BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan-temuan studi yang didapat dari penelitian kali ini yang akan menjurus kepada suatu kesimpulan dari penelitian ini. Selain dari temuan studi dan kesimpulan, pada bab ini juga akan dijelaskan menganai rekomendasi yang dapat penulis berikan kepada pemerintah Kota Bandung, kelemahan dari studi yang dilakukan, serta saran untuk studi lanjutan. 6.1 Karakteristik Pengunjung dan Kunjungan Wisatawan di Kota Bandung Berdasakan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa terdapat perbedaan antara karakteristik pengunjung dan kunjungan wisatawan yang datang ke Kota Bandung. Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakteristik pengunjung dan kunjungan di kawasan tersebut, maka diketahui bahwa komposisi “wisatawan” yang terdapat di Kota Bandung. Berikut ini pada GAMBAR 6.1 dapat dilihat mengenai komposisi pengunjung yang datang dan terdapat di Kota Bandung berdasarkan hasil analisis.
GAMBAR 6.1 KOMPOSISI PENGUNJUNG YANG DATANG DAN TERDAPAT DI KOTA BANDUNG
Responden
Kota Bandung (Penduduk Kota Bandung) 33%
Luar Kota Bandung 67%
Day Tripper (Ekskursionis, Pelancong) 28%
Regional
Nasional
Menginap (Wisatawan) 39%
Regional
Sumber : Hasil Analisis 2008
Nasional
Internasional
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pola kunjungan dan karakteristik pengunjung yang datang di beberapa kawasan wisata di Kota Bandung, maka ditemukan bahwa terdapat perbedaan karakteristik antara pengunjung yang datang ke kawasan wisata berdasarkan asal daerah pengunjung, dan lama kunjungan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat dua kelompok besar pengunjung yang datang ke Kota Bandung. Kelompok pengunjung yang dimaksud adalah pengunjung yang berasal dari Kota Bandung dan pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung. Pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung sendiri terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu para day trippers dan para wisatawan. Berdasarkan hasil pengolahan data, analisis dan wawancara, diketahui bahwa karakteristik kunjungan yang dilakukan oleh pengunjung dipengaruhi oleh daerah asal pengunjung. Sebagai contoh, pengunjung yang datang dari daerah yang cukup jauh dari Kota Bandung pasti akan memilih untuk menghabiskan waktu lebih dari satu malam untuk berkegiatan di Kota Bandung. Aksesibilitas yang baik juga dapat mempengaruhi pola kunjungan pengunjung dalam berkegiatan di Kota Bandung. Sebagai contoh, dengan adanya jalan tol Purbaleunyi, pengunjung yang datang dari Jakarta dan sekitarnya dapat lebih mudah untuk memilih untuk menginap atau kembali lagi ke daerah asalnya pada hari yang sama. Karakteristik pengunjung dan kunjungan juga dapat mempengaruhi pemilihan moda transportasi dalam menuju Kota Bandung maupun selama berada di Kota Bandung. Sebagian besar (46%) pengunjung memilih untuk menggunakan mobil pribadi untuk menuju Kota Bandung, khususnya pengunjung yang mengunjungi kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas. Untuk pemilihan moda transportasi selama berada di Kota Bandung, pengunjung lebih banyak yang memilih untuk menggunakan mobil pribadi (36%) dan angkutan kota (33%). Berdasarkan komposisinya, terdapat beberapa persamaan antara pengunjung datang ke kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas, lalu pengunjung yang datang ke kawasan Alun-alun dan Kebon Binatang. Pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas didominasi oleh pengunjung dengan lama tinggal di Kota Bandung lebih dari 24 jam. Hal tersebut dapat menjelaskan
bahwa sebagian besar pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas adalah kelompok wisatawan. Pengunjung yang datang ke kawasan Alun-alun dan Kebon Binatang didominasi oleh pengunjung dengan lama tinggal kurang dari 24 jam. Hal tersebut menjelaskan bahwa pengunjung yang datang ke kawasan Alun-alun dan Kebon Binatang didominasi oleh para day tripper atau pelancong yang memliki lama kunjungan di Kota Bandung kurang dari 24 jam. Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa terjadi perubahan dalam penggunaan moda transportasi dari travel atau kereta api menjadi angkutan umum perkotaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan travel dapat menjadi salah satu solusi untuk menekan jumlah kendaraan khususnya mobil pribadi ke Kota Bandung. Karakteristik pengunjung yang datang ke Kota Bandung juga dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas. Tingginya penggunaan mobil pribadi baik oleh pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung maupun yang berasal dari Kota Bandung menyebabkan Kota Bandung menjadi makin penuh, khususnya pada waktu akhir pekan. Hal tersebut menyebabkan kapasitas atau daya tampung jalan terlampaui sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Walaupun merupakan golongan minoritas, pengunjung yang tidak bersedia berjalan kaki dalam berpindah objek wisata dalam satu kawasan juga dapat menyebabkan kemacetan. Apabila dihubungakan dengan hipotesa awal tentang adanya perbedaan karakteristik pengunjung yang datang ke Kota Bandung antara pengunjung yang datang ke wilayah Bandung Utara dengan Bandung Selatan, maka hipotesa tersebut dianggap tidak terbukti. Walaupun hipotesa terdapatnya perbedaan karakteristik pengunjung yang datang ke Kota Bandung terdapat perbedaan, namun perbedaan karakteristik bukan dipengaruhi oleh kondisi geografis Kota Bandung, melainkan berdasarkan asal daerah pengunjung.
