran Triwulan I dilakukan secara serentak seluruh Indonesia dengan tanpa syarat, namun untuk penyaluran Triwulan II dilakukan setelah Pemerintah Daerah menyampaikan laporan realisasi pembayaran Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD Semester II Tahun Anggaran sebelumnya. Penyaluran Triwulan III dan Triwulan IV dilaksanakan tanpa syarat setelah penyaluran Triwulan II dilakukan. Pembayaran kepada Guru yang berhak oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan setelah diterimanya dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD di RKUD. Jadwal pembayaran ke Guru PNSD untuk Triwulan I adalah pada bulan April, Triwulan II pada bulan Juli, Triwulan III pada bulan Oktober dan Triwulan IV pada bulan Desember. Jika terdapat kekurangan pembayaran Guru PNSD setelah realisasi Triwulan IV, yang diakibatkan karena dana yang ditransfer ke RKUD tidak mencukupi seluruh kebutuhan pembayaran Tambahan Penghasilan Guru PNSD selama 12 bulan, maka Pemerintah Daerah dapat melakukan optimalisasi dengan cara melakukan pembayaran berdasarkan jumlah bulan. Kebijakan ini diharapkan agar guru-guru di daerah memperoleh hak yang sama.
III/106
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
3.2.5. Kebijakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dalam tahun 2014, BOS ditetapkan sebesar Rp24.074,700 miliar, ditujukan terutama untuk stimulus bagi daerah dan bukan sebagai pengganti dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan (BOSDA) dan atau Bantuan Operasional Pendidikan. Adapun unit satuan biaya dalam BOS 2014 adalah sebagai berikut: a. Untuk SD/SDLB Kabupaten/Kota sebesar Rp580.000; dan b. Untuk SMP/SMPLB Kabupaten/Kota sebesar Rp710.000. BOS digunakan terutama untuk biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Mendikbud. Alokasi BOS per daerah berdasarkan data jumlah siswa dari Kemendikbud.Penyaluran BOS dilakukan dari RKUN ke RKUD Provinsi, dan untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah melalui mekanisme hibah. Alokasi dan tata cara penyaluran BOS ditetapkan dalam PMK. Dalam perhitungan alokasi BOS TA 2014, disepakati kebijakan untuk ‘sekolah kecil’ dengan rincian sebagai berikut: a. SD dengan jumlah siswa kurang dari 80 orang akan diberikan alokasi minimal sebesar 80 siswa x Rp580 ribu; dan b. SMP dengan jumlah siswa kurang dari 120 orang akan diberikan alokasi minimal sebesar 120 siswa x Rp710 ribu
Penyaluran Dana BOS Berdasarkan PMK Nomor 201 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2014 bahwa mekanisme penyaluran BOS TA 2014 dilakukan melalui pemindahbukuan dana dari RKUN ke RKUD Provinsi, untuk selanjutnya diteruskan secara langsung ke Satuan Pendidikan Dasar dalam bentuk hibah. Ketentuan penyaluran Dana BOS Tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1. Penyaluran BOS untuk daerah tidak terpencil
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/107
Penyaluran BOSuntuk daerah tidak terpencildilakukan secara triwulanan, yaitu: a. Triwulan I dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah Peraturan Menteri Keuangan ini diundangkan; b. Triwulan II dilakukan paling lambat 7 (tujuh)hari kerja pada awal bulan April 2014; c. Triwulan III dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Juli 2014; d. Triwulan IV dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Oktober 2014. 2. Penyaluran BOS untuk daerah terpencil
Penyaluran BOS Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil dilakukan secara semesteran, yaitu: a. Semester pertama dilakukan paling lama 14(empat belas) hari kerja setelah PMK ini diundangkan; b. Semester kedua dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Juli 2014.
3.2.6. Kebijakan Dana Insentif Daerah (DID) DID dialokasikan kepada daerah sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja daerah di bidang pengelolan keuangan, kinerja pendidikan, dan kinerja ekonomi dan kesejahteraan dan ditujukan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan fungsi pendidikan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat. Penghargaan kepada daerah tersebut merupakan penjabaran dari tujuan utama dan arah kebaijakan dari pengalokasian DID. Tujuan utama dialokasikannya DID adalah sebagai berikut: 1. Mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yag ditunjukkan dengan perolehan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemda (LKPD). Sejalan dengan penjelasan UU 17/2003 Bab I. Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara ditujukan agar pengelolaan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan dengan pemilikan pemilikan atau penguasaan obyek hukum keuangan negara dapat memberikan daya dukung penyelenggaraan pemerintahan yang optimal. Asas-asas tersebut meliputi (1) akuntabilitas yang berorientasi pada hasil; (2) profesionalitas; (3) proporsionalitas; (4) keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; (5) pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Asas-asas baru ini sebagai pencerminan
III/108
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) yang didukung oleh asas-asas umum yang sebelumnya telah dipakai, seperti : asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas. 2. Mendorong agar daerah berupaya untuk selalu menetapkan APBD tepat waktu dan mencapai kinerja dalam pengelolaan keuangan daerahnya (administrasi dan impactnya). Dalam perkembangannya, kebijakan DID telah mengalami penyempurnaan dari sejak dialokasikannya pada tahun 2010. Penyempurnaannya meliputi:
(1) pembagian
porsi alokasi bagi provinsi dan kabupaten/kota; (2) menerapkan kriteria kinerja utama; (3) memasukkan kriteria kinerja pendidikan; (4) mengubah penyampaian perda APBD tepat waktu menjadi penetapan perda APBD tepat waktu; (5) mengganti sub kriteria kinerja inflasi menjadi sub kriteria yang menghubungkan kemampuan fiskal daerah dengan IPM; dan (6) memberikan alokasi minimum.
Tabel 3.17 Kebijakan Perhitungan DID Tahun 2010-2014 No.
Tahun 2010
Tahun 2011
1.
Belum ada kriteria utama sebagai eligibilitas eksklusif
Kriteria utama sebagai eligibilitas eksklusif, yaitu:
Tahun 2012 Sama 2011
1. Opini WTP atau WTP 2. APBD tepat waktu 2.
Kriteria kinerja terdiri dari:
Kriteria kinerja terdiri dari:
1. Keuangan
1. Keuangan
2. Ekonomi dan Kesejahteraan
2. Pendidikan, dan
Sama 2011
3. Ekonomi dan Kesejahteraan 3.
4.
Porsi pembagian alokasi:
Porsi pembagian alokasi:
1. Provinsi sebesar 20%
1. Provinsi sebesar 10%
2. Kabupaten/kota 80%
2. Kabupaten/kota 90%
Variabel kinerja keuangan
Variabel kinerja keuangan
Penyampaian Perda APBD tepat waktu
Penyampaian Perda APBD tepat waktu
Sama 2011
Penambahan variabel kinerja keuangan: Penyampaian LKPD kepada BPK secara tepat waktu
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/109
No.
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
5.
Untuk belanja fungsi pendidikan
Sama 2010
Untuk belanja fungsi pendidikan, diutamakan rehabilitasi ruang kelas SD dan SMP
6.
Belum memberikan alokasi minimum
Sama 2010
Alokasi minimum untuk daerah dengan opini WTP dan Penetapan Perda APBD tepat waktu
Tahun 2013
Tahun 2014
Kriteria utama sebagai eligibilitas eksklusif, yaitu:
Sama 2013
1. Opini WTP atau WDP 2. APBD tepat waktu Sama 2013, mengevaluasi bobot kinerja dan sub kriteria kinerja
Kriteria kinerja terdiri dari: 1. Keuangan 2. Pendidikan, dan 3. Ekonomi dan Kesejahteraan
Sama 2013
Porsi pembagian alokasi: 1. Provinsi sebesar 10% 2. Kabupaten/kota 90% Variabel kinerja keuangan daerah: Opini BPK atas LKPD, Penetapan Perda APBD tepat waktu, Effort Peningkatan PAD, dan penyampaian LKPD tepat waktu
Sama 2013
Untuk belanja fungsi pendidikan
Untuk belanja fungsi pendidikan
Sama dengan 2012
Alokasi minimum Rp 2 miliar untuk daerah dengan:
Alokasi minimum Rp 2 miliar untuk daerah dengan: 1. Opini WTP; dan
1. Opini WTP, dan 2. Penetapan Perda APBD tepat waktu
2. Penetapan Perda APBD tepat waktu
III/110
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Tahun 2013
Tahun 2014
Alokasi minimum Rp 3 miliar untuk daerah dengan:
Alokasi minimum Rp 3 miliar untuk daerah dengan:
1. Opini WTP; dan
1. Opini WTP; dan
2. Penyampaian LKPD tepat waktu; dan
2. Penyampaian LKPD tepat waktu; dan
3. Penetapan Perda APBD tepat waktu; serta
3. Penetapan Perda APBD tepat waktu
4. Lulus Passing Grade Sumber: DJPK, Kemenkeu
Penghitungan DID Tahun 2014 sebagaimana DID Tahun 2013 menggunakan Kriteria Kinerja dan Batas Minimum Kelulusan Kinerja (Passing Grade). Kriteria Kinerja terdiri dari Kriteria Kinerja Utama, Kriteria Kinerja Keuangan Daerah, Kriteria Kinerja Pendidikan, serta Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan. Tahapan penghitungan DID terdiri dari penentuan daerah penerima dan penghitungan besaran alokasi DID. Penentuan daerah penerima berdasarkan identifikasi daerah dalam memenuhi Kriteria Kinerja Utama dan memenuhi passing grade yang ditentukan secara statistik. Skor atau nilai kinerja daerah merupakan hasil penghitungan dari Kriteria Kinerja Keuangan Daerah, Kriteria Kinerja Pendidikan, serta Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan. Apabila suatu daerah tidak memenuhi Kriteria Kinerja Utama, maka daerah tersebut tidak dapat mengikuti saringan berikutnya yaitu penghitungan alokasi. Batas passing grade adalah nilai minimum tertentu atas hasil pembobotan terhadap masing-masing unsur penilaian terhadap kinerja daerah dari kinerja keuangan, kinerja pendidikan, serta kinerja ekonomi dan kesejahteraan. DID digunakan untuk melaksanaan fungsi pendidikan tersebut merupakan pengalokasian belanja fungsi pendidikan yang dianggarkan dalam APBD dan/atau APBD Perubahan Tahun Anggaran 2013 yang menjadi kewenangan/urusan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemda.
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/111
Daerah yang memenuhi kriteria Kinerja Utama dan bersifat eligibilitas mutlak yaitu: a. daerah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau daerah yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas LKPD; dan b. daerah yang menetapkan Perda mengenai APBD secara tepat waktu.
Daerah yang memenuhi kriteria kinerja keuangan adalah: a. daerah yang meningkatkan atau mempertahankan kualitas LKPD untuk memperoleh opini WTP atau WDP dari BPK; b. daerah yang menetapkan perda mengenai APBD secara tepat waktu setiap tahunnya; c. daerah yang mencapai kenaikan PAD di atas rata-rata nasional; dan d. daerah yang menyampaikan LKPD kepada BPK secara tepat waktu setiap tahunnya. Daerah yang memenuhi kriteria kinerja pendidikan adalah: a. daerah yang mencapai Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar dan sederajatnya di atas rata-rata nasional dan/atau daerah yang mampu mencapai Angka Partisipasi Kasar Sekolah Menengah Pertama dan sederajatnya di atas rata-rata nasional; dan b. daerah yang mengurangi jarak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap IPM ideal (100) di atas rata-rata nasional.
III/112
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Daerah yang memenuhi kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan adalah: a. daerah yang mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi nasional; b. daerah yang mengurangi tingkat kemiskinan di atas rata-rata pengurangan tingkat kemiskinan nasional; c. daerah yang mengurangi tingkat pengangguran di atas rata-rata pengurangan tingkat pengangguran nasional; dan d. daerah yang memiliki Kemampuan Fiskal Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia-nya.
Kebijakan Penghitungan DID tahun 2014 Penyempurnaan kebijakan penghitungan DID Tahun 2014 dilakukan dengan tujuan agar lebih mendorong daerah ke arah pencapaian kinerja pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik serta menjaga momentum perbaikan yang ada dari kondisi sekarang yang telah dicapai daerah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ditandai dengan perkembangan daerah yang mendapatkan opini WTP dari tahun 2009 yaitu hanya 15 daerah menjadi 116 daerah pada tahun 2012 serta lebih mendorong daerah dalam menetapkan perda APBD-nya tepat waktu. Kebijakan penghitungan DID Tahun 2014, meliputi : 1. Kebijakan penetapan pemberian bobot pencapaian opini BPK atas LKPD dan penetapan perda APBD yang meningkat. 2. Kebijakan pemberian Alokasi Minimum (AM) bagi daerah yang telah mendapatkan opini WTP, tanpa melihat ketentuan “Lulus Passing Grade”.
Tabel 3.18 Bobot Penilaian Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014 No.
Kriteria
Kriteria Kinerja Keuangan
Bobot Penilaian 2013
Bobot Penilaian 2014
50%
50%
1.
Opini BPK atas LKPD
30%
35%
2.
Penetapan Perda APBD tepat waktu
30%
35%
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/113
No.
Kriteria
Bobot Penilaian 2013
Bobot Penilaian 2014
3.
Effort Peningkatan PAD
20%
15%
4.
Penyampaian LKPD tepat waktu
20%
15%
Total Bobot Penilaian Kriteria Kinerja Keuangan Daerah
100%
100%
25%
25%
Kriteria Kinerja Pendidikan 1.
Partisipasi Sekolah (APK)
50%
50%
2.
Reduction Shortfall IPM
50%
50%
Total Bobot Penilaian Kinerja Pendidikan
100%
100%
25%
25%
Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan 1.
Pertumbuhan Ekonomi
30%
30%
2.
Penurunan Tingkat Kemiskinan
30%
30%
3.
Penurunan TIngkat Pengangguran
20%
20%
4.
Kluster Kemampuan Fiskal Daerah (KFD)
20%
20%
100%
100%
Total Bobot Penilaian Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan Sumber: DJPK, Kemenkeu
Tabel 3.19 Kebijakan Alokasi Minimum Perhitungan DID Tahun 2013 dan 2014 DID Tahun 2013 AM
DID Tahun 2014
WTP
Perda APBD
LKPD
Passing Grade
WTP
Perda APBD
LKPD
Rp 3 M
Đ
Đ
Đ
Đ
Đ
Đ
Đ
Rp 2 M
Đ
Đ
Đ
Đ
Đ
Rp 2 M
Đ
Đ
Sumber: DJPK, Kemenkeu
Penyaluran Dana Insentif Daerah (DID) Penyaluran DID dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD secara sekaligus. Alokasi DID tahun 2014 sebesar Rp1.387,8 miliar ditetapkan dengan
PMK
Nomor 8/PMK.07/2014 tanggal 13 Januari 2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana
III/114
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Insentif Daerah Tahun Anggaran 2014. Penyaluran DID dilakukan setelah Daerah penerima menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, berupa: a. Perda mengenai APBD TA 2014; b. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak dari Kepala Daerah yang menyatakan akan mencantumkan DID dalam APBD dan/atau APBD-P tahun anggaran bersangkutan dan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DID tahun 2014. Penyaluran DID Tahun 2014 meniadakan penyampaian rencana penggunaan DID. Penggunaan DID diserahkan kepada Pemda dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1. DID digunakan untuk mendanai belanja fungsi pendidikan dan dianggarkan dalam APBD dan/atau APBD Perubahan. 2. Belanja fungsi pendidikan yang dimaksud adalah belanja fungsi pendidikan sesuai dengan kewenangan/ urusan daerah dan yang menjadi tanggung jawab Pemda. 3. DID tidak dapat digunakan untuk mendanai: a. dana pendamping DAK; b. kegiatan yang telah didanai oleh BOS dari Pemerintah Pusat; c. pendidikan kedinasan; d. hibah kepada perusahaan daerah; dan e. bantuan sosial.
3.2.7. Kebijakan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) P2D2 merupakan pinjaman program Pemerintah Pusat yang bersumber dari Bank Dunia dalam rangka memperkuat transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan DAK khususnya bidang infrastruktur dengan melakukan perbaikan (reform) sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan DAK. P2D2 adalah Dana yang bersumber dari APBN dan di alokasikan sebagai insentif kepada daerah percontohan P2D2 berdasarkan hasil Verifikasi Keluaran sesuai dengan Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Dunia tentang Proyek Pemda dan Desentralisasi. Dana P2D2 bertujuan untuk memberikan penghargaan (reward)
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/115
kepada daerah atas pelaksanaan DAK yang telah memenuhi standar kualitas output yang ditentukan dalam kurun waktu yang tepat. Daerah percontohan P2D2 meliputi 5 (lima) Provinsi yaitu Provinsi Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara yang dipilih berdasarkan keberagaman secara geografis mewakili wilayah barat, tengah, dan timur Indonesia; kinerja pelaporan DAK selama ini; kemampuan menyerap alokasi DAK; dan kesuksesan dalam menghasilkan output yang didanai dari DAK. Dalam pemilihan kabupaten/kota daerah percontohan P2D2 ditentukan berdasarkan kriteria daerah penerima alokasi DAK di lima provinsi tersebut dan mengirimkan surat kesediaan berpartisipasi dalam P2D2 (Commitment Letter) kepada Pemerintah Pusat. Adapun daerah percontohan P2D2 tahun 2014 terdiri dari 75 daerah di 5 provinsi percontohan. Verifikasi Keluaran adalah proses verifikasi atas keluaran pelaksanaan DAK Bidang Infrastruktur di Daerah Percontohan P2D2 dengan hasil yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan serta dalam kurun waktu yang tepat berdasarkan hasil Verifikasi Keluaran yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan ketentuan Perjanjian Verifikasi antara BPKP dan Bank Dunia. DAK bidang infrastruktur yang di verifikasi adalah bidang infrastruktur jalan, bidang infrastruktur irigasi dan bidang infrastruktur air minum. Adapun besaran yang dialokasikan kepada masing-masing daerah penerima P2D2 sebesar maksimal 10% (sepuluh persen) dari nilai Verifikasi Keluaran yang dibagi secara proporsional. Penyaluran Dana P2D2 kepada daerah penerima dilakukan sekaligus setelah
ditetapkannya PMK mengenai
alokasi dana P2D2.
Web Based Reporting System Dana Alokasi Khusus (WBRS-DAK) Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan DAK baik dari sisi keuangan maupun teknis, DJPK telah membangun suatu aplikasi pelaporan DAK berbasis web yang diberi nama Web-Based Reporting System Dana Alokasi Khusus (WBRS) DAK pada TA 2011 melalui P2D2. Dengan adanya aplikasi ini maka seluruh informasi proyek di daerah yang dibiayai dari DAK dapat disajikan secara cepat, lengkap, dan akurat. Dari aplikasi ini dapat diperoleh informasi mengenai lokasi proyek (titik koordinat latitude dan longitude), gambar (foto) riil proyek, kemajuan fisik, dan penggunaan/penyerapan dana.
III/116
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Aplikasi tersebut telah diterapkan di 5 provinsi (berikut kabupaten/kota di dalamnya) sebagai pilot project yaitu: Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara mulai TA 2012. Saat ini Aplikasi WBRS-DAK hanya diterapkan pada DAK Bidang infrastruktur (jalan, irigasi, dan air minum). Diharapkan pada masa mendatang aplikasi ini bisa diterapkan di provinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia dan mencakup seluruh bidang DAK. Key success factors implementasi Aplikasi WBRS-DAK adalah keterlibatan aktif para petugas di Pemda dalam memasukkan data ke dalam aplikasi. Ada 4 kelompok besar petugas yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan implementasi Aplikasi WBRS-DAK di Pemda yaitu: Administrator, Operator Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset, Operator SKPD, dan Pemantau. Administrator bertanggungjawab mengelola username dan password seluruh user di Pemda yang bersangkutan. Operator DPPKA bertanggungjawab memasukkan data seluruh SP2D untuk semua bidang DAK. Operator SKPD bertanggungjawab memasukkan seluruh data perencanaan, pemaketan, dan pelaksanaan proyek yang dibiayai dari DAK (saat ini hanya terbatas pada DAK Bidang Infrastruktur saja). Sedangkan kelompok Pemantau adalah pengguna informasi yang disajikan oleh Aplikasi WBRS-DAK. Yang termasuk dalam kelompok Pemantau antara lain adalah Bappeda, Gubernur/Bupati/Walikota dan Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota. Namun berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap implementasi Aplikasi WBRS-DAK yang dilakukan pada akhir bulan September hingga pertengahan Desember 2012, ditemukan fakta bahwa petugas Pemda belum optimal terlibat aktif dalam implementasi Aplikasi WBRS-DAK. Ada 2 faktor utama penyebab belum optimalnya keterlibatan petugas Pemda dalam implementasi Aplikasi WBRS-DAK yaitu: a. Transfer knowledge kepada para petugas Pemda belum maksimal karena waktu pelaksanaan Bimtek Penggunaan Aplikasi WBRS-DAK yang sangat terbatas; dan b. Kendala teknis berupa kesulitan mengakses Aplikasi WBRS-DAK karena rendahnya kualitas infrastruktur jaringan internet di beberapa daerah (terutama wilayah Indonesia Timur).