6.2
Pengaruh
Kemacetan
Lalu
Lintas
Terhadap
Perkembangan
Kepariwisataan Kota Bandung Berdasarkan RTRTW Kota Bandung Tahun 2003-2013 dan berdasarkan hasil observasi, kemacetan lalu lintas memang menjadi salah satu permasalahan
yang dapay menghambat pertumbuhan pariwisata di Kota Bandung. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung disebabkan oleh penumpukan kendaraan di jalan yang dapat disebabkan oleh antrian kendaraan pengunjung yang mencari parkir. Hambatan tersebut menyebabkan berkurangnya kacepatan laju kendaraan sehingga menyebabkan penumpukan volume kendaraan di jalan. Pertumbuhan kepariwisataan Kota Bandung dipengaruhi oleh pengunjung yang datang dan berwisata ke Kota Bandung serta daya dukung yang dimiliki oleh Kota Bandung. Oleh karena itu, daya tahan atau tingkat toleransi terhadap kemacetan lalu lintas pengunjung dapat mempengaruhi pertumbuhan pariwisata di Kota Bandung. Berikut ini pada TABEL VI-1 dapat diilhat mengenai nilai rata-rata toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung.
TABEL VI-1 RATA-RATA NILAI TOLERANSI PENGUNJUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS PER WILAYAH STUDI Lokasi Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Rata-rata Total
Seluruh Responden
Pengunjung Luar Kota Bandung Mean N 4.96 63 6.08 68 7.16 24
Mean 5.12 5.95 7.08
N 75 75 75
5.77
75
5.79
5.98
300
5.79
Penduduk Kota Bandung Mean 5.46 6.40 7.04
N 13 5 51
44
5.56
32
199
6.34
101
Sumber : Hasil Analisis 2008
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pengunjung yang datang ke Kota Bandung memiliki tingkat toleransi yang cukup rendah, yaitu dengan nilai modus yang mencapai angka delapan, dengan nilai ratarata 5,79. Nilai toleransi dengan nilai delapan menandakan bahwa terdapat pengunjung yang mulai telah merasa jera untuk kembali berwisata ke Kota Bandung. Hal tersebut juga dapat dilihat dari sebagian besar pengunjung yang memiliki nilai tolernasi yang lebih besar dari nilai tengah dan nilai rata-rata toleransi baik nilai toleransi di setiap wilayah studi maupun nilai toleransi pengunjung secara keseluruhan. Nilai yang lebih besar dari nila tengah dan nilai
rata-rata menjelaskan bahwa pengunjung tersebut memiliki tingkat tolenansi dari nilai rata-rata toleransi lebih kecil dan sudah mulai merasa tidak tahan dalam menghadapi kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung. Seperti nilai modus pengunjung, nilai modus penduduk Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata juga mencapai angka delapan. Hal yang berbeda adalah nilai rata-rata toleransi penduduk yang mencapai nilai 6,34. Hal tersebut menandakan penduduk Kota Bandung lebih merasa tidak tahan terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di kecamatan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Tingkat toleransi yang rendah akan mempengaruhi perkembangan kepariwisataan Kota Bandung. Berdasarkan RIPPDA Kota Bandung, kondisi pariwisata di Kota Bandung dalam Tourism Life Cycle berada dalam tahap konsolidasi, dimana kegiatan pariwisata di Kota Bandung hampir mencapai puncaknya yang kemudian dapat terus berkembang atau akan menurun. Apabila keadaan yang terjadi di Kota Bandung masih seperti sekarang, ditakutkan bahwa Kota Bandung telah kehilangan daya dukungnya terhadap perkembangan kepariwisataan Kota Bandung. Rendahnya tingkat toleransi pengunjung juga menandakan bahwa pengunjung sudah mulali merasa tidak tahan dalam menghadapi kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Hal tersebut dapat memperkuat pernyataan bahwa saat ini daya dukung Kota Bandung sedang dipertanyakan, dan apabila permasalahan yang terjadi tidak segera diselesaikan, maka akan mempengaruhi kepariwisataan Kota Bandung. Apabila dihubungakan dengan tindakan yang dilakukan oleh pengunjung yang datang ke Kota Bandung setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung, sebagian besar pengunjung memilih untuk tetap meneruskan perjalanan di Kota Bandung. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, kunjungan yang dilakukan oleh pengunjung tidak bersifat rutin atau sering, sehingga pengunjung rela terkena kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Alasan kedua adalah pengunjung merasa sebagai salah satu kota besar, kemacetan lalu lintas merupakan hal yang biasa, sehingga pengunjung tersebut tetap mereruskan perjalanan walaupun terjebak kemacetana lalu lintas. Alasan yang ketiga adalah
perbedaan pendapat mengenai kemacetan lalu lintas itu sendiri. Berdasarkan berbagai pertimbangan diatas dapat diketahui bahwa saat ini daya dukung Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata sudah hampir mencapai puncaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Selain itu, dapat pula dilihat dari tingkat persentase pengunjung yang mengurangi jumlah kunjungan objek wisata. Melihat dari tingkat toleransi dan tindakan yang dilakukan pengunjung, diketahui bahwa walaupun daya dukung Kota Bandung hampir mencapai puncaknya, namun kepariwistaan Kota Bandung masih dapat terus berjalan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh daya tarik yang dimiliki Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata sangat besar, sehingga pengunjung tetap terus berdatangan walaupun setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. 6.3 Kebutuhan Sarana Prasarana Penunjang Kepariwisataan Kota Bandung Perkembangan kagiatan pariwisata selain sangat bergantung pada pengunjung juga sangat bergantung pada ketersediaan sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Berdasarkan hasil wawancara dan analisis yang dilakukan, maka sarana prasarana yang paling dibutuhkan oleh pengunjung adalah jalan raya, lahan parkir dan moda transportasi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil suara terbanyak yang selalu ada dalam peringkat pertama, kedua dan ketiga akan kebutuhan sarana prasarana di Kota Bandung. Kebutuhan akan sarana prasarana penunjang kegiatan pariwista juga dipengaruhi oleh karakteristik pengunjung yang datang. Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang dilakukan, ditemukan beberapa kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan sarana prasarana tersebut. Kesenjangan-kesenjangan yang dimaksud dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat toleransi pengunjung terhadap permasalahan pariwisata di Kota Bandung yang diakibatkan oleh rendahnya daya dukung yang dimiliki Kota Bandung. Jalan raya merupakan salah satu prasarana yang paling dibutuhkan dalam upaya mengurangi kemacetan lalu lintas, namun dengan keterbatasan lahan yang ada, maka penambahan panjang jalan atau lebar jalan tidak dapat menjadi solusi yang optimal untuk mengurangi kemacetan lalu lintas
di Kota Bandung. Jalan raya juga sangat berpengaruh terhadap aksesibilitas antara kawasan wisata di Kota Bandung. Sebagai salah satu prasarana yang dianggap sangat penting, lahan parkir dapat menjadi salah satu pemecahan masalah kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung disebabkan oleh penumpukan kendaraan di jalan akibat antrian keluar masuk kendaraan untuk parkir. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya kecepatan kendaraan, penumpukan volume kendaraan lalu menyebabkan kemacetan lalu lintas. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada pengunjung, berikut ini adalah beberapa sarana prasarana yang masih dibutuhkan oleh pengunjung karena ketersediaannya saat ini dirasa belum optimal di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung.
Sarana kebersihan
Taman/Peneduh
Kendaraan wisata Urutan kebutuhan sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata
berdasarkan persepsi pengunjung yang datang ke Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL VI-2 berikut ini.