Kebijakan Transfer Ke Daerah Tahun 2014
III/117
Aplikasi WBRS-DAK yang sudah ada saat ini adalah aplikasi berbasis web, di mana untuk mengaksesnya pengguna harus mempunyai koneksi internet. Kondisi ini mengakibatkan beberapa daerah yang infrastruktur jaringan internetnya kurang baik mengalami kesulitan untuk mengakses Aplikasi WBRS-DAK. Oleh karena itu, pada tahun anggaran 2013, DJPK akan membangun Aplikasi WBRS-DAK Versi Offline agar Pemda bisa tetap aktif mengisikan data ke dalam Aplikasi WBRS-DAK meskipun koneksi internet di daerah yang bersangkutan sangat terbatas. Implementasi Aplikasi WBRS-DAK Versi Offline diutamakan di daerah (provinsi/kabupaten/kota) Kalimantan Tengah, Provinsi Sulawasi Barat, dan Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam rangka transfer knowledge kepada para petugas Pemda terkait Aplikasi WBRS-DAK Versi Offline, DJPK akan melakukan Bimtek untuk aplikasi ini hanya di 3 daerah tersebut. Pemda di luar 3 daerah dimaksud apabila menghendaki Bimtek untuk Aplikasi WBRSDAK Vers Offline dapat menyampaikan surat permintaan resmi kepada DJPK. Selain itu, DJPK selalu siap setiap saat untuk memberikan Bimtek Penggunaan Aplikasi WBRS-DAK (Versi Online) apabila ada permintaan dari Pemda.
III/118
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Bab IV Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat Daerah dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
4.1. Peningkatan Pendapatan Daerah Kebijakan Perpajakan dan Retribusi Daerah Pemberian kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat diikuti pula dengan pemberian kewenangan yang besar dalam perpajakan dan retribusi. Basis pajak kabupaten dan kota yang sangat terbatas mengakibatkan daerah selalu mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya. Ketergantungan daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat dalam banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas daerah. Pemerintah Daerah (Pemda) tidak terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan masyarakat setempat tidak ingin mengontrol anggaran daerah karena merasa tidak dibebani dengan pajak dan retribusi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, Pemda diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan pemberian kewenangan sebagaimana telah diatur dalam Undang-
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/119
Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 (UU 28/2009) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), maka perluasan kewenangan perpajakan dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah dan memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Pengaturan PDRD di dalam UU 28/2009 didasarkan pada prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas, serta dengan memperhatikan potensi daerah. Penerbitan UU 28/2009 merupakan langkah yang strategis dan monumental dalam memantapkan kebijakan desentralisasi fiskal, khususnya dalam rangka membangun hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah yang lebih ideal. Sebagai salah satu bagian dari continuous improvement, UU 28/2009 memiliki 3 (tiga) hal utama, yaitu penyempurnaan sistem pemungutan PDRD, pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan (local taxing empowerment), dan peningkatan efektifitas pengawasan. Penyempurnaan sistem pemungutan PDRD dilakukan dengan mengubah sistem daftar terbuka (open-list) menjadi daftar tertutup (closed-list), sehingga jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah adalah hanya jenis pajak yang telah ditetapkan berdasarkan UU 28/2009 dimaksud. Daerah tidak diberikan kewenangan dan tidak diperbolehkan untuk menetapkan jenis pajak baru di luar yang telah ditentukan undang-undang (UU). Hal yang demikian akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan penguatan local taxing power dilakukan dengan cara antara lain, menambah jenis PDRD, memperluas basis PDRD yang sudah ada, menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah, serta memberikan kewenangan penetapan tarif PDRD kepada daerah sesuai batasan yang ditetapkan dalam UU. Perluasan basis pajak dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang baik. Pajak yang diterapkan tidak akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor impor. Perluasan basis pajak daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat, dan menambah jenis pajak baru. Perluasan atas basis pajak yang sudah ada dilakukan untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang diperluas hingga mencakup kendaraan Pemerintah Pusat. Pajak Hotel diperluas hingga mencakup seluruh persewaan di hotel, sedangkan
IV/120
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Pajak Restoran diperluas hingga mencakup pelayanan katering. Kemudian terdapat 4 (empat) jenis pajak baru bagi daerah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Sarang Burung Walet, dan Pajak Rokok. PBB-P2 dan BPHTB sebelumnya merupakan pajak pusat yang kemudian dialihkan menjadi pajak daerah, sedangkan Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak baru bagi kabupaten/kota. Berkaitan dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif untuk menghindari penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara berlebihan, daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas maksimum yang ditetapkan dalam UU 28/2009. Selain itu, untuk menghindari perang tarif pajak antar daerah untuk objek pajak yang mudah bergerak, seperti kendaraan bermotor, dalam UU 28/2009 juga ditetapkan tarif minimum untuk PKB. Dengan perluasan basis pajak yang disertai dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif tersebut, maka jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam UU 28/2009. Selanjutnya untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, dalam UU 28/2009 diatur bahwa sebagian hasil penerimaan pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan pajak tersebut. Adapun untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, di dalam UU 28/2009 juga telah diatur instrumen pengawasan yang cukup efektif yang dilakukan secara preventif dan korektif. Setiap Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota tentang pajak dan retribusi sebelum dilaksanakan harus dievaluasi terlebih dahulu oleh Gubernur dan Perda Provinsi tentang pajak dan retribusi di evaluasi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Hasil evaluasi Perda tersebut harus dikoordinasikan kepada Menteri Keuangan (Menkeu). Selain itu, terhadap daerah yang menetapkan kebijakan di bidang PDRD yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil. Hal ini sebagai langkah untuk menghindarkan timbulnya berbagai pungutan daerah yang bermasalah dan tumpang tindih yang dapat menghambat upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerah. Berdasarkan
hal-hal
tersebut
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
dengan
diberlakukannya UU 28/2009 maka kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin besar, karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/121
penetapan tarif. Sedangkan di sisi lain, dengan tidak diberikannya kewenangan kepada daerah untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru selain yang telah ditetapkan dalam UU 28/2009, maka hal tersebut akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Rokok Pajak Rokok merupakan jenis pajak daerah yang pemungutannya secara efektif mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. Penetapan Pajak Rokok sebagai objek pajak daerah pada dasarnya merupakan bentuk dari pelaksanaan perluasan kewenangan perpajakan yang dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah dan memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Sebagaimana juga telah disampaikan di atas, bahwa UU 28/2009 memiliki semangat untuk melaksanakan kebijakan dalam hal penyempurnaan sistem pemungutan PDRD, pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan (local taxing empowerment), dan peningkatan efektifitas pengawasan. Penguatan local taxing power dilakukan dengan cara menambah jenis PDRD, memperluas basis PDRD yang sudah ada, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah, serta memberikan diskresi kepada daerah dalam menetapkan tarif. Perluasan basis pajak daerah dimaksudkan untuk penguatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar daerah dapat melaksanakan otonomi secara lebih nyata dan bertanggung jawab. Dalam rangka perluasan basis pajak daerah, maka Pajak Rokok ditetapkan sebagai objek pajak daerah di dalam UU 28/2009 dan mulai berlaku pada Tahun 2014. Berdasarkan hal-hal tersebut, dengan ditetapkannya Pajak Rokok sebagai objek pajak daerah, maka diharapkan kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin besar dan meningkat, karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Kebijakan Pajak Rokok selain bertujuan untuk meningkatkan PAD seperti diuraikan diatas, juga bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok, mengendalikan peredaran rokok ilegal, serta melindungi masyarakat atas bahaya rokok. Penerapan Pajak Rokok sebesar 10 persen dari cukai rokok dimaksudkan juga untuk memberikan peran yang optimal bagi Pemda dalam menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat. Pemda diberikan tugas dan tanggung jawab untuk turut serta dalam menjaga kesehatan
IV/122
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
masyarakat dari bahaya rokok dan melakukan pengawasan terhadap rokok di daerah masing-masing termasuk peredaran rokok ilegal. Mengingat tax base Pajak Rokok adalah nilai cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat terhadap rokok, maka dalam rangka efektifitas dan efisiensi, pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pemungutan Pajak Rokok merupakan model Piggyback Tax System atau juga dikenal dengan model opsenten atau surcharge yang juga lazim dipraktekkan di banyak Negara. Ciri dari Piggyback Tax/Opsenten/Surchage adalah: a. Pemda berhak mengenakan tambahan beban pajak atas pajak pusat dalam daerahnya (jurisdiction); b. Pemda tidak memiliki diskresi dalam menentukan dasar pengenaan pajak (tax base) atau dengan kata lain dasar pengenaannya sama dengan dasar pengenaan pajak pusat; c. Pajak diadministrasikan dan dipungut oleh Pemerintah Pusat yang lebih tinggi dan kemudian menyalurkannya ke kas daerah yang bersangkutan. Semua ciri tersebut di atas terdapat dan dapat dilihat dengan jelas pada pengaturan atau ketentuan Pajak Rokok dalam UU 28/2009. Dalam rangka pelaksanaan pemungutan Pajak Rokok, maka sesuai dengan amanat UU 28/2009, Menkeu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/ PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok. PMK tersebut, antara lain, mengatur mengenai mekanisme pemungutan Pajak Rokok yang dilakukan oleh DJBC, dan juga mengatur mengenai mekanisme dan pola penyetoran dana penerimaan Pajak Rokok dari rekening penampungan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi. Mekanisme pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/123
Gambar 4.1
Gambar 4.1 Mekanisme Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok Pemungutan dan Sesuai PMKMekanisme No. 115/PMK.07/2013 Penyetoran Pajak Rokok Sesuai PMK No. 115/PMK.07/2013 Perintah Pemindahbukuan Dana
Realisasi penerimaan PR (triwulan)
DJPK Daftar Realisasi Penerimaaan PR bulanan
DJPB SPM Penyetoran
Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Rokok
da na
KPPN
DJBC
Bank Indonesia Pemindahbukuan dana
P e l i m p a h a n
SP2D Penyetoran
KPPN JKT II
Penyampaian LHP
Laporan Bulanan Penerimaan PR
RPKBUNP/RPKBUN KPPN Memindahbukukan dana
pada akhir hari kerja
CK1 SPPR SSBP
WP
Bank/Pos Persepsi
Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2014
1. Tata Cara Pemungutan Pajak Rokok •
RKUD Provinsi
109|
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat terhadap rokok;
•
Tarif Pajak Rokok sebagaimana ditetapkan dalam UU 28/2009 tentang PDRD adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok
•
Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak
•
Pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai bersamaan dengan pemungutan Cukai Rokok
2. Mekanisme Penyetoran Pajak Rokok •
Penyetoran penerimaan Pajak Rokok ke RKUD Provinsi dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan Pajak Rokok pada periode tertentu
IV/124
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
•
Berdasarkan
realisasi
penerimaan
Pajak
Rokok,
Direktorat
Jenderal
Perbendaharaan (DJPb) menyampaikan data realisasi penerimaan Pajak Rokok kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) •
Penyampaian data realisasi penerimaan Pajak Rokok dilakukan secara triwulanan pada minggu dan bulan pertama triwulan berikutnya
•
Penyampaian data realisasi penerimaan Pajak Rokok untuk triwulan keempat dilakukan pada minggu pertama bulan Desember berdasarkan realisasi penerimaan Pajak Rokok sampai dengan tanggal 30 November tahun berkenaan
•
Penyampaian data realisasi penerimaan Pajak Rokok sampai dengan akhir tahun anggaran dilakukan paling lambat pada bulan Januari tahun anggaran berikutnya
•
Dalam rangka penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan keputusan mengenai proporsi pembagian Pajak Rokok untuk masing-masing Provinsi
•
Keputusan mengenai proporsi pembagian Pajak Rokok untuk masing-masing Provinsi ditetapkan setiap tahun pada bulan Desember anggaran tahun sebelumnya.
•
Keputusan mengenai proporsi pembagian Pajak Rokok untuk masing-masing Provinsi ditetapkan berdasarkan rasio jumlah penduduk provinsi terhadap jumlah penduduk nasional
•
Rasio jumlah penduduk ditetapkan berdasarkan data jumlah penduduk yang digunakan untuk penghitungan DAU untuk tahun anggaran yang bersangkutan
•
Penyetoran Pajak Rokok ke masing-masing RKUD Provinsi, dilakukan sesuai proporsi untuk masing-masing provinsi
•
Penyetoran penerimaan Pajak Rokok ke RKUD Provinsi dilaksanakan secara triwulanan pada bulan pertama triwulan berikutnya
•
Penyetoran penerimaan Pajak Rokok bulan Oktober dan November dilakukan pada bulan Desember
•
Penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi untuk penerimaan bulan Desember tahun berkenaan dilaksanakan setelah ditetapkan Laporan Arus Kas audited.
•
Kelebihan penyetoran Pajak Rokok ke RKUD Provinsi akan diperhitungkan pada penyetoran Pajak Rokok tahun berikutnya
•
Perhitungan kelebihan pembayaran Pajak Rokok didasarkan pada hasil rekonsiliasi antara DJPK, DJBC, dan DJPb.
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/125
Penetapan jenis-jenis pungutan daerah yang diatur dalam UU 28/2009 dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Daerah hanya boleh memungut pajak dan retribusi apabila ketentuan pemungutannya telah diatur melalui Perda. Begitu juga untuk bisa mendapatkan Pajak Rokok, provinsi Harus terlebih dahulu menyusun dan menetapkan Perda mengenai Pajak Rokok. Berdasarkan rekapitulasi penyampaian Perda pajak daerah dari provinsi, sampai hari ini tercatat 33 provinsi telah menentapkan Perda Pajak Rokok, untuk Provinsi Kalimantan Utara masih berdasarkan Perda Provinsi Kalimantan Timur sebagai provinsi induknya.
Tabel 4.1 Perda Pajak Rokok
IV/126
No
Daerah
Nomor Perda
1
Provinsi Aceh
Perda 2/2012
2
Provinsi Riau
Perda 16/2013
3
Provinsi Sumatera Utara
Perda 2/2011
4
Provinsi Bengkulu
Perda 2/2011
5
Provinsi Sumatera Barat
Perda 8/2013
6
Provinsi Sumatera Selatan
Perda 3/2011
7
Provinsi Jambi
Perda 6/2011
8
Provinsi Lampung
Perda 2/2011
9
Provinsi Kep. Bangka Belitung
Perda 1/2011
10
Provinsi Kep. Riau
Perda 8/2011
11
Provinsi Kalimantan Selatan
Perda 9/2013
12
Provinsi Sulawesi Selatan
Perda 8/2013
13
Provinsi DKI Jakarta
Perda 2/2014
14
Provinsi Jawa Barat
Perda 13/2011
15
Provinsi Banten
Perda 1/2011
16
Provinsi Jawa Tengah
Perda 2/2011
17
Provinsi DI Yogyakarta
Perda 3/2011
18
Provinsi Jawa Timur
Perda 9/2010
19
Provinsi Kalimantan Barat
Perda 8/2010
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
No
Daerah
Nomor Perda
20
Provinsi Kalimantan Tengah
Perda 7/2010
21
Provinsi Kalimantan Timur
Perda 1/2011
22
Provinsi Sulawesi Utara
Perda 7/2011
23
Provinsi Gorontalo
Perda 5/2011
24
Provinsi Sulawesi Tengah
Perda 1/2011
25
Provinsi Sulawesi Barat
Perda 1/2011
26
Provinsi Sulawesi Tenggara
Perda 5/2011
27
Provinsi Bali
Perda 1/2011
28
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Perda 8/2013
29
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Perda 2/2010
30
Provinsi Maluku
Perda 19/2013
31
Provinsi maluku Utara
Perda 2/2011
32
Provinsi Papua
Perda 4/2011
33
Provinsi Papua Barat
Perda 6/2013
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Berdasarkan target penerimaan cukai hasil tembakau tahun 2014, penerimaan Pajak Rokok tahun 2014 diperkirakan sekitar Rp 9,6 triliun. Penerimaan Pajak rokok tersebut nantinya akan disetor ke RKUD Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Dana penerimaan Pajak Rokok yang masuk di RKUD Provinsi, 70 persen diantaranya harus dibagihasilkan kepada kabupaten/kota dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/ atau potensi antar kabupaten/kota yang besangkutan. Selanjutnya sesuai dengan UU 28/2009, dana penerimaan Pajak Rokok , baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, harus dialokasikan paling sedikit 50 persen untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. • Bidang pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain, pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok.
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/127
• Bidang penegakan hukum yang dapat dikerjasamakan oleh Pemda dengan pihak/ instansi terkait, antara lain, pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai laranagan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4.2. Pengendalian Belanja Daerah Selama lebih dari satu dasawarsa pelaksanaan desentralisasi fiskal, Pemda mengelola dana APBD dalam jumlah yang sangat besar, yang sebagian besar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui mekanisme transfer. Desain desentralisasi fiskal yang dianut Indonesia selama ini menitikberatkan pada desentralisasi dari sisi pengeluaran sehingga berimplikasi pada diskresi dan kewenangan yang lebih luas bagi daerah untuk merencanakan dan melakukan belanja. Di sisi lain, sebagai konsekuensi pelaksanaan desentralisasi tersebut, Pemerintah Pusat setiap tahun menganggarkan transfer ke daerah yang sebagian besar bersifat block grant dan hanya sebagian kecil yang bersifat spesifik. Hal-hal tersebut membawa implikasi relatif kurang baiknya kualitas belanja daerah yang berdampak pada kualitas pelayanan publik. Hal ini nampak pada pelaksanaan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang masih menemui beberapa kendala, antara lain, masih banyaknya daerah yang terlambat menetapkan APBD, struktur APBD yang kurang ideal, penyerapan belanja yang relatif lambat, masih tingginya dana idle yang tidak tergunakan dalam pengeluaran publik, maupun kendala administratif pengelolaan keuangan yang tercermin dari masih banyaknya daerah yang mendapat opini kurang baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Satu per satu kendala tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
1. Keterlambatan Penetapan APBD Penyusunan dan penetapan APBD menjadi hal yang penting untuk dimulainya pelaksanaan suatu siklus pengelolaan keuangan. Dengan penyusunan yang baik dan penetapan yang tepat waktu, maka APBD akan dapat segera dieksekusi dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Berdasarkan ketentuan perundangan, APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31 Desember sebelum tahun anggaran berjalan. Namun demikian, ternyata masih banyak Pemda yang menetapkan APBD-nya melewati tenggat waktu tersebut.
IV/128
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Gambar 4.2 Grafik Penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 – 2013 Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia
Sumber : DJPK (data diolah)
Adanya keterlambatan penetapan APBD dapat memberikan dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan dalam penyusunan APBD adalah terlambatnya pelaksanaan program pemerintah daerah sehingga dapat berdampak pada pelayanan publik terhadap masyarakat. Selain itu dapat juga berpengaruh terhadap perekonomian daerah, karena belanja daerah menjadi terlambat dalam memberikan injeksi bagi pembangunan ekonomi daerah. Di samping itu, keterlambatan penetapan APBD juga akan merugikan masyarakat karena dapat berimbas pada dijatuhkannya sanksi penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU), sehingga berpengaruh pada aliran uang atau transaksi di daerah.
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/129
2. Dominasi Belanja Pegawai Dalam Struktur APBD Selain keterlambatan penetapan APBD, hal lain yang juga menjadi kendala adalah struktur belanja daerah yang didominasi oleh belanja pegawai. Dengan tingginya porsi belanja pegawai, maka porsi belanja modal dan belanja yang langsung terkait dengan layanan publik menjadi sangat terbatas.
Gambar 4.3 Trend Belanja Daerah TA 2009 – 2013 (dalam % dan miliar rupiah)
Jenis Belanja Daerah (dalam miliar rupiah) Belanja Pegawai
2009
2010
2011
2012
2013
180,439
198,562
229,081
261,153
296,540
79,600
82,007
104,221
122,225
148,012
114,598
96,179
113,523
137,438
175,578
40,594
50,110
48,449
71,071
86,953
415,232
426,857
495,274
591,887
707,083
Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Lain-Lain Total
Sumber: Data APBD Konsolidasi 2009 - 2013 (Diolah)
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat kita amati porsi tiap jenis belanja daerah setiap tahun dan trend kenaikan/penurunannya antar tahun. Hal ini perlu menjadi perhatian yang serius karena belanja modal ditambah belanja barang dan jasa merupakan belanja pemda yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, di samping pengaruh dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Realisasi belanja modal akan memiliki multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian daerah.
IV/130
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
3. Penyerapan Belanja APBD Relatif Lambat Penyerapan belanja APBD yang tidak dapat dimulai pada awal tahun anggaran akan menyebabkan proyek yang direncanakan Pemda tidak dapat diselesaikan tepat waktu sehingga akan menghambat daya dorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Pada grafik di bawah terlihat bahwa penyerapan belanja, utamanya belanja modal relatif sangat lambat.
Gambar 4.4 PENYERAPAN BELANJA APBD TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam persentase realisasi terhadap anggaran)
Sumber: DJPK (data diolah)
4. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) dan Dana Idle Pemda di Perbankan SiLPA tahun berkenaan merupakan suatu indikator yang cukup krusial dalam realisasi APBD. SiLPA tahun berkenaan yang merupakan selisih positif antara surplus/defisit dengan netto pembiayaan akan menunjukkan kinerja realisasi anggaran secara keseluruhan. Semakin tinggi SiLPA tahun berkenaan, maka semakin rendah kinerja pengelolaan APBD secara keseluruhan. SiLPA tahun berkenaan (atau sering juga disebut sebagai surplus penerimaan) menunjukkan besarnya dana publik yang tidak tergunakan dalam belanja maupun tidak tergunakan dalam transaksi pembiayaan.
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/131
Gambar 4.5 Tren SiLPA Tahun Berkenaan 2009 – 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
Dana Idle merupakan dana yang tidak atau belum digunakan oleh Pemda. Dana idle yang dapat dipantau oleh Pemerintah Pusat setiap bulannya adalah dana idle Pemda yang disimpan di perbankan. Dana Pemda di perbankan merupakan akumulasi dana Pemda baik yang berupa dana cadangan, investasi, dan dana idle. Pergerakan dana Pemda di perbankan dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 4.6 Trend Dana Pemda di Perbankan 2010 – 2013 (data per Desember)
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
IV/132
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
5. Belum Optimalnya Kualitas Pengelolaan Administratif Untuk menilai optimal atau tidaknya pengelolaan keuangan pemda dapat pula dengan melihat hasil opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Hasil opini BPK terhadap LKPD juga masih menunjukkan kondisi yang kurang menggebirakan. Meskipun daerah yang mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat, namun masih terdapat beberapa daerah yang mendapat opini disclaimer ataupun Tidak Wajar.
Gambar 4.7 Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2008 - 2012
Sumber Data : Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK s.d. Semester I Tahun 2013
Dengan melihat kondisi-kondisi tersebut di atas, upaya perbaikan, percepatan dan pengendalian terhadap belanja daerah perlu dilakukan. Transformasi yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut, antara lain dengan opsi kebijakan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas belanja daerah Peningkatan kualitas belanja daerah dapat ditempuh dengan membuat suatu kebijakan yang dapat mendorong Pemda untuk disiplin dalam merencanakan dan mengimplementasikan hal-hal yang menjadi prioritas di daerahnya. Kebijakan yang diambil ini juga harus mampu mendorong Pemda untuk mengalokasikan belanja daerah secara tepat, seperti misalnya meningkatkan alokasi belanja modal, menggunakan belanja
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/133
pegawai secara proporsional dan sesuai dengan kebutuhan, serta menyelenggarakan pertanggungjawaban
terhadap
penggunaan
belanja
hibah
dan
bansos
secara
transparan. Dalam meningkatkan kualitas belanja daerah, Pemda juga perlu didorong untuk menetapkan APBD tepat waktu, serta mencapai realisasi pendapatan dan belanja sesuai rencana. Dalam hal pertanggungjawaban APBD juga Pemda perlu berupaya untuk meningkatkan opini dari BPK, yaitu dengan memperoleh opini WTP. Dalam meningkatkan kualitas belanja daerah, inisiatif yang dapat diambil yaitu: a. Menyusun pedoman pengelolaan dana transfer. Tujuannya adalah agar proses perencanaan, penganggaran, dan pengalokasian dana transfer lebih mencerminkan prioritas nasional dan kebutuhan daerah serta penggunaan dana transfer oleh daerah yang menjamin tersedianya layanan publik yang lebih berkualitas. b. Mempercepat penyampaian informasi seluruh alokasi dana transfer yang bertujuan agar Pemda dapat menyelesaikan penyusunan anggaran tepat waktu.
2. Harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk pelayanan publik yang efektif dan efisien. Pembagian urusan antara pusat dengan daerah seringkali menimbulkan masalah di daerah terutama dalam hal pendanaan. Pelayanan publik yang selama ini berasal dari pendanaan pusat terkadang tumpang tindih dengan daerah. Hal ini perlu diperbaiki dengan wacana menerapkan sanksi terhadap Kementerian/Lembaga (K/L) dan Daerah yang mendanai kegiatan yang bukan urusannya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisisensi anggaran dan perencanaan penganggaran yang berdasarkan pembagian urusan.
3. Mengembangkan keleluasaan belanja daerah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik dasar. Kuantitas dan kualitas pelayanan publik dasar merupakan salah satu acuan utama dalam tujuan pencapaian pembangunan di daerah. Pemda semestinya terus mengembangkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerahnya dengan pengelolaan belanja daerah yang efisien dan efektif. Anggaran daerah disusun dengan
IV/134
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
berdasarkan pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebagai kriteria utama dan mencerminkan program/kegiatan yang sifatnya jangka panjang. Inisiatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: a. Menentukan indikator layanan publik dasar yang dapat digunakan dalam pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal ini akan akan sangat membantu dalam menentukan besaran Transfer DAK ke daerah yang sudah berdasarkan analisis kebutuhan yang nyata yang harus dikeluarkan oleh Pemda, sehingga pada akhirnya dapat meningkatnya kuantitas dan kualitas layanan publik dasar. b. Menerapkan Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dalam alokasi belanja diperlukan dengan tujuan menjamin kejelasan hubungan antara perencanaan atau prioritas pencapaian sektor dengan anggaran atau resource constraint. c. Pengendalian SiLPA di daerah dengan tujuan mendorong efektifitas penggunaan APBD.
4. Membuat suatu mekanisme penilaian kinerja keuangan daerah yang komprehensif. Kinerja keuangan daerah yang dinilai secara komprehensif diyakini mampu mendongkrak motivasi daerah untuk meningkatkan kualitas APBD. Selama ini kualitas APBD yang dipotret melalui laporan monitoring dan evaluasi yang sebelumnya tidak terkait langsung dengan pemberian insentif atau disinsentif atas dasar capaian kinerja keuangan di daerah. Hal ini dapat diarahkan sebagai masukan bagi pusat maupun daerah untuk perbaikan pelaksanaan kebijakan dan perbaikan kualitas APBD, melalui pemberian insentif atau disinsentif yang terkait dengan kinerja keuangan daerah. Metodologi penilaian yang komprehensif yang dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah meliputi input, output, dan outcome di daerah sehingga dapat mendorong Pemda semakin memperhatikan seluruh aspek keuangan di daerahnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai quality control untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi bagi Pemerintah Pusat di mana daerah akan dikontrol dalam penggunaan belanjanya sehingga memungkinkan penggunaan belanja yang berkualitas. Selain itu, dengan adanya mekanisme penilaian kinerja keuangan daerah yang komprehensif juga akan mendorong daerah dalam menyampaikan data realisasinya lebih cepat, sehingga dapat diperoleh data sekunder pada Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) dengan time lag yang semakin sempit untuk mengetahui informasi realisasi APBD.
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/135
Dengan melihat hal tersebut di atas, dapat diambil langkah-langkah inisiatif dengan menyusun pemeringkatan daerah sebagai bentuk penilaian kinerja keuangan daerah yang terintegrasi dengan mekanisme pemberian insentif dengan tujuan mendorong Pemda untuk meningkatkan kinerja keuangan daerah, kualitas output dan outcome pelayanan publik, sehingga dapat meningkatkan penyediaan pelayanan publik (public service delivery) dan kesejahteraan masyarakat (social welfare).
4.3. Peningkatan Kualitas Aparatur Daerah Sebagai konsekuensi logis dengan pemberian kewenangan yang lebih luas melalui desentralisasi fiskal sesuai prinsip money follows function, Pemerintah Pusat telah mengalokasikan dana transfer ke daerah dalam APBN setiap tahun untuk menjamin bahwa Pemda dapat menjalankan semua fungsinya dengan baik sehingga pelayanan terhadap masyarakat yang lebih baik dapat segera terwujud. Aparat pengelola keuangan daerah memegang peranan penting dalam pengelolaan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan ke APBD, sumber penerimaan terbesar berasal dari transfer ke daerah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 dialokasikan sebesar Rp81 triliun dan berkembang terus hingga mencapai Rp592 triliun pada tahun 2014 atau meningkat hampir 7,5 kali lipat. Besaran anggaran dari APBN tersebut menjadi magnitude yang paling dominan dalam penerimaan APBD, yang apabila dikonsolidasi secara nasional mengalami peningkatan yang signifikan. Total APBD consolidated semula pada tahun 2001 sebesar Rp150 triliun menjadi Rp750 triliun pada tahun 2013. Untuk itu, pemanfaatan belanja dalam APBD yang berkualitas menjadi vital untuk dilakukan perbaikan. Untuk mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah Pusat telah melakukan perbaikan sistem penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang didukung dengan peningkatan kapasitas (capacity building) Sumber Daya Manusia (SDM) Pemda. Penyelenggaraan program capacity building bagi aparatur pengelola keuangan daerah telah dirintis oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak Tahun 1981/1982. Dalam bentuk short course serta pendidikan program master (strata 2) dan program doktoral (Strata 3), program peningkatan kualitas pengelola keuangan daerah dilaksanakan bekerja sama dengan Universitas Birmingham Inggris dengan bantuan pendanaan dari pemerintah Kerajaan Inggris dan dengan peserta yang berasal dari para pengajar di perguruan
IV/136
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
tinggi, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Pusat serta PNS daerah. Sedangkan dalam bentuk kursus atau pelatihan singkat di dalam negeri program dilaksanakan bekerjasama dengan Universitas Indonesia dengan nama Latihan Keuangan Daerah (LKD) bagi pejabat pemegang kebijakan strategis dan Kursus Keuangan Daerah (KKD) bagi pelaksana/staf pengelola keuangan daerah. Program LKD dan KKD diselenggarakan setiap tahun secara rutin. Untuk memperluas jangkauan terhadap peserta dari seluruh Pemda di Indonesia, program ini kemudian dikerjasamakan dengan beberapa Perguruan Tinggi negeri di Indonesia yang berperan sebagai center penyelenggara pelatihan (selanjutnya disebut center). Center penyelenggara berperan melaksanakan pelatihan dari mulai menyediakan sarana dan prasarana pelatihan berupa sarana akomodasi dan tempat belajar sampai dengan menyediakan tenaga pengajar pelatihan. Program LKD dikerjasamakan dengan center Universitas Indonesia (UI) mulai 1981 dan center Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai tahun 1995. Dalam perjalanannya, pada awal era penerapan onotomi daerah yaitu pada tahun 2001 sampai tahun 2003, program ini sempat terhenti karena dinilai lebih tepat dilaksanakan sendiri oleh masing-masing Pemda. Pada tahun 2004 program LKD kembali dilaksanakan karena desakan dari banyak Pemda yang menilai bahwa program ini masih perlu diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat. Namun demikian, sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini program LKD ini kembali dihentikan karena keterbatasan APBN. Program KKD dikerjasamakan dengan center UI sejak tahun 1981, UGM mulai tahun 1991, Universitas Hasanuddin (Unhas) mulai tahun 1994, Universitas Andalas (Unand) mulai tahun 1996, Universitas Brawijaya (Unibraw) mulai tahun 2007, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) mulai tahun 2007, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) mulai tahun 2013. Seperti halnya program LKD, program KKD juga sempat dihentikan ketika era awal otonomi daerah yaitu pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Sampai dengan saat ini program KKD masih dilaksanakan dan dikerjasamakan dengan 7 perguruan tinggi penyelenggara tersebut. Seiring perkembangan kebutuhan akan perbaikian kualitas LKPD, pada tahun 2007 diadakan program pelatihan khusus akuntansi yang diberi nama Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daerah (KKDK). Pada awal terbentuknya, program KKDK dikerjasamakan dengan 6 center penyelenggara, kemudian pada tahun 2009 center STAN bergabung sebagai center penyelenggara KKDK.
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/137
Perjalanan panjang program capacity building dalam bentuk LKD, KKD, dan KKDK tersebut telah menghasilkan banyak lulusan/alumni yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Samapai dengan tahun 2013, ketiga jenis kursus tersebut telah meluluskan sebanyak 12.360 peserta dengan rincian: alumni LKD sebanyak 1.851 orang, alumni KKD sebanyak 6.398 orang dan alumni KKDK sebanyak 4.110 orang. Secara rinci, perkembangan jumlah peserta dari LKD, KKD, KKDK dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Tabel Perkembangan jumlah peserta kegiatan LKD, KKD, dan KKDK No
Tahun
1.
Jumlah Peserta LKD
KKD
KKDK
Jumlah
1981-2006
1.355
2.195
-
3.550
2.
2007
115
420
463
998
3.
2008
119
376
474
2.977
4.
2009
115
484
614
1.213
5.
2010
147
420
634
1.174
6.
2011
-
418
563
981
7.
2012
-
360
528
888
8.
2013
-
1.725
834
2559
Jumlah
1.851
6.398
4.110
12.359
Sumber: DJPK, data diolah
Dengan terus berkembangnya jumlah aparatur Pemda yang memahami dan mempunyai kompetensi dibidang pengelolaan keuangan daerah, diharapkan tatakelola keuangan daerah akan semakin membaik. Peningkatan capacity building dalam bentuk LKD, KKD, dan KKDK bukanlah salah satu faktor penentu dari tercapainya kinerja pengelolaan keuangan yang baik, tapi paling tidak perhatian Pemeritah Pusat c.q. Kemenkeu terhadap peningkatan kualitas SDM di Pemda-Pemda sudah menunjukkan hasil positif. Studi terkini berjudul “Studi Efektivitas dan Dampak (impact assesment) Kursus Keuangan Daerah (KKD) dan Kursus Keuangan Khusus Penatausahaan dan Akuntansi Keuangan Daerh (KKDK) yang didukung oleh GIZ-Germany dibantu oleh para peneliti yang memiliki expertise di bidang capacity building yaitu Prof. DR. Bambang Juanda, Dr. Kodrat Wibowo, dan Lenard Milich (2013) menyimpulkan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut
IV/138
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
berkorelasi positif dengan perkembangan kualitas pengelolaan keuangan Pemda yang diindikasikan dengan semakin baiknya opini yang diberikan oleh BPK atas LKPD, telah mampu meningkatkan keterampilan manajemen keuangan publik, penganggaran yang lebih baik, serta pemahaman atas prosedur dan laporan akuntansi keuagan daerah dari aparat Pemda yang mengikuti pelatihan. Selain itu, Inspektorat Kemenkeu juga memberikan penilaian positif atas terselenggaranya kegiatan KKD dan KKDK. Dalam laporan hasil audit kinerja atas kegiatan KKD-KKDK TA 2012 menyebutkan bahwa pelaksanaan kegiatan KKD dan KKDk sudah cukup efektif dan perlu untuk terus ditingkatkan target peserta dengan memprioritaskan daerah-daerah yang masih mendapat opini “tidak memberikan pendapat (TMP)” dan “tidak wajar (TW)” dari BPK atas LKPD-nya. Berbagai isu terkait pengelolaan keuangan daerah seperti rendahnya kualitas pengelolaan keuangan daerah, keterlambatan penetapan APBD, LKPD yang didominasi oleh opini WDP, TW dan TMP merupakan sebagian permasalahan klasik yang terus membayangi akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Isu-isu nasional tersebut mendorong perubahan mendasar atas pelaksanaan kegiatan penguatan capacity building ini yang tertuang dalam “Cetak Biru: Transformasi Capacity Building Pengelola Keuangan Daerah 2014 – 2025” yang merupakan bagian dari “Cetak Biru Transformasi Kelembagaan DJPK” yang secara resmi sudah di-launching oleh Menkeu pada 11 Maret 2014. Dalam cetak biru tersebut ditargetkan bahwa paling kurang 5 orang pejabat pengelola keuangan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di seluruh Indonesia (diperkirakan sekitar 82.000 orang) yang
terdiri dari bendahara, pejabat pengelola
keuangan/PPK, pejabat pelaksana teknis kegiatan/PPTK, Kuasa Pengguna Anggaran/KPA dan Pengguna Anggaran/PA) mendapatkan pelatihan dan bimbingan teknis dalam bidang pengelolaan keuangan dan akuntansi keuangan daerah. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi akselerasi perbaikan kinerja pengelolaan keuangan secara menyeluruh, tidak hanya peningkatan kualitas LKPD tetapi juga kualitas pelayanan masyarakat yang berujung pada segera tercapainya kesejahteraan masyarakat seperti yang dicita-citakan oleh sistem pemerintahan yang terdesentralisasi ini. Kebutuhan dana untuk melaksanakan transformasi capacity building tersebut cukup besar yang diestimasi sekitar Rp534 milyar dalam kurun waktu minimal 2 (dua) tahun dan tentunya tidak hanya mengandalkan sumber pendanaan APBN, namun perlu cost sharing dari APBD sebagai wujud sharing burden and ownership karena rasa memiliki dan yang memanfaatkan hasil dari capacity building adalah kembali lagi kepada Pemda dan Dewan
Kebijakan HKPD dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
IV/139
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Beberapa strategi sebagai langkah antasipasi telah dipersiapkan diantaranya adalah dengan menjalin kerjasama dengan lembaga donor internasional seperti Australia - Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) dan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ)-Germany. Disamping itu, peran dan komitmen Pemda sangat diharapkan dalam melaksanakan transformasi capacity building ini karena penerima manfaat terbesar adalah Pemda. Oleh karena itu, Pemda akan diajak serta mensukseskan Cetak Biru dalam bidang peningkatan kapasitas SDM ini. Strategi jangka pendek untuk keterlibatan Pemda adalah dengan mengubah skema cost sharing yang selama ini dilaksanakan, yaitu Pemda hanya menanggung biaya transportasi (perjalanan dinas minus akomodasi dan konsumsi) peserta. Diharapkan Pemda secara bertahap dapat meningkatkan porsi cost sharing yaitu dengan menanggung semua biaya perjalanan dinas peserta yang dikirim (termasuk akomodasi dan konsumsi). Strategi lainnya bagi daerah-daerah yang mempunyai kapasitas tinggi akan didorong untuk melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas SDM-nya dalam bidang pengelolaan keuangan secara mandiri, dalam arti pemda membiaya seluruh kegiatan capacity building tersebut dan DJPK akan memafasilitasi kegiatan tersebut dalam hal penyediaan kurikulum, modul, dan pengajar yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pelatihan. Peningkatan kualitas SDM bidang pengelolaan keuangan yang serentak dan massif diharapkan dapat menimbulkan efek yang signifikan terhadap peningkatan performa pengelolaan keuangan daerah yang lebih transparan dan akuntabel dan alokasi belanja yang responsif terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat, sehingga pemberian pelayanan kepada masyarakat dapat memenuhi SPM dan bahkan Standar Pelayanan Nasional (SPN), serta pembangunan daerah dapat mendorong pertumbuhan perekonomian yang mampu menciptakan banyak lapangan pekerjaan, menekan tingkat pengangguran dan mempercepat pengurangan kemiskinan.
IV/140
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Bab V Penutup
Dengan kebijakan desentralisasi fiskal sesuai prinsip money follows function, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana transfer ke daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun kepada daerah. Dana transfer ke daerah merupakan salah satu sumber pendapatan bagi daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Namun demikian, pada kenyataannya dana transfer tersebut lebih banyak tersedot untuk belanja pegawai, sehingga anggaran untuk membiayai pembangunan daerah sangat minim. Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dengan ketersediaan dana yang dimiliki oleh masing-masing pemda. Dapat dikatakan hampir semua penyelenggaraan pelayanan publik mengalami keterbatasan anggaran yang menyebabkan tidak optimalnya pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Untuk menambah sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka daerah diberikan kewenangan yang lebih besar di bidang perpajakan dan retribusi daerah (local taxing empowerment). Dengan kebijakan tersebut diharapkan daerah dapat menyediakan anggaran yang lebih untuk memenuhi kebutuhan dana dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Namun demikian, Pemda juga harus bijak dalam membelanjakan uangnya dengan memprioritaskan untuk belanja publik sesuai dengan apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakatnya. Belanja publik tersebut harus harmonis antara pusat dan daerah agar penyelenggaraan pelayanan publik menjadi efektif dan efisien. Jangan sampai terjadi pendanaan ganda untuk jenis pelayanan publik yang sama, baik yang dibiayai melalui pendanaan dari Kementerian dan Lembaga (K/L) ataupun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
Penutup
V/141
Tidak dapat dipungkiri salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan SDM yang unggul dan produktif, maka tujuan pembangunan daerah akan berhasil dicapai secara efektif dan efisien. Namun demikian, tidak mudah untuk menemukan SDM yang unggul dan produktif dalam mengelola keuangan daerah terutama untuk daerah-daerah pemekaran. Dalam rangka untuk memenuhi SDM tersebut, sudah disusun rencana Kursus Keuangan Daerah (KKD) dan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daerah (KKDK). Dengan terus berkembangnya jumlah aparatur pemerintah daerah yang memahami dan mempunyai kompetensi dibidang pengelolaan keuangan daerah, diharapkan tata kelola keuangan daerah akan semakin membaik. Harapan ke depan dengan aparatur pemda yang kompeten dalam pengelolaan keuangan daerah akan menjamin bahwa pemda dapat menjalankan semua fungsinya dengan baik sehingga pelayanan terhadap masyarakat yang lebih baik dapat segera terwujud.
V/142
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
DAFTAR PUSTAKA
Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 20142025, Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Maret 2014 Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014: Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan, Kementerian Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional, April 2013 Buku Pelengkap Buku Pegangan 2013: Affirmative Policy Dalam Percepatan Pembangunan Daerah
Untuk
Peningkatan
Kesejahteraan
Rakyat
Direktorat,
Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, April 2013 Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2014 Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014. PMK Nomor 8/PMK.07/2014 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Insentif Tahun Anggaran 2014 PMK Nomor 145/PMK.07/2013 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer PMK Nomor 180/PMK.07/2013 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2014 PMK Nomor 202/PMK.07/2013 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Tahun Anggaran 2014 PMK Nomor 183 /PMK.07/2013 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah
Daftar Pustaka
143
PMK Nomor 125/PMK.07/2013 tentang Batas Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2014. PMK Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok PMK Nomor 74 Tahun 2013 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran 2014 PMK Nomor 103/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Dana Keistimewaan DIY PMK Nomor 81/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP Nomor 65 Tahun 2010 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dan Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (SEKDA), Bank Indonesia. Modul Pengelolaan Keuangan Negara, Badan Pendidikan dan Pelatiahan Keuangan, Kementerian Keuangan, 2011 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
144
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2013. UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012. UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012.