TABEL VI-2 URUTAN KEBUTUHAN SARANA PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN PERSEPSI PENGUNJUNG Urutan
Sarana Prasarana Riau
Cihampelas
Alun-alun
Kebon Binatang
Kota Bandung
1
Jalan Raya
Jalan Raya
Jalan Raya
Jalan Raya
Jalan Raya
2
Moda Transportasi
Lahan Parkir
Moda Transportasi
Lahan Parkir
Lahan Parkir
3
Lahan Parkir
Moda Transportasi
Lahan Parkir
Moda Transportasi
Moda Transportasi
4
Zebra Cross
Zebra Cross
Trotoar
Zebra Cross
Zebra Cross
5
Trotoar
Penunjuk Jalan
Zebra Cross
Trotoar
Trotoar
6
Jasa Perbankan
Jasa Perbankan
Jasa Perbankan
Jasa Perbankan
Jasa Perbankan
7
Penunjuk Jalan Information Center
Trotoar Information Center
Penunjuk Jalan Information Center
Penunjuk Jalan Information Center
Penunjuk Jalan
8
Sumber : Hasil Analisis 2008
Information Center
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan terhadap urutan kebutuhan sarana prasarana berdasarkan persepsi pengunjung maupun penduduk Kota Bandung. Jenis sarana prasarana yang paling dibutuhkan oleh pengunjung yang datang ke Kota Bandung adalah jalan raya, lahan parkir dan moda transportasi. Perbedaan urutan kebutuhan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karakteristik pengunjung dan kunjungan yang datang ke Kota Bandung. Perbedaan urutan kebutuhan sarana prasarana juga sedikit berbeda antara pada day tripper, wisatawan, first timers, dan repeaters. Untuk kepuasan terhadap ketersediaan sarana prasarana, baik pengunjung maupun penduduk Kota Bandung memiliki tingkat rata-rata kepuasan yang berada pada sekitar nilai tengah. Pengunjung maupun penduduk Kota Bandung tidak merasa puas maupun tidak merasa kecewa terhadap ketersediaan sarana prasarana pendukung pariwisata. Hal tersebut menjelaskan bahwa menurut pengunjung, daya dukung yang dimiliki Kota Bandung belum dapat mendukung kepariwisataan Kota Bandung secara maksimal. Belum maksimalnya daya dukung yang dimiliki oleh Kota Bandung kemudian menyebabkan berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Selain berdasarkan tabel diatas, kebutuhan sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata juga dapat dilihat dari matriks persebaran kebutuhan sarana prasarana dengan lokasi studi. Dari tabel matriks skalogram yang terdapat dalam lampiran dapat dilihat mengenai persebaran kebutuhan sarana prasarana berdasarkan persepsi pengunjung. Matriks persebaran sarana prasarana yang dimaksud tidak menjelaskan tentang urutan kebutuhan sarana prasarana, melainkan akan menjelaskan mengenai kebutuhan sarana prasarana yang dibutuhkan berdasarkan persebarannya. Walaupun secara urutan tidak berada di urutan teratas, namun berdasarkan persebarannya, jalan raya, information center dan jasa perbankan merupakan jenis sarana prasarana yang muncul di seluruh lokasi studi secara sekaligus. Hal tersebut menjelaskan bahwa pengunjung juga memerlukan
sarana
prasarana
tersebut
sehingga
ketersediaannya
harus
diperhatikan. Jalan raya merupakan prasarana yang mutlak dibutuhkan oleh pengunjung, namun information center dan jasa perbankan merupakan jenis
sarana prasarana dan jasa yang juga dibutuhkan di setiap lokasi, sehingga walaupun bukan merupakan urutan teratas, namun ketersediaannya juga harus diperhatikan. 6.4 Kesimpulan Studi Dari berbagai analisis yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Tingkat toleransi penduduk Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat toleransi pengunjung. Hal tersebut menjelaskan bahwa penduduk Kota Bandung lebih merasa tidak tahan terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung khususnya pada waktu akhir pekan. Pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung khususnya Jakarta beranggapan bahwa kemacetan lalu lintas di Kota Bandung belum sebanding dengan kemacetan yang terjadi di Jakarta. Hal tersebut mempengaruhi persepsi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. 2. Sarana prasarana yang terdapat di Kota Bandung tidak hanya digunakan oleh penduduk Kota Bandung saja, namun juga digunakan oleh pengunjung yang datang ke Kota Bandung. Jenis sarana prasarana yang paling dibutuhkan oleh penduduk maupun pengunjung adalah jalan raya dan lahan parkir. 3. Pengunjung yang datang ke Kota Bandung terdiri dari berbagai segmentasi dan
karakteristik.
Perbedaan
karakteristik
pengunjung
tersebut
menyebabkan perbedaan pola kunjungan yang akan berpengaruh kepada kebutuhan akan sarana prasarana. 4. Daya tarik yang dimiliki Kota Bandung sebagai salah satu kota tujuan wisata cukup kuat. Timbulnya berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu lintas masih belum dapat mengurangi minat pengunjung untuk kembali datang dan berwisata ke Kota Bandung.