Daftar Pustaka
145
146
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
147
149.576.889
11.755.540.626
22 Kab. Bener Meriah
3.259.730.752
14.075.988.409
54.901.901.210
20 Kab. Gayo Lues
21 Kab. Aceh Tamiang
149.576.889
12.448.928.944
19 Kab. Aceh Barat Daya
149.576.889
340.142.427
149.576.889
149.576.889
15.527.927.076
12.446.790.381
17 Kab. Nagan Raya
149.576.889
149.576.889
149.576.889
18 Kab. Aceh Jaya
16.813.436.039
38.726.333.609
15 Kota Langsa
28.251.445.700
13.199.983.641
13 Kota Banda Aceh
14 Kota Sabang
16 Kota Lhokseumawe
149.576.889
11.377.662.001
12 Kab. Simeulue
292.501.043
13.634.836.679
11 Kab. Pidie
149.576.889
149.576.889
22.777.823.215
195.481.411.358
Kab. Aceh Utara
9
149.576.889
149.576.889
532.779.330
149.576.889
149.576.889
451.996.113
149.576.889
3.290.691.560
DBH CHT **)
10 Kab. Bireun
11.076.917.446
50.415.254.140
Kab. Aceh Tenggara
Kab. Aceh Timur
7
14.683.296.457
13.940.076.125
15.408.140.010
16.371.519.195
12.848.672.515
197.662.588.079
DBH PAJAK *)
8
Kab. Aceh Singkil
Kab. Aceh Tengah
Kab. Aceh Selatan
4
5
Kab. Aceh Besar
3
6
Provinsi Aceh
Kab. Aceh Barat
1
Nama Daerah
2
No
7.755.831.093
38.845.515.089
8.976.720.693
8.969.528.856
8.014.076.173
10.850.501.307
7.755.831.093
7.928.540.842
7.800.405.770
7.755.831.093
7.755.831.093
9.517.436.839
7.893.584.391
122.708.309.422
7.922.930.428
8.279.587.893
10.869.486.251
8.153.572.688
8.938.129.853
9.006.445.398
13.566.419.511
924.563.573.779
DBH SDA**)
410.897.128.000
467.034.124.000
403.096.648.000
406.138.315.000
382.101.138.000
500.941.291.000
469.956.588.000
419.767.005.000
324.038.882.000
610.554.730.000
378.859.516.000
746.937.953.000
770.780.301.000
755.061.139.000
703.898.153.000
520.394.600.000
564.691.527.000
380.851.529.000
582.668.161.000
673.776.666.000
550.414.472.000
1.201.612.787.000
DAU
46.127.280.000
46.182.210.000
40.619.070.000
49.904.630.000
42.908.680.000
56.245.710.000
33.752.780.000
32.355.330.000
31.401.610.000
38.833.120.000
55.142.390.000
65.717.570.000
61.083.950.000
70.250.520.000
72.135.820.000
46.192.990.000
48.446.100.000
41.169.750.000
49.874.560.000
58.845.450.000
54.522.690.000
72.953.790.000
DAK
14.198.010.000
-
11.266.420.000
17.536.340.000
12.104.410.000
18.313.580.000
-
-
-
-
11.885.080.000
-
-
-
19.550.500.000
-
-
10.478.890.000
13.359.280.000
18.322.880.000
16.899.380.000
-
DAK TAMBAHAN
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6.824.386.514.000
OTSUS
2.894.250.000
1.859.120.000
2.022.570.000
-
2.738.750.000
2.292.750.000
1.601.000.000
-
885.000.000
-
3.299.250.000
1.988.000.000
2.714.250.000
-
4.454.750.000
2.033.250.000
2.962.500.000
2.533.500.000
4.173.500.000
-
3.744.000.000
279.000.000
TAMSIL**)
Lampiran ALOKASI DANA TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
-
38.454.629.000
62.527.203.000
31.120.072.000
56.857.128.000
16.530.702.000
47.564.907.000
66.547.971.000
70.820.311.000
19.791.254.000
114.931.514.000
32.493.550.000
119.383.507.000
128.788.545.000
133.473.876.000
69.310.910.000
42.505.965.000
61.529.072.000
29.087.676.000
75.728.981.000
103.820.408.000
70.549.565.000
TJ. PROF
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
-
-
3.000.000.000
24.281.447.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
463.066.040.000
BOS
532.422.811.146
671.499.650.188
514.437.219.854
552.004.447.689
476.994.123.443
654.886.243.272
618.490.080.591
547.834.199.770
400.266.712.300
824.757.664.682
500.962.855.983
957.471.804.561
994.188.030.495
1.277.124.832.669
927.837.894.457
630.632.887.228
703.714.761.038
486.364.570.702
750.300.328.752
883.595.364.706
722.694.775.915
9.687.814.984.418
JUMLAH TOTAL 2014
148
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
175.540.897
310.145.782
27.065.948.676
9.638.953.288
32 Kab. Mandailing Natal
33 Kab. Nias
175.540.897
175.540.897
18.074.230.034
14.056.714.980
15.576.058.784
16.189.970.706
41.165.069.891
45 Kota Padang Sidimpuan
46 Kab. Pakpak Bharat
47 Kab. Nias Selatan
Kab. Humbang 48 Hasundutan
49 Kab. Serdang Bedagai
11.899.160.365
13.925.038.976
43 Kota Tanjung Balai
44 Kota Tebing Tinggi
21.998.750.938
15.271.824.923
41 Kota Pematang Siantar
42 Kota Sibolga
23.463.347.819
215.848.707.673
39 Kota Binjai
17.027.651.600
15.060.164.363
37 Kab. Tapanuli Utara
38 Kab. Toba Samosir
40 Kota Medan
175.549.057
18.380.566.777
36 Kab. Tapanuli Tengah
175.540.897
516.002.397
175.540.897
175.540.897
175.540.897
175.540.897
175.540.897
175.540.897
3.863.418.573
650.452.217
461.370.585
175.540.897
175.540.897
56.686.549.436
28.293.207.581
34 Kab. Simalungun
35 Kab. Tapanuli Selatan
190.926.663
713.082.818
40.448.196.093
987.407.464
110.724.922.904
15.764.717.007
29 Kab. Tanah Karo
829.072.997
30 Kab. Labuhan Batu
54.771.883.437
28 Kab. Deli Serdang
547.725.330
175.540.897
5.617.308.688
258.323.528
149.576.889
DBH CHT **)
31 Kab. Langkat
56.348.591.693
17.794.646.878
26 Kab. Asahan
442.142.894.933
25 Provinsi Sumatera Utara
27 Kab. Dairi
10.856.378.927
10.844.813.908
DBH PAJAK *)
23 Kota Subulussalam
Nama Daerah
24 Kab. Pidie Jaya
No
1.950.348.973
5.017.393.642
20.662.680.154
5.012.331.432
3.429.420.973
1.950.348.973
1.950.348.973
1.950.348.973
1.950.348.973
1.950.348.973
2.638.201.973
2.187.921.026
5.347.537.730
2.657.024.173
19.880.515.315
14.201.649.269
1.950.348.973
9.013.978.080
9.448.165.973
1.999.254.009
2.061.540.678
2.049.882.973
3.295.192.171
1.950.348.973
28.023.150.093
7.791.608.373
8.018.663.916
DBH SDA**)
698.412.747.000
487.059.684.000
455.533.985.000
313.591.345.000
470.353.368.000
385.030.433.000
387.259.055.000
371.812.825.000
519.435.661.000
1.393.504.580.000
526.069.678.000
495.377.257.000
596.841.256.000
541.491.907.000
573.244.182.000
1.077.985.764.000
347.698.829.000
692.133.576.000
1.039.650.946.000
561.476.208.000
686.834.562.000
1.363.811.250.000
532.723.259.000
795.350.930.000
1.349.132.276.000
391.789.535.000
278.513.125.000
DAU
69.564.970.000
56.959.620.000
79.400.610.000
48.322.960.000
38.329.260.000
36.231.720.000
34.027.320.000
33.880.280.000
32.662.570.000
74.109.590.000
31.534.230.000
67.784.130.000
48.316.860.000
61.641.680.000
63.547.730.000
78.063.890.000
58.041.360.000
59.875.530.000
67.162.550.000
40.224.710.000
56.292.580.000
104.687.700.000
48.992.230.000
67.954.340.000
79.637.850.000
43.708.390.000
27.329.480.000
DAK
-
-
15.734.580.000
13.861.990.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14.048.160.000
-
-
14.050.900.000
-
-
-
-
-
-
-
-
11.992.600.000
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
883.500.000
1.053.750.000
4.192.500.000
2.292.450.000
1.223.750.000
150.000.000
373.170.000
1.354.500.000
182.620.000
6.139.500.000
543.500.000
751.250.000
3.629.190.000
3.874.250.000
3.448.250.000
-
1.260.000.000
6.165.120.000
10.182.000.000
1.283.750.000
4.114.000.000
4.830.370.000
3.021.000.000
2.063.740.000
368.250.000
1.319.500.000
2.676.000.000
TAMSIL**)
130.615.053.000
80.090.754.000
51.531.010.000
52.594.560.000
78.051.046.000
68.482.763.000
46.579.070.000
51.142.901.000
143.508.797.000
358.604.640.000
104.068.432.000
118.706.054.000
103.243.662.000
73.140.347.000
51.332.350.000
220.763.020.000
8.710.611.000
95.305.323.000
216.095.619.000
78.911.341.000
111.329.290.000
307.279.981.000
78.460.689.000
151.185.859.000
-
68.339.926.000
15.992.673.000
TJ. PROF
-
3.000.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.540.512.940.000
BOS
942.767.229.761
649.887.174.745
642.806.964.835
449.907.892.309
609.636.615.904
505.945.844.846
482.263.665.235
475.588.220.793
723.602.166.484
2.050.807.818.863
688.492.930.689
700.042.325.446
774.867.527.915
715.409.475.847
739.921.775.793
1.448.011.018.487
441.526.543.158
889.750.402.419
1.453.977.286.695
724.518.999.999
877.384.097.149
1.838.260.140.407
684.834.742.379
1.075.029.350.563
3.445.434.669.714
536.044.696.809
346.535.897.732
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
149
170.583.334
402.490.666
11.850.379.605
10.885.538.466
62 Kab. Kepulauan Mentawai
63 Kab. Padang Pariaman
170.583.334
170.583.334
170.583.334
12.401.111.476
9.756.711.885
60.190.685.027
9.902.308.985
10.786.614.850
10.247.604.444
13.009.860.756
69 Kota Bukit Tinggi
70 Kota Padang Panjang
71 Kota Padang
72 Kota Payakumbuh
73 Kota Sawahlunto
74 Kota Solok
75 Kota Pariaman
20.006.472.372
460.780.479
470.536.217
14.014.070.044
12.601.847.347
67 Kab. Solok
68 Kab. Tanah Datar
76 Kab. Pasaman Barat
170.583.334
13.864.445.866
66 Kab. Sijunjung
170.583.334
170.583.334
170.583.334
435.068.474
459.934.189
170.583.334
12.923.276.467
19.193.364.073
64 Kab. Pasaman
65 Kab. Pesisir Selatan
170.583.334
405.897.597
2.482.792.394
13.946.032.740
16.155.914.759
60 Kab. Limapuluh Kota
3.070.500.010
61 Kab. Agam
10.413.850.406
127.273.572.578
58 Kota Gunungsitoli
59 Provinsi Sumatera Barat
175.540.897
175.540.897
175.540.897
9.484.875.923
175.540.897
175.540.897
175.540.897
175.540.897
175.540.897
175.540.897
DBH CHT **)
8.357.336.380
56 Kab. Nias Utara
57 Kab. Nias Barat
26.680.989.536
29.860.809.945
24.899.572.922
Kab. Labuhan Batu 53 Selatan
54 Kab. Padang Lawas Utara
31.769.058.307
52 Kab. Labuhan Batu Utara
55 Kab. Padang Lawas
11.982.916.406
24.296.013.059
DBH PAJAK *)
50 Kab. Samosir
Nama Daerah
51 Kab. Batubara
No
3.949.894.050
2.630.638.000
2.630.638.000
14.555.470.962
2.630.638.000
2.633.936.176
2.630.638.000
2.630.638.000
2.688.012.092
6.008.613.982
17.070.405.891
3.535.971.042
4.020.694.962
2.630.638.000
7.777.864.209
2.707.493.677
2.864.844.690
21.079.232.656
1.950.348.973
1.950.348.973
1.950.348.973
8.061.453.730
5.123.644.973
2.424.918.762
2.946.468.013
1.950.348.973
6.335.548.993
DBH SDA**)
580.406.954.000
386.256.228.000
354.372.862.000
336.999.766.000
412.929.814.000
1.060.917.648.000
341.743.153.000
404.285.567.000
650.563.368.000
651.730.691.000
498.591.200.000
753.984.939.000
542.067.878.000
683.752.765.000
531.389.939.000
739.359.873.000
700.183.206.000
1.129.886.306.000
383.524.614.000
279.674.672.000
355.354.627.000
408.043.834.000
418.726.923.000
450.151.264.000
503.053.678.000
591.720.062.000
441.619.455.000
DAU
62.395.550.000
38.438.430.000
32.287.100.000
31.072.890.000
32.503.170.000
76.349.870.000
31.839.720.000
33.148.850.000
60.905.780.000
73.179.100.000
57.928.460.000
85.835.990.000
50.669.030.000
82.277.990.000
80.277.160.000
73.233.820.000
59.929.540.000
54.108.200.000
32.231.500.000
41.663.010.000
59.275.900.000
34.723.910.000
36.461.510.000
52.260.820.000
46.487.070.000
51.819.020.000
46.700.960.000
DAK
16.556.680.000
-
-
-
-
-
-
-
-
17.660.780.000
15.098.800.000
21.729.630.000
-
25.931.260.000
23.103.860.000
-
-
-
-
7.721.680.000
14.675.230.000
-
-
-
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.140.750.000
1.684.000.000
684.000.000
411.000.000
748.750.000
-
405.220.000
802.000.000
888.000.000
-
2.659.750.000
4.297.750.000
1.500.750.000
3.239.750.000
-
1.415.750.000
3.448.270.000
584.250.000
2.393.940.000
738.000.000
1.430.750.000
1.876.870.000
2.109.940.000
-
1.690.250.000
1.969.250.000
1.372.850.000
TAMSIL**)
91.473.215.000
92.560.378.000
39.090.893.000
34.375.227.000
59.267.994.000
323.050.825.000
29.781.365.000
60.821.658.000
135.457.968.000
134.533.707.000
61.847.305.000
138.110.462.000
97.604.144.000
153.638.200.000
3.856.074.000
169.488.753.000
133.392.591.000
-
44.984.409.000
23.772.766.000
18.381.605.000
38.028.900.000
33.820.182.000
45.082.567.000
64.810.124.000
82.017.037.000
51.278.607.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
-
-
-
-
-
3.000.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
552.263.610.000
BOS
777.100.098.756
534.750.118.090
442.483.680.778
428.636.037.286
518.442.609.174
1.523.313.547.537
416.327.391.219
514.260.407.810
866.575.511.656
897.587.742.505
667.230.950.091
1.026.858.689.449
709.188.264.095
962.526.724.800
658.425.860.148
1.002.767.502.033
916.247.276.824
1.891.265.671.244
475.674.203.276
364.053.354.250
460.728.877.793
520.771.318.572
523.098.730.406
574.994.683.581
650.932.189.217
753.947.271.929
559.465.878.296
JUMLAH TOTAL 2014
150
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
-
557.486.112.441
363.514.211.686
54.333.243.011
79 Provinsi Riau
80 Kab. Bengkalis
81 Kab. Indragiri Hilir
170.583.334
246.929.308
48.197.914.185
128.926.063.613
69.505.441.244
190.229.820.788
90 Kota Pekanbaru
91 Kab. Kepulauan Meranti
92 Provinsi Kepulauan Riau
62.871.715.021
184.446.680.975
107.068.695.001
38.147.858.222
12.979.763.644
99 Kab. Kepulauan Anambas
100 Provinsi Jambi
101 Kab. Batanghari
102 Kab. Bungo
103 Kab. Kerinci
33.289.112.462
29.014.610.898
97 Kota Tanjung Pinang
98 Kab. Lingga
48.971.768.314
130.246.839.217
95 Kab. Karimun
96 Kota Batam
38.403.529.750
1.481.575.851
262.016.825.100
88 Kab. Siak
89 Kota Dumai
136.850.067.205
-
88.236.773.399
93 Kab. Bintan
-
189.202.172.357
86 Kab. Rokan Hilir
87 Kab. Rokan Hulu
94 Kab. Natuna
-
37.540.204.474
128.604.845.156
84 Kab. Kuantan Singingi
85 Kab. Pelalawan
-
1.830.348.062
179.651.372
179.651.372
1.796.513.719
246.929.308
246.929.308
246.929.308
1.975.434.468
246.929.308
246.929.308
-
-
-
-
-
97.292.066.255
155.173.911.922
82 Kab. Indragiri Hulu
83 Kab. Kampar
-
170.583.334
19.032.104.960
DBH CHT **)
15.947.245.399
DBH PAJAK *)
77 Kab. Dharmasraya
Nama Daerah
78 Kab. Solok Selatan
No
73.094.174.222
104.719.744.141
89.137.402.401
367.789.327.357
464.182.156.057
267.558.953.713
260.349.861.404
254.405.955.057
275.583.872.945
643.990.326.057
267.041.327.558
834.123.294.128
479.509.080.001
424.371.075.875
433.133.766.811
1.204.443.889.186
437.897.579.698
1.168.594.280.241
461.923.697.803
432.017.591.392
998.208.404.912
459.114.766.509
474.579.671.164
2.443.775.986.217
2.333.990.780.646
18.033.455.520
14.835.759.335
DBH SDA**)
545.365.585.000
579.600.648.000
527.233.482.000
948.337.712.000
215.651.064.000
316.390.446.000
360.587.451.000
559.103.958.000
324.170.518.000
187.950.770.000
304.974.241.000
698.009.318.000
371.269.172.000
809.987.156.000
359.840.493.000
276.181.935.000
571.522.210.000
413.982.787.000
536.384.455.000
618.821.044.000
742.583.673.000
631.168.431.000
847.860.750.000
85.777.928.000
820.984.584.000
406.540.345.000
450.393.254.000
DAU
50.485.980.000
61.138.860.000
28.209.030.000
49.355.510.000
49.505.910.000
15.395.600.000
-
56.687.430.000
9.306.480.000
60.158.970.000
17.294.000.000
41.678.090.000
1.944.790.000
45.643.430.000
-
14.097.620.000
10.582.320.000
39.592.190.000
13.974.540.000
12.166.190.000
48.755.370.000
11.923.740.000
66.555.430.000
35.738.130.000
43.737.510.000
53.570.450.000
58.360.940.000
DAK
-
-
-
-
12.197.610.000
-
-
-
-
15.678.330.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
18.893.830.000
12.519.690.000
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.410.000.000
2.963.250.000
-
1.071.750.000
3.405.500.000
763.500.000
1.667.000.000
1.733.000.000
1.936.750.000
1.647.200.000
57.000.000
1.722.670.000
672.810.000
-
2.912.000.000
5.762.250.000
1.282.830.000
2.899.250.000
1.890.750.000
2.342.800.000
4.479.000.000
4.878.500.000
6.000.000.000
289.500.000
2.231.550.000
2.302.000.000
TAMSIL**)
80.929.209.000
84.638.399.000
66.568.543.000
-
7.838.096.000
30.606.660.000
54.085.728.000
56.315.085.000
60.434.081.000
68.306.798.000
46.386.190.000
-
38.320.819.000
193.809.735.000
69.830.199.000
65.495.514.000
69.740.050.000
42.401.009.000
50.720.832.000
91.513.208.000
144.645.939.000
116.921.553.000
84.047.943.000
94.996.073.000
-
49.400.193.000
50.979.259.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
19.650.584.000
-
-
-
23.762.476.000
23.444.300.000
-
3.000.000.000
3.000.000.000
-
-
-
22.587.378.000
DID -
-
-
-
341.454.970.000
-
-
-
-
-
-
-
174.662.360.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
648.146.530.000
BOS
764.685.059.928
869.835.160.735
824.360.053.774
1.912.831.298.051
813.565.230.386
662.618.699.919
709.322.582.174
1.084.164.177.742
743.890.949.567
1.115.118.940.570
678.993.417.616
1.943.241.458.767
962.271.972.245
1.603.410.270.488
911.002.372.996
1.847.735.161.286
1.183.741.183.097
1.855.055.268.598
1.194.507.619.959
1.193.948.987.866
2.091.710.098.834
1.320.899.556.764
1.532.255.537.175
3.029.802.328.903
4.404.635.017.087
564.787.652.253
608.593.590.629
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
151
21.811.091.276
Kab. Ogan Komering 125 Ulu Timur
60.421.943.734
65.954.117.043
Kab. Penukal Abab 128 Lematang Ilir
129 Kab. Musi Rawas Utara
20.766.240.576
127 Kab. Empat Lawang
17.824.902.416
52.393.907.754
124 Kab. Ogan Ilir
Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
116.813.387.924
123 Kab. Banyuasin
126
19.838.579.190
50.244.284.757
121 Kota Lubuk Linggau
17.178.947.233
120 Kota Pagar Alam
122 Kota Prabumulih
111.925.854.935
119 Kota Palembang
122.703.941
51.652.631.753
59.096.283.398
117 Kab. Ogan Komering Ilir
118 Kab. Ogan Komering Ulu
86.235.419
101.443.648.952
302.767.237.690
115 Kab. Musi Rawas
116 Kab. Muara Enim
190.167.909
39.350.606
36.468.522
122.703.941
1.772.959.645
415.192.886
122.703.941
122.703.941
122.703.941
176.457.490
226.511.401
122.703.941
122.703.941
83.353.335
122.703.941
85.986.752.329
433.775.575.445
113 Kab. Lahat
114 Kab. Musi Banyuasin
1.717.855.175
212.443.736
179.651.372
496.197.186.415
8.696.656.042
112 Provinsi Sumatera Selatan
111 Kota Sungai Penuh
179.651.372
52.857.424.927
51.619.158.677
109 Kab. Tebo
110 Kota Jambi
179.651.372
75.703.741.675
108 Kab. Tanjung Jabung Timur
179.651.372
179.651.372
58.813.756.125
84.656.696.629
106 Kab. Sarolangun
107 Kab. Tanjung Jabung Barat
711.862.573
179.651.372
41.678.113.308
DBH CHT **)
76.917.141.949
DBH PAJAK *)
104 Kab. Merangin
Nama Daerah
105 Kab. Muaro Jambi
No
187.667.276.162
138.751.764.912
215.887.676.408
215.446.145.528
222.151.771.817
229.209.139.728
275.088.537.663
226.762.184.568
214.132.452.728
214.157.943.078
214.132.452.728
262.472.508.922
224.683.142.205
506.089.451.114
277.037.854.122
2.065.852.483.984
384.409.081.297
1.509.844.091.441
73.094.174.222
81.807.160.159
98.818.679.930
270.181.689.087
416.052.527.765
112.855.981.044
98.156.689.109
79.083.592.319
DBH SDA**)
284.408.593.000
110.386.837.000
360.871.981.000
512.126.270.000
680.713.525.000
561.376.933.000
824.218.824.000
383.313.715.000
414.757.867.000
354.727.429.000
1.203.662.453.000
568.771.201.000
931.158.869.000
593.564.398.000
420.562.346.000
411.869.675.000
615.240.306.000
985.542.760.000
365.298.130.000
678.620.172.000
509.396.969.000
455.996.416.000
429.955.329.000
521.591.109.000
565.256.883.000
633.657.922.000
DAU
-
-
49.150.990.000
50.150.370.000
67.063.390.000
59.065.270.000
96.004.590.000
32.536.350.000
44.038.200.000
36.716.820.000
66.056.370.000
9.266.190.000
72.322.110.000
59.604.080.000
68.285.030.000
24.077.660.000
60.680.800.000
62.754.900.000
27.039.360.000
50.248.330.000
50.680.030.000
16.298.880.000
1.802.400.000
47.315.940.000
48.929.950.000
49.331.620.000
DAK
-
-
13.727.680.000
10.440.230.000
-
15.065.790.000
16.263.440.000
-
-
-
-
-
16.548.650.000
-
14.546.250.000
-
22.151.320.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.587.000.000
1.320.000.000
2.417.750.000
4.454.500.000
3.772.250.000
7.378.500.000
5.151.750.000
1.096.810.000
-
1.372.500.000
5.291.160.000
729.250.000
4.634.500.000
2.742.000.000
3.981.000.000
5.143.940.000
2.493.450.000
534.000.000
608.250.000
-
1.579.250.000
669.870.000
10.355.750.000
1.945.750.000
2.218.500.000
16.828.500.000
TAMSIL**)
12.172.972.000
15.385.300.000
42.544.653.000
31.377.330.000
124.205.637.000
68.802.634.000
110.263.617.000
39.798.567.000
56.220.033.000
38.539.329.000
397.852.996.000
61.884.716.000
99.674.758.000
106.743.478.000
45.557.104.000
75.279.860.000
106.615.200.000
-
62.151.663.000
146.714.108.000
69.423.650.000
63.519.498.000
55.172.950.000
56.868.022.000
79.804.461.000
91.307.722.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
3.000.000.000
-
3.000.000.000
-
2.000.000.000
-
22.858.970.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
805.514.020.000
BOS
546.297.135.502
331.834.487.477
705.489.674.925
843.592.707.589
1.123.132.857.979
993.414.878.423
1.446.926.850.528
733.874.615.266
751.163.589.408
662.919.479.712
2.021.902.960.604
962.342.853.261
1.400.797.364.899
1.571.596.880.223
931.496.586.409
3.016.121.898.370
1.277.767.077.535
3.862.104.813.031
537.100.677.000
1.009.188.580.208
782.935.655.229
882.549.746.134
998.175.304.766
799.570.209.541
874.463.276.430
912.599.332.200
JUMLAH TOTAL 2014
152
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
-
48.166.071.191
18.961.849.678
32.686.902.455
154 Kab. Lampung Timur
155 Kab. Tanggamus
156 Kab. Tulang Bawang
43.249.238.554
22.764.837.864
152 Kab. Lampung Tengah
153 Kab. Lampung Utara
282.861.683
574.005.220
2.310.839.558
944.474.354
750.163.030
766.941.890
466.264.088
11.119.845.729
22.026.418.896
150 Kab. Lampung Barat
151 Kab. Lampung Selatan
3.909.120.515
-
-
135.650.777.115
9.660.516.982
149 Provinsi Lampung
148 Kab. Bengkulu Tengah
-
12.270.084.836
10.983.205.606
146 Kab. Lebong
-
13.119.680.755
18.035.127.820
144 Kab. Seluma
145 Kab. Mukomuko
147 Kab. Kepahiang
-
12.014.201.222
143 Kab. Kaur
-
11.493.039.480
20.896.336.676
141 Kab. Rejang Lebong
-
-
-
-
-
-
-
142 Kota Bengkulu
10.358.937.367
17.703.406.210
139 Kab. Bengkulu Selatan
140 Kab. Bengkulu Utara
23.624.617.710
45.565.620.847
137 Kab. Belitung Timur
138 Provinsi Bengkulu
17.273.780.852
19.883.237.401
135 Kab. Bangka Tengah
136 Kab. Bangka Barat
23.485.042.814
17.346.416.665
133 Kota Pangkal Pinang
134 Kab. Bangka Selatan
-
19.269.186.138
132 Kab. Belitung
-
49.381.644.011
DBH CHT **)
19.226.996.298
DBH PAJAK *)
130 Provinsi Bangka Belitung
Nama Daerah
131 Kab. Bangka
No
25.227.439.306
30.880.307.687
97.872.311.266
24.540.941.578
24.578.606.173
24.604.525.288
12.358.416.232
165.863.686.685
58.477.024.220
12.875.165.411
13.185.572.963
13.617.389.411
15.750.313.628
14.163.306.083
12.875.165.411
12.914.956.663
69.988.596.137
13.267.585.220
58.150.228.526
46.222.864.801
65.426.914.273
38.455.111.435
45.574.597.153
31.908.558.049
43.009.494.497
105.363.943.521
116.534.311.392
DBH SDA**)
533.313.684.000
669.512.156.000
940.041.243.000
838.661.589.000
1.177.513.282.000
847.657.151.000
388.754.357.000
1.136.053.041.000
379.669.582.000
402.021.565.000
373.700.225.000
454.993.409.000
444.698.984.000
371.883.436.000
602.742.391.000
541.451.989.000
558.467.872.000
490.436.878.000
955.095.187.000
392.975.926.000
413.680.194.000
377.712.293.000
413.170.287.000
414.685.923.000
428.619.259.000
492.721.831.000
806.820.146.000
DAU
59.728.060.000
84.431.860.000
66.462.790.000
69.050.040.000
83.469.500.000
96.471.570.000
64.692.260.000
48.851.620.000
43.166.040.000
46.116.560.000
47.077.600.000
53.122.130.000
53.117.710.000
56.353.730.000
51.533.280.000
47.344.430.000
57.578.740.000
49.499.850.000
53.927.020.000
41.746.080.000
41.455.370.000
41.380.760.000
47.917.610.000
40.868.600.000
48.319.720.000
48.389.000.000
43.372.460.000
DAK
-
-
-
20.265.370.000
-
-
17.378.520.000
-
9.416.250.000
12.900.450.000
12.933.040.000
12.260.280.000
16.987.330.000
13.074.010.000
-
-
-
-
-
-
-
-
14.596.050.000
-
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.153.500.000
3.186.000.000
3.998.000.000
-
1.199.190.000
1.829.500.000
3.966.000.000
285.750.000
1.454.310.000
3.059.500.000
1.383.250.000
1.850.000.000
854.380.000
2.908.710.000
-
3.051.750.000
1.892.500.000
1.037.720.000
168.750.000
1.441.250.000
1.369.490.000
1.203.750.000
1.432.500.000
990.500.000
1.551.500.000
1.959.040.000
TAMSIL**) -
55.891.030.000
120.965.778.000
243.315.235.000
184.599.124.000
250.525.694.000
160.426.647.000
52.302.207.000
-
44.282.215.000
43.896.572.000
45.832.121.000
56.621.983.000
51.002.526.000
35.937.107.000
163.431.417.000
101.927.561.000
82.198.929.000
75.081.325.000
-
41.514.730.000
48.504.139.000
82.301.727.000
30.093.580.000
72.152.289.000
98.333.532.000
58.517.134.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
23.326.051.000
-
3.000.000.000
2.000.000.000
2.000.000.000
-
2.000.000.000
-
-
2.000.000.000
-
-
-
-
2.000.000.000
-
-
23.137.882.000
-
-
-
3.000.000.000
DID
-
-
-
-
-
-
-
751.815.680.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
204.707.510.000
-
-
-
-
-
-
-
131.299.480.000
BOS
709.283.477.444
928.511.956.585
1.402.166.490.015
1.160.826.376.796
1.604.611.724.757
1.153.782.754.074
554.037.870.049
2.244.429.675.315
548.125.938.202
531.853.018.017
508.381.893.799
610.500.319.231
595.530.924.383
508.334.500.305
851.478.590.087
718.183.726.143
787.830.043.347
639.682.295.587
1.319.614.316.373
547.525.468.511
590.319.344.674
581.465.304.287
570.131.040.818
584.090.912.863
639.102.691.635
729.177.944.819
1.147.408.041.403
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
153
2.138.519.946
230.419.761.885
183 Kota Bandung
12.386.625.367
41.812.292.688
68.972.762.366
41.788.763.796
2.736.806.744
2.961.874.512
108.380.733.998
179 Kab. Subang
180 Kab. Sukabumi
181 Kab. Sumedang
7.351.233.853
2.721.990.371
50.722.288.644
58.247.754.929
177 Kab. Majalengka
178 Kab. Purwakarta
182 Kab. Tasikmalaya
3.332.225.043
34.803.545.350
176 Kab. Kuningan
2.721.990.371
2.722.942.152
2.746.519.732
33.531.360.652
120.366.003.149
190.774.470.650
174 Kab. Indramayu
17.272.188.379
3.922.058.488
2.819.782.408
175 Kab. Karawang
55.580.696.802
80.094.824.339
172 Kab. Cirebon
173 Kab. Garut
35.610.547.565
52.758.187.334
170 Kab. Ciamis
171 Kab. Cianjur
2.721.990.371
23.746.950.557
304.338.716.244
161.982.961.874
168 Kab. Bekasi
169 Kab. Bogor
7.666.964.434
68.049.759.263
101.363.417.264
1.157.247.830.463
-
240.799.510
281.244.443
167 Kab. Bandung
166 Provinsi Jawa Barat
8.249.858.819
11.463.984.579.326
165 Provinsi DKI Jakarta
164 Kab. Pesisir Barat
282.821.252
9.602.209.793
12.397.164.693
162 Kab. Mesuji
163 Kab. Tulang Bawang Barat
656.767.450
16.182.296.952
161 Kab. Pringsewu
409.734.120
563.614.456
16.700.264.082
12.450.117.337
159 Kota Metro
160 Kab. Pesawaran
298.387.182
292.362.965
22.469.855.992
DBH CHT **)
48.610.561.864
DBH PAJAK *)
157 Kab. Way Kanan
Nama Daerah
158 Kota Bandar Lampung
No
28.845.677.234
29.767.154.202
29.475.272.746
67.142.159.285
82.218.357.978
29.149.173.861
31.106.737.704
29.051.479.660
73.299.080.397
76.498.089.996
43.573.142.625
28.849.935.357
32.305.475.150
16.266.253.834
93.193.836.623
93.559.834.234
94.833.397.280
362.098.839.010
311.968.611.374
12.331.365.350
24.448.712.266
26.710.004.920
24.478.554.442
24.640.630.090
24.448.712.266
24.448.712.266
24.905.852.384
DBH SDA**)
1.596.749.326.000
1.342.934.278.000
1.104.417.363.000
1.458.379.433.000
1.139.779.043.000
786.592.072.000
1.092.495.173.000
1.112.271.883.000
1.188.478.470.000
1.267.337.159.000
1.702.452.909.000
1.406.862.523.000
1.407.469.628.000
1.068.289.296.000
2.055.944.991.900
1.195.757.868.000
1.897.769.300.000
1.687.686.386.000
85.985.282.000
227.314.157.000
424.389.404.000
387.694.110.000
547.622.366.000
625.845.694.000
414.624.161.000
921.826.931.000
573.114.161.000
DAU
63.607.140.000
110.312.210.000
91.292.060.000
134.293.860.000
74.710.080.000
41.050.470.000
80.150.500.000
74.369.300.000
124.624.020.000
102.472.650.000
129.944.840.000
101.527.360.000
98.793.880.000
133.308.200.000
189.997.540.000
111.171.910.000
157.374.520.000
78.215.030.000
-
6.269.960.000
50.444.530.000
51.809.920.000
47.232.130.000
58.690.940.000
34.078.240.000
42.841.640.000
64.477.270.000
DAK
-
-
-
26.598.100.000
-
-
-
-
-
-
16.639.800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19.762.320.000
-
-
17.793.660.000
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
921.770.000
-
-
-
394.750.000
564.000.000
-
-
4.161.310.000
-
-
554.750.000
1.243.740.000
-
-
4.372.500.000
-
4.106.250.000
17.714.250.000
1.431.000.000
2.536.500.000
2.141.250.000
233.750.000
269.750.000
482.250.000
-
2.864.810.000
TAMSIL**)
502.264.440.000
411.137.653.000
259.517.897.000
338.609.888.000
313.034.816.000
192.370.091.000
279.958.668.000
295.462.581.000
360.628.561.000
294.517.869.000
496.329.783.000
376.373.950.000
353.047.783.000
305.058.338.000
469.126.565.000
247.335.303.000
523.804.154.000
-
1.773.478.000.000
35.106.892.000
56.490.120.000
33.780.547.000
150.033.245.000
96.959.730.000
74.507.726.000
250.170.293.000
72.940.157.000
TJ. PROF
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
-
-
3.000.000.000
-
-
-
3.000.000.000
26.273.764.000
3.000.000.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.018.249.980.000
723.598.720.000
BOS
2.425.531.057.271
1.938.686.578.730
1.538.901.510.801
2.096.958.077.163
1.721.254.587.720
1.110.695.552.161
1.541.784.601.201
1.549.291.014.053
1.975.497.272.699
1.863.913.761.516
2.486.307.487.343
1.973.671.273.647
1.948.438.475.892
1.560.671.155.345
2.972.967.885.768
1.980.283.082.035
2.782.811.752.978
7.378.654.074.736
14.376.729.442.700
290.944.032.679
573.987.675.402
512.020.862.965
786.439.109.844
839.182.795.883
568.251.087.468
1.314.464.265.095
781.864.153.558
JUMLAH TOTAL 2014
154
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
2.721.990.371
2.721.990.371
38.900.143.528
186 Kota Cirebon
2.721.990.371
2.741.751.938
2.741.910.751
29.869.309.228
37.814.852.147
189 Kota Cimahi
190 Kota Tasikmalaya
38.329.952.976
201 Kota Serang
23.361.933.502
32.519.001.076
60.127.699.395
208 Kab. Boyolali
209 Kab. Brebes
210 Kab. Cilacap
25.348.074.801
51.749.379.216
206 Kab. Batang
207 Kab. Blora
22.789.242.550
53.473.015.936
204 Kab. Banjarnegara
205 Kab. Banyumas
107.307.071.966
196.275.747.790
200 Kota Tangerang
557.648.451.825
83.449.828.766
202 Kota Tangerang Selatan
150.360.151.832
198 Kab. Tangerang
199 Kota Cilegon
203 Provinsi Jawa Tengah
68.476.581.943
197 Kab. Serang
-
51.188.376.349
51.663.563.835
195 Kab. Lebak
196 Kab. Pandeglang
-
22.565.102.147
452.520.538.815
193 Kab. Pangandaran
194 Provinsi Banten
4.194.101.403
4.199.440.521
10.078.088.198
7.107.196.212
4.491.580.792
4.138.854.180
4.130.929.580
144.452.816.482
-
-
-
-
-
-
-
690.109.511
2.774.919.292
28.399.210.513
41.960.430.933
191 Kota Banjar
192 Kab. Bandung Barat
2.721.990.371
2.722.104.891
71.263.279.613
31.381.023.632
187 Kota Depok
188 Kota Sukabumi
2.721.990.371
64.446.259.270
DBH CHT **)
103.199.926.289
DBH PAJAK *)
184 Kota Bekasi
Nama Daerah
185 Kota Bogor
No
5.624.243.490
2.328.902.251
1.840.153.527
16.830.055.297
2.548.964.786
2.244.469.702
1.672.180.794
17.098.416.589
1.645.737.523
1.645.737.523
1.645.737.523
1.645.737.523
1.645.737.523
1.943.012.620
8.836.982.050
2.570.189.086
4.589.888.872
15.306.161.885
29.044.829.630
28.970.033.421
28.885.413.129
28.845.677.234
28.845.677.234
28.845.677.234
28.845.677.234
28.845.677.234
28.845.677.234
DBH SDA**)
1.291.121.704.000
1.186.969.845.000
943.220.456.000
823.874.089.000
682.182.894.000
1.224.710.992.000
826.044.419.000
1.803.931.189.000
566.429.457.000
564.282.698.000
890.213.131.000
490.917.599.000
1.213.857.913.000
950.704.648.000
1.077.077.628.000
1.000.878.505.000
728.490.012.000
363.882.472.000
992.254.884.000
342.267.848.000
732.508.313.000
537.371.615.000
484.938.664.000
838.572.784.000
583.927.691.000
732.337.058.000
1.133.417.253.000
DAU
110.203.960.000
97.975.310.000
81.095.720.000
61.140.660.000
52.176.600.000
82.519.140.000
61.066.040.000
79.165.240.000
23.972.480.000
42.079.440.000
38.067.490.000
481.020.000
103.912.330.000
83.752.840.000
105.966.030.000
85.707.880.000
16.717.970.000
5.166.470.000
49.797.380.000
25.380.740.000
42.397.940.000
35.913.670.000
27.957.170.000
44.913.130.000
32.145.380.000
33.477.500.000
71.420.080.000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22.060.420.000
18.508.230.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.750.000
-
-
-
1.396.500.000
120.750.000
36.060.000
-
1.314.250.000
5.794.130.000
2.884.250.000
4.213.250.000
502.000.000
604.500.000
687.000.000
3.566.250.000
329.000.000
356.250.000
-
67.050.000
-
689.690.000
801.550.000
808.370.000
TAMSIL**)
315.332.567.000
223.335.448.000
258.782.884.000
246.896.367.000
164.824.223.000
317.319.844.000
209.121.660.000
-
108.312.570.000
113.647.141.000
214.608.584.000
141.935.749.000
216.577.243.000
192.241.322.000
232.877.804.000
216.855.669.000
-
140.501.924.000
266.800.261.000
77.812.464.000
223.097.993.000
141.501.002.000
95.919.330.000
173.956.051.000
151.819.967.000
156.499.561.000
252.028.351.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
3.000.000.000
-
-
3.000.000.000
-
3.000.000.000
25.270.927.000
19.306.571.000
3.000.000.000
-
3.000.000.000
3.000.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22.197.377.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.676.590.470.000
-
-
-
-
-
-
-
-
1.008.829.420.000
BOS
1.786.604.275.288
1.547.327.946.848
1.321.379.235.227
1.207.610.496.725
931.572.337.380
1.687.406.315.818
1.124.824.471.924
5.283.283.083.896
833.058.993.489
779.327.600.499
1.343.810.690.313
719.744.184.289
1.695.147.505.355
1.303.002.654.563
1.502.695.677.885
1.376.210.849.435
2.211.752.329.687
548.799.239.543
1.386.198.954.855
505.901.206.685
1.067.802.513.214
776.223.263.833
671.831.019.757
1.182.470.289.218
839.050.539.133
1.019.129.595.875
1.592.441.647.894
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
155
4.554.173.309
22.580.990.520
4.833.362.718
19.038.249.914
230 Kab. Temanggung
5.139.361.612
54.601.277.957
237 Kota Surakarta
4.454.365.093
15.950.003.029
131.421.910.928
235 Kota Salatiga
21.835.821.004
234 Kota Pekalongan
236 Kota Semarang
5.138.081.085
17.668.982.385
233 Kota Magelang
5.255.621.479
5.969.450.397
4.171.179.745
7.638.974.012
23.015.107.912
20.575.294.469
231 Kab. Wonogiri
232 Kab. Wonosobo
4.681.599.805
27.559.772.268
27.967.356.217
228 Kab. Sukoharjo
4.776.778.420
6.365.226.251
5.422.513.479
4.746.291.486
4.716.249.498
104.514.311.801
229 Kab. Tegal
31.357.825.768
21.321.093.316
226 Kab. Semarang
227 Kab. Sragen
21.096.066.977
24.358.056.900
224 Kab. Purworejo
225 Kab. Rembang
26.983.078.575
20.014.248.815
222 Kab. Pemalang
4.943.501.549