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan diatas, dapat diketahui bahwa dalam pengembangan kepariwisataan Kota Bandung, penduduk Kota Bandung merupakan salah satu stakeholder yang perlu diperhatikan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam konsep destinasi, penduduk lokal merupakan pihak yang ikut berpengaruh dan menerima dampak terhadap perkembangan pariwisata. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata Kota Bandung juga harus memperhatikan penduduk Kota Bandung, jangan hanya fokus pada pengunjung saja. Daya dukung Kota Bandung untuk mendukung kegiatan penduduk dan pengunjung telah terlampaui. Oleh karena telah terlampauinya daya dukung tersebut, maka Kota Bandung membutuhkan berbagai macam sarana prasarana terutama jalan raya dan lahan parkir. Kebutuhan sarana prasarana dipengaruhi oleh karakteristik pengunjung yang kemudian akan berpengaruh kepada pola kunjungan pengunjung ke Kota Bandung maupun selama berada di Kota Bandung. Walaupun daya dukung Kota Bandung telah terlampaui, namun daya tarik yang dimiliki Kota Bandung masih dapat terus menarik pengunjung untuk kembali datang dan berwisata ke Kota Bandung. 6.5 Rekomendasi Kepada Pemerintah Kota Bandung Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan daya dukung Kota Bandung harus segera diselesaikan guna menghindari penurunan kualitas dan daya tarik yang dimiliki Kota Bandung. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yang kemudian menghasilkan berbagai temuan studi dan kesimpulan, dapat diberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah Kota Bandung yang berhubungan dengan perkembangan kegiatan pariwisata
di Kota Bandung.
Rekomendasi yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
Salah satu hal yang menyebabkan kemacetan lalu lintas di Kota Bandung adalah terbatasnya lahan parkir umum khususnya yang terdapat di titiktitik keramaian atau kawasan wisata yang menjadi pemusatan kendaraan pengunjung. Berdasarkan analisis yang dilakukan juga diketahui bahwa ketersediaan sarana parkir cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir. Minimnya lahan parkir menyebabkan penumpukan jumlah
kendaraan di jalan sehingga menghambat laju lalu lintas dan menyebabkan kemacetan. On street parking yang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan lahan parkir juga turut menjadi penyebab kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung. Oleh karena itu, penambahan lahan parkir yang berupa pelataran parkir umum maupun gedung parkir umum sangat diperlukan di Kota Bandung, khususnya di kawasan yang menjadi pemusatan kepadatan pengunjung seperti Dago, Riau, dan Cihampelas.
Penerapan konsep Park and Ride di kawasan wisata di Kota Bandung juga dapat menjadi salah satu upaya penyelesaian permasalahan kemacetan, dimana kendaraan pengunjung diparkir di suatu lahan parkir atau gedung parkir di suatu kawasan wisata, kemudian pengunjung dapat menggunakan kendaraan khusus wisata yang disediakan untuk berwisata di kawasan tersebut. Selain dapat mengurangi jumlah kendaraan yang melalui kawasan tersebut, kendaraan khusus wisata tersebut dapat menjadi objek atau daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang datang ke Kota Bandung.
Memperbaiki kualitas moda transportasi umum yang terdapat di Kota Bandung agar pengunjung tertarik dan dapat merasa nyaman saat memanfaatkan jasa moda transportasi umum selama berwisata di Kota Bandung. Pesatnya perkembangan jasa angkutan seperti travel juga dapat mendukung pengurangan jumlah kendaraan pribadi yang masuk ke Kota Bandung, sehingga diharapkan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas di Kota Bandung.
6.6 Kelemahan Studi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa kelemahan studi yang terdapat pada studi kali ini. Kelemahankelemahan studi yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
Penggunaan metode purposif dalam pemilihan lokasi dan kuota untuk pemilihan sampel menyebabkan sampel yang diambil tidak dapat mewakili populasi pengunjung di Kota Bandung.
Sampling error sebesar 7%.
6.7 Saran Studi Lanjutan Penelitian kali ini hanya membahas persepsi pengunjung terhadap toleransinya terhadap kemacetan lalu lintas dan ketersediaan sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Untuk penelitian lanjutan, penulis menyarankan untuk meneliti beberapa hal, yaitu:
Penelitian mengenai Level of Service maupun kapasitas sarana prasarana transportasi di Kota Bandung.
Penelitian mengenai pemusatan kegiatan pariwisata di Kota Bandung.
Kejenuhan pengunjung terhadap jenis pariwisata di Kota Bandung.