4.127.223.328
30.868.327.300
22.565.332.452
220 Kab. Pati
221 Kab. Pekalongan
223 Kab. Purbalingga
10.082.967.976
69.561.288.070
23.368.801.013
218 Kab. Kudus
219 Kab. Magelang
21.646.450.392
11.503.653.272
32.571.463.321
25.907.935.579
216 Kab. Kendal
5.399.510.577
217 Kab. Klaten
26.248.955.725
215 Kab. Kebumen
4.898.225.016
6.922.552.201
31.880.017.689
23.345.270.727
213 Kab. Jepara
214 Kab. Karanganyar
6.009.731.572
14.096.810.986
32.043.522.689
DBH CHT **)
38.930.936.680
DBH PAJAK *)
211 Kab. Demak
Nama Daerah
212 Kab. Grobogan
No
1.399.330.815
2.555.979.924
1.399.330.815
1.399.330.815
1.399.330.815
1.557.805.798
1.790.411.095
1.479.244.056
2.315.927.890
1.399.330.815
1.402.564.204
1.696.082.193
3.506.061.662
1.515.268.818
1.471.590.070
2.298.763.762
1.505.132.000
2.110.330.105
1.424.349.164
1.402.566.772
1.399.330.815
2.668.039.383
1.578.048.783
1.401.351.669
1.710.172.926
2.804.216.497
1.399.938.988
DBH SDA**)
710.803.934.000
1.104.739.473.000
399.083.343.000
412.871.094.000
417.211.449.000
724.245.009.000
1.001.378.439.000
708.764.753.000
1.044.211.310.000
826.891.481.000
946.826.641.000
848.736.010.000
700.774.721.000
854.737.495.000
777.989.499.000
1.016.813.333.000
831.579.000.000
1.043.498.355.000
965.124.427.000
795.851.851.000
1.142.586.588.000
852.170.849.000
1.125.568.884.000
870.001.752.000
887.768.694.000
977.675.512.000
795.874.748.000
DAU
43.848.110.000
38.982.620.000
32.057.050.000
34.173.710.000
34.209.870.000
59.423.010.000
59.392.120.000
56.702.810.000
84.862.430.000
56.904.480.000
76.469.300.000
67.407.340.000
61.608.000.000
57.024.620.000
57.267.330.000
72.024.740.000
60.380.950.000
79.852.630.000
64.981.490.000
55.188.900.000
66.576.420.000
63.848.820.000
80.709.170.000
57.238.710.000
81.294.110.000
85.838.690.000
74.599.670.000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
223.000.000
-
388.000.000
1.518.450.000
2.786.230.000
444.310.000
-
-
-
2.905.250.000
-
-
509.750.000
-
-
-
4.558.000.000
1.637.750.000
-
1.165.670.000
-
1.806.000.000
482.230.000
2.487.000.000
1.049.500.000
TAMSIL**)
207.638.508.000
283.917.499.000
73.440.265.000
91.911.244.000
74.586.179.000
167.949.263.000
305.708.022.000
214.685.210.000
237.902.077.000
206.958.151.000
263.333.193.000
169.808.560.000
232.816.985.000
205.929.741.000
173.211.107.000
238.222.414.000
192.613.916.000
276.109.361.000
221.732.121.000
167.700.007.000
307.400.751.000
215.282.719.000
269.385.279.000
252.883.052.000
150.201.964.000
218.839.331.000
196.179.701.000
TJ. PROF -
24.840.490.000
-
-
-
-
-
-
3.000.000.000
-
-
-
3.000.000.000
-
3.000.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
21.867.375.000
18.935.183.000
22.253.216.000
DID
BOS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.048.387.272.251
1.567.586.933.249
526.607.356.937
567.329.280.904
549.634.990.945
982.907.806.279
1.398.903.692.725
1.026.695.567.490
1.401.940.700.912
1.124.852.576.695
1.314.129.569.940
1.131.276.294.212
1.028.486.338.041
1.148.049.483.281
1.035.179.774.383
1.360.896.502.646
1.112.771.553.780
1.437.382.504.954
1.291.272.156.153
1.195.856.674.643
1.555.374.678.666
1.189.354.011.096
1.530.757.223.085
1.230.509.544.412
1.182.512.956.816
1.332.585.417.749
1.115.243.891.663
JUMLAH TOTAL 2014
156
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
32.878.533.961
42.762.852.388
24.311.847.169
106.310.712.960
20.432.988.178
101.291.706.151
47.533.936.083
38.771.317.845
247 Kab. Banyuwangi
248 Kab. Blitar
249 Kab. Bojonegoro
250 Kab. Bondowoso
251 Kab. Gresik
252 Kab. Jember
253 Kab. Jombang
32.571.180.663
264 Kab. Pamekasan
13.356.071.797
26.117.305.584
20.581.926.286
262 Kab. Ngawi
263 Kab. Pacitan
10.924.747.205
41.737.688.072
29.554.667.572
260 Kab. Mojokerto
261 Kab. Nganjuk
10.483.046.734
36.093.146.763
10.849.951.730
10.770.773.989
43.294.127.305
21.354.377.464
41.955.421.209
258 Kab. Magetan
10.328.569.954
13.034.422.644
27.343.438.081
17.526.701.210
12.032.180.172
9.625.158.241
343.406.388.503
1.505.853.600
4.001.153.024
259 Kab. Malang
26.458.978.398
21.263.686.050
256 Kab. Lumajang
257 Kab. Madiun
34.243.428.522
41.960.194.037
16.790.137.663
48.917.545.338
37.992.793.006
9.503.078.462
798.406.867.612
245 Provinsi Jawa Timur
246 Kab. Bangkalan
254 Kab. Kediri
30.510.730.483
59.645.099.772
244 Kota Yogyakarta
255 Kab. Lamongan
11.889.404.266
44.880.849.813
243 Kab. Sleman
1.743.915.149
2.492.806.424
22.223.805.516
19.205.843.235
4.265.563.602
241 Kab. Gunung Kidul
27.742.098.187
240 Kab. Bantul
6.003.982.200
4.127.223.328
DBH CHT **)
242 Kab. Kulon Progo
20.864.537.599
97.577.540.776
DBH PAJAK *)
238 Kota Tegal
Nama Daerah
239 Provinsi DI Yogyakarta
No
26.550.108.773
27.139.218.596
27.286.303.805
27.013.196.373
26.682.532.947
27.087.037.161
26.594.129.867
28.874.261.062
27.986.278.645
27.119.691.250
27.526.444.964
26.800.936.536
28.745.783.402
43.740.817.885
26.820.552.833
813.932.994.426
27.272.877.564
30.679.831.963
40.005.240.245
485.270.582.552
403.983.092
403.983.092
516.066.395
408.083.274
404.381.205
31.106.157
1.399.330.815
DBH SDA**)
788.617.777.000
700.743.024.000
980.530.132.000
1.004.037.764.000
899.109.179.000
1.572.191.571.000
840.086.597.000
808.842.790.000
898.217.627.000
1.042.124.514.000
1.144.878.533.000
1.007.166.193.000
1.539.722.508.000
863.397.519.000
826.284.368.000
920.522.357.000
1.027.251.687.000
1.254.496.229.000
854.873.885.000
1.866.548.185.000
618.742.352.000
952.102.502.000
639.409.211.000
847.388.294.000
949.252.188.000
899.923.550.000
390.732.536.000
DAU
85.175.090.000
51.869.860.000
65.997.050.000
67.785.290.000
55.556.660.000
130.050.580.000
58.964.980.000
62.841.120.000
69.257.830.000
77.845.000.000
68.479.340.000
47.292.080.000
87.951.090.000
72.051.260.000
70.428.500.000
59.399.170.000
71.417.130.000
64.053.640.000
85.773.020.000
101.875.970.000
2.249.900.000
48.673.210.000
47.077.300.000
61.562.860.000
60.914.370.000
37.131.610.000
30.578.350.000
DAK
16.343.900.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20.634.570.000
-
-
-
13.212.460.000
-
-
-
-
-
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.154.250.000
-
232.750.000
197.450.000
4.839.500.000
-
5.161.840.000
656.500.000
573.500.000
-
-
-
-
-
445.750.000
-
273.780.000
-
3.210.810.000
114.000.000
5.899.910.000
-
-
1.362.250.000
529.200.000
-
1.007.750.000
TAMSIL**)
178.917.472.000
181.430.769.000
250.221.162.000
294.220.262.000
231.913.146.000
451.015.310.000
254.399.247.000
204.295.871.000
217.844.398.000
263.654.692.000
316.056.862.000
282.545.378.000
410.825.931.000
211.561.698.000
163.045.289.000
258.359.458.000
340.037.604.000
304.287.104.000
215.961.379.000
-
187.479.335.000
248.783.205.000
172.929.797.000
197.054.989.000
260.617.726.000
-
79.179.445.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20.407.073.000
-
-
3.000.000.000
21.136.997.000
24.939.392.000
-
-
-
22.112.413.000
22.249.995.000
24.187.647.000
25.878.507.000
-
-
24.700.344.000
20.056.006.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.783.219.410.000
-
-
-
-
-
274.300.540.000
BOS
1.165.422.925.199
992.614.749.612
1.363.740.775.186
1.433.733.377.150
1.270.609.480.008
2.265.594.046.675
1.217.044.218.065
1.137.102.798.066
1.253.373.034.687
1.496.487.201.337
1.624.063.142.447
1.419.366.043.044
2.159.739.442.522
1.322.683.076.498
1.170.558.111.221
2.189.035.422.869
1.502.454.329.999
1.708.311.837.523
1.293.691.910.824
6.401.091.398.667
900.114.080.464
1.324.723.409.929
881.631.024.054
1.131.744.196.939
1.328.425.870.994
1.335.024.335.133
527.889.172.742
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
157
121.452.344.469
284 Provinsi Kalimantan Barat
11.537.718.617
22.556.051.045
31.959.143.561
289 Kab. Pontianak
290 Kab. Sambas
291 Kab. Sanggau
29.623.679.040
48.068.473.276
287 Kab. Kapuas Hulu
288 Kab. Ketapang
20.305.156.591
15.745.909.610
23.770.874.532
282.421.998.299
282 Kota Surabaya
283 Kota Batu
285 Kab. Bengkayang
21.470.592.270
281 Kota Probolinggo
286 Kab. Landak
19.515.130.273
280 Kota Pasuruan
27.021.758.234
44.018.995.654
19.124.091.986
278 Kota Malang
21.838.042.392
277 Kota Madiun
279 Kota Mojokerto
9.421.958.430
29.152.987.345
276 Kota Kediri
12.306.148.542
-
-
-
-
-
-
-
-
9.454.638.007
35.154.571.800
9.491.168.542
9.471.706.157
9.771.825.950
58.529.470.710
10.231.377.215
25.904.802.004
16.596.807.554
274 Kab. Tulungagung
12.658.263.070
9.567.332.514
24.498.608.184
20.458.249.721
10.653.589.627
13.719.368.526
29.853.307.449
10.362.825.581
109.460.990.217
DBH CHT **)
275 Kota Blitar
22.903.900.521
55.474.365.998
272 Kab. Trenggalek
273 Kab. Tuban
24.798.105.863
81.878.051.727
270 Kab. Situbondo
109.278.034.405
269 Kab. Sidoarjo
271 Kab. Sumenep
33.553.781.768
35.615.115.317
267 Kab. Probolinggo
268 Kab. Sampang
49.113.055.568
27.617.612.770
DBH PAJAK *)
265 Kab. Pasuruan
Nama Daerah
266 Kab. Ponorogo
No
39.535.099.820
10.920.004.987
8.263.955.224
109.614.736.629
19.314.445.364
14.193.714.067
8.312.254.552
61.226.869.362
26.558.613.622
26.550.108.773
26.550.108.773
26.550.108.773
26.550.108.773
26.550.108.773
26.550.108.773
26.550.108.773
26.550.108.773
26.752.918.923
40.314.751.888
27.160.042.767
27.155.590.846
26.703.370.827
27.966.661.773
26.550.108.773
26.652.682.182
26.947.723.363
26.576.373.154
DBH SDA**)
740.610.477.000
763.059.843.000
503.427.631.000
1.020.384.603.000
873.552.160.000
589.729.984.000
494.245.071.000
1.290.222.856.000
412.378.255.000
1.200.889.359.000
454.208.196.000
391.843.124.000
380.779.789.000
808.447.825.000
511.089.913.000
634.351.539.000
392.221.911.000
1.083.859.022.000
926.685.197.000
815.508.143.000
984.839.445.000
766.542.999.000
1.199.036.154.000
753.954.218.000
929.380.602.000
970.788.118.000
1.068.868.861.000
DAU
81.421.390.000
91.329.160.000
50.207.800.000
110.525.780.000
87.414.870.000
69.431.380.000
69.929.640.000
63.189.480.000
30.351.360.000
66.182.230.000
32.644.610.000
28.041.850.000
24.742.070.000
31.304.060.000
31.922.300.000
34.980.320.000
30.796.880.000
73.752.100.000
48.566.930.000
61.684.690.000
63.570.200.000
75.196.220.000
78.469.810.000
79.227.860.000
69.707.430.000
65.691.470.000
83.588.340.000
DAK
15.373.220.000
17.756.310.000
-
26.499.570.000
20.635.150.000
19.071.390.000
19.472.320.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
16.875.820.000
-
11.969.220.000
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.656.000.000
2.673.000.000
528.250.000
2.661.500.000
3.377.160.000
3.351.750.000
3.085.500.000
203.250.000
1.321.500.000
-
-
-
-
-
1.105.500.000
-
159.350.000
-
-
-
3.311.500.000
2.308.500.000
-
2.286.250.000
957.500.000
216.000.000
TAMSIL**)
82.810.207.000
111.577.899.000
94.243.763.000
62.385.890.000
50.193.242.000
61.954.622.000
37.011.003.000
-
54.343.932.000
448.297.975.000
86.059.278.000
56.813.880.000
49.244.655.000
190.251.258.000
109.860.678.000
116.212.533.000
69.196.201.000
313.883.234.000
288.163.794.000
289.820.213.000
172.324.164.000
148.470.550.000
354.694.923.000
123.478.379.000
201.272.389.000
254.094.000.000
257.056.929.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
23.629.261.000
21.943.361.000
-
23.161.017.000
27.655.721.000
-
-
-
25.208.955.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
555.369.350.000
BOS
995.365.537.381
1.019.872.268.032
668.209.117.841
1.380.140.552.905
1.084.110.706.404
781.503.714.599
652.360.945.143
2.091.664.149.831
550.154.208.239
2.083.125.503.872
652.367.314.585
532.235.799.203
533.373.557.709
1.155.249.726.661
711.788.500.595
899.776.958.828
545.752.635.542
1.561.667.180.469
1.371.863.301.956
1.226.644.321.802
1.357.577.559.757
1.081.353.815.411
1.780.099.172.805
1.046.800.519.616
1.291.377.692.399
1.355.717.749.714
1.594.664.548.939
JUMLAH TOTAL 2014
158
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
27.322.082.187
35.308.531.971
300 Kab. Barito Selatan
301 Kab. Barito Utara
-
-
47.632.132.443
171.788.324.852
34.804.491.580
22.544.514.218
28.218.746.125
313 Kab. Seruyan
Provinsi Kalimantan 314 Selatan
315 Kab. Banjar
316 Kab. Barito Kuala
317 Kab. Hulu Sungai Selatan
-
-
-
-
-
18.301.102.918
22.268.395.087
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
311 Kab. Sukamara
DBH CHT **)
312 Kab. Katingan
21.692.797.314
23.222.672.770
309 Kab. Gunung Mas
310 Kab. Lamandau
36.253.197.348
15.218.402.364
307 Kab. Murung Raya
308 Kab. Pulang Pisau
25.619.489.465
29.835.374.879
305 Kota Palangkaraya
306 Kab. Barito Timur
33.617.237.293
58.723.535.729
303 Kab. Kotawaringin Barat
304 Kab. Kotawaringin Timur
36.387.513.287
302 Kab. Kapuas
299
143.757.236.325
13.936.890.992
24.589.681.457
297 Kab. Kayong Utara
298 Kab. Kubu Raya
Provinsi Kalimantan Tengah
18.241.998.893
19.199.529.000
295 Kab. Sekadau
11.647.848.227
294 Kota Singkawang
296 Kab. Melawi
29.533.317.963
39.180.385.609
DBH PAJAK *)
292 Kab. Sintang
Nama Daerah
293 Kota Pontianak
No
153.204.152.537
128.584.341.890
224.502.410.539
777.181.094.564
85.896.932.325
92.596.569.684
37.783.934.501
62.257.387.991
78.534.237.867
36.905.953.061
230.886.273.881
81.909.713.408
37.887.730.528
68.827.576.416
88.290.087.816
117.271.022.733
141.796.779.848
66.449.328.607
264.185.396.087
47.006.987.046
10.800.612.657
35.542.123.336
7.630.289.768
7.296.369.304
7.296.369.304
28.882.944.330
DBH SDA**)
478.093.768.000
512.015.486.000
624.136.721.000
701.725.536.000
545.446.415.000
645.888.942.000
409.309.371.000
424.351.636.000
515.337.253.000
504.013.063.000
585.234.541.000
464.678.658.000
589.449.668.000
778.842.792.000
597.665.464.000
798.733.269.000
514.638.471.000
552.539.111.000
1.152.428.738.000
699.700.430.000
380.125.181.000
557.198.047.000
424.128.392.000
467.557.081.000
670.090.725.000
820.084.062.000
DAU
48.282.940.000
69.374.640.000
26.255.820.000
54.189.940.000
47.966.050.000
51.378.640.000
46.363.570.000
39.994.220.000
53.054.850.000
48.819.520.000
3.791.770.000
45.411.740.000
42.229.350.000
35.696.100.000
50.769.000.000
62.028.230.000
40.857.210.000
43.394.420.000
61.929.830.000
82.076.280.000
50.560.840.000
83.236.410.000
52.687.960.000
47.868.460.000
14.343.830.000
105.652.620.000
DAK
-
18.211.950.000
-
-
14.770.550.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.409.700.000
30.014.130.000
12.871.260.000
-
-
24.023.180.000
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.918.750.000
1.658.250.000
2.490.020.000
159.750.000
2.090.500.000
2.999.000.000
1.413.750.000
829.450.000
3.503.750.000
2.816.000.000
2.059.120.000
-
1.031.000.000
3.785.500.000
1.833.500.000
1.160.710.000
2.811.370.000
1.947.750.000
-
1.419.000.000
1.192.280.000
3.797.250.000
3.325.000.000
1.854.750.000
1.007.750.000
2.795.000.000
TAMSIL**)
69.535.191.000
76.314.684.000
89.639.115.000
-
10.279.736.000
29.971.761.000
-
15.011.216.000
28.390.744.000
57.217.857.000
22.326.187.000
43.580.621.000
103.669.117.000
68.084.277.000
50.129.734.000
122.573.082.000
36.993.775.000
44.680.879.000
-
93.744.369.000
13.198.820.000
14.241.287.000
39.718.835.000
59.697.734.000
132.024.180.000
65.383.119.000
TJ. PROF
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
23.352.481.000
3.000.000.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
328.593.450.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
283.547.520.000
BOS
779.253.547.662
828.703.866.108
1.001.828.578.119
2.033.638.095.416
754.082.315.768
845.103.307.771
513.171.728.419
565.666.582.761
700.513.632.181
664.990.795.425
880.551.089.229
665.416.107.287
799.886.354.993
1.013.959.781.145
822.305.023.109
1.138.153.827.020
772.406.137.819
736.333.570.794
1.905.848.720.412
948.536.747.503
481.224.324.649
743.228.776.336
558.603.735.661
595.922.242.531
887.295.720.913
1.079.354.243.293
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
159
-
-
23.210.296.310
322 Kab. Tanah Laut
-
-
93.621.788.327
344 Provinsi Kalimantan Utara
-
22.401.547.262
26.124.238.021
-
81.590.999.852
100.554.899.544
340 Kota Tarakan
341 Kab. Penajam Paser Utara
342 Kab. Tana Tidung
-
148.887.039.558
122.729.257.862
338 Kota Bontang
339 Kota Samarinda
343 Kab. Mahakam Ulu
-
187.018.814.174
337 Kota Balikpapan
-
-
-
-
-
75.948.113.511
35.052.303.403
88.967.077.606
186.337.531.601
333 Kab. Kutai Timur
334 Kab. Malinau
-
335 Kab. Nunukan
62.322.822.806
-
-
336 Kab. Pasir
647.990.705.667
331 Kab. Kutai Kartanegara
332 Kab. Kutai Barat
-
56.489.905.789
118.764.186.479
329 Kab. Berau
-
39.339.045.377
636.707.716.002
327 Kab. Tanah Bumbu
328 Provinsi Kalimantan Timur
330 Kab. Bulungan
-
47.909.103.670
31.677.300.794
325 Kota Banjarmasin
326 Kab. Balangan
-
29.179.407.647
21.172.854.299
323 Kab. Tapin
324 Kota Banjarbaru
-
68.409.700.538
57.279.639.799
-
320 Kab. Kotabaru
DBH CHT **)
321 Kab. Tabalong
18.093.021.120
20.899.217.361
DBH PAJAK *)
318 Kab. Hulu Sungai Tengah
Nama Daerah
319 Kab. Hulu Sungai Utara
No
1.091.172.872.248
356.414.921.039
682.601.151.203
698.581.581.316
643.491.964.820
703.709.019.998
640.161.569.700
615.530.410.820
901.550.688.747
786.003.593.186
770.214.733.724
1.773.230.208.176
593.809.768.029
3.175.270.157.606
753.299.943.983
1.035.866.236.742
3.040.543.696.435
410.753.374.946
274.156.199.889
128.465.011.817
128.692.927.337
310.748.836.313
394.695.886.438
332.220.049.975
378.071.035.624
128.465.011.817
128.555.409.257
DBH SDA**)
20.567.986.000
141.922.703.000
204.415.427.000
188.713.598.000
249.949.676.000
614.366.913.000
153.185.776.000
449.982.262.000
308.251.183.000
311.776.974.000
653.156.829.000
565.746.999.000
468.645.135.000
127.010.980.000
332.429.548.000
498.008.861.000
57.312.515.000
426.008.216.000
319.202.334.000
678.176.089.000
389.107.868.000
416.564.087.000
463.309.949.000
444.103.855.000
611.898.456.000
451.127.460.000
485.521.139.000
DAU
8.221.270.000
5.250.580.000
-
2.216.250.000
3.786.510.000
20.903.180.000
-
7.989.240.000
7.705.700.000
82.804.510.000
53.401.200.000
15.432.190.000
70.276.770.000
72.361.100.000
10.711.300.000
7.762.700.000
1.383.900.000
15.487.870.000
12.973.910.000
19.966.860.000
48.678.260.000
39.546.660.000
23.710.400.000
1.858.700.000
35.822.460.000
57.481.720.000
48.035.890.000
DAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.179.080.000
15.396.330.000
-
20.402.430.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
16.281.070.000
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.341.000.000
932.440.000
210.500.000
1.266.250.000
1.613.250.000
718.500.000
1.558.750.000
-
3.593.250.000
2.721.000.000
2.820.690.000
2.940.000.000
14.623.500.000
2.836.950.000
3.666.000.000
-
2.141.000.000
1.387.690.000
-
1.118.750.000
2.172.000.000
2.303.000.000
-
2.537.920.000
2.469.970.000
138.000.000
TAMSIL**)
-
14.076.528.000
38.980.309.000
40.867.901.000
82.394.675.000
182.009.378.000
49.511.781.000
106.432.639.000
74.765.388.000
28.091.953.000
28.454.665.000
40.353.284.000
48.186.724.000
149.976.727.000
42.016.441.000
33.879.837.000
-
49.446.265.000
25.277.724.000
186.642.892.000
73.938.930.000
48.809.124.000
82.362.541.000
70.785.456.000
39.170.467.000
60.946.509.000
82.377.601.000
TJ. PROF
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
72.981.440.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
351.631.430.000
BOS
1.286.565.356.575
545.129.970.060
949.330.874.465
1.031.144.729.860
1.062.480.075.672
1.645.330.998.860
992.464.666.258
1.368.512.115.994
1.381.240.037.353
1.300.397.473.697
1.558.397.061.127
2.583.920.902.777
1.266.583.649.835
4.187.233.170.273
1.260.058.369.462
1.635.673.540.531
4.087.579.257.437
943.175.771.323
664.675.158.683
1.061.159.956.487
662.709.589.636
847.020.114.960
989.592.072.748
906.247.700.774
1.135.910.039.162
737.670.958.178
762.721.060.377
JUMLAH TOTAL 2014
160
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
-
8.019.927.019
9.480.396.512
6.724.295.628
6.899.425.595
Kab. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
358 Kab. Minahasa Tenggara
Kab. Bolaang Mongondow 359 Timur
Kab. Bolaang Mongondow Selatan
357
-
10.970.365.835
11.652.808.285
8.870.127.340
66.806.486.234
23.940.978.656
365 Kab. Pohuwato
366 Kab. Bone Bolango
367 Kab. Gorontalo Utara
368 Provinsi Sulawesi Tengah
369 Kab. Banggai
-
171.443.444
1.714.434.456
-
-
9.663.531.249
14.850.593.767
363 Kab. Gorontalo
364 Kota Gorontalo
-
22.835.744.673
10.029.408.260
361 Provinsi Gorontalo
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
362 Kab. Boalemo
360
9.511.700.003
Kab. Bolaang Mongondow Utara
15.552.736.854
11.769.621.654
354 Kab. Minahasa Utara
355 Kota Kotamobagu
356
11.209.311.749
14.295.788.603
352 Kab. Minahasa Selatan
353 Kota Tomohon
35.226.243.793
10.752.556.822
350 Kota Manado
8.502.044.339
12.885.901.172
348 Kab. Sangihe
349 Kota Bitung
351 Kab. Kepulauan Talaud
-
14.050.729.929
347 Kab. Minahasa
-
8.733.143.854
DBH CHT **)
70.596.672.428
DBH PAJAK *)
345 Provinsi Sulawesi Utara
Nama Daerah
346 Kab. Bolaang Mongondow
No
21.319.211.634
36.563.589.045
1.369.594.345
1.896.858.602
1.999.869.358
428.347.109
1.655.092.513
691.954.633
1.282.137.046
8.816.656.831
7.929.957.753
3.478.214.633
3.090.529.467
3.872.390.036
3.090.529.467
25.519.040.229
4.236.905.530
3.817.080.484
3.732.612.027
3.096.800.493
6.733.388.325
3.157.729.467
3.729.153.303
3.281.958.075
20.298.230.561
DBH SDA**)
794.840.029.000
1.087.885.014.000
324.121.552.000
408.500.750.000
438.955.271.000
456.331.470.000
601.207.484.000
389.548.660.000
734.279.438.000
289.221.846.000
288.406.875.000
400.661.737.000
340.218.976.000
326.625.009.000
340.081.903.000
425.937.354.000
376.334.135.000
476.105.045.000
428.036.855.000
729.213.779.000
469.745.053.000
471.848.315.000
595.565.085.000
485.630.988.000
949.852.622.000
DAU
66.948.230.000
63.942.480.000
53.679.960.000
52.754.060.000
56.964.080.000
39.692.200.000
63.955.900.000
60.407.610.000
42.374.060.000
45.716.370.000
41.528.520.000
49.912.030.000
42.201.940.000
45.002.630.000
37.428.140.000
67.797.590.000
37.483.280.000
53.610.170.000
95.163.720.000
49.614.960.000
52.869.750.000
106.397.410.000
56.058.270.000
58.717.450.000
59.675.060.000
DAK
14.772.750.000
-
14.164.580.000
-
14.878.870.000
-
-
11.999.700.000
-
-
-
-
8.339.980.000
-
-
-
-
-
12.663.050.000
-
-
14.741.540.000
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.494.250.000
27.750.000
1.735.750.000
775.750.000
2.713.000.000
-
1.291.750.000
2.656.750.000
-
1.055.750.000
321.870.000
1.257.670.000
-
2.335.830.000
518.250.000
1.248.500.000
-
1.991.250.000
1.329.720.000
1.125.750.000
1.369.870.000
3.616.750.000
-
1.848.750.000
159.750.000
TAMSIL**) -
99.288.483.000
-
37.136.693.000
77.792.432.000
49.767.183.000
92.990.636.000
96.994.318.000
37.350.797.000
-
12.048.137.000
15.384.491.000
50.614.787.000
41.894.043.000
21.973.751.000
63.861.216.000
49.980.237.000
54.054.767.000
93.667.575.000
64.226.726.000
151.159.212.000
51.939.914.000
55.294.218.000
143.259.257.000
57.369.294.000
TJ. PROF
22.655.766.000
19.218.244.000
-
-
-
-
3.000.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
23.746.633.000
-
-
-
19.563.185.000
DID
-
343.285.200.000
-
-
-
-
-
-
126.846.030.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
269.266.300.000
BOS
1.047.431.141.734
1.619.443.197.735
441.078.256.685
553.372.658.887
576.248.639.193
604.293.246.876
777.768.075.762
512.684.879.893
927.617.409.719
363.758.185.426
360.296.009.381
515.404.835.145
443.765.395.486
409.321.310.039
456.749.660.121
586.035.458.083
486.404.876.133
640.400.432.233
615.905.239.849
969.436.745.286
619.290.509.497
663.558.006.806
812.662.495.232
615.581.583.929
1.389.411.819.989
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
161
171.443.444
171.443.444
94.293.894
77.149.550
15.022.918.570
13.410.072.097
10.434.518.960
5.117.498.554
377 Kab. Parigi Moutong
378 Kab. Tojo Una Una
379 Kab. Sigi
380 Kab. Banggai Laut
171.443.444
1.098.493.145
17.089.162.120
15.301.192.510
394 Kab. Pinrang
395 Kab. Kepulauan Selayar
20.508.326.686
28.504.215.591
Kab. Pangkajene 393 Kepulauan
396 Kab. Sidenreng Rappang
17.027.333.848
392 Kab. Maros
210.525.560
13.490.524.775
19.117.828.597
390 Kab. Luwu
391 Kab. Luwu Utara
246.620.317
16.532.287.866
389 Kab. Jeneponto
208.231.944
208.158.840
208.158.840
208.158.840
212.727.797
208.158.840
208.158.840
208.158.840
18.129.038.860
17.183.898.510
387 Kab. Enrekang
326.439.990
215.469.171
388 Kab. Gowa
34.064.465.178
19.599.036.777
385 Kab. Bone
386 Kab. Bulukumba
217.452.098
14.752.837.282
15.001.376.092
383 Kab. Bantaeng
384 Kab. Barru
4.787.653.342
14.795.258.302
238.355.333.754
381 Kab. Morowali Utara
382 Provinsi Sulawesi Selatan
171.443.444
2.285.912.596
16.555.332.894
25.460.734.190
375 Kab. Poso
94.293.894
376 Kota Palu
13.521.039.920
374 Kab. Morowali
171.443.444
171.443.444
12.084.435.165
16.627.335.146
372 Kab. Toli-Toli
373 Kab. Donggala
77.149.550
171.443.444
8.962.536.829
DBH CHT **)
13.288.997.621
DBH PAJAK *)
370 Kab. Banggai Kepulauan
Nama Daerah
371 Kab. Buol
No
4.052.369.573
4.758.954.623
3.692.600.831
3.720.220.031
3.817.061.951
6.828.906.031
5.192.474.301
3.692.600.831
3.692.600.831
3.948.383.073
3.961.400.831
3.697.917.695
3.850.601.471
3.692.600.831
40.785.790.577
27.880.793.205
3.107.856.500
7.247.416.633
20.357.964.501
9.408.749.764
7.024.764.712
10.796.778.959
20.452.859.052
9.246.718.876
10.635.127.099
10.584.188.871
3.107.856.500
DBH SDA**)
533.655.220.000
458.019.013.000
629.285.550.000
623.418.990.000
614.598.482.000
573.100.112.000
595.699.150.000
542.150.883.000
746.700.092.000
484.907.285.000
653.897.726.000
950.401.934.000
471.135.015.000
424.570.861.000
1.209.598.741.000
395.447.752.000
153.501.061.000
563.092.455.000
482.416.599.000
660.265.526.000
637.378.278.000
642.281.901.000
286.764.166.000
573.670.222.000
535.154.857.000
455.657.415.000
347.051.160.000
DAU
51.755.940.000
56.078.800.000
56.046.540.000
59.074.820.000
78.426.630.000
51.879.100.000
68.010.320.000
59.325.090.000
80.227.530.000
50.131.700.000
75.444.820.000
86.315.710.000
50.755.420.000
47.287.960.000
72.976.480.000
-
4.973.950.000
57.308.500.000
63.535.760.000
68.361.350.000
61.697.380.000
66.159.940.000
53.391.820.000
53.585.850.000
61.807.180.000
45.736.610.000
51.361.850.000
DAK
-
13.730.230.000
-
13.472.670.000
-
-
-
12.697.950.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9.841.070.000
12.220.690.000
14.686.520.000
-
15.898.310.000
10.400.290.000
13.020.770.000
13.923.700.000
10.849.820.000
11.316.510.000
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
717.930.000
2.503.750.000
-
2.142.500.000
-
1.987.750.000
5.977.750.000
2.549.750.000
-
-
1.285.500.000
1.140.750.000
577.500.000
1.197.000.000
1.005.000.000
2.296.250.000
3.797.250.000
2.185.000.000
1.468.500.000
4.065.750.000
1.830.000.000
3.598.500.000
3.473.000.000
3.775.250.000
2.019.000.000
TAMSIL**)
95.364.599.000
63.375.993.000
112.371.704.000
94.873.905.000
84.883.687.000
68.863.297.000
79.894.311.000
74.953.191.000
142.715.623.000
95.530.424.000
138.608.723.000
217.183.981.000
67.264.917.000
51.832.576.000
-
25.909.904.000
19.059.852.000
60.064.418.000
26.882.035.000
69.089.821.000
134.368.338.000
82.441.339.000
30.578.306.000
74.083.734.000
38.059.384.000
38.144.113.000
33.746.009.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
26.687.187.000
22.191.245.000
21.883.191.000
-
-
-
3.000.000.000
19.225.406.000
22.829.854.000
-
-
-
19.041.986.000
-
-
3.000.000.000
22.625.623.000
-
27.588.057.000
22.317.301.000
3.000.000.000
25.156.543.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
922.401.630.000
BOS
705.544.614.099
611.472.341.973
846.098.832.791
847.972.543.419
820.844.544.639
722.139.902.468
762.497.305.636
711.586.373.014
999.705.653.181
674.630.218.877
914.668.000.598
1.292.762.501.018
609.510.281.661
543.493.054.284
2.508.525.114.673
465.307.857.057
186.859.511.948
713.456.072.037
645.417.437.042
839.191.328.778
897.271.964.498
860.688.096.297
420.032.774.866
769.161.116.466
675.309.126.708
578.207.837.936
457.642.071.879
JUMLAH TOTAL 2014
162
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
208.158.840
208.158.840
208.158.840
212.727.797 -
16.249.828.460
94.918.001.152
14.016.197.222
48.506.967.480
10.019.027.456
27.932.220.882
402 Kota Pare-pare
403 Kota Makassar
404 Kota Palopo
405 Kab. Luwu Timur
406 Kab. Toraja Utara
407 Provinsi Sulawesi Barat
254.762.198
-
14.417.963.450
410 Kab. Polewali Mandar
-
9.223.324.516
54.962.212.272
15.183.977.448
9.514.671.311
22.295.311.325
10.644.979.448
21.942.745.777
12.590.295.144
13.323.073.801
13.285.856.445
10.136.807.609
413 Kab. Mamuju Tengah
Provinsi Sulawesi 414 Tenggara
415 Kab. Buton
416 Kab. Konawe
417 Kab. Kolaka
418 Kab. Muna
419 Kota Kendari
420 Kota Bau-bau
421 Kab. Konawe Selatan
422 Kab. Bombana
423 Kab. Wakatobi
-
-
-
-
-
-
11.404.794.043
28.117.193.533
411 Kab. Mamasa
412 Kab. Mamuju Utara
-
14.153.464.377
20.781.618.052
408 Kab. Majene
409 Kab. Mamuju
208.158.840
243.486.013
13.418.595.611
62.045.767.347
208.158.840
400 Kab. Tana Toraja
17.749.708.464
399 Kab. Takalar
3.972.627.302
1.461.880.542
DBH CHT **)
401 Kab. Wajo
13.761.539.989
14.690.082.928
DBH PAJAK *)
397 Kab. Sinjai
Nama Daerah
398 Kab. Soppeng
No
10.347.754.680
19.612.484.635
27.077.425.062
10.456.118.091
10.347.754.680
11.741.117.278
33.042.262.147
17.569.233.454
15.909.075.931
58.848.029.326
4.018.503.849
1.307.877.246
944.009.687
2.006.891.646
7.070.247.129
1.229.333.886
3.109.360.560
17.957.116.214
38.453.390.380
4.157.584.511
3.692.600.831
3.692.600.831
30.810.592.111
3.799.578.163
3.692.655.935
3.695.288.831
4.250.999.231
DBH SDA**)
387.267.035.000
414.006.948.000
581.807.666.000
465.583.877.000
611.179.529.000
689.447.643.000
454.342.506.000
584.033.036.000
601.624.424.000
1.053.636.011.000
176.375.604.000
383.392.281.000
438.577.823.000
603.283.761.000
463.324.979.000
457.679.754.000
776.214.122.000
448.417.228.000
462.819.314.000
449.242.430.000
1.114.853.212.000
426.405.955.000
631.247.160.000
486.447.423.000
565.195.363.000
569.126.996.000
521.628.340.000
DAU
56.801.230.000
62.016.600.000
85.749.870.000
41.601.960.000
55.353.980.000
68.092.950.000
68.059.090.000
70.237.930.000
70.061.050.000
58.750.010.000
-
53.813.540.000
58.014.320.000
67.366.890.000
58.108.650.000
57.028.570.000
50.585.710.000
67.834.880.000
55.595.030.000
36.481.000.000
64.792.920.000
32.485.350.000
63.351.730.000
58.947.980.000
64.132.720.000
43.719.300.000
55.315.050.000
DAK
14.754.730.000
15.783.520.000
20.206.880.000
-
-
13.082.110.000
-
14.663.020.000
13.854.370.000
-
-
9.331.120.000
17.811.940.000
12.986.640.000
12.638.450.000
10.708.390.000
-
18.195.300.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.014.250.000
1.620.000.000
2.499.750.000
2.538.000.000
1.371.560.000
1.412.520.000
2.226.000.000
1.359.000.000
2.976.020.000
-
849.000.000
5.329.290.000
1.485.120.000
2.431.200.000
1.497.000.000
2.432.160.000
236.250.000
1.776.060.000
2.190.000.000
1.703.250.000
2.273.270.000
1.833.700.000
1.963.500.000
1.272.640.000
1.656.660.000
-
704.000.000
TAMSIL**)
41.525.756.000
39.299.022.000
60.368.369.000
86.869.741.000
109.106.304.000
130.008.735.000
67.062.451.000
81.296.382.000
91.222.155.000
-
26.397.492.000
30.133.909.000
62.311.826.000
117.653.395.000
75.182.333.000
59.751.931.000
-
89.959.839.000
63.805.542.000
71.094.411.000
316.829.383.000
102.288.291.000
130.324.704.000
74.761.608.000
94.028.199.000
106.392.484.000
100.332.151.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
20.575.030.000
-
-
-
-
19.341.246.000
19.508.469.000
21.301.307.000
-
-
-
-
-
2.000.000.000
-
-
-
22.270.516.000
-
-
-
22.579.561.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
312.101.440.000
-
-
-
-
-
-
158.450.380.000
BOS
522.847.563.289
586.199.461.080
791.033.033.863
619.639.991.235
809.301.873.457
924.430.054.726
666.368.866.472
798.181.741.765
832.132.379.379
1.538.297.702.598
216.863.924.365
511.425.210.779
590.549.832.730
820.146.741.096
640.603.277.181
602.983.603.263
1.016.528.043.442
654.372.178.467
693.848.918.700
576.903.031.573
1.597.567.545.823
583.163.884.131
942.566.500.471
638.902.586.972
746.663.465.239
741.596.779.061
697.453.960.762
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
163
-
3.340.147.976
3.609.437.080
1.182.848.640
2.933.403.033
165.822.656.403
59.465.447.975
16.510.422.372
30.443.756.993
428 Kab. Konawe Kepulauan
429 Provinsi Bali
430 Kab. Badung
431 Kab. Bangli
432 Kab. Buleleng
8.588.255.840
449 Kab. Lombok Utara
2.694.013.117
12.909.196.147
43.405.237.215
447 Kota Bima
448 Kab. Sumbawa Barat
28.789.814.676
19.207.214.945
27.271.142.072
445 Kab. Sumbawa
446 Kota Mataram
38.147.077.401
3.986.904.558
2.190.604.200
7.971.818.995
50.912.478.129
17.956.857.512
18.925.089.505
443 Kab. Lombok Tengah
444 Kab. Lombok Timur
11.745.641.725
4.493.919.543
12.755.421.426
14.534.378.026
441 Kab. Dompu
8.261.378.634
68.225.850.419
417.518.497
457.214.025
14.745.512.859
84.758.188.792
442 Kab. Lombok Barat
440 Kab. Bima
Provinsi Nusa Tenggara Barat
417.518.497
21.970.222.682
82.673.324.994
437 Kab. Tabanan
438 Kota Denpasar
439
417.518.497
20.338.565.748
16.328.717.569
435 Kab. Karangasem
436 Kab. Klungkung
417.518.497
24.243.169.762
17.594.717.361
433 Kab. Gianyar
434 Kab. Jembrana
456.586.380
417.518.497
-
6.929.247.881
5.899.406.998
426 Kab. Buton Utara
427 Kab. Kolaka Timur
-
-
11.076.796.147
DBH CHT **)
14.508.634.622
DBH PAJAK *)
424 Kab. Kolaka Utara
Nama Daerah
425 Kab. Konawe Utara
No
8.350.049.428
76.331.526.971
8.350.049.428
8.350.049.428
12.999.697.369
8.350.076.308
8.350.049.428
8.600.913.748
9.551.581.631
10.261.379.526
38.743.387.677
402.414.486
402.414.486
402.414.486
402.414.486
402.414.486
402.414.486
402.414.486
402.414.486
402.414.486
-
3.155.937.859
25.026.425.445
11.413.194.475
29.362.060.815
19.308.168.348
DBH SDA**)
339.993.327.000
349.283.834.000
410.483.310.000
564.661.391.000
724.963.659.000
1.039.124.622.000
865.423.847.000
685.318.844.000
521.667.743.000
771.058.947.000
980.390.340.000
615.961.906.000
719.621.530.000
474.427.796.000
614.793.461.000
484.825.804.000
626.674.608.000
854.532.248.000
486.381.005.000
324.815.695.000
832.297.473.000
97.698.630.000
223.177.156.000
366.551.466.000
441.295.580.000
438.746.757.000
DAU
43.992.850.000
44.717.880.000
33.992.090.000
52.222.910.000
66.038.060.000
101.042.760.000
66.403.040.000
58.946.380.000
51.626.440.000
73.107.750.000
54.663.430.000
24.642.780.000
58.514.490.000
42.267.390.000
60.473.980.000
43.546.330.000
44.882.840.000
64.898.210.000
43.195.920.000
551.160.000
41.600.750.000
-
5.486.520.000
53.513.420.000
45.974.050.000
53.527.880.000
DAK
9.175.880.000
11.382.060.000
-
-
15.206.730.000
22.714.290.000
14.518.060.000
11.766.670.000
14.374.880.000
17.837.590.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.347.510.000
8.741.230.000
14.211.440.000
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
773.500.000
1.632.000.000
-
-
2.154.500.000
1.358.900.000
2.709.750.000
1.194.750.000
-
3.137.500.000
1.449.000.000
-
2.025.500.000
1.289.750.000
2.998.250.000
1.329.750.000
713.250.000
790.250.000
1.904.500.000
1.016.500.000
1.930.120.000
1.110.000.000
1.104.000.000
2.073.750.000
1.801.000.000
2.074.000.000
TAMSIL**)
45.005.588.000
34.097.973.000
78.094.218.000
119.413.450.000
115.120.871.000
218.799.196.000
178.325.531.000
120.522.888.000
70.734.806.000
132.869.333.000
-
182.110.933.000
157.721.676.000
88.673.765.000
139.072.771.000
94.906.804.000
157.117.802.000
217.990.974.000
70.094.513.000
130.516.028.000
-
14.117.604.000
23.630.460.000
22.355.621.000
18.648.374.000
36.394.601.000
TJ. PROF -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22.052.555.000
-
22.809.994.000
-
-
-
3.000.000.000
22.763.285.000
-
-
-
-
19.943.276.000
-
-
23.311.379.000
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
459.073.400.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
380.385.340.000
BOS
459.866.354.826
563.041.115.386
546.522.876.692
800.708.757.176
985.715.106.309
1.461.227.411.942
1.214.644.206.341
912.630.465.499
685.204.791.600
1.031.279.391.019
1.690.303.596.888
928.972.161.977
960.673.351.665
623.807.351.552
838.536.656.259
643.023.338.344
875.160.208.888
1.172.667.290.559
618.945.361.238
540.496.142.958
1.425.376.487.379
119.015.574.892
284.323.968.443
474.184.209.356
560.330.929.437
575.339.642.495
JUMLAH TOTAL 2014
164
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
166.770.092
4.848.799.887
4.791.791.917
56.936.519.467
13.268.021.570
22.730.616.574
471 Kab. Sabu Raijua
472 Kab. Malaka
473 Provinsi Maluku
Kab. Maluku Tenggara 474 Barat
475 Kab. Maluku Tengah
7.896.988.518
8.034.178.935
393.201.798
614.914.461
8.213.150.725
8.828.690.047
467 Kab. Nagekeo
468 Kab. Sumba Barat Daya
469 Kab. Sumba Tengah
166.770.092
300.292.358
8.964.409.429
9.416.592.874
465 Kab. Rote Ndao
466 Kab. Manggarai Barat
470 Kab. Manggarai Timur
166.770.092
10.928.869.933
20.095.908.941
463 Kab. Timor Tengah Utara
464 Kota Kupang
243.712.980
-
-
-
-
227.034.183
313.722.824
166.770.092
190.031.737
13.317.018.126
11.713.405.170
461 Kab. Sumba Timur
414.648.367
7.049.703.987
431.567.622
184.540.587
206.713.246
290.111.399
1.644.949.046
462 Kab. Timor Tengah Selatan
460 Kab. Sumba Barat
7.281.854.561
11.243.944.339
458 Kab. Ngada
459 Kab. Sikka
602.695.838
8.872.435.634
10.474.232.346
9.844.183.132
456 Kab. Lembata
11.627.015.392
454 Kab. Flores Timur
455 Kab. Kupang
457 Kab. Manggarai
234.254.921
10.184.382.366
453 Kab. Ende
626.055.421
9.976.684.856
197.077.152
3.335.401.847
DBH CHT **)
7.574.158.506
67.802.415.535
DBH PAJAK *)
451 Kab. Alor
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nama Daerah
452 Kab. Belu
450
No
20.378.040.011
5.100.575.520
11.132.000.183
1.296.444.020
565.172.479
686.883.775
1.060.167.679
1.134.222.079
1.438.951.231
511.412.479
719.065.855
511.412.479
2.469.118.111
1.662.343.871
1.176.316.159
884.372.479
549.467.518
938.441.599
783.365.503
711.092.479
1.167.297.919
511.412.479
1.380.685.429
1.438.092.296
796.243.968
3.485.319.424
DBH SDA**)
848.638.632.000
487.859.601.000
1.019.704.312.000
285.088.668.000
314.254.688.000
421.442.287.000
302.033.721.000
413.582.665.000
381.411.361.000
442.388.310.000
361.623.423.000
598.804.801.000
506.713.353.000
658.897.183.000
561.028.322.000
350.946.291.000
553.376.947.000
410.643.171.000
507.725.930.000
388.625.200.000
598.332.549.000
531.905.134.000
546.281.332.000
349.381.471.000
510.220.213.000
1.131.687.590.000
DAU
79.024.340.000
88.681.950.000
70.134.160.000
-
59.315.150.000
60.619.330.000
47.199.820.000
57.779.650.000
53.814.920.000
70.708.820.000
68.124.580.000
61.439.470.000
77.111.260.000
79.221.340.000
55.844.720.000
47.110.780.000
57.200.420.000
51.185.280.000
84.916.470.000
51.502.280.000
71.364.090.000
63.399.410.000
51.722.470.000
82.491.950.000
83.203.560.000
74.235.910.000
DAK
18.790.490.000
15.370.890.000
-
-
10.005.250.000
15.999.210.000
11.365.610.000
14.151.130.000
14.968.790.000
21.325.970.000
15.408.880.000
-
13.373.610.000
15.476.900.000
15.796.710.000
11.159.470.000
12.405.540.000
12.877.300.000
24.514.740.000
12.731.470.000
13.715.810.000
11.196.220.000
11.458.790.000
13.171.310.000
15.525.840.000
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.664.190.000
5.735.750.000
321.000.000
1.935.000.000
-
1.944.190.000
2.011.750.000
778.750.000
1.770.750.000
4.649.110.000
2.233.420.000
-
2.702.060.000
6.965.500.000
3.248.250.000
1.965.010.000
2.786.750.000
2.237.250.000
4.256.000.000
2.040.060.000
3.857.250.000
3.482.140.000
2.417.430.000
4.752.000.000
4.583.240.000
TAMSIL**) -
68.730.792.000
41.974.893.000
-
50.102.952.000
15.202.947.000
51.318.470.000
13.120.218.000
38.563.948.000
46.438.097.000
95.173.327.000
34.664.992.000
127.517.782.000
46.923.720.000
80.509.232.000
52.918.743.000
40.203.207.000
79.904.196.000
36.241.573.000
55.340.795.000
45.809.450.000
76.235.695.000
71.213.233.000
84.616.684.000
43.255.662.000
47.135.915.000
TJ. PROF
DID
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
227.306.730.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
716.042.300.000
BOS
1.068.957.100.585
657.991.681.090
1.385.534.721.650
343.214.855.937
404.419.041.549
560.358.272.534
384.855.045.289
535.433.969.587
508.449.221.754
644.473.834.711
491.905.540.376
808.536.144.512
660.388.761.136
854.635.935.778
703.573.792.265
459.733.482.833
717.898.832.479
521.589.410.747
688.218.246.095
510.894.683.951
774.751.129.972
693.624.676.270
709.706.722.841
502.690.699.223
671.638.773.976
1.996.588.936.806
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
165
-
43.753.155.898
15.218.101.783
7.402.381.093
12.371.977.865
9.163.530.698
480 Kab. Seram Bagian Timur
481 Kab. Kepulauan Aru
482 Kota Tual
483 Kab. Maluku Barat Daya
484 Kab. Buru Selatan
33.911.599.509
17.988.652.609
502 Kab. Nabire
17.483.452.745
499 Kab. Jayawijaya
249.463.714.439
22.787.469.901
498 Kab. Jayapura
500 Kab. Merauke
15.063.681.624
501 Kab. Mimika
308.851.687.582
5.606.789.682
495 Kab. Pulau Taliabu
497 Kab. Biak Numfor
8.013.541.406
496 Provinsi Papua
19.873.470.400
493 Kab. Halmahera Utara
494 Kab. Pulau Morotai
-
9.967.114.625
19.403.834.497
15.453.815.468
13.755.027.410
489 Kab. Halmahera Timur
490 Kota Tidore Kepulauan
491 Kab. Kepulauan Sula
-
23.535.186.236
488 Kota Ternate
492 Kab. Halmahera Selatan
-
14.652.981.066
487 Kab. Halmahera Barat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
47.257.041.105
15.649.957.353
485 Provinsi Maluku Utara
486 Kab. Halmahera Tengah
-
-
-
-
-
25.677.519.047
14.140.663.687
478 Kota Ambon
479 Kab. Seram Bagian Barat
-
-
13.856.817.585
DBH CHT **)
11.648.273.970
DBH PAJAK *)
476 Kab. Maluku Tenggara
Nama Daerah
477 Kab. Buru
No
38.396.893.025
738.190.224.535
63.599.426.457
28.071.568.891
30.538.448.816
27.908.036.611
406.107.926.469
13.268.941.065
18.357.300.965
47.731.812.621
48.340.162.081
18.932.122.142
19.183.495.332
82.237.304.640
18.163.644.005
18.808.220.432
40.449.057.976
75.924.233.098
17.162.560.665
8.691.576.544
1.970.848.096
6.518.740.701
5.763.475.612
1.972.466.510
1.970.848.096
15.527.685.891
1.970.848.096
DBH SDA**)
643.898.180.000
582.498.865.000
1.161.464.820.000
608.581.629.000
597.199.562.000
525.097.245.000
1.991.202.341.100
127.680.329.000
323.758.154.000
422.491.517.000
524.814.372.000
339.809.267.000
497.417.022.000
372.886.814.000
536.443.879.000
410.351.504.000
392.180.412.000
906.623.550.000
362.524.010.000
483.431.553.000
311.236.553.000
469.996.166.000
436.637.414.000
495.911.700.000
601.627.489.000
392.051.367.000
399.953.093.000
DAU
66.646.810.000
63.567.800.000
154.868.680.000
103.979.500.000
65.499.130.000
55.772.490.000
120.505.640.000
7.500.260.000
77.850.060.000
58.889.940.000
48.965.100.000
63.325.900.000
49.139.160.000
58.574.140.000
59.724.230.000
56.550.830.000
53.023.530.000
74.623.090.000
69.525.730.000
86.571.110.000
37.646.940.000
54.912.100.000
51.196.040.000
52.504.700.000
45.444.830.000
46.468.860.000
57.677.580.000
DAK
14.085.950.000
17.823.760.000
38.944.350.000
19.836.330.000
-
9.921.060.000
-
9.039.750.000
14.374.520.000
9.247.690.000
12.410.710.000
-
15.733.510.000
-
13.649.590.000
9.528.090.000
-
12.404.500.000
21.052.500.000
-
7.598.930.000
9.529.450.000
10.726.940.000
-
9.586.130.000
-
DAK TAMBAHAN -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.777.070.560.000
OTSUS
3.107.000.000
324.750.000
5.407.000.000
1.624.500.000
-
1.049.250.000
-
1.011.000.000
1.956.750.000
3.859.500.000
1.430.000.000
2.826.000.000
1.007.250.000
2.921.960.000
2.423.750.000
3.066.910.000
2.632.880.000
201.750.000
1.611.000.000
3.218.250.000
1.280.250.000
3.307.500.000
10.118.400.000
5.123.250.000
5.079.000.000
4.616.940.000
3.342.750.000
TAMSIL**)
46.146.145.000
31.170.916.000
49.327.113.000
50.007.680.000
48.199.964.000
34.596.271.000
-
19.062.840.000
10.855.053.000
34.147.182.000
37.097.066.000
48.732.004.000
38.806.355.000
34.323.754.000
82.776.610.000
43.212.484.000
23.663.119.000
-
15.895.740.000
19.978.032.000
27.492.128.000
14.823.231.000
13.246.500.000
31.802.071.000
129.315.671.000
24.770.798.000
31.255.109.000
TJ. PROF
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
345.040.400.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
154.892.720.000
BOS
830.269.630.634
1.683.040.029.974
1.507.522.988.966
829.584.660.636
764.224.574.717
669.408.034.235
7.948.778.555.151
174.130.159.747
449.830.609.371
601.367.942.021
689.298.224.578
496.003.117.767
619.308.309.742
582.131.298.108
723.067.299.241
560.292.519.498
537.127.046.329
1.259.522.384.203
488.287.071.363
635.314.999.409
387.029.100.189
572.374.769.484
570.244.435.510
612.181.791.197
809.115.357.143
504.670.054.861
508.056.197.681
JUMLAH TOTAL 2014
166
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
-
-
26.828.403.087
24.299.083.199
512 Kab. Boven Digoel
513 Kab. Mappi
-
-
12.401.843.526
41.950.123.249
8.319.117.027
9.321.141.196
10.343.537.666
8.968.809.424
12.253.614.335
14.047.732.826
12.851.810.267
10.455.718.695
166.600.614.578
148.931.551.011
39.447.283.542
37.813.813.725
516 Kab. Supiori
517 Kab. Mamberamo Raya
518 Kab. Mamberamo Tengah
519 Kab. Yalimo
520 Kab. Lanny Jaya
521 Kab. Nduga
522 Kab. Dogiyai
523 Kab. Puncak
524 Kab. Intan Jaya
525 Kab. Deiyai
526 Provinsi Papua Barat
527 Kab. Sorong
528 Kab. Manokwari
529 Kab. Fak Fak
-
-
-
22.594.562.078
23.926.362.174
514 Kab. Asmat
515 Kab. Waropen
-
-
22.329.466.322
17.727.108.522
510 Kab. Pegunungan Bintang
-
-
-
511 Kab. Tolikara
19.030.508.281
20.420.720.034
508 Kab. Keerom
30.863.770.986
19.316.675.372
506 Kota Jayapura
507 Kab. Sarmi
509 Kab. Yahukimo
-
18.835.313.681
505 Kab. Kepulauan Yapen
-
13.181.464.339
DBH CHT **)
15.719.555.825
DBH PAJAK *)
503 Kab. Paniai
Nama Daerah
504 Kab. Puncak Jaya
No
28.679.724.724
16.911.415.706
90.771.783.166
672.533.024.421
27.898.730.491
27.898.730.491
27.898.730.491
27.898.730.491
27.898.730.491
27.898.730.491
27.898.730.491
27.898.730.491
51.757.451.778
27.898.730.491
30.861.486.707
32.644.919.010
28.142.767.627
51.586.896.799
29.843.364.091
30.984.151.291
34.940.752.891
38.729.186.165
69.944.222.698
27.898.730.491
27.898.730.491
32.736.915.451
34.716.950.011
DBH SDA**)
626.893.988.000
426.037.888.000
473.691.257.000
1.122.264.659.000
405.595.790.000
636.141.574.000
722.726.455.000
462.108.590.000
506.372.604.000
594.234.876.000
567.217.623.000
554.042.420.000
650.844.607.000
409.397.485.000
467.780.810.000
822.115.038.000
728.591.348.000
740.002.449.000
661.680.651.000
784.449.474.000
606.920.946.000
500.546.216.000
667.002.043.000
624.312.379.000
469.840.515.000
632.414.392.000
508.843.453.000
DAU
53.399.520.000
55.155.510.000
62.212.050.000
61.215.730.000
69.323.660.000
115.471.040.000
116.286.770.000
69.838.410.000
94.728.540.000
132.557.380.000
115.523.040.000
105.700.670.000
58.866.700.000
85.798.620.000
48.642.950.000
77.013.570.000
74.803.490.000
66.284.590.000
134.631.230.000
140.512.710.000
89.638.500.000
85.323.760.000
56.454.580.000
52.060.640.000
66.838.450.000
119.407.740.000
90.407.210.000
DAK
-
-
20.647.520.000
-
10.453.600.000
13.083.610.000
37.614.880.000
15.491.610.000
15.120.710.000
25.403.150.000
22.281.350.000
22.858.820.000
13.897.810.000
8.037.830.000
11.690.650.000
13.895.060.000
22.298.170.000
12.367.020.000
23.998.770.000
20.775.730.000
16.242.020.000
14.779.540.000
12.333.460.000
-
12.087.900.000
17.102.580.000
20.803.530.000
DAK TAMBAHAN -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.047.315.954.000
OTSUS -
1.319.070.000
1.017.000.000
1.270.250.000
102.750.000
1.221.750.000
71.500.000
-
-
1.737.000.000
1.150.500.000
443.250.000
129.750.000
1.818.000.000
-
1.760.250.000
2.354.750.000
-
2.400.000.000
218.250.000
1.095.250.000
2.072.250.000
-
1.047.750.000
3.872.700.000
1.944.890.000
1.051.500.000
TAMSIL**)
33.416.237.000
40.080.046.000
61.953.099.000
-
15.105.968.000
11.104.372.000
16.076.032.000
24.278.908.000
13.507.160.000
71.387.176.000
26.463.008.000
41.953.420.000
11.807.788.000
39.243.844.000
23.855.480.000
15.396.796.000
47.452.431.000
12.569.640.000
10.643.280.000
12.804.576.000
13.225.612.000
22.842.170.000
10.995.112.000
110.710.743.000
26.009.487.000
16.323.868.000
6.101.591.000
TJ. PROF
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
124.213.930.000
BOS
781.522.353.449
578.649.143.248
859.477.510.177
4.194.246.661.999
540.055.217.186
816.622.636.758
934.650.600.317
611.869.862.826
668.333.553.915
862.975.350.157
769.148.142.687
760.902.927.518
830.942.480.027
582.778.353.017
608.517.988.881
986.014.695.088
925.587.289.826
912.038.998.886
878.742.653.613
1.012.951.357.613
783.460.800.925
681.251.380.446
837.093.843.070
849.718.963.477
623.455.286.172
834.756.551.276
674.054.198.350
JUMLAH TOTAL 2014
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
167
8.237.684.710
539 Kab. Pegunungan Arfak
539
323
**) PMK dalam proses penandatangan Menkeu
*) PPh PMK Nomor 202/PMK.07/2013
JUMLAH DAERAH
-
-
-
-
7.441.774.701
7.272.794.697
19.506.140.425
18.463.747.259
31.189.549.172
34.811.203.772
86.614.243.822
20.695.550.746
17.485.901.284
14.721.643.385
DBH SDA**)
91.403.520.000
85.432.173.000
494.724.124.000
377.464.887.000
561.572.509.000
373.039.643.000
576.627.839.000
591.036.221.000
396.040.495.000
420.363.515.000
DAU
8.467.420.000
4.737.640.000
69.152.440.000
61.978.050.000
53.083.940.000
55.296.190.000
53.484.710.000
80.560.460.000
55.336.800.000
45.538.650.000
DAK
-
-
16.194.260.000
10.651.140.000
8.201.300.000
8.135.680.000
12.747.450.000
18.061.370.000
8.856.800.000
-
DAK TAMBAHAN
OTSUS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
996.000.000
996.000.000
192.190.000
-
1.876.970.000
2.124.750.000
2.088.000.000
1.236.000.000
2.364.500.000
2.113.750.000
TAMSIL**)
56.927.620.000
9.065.540.000
5.944.307.000
22.839.683.000
76.457.784.000
23.578.758.000
23.110.495.000
15.208.968.000
40.829.786.000
60.301.587.000
TJ. PROF
DID -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
BOS -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
173.474.019.411
115.344.638.987
620.351.240.535
507.300.150.245
756.459.149.750
518.807.301.775
933.161.807.628
765.468.595.280
554.262.604.137
571.553.177.566
JUMLAH TOTAL 2014
538
539
528
183
3
429
505
99
34
539
39.237.603.580.856 2.213.999.999.987 60.560.606.544.471 341.219.325.651.000 30.200.000.000.000 2.800.000.000.000 -13.648.773.028.000 945.865.970.000 56.136.316.551.000 1.387.800.000.000 23.229.660.670.000 571.579.951.995.314
7.840.491.290
PAGU TOTAL
14.637.779.110
537 Kab. Tambraw
538 Kab. Manokwari Selatan
-
24.077.097.578
15.902.642.986
535 Kab. Kaimana
536 Kab. Maybrat
-
21.821.077.003
534 Kab. Teluk Wondama
-
38.670.025.534
178.489.069.806
532 Kab. Raja Ampat
533 Kab. Teluk Bintuni
-
-
28.514.032.181
DBH CHT **)
33.348.321.853
DBH PAJAK *)
530 Kota Sorong
Nama Daerah
531 Kab. Sorong Selatan
No
168
Pelengkap Buku Pegangan 2014
· Kebijakan Hkpd Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Lampiran Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2014
169